DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH-TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
3 CINTA 1 PRIA KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO :
KAJIAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Yustinus Wendi Setiadi NIM : 054114007
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH-TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
3 CINTA 1 PRIA KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO :
KAJIAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Yustinus Wendi Setiadi NIM : 054114007
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Sang Juruselamat Yesus Kristus
untuk kecintaan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik untuk
memenuhi dan melengkapi syarat guna mencapai gelar Sarjana Sastra pada
Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Terselesaikannya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang membantu penyusunan skripsi selama ini. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum selaku dosen pembimbing I, kritikan dan
ungkapan ibu di meja kerja, menjadi tabungan pemikiran bagi penulis.
2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum selaku dosen pembimbing II,
kata-kata yang lugas, itu yang selalu tersirat dalam diri ibu.
3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum selaku dosen penguji skripsi.
4. Seluruh dosen Sastra Indonesia, tempat bernaung bagi penulis unt uk
belajar.
5. Dewi, istriku tercinta; untuk kesetiaanmu dan kasih sayangmu, endapkan
sepi-sepiku, genangkan cintaku.
6. El, anakku, buah hatiku; kehadiranmu, tangismu, keceriaanmu, dan
duniamu, menjadikan nuansa batin untuk Papa, malaikat kecilku.
7. Sigmund Freud, Yustinus Semiun, E. Koeswara, dan K. Bertens yang telah
menjadi perantara pengetahuan mengenai teori-teori kejiwaan bagi penulis
untuk ikut menjelajahi alam ketidaksadaran.
8. Teman-teman angkatan 2005; untuk derap langkah dan perjuangan kita
yang dimulai pertengahan tahun 2005 untuk suatu cita-cita.
9. Semua karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, baik di
Perpustakaan Mrican dan Perpustakaan Paingan untuk pelayanannya
selama ini.
10.Para staf Sekretariat Sastra atas pelayanannya bagi penulis untuk minta ini
dan itu.
vii
Penulis telah berupaya mengerjakan skripsi ini dengan sebaik-baiknya,
namun rasanya, tak ada gading yang tak retak. Kesemuanya ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis semata. Untuk merekatkannya
kembali keretakan itu, penulis sangat membutuhkan masukan dan kritik yang
membangun demi perkembangan dan kemajuan khazanah sastra di masa
mendatang. Dari kekurangan yang ada pada skripsi ini, diperoleh juga sedikit
manfaat bagi pihak yang menaruh minat pada permasalahan yang sejenis.
viii
endapan kenangan : yang kurindu yang kunanti
kamu t’lah membuatku terpasung dalam ingatan
kamu tahu…
aku s’lalu menunggu kedatanganmu…
untuk melihat kamu…
untuk mendengar suaramu…
merasakanmu saat tidak di dalam hati…
dari kerinduan dan penantian
satu sisi sebuah napak tilas K .21 K .41 K .42 K .43
skripsi ini, sampai kuperoleh gelar ini, kupersembahkan untuk:
Bapak dan Mamak di Sintang Kalimantan Barat.
ix
ABSTRAK
Setiadi, Yustinus Wendi. 2012. Dinamika Kepribadian Tokoh-tokoh Utama Dalam Novel 3 Cinta 1 Pria Karya Arswendo Atmowiloto Kajian
Psikoanalisis Sigmund Freud. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Novel 3 Cinta 1 Pria adalah salah satu novel Arswendo yang sarat dengan persoalan kepribadian yang kompleks. Dinamika kepribadian sebagian besar diatur oleh keperluan memuaskan kebutuhan-kebutuhan dimana peran lingkungan tidak disangsikan lagi sangatlah penting. Pengaruh lingkungan terhadap kepribadian ditunjukkan oleh fakta, disamping bisa memuaskan atau menyenangkan individu, lingkungan bisa memfrustrasikan, tidak menyenangkan, dan bahkan mengancam atau membahayakan individu. Hal itu dinarasikan melalui tokoh-tokoh utama dalam novel 3 Cinta 1 Pria karya Arswendo yang mengalami naluri dan kecemasan, yang secara otomatis menyiratkan penyaluran dan penggunaan energi psikis dan mekanisme pertahanan ego. Penulis menggunakan metode analisis untuk menguraikan objek penelitian, metode penelitian deskriptif untuk menjelaskan dan penyajian hasil penelitian.
Untuk penelitian ini, penulis menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Teori tersebut memandang kepribadian manusia dibangun atas tiga struktur, id, ego, dan superego. Berdasarkan struktur tersebut, dalam teks novel 3 Cinta 1 Pria dapat diketahui adanya dinamika kepribadian yang dialami tokoh-tokoh utamanya secara komprehensif. Dalam hal ini penulis menemukan keterkaitan antara mimpi dan lupa nama yang mempengaruhi dinamika kepribadian tokoh-tokoh utamanya.
Tokoh Bong dan tokoh Keka dalam novel 3 Cinta 1 Pria karya Arswendo, menampakkan adanya mimpi dan lupa nama yang mempengaruhi dinamika kepribadiannya. Mimpi pertama tokoh Bong adalah keinginan yang tidak disadari yang berasal dari ingatan- ingatan di masa kecil. Mimpi keduanya merupakan pengaktifan kembali endapan memori tokoh Bong di masa lampau. Pada mimpi pertama tokoh Keka, tampak jelas keinginan seksual tokoh Keka terhadap Bong sebagai bentuk represi yang ditekan oleh ayah semasa kecilnya yang kemudian menjadi mimpi. Sedangkan pada mimpi keduanya, merupakan keseimbangan energi psikis Keka terhadap penyakitnya untuk terus hidup. Bentuk usaha tokoh Bong untuk melupakan nama adalah main asmara tahap pendahuluan bagi kesenangan seksual tokoh Bong yang direpresi. Sedangkan tokoh Keka yang melupakan namanya sendiri karena akibat kompromi mental sebagai bentuk pelampiasan hasrat seksualnya akibat represi dari sang ayah. Dari hasil analisis mimpi dan lupa nama, diperoleh keterkaitan dengan pengalihan keinginan pengarang yang merupakan ketidaksadaran Arswendo sebagai pengarang.
x
xi ABSTRACT
Setiadi, Yustinus Wendi. 2012. Personality Dynamics of Main Characters in The Novel of 3 Cinta 1 Pria Writen By Arswendo Atmowiloto Adapt
Sigmund Freud’s psychoanalysis Approach. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Indonesian Literature Department, Faculty of Literature, Sanata Dharma University.
The novel of 3 Cinta 1 Pria is one of Arswendo’s novels which is full of complicated personal conflicts. The personality dynamics are mostly determined by the need to satisfy any necessity in which the role of environment is undoubtedly considered to be a very important thing. The environmental influences over the personality are shown by the fact that instead of giving satisfactory or pleasure to the individuals, environment can frustrate them, make them unhappy, and even threaten or endanger them. It is narrated throught the main characters in the novel of 3 Cinta 1 Pria, written by Arswendo, who have experienced instinct and anxiousness that automatically imply the channelization and the use of psychological energy and ego defense mechanism. The writer uses analysis method to analyze research object, and descriptive research method to explain and provide the research result.
For this research the writer applies Sigmund Freud’s psychoanalysis theory. The theory sees human’s personality is built of 3 structures; id, ego, and superego. Based on the structures it can be seen in the novel 3 Cinta 1 Pria that there are personality dynamics experienced comprehensively by the main characters. Here the writer finds relationship between the dream and forgetfullness about name that affects personality dynamics of the main characters.
The characters of Bong and Keka in the novel 3 Cinta 1 Pria, written by Arswendo, show that there are the dream and forgetfullness about name affecting their personality dynamics. The first dream of the main characters Bong is his unrealizable wish coming from the memories of his childhood. The second dream is reactivation of Bong’s memories of the past. In the first dream it can be clearly known that Keka’s passion for Bong is the repression done by his father in the childhood and then it becomes the dream. While in the second dream it is illustrated that Keka has psychological balance to fight against her illness to stay alive. Bong tries to forget his name by having love affair at the preface level for his repressed sexual desire. Keka forgets her own name because of mentally compromise as the implication of her sexual desire repressed by her father. From the analysis of dream and the forgetfullness about name we can find that the writer wants to.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...……… i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ..………... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ..………... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...………... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...………. v
KATA PENGANTAR ..……… vi
1.3Tujuan Penelitian ………..………... 4
1.4Manfaat Penelitian ………..………. 4
1.5Tinjauan Pustaka ………..……… 4
1.6Landasan Teori ………...……….. 5
1.6.1 Mimpi ………...………..…… 6
1.6.2 Lupa Nama …………...………..……… 7
1.6.3 Dinamika Kepribadian ………...……… 7
1.6.3.1Naluri ………...………... 8
1.6.3.2Penyaluran dan Penggunaan Energi Psikis …….... 9
1.6.3.3Kecemasan ………..………. 10
1.6.3.4Mekanisme Pertahanan Ego ………...….. 12
1.7Metode Penelitian ...………...……… 13
1.7.1 Metode Pengumpulan Data ……..……… 13
xiii
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ………. 14
1.8Sistematika Penyajian ……… 14
BAB II MIMPI DAN LUPA NAMA DALAM NOVEL 3 CINTA 1 PRIA KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO …...……... 16
2.1 Pengantar ……… 16
2.2 Mimpi …………..………... 17
2.2.1 Mimpi ya ng Dialami Tokoh Bong ……….. 19
2.2.2 Mimpi ya ng Dialami Tokoh Keka ……….. 23
2.3 Lupa Nama ………...……….. 27
2.3.1 Lupa Nama yang Dialami Tokoh Bong ………... 28
2.3.2 Lupa Nama yang Dialami Tokoh Keka ……..……… 30
2.4 Mimpi dan Lupa Nama sebagai Pengalihan Keinginan Arswendo ………..………. 31
2.5 Ra ngkuman ……… 33
BAB III DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH-TOKOH UTAMA DALAM NOVEL 3 CINTA 1 PRIA KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO ….………..……… 35
3.1 Pengantar ....……… 35
3.2 Dinamika Kepribadian Tokoh Bong ……….. 39
3.2.1 Naluri Tokoh Bong ………. 41
3.2.1.1 Naluri Kehid upan-Kematian-Kehidupan- Kematian-Kehidupan-Kematian Tokoh Bong ………...……….. 41
3.2.2 Kecemasan Tokoh Bong ………. 49
3.2.2.1 Kecemasan Moral Tokoh Bong ………... 49
3.2.2.2 Kecemasan Realistik Tokoh Bong ………... 51
3.2.2.3 Kecemasan Neurosis Tokoh Bong ………... 52
3.3 Dinamika Kepribadian Tokoh Keka ………..……… 53
xiv
3.3.1.1 Naluri Kehidupan-Kematian-Kehidupan-
Kematian-Kehidupan-Kematian
Tokoh Keka ………...……….. 54
3.3.2 Kecemasan Tokoh Keka ………. 59
3.3.2.1 Kecemasan Moral Tokoh Keka ……… 59
3.3.2.2 Kecemasan Realistik Tokoh Keka ………... 60
3.3.2.3 Kecemasan Neurosis Tokoh Keka ………... 60
3.4 Rangkuman ……… 61
BAB IV PENUTUP ………. 63
4.1 Kesimpulan ……….... 63
4.2 Saran ………... 67
DAFTAR PUSTAKA ……….. 69
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai bagian dari karya sastra, teks dalam novel berusaha
mengungkapkan dan menceritakan sesuatu melalui tokoh-tokoh rekaan yang
terdapat di dalamnya, termasuk teks dalam novel 3 Cinta 1 Pria (selanjutnya
disingkat 3C1P) karya Arswendo Atmowiloto (selanjutnya disebut Arswendo).
Teks tersebut menarasikan kehidupan tiga orang wanita dan satu orang pria yang
sarat dengan persoalan kepribadian. Hal itu karena tokoh-tokoh dalam novel 3C1P
memiliki kemerdekaan karena dicip takan dengan mempertimbangkan
kompleksitas dinamika kepribadian. Oleh sebab itu, teks novel Arswendo
seolah-olah hidup, berperilaku, dan berpikir atas kemauannya sendiri.
Dinamika kepribadian dalam penelitian ini dianggap sebagai salah satu
bentuk dari upaya karya sastra merekam gejala kejiwaan yang terungkap melalui
perilaku tokoh-tokohnya. Oleh sebab itu, perilaku yang tercermin dari ucapan dan
perbuatan dianggap sebagai data atau fakta empiris yang menjadi penunjuk
kejiwaan sang tokoh (Siswantoro, 2005 : 31). Tokoh-tokoh dalam novel 3C1P
karya Arswendo dengan demikian dapat diasumsikan menampilkan dinamika
kepribadian sebagai bagian dari latar belakang kejiwaan yang dipengaruhi oleh
usaha tokoh-tokoh tersebut dalam memuaskan kebutuhannya.
Pemahaman terhadap kepribadian tokoh dalam suatu karya sastra
kepribadian tokoh dalam psikologi sastra dapat dianalisis menggunakan kajian
psikoanalisis Sigmund Freud. Hal itu karena pemahaman terhadap situasi
kejiwaan yang berhubungan dengan dinamika kepribadian tokoh berkaitan dengan
fungsi deskriptif, menguraikan serta menerangkan, yang merupakan ciri dari teori
psikoanalisis (Koeswara, 1991 : 6).
Selanjutnya, Milner (1992 : xiii) menyebutkan dua alasan kedekatan teori
psikoanalisis dengan sastra, sehingga teori tersebut menurut penulis dapat
digunakan untuk mengkaji secara komprehensif dinamika kepribadian dalam
novel 3C1P karya Arswendo. Pertama, psikoanalisis adalah suatu metode
interogasi tentang kejiwaan manusia yang bekerja dengan mendengarkan pasien.
Dengan demikian, karya sastra dalam psikoanalisis diasumsikan sebagai tuturan
pasien yang berhubungan dengan ketidaksadaran manusia. Kedua, Freud
menjadikan mimpi, fantasi, dan mitos dalam khasanah kesusastraan dipandang
sebagai bagian dari imajinasi sehingga menimbulkan keterkaitan antara cara kerja
psikoanalisis dan terciptanya karya sastra. Selain sebab-sebab yang telah
disampaikan Milner, kajian psikoanalisis Freud dipilih karena adanya pembagian
struktur kepribadian manusia dalam id, ego, dan superego dalam psikoanalisis
yang menyebabkan proses-proses dalam dinamika kepribadian dalam diri tokoh
dapat dideskripsikan dengan jelas.
Novel 3C1P karya Arswendo menceritakan sekelumit percintaan antara
Bong dan Keka, percintaan mereka berdua tidak berakhir sampai pernikahan.
Yang tak biasa, Keka kemudian memberi nama anak perempuannya Keka juga.
lelaki lain. Bong menyelamatkan bayi yang nyaris digugurkan. Bayi itu dipanggil
Keka Siang, karena lahirnya siang hari. Yang tidak biasa juga, Keka Siang itu
ketika remaja tertarik juga pada Bong, sempat pacaran, juga pernah tinggal
bersama. Ketika mengetahui hal ini, Keka yang sudah menjadi nenek marah besar.
Sang cucu tak peduli. Bong baru tahu bahwa Keka Siang adalah bayi yang pernah
ditolong saat kelahirannya, ketika bertemu kekasihnya yang sudah tua, sudah
menopause, juga sakit-sakitan, tapi masih bisa cemburu (Atmowiloto, 2008 :
sampul belakang).
Berdasarkan uraian di atas, novel 3C1P karya Arswendo dipilih sebagai
objek kajian dengan tiga alasan. Pertama, alasan dipilihnya novel 3C1P karya
Arswendo sebagai objek kajian adalah kekayaan persoalan kejiwaan. Persoalan
tersebut berkaitan langsung dengan isi dari dinamika kepribadian Freud; naluri,
penyaluran dan penggunaan energi psikis, kecemasan, dan mekanisme pertahanan
ego. Kedua, novel 3C1P karya Arswendo dipilih karena terdapat mimpi dan lupa
nama. Mimpi dan lupa nama merupakan salah satu kekhasan teori psikoanalisis
dibanding dengan teori psikologi lainnya. Hal itu karena Freud, sebagai penemu
psikoanalisis, meyakini ada sesuatu dalam ketidaksadaran manusia terkait dengan
mimpi dan lupa nama. Ketiga, karena terdapat keterangan, bahwa usia kedua
tokoh utama mengalami penuaan. Hal itu menjadi penting karena psikoanalisis
pun menjadikan perkembangan usia sebagai salah satu penyebab terjadinya
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana mimpi dan lupa nama dalam novel 3C1P karya Arswendo.
1.2.2 Bagaimana dinamika kepribadian tokoh-tokoh utama dalam novel 3C1P
karya Arswendo.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mendeskripsikan mimpi dan lupa nama dalam novel 3C1P karya
Arswendo.
1.3.2 Mendeskripsikan dinamika kepribadian tokoh-tokoh utama dalam novel
3C1P karya Arswendo.
1.4 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan uraian di atas, penelitian ini mempunyai dua tujuan pokok,
yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Secara teoretis, penelitian ini bertujuan
mengaplikasikan teori psikoanalisis pada karya sastra untuk mengetahui
kepribadian pada tokoh-tokoh novel 3C1P karya Arswendo. Secara praktis,
penelitian ini diharapkan memiliki peran dalam upaya meningkatkan minat
peneliti lain untuk ikut aktif melihat perspektif lain dalam penelitian sastra.
1.5 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pengamatan penulis, penelitian yang menggunakan teori
psikoanalisis sebagai alat penelitian sastra di antaranya yaitu Indra Yeni Sugiarto
Karya Eka Kurniawan: Sebuah Pendekatan Psikoanalisis.” Skripsi tersebut
menerapkan pendekatan psikologi sastra dengan memfokuskan pada analisis
perilaku seksual tokoh-tokohnya dengan teori psikoanalisis.
Kajian lain yang melakukan teks sastra dengan alat psikoanalisis adalah
Listiana Kusuma Handaru (2010) “Perilaku Kekerasan Intensional Tokoh-tokoh
dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado: Tinjauan Psikoanalisis.” Penelitian
tersebut menerapkan pendekatan psikologi sastra dengan memfokuskan pada
analisis perilaku kekerasan intensional berdasarkan teori psikoanalisis.
Selanjutnya, menurut pengamatan penulis sejauh ini, belum ada kajian
yang secara khusus mengulas tentang teks novel 3C1P karya Arswendo, begitu
pula mengenai belum adanya analisis yang menggunakan teori psikoanalisis
dalam 3C1P karya Arswendo, sehingga penelitian ini akan menjadi bahan
pertimbangan atau perbandingan dari segi hasil penelitian dalam kajian
psikoanalisis. Penelitian yang memfokuskan adanya perincian dinamika
kepribadian pada tokoh-tokohnya, dan selain itu penelitian ini juga menggunakan
analisis mimpi dan lupa nama yang menjadi salah satu bagian penting dalam
khazanah pemikiran Freud. Oleh karena itu, penelitian ini bukan merupakan
pengulangan dari sebuah penelitian dan pantas untuk dikaji lebih lanjut.
1.6 Landasan Teori
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga acuan teoretis, yakni
1.6.1 Mimpi
Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar
karena dia melihat isi mimpi sebagai ditentukan oleh keinginan-keinginan yang
direpres (ditekan). Karenanya mimpi juga bisa ditafsirkan sebagai pemuasan
simbolis dari keinginan-keinginan, dan isinya sebagian merefleksikan
pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal (Koeswara, 1991 : 66).
Berdasarkan anggapan Freud, melalui penafsiran atas sebuah mimpi, penulis bisa
mengetahui keinginan-keinginan atau pengalaman-pengalaman apa yang direpres
oleh si pemimpi di alam tak sadarnya. Dengan teknik penafsiran mimpi yang
menyertakan analisis atas makna- makna yang samar dari simbol-simbol mimpi,
penulis bisa memperbesar pemahaman kejiwaan tokoh-tokoh dalam 3C1P atas
penyebab-penyebab dari gejala-gejala atau konflik-konflik motivasional yang
dialaminya.
Menurut Freud (2002 : 145), mimpi adalah keinginan yang tersensor.
Sensor etika dan moralitas menyebabkan kemungkinan adanya distorsi dalam
mimpi sebagai ekspresi dari keinginan. Ego orang yang bermimpi selalu muncul
dalam setiap mimpi dan memainkan peran utama, meskipun ego tersebut
menyamarkan diri dalam mimpi terbuka. Hal itu berkaitan dengan arah pikiran
utama selama tidur, yaitu menarik diri dari dunia luar. Ego yang melepaskan diri
dari semua ikatan etika menuntut pemenuhan dorongan seksual yang berlawanan
dengan moralitas.
Bagi Freud, yang berlaku dalam mimpi adalah “bukan sayalah yang
sendiri seolah-olah hanya merupakan penonton pasif. Tontonan itu disajikan
kepadanya oleh ketaksadaran (Bertens, 2007 : 69).
1.6.2 Lupa Nama
Represi adalah konsep kunci yang utama bagi psikoanalisis. Salah satu
aspek utama dari represi adalah lupa atau kelupaan. Lupa atau kelupaan muncul
sebagai fungsi dari asosiasi-asosiasi yang tidak menyenangkan (Koeswara, 1991 :
56). Konsep dari represi ini meyakini bahwa individu yang mengalami kecemasan
terbukti memiliki kecenderungan untuk merepres hal- hal yang berkaitan dengan
kecemasan yang dialami individu itu, sehingga hal- hal tersebut oleh si individu
terlupakan (Koeswara, 1991 : 58). Menurut Freud (2002 : 44), kasus lupa nama
orang secara umum disebabkan oleh perasaan untuk menentang segala ingatan
yang berhubungan dengan nama yang bersangkutan. Perasaan menentang tersebut
disebabkan oleh adanya kenanga n buruk atau sesuatu yang intim yang
berhubungan dengan nama seseorang secara langsung maupun tidak. Hal itu di
dasarkan pada sistem memori manusia yang diyakini Freud terbagi menjadi dua
kecenderungan, untuk mengingat dan melupakan nama (2002 : 70). Bagi Freud,
perbuatan-perbuatan yang pada pandangan pertama rupanya remeh saja dan tidak
punya arti, perbuatan-perbuatan seperti itu tidak kebetulan, tapi berasal dari
kegiatan psikis yang tak sadar (Bertens, 2007 : 69).
1.6.3 Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian merupakan bukti pengaruh filsafat deterministik
dan positivistik yang mendominasi ilmu pengetahuan abad ke-19 pada pemikiran
manusia sebagai suatu sistem energi yang kompleks. Energi yang terdapat pada
manusia, yang digunakan untuk berbagai aktivitas seperti bernapas, kontraksi otot,
mengingat, mengamati, dan berpikir, berasal dari sumber yang sama, yakni
makanan. Dalam hal ini Freud menambahkan bahwa energi manusia bisa
dibedakan hanya dari penggunaannya, yakni untuk aktivitas fisik disebut energi
fisik, dan energi yang digunakan untuk aktivitas psikis disebut energi psikis. Dari
sini juga bisa diketahui bahwa Freud telah menerapkan hukum kelangsungan
energi (conservation of energy) yang berasal dari fisika manusia. Menurut hukum
kelangsungan energi, energi bisa diubah dari satu keadaan atau bentuk ke keadaan
yang lain, tetapi tidak akan hilang dari sistem kosmik secara keseluruhan.
Berdasarkan hukum ini Freud mengajukan gagasan bahwa energi fisik bisa diubah
menjadi energi psikis, dan sebaliknya. Yang menjembatani energi fisik dengan
kepribadian adalah id dengan naluri- nalurinya (Koeswara, 1991 : 35-36).
Selanjutnya, isi dari dinamika kepribadian adalah naluri, kecemasan,
penyaluran dan penggunaan energi psikis, serta mekanisme pertahanan ego. Akan
tetapi, dalam penelitian ini dua dinamika kepribadian terakhir hanya dijelaskan
secara terpisah pada landasan teori. Adapun dalam analisis penyaluran dan
penggunaan energi psikis serta mekanisme pertahanan ego akan langsung
dimasukkan dengan naluri dan kecemasan. Hal itu karena keduanya secara tidak
langsung menjadi bagian dari naluri dan kecemasan.
1.6.3.1 Naluri
Naluri atau insting adalah representasi psikologis bawaan dari eksitasi
suatu kebutuhan tubuh. Naluri terdapat empat unsur, yakni sumber, upaya, objek,
dan dorongan. Sumber dari naluri adalah kebutuhan, upayanya adalah mengisi
kekurangan atau memuaskan kebutuhan, sedangkan objeknya adalah hal- hal yang
bisa memuaskan kebutuhan (misalnya makanan bagi naluri lapar). Adapun dengan
unsur dorongannya jelas bahwa naluri itu bersifat mendorong atas diri individu
untuk bertindak atau bertingkah laku (Koeswara, 1991 : 36).
Selanjutnya Freud memandang bahwa naluri-naluri yang terdapat pada
manusia dibedakan menjadi dua macam naluri, yakni naluri kehidupan dan naluri
kematian. Naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan
kehidupan manusia sebaga i individu maupun sebagai spesies. Contoh dari naluri
kehidupan itu adalah lapar, haus, dan seks. Adapun naluri kematian (Freud
menyebutnya naluri merusak) adalah naluri yang ditujukan kepada perusakan atau
penghancuran atas apa yang telah ada (organisme atau individu itu sendiri). Naluri
kematian pada individu dapat ditujukan pada dua arah, yakni perusakan kepada
dirinya sendiri dan kepada orang lain atau di luar diri (Koeswara, 1991 : 38-40).
1.6.3.2 Penyaluran dan Penggunaan Energi Psikis
Dinamika kepribadian dalam psikoanalisis Freud juga mengandung jalan
tempat energi psikis disalurkan dan digunakan oleh id, ego, dan superego.
Keterbatasan jumlah energi pada individu menyebabkan terjadinya persaingan
dalam penggunaan energi psikis (Koeswara, 1991 : 40). Hal itu menyebabkan
adanya pola distribusi energi pada setiap individu yang dimunculkan melalui
Pada dasarnya id adalah penguasa tunggal atas seluruh energi psikis yang
ada dan menggunakan energi yang dimilikinya untuk tindakan refleks dan proses
primer berkaitan dengan upaya pemuasan kebutuhan. Energi psikis yang terdapat
pada id bersifat mudah dialihkan arahnya dari satu objek ke objek lainnya. Hal itu
karena id tidak mampu membedakan antara objek imajiner dan objek nyata.
Sebagai contoh adalah bayi yang lapar akan memasukkan jarinya ke dalam mulut
karena ketidakmampuannya membedakan objek (Koeswara, 1991 : 40).
Ego tidak memiliki energi, sehingga ego harus mengambil energi id untuk
memuaskan kebutuhannya. Pengalihan energi dari id ke ego pada umumnya
melalui proses identifikasi (Koeswara, 1991 : 41). Identifikasi yang dimaksud
Freud adalah proses mencocokkan atau menyesuaikan objek imajiner dengan
objek pasangannya yang ada dalam kenyataan. Berdasarkan proses identifikasi
tersebut ego memperoleh wewenang untuk memiliki dan menggunakan energi
psikis tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan, tetapi juga untuk proses psikologis
lain yang meliputi proses berpikir, mengamati, mengingat, membedakan,
memutuskan, mengabstraksi, dan menggeneralisasi. Selain itu, energi psikis yang
diambil dari id juga digunakan ego untuk mencegah id memunculkan naluri- naluri
irasional dan destruktif. Mekanisme identifikasi tersebut juga berlaku dalam
penyaluran energi psikis kepada superego.
1.6.3.3 Kecemasan
Pada awalnya, Freud memandang kecemasan sebagai akibat dari libido
yang tidak diungkapkan atau terbendung. Hal itu karena, libido, yang
dilepaskan secara eksplosif dalam suatu keadaan yang berubah, yakni keadaan
kecemasan. Pandangan tersebut secara tidak langsung menyebutkan bila
kecemasan berasal dari represi dorongan seksual (Semiun, 2006 : 87-88).
Pandangan Awal Freud tentang kecemasan di atas kemudian diganti
dengan pandangan barunya tentang kecemasan yang bertempat di ego. Pandangan
terakhir inilah yang digunakan dalam penelitian ini dengan asumsi pandangan
akhir ini sebagai penyempurnaan dari pandangan Freud sebelumnya.
Model struktural baru dari Freud mengemukakan bahwa ego adalah
satu-satunya tempat bagi kecemasan. Dengan demikian, hanya ego yang dapat
menghasilkan dan merasakan kecemasan. Sedangkan id, superego, dan dunia luar
terlibat secara aktif menjadi penyebab kemunculan dalam salah satu dari tiga
kecemasan yang diidentifikasikan Freud. Semiun (2006 : 88) menyatakan bahwa
ketergantungan ego pada id menyebabkan kecemasan neurotik; ketergantungan
ego pada superego menyebabkan kecemasan moral; dan ketergantungan ego pada
dunia luar menyebabkan kecemasan realistik.
Kecemasan neurotik adalah kecemasan yang disebabkan oleh tidak
terkendalinya naluri- naluri primitif oleh ego yang nantinya bisa mendatangkan
hukuman. Adapun kecemasan moral merupakan kecemasan yang timbul akibat
tekanan superego atas ego individu berhubung individu tersebut sedang
melakukan tindakan yang melangar moral. Kecemasan realistik adalah kecemasan
atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia
1.6.3.4 Mekanisme Pertahanan Ego
Salah satu fungsi kecemasan adalah membantu individu agar mengetahui
adanya bahaya yang mengancamnya. Akan tetapi, kecemasan akan menjadi
pengganggu yang sama sekali tidak diharapkan kemunculannya oleh individu.
Kecemasan akan menjadi pengganggu terutama apabila keberadaannya dinilai
berlebihan yang mengakibatkan taraf tegangan yang tinggi (Koeswara, 1991 : 45).
Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang
digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuk a dari dorongan-dorongan
id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar
kecemasan bisa dikurangi atau diredakan (Koeswara, 1991 : 46). Mekanisme
tersebut adalah represi, sublimasi, proyeksi, displacement, rasionalisasi, reaksi
formasi, dan regresi.
Represi merupakan mekanisme pertahanan ego yang paling utama karena
menjadi basis bagi mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang lainnya serta
paling berkaitan langsung denga n peredaan kecemasan. Hal itu karena represi
adalah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan kecemasan ke
dalam alam tak sadar manusia. Sublimasi adalah mekanisme pertahanan ego yang
ditujukan untuk mencegah dan atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah
dan menyesuaikan dorongan primitif id yang menjadi penyebab kecemasan ke
dalam tingkah laku yang bisa diterima dan dihargai oleh masyarakat. Proyeksi
adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan
kecemasan pada orang lain. Displacement adalah pengungkapan dorongan yang
kurang mengancam dibanding dengan objek atau individu semula. Rasionalisasi
ialah upaya individu menyelewengkan atau memutarbalikkan kenyataan, dalam
hal ini kenyataan yang mengancam ego melalui dalih atau alasan tertentu yang
seakan-akan masuk akal. Sehingga, kenyataan tersebut tidak lagi mengancam ego
individu yang bersangkutan. Reaksi formasi berkaitan dengan kemampuan
individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan primitif agar tidak muncul
sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya. Regresi adalah
usaha yang dilakukan individu untuk menghindarkan diri dari kenyataan yang
mengancam dengan cara kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah serta
bertingkah laku seperti ketika dia berada dalam taraf yang lebih rendah itu
(Koeswara, 1991 : 46-48).
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian pustaka
dengan cara mencari sumber-sumber tertulis yang digunakan, dipilih, dan ditulis
sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.
1.7.2 Metode Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik pencatatan
kartu guna memudahkan pendefinisian pandangan masing- masing tokoh setelah
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan lalu dianalisis secara deskriptif, yaitu
metode analisis data yang bertujuan menggambarkan atau melukiskan keadaan
subjek atau objek yakni seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain- lain pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang
tergambar dalam teks 3C1P (Nawawi dalam Siswantoro, 2005 : 56).
1.8 Sumber Data
Judul buku : 3 Cinta 1 Pria
Pengarang : Arswendo Atmowiloto
Tahun Terbit : 2008
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 296 halaman
1.9 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab satu
adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,
dan sistematika penyajian. Bab dua berisi analisis mimpi dan lupa nama. Pada bab
tersebut akan dijelaskan arti dari mimpi dan lupa nama yang dialami dua tokoh
utama yaitu tokoh Bong dan tokoh Keka dalam novel 3C1P karya Arswendo.
Selain itu, pada bab kedua juga akan dijelaskan pengalihan keinginan pengarang
yang berkaitan dengan mimpi dan lupa nama dalam teks novel 3C1P karya
novel 3C1P karya Arswendo. Bab ini berisi naluri dan kecemasan yang dialami
dua tokoh utama yakni tokoh Bong dan tokoh Keka. Bab empat adalah penutup
yang berisi kesimpulan dan saran yang merupakan hasil dari penelitian terhadap
BAB II
MIMPI DAN LUPA NAMA DALAM NOVEL 3 CINTA 1 PRIA
KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO
2.1Pengantar
Melalui bab ini, penulis akan menjawab rumusan masalah pertama yang
telah disebutkan dalam bab sebelumnya, yakni mengenai mimpi dan lupa nama
dalam novel 3C1P karya Arswendo. Pembahasan dalam bab ini akan
memfokuskan kepribadian yang dialami tokoh utama laki- laki dan tokoh utama
perempuan yaitu tokoh Bong dan tokoh Keka yang mengalami mimpi dan lupa
nama. Selain itu, tokoh Bong dan Keka merupakan tokoh yang dinarasikan
mengalami dinamika kepribadian dengan porsi yang paling besar. Oleh karena itu,
analisis terhadap mimpi dan lupa nama yang dialami tokoh Bong dan tokoh Keka
diasumsikan akan memberikan pengaruh pada analisis mengenai dinamika
kepribadian dalam novel 3C1P. Analisis mimpi dan lupa nama dalam penelitian
ini dilakukan untuk membongkar ketidaksadaran tokoh yang dimunculkan melalui
mimpi dan lupa.
Adapun pada bagian selanjutnya, akan diuraikan mengenai pengalihan
keinginan Arswendo sebagai pengarang melalui penafsiran mimpi dan lupa nama
dalam ketidaksadarannya melalui teks. Proses tersebut merupakan bagian dari
anggapan Freud bahwa teks sastra merupakan bagian dari mimpi dengan mata
terbuka (Milner, 1992 : 97). Pengalihan tersebut merupakan bagian dari
ketidaksadaran Arswendo atau mimpi Arswendo dengan mata terbuka.
2.2Mimpi
“Misteri jiwa manusia, terletak dalam drama-drama psikis masa kecil
mereka. Singkapkanlah itu, maka penyembuhan pun tampak pasti (Freud dalam
Osborne, 2000 : 35). Mengutip kata-kata Freud tadi dari buku pertamanya yang
berjudul Interpretation of Dreams (penafsiran mimpi- mimpi) telah
menghantarkan penulis dalam proses analisis memposisikan diri sebagai seorang
psikiater yang mempunyai keharusan untuk mendeskripsikan persoalan
kepribadian yang dialami para tokoh dalam teks novel 3C1P karya Arswendo,
karena tokoh-tokoh di dalam teks sastra sebagai pasien yang berbicara mengenai
kehidupannya.
Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar
karena dia melihat isi mimpi sebagai ditentukan oleh keinginan-keinginan yang
direpres (ditekan). Karenanya mimpi juga bisa ditafsirkan sebagai pemuasan
simbolis dari keinginan-keinginan, dan isinya sebagian merefleksikan
pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal (Koeswara, 1991 : 66).
Menurut Freud (2002 : 145), mimpi adalah keinginan yang tersensor.
Sensor etika dan moralitas menyebabkan kemungkinan adanya distorsi dalam
mimpi sebagai ekspresi dari keinginan. Ego orang yang bermimpi selalu muncul
dalam setiap mimpi dan memainkan peran utama, meskipun ego tersebut
menyamarkan diri dalam mimpi terbuka. Hal itu berkaitan dengan arah pikiran
utama selama tidur, yaitu menarik diri dari dunia luar. Ego yang melepaskan diri
dari semua ikatan etika menuntut pemenuhan dorongan seksual yang berlawanan
Freud memahami mimpi sebagai gejala neurosis yang merupakan sisa-sisa
aktivitas mental dari kehidupan ketika individu dalam kondisi sadar sepenuhnya
(Freud, 2002 : 79). Psikoanalisis menguraikan makna mimpi dengan cara
membuka paksa (Milner, 1992 : 40), karena mimpi, seperti halnya tulisan, selalu
menunjuk pada sesuatu yang berbeda dengan tanda-tanda itu sendiri (Milner, 1992
: 37). Upaya pembongkaran paksa terhadap mimpi ditujukan untuk mengetahui
simbolisasi dari keinginan-keinginan yang direpresi sedemikian rupa sehingga
hanya muncul dalam mimpi. Hal itu berkaitan dengan fungsi psikoanalisis yang
lebih cocok untuk mene rangkan kejadian-kejadian yang dialami individu di masa
lampau (Koeswara, 1991 : 56).
Pandangan Freud mengenai mimpi, bahwa di dalam mimpi terdapat
keinginan yang tidak disadari yang berasal dari ingatan- ingatan di masa kecil.
Dari pandangan ini, Freud berkesimpulan bahwa alam tak sadar orang dewasa
sebagian besar diciptakan oleh si anak yang ada di dalam dirinya. Seperti rasa
cinta kepada si ibu, persaingan dengan ayah, rasa takut terkebiri, penyelesaian
perasaan-perasaan ini ketika memasuki usia dewasa, dan akibat-akibatnya terus
berlangsung dalam mimpi- mimpi dan di alam tak sadar (Osborne, 2000 : 34).
Menurut Freud keinginan tersembunyi dalam mimpi orang dewasa kerap
kali bersifat seksual, karena pikiran-pikiran yang tertekan masih harus lulus sensor
sebelum dapat masuk ke dalam alam mimpi yang aneh. Hal tersebut yang
mendukung dengan fungsi mimpi bahwa fungsi mimpi adalah proses melepaskan
ketegangan keinginan-keinginan yang tertekan dan terlarang (Osborne, 2000 : 51).
2.2.1 Mimpi yang Dialami Tokoh Bong
Tokoh Bong mengalami mimpi sebanyak dua kali, mimpi pertamanya
berhubungan dengan masa lalunya pada waktu kecil yang kemudian menjadi
represi keinginan tokoh Bong setelah dewasa.
Cukup lama Bong mengenali dan hidup begitu, dan bukan karena jenuh kalau kemudian ikut dalam kegiatan sanggar yang agak di tengah kota. Ia sering mimpi perempuan yang meneteki, yang pahanya menggeser- geser tubuhnya. Di sanggar kesenian atau gelanggang remaja, Bong masih memimpikannya tapi menjadi tenang (Atmowiloto, 2008:43).
Mimpi pertama tokoh Bong, perempuan yang meneteki yang pahanya
menggeser- geser tubuhnya. Mimpi tersebut dapat ditafsirkan sebagai represi
keinginan masa lalu tokoh Bong yang untuk pertama kalinya, tokoh Bong
merasakan bagaimana rasanya meneteki payudara seorang perempuan.
Pengalaman pertama tokoh Bong meneteki payudara seorang perempuan, yang
tidak pernah ia rasakan sejak bayi terjadi pada saat ia yang masih umur belasan
tinggal bersama dengan seorang perempuan tua yang penglihatannya sudah rabun
(Atmowiloto, 2008 : 42).
Bong berbaring, mengangkat dirinya ke atas perempuan yang pandangannya rabun itu. Kepalanya ditenggelamkan ke dada perempuan itu. Tapi merasa tidak enak karena penutup dada perempuan itu banyak sekali kancingnya, mengenai matanya. Perempuan itu membiarkan Bong membukai kancing yang warna-warni, memegangi payudaranya, berdebar. Perempuan itu menyodorkan payudaranya ke bibir Bong. “Kamu tak pernah netek sejak bayi, sekarang rasakan”. Bong senang sekali. Tapi tak bisa menggerakkan badan untuk menindih, karena paha perempuan itu kuat. Juga tak kuat untuk ganti menindihnya (Atmowiloto, 2008:42).
Pada awal cerita masa kecilnya, Bong ikut disertakan sunat bersama
dengan seorang anak majikan tempat ia bekerja mengadakan hajatan besar
anak majikannya tempat Bong bekerja, muncullah seseorang wanita tua yang
menderita katarak memberikan Bong selembar uang yang dimasukkan ke dalam
amplop. Bong terharu dan kemudian pindah ke rumah perempuan itu.
Bong yang kemudian pindah ke rumah perempuan tua, adalah simbol dari
rumah itu sendiri. Hal itu karena rumah adalah simbol dari tempat menyatunya
hubungan dalam keluarga. Dari ingatan masa kecil Bong ini, penulis asumsikan
dengan pandangan Freud, bahwa mimpi pertama Bong adalah Bong kecil yang
menganggap perempuan tua yang menyodorkan payudaranya untuk diteteki Bong
merupakan simbol dari rasa cinta kepada si ibu. Selain itu, mimpi pertama ini
mendukung hipotesis mengenai kemungkinan refleksitas dari perilaku seksual
Bong yang berpacaran dengan Keka yang dalam agresi seksualnya selalu
mengarah ke bagian payudara Keka. Hal ini juga memperkuat asumsi dari
pengalaman dan ingatan masa kecil Bong sebagai keinginan yang terpresi selama
puluhan tahun sebelumnya. Hal itu karena psikoanalisis juga memandang mimpi
sebagai endapan memori yang berasal dari peristiwa yang terjadi puluhan tahun
sebelumnya.
Tokoh Bong yang sering bermimpi perempuan meneteki adalah refleksi
dari keinginan tokoh Bong menetek seorang wanita. Meneteki, atau menyusui
adalah simbol kesenangan pada bagian mulut dan memunculkan rasa kebutuhan
untuk mengulangi perasaan senang itu. Menyusu buah dada ibu merupakan titik
awal seluruh kehidupan seksual, karena buah dada adalah objek cinta yang
pertama. Yang kemudian dalam psikoanalisis Freud disebut fase oral (Osborne,
Berdasarkan keterangan tersebut, tokoh Bong diperlakukan bagai seorang
bayi yang sedang meneteki ibunya. Inilah cinta pertama tokoh Bong, yaitu jatuh
cinta pada buah dada wanita. Yang kemudian berpengaruh pada hasrat seksual
tokoh Bong di kehidupan dewasanya. Inilah yang disebut penulis sebagai id-nya
tokoh Bong, yaitu naluri primitifnya si Bong yang dalam segala tindakannya
sebagai pemenuhan keinginan untuk kesenangan.
Sewaktu orang tidur, tenaga sensor menjadi kendor; sehingga
memungkinkan dorongan, harapan, dan nafsu-nafsu yang didorongkan dalam
ketidaksadaran itu menyelinap ke dalam kesadaran, dalam bentuk mimpi. Maka
mimpi ini merupakan bentuk pemuasan yang semu. Mimpi itu merupakan simbol
atau topeng dari isi ketidaksadaran (Kartono, 1984 : 164-165).
Masih ada beberapa kejap, sebelum kemudian Bong terbangun, dan bertanya apakah tadi ia tertidur. U-15 menjawab tidak. Bong berkata ia memang tertidur, tapi tahu bahwa U-15 menunggu dan memberi kesempatan tertidur (Atmowiloto, 2008:266).
Dalam kutipan di atas, tokoh Bong mengalami mimpi. Dalam mimpinya,
Bong tertidur dan mengetahui U-15 menunggu dan membiarkan Bong tertidur.
Dengan kata lain, tokoh Bong bermimpi tertidur dan U-15 berada di sebelahnya
atau disampingnya menunggu dan menjaga Bong yang sedang tertidur. Mimpi
tidur dengan ditemani seorang wanita, terlihat bahwa mimpinya tokoh Bong itu
merupakan refleksi dari keinginan akan kerinduan tokoh Bong terhadap sosok
seorang wanita yang bisa menemaninya setiap saat, yang telah lama direpres oleh
tokoh Bong, yang diaktifkan kembali oleh kejadian U-15 yakni Kesia yang ingin
Adapun mimpi kedua tokoh Bong, tokoh U-15 memberi kesempatan Bong
tertidur dan menunggui Bong yang tertidur. Mimpi kedua tersebut dapat
ditafsirkan sebagai keragu-raguan tokoh Bong menerima ajakan U-15 untuk
menikah dengan U-15 terkait dengan sangat jauhnya perbedaan umur mereka
yang juga merupakan cucu dari Keka. Hal itu karena cucu dan nenek adalah
simbol dari satu garis keturunan atau satu klen dari hubungan sedarah dalam
keluarga.
Sangat mungkin tokoh Bong, berpikir pelik karena mempertimbangkan
pernikahan yang sangat beda jauh umur, seorang kakek-kakek menikahi seorang
gadis remaja yang masih bau kencur adalah hal yang sangat tabu untuk dilakukan,
tetapi dalam ketidaksadaran tokoh Bong mungkin juga terdapat suatu harapan
untuk mendapatkan pendamping hidup di usia senjanya kini. Mimpi kedua tokoh
Bong ini juga merupakan endapan memori dari usaha tokoh Bong merepresi
setiap ketakutannya pada tokoh Keka. Ketakutan berlebih bila Keka mati
meninggalkannya untuk selama-lamanya. Hal itu karena usia tokoh U-15 yang
masih remaja menyebabkan kemungkinan tokoh Bong kalah apabila tidak bisa
memuaskan U-15 dalam bercinta.
Ketakutan tersebut dialami Bong puluhan tahun silam saat Keka divonis
menderita kangker melalui mekanisme penyensoran ingatan. Kemunculan U-15,
dan keduanya berpacaran, terjadi juga pada Keka dan Bong pacaran di masa
lampau, secara berulang dan secara tidak sadar tokoh Bong mengasosiasikan
dengan kejadian yang terjadi di masa lampau. Selain itu, mimpi tokoh Bong
mendukung hipotesis mengenai tokoh Keka yang pernah mempunyai hubungan
intim dengan tokoh Bong, mengajak Bong mengawininya tetapi Bong tidak juga
menikahinya, sampai akhirnya Keka menikah dengan laki- laki pilihan ayahnya.
Mimpi kedua tokoh Bong tersebut dengan demikian dapat ditafsirkan sebagai
represi masa lalu tokoh Bong, yakni kenyataan bahwa tokoh U-15 mengajak Bong
untuk kawin dengannya adalah pengaktifan kembali ingatan Bong di masa
lampau.
Mimpi kedua tokoh Bong ini juga mendukung hipotesis mengenai tokoh
Bong yang sewaktu masih muda saat berpacaran dengan tokoh Keka. Tokoh Keka
mengajak tokoh Bong untuk kawin lari (Atmowiloto, 2008 : 53). Alam bawah
sadarnya ingin menyembunyikan sesuatu di balik mimpinya dalam bentuk sensor.
Hal itu karena psikoanalisis juga memandang mimpi sebagai endapan memori
yang berasal dari peristiwa yang terjadi pada puluhan tahun sebelumnya.
Kutipan diatas berkaitan dengan pernyataan Freud (2002 : 114), bahwa
sesuatu yang disembunyikan dari mimpi merupakan kausalitas penting. Hal itu
karena persembunyian tersebut menurut Freud merupakan penentu untuk
menemukan pikiran bawah sadar yang ditutupi. Oleh sebab itu,
hubungan-hubungan yang dengan sengaja ditutupi perlu mendapat perhatian khusus.
2.2.2 Mimpi yang Dialami Tokoh Keka
Sama pada seperti tokoh Bong pada sub bab sebelumnya, tokoh Keka juga
mengalami mimpi sebanyak dua kali, akan tetapi pada mimpi pertama tokoh Keka
adalah mimpi hasrat seksual tokoh Keka yang sangat jelas tergambar yang pada
fungsi dari mimpi yaitu melepaskan ketegangan keinginan-keinginan yang
tertekan dan terlarang (Osborne, 2000 : 51), juga menerangkan bahwa cara orang
menekan pengalaman seksual menyulitkan penyingkapan represi dan resistensi
karena proses tersebut adalah proses mental yang tidak disadari (Osborne, 2000 :
27). Sekaligus menyamakan dengan pandangan sederhana Freud tentang seks,
bahwa seks sebagai sesuatu yang menjadi inti pusat segala sesuatu (Osborne, 2000
: 111).
Antara terlelap, Keka berucap, “Kamu belum, Bong?” (Atmowiloto, 2008:91).
Mimpi pertama tokoh Keka, pada kutipan di atas, kamu belum Bong,
dapat ditafsirkan sebagai terpuaskannya keinginan hasrat seksual dari tokoh Keka
yang pada waktu sebelumnya sedang bercinta dengan tokoh Bong. Terlelap dalam
KBBI (2008 : 806), diartikan sudah tertidur nyenyak dan dalam kondisi tidak
sadarkan diri. Hal ini yang mendukung hipotesis bahwa tokoh Keka sedang
mengalami mimpi di alam tak sadarnya.
Mimpi pertama tokoh Keka tersebut diasumsikan sebagai refleksitas
segala tuntutan tokoh Keka agar terpenuhinya dan tercapainya dorongan hasrat
seksualnya sebagai ekspresi keinginan tokoh Keka. Hal ini yang mendukung
hipotesis pandangan Freud bahwa mimpi adalah keinginan yang tersensor sebagai
simbol dari ekspresi keinginan yang terpendam yang ingin melepaskan diri dari
semua ikatan etika dan berlawanan dengan moralitas. Ekspresi keinginan tokoh
Keka ini adalah simbol representasi dari asumsi resistensi atau perlawanan akibat
Sejak kecil Keka sadar dirinya adalah bintang perhatian, sebagai anak manis, pintar main piano, bisa menari tradisional, tak pernah membuat kuatir orang tua, karena pergaulannya baik dan benar (Atmowiloto, 2008:15).
Masa kecil Keka dalam kutipan tersebut, adalah kisah hidup seorang anak
perempuan yang begitu sempurna. Apalagi di tambah dengan perkembangan di
masa dewasanya sosok Keka adalah seorang wanita yang tumbuh sempurna
dengan wajah cantik dan bekerja di kantor atau sebagai wanita karier yang bekerja
di perusahaan ayahnya dan sudah bertunangan. Akan tetapi setelah pertemuannya
dengan Bong segala sesuatunya berubah dari diri Keka. Hal ini ditunjukkan
dengan perilakunya yang tanpa sebab memutuskan hubungannya dengan
tunangannya dan memilih Bong sebagai laki- laki pilihan hatinya (Atmowiloto,
2008 : 15-16). Akibat tekanan dari sang ayah dari semasa kecil, tokoh Keka
diasumsikan melakukan mekanisme pertahanan ego displacement, yaitu
pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau
individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam dibanding dengan objek
atau individu semula (Koeswara, 1991 : 47). Hal ini ditunjukkan dengan
pelampiasan Keka yang memutuskan hubungan dengan tunangannya dan
kemudian memilih berpacaran dengan Bong.
Ayahnya mengatakan tidak setuju, karena selama ini tak ada kejelasannya. Ibunya diam saja. “Kamu memilih lelaki itu, itu pilihanmu. Ayah tak bisa melarang, tapi juga tak mau tahu apa yang terjadi denganmu. Semua tanggung jawabmu. Jangan mengeluh dan menyalahkan kami di belakang hari (Atmowiloto, 2008:33-34).
Bagi Freud, memusatkan perhatian pada usaha untuk menerangkan
mengapa orang-orang bertindak dengan cara yang tampaknya tidak rasional, tetapi
kutipan tersebut, tampak jelas tekanan dari seorang ayah terhadap anaknya. Hal
ini yang diasumsikan bahwa dari kecil kisah hidup Keka yang begitu sempurna
adalah semata- mata berasal dari represi sang ayah yang menjadi sebuah
perlawanan dari Keka. Adanya kausalitas pada tokoh Keka ini, mendukung suatu
hipotesis dari psikoanalisis Freud bahwa tokoh Keka telah mengalami apa yang
disebut dengan kompleks Oedipus. Akan tetapi kompleks Oedipus yang diyakini
Freud ini bersifat universal, karena yang dialami tokoh Keka adalah kebencian
terhadap orang tua yang menjadi penghalang keinginannya (Osborne, 2000 : 80).
Selanjutnya, kasus mimpi kedua yang dialami tokoh Keka adalah mimpi
tokoh Keka yang tertidur di ranjang rumah sakit dan di sebelahnya tokoh Bong
menemaninya yang terlihat tua dan mengetahui dokternya Keka datang.
Keka terbangun tapi belum mengubah duduknya yang masih sepenuhnya menyandar di kursi, dan bisa bercerita bahwa ia tahu tadi dokternya datang, bahwa ia tertidur, bahwa Bong terlihat tua (Atmowiloto, 2008:184).
Bercerita oleh Freud dipahami sebagai proses menuju kesembuhan dan
keseimbangan energi psikis. Mimpi juga dipahami sebagai peristiwa yang terjadi
sebelumnya hingga terbawa tidur. Mimpi kedua tokoh Keka pada kutipan di atas,
adalah refleksitas dari pertemuannya Keka dengan Bong untuk kesekian kali.
Kedatangan Bong yang menjenguk Keka di rumah sakit, menjadi obat kerinduan
Keka dalam berjuang menghadapi penyakitnya, untuk terus hidup. Di usianya
yang sudah renta melihat kekasihnya dulu yang juga sama-sama renta adalah
simbol perjuangan hidup Keka untuk tetap hidup meski didera sakit. Bong dan
2.3Lupa Nama
Analisis terhadap lupa disandarkan pada penelitian yang dilakukan Freud
yang menunjukkan bahwa setiap kesalahan, termasuk di dalamnya kasus lupa
nama, yang dilakukan individu mengandung makna di balik tindakan tersebut
(Freud, 2002 : 53). Dengan demikian, Freud memahami seseorang yang
mengalami lupa pada sesuatu secara tidak sadar telah mengalami kompromi
mental sehingga membentuk gangguan yang mencegah kemunculan ingatan.
Freud (2002 : 57) membagi kasus lupa, sebagai varian lain dari kasus salah
ucap, pada tiga kecenderungan. Pertama, kecenderungan pengganggu ingatan
yang diketahui oleh orang yang sedang berbicara, dan orang tersebut
merasakannya sebelum melakukan kesalahan. Kedua, kecenderungan pengganggu
ingatan yang dikenal pembicara, tetapi orang tersebut tidak merasakan
kecenderungan tersebut sebelum dia melakukan kesalahan. Ketiga, kecenderungan
pengganggu ingatan yang tidak diakui sebagai kesalahan oleh pembicara. Hal itu
disebabkan oleh pembicara yang tidak mengenal dan merasakan keberadaan
pengganggu ingatan.
Menurut Freud (2002 : 44), kasus lupa nama orang secara umum
disebabkan oleh perasaan untuk menentang segala ingatan yang berhubungan
dengan nama yang bersangkutan. Perasaan menentang tersebut disebabkan oleh
adanya kenangan buruk atau sesuatu yang intim yang berhubungan dengan nama
seseorang secara langsung maupun tidak. Hal itu didasarkan pada sistem memori
manusia yang diyakini Freud terbagi menjadi dua kecenderungan, untuk
2.3.1 Lupa Nama yang Dialami Tokoh Bong
Tokoh Bong dalam teks 3C1P diasumsikan mengala mi lupa nama pada
seorang perempuan yang telah lama dikenalnya di sanggar kesenian sebagai
akibat dari represi tokoh Bong yang sering bermimpi perempuan yang meneteki di
tempat tersebut. Berawal dari pikiran-pikiran tokoh Bong yang kemudian menjadi
harapan-harapan tokoh Bong. Tokoh tersebut adalah seorang perempuan yang
kemudian oleh tokoh Bong dipanggilnya dengan nama Keka.
Keka sendiri sebenarnya kadang merasa tidak percaya bahwa ia diberi nama Keka, bahwa ia belum lama mengetahui keberadaan Bong di tempat ini (Atmowiloto, 2008:14-15).
Padahal jujur saya rasakan, saya tak tahu betul siapa kamu. Hanya sepotong nama, Keka. Yang bukan nama kamu yang sebenarnya (Atmowiloto, 2008:93).
Kutipan di atas, diasumsikan bahwa tokoh Bong memang telah melakukan
kesalahan dengan melupakan nama. Perempuan dalam tokoh 3C1P ini yang
dipanggil dengan nama Keka, bukanlah nama sebenarnya dari keseluruhan cerita
dalam novel 3C1P. Setelah ditelusuri dengan cermat dan seksama, penulis
memang tidak menemukan siapa nama asli dari pemilik nama yang dipanggil
Keka ini. Hal ini yang mengindikasikan adanya kausalitas dari kasus mimpi dan
kasus lupa nama yang mendukung hipotesis adanya pengalihan keinginan
pengarang pada sub-bab berikutnya terkait dengan mimpi dan melupakan nama.
Freud menganggap kasus lupa dan kesalahan lainnya sebagai hasil dari
kompromi (Freud, 2002 : 60). Kompromi tersebut seringkali terjadi pada proses
mental pada unsur bawah sadar manusia. Hal tersebut disebabkan oleh definisi
perbandingan proses merasakan, berpikir, dan harapan-harapan yang tidak
disadari individu (Freud, 2002 : 11).
Tokoh Bong yang memanggil seorang perempuan dengan nama Keka,
berawal dari kesalahan Bong yang salah tuduh, yakni ketika diadakan pameran
lukisan, lukisannya Bong terjual. Tetapi yang diterima Bong bukan hanya pujian
tapi juga ledekan karena orang-orang mengira yang membeli lukisannya adalah ia
sendiri atau paling tidak keluarganya. Bong menjadi merasa terhina dan
memperjuangkan harga dirinya, dan bertemu dengan seorang perempuan yang
dikenalinya yang dianggapnya telah membeli lukisannya.
“Saya tak punya apa-apa selain harga diri. Dan itu tak saya jual, meskipun kamu lebih cantik lagi.” (Atmowiloto, 2008:23).
Setelah pertemuan tatap muka tokoh Bong pada tokoh perempuan pada
kutipan di atas, tokoh perempuan tersebut jadi ingin lebih mengenal dekat dengan
sosok Bong. Menemani Bong siapa orang yang sebenarnya yang telah membeli
lukisannya Bong, yang ternyata adalah seorang lelaki paruh baya yang membeli
lukisan itu untuk istrinya sebagai hadiah ulang tahun perkawinan (Atmowiloto,
2008 : 24).
Menurut Freud, kesalahan-kesalahan termasuk di dalamnya lupa nama
adalah penyingkapan tipu daya alam tak sadar (Osborne, 2000 : 61).
Kesalahan-kesalahan tersebut bagi Freud adalah bagian dari sebuah teknik lelucon. Lelucon
dalam melayani tujuannya, memungkinkan terpuaskannya suatu naluri yaitu naluri
seks atau bermusuhan dalam menghadapi rintangan yang melintang di jalan, yakni
dengan cara menghindari rintangan ini dengan tujuan menimba kesenangan dari
main asmara tahap pendahuluan atau pemuasan seksual kecil-kecilan. Titik
kesimpulan dari lelucon ini adalah semua jenis lelucon sebenarnya adalah suatu
teknik semata- mata untuk memberikan semacam kesenangan sensual yang
tertekan. Hal ini yang menjadi tonggak tumpuan bagi represi yaitu sebagai dasar
landasan alam tak sadar (Osborne, 2000 : 64-65).
Tokoh Bong yang mengalami kasus lupa nama dinarasikan sebagai akibat
dari represi masa kecilnya pada pengalaman pertamanya meneteki seorang
perempuan tua yang diasumsikan sebagai sesuatu yang intim baginya.
Pengalamannya tersebut ditekan secara terus- menerus, diulang tanpa disadarinya,
sampai ke masa dewasanya. Bentuk usaha tokoh Bong untuk melupakan nama
adalah main asmara tahap pendahuluan bagi kesenangan seksual tokoh Bong yang
direpresi.
2.3.2 Lupa Nama yang Dialami Tokoh Keka
Tokoh Keka yang mengalami kasus lupa nama disebabkan oleh perasaan
untuk menentang segala ingatan yang berhubungan dengan nama yang
bersangkutan, yakni nama Keka yang sebenarnya. Perasaan menentang tersebut
disebabkan oleh adanya kemungkinan kenangan buruk pada masa kecilnya.
Keka sendiri sebenarnya kadang merasa tidak percaya bahwa ia diberi nama Keka, bahwa ia belum lama mengetahui keberadaan Bong di tempat ini (Atmowiloto, 2008:14-15).
Kutipan di atas secara tidak langsung menyatakan kesetujuannya pada
tokoh Bong. Tokoh perempuan yang tidak diketahui siapa nama aslinya ini, yang
kemudian dipanggil dengan nama Keka oleh tokoh Bong merupakan bentuk dari
sesuatu secara tidak sadar telah mengalami kompromi mental sehingga
membentuk gangguan yang mencegah kemunculan ingatan. Persetujuan tokoh
Keka yang lupa nama akibat kompromi mental adalah bentuk pelampiasan represi
dari sang ayah. Hal ini yang mendukung hipotesis pada kutipan berikut.
Ayah Keka lebih bisa menerima, karena pena mpilannya santun, bahasanya urut, bisa membawa diri, membantu. Hanya sedikit heran karena memanggil Keka bukan nama yang diberikannya (Atmowiloto, 2008:55).
Nama Keka bukanlah nama yang sebenarnya yang diberikan oleh ayah
perempuan itu. Oleh sebab itu, tokoh perempuan dalam novel 3C1P karya
Arswendo ini diasumsikan melakukan sensor ingatan disebabkan oleh adanya
kemungkinan kenangan buruk bersama ayahnya, yakni tekanan sang ayah di masa
kecilnya yang sebelumnya telah dibahas pada analisis mimpi. Perempuan tersebut
menginginkan suatu kebalikan dari potret dirinya selama ini pada waktu bersama
si ayah, yakni hasrat seksual yang direpresi.
2.4 Mimpi dan Lupa Nama sebagai Pengalihan Keinginan Arswendo
Bagi Freud karya sastra merupakan ambisi tidak sadar tetapi yang tidak
terwujud di dalam realita dan kemudian secara fiktif dipindah ke realita novel,
atau bentuk sastra lainnya (Siswantoro, 2005 : 53).
Seluruh mimpi pada teks 3C1P karya Arswendo berkaitan dengan tokoh
Bong. Bong nama yang dipilih, yang berarti nama kuburan Cina, penulis kaitkan
dengan kasus yang pernah menimpa Arswendo di masa lalu hingga akhirnya ia
masuk penjara dan menjalani kehidupannya di sana. Kata ‘penjara’ dan ‘kuburan’
gunakan Arswendo untuk memaknai kasus yang menimpanya hingga ia menjadi
seorang narapidana. Kata ‘penjara’ dan ‘kuburan’, penulis asumsikan sebagai
sinonim kehidupan si Arswendo dalam memaknai arti perjalanan kehidupannya,
yaitu tempat yang asing yang sangat jauh dari kehidupan luar. Ia samakan dengan
kata kuburan, karena baginya penjara adalah kuburan baginya, tetapi sekaligus
untuk mengubur masa lalunya itu.
Bong dalam teks 3C1P berprofesi sebagai pelukis dan illustrator. Pada
kenyataannya profesi Arswendo juga demikian yang ternyata juga sebagai seorang
sutradara. Pelukis dalam KBBI (2008 : 846) adalah orang yang berprofesi melukis
(seniman dalam seni lukis), sedangkan ilustrator dalam KBBI (2008 : 526) adalah
orang yang melukis gambar hias untuk majalah, buku, dan sebagainya.
Proses penamaan tokoh tersebut oleh Freud disebut kondensasi (Milner,
1992 : 43). Kondensasi ialah penggabungan dua ide atau lebih yang ada di bawah
kesadaran manusia dan muncul dalam ide tunggal pada kesadaran (KBBI, 2008 :
722). Ide tunggal dalam kesadaran Arswendo dinarasikan oleh teks novel 3C1P
dengan cara menihilkan nama Arswendo sebagai seorang seniman. Proses
kondensasi tersebut mirip dengan mimpi, sehingga Freud menyebutnya dengan
sebutan “mimpi dengan mata terbuka”.
Secara tidak sadar, kondensasi nama Bong yang dinyatakan Arswendo
sebagai salah satu tokoh yang menjadi tokoh dalam teks novelnya yang mungkin
adalah representasi diri Arswendo sendiri, yang tidak pernah hadir dalam
badannya pun memiliki fungsi yang sama dengan pelukis, ilustrator sekaligus
sebuah representasi bagi dirinya terkait dengan kasusnya dulu. Walaupun sudah
menjadi masa lalu Arswendo yang suram dan mungkin hilang, endapan-endapan
memori itu tetap ada dan muncul tanpa disadarinya ketika ia sedang menulis suatu
karya sastra. Karena tidak menutup kemungkinan realita masa lalu Arswendo
yang kemudian menyeretnya ke penjara, tertuang sebagian dalam teks novel
3C1P.
2.5 Rangkuman
Dari hasil pembahasan-pembahasan tersebut di atas, penulis kemudian
menarik kesimpulan, bahwa mimpi- mimpi yang dialami tokoh Bong disebabkan
oleh keinginan-keinginan tokoh di masa lalunya yang terpendam dan tertekan.
Keinginan yang tidak disadari yang berasal dari ingatan- ingatan masa kecil inilah
yang menjadi dasar munculnya mimpi- mimpi tokoh Bong. Ingatan tokoh Bong
pada masa kecilnya yang untuk pertama kali merasakan bagaimana rasanya
meneteki payudara seorang wanita tua, menyebabkan sebuah sensasi tersendiri
baginya yakni menimbulkan nafsu yang kemudian berpengaruh dalam
perkembangan seksualnya menjadi nafsu terpendam tokoh Bong. Drama-drama
psikis masa kecil Bong yang meneteki seorang wanita tua adalah
gambaran-gambaran awal mula terjadinya penciptaan mimpi- mimpi tokoh Bong.
Selanjutnya, gambaran-gambaran tersebut yang menjadi penyebab dan menjadi
impian tokoh Bong sebagai pemenuhan keinginan yang kemudian muncul
menjadi mimpi. Lain halnya pada mimpi kedua tokoh Bong. Pada mimpi kedua
tokoh Bong yang sewaktu masih muda saat berpacaran dengan tokoh Keka, yakni
tokoh Keka mengajak tokoh Bong untuk kawin lari.
Pada mimpi tokoh Keka, mimpi pertamanya adalah hasil dari represi
seksual yang selama ini direpres oleh sang ayah semasa kecil. Sedangkan pada
mimpi keduanya adalah sebagai obat kerinduan Keka saat melihat Bong datang
untuk tetap bertahan hidup meski penyakit yang dideritanya memaksanya untuk
menyerah pada sakit.
Selanjutnya dalam lupa nama, yang patut digarisbawahi adalah segala
macam kesalahan-kesalahan termasuk lupa nama adalah suatu teknik semata- mata
untuk memberikan semacam kesenangan sensual yang tertekan patut dibenarkan.
Baik tokoh Bong dan tokoh Keka yang sama-sama mengalami kasus melupakan
nama adalah sebab akibat dari terobosan represi yang intinya berkaitan dengan
hasrat seksual kedua tokoh tersebut yang direpresi semasa kecil.
Pada pengalihan keinginan pengarang, adalah pengalihan keinginan
Arswendo yaitu ketidaksadaran Arswendo atau mimpi Arswendo dengan mata
terbuka. Hal yang tampak dalam teks adalah tokoh Bong dan Keka yang tidak
memiliki kesadaran mengenai hidupnya yang disutradarai oleh seseorang yang
BAB III
DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH-TOKOH UTAMA DALAM NOVEL 3 CINTA 1 PRIA KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO
3.1 Pengantar
Bab ini akan menjawab rumusan masalah kedua yang telah ditetapkan
dalam penelitian ini. Melalui bab ini, penulis akan mendeskripsikan rumusan
masala h yang kedua, yaitu dinamika kepribadian tokoh-tokoh utama dalam teks
novel 3C1P karya Arswendo. Sesuai dengan hasil pembahasan pada bab
sebelumnya, mengenai mimpi dan lupa nama, pembahasan pada bab ini juga akan
memfokuskan dinamika kepribadian yang dialami dua tokoh utama yakni tokoh
Bong dan tokoh Keka yang memiliki dinamika kepribadian secara komprehensif.
Adapun tokoh-tokoh lain yang muncul dalam analisis tokoh Bong dan tokoh
Keka, lebih banyak berperan sebagai alat bagi terbentuknya kausalitas munculnya
dinamika kepribadian tokoh Bong dan tokoh Keka.
Sigmund Freud mempercayai bahwa mimpi dapat mempengaruhi perilaku
seseorang. Karena mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan
dalam kehidupan sehari- hari (Eagleton dalam Minderop, 2011 : 17). Selain itu,
kesalahan-kesalahan termasuk lupa nama disebabkan oleh kegagalan dalam fungsi
psikis yang disebut Freud yaitu kegagalan fungsi psikis dari ingatan dan bukan
sebagai fenomena yang biasa (Freud, 2005 : 1-2), yang kemudian Freud
menyatakan bahwa lupa nama adalah sebuah fenomena yang bersifat psikis
(Freud, 2005 : 43). Oleh karena itu, penulis meyakini bahwa mimpi dan lupa
nama pada bab sebelumnya mempengaruhi dinamika kepribadian tokoh-tokoh
dalam 3C1P yakni tokoh Bong dan tokoh Keka yang akan dibahas pada bab ini.
Dari hasil analisis pada bab dua, mengenai mimpi dan lupa nama, diperoleh hasil
yang dapat penulis simpulkan bahwa mimpi- mimpi dan lupa nama yang dialami
tokoh Bong dan tokoh Keka dapat mengusik dinamika kepribadian tokoh-tokoh
tersebut dalam naluri dan kecemasan kedua tokoh tersebut dalam berperilaku. Hal
ini karena dinamika kepribadian hadir sebagai proses individu dalam
mengekspresikan kecemasan dan nalurinya
Adapun pada bab ketiga ini, seperti pada bab sebelumnya, analisis pada
bab ketiga akan didasarkan pada data-data yang disediakan teks novel 3C1P untuk
menemukan motivasi dari tindakan dan ucapan yang dilakukan tokoh. Karena
dinamika kepribadian tidak terdapat pada kesadaran tokoh sepenuhnya, melainkan
juga menempati dimensi ketidaksadarannya.
Menurut kacamata psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu
struktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem, yakni id, ego, dan superego.
Meskipun ketiga sistem tersebut memiliki fungsi, kelengkapan, prinsip-prinsip
operasi, dinamisme, dan mekanismenya masing- masing, ketiga sistem kepribadian
ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas. Karena
tingkah laku manusia tidak lain merupakan produk interaksi antara id, ego, dan
superego itu (Koeswara, 1991 : 32).
Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang di dalamnya terdapat
naluri- naluri bawaan, bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang
konstansi (the principle of constancy) yang ditujukan untuk menghindari keadaan
tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan (the pleasure
principle). Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah
individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya
berdasarkan prinsip kenyataan (the reality principle). Superego adalah sistem
kepribadian yang berisikan nilai- nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif
(menyangkut baik-buruk) (Koeswara, 1991 : 32-35).
Tindakan dan ucapan manusia dalam psikoanalisis dipahami berkaitan
dengan tingkat kehidupan mental dan bagian-bagian pikiran yang mengacu pada
struktur kepribadian. Untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan pendorong di balik
tindakan-tindakan manusia, Freud mengemukakan prinsip motivasional. Prinsip
tersebut didasarkan pada motivasi dasar manusia untuk mencari kenikmatan dan
mereduksikan tegangan serta kecemasan (Semiun, 2006 : 68).
Selanjutnya, sebagaimana telah disebutkan dalam landasan teori,
psikoanalisis membagi dinamika kepribadian dalam empat kategori. Keempat
kategori tersebut ialah naluri, kecemasan, penyaluran dan penggunaan energi
psikis, dan mekanisme pertahanan ego (Koeswara, 1991 : vi). Akan tetapi, pada
penelitian ini kedua kategori terakhir akan dimasukkan dalam naluri dan
kecemasan. Hal itu karena keduanya tidak bisa dilepaskan dalam naluri dan
kecemasan. Selain itu, dinamika kepribadian tersebut hadir sebagai proses
individu dalam mengekspresikan kecemasan dan nalurinya.
Dalam teori penyaluran dan penggunaan energi psikis yang telah