• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji analgetik ekstrak etanol 70% daun kepel [Stelechocarpus burahol [BI] Hook.f.& Th.] pada mencit putih betina swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji analgetik ekstrak etanol 70% daun kepel [Stelechocarpus burahol [BI] Hook.f.& Th.] pada mencit putih betina swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SWISS

DENGAN METODE RANGSANG KIMIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Agustin Angela NIM: 048114068

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

1. Yesus Kristus : You raise me up...to more than I can be 2. Papa, mama, adik-adikku terkasih dan seluruh keluargaku : Engkaulah yang senantiasa membuat hari-hariku lebih berarti dan mempunyai makna 3. Teman-teman angkatanku: “Akhirilah ini semua dengan Indah” 4. Serta almamaterku

Biarkanlah ketakutan itu memperoleh buah

yang matang, supaya kamu menjadi sempurna

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Uji Analgetik Ekstrak Etanol 70% Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) pada Mencit Putih Betina Swiss dengan Metode Rangsang Kimia”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

kesarjanaan pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penyusunan skripsi

ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak Arief Rahman Hakim, M.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing Utama atas

bimbingan, pengarahan, kesabaran dan dukungannya selama penelitian sampai

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

masukan, kritik,dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu dr. Fenty, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik,dan

saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Segenap dosen yang telah memberikan bimbingan yang sangat bermanfaat dalam

penyelesaian skripsi ini.

(8)

7. Teman-teman seperjuanganku di Laboratorium, Indra, Mei, Siska dan Filisia,

yang banyak membantu saat penelitian.

8. Teman-teman angkatan 2004 yang telah banyak membantu selama masa

perkuliahan.

9. Keluarga besarku yang selalu mendukung dan memberi semangat untukku.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penyelesaian skripsi ini.

Penyusun menyadari atas keterbatasan dan kekurangan, maka skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan

saran dari segenap pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang penelitian.

Yogyakarta, Juni 2008

(9)

INTISARI

Tanaman kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) sering digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menurunkan kadar kolesterol, memperlancar air seni (diuretik), pengobatan asam urat, alat pencegah kehamilan tradisional, dan juga sebagai deodoran alami.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola satu arah. Metode yang digunakan adalah metode induksi kimia. Empat puluh dua ekor mencit betina, galur Swiss, berat badan antara 20-30 gram, umur 2-3 bulan, dibagi secara acak yaitu kelompok kontrol negatif yang diberi CMC-Na 0,5%, kelompok kontrol positif yang diberi parasetamol dosis 91 mg/kgBB, dan kelompok yang diberi perlakuan ekstrak etanol daun kepel per oral dalam 4 peringkat dosis berturut-turut sebesar 35 mg/kgBB; 140 mg/kgBB; 560 mg/kgBB; dan 2240 mg/kgBB. Limabelas menit kemudian mencit diinduksi asam asetat dosis 100 mg/kgBB secara intraperitonial. Geliat yang timbul diamati dan dicatat tiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah kumulatif geliat diubah ke dalam bentuk persen penghambatan terhadap geliat. Data yang diperoleh dianalisis secara

statistik dengan One-way ANOVA dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf

kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun kepel mempunyai efek analgetik. Persen penghambatan terhadap geliat untuk parasetamol dosis 91 mg/kgBB sebesar 57,76% dan ekstrak etanol daun kepel dosis 35 mg/kgBB; 140 mg/kgBB; 560 mg/kgBB; dan 2240 mg/kgBB berturut-turut sebesar 27,93%; 49,88%; 72,32%; dan 37,00%.

(10)

ABSTRACT

Kepel plants(Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) often used by Indonesian people to decrease cholesterol level, diuretic, nerve acid therapy, prevent pregnancy traditionally, and natural deodorant.

The genre of this research is pure experimental in which the program of this research is random research plan, complete, and one-direction pattern. The method used in this research is chemical induction method. The research uses 42 female mice of Swiss groove, it weights 20-30 grams, and the age is 2-3 months. The 42 mices are divided into 6 groups based on its treatment, are the group of negative control is given CMC-Na 0,5%, the group of positive control is given paracetamol dosage 91 mg/kgBB, and the group of treatment is given extract ethanol of kepel leaves per orally in four different various dosage respectively, i.e.: 35 mg/kgBW; 140 mg/kgBW; 560 mg/kgBW; and 2240 mg/kgBW. Fifteen minutes after the treatment, the mice is induced by acetate acid with dosage 100 mg/kgBB intra peritoneally. The writhes are watched closely and booked every 5 minutes in 60 minutes. The accumulation numbers of the writhes are transferred into the form of resistance percentage toward the writhes. The data which is got from the calculation, later, is analyzed statistically with one-way ANOVA test, then, the step is continued with LSD

with interval 95%.

The result showing that ethanolic extract of kepel’s leaves has analgetic effect. Analgetic effect paracetamol at 91 mg/kgBW respectively, 57.76% and ethanolic extract of kepel’s leaves at 35 mg/kgBW; 140 mg/kgBW; 560 mg/kgBW; and 2240 mg/kgBW, respectively, 27.93%; 49.88%; 72.32%; and 37.00%.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA ... vii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 2

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat teoritis ... 7

2. Manfaat praktis ... 7

(12)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Tanaman Kepel ... 8

1. Keterangan botani ... 8

2. Deskripsi ... 8

3. Khasiat ... 9

4. Kandungan kimia ... 9

B. Flavonoid ... 10

1. Sifat kelarutan dan isolasi ... 11

2. Karakterisasi ... 12

3. Kegunaan ... 12

C. Perkolasi ... 13

D. Radikal Bebas dan Antioksidan ... 14

1. Radikal bebas ... 14

2. Antioksidan ... 17

E. Nyeri ... 18

1. Definisi dan tipe ... 18

2. Reseptor nyeri ... 18

3. Mekanisme nyeri ... 20

F. Analgetika ... 22

1. Analgetika narkotik ... 23

2. Analgetika nonnarkotik ... 23

(13)

H. Metode Pengujian Efek Analgetik ... 25

1. Golongan analgetika narkotika ... 25

2. Golongan analgetika nonnarkotika ... 28

I. Landasan Teori ... 29

J. Hipotesis ... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 32

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 32

1. Variabel utama ... 32

2. Variabel pengacau ... 32

3. Definisi operasional ... 33

C. Bahan Penelitian ... 34

D. Alat Penelitian ... 35

E. Tata Cara Penelitian ... 36

1. Pembuatan sediaan uji ... 36

2. Pemilihan hewan uji ... 40

3. Penetapan kriteria geliat ... 40

4. Uji pendahuluan ... 40

5. Pengujian efek analgetik kelompok perlakuan ... 44

6. Analisis data ... 46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Pengumpulan Bahan dan Pembuatan Serbuk ... 48

(14)

C. Uji Pendahuluan ... 50

1. Penetapan dosis asam asetat ... 51

2. Penetapan kontrol negatif ... 53

3. Penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol daun kepel ... 54

4. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap parasetamol ... 58

5. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap ekstrak etanol daun kepel ... 61

D. Pengujian Efek Analgetik Kelompok Perlakuan ... 63

E. Perbandingan Daya Analgetik Ekstrak Etanol Daun Kepel Antara Mencit Jantan dan Mencit Betina ... 71

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 80

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis asam asetat ... 52

Tabel 2. Jumlah kumulatif geliat pada penetapan kontrol negatif ... 53

Tabel 3. Jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat

pada penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol daun

kepel ... 55

Tabel 4. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada

penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol daun kepel ... 57

Tabel 5. Jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

parasetamol ... 59

Tabel 6. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

parasetamol ... 60

Tabel 7. Jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

ekstrak ... 61

Tabel 8. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap ekstrak

etanol daun kepel ... 63

(16)

pada seluruh kelompok perlakuan ... 64

Tabel 10. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada

seluruh kelompok perlakuan ... 66

Tabel 11. Persen penghambatan terhadap geliat seluruh kelompok

perlakuan pada mencit jantan dan mencit betina ... 71

Tabel 12. Data jumlah geliat mencit pada penetapan dosis asam asetat ... 85

Tabel 13. Data jumlah geliat mencit pada penetapan kontrol negatif ... 87

Tabel 14. Data jumlah geliat mencit pada penetapan dosis parasetamol

dan ekstrak etanol daun kepel... 89

Tabel 15. Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis

parasetamol dan ekstrak etanol daun kepel ... 92

Tabel 16. Data jumlah geliat mencit pada penetapan selang waktu

pemberian asam asetat terhadap parasetamol ... 94

Tabel 17. Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang

waktu pemberian asam asetat terhadap parasetamol ... 97

Tabel 18. Data jumlah geliat mencit pada penetapan selang waktu

pemberian asam asetat ekstrak etanol daun kepel ... 99

Tabel 19. Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang

waktu pemberian asam asetat terhadap ekstrak etanol daun

kepel ... 101

Tabel 20. Data jumlah kumulatif geliat mencit pada pengujian efek

analgetik seluruh kelompok perlakuan ... 103

(17)

analgetik seluruh kelompok perlakuan ... 109

Tabel 22. Data potensi relatif ekstrak terhadap parasetamol pada pengujian

efek analgetik... 112

Tabel 23. Data % penghambatan terhadap geliat seluruh kelompok

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia isolat ekstrak etanol daun kepel ... 10

Gambar 2. Kerangka dasar tipe-tipe flavonoid ... 11

Gambar 3. Perombakan asam arakhidonat ... 21

Gambar 4. Mekanisme Nyeri ... 22

Gambar 5. Struktur molekul Parasetamol ... 24

Gambar 6. Skema kerja penelitian ... 47

Gambar 7. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis asam asetat ... 52

Gambar 8. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penetapan kontrol negatif ... 54

Gambar 9. (a) Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat, (b) Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol daun kepel ………... 56

(19)

Gambar 11. (a) Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat,

(b) Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat

terhadap ekstrak ... 62

Gambar 12. (a) Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat, (b) Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada seluruh kelompok perlakuan ... 65

Gambar 13. Diagram batang perbandingan efek analgetik seluruh kelompok perlakuan antara mencit jantan dan mencit betina ... 72

Gambar 14. Tanaman kepel ... 82

Gambar 15. Buah kepel... 82

Gambar 16. Serbuk daun kepel ... 83

Gambar 17. Ekstrak etanol daun kepel ... 83

Gambar 18. Empat peringkat dosis ekstrak etanol daun kepel ... 84

Gambar 19. Geliat mencit ... 84

Gambar 20. Plot penyebaran vs tingkat geliat terhadap perlakuan ... 106

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat determinasi tanaman kepel... 80

Lampiran 2. Foto tanaman, buah, serbuk daun kepel, ekstrak etanol

daun kepel, empat peringkat dosis ekstrak etanol daun

kepel, dan geliat mencit... 82

Lampiran 3. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis

statistik pada penetapan dosis asam asetat ... 85

Lampiran 4. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis

statistik pada penetapan kontrol negatif ... 87

Lampiran 5. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis

statistik pada penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol

daun kepel ... 89

Lampiran 6. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik pada penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol

daun kepel ... 92

Lampiran 7. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis statistik

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

parasetamol ... 94

Lampiran 8. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat

(21)

Lampiran 9. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis statistik

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

ekstrak etanol daun kepel ... 99

Lampiran 10. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat

terhadap ekstrak etanol daun kepel ... 101

Lampiran 11. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis statistik

pada pengujian efek analgetik seluruh kelompok perlakuan .. 103

Lampiran 12. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik pada pengujian efek analgetik seluruh kelompok

perlakuan ... 109

Lampiran 13. Data potensi relatif ekstrak terhadap parasetamol pada

pengujian efek analgetik ... 112

Lampiran 14. Data % penghambatan terhadap geliat antara mencit jantan

dan betina serta hasil analisis statistik pada pengujian

(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Nyeri merupakan respon langsung terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan seperti, luka, inflamasi,

atau kanker (Rang dkk, 2003). Karena nyeri dirasa sangat mengganggu, maka setiap

individu ingin bebas dari rasa nyeri, salah satunya dengan menggunakan obat-obat

modern maupun tradisional. Tetapi karena, dewasa ini efek samping dari obat-obat

modern yang menggunakan bahan kimia murni mulai menunjukkan hal-hal yang tidak

dikehendaki, sehingga ada keinginan dari masyarakat untuk menggunakan obat

tradisional guna meminimalkan efek samping dari penggunaan obat modern.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Undang-Undang No. 23

tahun 1992 tentang kesehatan mendefinisikan obat tradisional sebagai bahan atau

ramuan bahan yang berupa bahan-bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

sediaan galenik, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Tanaman kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) secara empiris telah digunakan sebagai obat bahan alam oleh masyarakat. Secara ilmiah, sudah banyak

penelitian yang berhubungan dengan daun kepel. Pada penelitian terdahulu, Sutomo

(2003) dan Supriyatna (2007) berhasil mengidentifikasi adanya senyawa flavonoid

pada daun kepel. Hal ini terkait dengan kemampuan senyawa flavonoid pada daun

(23)

dalam tubuh berlebih maka dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan

rasa nyeri. Adanya flavonoid yang berfungsi menangkap radikal bebas dapat

mengurangi terjadinya kerusakan jaringan sehingga rasa nyeri juga dapat dikurangi.

Penelitian lain juga melaporkan bahwa infusa daun kepel memiliki aktivitas

antiinflamasi (Sriwidodo, 2004). Mekanisme terjadinya inflamasi hampir sama dengan

mekanisme terjadinya nyeri, yaitu adanya pelepasan mediator yang memperantarai

inflamasi, sehingga apabila suatu zat memiliki efek antiinflamasi maka kemungkinan

zat tersebut juga memiliki efek analgetik.

Seberapa besar persen efek analgetik tanaman kepel sampai sekarang belum

diketahui. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan uji efek analgetik dari

ekstrak etanol daun kepel pada mencit putih betina, serta akan dibandingkan pengaruh

jenis kelamin mencit terhadap besarnya daya analgetik ekstrak etanol daun kepel.

Metode pengujian efek analgetik yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

rangsang kimia. Hal ini dikarenakan metode rangsang kimia dapat digunakan sebagai

langkah pengujian awal untuk mengetahui adanya efek analgetik pada suatu senyawa,

selain itu metode ini sederhana dan mudah dilakukan. Hewan uji yang digunakan dalam

metode uji rangsang kimia adalah mencit sebagaimana tercantum dalam acuan (Turner,

1965).

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang timbul antara

(24)

1. Apakah ekstrak etanol daun kepel memiliki efek analgetik terhadap mencit putih

betina melalui metode rangsang kimia?

2. Berapa besar persen daya analgetik yang dimiliki ekstrak etanol daun kepel

terhadap mencit putih betina melalui metode rangsang kimia?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Uji Analgetik Ekstrak Etanol 70% Daun Kepel

(Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) pada Mencit Putih Betina Swiss dengan Metode Rangsang Kimia belum pernah dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian

tentang tanaman kepel yang pernah dilakukan adalah:

1. Toksisitas Akut Ekstrak Metanol dan Ekstrak Kloroform Daun Kepel

(Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) Terhadap Larva Artemia salina

Leach (Widiastuti, 2000). Hasil menunjukkan bahwa ekstrak metanol menunjukkan

efek toksik dengan LC50 257 μg/ml, sedangkan ekstrak kloroform tidak toksik

dengan LC50 1053 μg/ml.

2. Pengaruh Infusa Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.)

Terhadap Kadar Asam Urat Serum Darah Ayam Terinduksi Hati (Hening, 2002).

Hasil menunjukkan bahwa infusa daun kepel dengan dosis 0,98 g/kgBB; 1,47

g/kgBB; dan 2,205 g/kgBB terbukti mampu menurunkan kadar asam urat dalam

serum darah ayam. Makin tinggi dosis maka kemampuan menurunkan kadar asam

urat semakin besar.

3. Skrining Fitokimia dan Penentuan Identitas Makroskopik dan Mikroskopik Daun

(25)

pemisahan KLT menunjukkan bahwa daun kepel mengandung senyawa kimia

golongan antrakinon, flavonoid, dan kumarin.

4. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.)

Hook. f. & Th.) Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Sel HELA (Aryuni, 2002).

Hasil menunjukkan ekstrak metanol daun kepel bersifat sitotoksik terhadap sel

HELA secara in vitro dengan LC50 setelah inkubasi selama 72 jam sebesar 334,10

μg/ml.

5. Penurunan Asam Urat Darah Ayam Jantan Braille Hiperurisemia Oleh Fraksi

Ekstrak Metanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.)

(Sutomo, 2003). Hasil menunjukkan bahwa fraksi larut petroleum eter dosis 100

mg/kgBB dan fraksi tidak larut petroleum eter dosis 50; 100; dan 150 mg/kgBB

mampu menurunkan kadar asam urat darah ayam hiperurisemia.

6. Pembuatan Ekstrak Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.)

Secara Kempa Langsung Dengan Kombinasi Avicel pH 102® dan Di-Cafos®

Sebagai Bahan Pengisi-Pengikat (Restiyaningsih, 2004). Hasil menunjukkan bahwa

ekstrak daun kepel dapat dibuat jadi sediaan tablet dengan sifat fisik yang

memenuhi persyaratan tablet dengan menggunakan kombinasi Avicel pH 102® dan

Di-Cafos® sebagai bahan pengisi-pengikat.

7. Toksisitas Akut-Oral Ekstrak Etanolik Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) pada Mencit (Ariningsih, 2004). Hasil menunjukkan bahwa potensi

ketoksikan akut-oral ekstrak etanolik daun kepel pada mencit tergolong hampir

tidak toksik dan tidak menyebabkan kematian dengan harga LD-50 semu sebesar >

(26)

8. Variasi Kadar Amprotab Sebagai Bahan Penghancur Dalam Pembuatan Tablet

Ekstrak Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) Secara

Granulasi Kering (Ardanie, 2004). Hasil menunjukkan bahwa variasi kadar

Amprotab antara 5-15% sebagai bahan penghancur berpengaruh terhadap daya

serap dan waktu hancur tablet. Semakin besar kadar Amprotab maka semakin besar

daya serap tablet dan semakin cepat waktu hancur tablet.

9. Uji Aktivitas Antiinflamasi Infusa Daun Kepel Pada Tikus Jantan Wistar Dengan

Metode Udema Kaki Belakang (Sriwidodo, 2004). Hasil menunjukkan bahwa

sediaan infusa daun kepel yang diberikan per oral mempunyai daya antiinflamasi

pada tikus yang diinduksi karagenin 1% secara subplanar. Daya antiinflamasi pada

dosis 0,5; 1,0; 2,0; dan 3 g/kgBB masing-masing sebesar 44,33; 67,00; 71,29; dan

50,91%.

10.Toksisitas Akut Infusa Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) pada Mencit Jantan (Maspa, 2005). Hasil menunjukkan bahwa potensi ketoksikan

akut infusa daun kepel pada mencit tergolong dalam kategori toksik ringan dan

dengan harga LD50 semu sebesar > 8190 mg/kgBB.

11.Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Antioksidan Penangkap Radikal Bebas

Dari Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) (Sunarni, 2006). Hasil menunjukkan bahwa peneliti berhasil mengisolasi dan mengindetifikasi

senyawa flavonoid golongan flavon dalam fraksi etanol infusa daun kepel.

(27)

n-heksana daun kepel terdapat senyawa golongan terpenoid, flavonoid dan senyawa

yang belum dapat diidentifikasi dengan menggunakan KLT.

13.Uji Aktivitas Hiperurikemia Ekstrak Etanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol

(Bl.) Hook. f. & Th.) Pada Tikus Putih Jantan Sprague Dawley Serta Penentuan

Kandungan Senyawa Fenolik dan Flavonoid Totalnya (Supriyatna, 2007). Hasil

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kepel mampu menurunkan kadar asam

urat serum hingga 77,78% pada hari ke-19 setelah pemberian ekstrak etanol daun

kepel dosis 400 mg/kgBB per oral.

14.Uji Ekstrak Etanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) Terhadap Aktivitas Enzim Xantin Oksidase Secara In Vitro (Aryadi, 2007). Hasil

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kepel mempunyai potensi dalam

menghambat aktivitas xantin oksidase sebesar 17,78 ± 2,69% pada konsentrasi 500

μg/ml.

15.Uji Fraksi n-heksana Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) Terhadap Aktivitas Enzim Xantin Oksidase Secara In Vitro (Kurniawati, 2007).

Hasil menunjukkan bahwa fraksi n-heksana daun kepel pada konsentrasi 0,5 dan 5

μg/ml dapat menghambat aktivitas enzim xantin oksidase dengan presentasi

penghambatan yang signifikan dibanding blanko, sedang pada konsentrasi 500

μg/ml menyebabkan pengikatan aktivitas enzim xantin oksidase sebesar 15,00 ±

(28)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang

penggunaan tanaman obat tradisional sebagai analgetika.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang

kegunaan daun kepel sebagai analgetika.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut :

1. Mengetahui adanya efek analgetik ekstrak etanol daun kepel terhadap mencit putih

betina.

2. Mengetahui besarnya daya analgetik ekstrak etanol daun kepel terhadap mencit

(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Kepel 1. Keterangan Botani

Tanaman kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th) termasuk dalam familia Annonaceae (Backer dan Bakhuizen, 1963). Tanaman kepel memiliki nama

daerah :

Sunda : burahol, turalak

Jawa : kepel, kecindul, simpul, cindul (Hutapea, 1994)

2. Deskripsi

Habitat : pohon, tinggi ± 12 m

Batang : tegak, bulat, berkayu, percabangan monodial, coklat.

Daun : tunggal, lonjong, panjang 8-20 cm, lebar 4-6 cm, ujung dan pangkal

meruncing, halus, pertulangan bawah menonjol mengkilat, hijau.

Bunga : majemuk, bentuk tandan, tersebar di batang dan cabang, tangkai

silindris, panjang 4 cm, benang sari dan putik halus kuning, mahkota

lonjong, kuning.

Buah : buni, bulat, kulit kasar, diameter 5 cm, coklat.

Biji : bentuk ginjal, halus, hitam, mengkilat

(30)

3. Khasiat

Daging buah kepel berkhasiat sebagai obat radang ginjal dan peluruh air seni

(Hutapea, 1994), selain itu juga bermanfaat sebagai deodoran alami dan alat pencegah

kehamilan tradisional (Siswono, 2002). Penelitian menyatakan bahwa daun kepel dapat

digunakan untuk pengobatan asam urat (Sutomo, 2003), menurunkan kadar kolesterol

(Siswono, 2002) dan sebagai antiinflamasi (Sriwidodo, 2004).

4. Kandungan kimia

Daging buah, biji, dan akar kepel mengandung saponin, flavonoid, dan

polifenol, disamping itu bijinya juga mengandung alkaloida dan daunnya juga

mengandung flavonoid dan polifenol (Hutapea, 1994). Sutomo (2003) dan Supriyatna

(2007) melaporkan adanya senyawa flavonoid pada daun kepel. Sunarni (2006) berhasil

mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid golongan flavon pada fraksi

etanol infusa daun kepel yaitu :

- Isolat A1 : 7,3’,4-trihidroksi-5-O-gula-flavon

- Isolat B2 : 5,4’-dihidroksi-7-O-tersubtitusi-3-0-gula flavon

- Isolat B3 : 5,7,4’-trihidroksi-3-O-gula flavon

- Isolat B4a : 3,7,4’-trihidroksi flavon

- Isolat B4b : 3,7,3’,4’-tetrahidroksi-5-metilflavon

Dari kelima isolat tersebut, isolat B4b memiliki aktivitas antioksidan paling

tinggi dibanding isolat lain, hal ini mungkin dikarenakan isolat B4b mempunyai gugus

(31)

O

Isolat A1 Isolat B3

O

Gambar 1. Struktur kimia isolat ekstrak etanol daun kepel (Sunarni, 2006)

B. Flavonoid

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan sebenarnya

terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepungsari,

nektar, bunga, buah buni, dan biji (Markham, 1988). Kerangka dasar flavonoid dan

(32)

C C C

Gambar 2. Kerangka flavonoid (1a) dan sistem penomoran turunan flavonoid (1b) (Robinson, 1995)

1. Sifat kelarutan dan isolasi

Secara individual, kelarutan senyawa flavonoid sangat bermacam-macam

sesuai dengan golongan dan substitusi yang terjadi. Flavonoid terdapat dalam bentuk

bebas sebagai aglikon maupun terikat dengan gula sebagai glikosida. Adanya gula yang

terikat flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air.

Dengan demikian glikosida flavonoid juga larut dalam pelarut polar seperti etanol,

metanol, butanol, aseton, dimetilsulfida, dimetilformamida dan air. Sebaliknya, aglikon

yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, serta flavonol yang

termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar seperti eter, etil

asetat, dan kloroform (Markham, 1988).

Metode yang banyak dikembangkan untuk pemisahan dan karakterisasi

flavonoid adalah kromatografi kertas. Sejumlah kecil sampel dapat dipisahkan dengan

efisien dengan metode tersebut. Kromatografi lapis tipis (KLT) juga merupakan cara

analisis cepat yang memerlukan bahan yang sangat sedikit. Penjerap dan pengembang

yang digunakan pada umumnya sama dengan penjerap dan pengembang untuk

(33)

2. Karakterisasi

Pencirian golongan flavonoid dapat dilakukan berdasarkan reaksi warna dan

sifat kelarutannya. Jika tidak ada pigmen yang mengganggu, flavonoid dapat dideteksi

dengan diberi uap amonia dan akan memberikan warna-warna yang spesifik. Flavon

dan flavonol menunjukkan warna kuning, kalkon dan auron menunjukkan warna

lembayung sampai merah (Robinson, 1995).

Flavonoid dengan alumunium klorida (AlCl3) membentuk senyawa kompleks

berwarna kuning. Reaksi yang terjadi antara AlCl3 dengan gugus hidroksil dan karbonil

yang bertetangga membentuk kompleks yang tahan asam, sedangkan reaksi yang

terbentuk antara AlCl3 dengan gugus o-dihidroksil membentuk kompleks yang tak

stabil dalam suasana asam (Markham, 1988).

Larutan asam borat dan natrium asetat akan membentuk senyawa kompleks

dengan gugus o-dihidroksil pada senyawa flavonoid baik pada cincin A atau B dari inti

flavonoid. Efek dari pereaksi ini akan memberikan pergeseran panjang gelombang dan

berguna pada analisis golongan flavonoid (Mabry dkk,1970).

3. Kegunaan

Flavonoid merupakan produk alamiah dengan beberapa aktivitas farmakologi.

Flavonoid mempunyai aktivitas sebagai penangkap radikal hidroksil dan superoksida

serta dapat melindungi membran lipid dari reaksi-reaksi yang merusak (Robinson,

1995). Flavonoid berkhasiat sebagai antiinflamasi, antialergi, antithrombolik,

vasoprotektif sebagai penghambat promotor tumor dan untuk proteksi pada mukosa

saluran cerna atau gastrik. Efek-efek tersebut berhubungan dengan pengaruh flavonoid

(34)

aktivitas flavonoid sebagai penurun kadar asam urat melalui penghambatan enzim

xantin oksidase, flavonoid selain dapat menghambat enzim xantin oksidase juga

bersifat sebagai antioksidan penangkap radikal superoksida.

C. Perkolasi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Anonim, 1995).

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula

berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif dalam

cairan penyari tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

perkolasi. Cairan penyari yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%.

Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang atau kuman sulit

tumbuh dalam etanol di atas 20%, tidak beracun, bersifat netral, absorpsinya baik,

dapat bercampur dengan air, panas yang digunakan untuk pemekatan lebih sedikit, dan

mudah didapat (Anonim, 1986).

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai

berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian

(35)

serbuk tersebut, sehingga cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui

sampai mencapai keadaan jenuh (Anonim, 1986).

Cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara maserasi karena:

1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan

larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan

konsentrasi,

2. Ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir

cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan pelarut

cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat meningkatkan perbedaan

konsentrasi (Anonim,1986).

D. Radikal Bebas dan Antioksidan 1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu molekul yang mempunyai jumlah elektron ganjil

atau elektron yang tidak berpasangan tunggal pada lingkaran luarnya. Elektron tidak

berpasangan tersebut menyebabkan instabilasi dan bersifat reaktif. Radikal bebas akan

merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga

menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama

di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas yaitu DNA, lemak, dan protein. Radikal

bebas yang merusak DNA dapat mengganggu beberapa bagian DNA dan menyebabkan

pertumbuhan sel tidak terkontrol, yang dapat mengakibatkan kanker. Radikal bebas

diproduksi secara eksogen dan secara endogen. Secara endogen, radikal bebas

(36)

intisel. Secara eksogen, radikal bebas berasal dari asap rokok, polutan radiasi,

obat-obatan, dan pestisida (Setiati, 2003).

Berikut ini adalah jenis-jenis dari radikal bebas :

a. Radikal superoksida (O2⎯)

Radikal ini merupakan jenis radikal yang paling banyak dan terbentuk bila 1

molekul O2 menerima 1 elektron.

O2 → O2⎯

Superoksidan bersifat reaktif dan dapat bereaksi dengan substansi biologik.

Reaktivitas O2⎯ sangat terbatas karena adanya dismutasi spontan yang dapat terjadi

pada pH fisiologik, membentuk H2O2 dan O2. Tetapi dengan terbatasnya reaktivitas

O2⎯ menyebabkan radikal ini dapat berdifusi dan bereaksi dengan substratnya dalam

jarak yang relatif lebih jauh dari tempat asalnya.

b. Hidrogen peroksida

Penambahan 1 elektron pada radikal O2⎯ menghasilkan ion peroksida O2 2- yang

tidak bersifat radikal, dan pada pH fisiologik akan segera mengalami protonasi

membentuk H2O2. Meskipun bukan radikal bebas, akumulasi H2O2 dapat berbahaya

bila terdapat bersama-sama dengan logam (Fe, Cu) atau zat-zat kelator karena akan

bereaksi membentuk radikal hidroksil yang sangat reaktif.

c. Radikal hidroksil

Radikal fisi homolitik O-O akan menghasilkan 2 molekul radikal hidroksil, OH⎯.

Reaksi homolitik ini dapat terjadi karena pengaruh panas atau radiasi ionisasi.

(37)

logam (Fe2+, Cu+), menurut reaksi Fenton, dan dengan adanya kelator melalui

reaksi Haber-Weiss:

Fe2+ + H2O2 → Fe3+ + OH. + OH¯

Cu+ + H2O2 → Cu2+ + OH. + OH¯

Radikal hidroksil adalah oksidan yang sangat reaktif dan tidak stabil. Radikal bebas

dapat bereaksi dengan hampir semua substrat biologik. Karena sangat reaktif efek

radikal ini hanya berlangsung di daerah dengan tempat terbentuknya, dan dalam

kondisi fisiologik normal tidak ditemukan radikal hidroksil dalam kadar besar

(Gitawati, 1995).

Reaksi radikal bebas dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Tahap inisiasi, yaitu tahapan yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.

2. Tahap propagasi, yaitu tahap dimana radikal bebas cenderung bertambah banyak

dengan membuat reaksi rantai dengan molekul lain.

3. Tahap terminasi, apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas

lain atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa pembasmi radikal (scavenger) (Setiati, 2003).

Radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan

sehingga menimbulkan nyeri. Dalam proses peradangan, radikal bebas terbentuk ketika

asam arakhidonat dikonversikan menjadi peroksida baik melalui jalur siklooksigenase

maupun lipoksigenase. Ketika terjadi kerusakan jaringan organ, jumlah radikal bebas

meningkat seiring dengan peningkatan produksi peroksida, padahal tubuh

memproduksi antioksidan endogen yang terbatas contohnya yaitu superoksida

(38)

radikal bebas makin banyak, antioksidan endogen tak mampu lagi melumpuhkannya

secara efektif sehingga harus ada tambahan antioksidan dari luar (eksogen) yang

berasal dari bahan makanan (Sibuea, 2004).

2. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dalam kadar lebih rendah dibanding bahan

yang dapat dioksidasi, sangat memperlambat atau menghambat oksidasi dari bahan

tersebut (Setiati, 2003). Secara alamiah tubuh memproduksi antioksidan yang mampu

melindungi sel dari radikal bebas (Sibuea, 2004).

Antioksidan dibedakan menjadi antioksidan eksogen dan antioksidan endogen.

Antioksidan endogen atau sering disebut antioksidan primer terdiri atas enzim-enzim

dan berbagai senyawa yang disintesis dalam tubuh yang bekerja dengan cara mencegah

pembentukan radikal bebas baru. Antioksidan eksogen atau yang dikenal juga sebagai

antioksidan sekunder karena menangkap radikal dan mencegah reaksi berantai. Contoh

antioksidan eksogen adalah vitamin E (tokoferol), vitamin C (askorbat), karoten, asam

urat, bilirubin, dan albumin (Setiati, 2003). Vitamin E dan karoten merupakan

antioksidan yang larut dalam lemak (tidak polar) sedangkan vitamin C merupakan

antioksidan yang larut dalam air (polar) (Muhilal, 1991).

Flavonoid telah dikenal dan merupakan suatu kelompok antioksidan polifenol

yang banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan, dan beberapa minuman seperti teh

hijau dan anggur merah. Di dalam keluarga polifenol, flavonoid ternyata mempunyai

sifat antioksidan yang amat kuat yang mencapai 20 kali sifat antioksidan vitamin E

(39)

E. Nyeri

1. Definisi dan tipe

Nyeri adalah respon langsung terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, seperti, luka, inflamasi,

atau kanker (Rang dkk, 2003). Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya

emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula

menghindarkan sensasi rangsang nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan

memiliki ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang (Tjay dan Rahardja,

2002).

Nyeri dapat dibedakan berdasarkan waktu timbulnya nyeri yaitu nyeri akut dan

nyeri kronik (Anonim, 2001). Nyeri akut dengan kecepatan penjalaran antara 6-30

meter per detik biasanya memiliki sebuah penyebab yang dapat ditegaskan. Nyeri

kronik dengan kecepatan penjalaran antara 0,5-2 meter per detik sering kali tidak

menandakan bahaya yang segera menimbulkan pencegahan dan pasien mungkin tidak

mengartikan nyeri tersebut sebagai penyakit serius (Greene dan Harris, 2000).

Nyeri berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan menjadi nyeri somatik dan

nyeri viseral. Jika nyeri somatik muncul dari kulit, dinamakan nyeri superfisial. Jika

nyeri itu berasal dari otot, sendi, organ dalam atau jaringan connective, disebut nyeri viseral atau nyeri dalam (Anonim, 2001).

2. Reseptor nyeri

Nosiseptor adalah saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan

rangsangan nyeri. Ujung-ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai reseptor yang

(40)

Distribusi nosiseptor bervariasi di seluruh tubuh, dengan jumlah terbanyak terdapat di

kulit. Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka dan sendi (Hartwig dan

Wilson, 2006). Terdapat tiga kategori reseptor nyeri :

a. Nosiseptor mekanis yang berespons terhadap kerusakan mekanis, misalnya tusukan,

benturan atau cubitan.

b. Nosiseptor termal yang berespons terhadap suhu yang berlebihan terutama panas.

c. Nosiseptor polimodal yang berespons setara terhadap semua jenis rangsangan yang

merusak, termasuk iritasi zat kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera

(Sherwood, 2001).

Sebagian besar reseptor pada kulit memiliki struktur khusus yang merupakan

ujung saraf bebas yang sederhana di perifer. Tiga tipe serabut saraf perifer (aferen)

yang terlibat dalam transmisi nyeri :

1. Serabut A-β : berukuran besar, bermielin, cepat dalam menyalurkan impuls (30-100

meter/detik), memiliki ambang nyeri yang rendah dan merespon terhadap sentuhan

ringan.

2. Serabut A-δ : berukuran kecil, bermielin tipis, dan memiliki kecepatan konduksi

yang lebih rendah (6-30 meter/detik). Serabut ini merespon terhadap tekanan,

panas, zat kimia, dan memberi reaksi terhadap nyeri yang tajam, serta menimbulkan

refleks penarikan diri atau gerakan cepat lainnya.

3. Serabut C : berukuran kecil, tidak bermielin, dan memiliki kecepatan konduksi

yang lambat (1-1,25 meter/detik). Serabut ini merespon terhadap seluruh jenis

rangsang bahaya dan mentransmisikan nyeri yang lambat dan tumpul (Greene dan

(41)

3. Mekanisme nyeri

Ketika membran sel mengalami kerusakan, enzim fosfolipase akan mengubah

fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Asam arakhidonat ini akan menghasilkan

peroksida. Peroksida yang terbentuk akan menghasilkan prostaglandin dan leukotrien

yang bertanggungjawab atas sebagian besar gejala peradangan yang meliputi calor,

rubor, tumor, dolor, dan fungtio laesa. Rasa nyeri akan timbul bersamaan dengan reaksi peradangan, karena mediator yang memperantarai peradangan (prostaglandin,

bradikinin, leukotrien, dll) akan mengaktivasi reseptor nyeri, sehingga rangsangan

(mekanis, kimia atau fisis) yang diterima reseptor nyeri akan disalurkan ke pusat nyeri

di otak besar, impuls itu kemudian dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002).

Nyeri juga dapat terjadi karena jumlah radikal bebas dalam tubuh melampaui

normal. Pada dasarnya radikal bebas dalam jumlah normal tidak berbahaya karena

tubuh memiliki antioksidan alamiah (glutathion-peroxydase, superoxide-dismutase,

katalase) yang mampu menangkap radikal bebas tersebut. Dalam proses peradangan radikal bebas terbentuk ketika asam arakhidonat dikonversikan menjadi peroksida baik

melalui jalur siklooksigenase ataupun lipooksigenase. Ketika terjadi kerusakan sel atau

organ, produksi peroksida meningkat seiring dengan peningkatan jumlah radikal bebas,

padahal di dalam tubuh jumlah antioksidan alamiah terbatas, kondisi ini akan

menimbulkan kerusakan sel atau organ. Apabila sel atau organ sudah rusak, maka

mediator nyeri akan keluar dan mengaktivasi reseptor nyeri sehingga seseorang bisa

(42)

Fosfolipid (membran sel)

Fosfolipase

Siklooksigenase Lipooksigenase

O2-

Radikal bebas

COX-1 COX-2

-vasokonstriksi - proteksi - peradangan

-agregasi lambung - peradangan - vasokonstriksi

- vasodilatasi - permeabilitas

- antiagregasi

Gambar 3. Perombakan asam arakhidonat (Tjay dan Rahardja, 2002).

Keterangan :

COX-1 = siklooksigenase 1 COX-2 = siklooksigenase 2

Noksius atau rangsang bahaya yang melewati ambang batas nyeri

menimbulkan aktivasi dalam serabut nosiseptor. Nosiseptor banyak terdapat dalam

serabut C. Aktivitas yang berupa impuls diteruskan menuju sistem saraf pusat dan

menyebabkan eksitasi neuron sehingga menimbulkan nyeri. Aktivasi serabut C memicu

pelepasan Calcitonin gene-related peptide (CGRP). Pada jaringan inflamasi akan

dilepaskan Neuron Growth Factor (NGF) dan mediator lain seperti bradikinin,

serotonin, prostaglandin, dan lain-lain. Analgetika opioid, enkefalin, dan GABA

(43)

menghambat eksitasi neuron, sedangkan analgetika perifer dan NSAID bekerja

menghambat pada pelepasan mediator (Rang dkk, 2003).

Gambar 4.Mekanisme Nyeri (Rang dkk, 2003)

Keterangan :

= menginduksi

= menghambat

BK = Bradikinin

5-HT = 5-Hidroksi triptamin (serotonin) SP = Substansi P

PG = Prostaglandin

NGF = Neuron Growth Factor (faktor pertumbuhan neuron) CGRP = Calcitonin gene-related peptide

NA = Nor Adrenalin GABA = asam γ-aminobutirat

F. Analgetika

Analgetika adalah obat atau senyawa yang bertujuan untuk mengurangi atau

melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Secara umum analgetika

dibagi menjadi dua golongan besar yaitu analgetika opioid (narkotik) dan analgetika

non-opioid (nonnarkotik) (Anonim, 2000). +

(44)

1. Analgetika narkotik

Golongan ini digunakan untuk menghalangi nyeri yang sangat kuat dengan

titik kerja yang terletak pada sistem saraf pusat. Senyawa-senyawa tersebut pada

umumnya mengurangi kesadaran (bersifat meredakan dan menidurkan), menimbulkan

perasaan nyaman, menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik

dan psikis (ketagihan) bila pengobatan dirutinkan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Mekanisme kerja golongan ini adalah dengan cara pengikatan obat dengan sisi reseptor

khas pada sel dalam otak dan spinal (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Golongan ini

secara kimia dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Alkaloida candu alamiah dan sintesis : morfin dan kodein, heroin dan

hidromorfon, hidrokodon dan dionin

b. Pengganti-pengganti morfin : petidin dan turunannya (fentanil dan sulfotanil),

metadon dan turunannya (dekstromeramida, bezitramida, piritramida, dan

d-propoksifen) (Tjay dan Rahardja, 2002)

2. Analgetika nonnarkotik

Golongan ini juga disebut analgetika perifer, karena efeknya tidak

mempengaruhi sistem saraf pusat, tidak menurunkan kesadaran serta tidak

menyebabkan ketagihan (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat golongan ini digunakan untuk

mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkan suhu badan

dalam keadaan panas yang tinggi dan sebagai antiradang. Mekanisme kerja golongan

ini dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem

saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin seperti siklooksigenase,

(45)

(Siswandono dan Soekardjo, 1995). Tjay dan Rahardja (2002) membagi golongan

analgetik ini menjadi 4 kelompok :

a. Golongan Salisilat : natrium salisilat, asetosal, salisil amida dan benorilat

b. Turunan p-aminofenol : fanasetin dan parasetamol

c. Turunan Pirozolon : antipirin, aminofenazon, dipiron, fenilbutazon

d. Turunan Antranilat : glafini, asam mefenamat, dan asam diflumiaat

G. Parasetamol

Parasetamol berbentuk hablur putih; tidak berbau; dan rasa agak pahit. Larut

dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N. Selain itu parasetamol mudah

larut dalam etanol (Anonim, 1995). Struktur kimia parasetamol dapat dilihat pada

gambar 5.

OH

NHCOCH3

Gambar 5.Struktur molekul Parasetamol (Anonim, 1995)

Parasetamol berkhasiat sebagai analgetika dan antipiretik, tetapi tidak

antiradang. Parasetamol mempunyai efek sebagai analgetika dengan mengurangi atau

menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Mekanisme kerja parasetamol adalah

menghambat sintesis prostaglandin di sentral (hipotalamus) dengan menghambat

aktivitas dari COX 3 secara reversibel. Penghambatan COX 3 oleh parasetamol melalui

mekanisme sentral mampu mengurangi nyeri dan demam (Chandrasekaran dkk, 2002).

Dewasa ini parasetamol dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman,

(46)

gram, maksimum 4 gram/hari, pada penggunaan kronis maksimal 2,5 gram/hari.

Resorpsinya dari usus cepat dan tuntas. Dalam hati diuraikan menjadi

metabolit-metabolit toksis yang diekskresikan kemih dengan konjugat glukuronida dan sulfat.

Waktu paruh parasetamol adalah 1-4 jam (Tjay dan Rahardja, 2002).

Parasetamol akan bersifat toksik pada orang dewasa pada dosis tunggal yaitu

7000 mg. Kebanyakan kasus keracunan parasetamol terjadi karena orang meminum

dengan dosis kecil dalam jangka waktu yang lama. Pada kasus ini, dosis 4000 mg per

hari sudah dapat bersifat toksik (Anonim, 2006a). Pada over dosis akut, kemungkinan

dapat terjadi nekrosis hepatik. Hepatitis toksik juga dapat terjadi pada pemakaian

jangka panjang 5-8 gram perhari selama beberapa minggu atau selama 1 tahun

(Anonim, 2006b).

H. Metode Pengujian Efek Analgetik

Turner (1965) membagi metode pengujian efek analgetik menjadi 2, yaitu

berdasarkan jenis analgetiknya. Berikut uraian tentang masing-masing metode secara

singkat.

1. Golongan analgetika narkotika

a. Metode jepitan ekor

Sekelompok mencit disuntik dengan senyawa uji dengan dosis tertentu secara

subkutan (s.c.) atau intravena (i.v.). Tiga puluh menit kemudian jepitan

dipasang pada pangkal ekor mencit selama 30 detik. Mencit yang tidak diberi

senyawa uji akan berusaha untuk melepaskan diri dari kekangan tersebut, tetapi

(47)

rentang waktu tertentu jepitan dipasang kembali. Respon positif yang

menunjukkan adanya efek analgetik, apabila tidak ada usaha melepaskan jepitan

selama 15 detik pada tiga kali pengamatan.

b. Metode rangsang panas

Hewan percobaan ditempatkan di atas lempeng panas dengan suhu 50° C

sampai 55° C sebagai stimulus nyeri. Mencit yang sudah diberi larutan uji,

diletakkan pada hot plate yang sudah disiapkan. Reaksi mencit adalah menjilat telapak kaki depan, belakang lalu meloncat. Selang waktu antara pemberian

stimulus nyeri dan terjadinya respon, disebut waktu reaksi, dapat diperpanjang

oleh pengaruh obat-obat analgetika. Perpanjangan waktu reaksi selanjutnya

dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mengevaluasi aktivitas analgetik.

c. Metode pengukuran tekanan

Metode ini menggunakan suatu alat untuk mengukur tekanan yang diberikan

pada ekor tikus secara seragam. Alat tersebut terdiri dari 2 syringe yang

dihubungkan pada kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel, serta terdapat pipa

plastik yang diisi dengan cairan. Sisi dari pipa dihubungkan dengan manometer.

Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi vertikal dengan ujungnya menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe. Ketika

tekanan diberikan pada syringe kedua, maka tekanan akan terhubung pada

sistem hidrolik pada syringe yang pertama kemudian pada ekor tikus. Tekanan

yang sama pada syringe kedua akan meningkatkan tekanan pada ekor tikus,

(48)

tikus yang pertama adalah meronta-ronta kemudian akan mengeluarkan suara

(mencicit) sebagai tanda kesakitan.

d. Metode potensi petidin

Metode ini kurang baik, karena dibutuhkan hewan uji dalam jumlah besar, tapi

dapat digunakan untuk uji sedatif. Tiap kelompok tikus terdiri dari 20 ekor,

setengah kelompok dibagi menjadi 3 kelompok kecil dan diberi petidin dengan

dosis berturut-turut 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok dibagi menjadi dua

yaitu kelompok petidin dan senyawa uji dengan dosis 25% dari LD50. Persen

analgetik dihitung dengan bantuan metode rangsang panas.

e. Metode antagonis nalorfin

Uji analgetik dengan metode ini bertujuan untuk menunjukkan aksi obat-obat

seperti morfin. Nalorfin memiliki kemampuan untuk meniadakan aksi dari

morfin. Hewan uji yang biasa digunakan dalam metode ini adalah tikus, mencit,

dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik kemudian segera diikuti

pemberian nalorfin (0,5-10,0 mg/KgBB) secara intravena. Teori menyebutkan

bahwa nalorfin dapat menggantikan ikatan morfin dengan reseptornya.

f. Metode kejang oksitosin

Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitori posterior,

yang dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga menimbulkan kejang pada

tikus. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus betina dengan berat badan 120-140

mg, diberi estrogen dengan pemberian 15 mg dietilstilbestrol secara subkutan

pada paha hewan uji. Setelah 10 minggu, hewan uji siap untuk tes efek

(49)

pemberian secara intraperitonial 2 unit oksitosin (dosis ED50). Persen penurunan

kejang dideterminasi dan ED50 dapat diperkirakan.

g. Metode pencelupan pada air panas

Sepuluh ekor tikus disuntik intraperitonial dengan senyawa uji, kemudian ekor

tikus dicelupkan dalam air panas (suhu 58° C). Respon tikus terlihat dari

hentakan ekornya dari air panas.

2. Golongan analgetika nonnarkotika

a. Metode induksi kimia

Metode ini menggunakan zat kimia yang diinjeksikan pada hewan uji secara

intraperitonial pada mencit yang sudah diberi senyawa uji secara oral pada

selang waktu tertentu, sehingga akan menimbulkan rasa nyeri. Beberapa zat

kimia yang biasa digunakan antara lain asam asetat dan fenil kuinon. Respon

nyeri pada mencit adalah geliat berupa kontraksi perut disertai tarikan kedua

kaki belakang dan perut menempel pada lantai. Geliat diamati setiap 5 menit

selama 1 jam. Pemberian analgetik akan mengurangi rasa nyeri sehingga jumlah

geliat yang terjadi berkurang. Penelitian ini menggunakan metode rangsang

kimia sebagai metode pengujian efek analgetik karena metode ini sederhana,

mudah dilakukan, dan cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa yang

memiliki efek analgetik lemah. Efek analgetik dapat dievaluasi menggunakan

persen penghambatan terhadap geliat, yaitu:

% penghambatan terhadap geliat = 100 – [(P/K) x 100]

Keterangan:

(50)

b. Metode pedodolorimetri

Hewan uji diletakkan pada kandang yang bagian alasnya terbuat dari kepingan

metal sehingga bisa dialiri arus listrik. Respon yang timbul yaitu ketika hewan

uji mengeluarkan teriakan dengan pengukuran yang dilakukan setiap 10 menit

selama 1 jam.

c. Metode rektodolometri

Tikus diletakkan dalam kandang yang dibuat khusus dengan alas tembaga yang

kemudian dihubungkan dengan sebuah gulungan yang berfungsi sebagai

penginduksi. Ujung lain dari gulungan tersebut kemudian dihubungkan dengan

silinder elektroda tembaga. Pada gulungan bagian atas terdapat suatu konduktor

yang dihubungkan dengan suatu voltmeter yang sensitif untuk dapat mengubah

0,1 volt. Respon berupa suara teriakan tikus dapat ditimbulkan dengan

pemberian tegangan sebesar 1 sampai 2 volt.

I. Landasan Teori

Sutomo (2003) dan Supriyatna (2007) melaporkan adanya flavonoid pada

daun kepel. Sunarni (2006) berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa

flavonoid golongan flavon dari fraksi etanol infusa daun kepel yaitu :

- Isolat A1 : 7,3’,4-trihidroksi-5-O-gula-flavon

- Isolat B2 : 5,4’-dihidroksi-7-O-tersubtitusi-3-O-gula flavon

- Isolat B3 : 5,7,4’-trihidroksi-3-O-gula flavon

- Isolat B4a : 3,7,4’-trihidroksi flavon

(51)

Hasil isolasi dari fraksi etanol infusa daun kepel menghasilkan lima isolat yang

memiliki aktivitas antioksidan. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan pelarut

etanol untuk proses ekstraksinya, diharapkan pada proses ekstraksi dengan pelarut

etanol juga didapatkan isolat yang memiliki aktivitas antioksidan. Dari kelima isolat

tersebut, isolat B4b memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dibanding isolat lain,

hal ini mungkin dikarenakan isolat B4b mempunyai gugus o-diOH dan 3-OH bebas.

Maka dengan adanya ekstrak etanol daun kepel, diharapkan kandungan antioksidannya

mampu menangkap radikal bebas berlebih sehingga tidak akan terjadi kerusakan

jaringan yang dapat menimbulkan nyeri.

Infusa daun kepel juga terbukti memiliki efek antiinflamasi (Sriwidodo, 2004).

Kandungan flavonoid pada daun kepel diduga dapat menghambat enzim

siklooksigenase dan lipooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi

peroksida terganggu, akibatnya pelepasan mediator yang berperan dalam proses

inflamasi juga akan terganggu dan inflamasi akan terhambat. Mekanisme terjadinya

inflamasi hampir sama dengan mekanisme terjadinya nyeri, yaitu adanya pelepasan

mediator yang memperantai inflamasi, sehingga apabila suatu zat memiliki efek

antiinflamasi maka kemungkinan zat tersebut juga memiliki efek analgetik.

Berdasarkan keterangan tersebut, maka dengan adanya efek antiinflamasi pada infusa

(52)

J. Hipotesis

(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah kelompok perlakuan yang meliputi

kelompok kontrol negatif yang diberi CMC Na 0,5%, kelompok kontrol positif

yang diberi suspensi parasetamol, dan kelompok perlakuan suspensi ekstrak

etanol daun kepel dengan menggunakan 4 peringkat dosis.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah daya analgetik yang merupakan

besarnya persen penghambatan terhadap geliat yang menunjukkan ketahanan

mencit terhadap rangsang setelah pemberian senyawa uji.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

1) Galur hewan uji, yaitu mencit dengan galur Swiss

2) Jenis kelamin hewan uji, yaitu mencit betina

(54)

4) Berat badan hewan uji, yaitu antara 20-30 gram

5) Cara pemberian bahan uji, yaitu per oral

6) Asal bahan uji, yaitu dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu, Jawa Tengah

b. Variabel pengacau tak terkendali

1) Suhu ekstraksi adalah temperatur lingkungan selama proses ekstraksi

berlangsung.

2) Ketahanan mencit adalah kemampuan mencit dalam menahan rasa sakit.

3) Kemampuan absorpsi mencit adalah kemampuan absorpsi mencit terhadap

ekstrak etanol daun kepel.

3. Definisi operasional

a. Efek analgetik

Efek analgetik merupakan kemampuan suatu zat dalam menghambat rasa

nyeri baik dengan mengurangi atau menghilangkan kesadaran, yang

ditunjukkan dengan berkurangnya respon nyeri.

b. Daya analgetik

Daya analgetik menunjukkan seberapa besar suatu zat tertentu dalam

memberi efek analgetik, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai persen

penghambatan terhadap respon (geliat).

c. Uji efek analgetik

Uji efek analgetik menggunakan metode rangsang kimia yaitu suatu metode

uji analgetik yang menggunakan rangsang kimia berupa asam asetat yang

(55)

per oral pada selang waktu tertentu. Respon nyeri pada mencit adalah geliat

berupa kontraksi perut disertai tarikan kedua kaki belakang dan perut

menempel pada lantai. Geliat diamati setiap 5 menit selama 1 jam.

d. Ekstrak etanol daun kepel

Ekstrak etanol diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan, yaitu daun kepel,

dalam pelarut etanol dengan menggunakan metode perkolasi sehingga

didapat ekstrak etanol daun kepel.

e. Ekstrak kental

Ekstrak kental merupakan sediaan ekstrak yang liat dalam keadaan dingin

dan tidak dapat dituang.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan

a. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa mencit betina, galur

Swiss, berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

b. Daun Kepel

Bahan uji yang digunakan berupa daun kepel yang diperoleh dari Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional,

Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah pada bulan Agustus

(56)

2. Bahan Kimia

a. Parasetamol diperoleh dari Brataco Chemica dengan kualitas farmasetis.

b. CMC Na diperoleh dari Brataco Chemica dengan kualitas farmasetis.

c. Asam asetat glasial diproduksi oleh Merck dengan kualitas pro analisis,

diperoleh dari Laboratorim Kimia Organik, Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

d. Etanol diperoleh dari Asia Lab dengan kualitas teknis.

e. Aquadest yang diproduksi oleh Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi,

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk ekstraksi meliputi seperangkat alat gelas berupa

beaker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang

pengaduk; perkolator; corong Buchner; rotary vacum evaporator merek Janke and

Kunkel IKA laboratechnik; pompa vacum merek Anleitung Lesen; timbangan analitik

merek Mettler Toledo AE 200.

Alat yang digunakan untuk uji geliat meliputi kotak kaca tempat pengamatan

geliat; stopwatch; jarum yang digunakan untuk pemberian per oral, berupa jarum yang ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah; spuit injeksi yang memiliki

ujung runcing dan digunakan untuk pemberian secara intraperotinial dengan merek

(57)

E. Tatacara Penelitian

Penelitian ini dilakukan menurut tata cara sebagai berikut:

1. Pembuatan Sediaan Uji a. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan yaitu daun kepel yang diperoleh dari Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu,

Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah pada bulan Agustus 2007.

b. Pembuatan serbuk

Daun kepel yang telah dikumpulkan dipisahkan dari pengotornya, kemudian

dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di bawah sinar matahari dengan ditutup

kain hitam. Setelah daun mudah dihancurkan, daun diserbuk dan diayak dengan

ayakan nomor 60 mesh sehingga diperoleh serbuk kering.

c. Pembuatan ekstrak etanol daun kepel

Empat ratus gram daun kepel yang sudah diserbuk, dimasukkan ke dalam

perkolator, kemudian direndam dengan etanol 70% sampai mencapai ketinggian 1,5

cm di atas permukaan serbuk selama 24 jam. Kran perkolator dibuka dan kecepatan

aliran diatur sehingga tiap 1 menit didapat perkolat sebanyak 20 tetes. Selama

proses perkolasi berlangsung, tinggi etanol di atas permukaan serbuk harus tetap

1-1,5 cm. Perkolat ditampung dalam Erlenmeyer. Ekstraksi dihentikan jika perkolat

yang keluar berwarna bening. Perkolat yang diperoleh disaring dengan bantuan

pompa vacum dan diuapkan dengan menggunakan rotary vacum evaporator hingga

(58)

adalah ekstrak yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang, kemudian

ekstrak kental disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas),

d. Pembuatan larutan CMC Na 0,5%

Larutan CMC Na 0,5% dibuat dengan cara menimbang dengan seksama

500,0 mg serbuk CMC Na kemudian ditaburkan di atas air panas sedikit demi

sedikit hingga mengembang sambil diaduk. Setelah terbentuk larutan kemudian

dimasukkan dalam labu ukur 100,0 ml dan ditambah aquadest hingga 100,0 ml lalu

digojog.

e. Pembuatan larutan asam asetat

Larutan asam asetat yang diujikan dalam penelitian meliputi dosis 100

mg/kgBB dan 150 mg/kgBB. Maka perhitungan kebutuhan asam asetat dengan

volume pemberian 0,5 ml/20 gramBB mencit adalah sebagai berikut:

Larutan asam asetat dosis 100 mg/kgBB

= 2,0 mg/20 gramBB = 2,0 mg/0,5 ml

= 4,0 mg/ml = 400 mg/100 ml

= 0,4 g/100 ml = 0,4%

Larutan asam asetat 0,4% dibuat dengan cara mengambil asam asetat glasial

pro analisis dengan berat jenis (BJ) 1050 mg/ml sebanyak 0,38 ml dengan

mikropipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml dan ditambah aquadest

hingga 100,0 ml.

Larutan asam asetat dosis 150 mg/kgBB

= 3,0 mg/20 gramBB = 3,0 mg/0,5 ml

(59)

= 0,6 g/100 ml = 0,6%

Larutan asam asetat 0,6% dibuat dengan cara mengambil asam asetat glasial

pro analisis dengan berat jenis (BJ) 1050 mg/ml sebanyak 0,57 ml dengan

mikropipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml dan ditambah aquadest

hingga 100,0 ml.

f. Pembuatan suspensi parasetamol dalam CMC Na 0,5%

Suspensi parasetamol yang diujikan dalam penelitian ini meliputi dosis 65

mg/kgBB dan 91 mg/kgBB, maka perhitungan kebutuhan parasetamol dengan

volume pemberian 0,5 ml/20 gramBB mencit adalah sebagai berikut:

Suspensi parasetamol dosis 65 mg/kgBB

= 1,30 mg/20 gramBB

= 1,30 mg/0,5 ml

= 2,60 mg/ml

Suspensi parasetamol 2,60 mg/ml dibuat dengan cara menimbang dengan

seksama serbuk parasetamol sebanyak 130,0 mg, setelah itu dimasukkan ke dalam

labu ukur 50,0 ml dan ditambah CMC Na 0,5% hingga 50,0 ml.

Suspensi parasetamol dosis 91 mg/kgBB

= 1,82 mg/20 gramBB

= 1,82 mg/0,5 ml

= 3,64 mg/ml

Suspensi parasetamol 3,64 mg/ml dibuat dengan cara menimbang dengan

seksama serbuk parasetamol sebanyak 182,0 mg, setelah itu dimasukkan ke dalam

(60)

g. Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun kepel dalam CMC Na 0,5%

Suspensi ekstrak etanol daun kepel yang diujikan dalam penelitian ini

adalah dosis 560 mg/kgBB dan 672 mg/kgBB, maka perhitungan kebutuhan ekstrak

etanol daun kepel dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gramBB mencit adalah

sebagai berikut:

Suspensi ekstrak etanol daun kepel dosis 560 mg/kgBB

= 11,2 mg/20 gramBB

= 11,2 mg/0,5 ml

= 22,40 mg/ml

Suspensi ekstrak etanol daun kepel 22,40 mg/ml dibuat dengan cara

menimbang dengan seksama ekstrak kental sebanyak 560,0 mg, setelah itu

dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml dan ditambah CMC Na 0,5% hingga 25,0

ml.

Suspensi ekstrak etanol daun kepel dosis 672 mg/kgBB

= 13,4 mg/20 gramBB

= 13,4 mg/0,5 ml

= 26,80 mg/ml

Suspensi ekstrak etanol daun kepel 26,80 mg/ml dibuat dengan cara

menimbang dengan seksama ekstrak kental sebanyak 670,0 mg, setelah itu

dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml dan ditambah CMC Na 0,5% hingga 25,0

(61)

2. Pemilihan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina, galur Swiss, berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan. Semua hewan uji dipelihara dengan kondisi perlakuan yang

sama meliputi: pakan, minum, kandang, dan alasnya. Sebelum digunakan dalam

percobaan, semua hewan uji diadaptasikan terlebih dahulu dengan kondisi yang

sama. Bila akan digunakan dalam perlakuan, hewan uji dipuasakan terlebih dahulu

selama ± 18-22 jam tanpa diberi makan, tetapi tetap diberi minum. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi variasi akibat adanya makanan.

3. Penetapan Kriteria Geliat

Respon yang diamati pada uji efek analgetik ini berupa geliat. Kriteria geliat

perlu ditetapkan untuk mendapatkan geliat yang hampir sama. Pedoman gerakan

mencit yang dianggap sebagai geliat adalah apabila mencit menarik kedua kaki ke

belakang dengan mengempiskan perutnya sehingga permukaan perut menempel

pada alas tempat berpijak mencit itu, yaitu alas pada kotak kaca tempat

pengamatan.

4. Uji Pendahuluan

a. Penetapan dosis asam asetat

Pada penetapan asam asetat digunakan asam asetat dengan dua peringkat

dosis yaitu 100 mg/kgBB dan 150 mg/kgBB. Sebanyak enam ekor hewan uji,

mencit betina, galur Swiss, berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan yang telah dipuasakan ± 18-22 jam dibagi ke dalam dua kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari

tiga ekor mencit yang diberi asam asetat secara intraperitonial. Geliat mencit

Gambar

Tabel 1. Jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis asam asetat ..........
Tabel 23. Data % penghambatan terhadap geliat seluruh kelompok
gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia isolat ekstrak etanol daun kepel (Sunarni, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

perusahaan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa para pemegang saham pada perusahaan go public di Indonesia cenderung menginginkan direktur utama untuk melakukan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kapabilitas kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru, baik sendiri- sendiri maupun secara bersama-sama dengan mutu

OPEN adalah senarai ( list ) yang digunakan untuk menyimpan simpul-simpul yang pernah dibangkitkan dan nilai heuristiknya telah dihitung tetapi belum terpilih

Mesin voting akan mengirimkan identitas mesin, data hasil pemilihan, dan juga nilai random kepada Central Tabulating Facility (CTF) yang didapatkan dari

Dari hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara perdarahan postpartum pada ibu bersalin dengan berat bayi makrosomia.Berat bayi lahir yang lebih dari normal atau

Kini dengan memanfaatkan Wireless Messaging API (Application Programming Interface) dari J2ME parapembuat program Java dapat mengembangkan sendiri sebuah aplikasi pengiriman

Peserta akan dinilai untuk menentukan apakah telah mencapai kompetensi sesuai dengan standar yang dijelaskan dalam Kriteria Unjuk Kerja.. Pada pelatihan berdasarkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas teknis penggunaan panel surya pada gedung perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS dan mengukur tingkat