• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI G IBERELIN D AN LAM A PERENDAMAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH JAGUNG (Zea mays L.)KADALUARSA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI G IBERELIN D AN LAM A PERENDAMAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH JAGUNG (Zea mays L.)KADALUARSA SKRIPSI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PERENDAMAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR

BENIH JAGUNG (Zea mays L.)KADALUARSA

SKRIPSI

OLEH

ABDUL MUKTI

08C10407077

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH, ACEH BARAT

(2)

1

1.1 Latar Belakang

Tanaman jagung (Zea mays L.) berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia

dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika, abad ke-16

orang Portugal memperluas ke Asia termasuk Indonesia. Tanaman jagung banyak

sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk

berbagai macam keperluan. Di Indonesia jagung merupakan makanan pokok

komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Banyak daerah di

Indonesia yang mengkonsumsi jagung sebagai makanan. Jagung sangat memadai

dipakai sebagai bahan pangan pengganti beras atau dapat juga dicampur dengan

beras (Barnito, 2009).

Sejak dihasilkannya beberapa jagung, baik jagung ber sari bebas ataupun

hibrida yang berdaya hasil tinggi, produktivitas jagung secara nasional juga

meningkat dari 1,46 ton ha-1 tahun 1980, 2.13 ton ha-1 pada tahun 1990 dan

menjadi 2.67 ton ha-1 pada tahun 1999, pada tahun 2006, produktivitas nasional

telah mencapai 3,47 ton ha-1, bahkan pada tahun 2009 telah mencapai 45,49 ton

ha-1 (Anonymous, 2009).

Tanaman jagung diperbanyak dengan cara generatif. Pengembangan dan

peningkatan produksi tanaman jagung menuntut tersedianya benih yang cukup

dan bermutu tinggi yang berasal dari hasil penanganan yang tepat dan efektif.

Penggunaan benih jagung bermutu merupakan kunci utama untuk memperoleh

tanaman yang seragam dengan produksi yang optimal. Benih merupakan salah

(3)

Rukmana (2007), relatif lambannya peningkatan areal pertanaman jagung di

Indonesia, antara lain juga disebabkan oleh sistem pembenihannya berjalan

lambat dibandingkan sistem pembenihan pada komoditas padi.

Kadaluarsa adalah mengacu pada waktu atau masa, di mana masa batas

penanaman dan periode simpan untuk benih telah berakhir, adapun pihak

produsen benih tidak bertanggungjawab atas mutu terhadap produksi dan hasil.

Perlakuan tertentu sebelum tanam melalui invigorasi (peningkatan vigor benih)

dapat mengurangi kemunduran benih. Pada umumnya semakin lama benih

disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun. Mundurnya viabilitas benih

merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang

diberikan kepada benih (Sadjad, 1994).

Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih

harus menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana

teknologi yang maju. Sering petani mengalami kerugian yang tidak sedikit baik

biaya maupun waktunya akibat penggunaan benih yang jelek mutunya. Walaupun

pertumbuhan dan produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan

cara bercocok tanam, tetapi tidak boleh diabaikan pentingnya pemilihan kualitas

benih yang akan dipergunakan. Menurut K han et al. (1992) menyatakan bahwa

dasar pemikiran dari perlakuan sebelum masa tanam adalah untuk mobilitas dan

memperbesar sumber daya yang dimilikinya dengan perlakuan tertentu sebagai

perbaikan secara maksimal bagi pertanaman dan hasilnya.

Kadar air benih merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

benih dalam penyimpanan dan perkecambahan. Pada awal fase perkecambahan di

(4)

kulit biji akan melunak dan terjadinya hidrasi protoplasma, kemudian

enzim-enzim mulai aktif, terutama enzim-enzim berfungsi mengubah lemak menjadi energi,

melalui proses respirasi. Invigorasi benih yaitu dengan cara merendam benih

sehingga karakter fisiologi dan biokimiawi yang tedapat di dalam benih dapat

dimafaatkan secara optimal (K han et al., 1992). Pada benih umumnya aktivitas

enzim dipacu oleh hormon, salah satu homon yang secara alami terdapat di dalam

embrio benih adalah giberelin.

Giberelin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh tanaman yang

mempunyai peranan dalam mempercepat perkecambahan benih. Giberelin sebagai

senyawa organik yang sangat penting dalam proses perkecambahan suatu benih

karena ia bersifat mengontrol perkecambahan tersebut, terutama pada jagung dan

serealia lainnya. Kalau giberelin tidak ada atau kurang aktif maka α-amilase tidak

akan terbentuk yang dapat menyebabkan terhalangnya proses perombakan pati,

sehingga dapat mengakibatkan tidak (terhalang) terjadinya perkecambahan.

Keadaan seperti ini adalah merupakan salah satu penyebab terjadinya gejala

dormansi pada beberapa jenis benih, oleh karena β-amilase sendiri tidak cukup

untuk melaksanakan pencernaan dan mendorong perkecambahan benih (Kamil,

1979).

Banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa pemberian GA3 eksogen

dapat meningkatkan daya berkecambah benih, di antaranya Begum et al. (1988)

mengemukakan bahwa perendaman biji dalam GA3 (50-200 ppm) tidak

meningkatkan perkecambahan akan tetapi meningkatkan vigoritas tanaman

pepaya. Pemberian GA3 200 ppm meningkatkan perkecambahan benih timun

(5)

bahwa 200 mg l-1 GA3 dan perendaman selama setengah hari dapat meningkatkan

pertumbuhan benih kapas.

Dari permasalahan yang telah diuraikan maka perlu dilakukan penelitian

untuk mengetahui pengaruh konsentrasi giberelin dan lama perendaman yang

tepat agar diperoleh viabilitas dan vigor benih jagung kadaluarsa yang optimal.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ko nsentrasi giberelin

dan lama peredaman terhadap viabilitas dan vigor benih jagung kadaluarsa, serta

nyata tidaknya interaksi kedua faktor tersebut.

1.3 Hipotesis

1. Konsentrasi giberelin berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih jagung

kadaluarsa.

2. Lama perendaman berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih jagung

kadaluarsa.

3. Terdapat interaksi antara konsentrasi giberelin dan lama perendaman terhadap

(6)

5

2.1 Botani Tanaman Jagung 2.1.1 Sistematika

Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan semusim (annual). Menurut

Rukmana (2007) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman

jagung diklasifikan sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledone

Ordo : Graminae

Familia : Graminaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays L.

2.1.2 Morfologi 1. Akar

Akar tanaman jagung adalah akar serabut yang berfungsi sebagai alat

untuk mengisap air serta garam- garam yang terdapat dalam tanah. Pada tanaman

jagung terdapat akar udara yang berfungsi sebagai akar pendukung untuk

memperkokoh batang terhadap kerebahan (Barnito, 2009).

2. Batang

Batang jagung berbentuk bulat silindris tidak berlubang dan beruas-ruas.

Tinggi batang bervariasi tergantung jenis atau varietas yang ditanam serta

kesuburan tanah. Tinggi tanaman jagung berkisar antara 1 sampai 3 meter dari

(7)

3. Daun

Struktur daun tanaman jagung terdiri atas tangkai daun, lidah daun dan

telinga daun. Tangkai daun merupakan pelepah yang berfungsi untuk

membungkus batang tanaman jagung. Lidah daun terletak pada pangkal batang

dan telinga daun berbentuk seperti pita yang tipis yang mema njang (Barmin,

2005).

4. Bunga

Tanaman jagung berumah satu (monoecus), yaitu bunga jantan terbentuk

pada ujung batang dan bunga betina terletak di bagian tengah batang pada salah

satu ketiak daun. Tanaman jagung bersifat protandry, yaitu bunga jantan matang

lebih dahulu 1-2 hari dari pada bunga betina. Letak bunga jantan dan bunga betina

terpisah, sehingga penyerbukan tanaman jagung bersifat menyerbuk silang

(Rukmana, 2007).

Pada waktu keluar rambut, tepung sari mulai berjatuhan dalam

pemanjangan ruas, tangkai tongkol tumbuh sempurna, sedangkan tongkol dan

rambut tumbuh cepat dan memanjang serta sel telur membesar dan siap untuk di

buahi. Setelah persarian terjadi dalam waktu 12 sampai dengan 28 jam serbuk sari

tumbuh mencapai sel telur dalam bakal biji (Barnito, 2009).

5. Tongkol

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.

Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada

bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang

terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang

jumlahnya selalu genap (Rukmana , 2007).

6. Biji

Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau pericarp menyatu dengan

(8)

utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah

embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai

cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati

dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio (lembaga), sebagai

miniatur tanaman yang terdiri atas plumula, akar radikal, scutelum, dan koleoptil

(Rukmana, 2007).

2.2 Faktor Perkecambahan Benih

Menurut Kamil (1979) secara umum ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi perkecambahan suatu benih, yaitu faktor lingkungan dan genetik.

Berikut ini akan diberikan penjelasan singkat dari faktor-faktor tersebut.

1. Faktor Lingkungan

a. Air

Ketersediaan air untuk proses perkecambahan bisa dalam bentuk cair atau

uap yang di sekitar benih. Semakin banyak ketersediaan air, makin cepat proses

imbibisi. Biasanya sampai jaringan mengandung air 40-60 % benih dapat

berkecambah dan meningkat pada kecambah yg sedang tumbuh 70 – 90 %.

b. Suhu

Semakin meningkat suhu (sampai batas tertentu) maka kecepatan

penyerapan air semakin tinggi. Setiap kenaikan suhu 10oC, maka penyerapan air

meningkat 2 kali dari kecepatan semula.

a. Oksigen

Perkecambahan biji adalah suatu proses yang berkaitan dengan sel hidup

yang membutuhkan energi. Energi yang dibutuhkan oleh suatu proses di dalam sel

(9)

Umumnya biji akan berkecambah dalam udara yang mengandung 20 % O2 dan

0,03 % CO2.

b. Cahaya

Peranan cahaya sebagai faktor pengontrol perkecambahan biji. Benih yang

dikecambahkan pada keadaan yang kurang cahaya atau pun gelap dapat

menghasilkan kecambah yang mengalami etiolasi. Pengaruh cahaya hanya terjadi

pada benih yang lembab. Pada benih dengan kadar air rendah, pengaruh cahaya

relatif tidak ada terhadap perkecambahan. Hal ini disebabkan karena fitokrom,

yaitu pigmen penyerap cahaya, tidak aktif pada benih berkadar air rendah.

2. Faktor Genetik

a. Tingkat Kemasakan

Benih yang di panen sebelum kemasakan fisiologisnya tercapai tidak

mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang

demikian tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih

belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio

belum sempurna.

b. Ukuran

Di dalam penyimpanannya benih memiliki karbo hidrat, protein, lemak dan

mineral. Di mana bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi

embrio pada saat perkecambahan.

c. Dormansi

Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi

tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum

(10)

benih dapat berlangsung beberapa hari, semusim sampai beberapa tahun,

tergantung pada setiap jenis tanaman dan tipe dormansi.

2.3 Giberelin

Gibberellin acid atau asam giberelat adalah suatu senyawa organik yang

sangat penting dalam proses perkecambahan suatu benih karena ia bersifat

mengontrol perkecambahan tersebut, terutama pada jagung dan serealia lainnya.

Kalau giberelin tidak ada atau kurang aktif maka α-amilase tidak akan terbentuk

yang dapat menyebabkan terhalangnya proses perombakan pati, sehingga dapat

mengakibatkan tidak (terhalang) terjadinya perkecambahan. K ucera et al. (2005)

melaporkan bahwa ada dua fungsi giberelin selama perkecambahan

benih, pertama giberelin diperlukan untuk meningkatkan potensi tumbuh dari

embrio dan sebagai promotor perkecambahan, dan kedua diperlukan untuk

mengatasi hambatan mekanik oleh lapisan penutup benih karena terdapatnya

jaringan di sekeliling radikula.

Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protease dan

enzim-enzim hidrolitik. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino, zat- zat dapat

larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease, ditranspor ke embrio

dan disini zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah

(Heddy, 1989). Dalam benih hormon tumbuh ini dihasilkan oleh embrio kemudian

ditranslokasikan ke lapisan aleuron sehingga menghasilkan enzim α-amilase.

Proses selanjutnya yaitu enzim tersebut masuk ke dalam endosperm, maka

terjadilah perubahan-perubahan yaitu berubahnya pati menjadi gula dan

menghasilkan energi yang berguna untuk aktivitas sel dan pertumbuhan (Abidin,

(11)

Kegiatan enzim-enzim di dalam biji distimulir oleh adanya asam giberelin

yaitu suatu hormon tumbuh yang dihasilkan oleh embrio setelah menyerap air.

Proses pertumbuhan dan perkembangan embrio semula terjadi pada ujung-ujung

tumbuh dari akar. Kemudian diikuti oleh ujung-ujung tumbuh tunas. Proses

pembagian dan membesarnya sel-sel ini tergantung dari terbentuknya energi dan

molekul- molekul komponen tumbuh yang berasal dari jaringan persediaan

makanan. Di mana molekul- molekul protein dan lemak penting untuk

pembentukan protoplasma, sedang molekul- molekul kompleks polisakarida dan

asam poliuronat untuk pembentukan dinding sel (Soetopo, 2004).

Tingginya tingkat giberelin yang ada dalam biji, biasanya meningkat

selama proses penuaan, oleh karena itu biji yang kering mengandung level yang

sangat rendah. Giberelin berasal dari embrio yang merangsang produksi daripada

α-amilase pada aleuron (Soetopo, 2004).

Hasil penelitian pada tanaman cabai menunjukkan bahwa perlakuan

invigorasi pada tingkat vigor benih yang berbeda mampu meningkatkan indeks

vigor, daya berkecambah dan kecepatan perkecambahan. Invigorasi benih dengan

menggunakan larutan 100 μM GA3 dan matriconditioning dengan serbuk gergaji

dan 100 μM GA3 dapat meningkatkan vigor benih padi sawah yang diuji pada

kondisi cekaman oksigen (Nonogaki, 2010). Menurut Afzal et al. (2000) dalam

Soetopo (2004) menunjukkan bahwa, hormon GA3 dapat menstimulasi

pertumbuhan plumula gandum dengan baik dengan lama perendaman 6 jam. Jamil

dan Rha (2007) dalam Suetopo (2004) melaporkan bahwa, perlakuan GA3

150-200 mg l air-1 dapat meningkatkan perkecambahan pada benih bit gula, di bawah

cekaman salinitas. Perlakuan priming meningkatkan jumlah penyerapan air dalam

(12)

2.4 Peranan Air Bagi Benih

Pada semua benih tanaman, air berperan untuk memulai proses

perkecambahan. Air diperlukan untuk rehidrasi benih dalam tahap penting pada

permulaan proses perkecambahan (Bewley dan Black, 1978).

Air masuk ke dalam benih melalui proses imbibisi. Proses imbibisi ini

dipengaruhi oleh komposisi kimiawi benih, permebilitas kulit benih dan jumlah

air yang tersedia baik dalam bentuk cair maupun uap di sekitar benih. Proses

masuknya air ke dalam benih melalui kulit, berhubungan dengan sifat-sifat kimia

dari kulit benih. Sifat kimia tersebut berupa terjadinya proses hidrasi dari kolonid

koloid hidrofik yang mengakibatkan bertambah besarnya volume benih dan

timbulnya tekanan imbibisi. Tekanan imbibisi menyebabkan keretakan pada

bagian kulit benih dan selanjutnya mengatur maksudnya air ke dalam benih

selama proses perkecambahan (Sadjad, 1980).

Air memegang peranan yang terpenting dalam proses perkecambahan biji.

Tanpa adanya air, tumbuhan tidak akan bisa melakukan berbagai macam proses

kehidupan apapun. Menurut Kamil (1982), peranan air da lam perkecambahan

benih adalah : (a) melunakkan kulit benih dan menyebabkan perkembangan

embrio dan endosperm, (b) memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke

dalam benih, (c) mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan

fungsinya, dan (d) sebagai alat transpor larutan makanan dari endosperm kepada

titik tumbuh pada proses perkembangan embrio.

Imbibisi pada benih yang dilakukan secara tiba-tiba apalagi terhadap benih

dengan kadar air sangat rendah dan benih yang mengalami penyimpanan yang

lama dapat menyebabkan kerusakan pada struktur membran sehingga perlu suatu

(13)

dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan invigorasi benih

yaitu dengan cara mengkondisikan benih sedemikian rupa sehingga karakter

fisiologi dan biokimiawi yang terdapat di dalam benih dapat dimanfaatkan secara

optimal (K han et al., 1992).

Hasil penelitian Afzal et al. (2005) terhadap benih gandum secara

hidro-priming selama 6 jam dapat menstimulasi pemunculan plumula dibandingkan

dengan lama perendaman 12 jam. Menurut Prawiranata et al. (1981) pada benih

air melebihi kapasitas kebutuhannya maka akan terjadi penurunan viabilitasnya

bahkan terjadi kematian pada benih itu sendiri. Sebelumnya Kamil (1979)

menyatakan kadar air yang tinggi pada benih memungkinkan cendawan dan

bakteri berkembang dengan cepat sehingga menyebabkan benih itu mati.

2.5 Periode Simpan Benih

Umur simpan benih sangat dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi

lingkungan dan perlakuan manusia. Berapa lama benih dapat disimpan sangat

bergantung pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri. Benih jagung

merupakan tipe benih mempunyai ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu

yang lama dengan perlakuan yang tepat. Menurut Schmidt (2000) benih ortodoks

mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai

dapat membentuk cadangan makan benih yang besar.

Sifat kemunduran ini tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau

diperbaiki secara sempurna. Laju kemunduran mutu benih dapat diperkecil

dengan melakukan penanganan dan pengolahan, penyimpanan, serta

pendistribusian benih secara baik. Pertumbuhan kecambah yang abnormal di

pertanaman biasanya terjadi akibat benih yang ditanam sudah mengalami

(14)

yang lambat dan hasil yang rendah disebabkan oleh penggunaan benih yang sudah

mengalami penurunan mutu, meskipun daya berkecambahnya relatif tinggi.

Menurut Funk et al. (1962) dalam Sadjad (1994), penanaman benih jagung yang

sudah disimpan lama menyebabkan pertumbuhan kecambah di pertanaman

menjadi lebih lambat, letak tongkol lebih rendah, dan tanaman secara individu

kurang produktif.

2.6 Viabilitas dan Vigor Benih

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan bobot (massa), volume,

jumlah sel, jumlah protoplasma dan tingkat kerumitan. Biasanya, fase awal

perkembangan awal kecambah meliputi produksi sejumlah sel baru melalui

mitosis (pembelahan inti), dilanjutkan dengan sitokinesis (pembelahan sel).

Pertumbuhan pada tumbuhan berlangsung terbatas pada beberapa bagian tertentu,

yang terdiri dari sejumlah sel yang baru saja dihasilkan melalui proses

pembelahan sel di meristem (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Nonogaki et al.

(2010) perkecambahan adalah proses yang kompleks di mana benih harus segera

pulih secara fisik dari akibat proses pengeringan.

Vigor dan viabilitas benih adalah dua karakter yang saling berhubungan

dan umumnya penurunan vigor mendahului penurunan viabilitas (Basu, 1994).

Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam

fenomena pertumbuhan, gejala metabolisme, kinerja hormon atau garis viabilitas.

Vigor adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi

suboptimum di lapang produksi, atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan

yang suboptimum dan ditanam dalam kond isi lapang yang optimum (Sadjad,

(15)

Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih menurut Copeland

(1976) adalah faktor genetik, lingkungan dan nutrisi tanaman induk selama

perkembangan benih, stadia kemasakan waktu panen, ukuran dan bobot benih,

kerusakan mekanik, dan patogen. Menurut Sadjad (1972) kemunduran benih

adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang akan menyebabkan perubahan

menyeluruh dalam benih baik fisik, fisiologi, maupun kimia, sehingga akan

menyebabkan menurunnya viabilitas benih. Saenong (1982) menguraikan bahwa

faktor- faktor penyebab kemunduran benih adalah terjadinya penggumpalan

protoplasma, kelaparan setempat, degenerasi mitokondria, kehabisan substrat atau

berkurangnya bahan baku untuk respirasi, degenerasi nukleus, degenerasi enzim,

penggumpalan protein dan embrio secara perlahan- lahan, dan penimbunan

metabolisme beracun.

Batas istilah perkecambahan dalam pengujian benih menurut Sadjad et al.

(1974) adalah kemampuan muncul dan berkembangnya struktur terpenting dari

embrio benih serta menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi

tanaman yang normal pada kondisi alam yang menguntungkan. Daya

berkecambah benih ditujukan untuk menduga kemampuan tumbuh benih dengan

kemampuan tumbuh benih dalam lingkungan dengan kondisi yang baik,

sedangkan kecepatan tumbuh ditujukan untuk menduga kemampuan benih

tumbuh normal dalam kondisi lingkungan yang kurang baik (Sadjad, 1972).

Karakter yang sangat penting dari benih vigor adalah yang

dimanifestasikan oleh kecepatan laju perkecambahan, keseragaman dari

pertumbuhan dan daya tumbuh dan kemampuan untuk tumbuh normal pada

(16)

benih vigor apabila memiliki indikasi: (1) tahan simpan, (2) berkecambah cepat

dan merata, (3) bebas dari penyakit, (4) tahan terhadap gangguan berbagai

mikroorganisme, (5) tumbuh kuat dalam keadaan lahan basah/kering, (6) bibit

efisien dalam memanfaatkan cadangan makanan, (7) laju tumbuh atau

pertambahan berat kering bibit yang berfotosintesis tinggi, (8) menghasilkan

tanaman berproduksi tinggi, (9) tidak menunjukkan perbedaan pertumbuhan di

lapang dan di laboratorium, (10) tahan terhadap saingan.

2.7 Metabolis me Perkecambahan Benih

Setelah benih berimbibisi terjadi reaktivasi enzim, proses metabolisme

(respirasi), sintesis RNA dan protein yang berpengaruh pada peningkatan

integritas struktur sel. Secara fisiologis, terjadi beberapa proses berurutan selama

perkecambahan benih yaitu penyerapan air, pencernaan, pengangkutan zat

makanan, asimilasi, pernafasan, dan pertumbuhan (Kamil, 1979).

Penyerapan air merupakan proses yang pertama kali terjadi pada

perkecambahan benih, diikuti dengan pelunakan kulit benih, dan pengembangan

benih. Penyerapan air ini dilakukan oleh kulit benih melalui peristiwa imbibisi

dan osmosis dan prosesnya tidak memerlukan energi. Penyerapan air oleh embrio

dan endosperma menyebabkan pembengkakan (penggembungan) dari kedua

struktur ini, mendesak kulit benih yang sudah lunak sampai pecah dan

memberikan ruang untuk keluarnya akar (Kamil, 1979).

Penurunan kadar air (saat benih dikeringkan) dan rehidrasi benih cukup

memberikan tekanan pada komponen sel-sel. Pada benih yang viabilitasnya

rendah, ketika benih berimbibisi ada kebocoran zat terlarut yang menunjukkan

(17)

jumlahnya bahkan DNA juga tidak luput dari kerusakan, sehingga diperlukan

pemberian enzim dan senyawa tertentu untuk mengantisipasi, membatasi dan

memperbaiki kerusakan sel (Nonogaki et al., 2010).

Umumnya cadangan makanan disimpan di dalam benih dalam bentuk pati,

hemiselulosa, lemak dan protein yang tidak larut di dalam air (water insoluble)

atau berupa senyawa koloid. Cadangan makanan ini umumnya (tersebar) terdapat

di dalam endosperma (pada monokotil), merupakan senyawa yang kompleks

bermolekul besar dan tidak bisa diangkut (immobile) ke daerah yang memerlukan

yaitu poros embrio (embryonic axis). Sebagian kecil cadangan makanan ini juga

terdapat di poros embrio, tetapi segera habis pada awal perkecambahan benih.

Lebih tegas lagi, cadangan makanan dalam jaringan penyimpanan (storage tissue)

tidak bisa diangkut dari sel ke sel yang lain dan dipakai untuk pembentukan

protoplasma dan dinding sel sebelum zat-zat tersebut dirubah menjadi zat atau

senyawa yang lebih sederhana, bermolekul lebih kecil, larut dalam air da n dapat

melakukan difusi (Kamil, 1979).

Salisbury dan Ross (1995) mengemukakan bahwa, setelah benih

berkecambah, sistem akar dan tajuk muda mulai menggunakan hara mineral,

lemak, pati dan protein yang terdapat di sel penyimpanan pada benih. Kecambah

muda bergantung pada cadangan makanan ini sebelum mampu menyerap garam

mineral dari tanah dan sebelum dapat memanjangkan sistem tajuknya menuju

cahaya. Kecambah menghadapi kesulitan dengan lemak, polisakarida, dan protein,

sebab molekul tersebut tidak dapat dipindahkan. Proses terjadinya pemecahan

(breaking down) zat atau senyawa bermolekul besar, kompleks, menjadi senyawa

(18)

melalui membran dan dinding sel, dibutuhkan agen pencerna (digestive agents)

yaitu enzim. Setelah penyerapan air, terjadi aktivasi termasuk aktivasi enzim,

kemudian masuk ke dalam endosperma dan mencerna makanan cadangan (Kamil,

1979). Salah satu enzim yang diperlukan dalam proses pencernaan ini adalah α

-amilase yang menghidrolisis pati (Salisbury dan Ross, 1995).

Pada serealia, cadangan makanan umumnya berbentuk pati, terdapat pada

endosperma, terdiri atas dua bentuk yaitu amilosa dan amilopektin. Pencernaan

pati (amilosa dan amilopektin) dilakukan oleh dua macam enzim amilase yaitu β-

amilase dan α-amilase. Enzim β-amilase sudah ada dari semula (pre-exist) di

dalam skutelum dan selaput aleuron pada biji kering angin, sedangkan enzim α-

amilase terbentuk pada waktu mulai perkecambahan dan masuk ke dalam

endosperma untuk mencerna amilosa menjadi glukosa yang larut dalam air dan

bisa diangkut (Kamil, 1979). Embrio (nutfah) benih serealia dan rumputan lainnya

dikelilingi cadangan makanan yang terdapat di sel-sel (jaringan) yang secara

metabolik tidak aktif, yakni endosperma ; endosperma sendiri diselimuti selaput

tipis yang hidup, yang biasanya mempunyai ketebalan dua hingga empat sel, dan

disebut aleuron.

Setelah perkecambahan terjadi, terutama akibat peningkatan kelembaban,

sel aleuron mengeluarkan sejumlah enzim hidrolisis yang mencerna pati, protein,

fitin, RNA, dan bahan di dinding sel tertentu yang terdapat dalam sel-sel

endosperma. Enzim yang dikeluarkan selaput aleuron adalah α-amilase, setelah

selaput aleuron memperoleh hormon giberelin yang disediakan oleh embrio.

(19)

enzim tersebut mencerna cadangan makanan dan dinding sel, unsur mineral dan

(20)

19

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas

Pertanian Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat yang dimulai pada

tanggal 07 Juni sampai dengan14 Juni 2013.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

1. Benih Jagung

Benih jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung

yang sudah kadaluarsa pada tanggal 02 Mei 2012 dengan tingkat daya tumbuh 95

%. Varietas Hibrida N-35 Cap Dua Kuda yang diproduksi oleh PT. Pertani

(Persero).

2. Kertas Buram dan Plastik

Subtrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas buram,

sedangkan plastik yang digunakan adalah plastik minyak yang berfungsi untuk

melapisi kertas buram supaya tetap terjaga kelembabannya.

3. Giberelin

Giberelin digunakan dalam penelitian ini dengan nama produk Pro gibb

20® SL yang berbentuk cair.

4. Air

Air digunakan untuk melarutkan giberelin dan membasahi subtrat dan

(21)

5. Alkohol

Alkohol (70 %) digunakan untuk mensterilkan geminator agar tidak

terkontaminasi dengan fungi.

3.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah geminator, gelas

ukur, pipet ukur, alat tulis, jam, kertas label dan kamera.

3.3 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

faktorial dengan 3 x 3 dengan 3 ulangan. Faktor yang diteliti meliputi konsentrasi

giberelin dan lama perendaman.

Faktor konsentrasi giberelin (K) terdiri dari 3 taraf :

K1 = 100 ppm

K2 = 200 ppm

K3 = 300 ppm

Faktor lama perendaman (P) terdiri dari 3 taraf :

P1 = 3 jam

P2 = 6 jam

P3 = 9 jam

Dengan demikian terdapat 3 x 3 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan

terdapat 27 satuan percobaan. Susunan kombinasi perlakuan antara konsentrasi

(22)

Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Konsentrasi Giberelin dan Lama Perendaman.

Model matematis dari rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Yij= μ + Ki+ Pj+ (KP)ij+

ɛ

ij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan untuk faktor konsentrasi giberelin level ke- i dan

faktor lama perendaman level ke-j µ = Nilai tengah umum

Ki = Pengaruh konsentrasi giberelin ke- i (i=1,2 dan 3)

Pj = Pengaruh lama perendaman ke-j (j=1,2 dan 3)

No Kombinasi Perlakuan Konsentrasi Giberelin

(23)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

1. Pelarutan dan Perendaman

Untuk mengamplikasi konsentrasi giberelin pada benih terlebih dahulu

dilakukan pelarutan. Pelarutan diawali dengan mengukur jumlah konsentrasi yang

digunakan dengan pet ukur. Selanjutnya konsentrasi giberelin yang telah diukur

dilarutkan dengan air yaitu 100 ppm (0,1 cc l air-1), 200 ppm (0,2 cc l air-1) dan

300 ppm (0,3 cc l air-1).

Perendaman dilakukan dengan mengunakan giberelin yang telah

dilarutkan dengan air dan selanjutnya direndam dengan lama perendaman sesuai

dengan perlakuan masing- masing yaitu 3 jam, 6 jam dan 9 jam.

2. Persiapan Media Subtrat

Media perkecambahan yang digunakan adalah kertas buram yang

berukuran 21 cm x 35 cm dan plastik. Kertas yang dipergunakan dibasahi atau

direndam dengan air, adapun jumlah kertas buram plastik yang digunakan per

media yaitu 5 lembar lapisan kertas buram dan 1 lembar lapisan plastik. Metode

ini adalah metode UKDdp (Uji Kertas Digulung didirikan dengan plastik).

3. Penanaman Benih

Penanaman benih di media subtrat kertas dengan cara meletakkan sesuai

dengan ukuran kertas (lampiran 12). Jumlah benih yang ditanam adalah 25 benih

per media, selanjutnya substrat yang sudah ditanami benih di beri lebel perlakuan

dan digulung serta didirikan dalam keranjang.

Geminator yang digunakan terlebih dahulu disemprot dengan alkohol agar

tidak terkontaminasi dengan jamur. Keranjang yang sudah isi dengan gulungan

(24)

3.5 Pengamatan

1. Potensi Tumbuh (PT)

Potensi tumbuh adalah benih yang menunjukkan gejala tumbuh pada

pengamatan hari ke 7 dan dinyatakan dalam persen. Gejala tumbuh ditandai

dengan munculnya akar atau plumula yang mene mbus kulit benih dengan rumus

persamaan sebagai berikut :

PT

=

Ʃ Benih yang menunjukkan gejala tumbuh

Ʃ Benih yang di tanam x 100 %

2. Daya Berkecambah (DB)

Nilai berkecambah diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang

berkecambah normal pada hari ke 5 (pengamatan I) dan hari ke 7 (pengamatan II)

setelah tanam yang dinyatakan dalam persen dengan rumus persamaan berikut :

DB

=

ƩKN I + ƩKN II

ƩBenih yang ditanam x 100 %

Keterangan :

ƩKN I = Jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama ƩKN II = Jumlah kecambah normal pada pengamatan kedua

3. Kecepatan Tumbuh (KcT)

Nilai kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah pertumbuhan

kecambah normal setiap hari sampai hari terakhir (hari ke 7) yang dinyatakan

dalam persen per hari. Perumusan menggunakan persamaan berik ut

KcT = W1N1

+

W2N2

+

WnNn

Keterangan :

N1 - Nn = Pengamatan ( n=1, 2, 3 dan seterusnya)

(25)

4. Keserempakan Tumbuh (KsT)

Perhitungan keserampakan tumbuh dilakukan terhadap kecambah normal

kuat pada hari ke 6 yaitu antara pengamatan I (hari ke 5) dan pengamatan II (hari

ke 7) setelah tanam dan dinyatakan dalam persen. Keserampakan tumbuh

menggunakan rumus persamaan sebagai berikut :

KsT = ƩKecambah normal ku at

Ʃ Benih yang ditanam x 100 %

5. Vigor Kecambah (VK)

Uji vigor kecambah digunakan untuk mengetahui kemampuan benih

tumbuh normal dengan baik, kuat dan memiliki struktur kecambah yang normal

(penampilan kecambah, vigor, les vigor, dan non vigor) dinyatakan dalam persen.

Vigor kecambah dihitung dengan mengunakan rumus persamaan sebagai berikut.

VK = Ʃ Kecambah yang vigor kuat

(26)

25

4.1 Pengaruh Konsentrasi Giberelin

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan

bahwa tingkat konsentrasi giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap potensi

tumbuh, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor

kecambah benih jagung kadaluarsa.

Rata-rata potensi tumbuh, daya berkecambah, kecepatan tumbuh,

keserempakan tumbuh dan vigor kecambah benih jagung kadaluarsa pada

berbagai konsentrasi giberelin dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Rata-rata Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh, Keserempakan Tumbuh dan Vigor Kecambah Benih Jagung Kadaluarsa pada berbagai Konsentrasi Giberelin.

Keterangan : PT = Potensi Tumbuh KsT = KeserempakanTumbuh

DB = Daya Berkecambah VK = Vigor Kecambah

KcT = Kecepatan Tumbuh

Tabel 2 menunjukkan bahwa potensi tumbuh, daya berkecambah,

kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor kecambah tertinggi dijumpai

pada konsentrasi giberelin 300 ppm (K3) yang secara statistik menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan konsentrasi giberelin 100 ppm (K1)

(27)

Perendaman benih jagung yang sudah kadaluarsa dengan konsentrasi

giberelin berpengaruh tidak nyata. Diduga pemberian berbagai konsentrasi

giberelin tidak mampu mengurangi kemunduran viabilitas dan vigor benih yang

sudah kadaluarsa dikarenakan bahwa benih yang sudah mengalami kemunduran.

Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa kemunduran benih adalah proses

bertahap yang diikuti oleh menumpuknya metabolit beracun yang makin lama

semakin menekan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah. Kemunduran

benih ditunjukkan oleh habisnya cadangan makanan, meningkatnya kandungan

asam lemak, berkurangnya aktivitas enzim, dan terjadi kerusakan membran.

Harjadi (1979) menambahkan bahwa kemunduran suatu benih dapat diterangkan

sebagai turunnya kualitas atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya

vigor dan jeleknya pertumbuhan. Dimana kejadian tersebut merupakan suatu

proses yang tak dapat balik dari kualitas suatu benih.

Peningkatan konsentrasi meningkatkan potensi tumbuh, daya

berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor kecambah

tidak stabil. Hal ini diduga karena pada benih jagung kadaluarsa terjadi

kemunduran viabilitas dan vigor sehingga menyebabkan perubahan menyeluruh

dalam benih baik fisik, fisiologis, maupun kimia. Menurut Nonogaki et al. (2010)

menyatakan pemberian giberelin pada benih yang sudah mengalami kemunduran

(deteorasi) dapat mengantisipasi, membatasi dan memperbaiki kerusakan sel.

Wattimena (1987) menyatakan bahwa untuk benih-benih yang mempunyai

kandungan giberelin endogennya sedikit maka diperlukan penambahan giberelin

dari luar yang sesuai, sehingga benih bisa berkecambah. Sebelumnya Heddy

(1986) menyatakan pemberian dalam konsentrasi rendah, sejumlah kecil giberelin

dapat membuat efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan

(28)

4.2 Pengaruh Lama Perendaman

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan

bahwa lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh, daya

berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor kecambah

benih jagung kadaluarsa. Rata-rata potensi tumbuh, daya berkecambah, kecepatan

tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor kecambah benih jagung kadaluarsa pada

berbagai lama perendaman disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Rata-rata Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh, Keserempakan Tumbuh dan Vigor Kecambah Benih Jagung Kadaluarsa pada berbagai Lama Perendaman.

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf dan pada baris yang sama tida k berbeda nyata pada taraf peluang 5 % (Uji BNT)

Tabel 3 menunjukkan bahwa potensi tumbuh tertinggi dijumpai pada lama

perendaman 3 jam (P1) yang berbeda tidak nyata dengan 6 jam (P2) serta berbeda

sangat nyata dengan 9 jam (P3), sedangkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh,

keserempakan tumbuh dan vigor kecambah tertinggi dijumpai pada 6 jam (P2)

yang berbeda tidak nyata dengan 3 jam (P1) namun berbeda sangat nyata dengan 9

jam (P3).

Parameter Lama Perendaman (jam) BNT 0.05

(29)

Hubungan antara potensi tumbuh, daya berkecambah, kecepatan tumbuh,

keserempakan tumbuh dan vigor kecambah benih jagung kadaluarsa pada bebagai

lama perendaman dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Keserempakan Tumbuh dan Vigor Kecambah Benih Jagung Kadaluarsa pada berbagai Lama Perendaman.

Hubungan antara kecepatan tumbuh benih jagung kadaluarsa pada

berbagai lama perendaman dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Kecepatan Tumbuh Benih Jagung Kadaluarsa pada berbagai Lama Perendaman.

Dari gambar 1 dan 2 dapat dilihat bahwa potensi tumbuh tertinggi terlihat

(30)

keserempakan tumbuh dan vigor kecambah tertinggi terlihat pada lama

perendaman 6 jam (P2) namun lama perendaman 9 jam (P3) terlihat potensi

tumbuh, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor

kecambah terjadi penurunan.

Tingginya potensi tumbuh pada benih jagung kadaluarsa dengan lama

perendaman 3 jam (P1) yang berbeda tidak nyata dengan 6 jam (P2). Diduga

Perendaman selama 3 jam dan 6 jam kebutuhan air yang optimal pada benih

jagung kadaluarsa, sehingga reaksi metabolisme enzim pada benih akan semakin

cepat dan memberikan pengaruh terhadap aktifitas enzim dan pembelahan sel.

Menurut Sadjad (1980) kemampuan muncul dan berkembangnya struktur

terpenting dari embrio benih serta menunjukkan kemampuan untuk berkembang

menjadi tanaman yang normal pada kondisi alam yang menguntungkan.

Daya berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor

kecambah benih kadaluarsa tertinggi dijumpai pada lama perendaman 6 jam (P2)

yang berbeda tidak nyata 3 jam (P1). Hal ini diduga perendaman pada benih yang

dilakukan dengan waktu yang terlalu lama apalagi terhadap benih dengan kadar

air sangat rendah yang sudah mengalami penyimpanan yang lama dapat

menyebabkan kerusakan pada struktur membran sehingga perlu suatu kondisi

dimana imbibisi dilaksanakan secara terkontrol. Menurut Khan et al. (1992) salah

satu upaya yang dapat dilakukan untuk benih dengan kadar air sangat rendah dan

benih yang mengalami penyimpanan yang lama adalah dengan invigorasi benih

yaitu dengan cara mengkondisikan benih sedemikian rupa sehingga karakter

fisiologis dan biokimiawi yang terdapat di dalam benih dapat dimanfaatkan secara

(31)

Lama perendaman 9 jam (P3) menunjukkan potensi tumbuh, daya

berkecambah, keserempakan tumbuh dan vigor kecambah benih jagung

kadaluarsa mengalami penurunan. Diduga dengan meningkatnya kadar air benih

yang direndam, tentunya aktivitas enzim akan meningkat sampai pada batas waktu

tertentu serta dengan lama benih direndam maka jumlah air yang masuk kedalam.

Menurut Schmidt (2000) penambahan waktu perendaman akan menurunkan lagi

aktivitas enzim karena semakin lama benih direndam dalam kondisi anaerob

(kurang oksigen) akanmenstimulir proses fermentasi di dalam benih.

Fermentasi C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + energi

Proses biokimia fermentasi menghasilkan panas. Menurut Roberts (1972)

bahwa salah satu faktor penyebab kemunduran benih adalah terakmlasinya

bahan-bahan yang toksit (beracun) yang disebabkan oleh fermentasi. O leh karena itu

dalan percobaan ini semakin lama perendaman benih, daya berkecambah benih

semakin menurun. Selain terjadi fermentasi pada benih air yang berlebihan akan

mudah terjadi pembusukan, yang pada akhirnya media berkembang biak

cendawan. Kamil (1979) menyatakan kadar air yang tinggi pada benih

memungkinkan cendawan dan bakteri berkembang dengan cepat sehingga

menyebabkan benih mati.

Perlakuan perendaman dalam larutan giberelin dapat membantu

mempercepat proses imbibisi. Kamil (1979) menyatakan bahwa proses awal

perkecambahan adalah proses imbibisi yaitu masuknya air ke dalam benih,

sehingga kadar air mencapai persentase tertentu. Air diperlukan dengan jumlah

optimal dalam suatu proses perkecambahan. Penyerapan air ini dilakukan oleh anaerob

etanol

(32)

kulit benih melalui proses difusi dan osmosis. Besarnya air yang dapat diserap

oleh benih dalam perlakuan perendaman dengan giberelin, kemungkinan

tergantung dari banyaknya jumlah giberelin yang diserap benih selama perlakuan.

Semakin lama perendaman benih dalam konsentrasi giberelin maka semakin

banyak giberelin yang terserap ke dalam benih, sehingga kemungkinan benih akan

mengimbibisi air secara cepat dan berlebihan.

4.2 Pengaruh Interaksi

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan

bahwa terdapat interaksi yang tidak nyata antara konsentrasi giberelin dan lama

perendaman terhadap viabilitas dan vigor benih jagung kadaluarsa berdasarkan

potensi tumbuh, daya kecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan

vigor kecambah. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi giberelin tidak

(33)

32

5.1 Kesimpulan

1. Konsentrasi giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap potensi tumbuh, daya

berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor kecambah

benih jagung kadaluarsa.

2. Lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh, daya

berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan vigor kecambah

benih jagung kadaluarsa. Potensi tumbuh tertinggi dijumpai pada lama

perendaman 3 jam, tetapi daya berkecambah, kecepatan tumbuh,

keserempakan tumbuh dan vigor kecambah tertinggi dijumpai pada lama

perendaman 6 jam.

3. Terdapat interaksi yang tidak nyata antara konsentrasi dan lama perendaman

terhadap potensi tumbuh, daya berkecambah, kecepatan tumbuh,

keserempakan tumbuh dan vigor kecambah benih jagung kadaluarsa.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi

giberelin yang lebih tepat dan efektif untuk mengetahui viabilitas dan vigor benih

(34)

33

Abidin, Z. 1984. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Penerbit Angkasa, Bandung.

Anonymous. 2009. Tanaman Pangan. Badan Pusat Statistik Nasional, Jakarta.

Barmin. 2005. Budidaya tanaman pangan (Padi dan Jagung). Ricardo, Jakarta. 45 hal.

Barnito, N. 2009. Buddidaya Tanaman jagung (Zea mays). (http://E:Jagung. htm). Diakses 11 juli 2009

Basu, R. N. 1994. An Appraisalof Research on wet and dry physiological seed treatmen and their applicapability with special reference to tropical and subtropical countries. Seed Sci. Technol. 22:107-126.

Begum, H., M. L. Lavania dan G.G.V. Babu. 1988. Seed studies in Papaya. II. Effect of pre-soaking treatment with GA and thiourea on germination ang vigor of aged seed. Seed Res. 16 (1) : 51-56.

Bewley, D dan M. Black, 1978, Physiology and biochemistry of Seed, Springer verlag, Berlin Heidlberg.

Copeland, L. O. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minneapolis, Minnesota. 369 pp.

Harjadi,S. 1979. Dasar-dasar Agronomi. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. 195 hal.

Heddy S. 1986. Hormon Tumbuhan. Rajawali, Jakarta.

Justice, O. L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Edisi 1 (3). Roesly, R. (Pentj.). Raja Grafindo Persada, Jakarta. 446 hal.

Kamil, J. 1979. Teknologi Benih. Angkasa, Bandung.

. 1982. Teknologi Benih I. Angkasa, Bandung. 227 hal

Khan, A. A., J. D. Maguire, G.S. Abawi and S. Ilyas. 1992. Matriconditioning of vegetable seeds to improve stand establishmeny in early field plantings. Journal American Society Horticulture Science 117(1): 41-47.

Khan, A. A. 1977. The Physiology and Biochemistry of Seed Development, Dormancy, and Germination. Elsevier Biomedical Press. Amsterdam. 447p.

(35)

Nonogaki H, Baseel GW, Bewley JD. 2010. Germination- Still a mystery, J. Plant Sci. 1(1): 1-8.

Prawiranata, W., S. Harran dan P. D. Tjondronegoro. 1981. Fisiologi Tumbuhan I, II Departemen Botani, Faperta, IPB, Bogor. 2 Vol.

Roberts, E. H. 1972. Cytological, genetical andmetabolic change associated with loss of viability. p.253-306.

Rukmana, R. 2007. Jagung (Budidaya, Pasca Panen dan Penganeka Ragaman Pangan). CV. Aneka Ilmu, Semarang.

Sadjad , S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Grasindo, Jakarta.145 hal.

. 1972. Kertas Merang Untuk Uji K ualitas Benih di Indonesia. Disertasi. Fakutas Pasca Sarjana, IPB, Bogor. 181 hal.

. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Proyek Pusat Perbenihan Kehutanan Direktorat Rebolisasi dan Rehabilitasi, Direktoral Jendral kehutanan, Kerjasama Afiliasi Institut Pertanian Bogor. 302 hal.

Sadjad, S., M. Poernomohadi, Z. Jusup, dan Z. A. Pian. 1974. Penuntun Praktikum Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan, jilid 3, Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan, Edisi keempat, Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono, ITB, Bandung. 343hal.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub tropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departeme n Kehutanan, Jakarta

Saenong, S. 1986. Pengaruh vigor benih terhadap vigor tanaman di lapang dan daya simpan benih jagung. Magister Sain Tesis. FPS, IPB. 127 hal.

Sing, K dan B. S. Afria. 1990. Seed Germination, seed ling growth, emergence and establisment response of cotton cultivar as regulated by growth substances. Seed Res. 18 (1) : 25-30.

Singh, A. dan H. N. Singh. 1973. Note on the effect of pre-soakingseeds in solution on germination and early seedling growth in phumphin (Cucubita moschata L.) india of Agr. Sci. 43 : 973-976.

Soetopo, L. 2004. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wattimena, G. W. 1987. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lab Kultur Jaringan Tanaman, PAU Bioteknologi IPB Bogor. Ditjen Dikti, Departeman Pendidikandan Kebudayaan. 246 p.

Gambar

Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Konsentrasi Giberelin dan Lama
Tabel 2.  Rata-rata Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh, Keserempakan Tumbuh dan Vigor Kecambah Benih Jagung Kadaluarsa  pada berbagai Konsentrasi Giberelin
Tabel 3.  Rata-rata Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh,
Gambar 1.  Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Keserempakan Tumbuh dan Vigor Kecambah Benih Jagung Kadaluarsa pada berbagai Lama Perendaman

Referensi

Dokumen terkait

Bahan coating terbaik yang mampu mempertahankan viabilitas dan vigor benih kedelai selama penyimpanan pada variabel pengamatan. daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh,

Berdasarkan hasil penelitian dengan tolok ukur indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh benih kecipir pada

Hasil penelitian menunjukkan setelah penyimpanan 11 bulan, penurunan viabilitas dan vigor benih yang tertinggi pada empat varietas uji adalah berturut-turut; Srikandi

Analisis ragam terhadap variabel viabilitas dan vigor benih (daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh) menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata yang disebabkan

Dari 5 tolak ukur viabilitas pada Tabel 1, 4 tolak ukur meliputi daya berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh serta berat kering kecambah normal tertinggi

Perendaman benih lamtoro gung dalam berbagai suhu air memberikan pengaruh yang nyata terhadap vigor benih, viabilitas benih, keserempakan berkecambah, dan bobot

Perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh nyata terhadap parameter persentase potensi tumbuh, persentase benih mati dan indeks vigor. Interaksi lama pemanasan

Adapun parameter yang diamati yaitu potensi tumbuh, daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan keserempakan tumbuh benih kakao.Hasil analisis ragam