• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem pengkondisian udara Hotel Santika Premiere Yogyakarta Lantai III - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sistem pengkondisian udara Hotel Santika Premiere Yogyakarta Lantai III - USD Repository"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

LANTAI III

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh:

FX HATMINTO WIDHI KUNCORO NIM : 065214035

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

SANTIKA PREMIERE YOGYAKARTA HOTEL

FINAL PROJECT

Presented as partitial fulfillment of the requirement To Obtain the Sarjana Teknik degree

In Mechanical Engineering

Created by :

FX HATMINTO WIDHI KUNCORO Student Number : 065214035

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAMME MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)

v

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 9 Juni 2010 Penulis,

(6)

vi

temperatur, kelembaban, kebersihan, kesejukan udara dan pendistribusian udara yang nyaman pada gedung Hotel. Pada Tugas Akhir ini penulis menggunakan Hotel Santika Premiere Yogyakarta sebagai gedung Hotel yang akan dirancang. Pengkondisian udara yang dirancang adalah lantai III Hotel Santika Premiere Yogyakarta. Sistem pengkondisian udara yang digunakan dalam perancangan ini

menggunakan sistem air-udara. Sistem air-udara ini menggunakan AHU (Air

Handling Unit) dan FCU (Fan Coil Unit). Komponen utama pada mesin pendingin/refrigerasi adalah evaporator, kompresor, katup ekspansi, kondenser. Komponen pendukung sistem pengkondisian udara yang digunakan adalah pompa,

air cooled chiller, AHU, dan FCU. Refrigeran yang digunakan adalah R-22.

Perhitungan beban pendinginan untuk gedung Hotel Santika Premiere Yogyakarta lantai III diperoleh sebesar 65,6 TR. Pada perancangan sistem

pengkondisian udara ini menggunakan Air Cooled Chiller Carrier 30 GTN 070, AHU

I Carrier 39G 0914, AHU II Carrier 39G 1724, AHU III Carrier 39G 0916, FCU

standard room Carrier 42 CMX 004, FCU deluxe room Carrier 42 CMX 006, FCU

suite room dua buah Carrier 42 CMX 004, FCU president suite room dua buah

(7)

vii

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : FX Hatminto Widhi Kuncoro

Nomor Mahasiswa : 065214016

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Sistem Pengkondisian Udara Hotel Santika Premiere Yogyakarta Lantai III

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Demikian saya memberikan

Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam Bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan

royalti Kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 9 Juni 2010

Yang menyatakan,

(8)

viii

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah

menyertai penulis dengan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Sistem Pengkondisian Udara (AC) Hotel

Santika Premiere Yogyakarta Lantai III”.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana di jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta. Dengan terselesaikannya tugas akhir ini, penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Budi Sugiharto, S.T., M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ir. PK. Purwadi, M.T., Dosen pembimbing Utama atas waktu, kesabaran,

semangat, masukkan dan kemudahan-kemudahan yang telah diberikan

kepada penulis.

4. Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing Akademik.

5. Bapak Setiyana, Chief Engineering Hotel Santika Premiere Yogyakarta.

6. Fiatin Riastuti,S.E., Sekretaris bagian Engineering Hotel Santika Premiere

(9)

ix

8. Adik penulis Ign. Subono Hadi Nugroho yang selalu memberikan semangat

dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

9. Para sahabat dan pujaan hati penulis yang selalu memberikan dukungan

dikala penulis sedang mengalami kesusahan di dalam mengerjakan tugas

akhir ini.

10. Teman-teman seperjuangan kelompok TA, Evan dan Simeon Hermawan

terimakasih atas sumbangan pemikiran di dalam menyelesaikan Tugas

Akhir ini.

11. Ignatius Tri Widaryanta selaku karyawan Sekretariat Fakultas Sains dan

Teknologi atas waktu dan kesabarannya dalam menyelesaikan

administrasi-administrasi penulis.

12. Seluruh staff pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata

Dharma yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada

kami

13. Serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah

ikut membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu

diperbaiki dalam Tugas Akhir ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

masukkan yang membangun dari para pembaca sehingga naskah ini dapat lebih

(10)

x

Yogyakarta, 9 Juni 2010

Penulis,

(11)

xi

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 3

1.4. Langkah Perancangan... 3

(12)

xii

2.1.1. Perpindahan Kalor Secara Konduksi ... 5

2.1.2. Perpindahan Kalor Secara Konveksi... 5

2.1.3. Perpindahan Kalor Secara Radiasi ... 6

2.2. Sistem Penyegaran Udara dan Peralatannya... 6

2.3. Sistem Penyegaran Udara ... 6

2.3.1. Sistem Udara Penuh ... 6

2.3.2. Sistem Air Penuh... 8

2.3.3. Sistem Air-Udara ... 8

2.4. Mesin Pendingin Dengan Siklus Kompresi Uap ... 10

2.4.1. Proses Siklus kompresi Uap ...……… 10

2.4.2. Perhitungan Siklus kompresi Uap ... 13

2.5. Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara .... 15

2.6. Komponen Utama Mesin Pendingin/Refrigerasi ... 16

2.6.1. Kompresor ... 16

2.6.2. Kondenser ... 19

2.6.3. Katup Expansi ... 21

2.6.4. Evaporator ... 21

2.7. Komponen Pendukung Dalam Sistem Penyegaran Udara ... 22

2.7.1. Pompa ... 22

(13)

xiii

2.8. Refrigeran ... 24

2.9. Sistem Perpipaan ... 25

2.9.1. Sistem Perpipaan Pada Refrigeran ... 25

2.9.2. Sistem Perpipaan Pada Air Dingin Dan Udara Dingin... 26

BAB III BEBAN PENDINGINAN 3.1. Kalor Sensibel ... 27

3.2. Kalor Laten ... 28

3.3. Kondisi Umum Bangunan ... 29

3.4. Rumus yang Digunakan Dalam Perhitungan Beban Pendinginan ... 33

3.4.1. Konduksi Melalui Lantai, Kaca, Dinding dan Atap Bangunan.. 33

3.4.2. Radiasi Sinar Matahari Melalui Kaca ... 33

3.4.3. Lampu dan Peralatan Listrik ... 34

3.4.4. Manusia ... 34

3.4.5. Ventilasi ... 35

3.5. Perhitungan Beban Pendinginan pada Lantai III Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 36

3.5.1. Standard Room Hotel Santika Premiere Lantai III ... 36

3.5.2. Deluxe Room Hotel Santika Premiere Lantai III ... 48

3.5.3. Suite Room Hotel Santika Premiere Lantai III ... 52

(14)

xiv

3.6. Psychometric Chart ... 72

3.6.1. AHU I Pada Lantai III ... 73

3.6.2. AHU II Pada Lantai III ... 76

3.6.3. AHU III Pada Lantai III ... 80

BAB IV PEMILIHAN AIR COOLED CHILLER, AHU, dan FCU 4.1. Air Cooled Chiller ... 87

4.4.1. Pemilihan FCU untuk Standard Room ... 98

4.4.2. Pemilihan FCU untuk Deluxe Room ... 100

4.4.3. Pemilihan FCU untuk Suite Room ... 101

4.4.4. Pemilihan FCU President Suite Room ………. 102

4.4.5. Pemilihan FCU untuk Accounting Room ... 102

BAB V PERANCANGAN SISTEM PERPIPAAN dan DUCTING 5.1. Sistem Perpipaan yang Digunakan ... 104

5.2. Debit Air Pendingin Melalui Unit Penyegar Udara ... 105

(15)

xv

5.3.3. Sistem Perpipaan Jalur III ... 119

5.3.4. Sistem Perpipaan Jalur IV ... 123

5.4. Perhitungan Head Pompa ... 126

5.4.1. Perhitungan Head Pompa Jalur I ... 126

5.4.2. Perhitungan Head Pompa Jalur II ... 126

5.4.3. Perhitungan Head Pompa Jalur III ... 128

5.4.4. Perhitungan Head Pompa Jalur IV ... 129

5.5. Sistem Ducting Lantai III Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 130

5.5.1. Perancangan Ducting untuk AHU I ... 136

5.5.2. Perancangan Ducting untuk AHU II ... 139

5.5.3. Perancangan Ducting untuk AHU III ... 142

BAB VI LANGKAH-LANGKAH MENGHEMAT ENERGI PADA HOTEL BERBINTANG 6.1. Langkah-langkah Menghemat Energi Pada Hotel Berbintang ... 144

6.1.1. Pergunakan FCU, AHU, atau AC Paket Seoptimal Mungkin... 145

6.1.2. Menurunkan Jumlah Jam kerja Mesin Pendingin ... 146

6.1.3. Mencegah Pemasukkan Udara Dari Luar Gedung ... 146

6.1.4. Mengurangi Pemakaian Peralatan/Bahan yang Mampu Menimbulkan Panas ... 147

(16)

xvi

(17)

xvii

Tabel 3.1. Faktor Perpindahan Panas Maksimum (U) untuk Kaca ... 37

Tabel 3.2. Faktor Perpindahan Panas Maksimum (U) untuk Dinding ... 38

Tabel 3.3. Faktor Perpindahan Panas Maksimum (U) untuk Langit-langit ... 39

Tabel 3.4. Harga SHGF Kaca untuk Lintang Utara dan Selatan ………. 41

Tabel 3.5. Shading Coefficients for Glass Without or With Interior Shading ... 42

Tabel 3.6. Cooling Load Factors for Glass With Interior shading ... 43

Tabel 3.7. Sensible and Laten Heat Gain Pada Manusia ... 45

Tabel 3.8. Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Standard Room ... 46

Tabel 3.9. Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Deluxe Room ... 51

Tabel 3.10. Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Suite Room ... 56

Tabel 3.11. Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan President Suite Room ... 61

Tabel 3.12. Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Accounting Room... 66

Tabel 3.13. Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Koridor... 71

Tabel 4.1. Jenis-jenis Air Cooled Chiller Carrier 30GTN,GTR ... 87

Tabel 4.2. Spesifikasi Water Chiller Tipe 30GTN-060PW, pada 50 Hz ... 88

Tabel 4.3. Cooling Capacity pada frekuensi 50 Hz ... 89

Tabel 4.4. Physical Data of AHU Jenis-jenis AHU Carrier 39 G ... 92

Tabel 4.5. Spesifikasi FCU 42CMX,C/V-2ROW …... 98

(18)

xviii

Perpipaan Jalur 1... 113

Tabel 5.4. Hasil Perhitungan Friction Loss dan Pressure Drop untuk Perpipaan Jalur 2... 117

Tabel 5.5. Hasil Perhitungan Friction Loss dan Pressure Drop untuk Perpipaan Jalur 3... 120

Tabel 5.6. Hasil Perhitungan Friction Loss dan Pressure Drop untuk Perpipaan Jalur 4... 124

Tabel 5.7 Recommended maximum duct velocity for low velocity system (FPM) ... 132

Tabel 5.8. Hasil Perhitungan Ducting AHU I lantai III ... 136

Tabel 5.9. Hasil Perhitungan Ducting AHU II bagian A lantai III ... 139

Tabel 5.10 Hasil Perhitungan Ducting AHU II bagian B lantai III ... 140

(19)

xix

Gambar 1.1. Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 4

Gambar 2.1. Sistem Udara Penuh ... 7

Gambar 2.2. Sistem Air Penuh ... 8

Gambar 2.3. Sistem Air-Udara ... 9

Gambar 2.4. Siklus Kompresi Uap ... 12

Gambar 2.5. Diagram P-h ... 13

Gambar 2.6. Kompresor Torak ... 17

Gambar 2.7. Langkah Kerja Kompresor ... 18

Gambar 2.8. Kondenser Berpendingin Udara ... 20

Gambar 2.9. Flooded Evaporator dan Direct Expansion Evaporator ... 22

Gambar 2.10. Pemisah Minyak Pelumas Dengan Penyaring... 23

Gambar 3.1. Denah Gedung Hotel Santika Premiere Yogyakarta Lantai III ... 29

Gambar 3.2. Psikometrik Beban Pendinginan untuk AHU1 lantai III ... 84

Gambar 3.3. Psikometrik Beban Pendinginan untuk AHU II lantai III ... 85

Gambar 3.4. Psikometrik Beban Pendinginan untuk AHU III lantai III ... 86

Gambar 4.1. Gambar grafik pemilihan AHU... 93

Gambar 4.2. AHU Carrier 39G ... 94

Gambar 4.3. FCU 42CMX,C/V-2ROW ... 99

Gambar 5.1. Two Pipe Direct Return System ... 105

(20)

xx

Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 112

Gambar 5.4. Skema sistem perpipaan jalur I lantai III

Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 115

Gambar 5.5. Skema sistem perpipaan jalur II lantai III

Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 118

Gambar 5.6. Skema sistem perpipaan jalur III lantai III

Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 122

Gambar 5.7. Skema sistem perpipaan jalur IV lantai III

Hotel Santika Premiere Yogyakarta... 125

Gambar 5.8. Friction Loss For Air Flow in Galvanized Steel round Ducts ... 133

Gambar 5.9. Equivalent round duct sizes ... 134

Gambar 5.10. Sistem ducting untuk AHU I lantai III

Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 135

Gambar 5.11. Sistem ducting untuk AHU II bagian A lantai III

Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 137

Gambar 5.12. Sistem ducting untuk AHU II bagian B lantai III

Hotel Santika Premiere Yogyakarta ... 138

Gambar 5.13. Sistem ducting untuk AHU III lantai III

(21)

1.1Latar Belakang

Pada masa sekarang ini tuntutan kebutuhan hidup makin lama makin

banyak. Salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan

rasa nyaman di dalam beraktivitas. Kenyamanan di dalam beraktivitas dapat

dicapai dengan tersedianya lingkungan yang bersih, sejuk, dan bebas dari polusi.

Tentu keadaan yang seperti ini sudah sangat jarang ditemukan, khususnya daerah

perkotaan.

Udara kotor dapat disebabkan karena adanya berbagai macam polusi udara.

Polusi udara ini dapat disebabkan dari berbagai macam sumber, yaitu asap

knalpot kendaraan bermotor, asap rokok, asap dari pabrik-pabrik yang beroperasi,

asap pembakaran sampah, bakteri/virus, bau keringat manusia.

Dalam kondisi seperti ini, manusia dituntut untuk aktif di dalam berbagai

macam kegiatan/aktivitas. Akan tetapi, dengan keadaan udara yang panas, kotor,

dan kurangnya suplai oksigen dalam udara akan menyebabkan timbulnya sick syndrome building. Sick syndrome building yang memiliki gejala manusia menjadi cepat lelah, lemah, mengantuk dan sesak nafas.

Udara kotor dapat disebabkan karena adanya berbagai macam polusi

(22)

knalpot kendaraan bermotor, asap rokok, asap dari pabrik-pabrik yang beroperasi,

asap pembakaran sampah, bakteri/virus, bau keringat manusia.pada bangunan

dapat berupa AC sentral atau AC split. Untuk bangunan dengan ukuran yang

besar, seperti rumah sakit, bank, perkantoran, hotel, supermarket, mall dll lebih

cocok menggunakan AC sentral, tetapi untuk bangunan dengan ukuran kecil

ataupun sedang akan lebih cocok menggunakan AC split.

Gedung Hotel Santika Premiere Yogyakarta merupakan salah satu gedung

yang berperan penting dalam mobilitas tamu pengunjung atau turis/ wisatawan

asing maupun domestik dengan berbagai keperluan/ kegiatan. Oleh karena itu,

untuk mendukung seluruh kegiatan di dalamnya, maka pengkondisian udara di

dalam gedung hotel harus dibuat sedemikian rupa sehingga pengunjung di

dalamnya merasa nyaman dan betah.

1.2Tujuan

1. Mengkondisikan udara dalam suatu ruangan pada suhu yang nyaman.

2. Mengkondisikan udara dalam suatu ruangan pada RH (kelembaban) tertentu.

3. Mengkondisikan ruangan agar udara segar tercukupi.

4. Menjaga agar udara di dalam ruangan bersih dan terbebas dari polusi, baik itu

dari debu, kuman, virus, bakteri, maupun bibit penyakit.

5. Menghilangkan bau – bau yang menyengat dari ruangan.

(23)

7. Mengatur sirkulasi aliran udara dalam ruangan.

1.3Manfaat

1. Membuat tamu hotel merasa nyaman untuk beristirahat di dalam kamar.

2. Membuat tamu hotel merasa betah di dalam hotel

3. Memberikan suplai udara segar untuk para staff dan tamu hotel.

4. Meningkatkan produktifitas para staff Hotel Santika Primiere Yogyakarta.

1.4Langkah Perancangan

1. Menentukan gedung yang akan dijadikan sebagai latar perancangan.

2. Mengetahui atau menggambar terlebih dahulu denah ruangan.

3. Menggambar rancangan lengkap sistem rancangan udara, baik itu ducting

maupun sistem perpipaan.

4. Melakukan perhitungan beban pendinginan dalam setiap ruangan.

5. Menentukan water chiller dan cooling tower yang akan digunakan sesuai

beban pendinginan.

6. Merancang sistem ducting dan sistem perpipaan

1.5Batasan Masalah

Batasan masalah dalam perancangan ini adalah merancang sistem

(24)

Premiere Yogyakarta yang terarah di Jalan Jenderal Sudirman No.19

Yogyakarta. Sistem pengkondisian yang dipilih adalah sistem AC sentral,

• AC sentral ini dirancang menggunakan mesin pendinginan udara (Air

Cooled Chiller), AHU (Air Handling Unit), dan FCU (Fan Coil Unit)

• Air Cooled Chiller, AHU, dan FCU yang akan digunakan pada

rancangan ini sudah terdapat dipasaran.

• Temperatur udara lingkungan yang terarah diluar dan didalam ruangan

dianggap tetap (yang tidak berubah terhadap waktu).

(25)

2.1. Mekanisme Perpindahan Kalor

Panas didefinisikan sebagai bentuk energi yang berpindah antara dua sistem yang

dikarenakan perbedaan temperatur. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari,

kalor sering digunakan untuk mengartikan tenaga dalam (energi internal).

Dalam termodinamika, kalor dan energi internal adalah dua hal yang berbeda, energi

adalah suatu sifat tetapi kalor bukan merupakan sifat. Suatu benda mengandung energi

tetapi bukan kalor, energi berhubungan dengan suatu keadaan sedangkan kalor

berhubungan dengan proses. Maka dalam termodinamika, kalor berarti heat transfer.

Perpindahan kalor (heat transfer) adalah energi sebagai hasil dari perbedaan temperatur. Adapun mekanisme perpindahan kalor dapat terjadi secara konduksi,

konveksi, dan radiasi.

2.1.1. Perpindahan Kalor Secara Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses mengalirnya kalor dari

daerahyang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur lebih rendah di

dalam satu medium atau antar medium berlainan yang bersinggungan secara

langsung.

2.1.2. Perpindahan Kalor Secara Konveksi

Perpindahan kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor yang

disebabkan karena adanya fluida yang mengalir. Perpindahan kalor

(26)

(forced convection). Konveksi alami terjadi karena adanya fluida yang mengalir tanpa ada sumber gerakan dari luar. Sedangkan konveksi paksa

terjadi karena adanya sumber gerakan dari luar yang menyebabkan fluida

mengalir, misalnya kipas, pompa, kompresor, blower, dan sebagainya.

2.1.3. Perpindahan Kalor Secara Radiasi

Perpindahan kalor secara radiasi adalah perpindahan panas oleh adanya

gerakan gelombang elektromagnetik. Pads perpindahan panas konduksi

dan konveksi memerlukan adanya media, tetapi pads perpindahan kalor

secara radiasi di ruang hampa atau tanpa adanya perantara medium juga

dapat terjadi.

2.2. Sistem Penyegaran Udara dan Peralatannya

Tujuan dari penyegaran udara adalah supaya temperatur, kelembaban,

kebersihan dan distribusi udara dalam ruangan dapat dipertahankan pada tingkat

yang diinginkan.

2.3. Sistem Penyegaran Udara

Jenis sistem penyegaran udara yang digunakan dalam perancangan adalah

sistem udara penuh, sistem air penuh dan sistem air-udara.

2 .3 .1 . Sis te m Uda ra Pe nuh

Pada sistem udara penuh campuran udara luar dan udara ruangan

(27)

ruangan melalui saluran ud ara (d u ct in g ) . Mesin pendingin dari sistem udara penuh terletak di luar ruangan yang akan disegarkan.

(28)

2.3.2.Sistem Air Penuh

Pada sistem air penuh air din gin dialirkan melalu i FCU

untuk p enyegaran udara. FCU diletakkan di dalam ruangan yang akan

dikondisikan udaranya dan udara luar yang diperlukan untuk ventilasi

dimasukkan melalui celah-celah pintu, jendela atau lubang udara pada

dinding.

Gambar 2.2. Sistem Air Penuh

2 .3 .3 . Sis te m Air -Uda ra

Dalam sistem air-udara, seperti terlihat pada Gambar 2.3, unit

koil-kipas udara atau unit induksi dipasang di dalam ruangan yang akan

disegarkan. Air dingin (dalam hal pendinginan) atau air panas (dalam hal

(29)

dialirkan melalui unit tersebut sehingga menjadi dingin atau panas.

Selanjutnya, udara tersebut bersirkulasi di dalam ruangan. Demikian pula

untuk keperluan ventilasi, udara luar yang telah didinginkan atau

dipanaskan.

Seperti terlihat pada Gambar 2.3, untuk sistem air-udara jumlah

pemasukan udara ke dalam ruangan biasanya sama dengan jumlah udara

luar untuk ventilasi atau jumlah udara yang dikeluarkan dari ruangan.

Udara luar tersebut di atas, didinginkan atau dipanaskan dan termasuk

sebagian dari beban kalor ruangan, sehingga sering disebut sebagai udara

primer. Pada umumnya, sebagian kalor sensibel dari ruangan diatasi oleh

unit ruangan, sedangkan kalor laten diatasi oleh udara primer.

(30)

2.4. Mesin Pendingin Dengan Siklus Kompresi Uap 2.4.1. Proses Siklus Kompresi Uap

Mesin pendingin dengan siklus kompresi uap menggunakan empat

komponen utama yaitu: kompresor, kondensor, katup ekspansi dan

evaporator. Sistem ini menggunakan kompresor untuk mengalirkan

refrigeran yang ada di dalam sistem. Kompresor mengisap uap refrigeran

dari ruang penampung uap.di dalam penampung uap, tekanannya

diusahakan supaya tetap rendah agar refrigerant senantiasa berada dalam

keadaan uap dan bertemperatur rendah. Di dalam kompresor, tekanan

refrigeran dinaikkan sehingga memudahkan pencairannya kembali. Energi

yang diperlukan untuk kompresi diberikan oleh motor listrik yang

menggerakkan kompresor. Uap refrigeran yang bertekanan dan

bertemperatur tinggi pada akhir kompresi dapat dengan mudah dicairkan

dengan mendinginkannya dengan air pendingin atau dengan udara

lingkungan temperatur normal. Di mana uap refrigeran melepaskan kalor

laten pengembunannya kepada air pendingin atau udara pendingin di dalam

kondenser, sehingga mengembun dan menjadi cair.

Selama refrigeran mengalami perubahan dari fasa uap ke fasa cair,

terdapat campuran refrigeran dalam fasa uap dan cair, tekanan

pengembunan dan temperatur pengembunannya konstan.

Kalor yang dikeluarkan di dalam kondenser adalah jumlah kalor yang

diperoleh dari udara yang mengalir melalui evaporator (kapasitas

(31)

refrigeran. Uap refrigeran menjadi cair sempurna di dalam kondensor,

kemudian dialirkan ke dalam pipa evaporator melalui katup ekspansi.

Dalam hal ini, temperatur refrigeran cair biasanya 5-10 °F lebih rendah dari

temperatur refrigeran cair jenuh pada tekanan kondensasinya. Temperatur

tersebut menyatakan besarnya derajat pendinginan lanjut (degree of subcooling).

Untuk menurunkan tekanan dari refrigeran cair bertekanan tinggi

yang dicairkan di dalam kondensor supaya dapat mudah menguap maka

dipergunakan alai yaitu katup ekspansi atau pipa kapiler. Diameter dalam

dan panjang dari katup ekspansi ditentukan berdasarkan besarnya

perbedaan tekanan yang diinginkan, antara bagian yang bertekanan tinggi

dan bagian yang bertekanan rendah, dan jumlah refrigeran yang

bersirkulasi.

Tekanan cairan refrigeran yang keluar dari katup ekspansi

didistribusikan secara merata ke dalam pipa evaporator. Di dalam

evaporator, refrigeran akan menguap dan menyerap kalor dari udara

ruangan yang dialirkan melalui permukaan luar dari pipa evaporator.

Apabila udara didinginkan di bawah titik embun, maka air yang ada dalam

(32)

Gambar 2.4. Siklus kompresi uap

Cairan refrigeran diuapkan secara berangsur-angsur karena menerima

kalor laten penguapan, selama mengalir di dalam pipa evaporator. Selama

proses penguapan, di dalam pipa akan terdapat campuran refrigeran dalam

fasa cair dan gas. Oleh sebab itu, biasanya dilakukan pemanasan lanjut

(superheating) sebesar 5 - 10 0F lebih tinggi dari uap jenuh, agar refrigeran masuk ke kompresor semuanya berwujud gas. Selanjutnya refrigeran

masuk ke dalam kompresor dan siklus tersebut terjadi secara

berulang-ulang. Tujuan lain dari subcooling dan superheating adalah untuk

(33)

Gambar 2.5. Diagram P – h

Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap yang ditunjukkan pada

Gambar 2.5. sebagai berikut :

1 - 2 : Proses kompresi berlangsung di kompresor

2 - 4 : Proses penurunan temperatur dan proses pengembunan

4 - 5 : Proses pendinginan lanjut (subcooling)

5 - 6 : Proses penurunan tekanan (throtling) berlangsung di katup ekspansi 6 - 1 : Proses penguapan berlangsung di evaporator

2.4.2. Perhitungan Siklus Kompresi Uap

Perhitungan siklus kompresi uap dengan berdasarkan diagram P – h

dapat menentukan besarnya daya kompresor yang diperlukan dan COP

yang dihasilkan oleh mesin pendingin. Daya kompresor yang diperlukan

untuk mengkondisikan udara pada temperatur tertentu adalah :

(34)

keterangan :

̇ : massa aliran refrigeran (lb/menit)

h1 : besarnya entalpi pada saat masuk kompresor (BTU/lb)

h2 : besarnya entalpi pada saat keluar dari kompresor (BTU/lb)

Refrigeration Effect (RE) adalah

RE = h1 —h6 (BTU/Ib) ……… (2.2)

Keterangan :

H6 : besarnya entalpi pada saat masuk evaporator (BTU/lb)

Kalor yang diserap evaporator adalah :

Qin = ̇r (h1—h6) (BTU/mnt)………..(2.3)

Dari persamaan (2.2) dan (2.3), maka laju aliran massa refrigeran dapat

ditulis :

̇ =

( lb/ m enit) ………. . ( 2 .4 )

Kalor yang dilepas kondenser adalah

Qout = ̇ (h2—h4) (BTU/mnt) ………..(2.5)

Keterangan :

(35)

COP yang dihasilkan oleh mesin pendingin adalah :

=

………. . … ( 2 .6 )

2.5. Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara

Sistem penyegaran udara untuk kenyamanan manusia dirancang agar

temperatur, kelembapan, kebersihan dan pendistribusian udara dapat

dipertahankan pada keadaan yang diinginkan. Oleh sebab itu, perancangan

harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam pemilihan sistem penyegaran

udara. Adapun faktor-faktor pemilihan sistem penyegaran udara meliputi :

a. Faktor kenyamanan

Kenyamanan pada sistem penyegaran udara yang dirancang ditentukan oleh

beberapa parameter, antara lain : aliran udara, kebersihan udara, bau, kualitas

ventilasi, tingkat kebisingan dan interior ruangan. Tingkat keadaan pada

sistem penyegaran udara dirancang dapat diatur dengan sistem pengaturan

yang ada pada mesin penyegar udara.

b. Faktor ekonomi

Dalam proses pemasangan, operasi dan perawatan, serta sistem pengaturan

yang digunakan harus diperhitungkan pula segi-segi ekonominya. Oleh sebab

itu, dalam perancangan sistem penyegaran udara harus mempertimbangkan

biaya awal, operasional, dan biaya perawatan yaitu sistem tersebut dapat

(36)

c. Faktor operasi dan perawatan

Pemilihan sistem penyegaran udara yang paling disukai adalah sistem yang

mudah dipahami konstruksi, susunan dan cara menjalankannya. Beberapa

faktor pertimbangan operasi dan perawatan meliputi :

− Konstruksi sederhana

− Tahan lama

− Mudah direparasi jika terjadi kerusakan

− Mudah perawatannya

− Dapat fleksibel melayani perubahan kondisi operasi

− Efisiensi tinggi

2.6.Komponen Utama Mesin Pendingin/Refrigerasi

Komponen utama dari mesm pendingin/ refrigerasi terdiri dari kompresor,

kondenser, katup ekspansi dan evaporator.

2.6.1. Kompresor

Dalam siste m p en yegaran u d ara, fu n gs i d ari ko mp reso r

ad alah un tu k mengalirkan dan menaikkan tekanan refrigeran dalam

mesin pendingin agar dapat berlangsung proses pendingin. Kompresor

terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

− Kompresor torak (reciprocating compressor) − Kompresor rotary (rotary compressor)

(37)

− Kompresor hermetik (hermetic compressor)

− Kompresor semi hermetik

Perancangan penyegaran udara ini akan digunakan jenis kompresor

torak (reciprocating compressor) dengan pertimbangan efisiensi tinggi, tidak berisik, dan umur pakai lebih panjang. Pada Gambar 2.6.

menunjukkan konstruksi dari kompresor torak.

Gambar 2.6. kompresor torak Adapun cara kerja kompresor torak sebagai berikut :

Lubang yang dilalui refrigeran menuju ke kompresor dan dari

kompresor dikontrol oleh katup masuk (suction valve) dan katup keluar (discharge valve). Kedua katup tersebut terletak pada bagian tutup silinder. Gerak naik turun katup menyebabkan refrigeran dapat mengalir

(38)

Pada saat torak bergerak ke bawah (menjauhi dari katup masuk)

maka tekanan di dalam silinder menjadi berkurang lebih kecil dibanding

tekanan di atasnya, dengan demikian refrigeran akan dapat mendorong

katup masuk ke sebelah dalam dan mengalirlah refrigeran masuk ke dalam

silinder kompresor.

Pada saat gerak katup ke atas dan katup tertutup (karena telah

dicapai keseimbangan) tekanan di dalam silinder naik sedikit demi sedikit

sesuai dengan jarak yang sudah ditempuh torak. Akibat daya dorong ke

atas maka uap refrigerant terkompresikan sehingga sanggup mendorong

katup keluar (discharge valve) ke arah atas dan dapat mengalirkan refrigeran tersebut menuju kondenser pada tekanan dan temperatur tinggi.

(39)

Berdasarkan Gambar 2.7. torak berada di titik mati atas, katup masuk

(suction valve) dan katup keluar (discharge valve) tertutup. Katup keluar (discharge valve) tertutup karena gaya tekan dari luar terhadapnya, sedangkan katup masuk (suction valve) tertutup karena tekanan yang ada pada ruang antara (clearance) kepala kepala torak dengan tutup silinder. Jika torak bergerak ke bawah tekanan di dalam silinder menjadi menurun

karena volumenya membesar. Pada saat tekanannya lebih kecil dari

tekanan masuk, katup saluran masuk terbuka dan uap akan mengalir

masuk ke dalam silinder. Kejadian ini akan terus terjadi sampai torak

mencapai titik mati bawah. Setelah mencapai titik mati bawah, katup

masuk akan tertutup lagi karena gaya pegas.yang bekerja padanya.

Kemudian torak bergerak lagi ke atas, volume di dalam silinder mengecil,

berarti uap yang ada di dalammya tertekan dan tekanannya menjadi naik.

Pada saat tekanan uap tersebut lebih besar dari gays pegas pada katup

keluar (discharge valve) maka katup keluar akan terbuka dan uap akan mengalir ke dalam kondenser.

2.6.2. Kondenser

Fungsi dari kondenser adalah untuk mendinginkan atau

mengembunkan uap refrigeran di dalam sistem penyegaran udara sehingga

refrigeran tersebutberubah fase menjadi cair. Jumlah kalor yang dilepaskan

oleh kondenser ke media pendingin merupakan jumlah kalor yang diterima

dari evaporator dan kalor akibat kompresi oleh kompresor. Berdasarkan

(40)

− Kondenser berpendinginan udara (air cooled) − Kondenser berpendinginan air (water cooled) − Kondenser jenis campuran (evaporative)

Pada perancangan sistem penyegaran udara akan digunakan

kondenser berpendinginan udara (air cooled). Pada Gambar 2.8.

menunjukkan salah satu jenis dari kondenser berpendinginan udara.

Gambar 2.8. Kondenser berpendinginan udara

Kondenser berpendinginan udara menggunakan udara yang berada

disekitar kondenser untuk mendinginkan koil-koil kondenser. Kondenser

jenis pada umumnya memiliki fan dibagian atas untuk mensirkulasikan

udara melewati koil-koil kondenser. Kondenser ini memiliki biaya

perawatan yang lebih murah dan pengoprasiannya mudah. Kondenser tipe

ini harus dipasang pada bagian atap gedung, supaya mendapatkan udara

(41)

2.6.3. Katup Ekspansi

Fungsi dari katup ekspansi adalah untuk menurunkan tekanan cairan

refrigeran dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah dan mengatur

jumlah refrigeran yang masuk ke dalam evaporator sesuai dengan beban

pendinginan yang harus dilayani oleh evaporator. Katup ekspansi yang

banyak digunakan adalah

1. Katup ekspansi otomatis termostatik

2. Katup ekspansi manual

3. Katup ekspansi tekanan konstan

4. Pipa kapiler

5. Orifice plates

2.6.4. Evaporator

Fungsi dari evaporator adalah untuk menyerap kalor pada suatu

produk yang akan didinginkan serta untuk menguapkan cairan refrigeran

yang ada di dalam sistem penyegaran udara. Temperatur refrigeran di

dalam evaporator selalu lebih rendah daripada temperatur sekelilingnya,

sehingga kalor yang ada di sekelilingnya dapat diserap oleh refrigeran.

Evaporator menguapkan cairan refrigeran agar tidak merusak kompresor.

Pada water chiller, evaporator digunakan untuk mendinginkan air dan merubah fase refrigerant menjadi gas. Air yang telah didinginkan pada

(42)

yaitu :

- flooded evaporator

- direct expansion evaporator

Gambar 2.9.Flooded Evaporator (kiri) dan Direct Expansion Evaporator (kanan)

2.7. Komponen Pendukung Dalam Sistem Penyegaran Udara 2.7.1. Pompa

Dalam hal ini, pompa berfungsi untuk mensirkulasikan air dingin ke

dalam ruangan yang akan dikondisikan udaranya serta untuk

memompakan air dari dan ke evaporator untuk didinginkan. Pada

perancangan penyegaran udara ini digunakan pompa sentrifugal, dengan

pertimbangan perawatan dan pengoprasiannya yang mudah.

2.7.2. Kipas dan Blower

Kipas berfungsi untuk menghisap udara dari luar atau ke luar

ruangan. Blower juga mempunyai fungsi yang sama, hanya saja blower

(43)

2.7.3. Pemisah Minyak Pelumas

Kompresor torak merupakan salah satu jenis kompresor yang

membutuhkan pelumasan untuk mengurangi gesekan antara bagian ring

piston dan dinding silinder. Pelumas (refrigerator oil) yang digunakan

untuk melumasi kompresor akan bercampur dengan refrigeran. Pelumas

akan mengganggu proses perpindahan kalor yang terjadi di evaporator dan

kondenser.

Untuk mencegah terjadinya minyak pelumas ikut masuk ke dalam

kondenser dan kemudian masuk evaporator, maka perlu dipasang pemisah

minyak pelumas di antara kompresor dan kondenser. Pemisah tersebut

akan memisahkan pelumas dari refrigeran dan akan mengalirkannya

kembali ke dalam ruang engkol kompresor.

Gambar 2.10. Pemisah Minyak Pelumas dengan Uap Refrigerant

Minyak yang terpisah tersebut akan berkumpul di bagian bawah dari

pemisah minyak pelumas. Apabila permukaan minyak pelumas telah

mencapai suatu ketinggian tertentu, minyak pelumas tersebut akan

(44)

pelampung mencapai suatu posisi tertentu.

2.7.4. Saringan

Saringan berfungsi sebagai penyaring kotoran yang akan

mengganggu. Kotoran yang ada di dalam refrigeran yang bersirkulasi

dapat menempel dan mengendap dalam orifice dari katup ekspansi, katup

hisap atau katup buang kompresor, sehingga akan menggangu kerja dari

kompresor.

2.8. Refrigeran

Refrigeran adalah suatu zat yang mudah diubah bentuknya dari gas menjadi

cair atau sebaliknya, dipakai untuk menyerap kalor dari evaporator dan

membuang kalor di kondenser.

Dalam pemilihan refrigeran, sifat-sifat refrigeran yang perlu diperhatikan adalah

1. Tekanan evaporator dan tekanan kondenser diusahakan lebih besar dari

tekanan atmosfir untuk mencegah udara masuk dan memudahkan mencari

kebocoran.

2. Mempunyai viskositas yang rendah.

3. Tidak beracun dan berbau merangsang.

4. Tidak mudah terbakar dan mudah meledak.

5. Tidak bersifat korosif.

(45)

7. Mempunyai susunan kimia yang stabil, tidak terurai jika dimampatkan

(dikompesi), diembunkan dan divapkan

8. Mempunyai kalor laten yang besar agar kalor penguapan yang terjadi di

evaporator besar sehingga dapat menyerap kalor dalam jumlah yang besar

pula dan refrigeran yang bersirkulasi sedikit.

9. Hemat energi

10. Ramah lingkungan (tidak merusak ozon)

2.9. Sistem Perpipaan

2.9.1. Sistem Perpipaan Pada Refrigeran

Dalam menentukan ukuran pipa refrigeran perlu diperhatikan

faktor-faktor yang berhubungan dengan ekonomi dan kerugian akibat gesekan

(friction loss). Jika dilihat dari segi ekonomi tentunya dipilih ukuran pipa sekecil mungkin, akan tetapi dari segi lain akan dijumpai beberapa

kerugian yang akan timbul akibat kerugian gesek, baik pada pipa suction

maupun pada pipa discharge, yang nantinya akan mempengaruhi kapasitas

(46)

2.9.2. Sistem Perpipaan Pada Air Dingin Dan Udara Dingin

Kunci keberhasilan dari sistem pendinginan adalah sebagian besar

tergantung pada perencanaan sistem perpipaan. Dalam pemasangan

perpipaan diusahakan tidak terlalu banyak belokan dan sambungan guna

untuk mengurangi timbulnya kerugian gesekan (friction loss) dan kerugian tekanan (pressure loss) yang terjadi.

Pipa-pipa pada yang mengalir air dingin atau udara dingin untuk

menyegarkan ruangan harus diisolasi karena ada perbedaan temperatur

antara air dingin atau udara dingin dengan udara luar. Tujuan lain dari

isolasi adalah untuk mengurangi masuknya kalor ke fluida kerja dari

dinding pipa. Bahan isolasi pipa dapat mengunakan asbestos, serat kaca,

magnesium karbida, kalsium silikat, busa polistilen dan bulu binatang

ternak. Untuk mencegah perembesan air embun melalui isolasi maka

(47)

BAB III

BEBAN PENDINGINAN

Dalam perancangan sistem penyegaran udara, beban pendinginan

merupakan h a l y a n g p a l i n g p e n t i n g . U n t u k m e m p e r o l e h

k e n y a m a n a n m a k a b e b a n pendinginan perlu diperhitungkan. Beban

pendinginan yang dihitung juga akan menentukan sistem perpipaan dan ukuran

ducting dari sistem penyegaran udara.

Sumber beban pendinginan suatu ruangan ada, 2 macam yaitu beban kalor

sensible dan beban kalor latent. Beban kalor sensible adalah beban karena kalor

yang dilepas atau diperlukan untuk merubah temperatur. Sedangkan

beban kalor latent adalah beban karena kalor yang dilepas atau diperlukan untuk

berubah fase.

3.1. Kalor Sensible

Kalor sensible suatu ruangan dapat ditimbulkan oleh

1. Manusia

2. Penyinaran matahari

3. Perbedaan temperatur udara luar dan udara ruangan (ventilasi)

4. Peralatan listrik yang dioperasikan di dalam ruangan

5. Benda yang bertemperatur tinggi, seperti kopi, air panas, dan

makanan yang bertemperatur tinggi.

(48)

3.2. Kalor Latent

Kalor latent suatu ruangan dapat ditimbulkan oleh:

1. Manusia.

2. Kebocoran udara dengan temperatur yang berbeda

3. Perbedaan kelembaban udara luar dan udara ruangan (ventilasi)

4. Pengembunan bahan-bahan yang disimpan

5. Pengembunan karena air panas dan gas

(49)

3.3. Kondisi Umum Bangunan

Dalam perancangan sistem penyegaran udara (AC) pada Hotel Santika

terletak di kota Yogyakarta yaitu pada 7,48o LS dan 110,22o BT. Namun

dalam hal ini, untuk menentukan beberapa parameter dalam perancangan,

digunakan kota Jakarta sebagai acuan perancangan yang terletak pada 6o LS

dan 107o BT.

(50)

3. 3. 2. Lantai III

Sistem penyegaran udara yang digunakan pada lantai III adalah

sistem udara pe nu h d a n s ist e m a ir pe nu h. Pada s ist e m udar a

pe nu h me nggu na ka n AHU, sedangkan sistem air penuh

menggunakan FCU. Lantai III terdiri dari beberapa jenis ruangan

yang berbeda ukuran dan kondisi perancangan.

a. Standart Room Hotel Santika Lantai III

Kondisi dari ruang sebagai berikut:

Luas lantai : 248,52 ft2

Tinggi ruangan : 11,48 ft

Volume ruangan : 2853,01 ft3

Luas kaca jendela : 53,792 ft2

Daya yang digunakan atau dibangkitkan dalam ruangan

Lampu TL : 6 @ 40 W

Televisi : 75 W

Kulkas : 45 W

Jumlah pengunjung : 2 orang

b. Deluxe Room Hotel Santika Lantai III

Kondisi dari ruang sebagai berikut :

Luas lantai : 331,47 ft2

Tinggi ruangan : 11,48 ft

Volume ruangan : 3805,27 ft3

(51)

Daya yang digunakan atau dibangkitkan dalam ruangan

Lampu TL : 8 @ 40 W

Televisi : 75 W

Kulkas : 45 W

Jumlah pengunjung : 4 orang

c. Suite Room Hotel Santika Lantai III

Kondisi dari ruangan sebagai berikut:

Luas lantai : 387,30 ft2

Tinggi ruangan : 11,48 ft

Volume ruangan : 4446,20 ft3

Luas kaca jendela : 86,07 ft2

Daya yang digunakan atau dibangkitkan dalam ruangan

Lampu TL : 10 @ 40 W

Televisi : 100 W

Kulkas : 45 W

Jumlah pengunjung : 6 orang

d. Presiden suite Room Hotel Santika

Kondisi dari ruangan sebagai berikut:

Luas lantai : 945,66 ft2

Tinggi ruangan : 11,48 ft

Volume ruangan : 13709,19 ft3

(52)

Daya yang digunakan atau dibangkitkan dalam ruangan

Lampu TL : 18 @ 40 W

Televisi : 125 W

Kulkas : 100 W

Jumlah pengunjung : 10 orang

e. Accounting Room Hotel Santika

Kondisi dari ruangan sebagai berikut :

Luas lantai : 828,4 ft2

Tinggi ruangan : 11,48 ft

Volume ruangan : 9510,03 ft3

Luas kaca jendela dan pintu kaca : 53,792 ft2

Daya yang digunakan atau dibangkitkan dalam ruangan

Lampu TL : 20 @ 40 W

Komputer : 7 @ 450 W

Laptop : 1 @ 150 W

Printer : 7 @ 100 W

Jumlah Staff : 7 orang

f. Koridor Hotel Santika Premiere Lantai III

Kondisi dari ruangan sebagai berikut:

Luas lantai : 37324,41 ft2

Tinggi ruangan : 11,48 ft

Volume ruangan : 42848,07 ft3

(53)

Lampu TL : 50 @ 40 W

3.4. Rumus yang Digunakan dalam Perhitungan Beban Pendinginan

Komponen-komponen yang menghasilkan kalor terhadap ruangan

merupakan faktor utama dalam mempengaruhi besar kecilnya beban

pendinginan. Sumber kalor yang ditimbulkan dapat berasal dari luar maupun

dari dalam ruangan.

3.4.1. Konduksi Melalui Lantai, Kaca, Dinding dan Atap Bangunan

Besarnya beban kalor konduksi melalui kaca, dinding,

langit-langit/atap, lantai, partisi, dan pintu pada bangunan dapat dihitung dengan

persamaan berikut:

Q = U x A x ∆T (BTU/hr) ……….(3.1)

Keterangan :

Q : kalor konduksi melalui lantai, kaca dinding dan atap bangunan

(BTU/hr)

U : koefisien perpindahan kalor dari lantai, kaca, dinding dan atap

bangunan (BTU/hr. ft2 . ° F)

A : luas permukaan dari lantai, kaca, dinding dan atap bangunan (ft2 )

∆T : perbedaan temperatur antara kondisi di luar dan di dalam ruangan

(oF )

3.4.2. Radiasi Sinar Matahari Melalui Kaca

Besarnya beban kalor radiasi sinar matahari melalui kaca dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

(54)

Keterangan :

Q : kalor dari radiasi sinar matahari melalui kaca (BTU/hr)

SHGF : faktor kalor dari sinar matahari (BTU/hr. ft2 )

A : luas permukaan kaca yang terkena sinar matahari (ft2 )

SC : koefisien penyerapan kaca terhadap sinar matahari

CLF : faktor beban pendinginan pada kaca

3.4.3. Lampu dan Peralatan Listrik

Besarnya beban kalor yang dihasilkan oleh lampu atau peralatan

listrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut

Q = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr)………(3.3)

Keterangan :

Q : kalor yang dihasilkan oleh lampu atau peralatan listrik (BTU/hr)

W : daya dari lampu atau peralatan listrik (Watt)

BF : faktor ballast

CLF : faktor beban pendinginan pada lampu atau peralatan listrik

3.4.4. Manusia

Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia dibagi menjadi 2

macam yaitu kalor sensible dan kalor latent. Kalor sensible yang

dihasilkan manusia dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

berikut :

(55)

Sedangkan kalor latent yang dihasilkan manusia dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

QL = qL x n (BTU/hr)………..(3.5)

Keterangan :

Qs : kalor sensible yang dihasilkan manusia (BTU/hr)

QL : kalor latent yang dihasilkan manusia (BTU/hr)

qs : kalor sensible yang dihasilkan per orang (BTU/hr)

qL : kalor latent yang dihasilkan per orang (BTU/hr)

n : jumlah manusia

CLF : faktor beban pendinginan pada manusia

3.4.5. Ventilasi

Besarnya beban kalor yang dihasilkan ventilasi terdiri atas kalor

sensible dan kalor latent. Kalor sensible dari ventilasi dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan berikut

Qs = 1,1 x CFM x ∆T (BTU/hr)………(3.6)

Sedangkan untuk menghitung kalor latent dapat digunakan persamaan

(56)

∆T : perbedaan temperatur antara di luar dan di dalam ruangan (oF)

∆W’ : perbedaan perbandingan kelembaban antara di luar dan di dalam

ruangan (gr/lb)

Dengan diuraikannya persamaan untuk menghitung beban

pendinginannya, maka perhitungan beban pendinginan pada Gedung Hotel

Santika Yogyakarta Lantai III yang letaknya menghadap ke arah Selatan.

3.5 Perhitungan Beban Pendinginan pada Lantai III Hotel Santika

Yogyakarta

Perhitungan beban pendinginan pada lantai III Hotel Santika

Yogyakarta dilakukan dengan menghitung beban pendinginan pada setiap

ruangan pada lantai tersebut.

3.5.1 Standar Room Hotel Santika Lantai III

a. Kondisi Perancangan

Kondisi di dalam ruangan

Temperatur bola kering : 80 oF

Kelembaban relatif rata-rata (RH) : 50%

Dari Diagram Psikometri diperoleh :

Temperatur bola basah : 67 oF

Entalpi (h) : 31,5 BTU/lb

Perbandingan kelembaban (W) : 76 gr/lb

(57)

Asumsi (diambil pada bulan Oktober yang merupakan bulan terpanas

di Indonesia)

Temperatur bola kering : 35 oC (95 oF)

Temperatur bola basah : 2 8 oC ( 82 , 4 oF)

Dari Diagram Psikometri diperoleh :

Entalpi (h) : 46,5 BTU/lb

Perbandingan kelembaban (W) : 170 gr/lb

Kondisi udara di dalam hotel dan tempat-tempat lainnya yang tidak

terkena langsung radiasi matahari dan tidak dikondisikan

diasumsikan:

Temperatur bola kering: 28 oC (82,4 oF)

Temperatur bola basah: 24 oC (75,2 oF)

b. Menentukan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh (U) pada

kaca, dinding, langit-langit/atap, dan lantai

Kaca

Kaca yang digunakan adalah kaca single dengan tebal ¼ inchi.

Dari tabel 3.1 diperoleh nilai U = 1,04 BTU/hr.ft2.oF

Tabel 3.1. Harga U untuk Kaca

(Air Conditioning Principles and Systems, Edward G.Pita)

Dinding

(58)

dan plester. Plester dibuat dengan campuran antara semen dan pasir,

kemudian dicat krem. Sehingga tebal dinding keseluruhan 6 inchi.

Dari tabel 3.2 diperoleh, U = 0,200 BTU/hr.ft2.oF

Tabel 3.2. Harga U untuk Dinding

(Air Conditioning Principles and Systems, Edward G.Pita)

Langit-langit diasumsikan mengalami perpindahan panas. Hal ini

(59)

tidak dikondisikan. Bagian langit-langit dan atap terdiri dari

suspended plaster, concentrate (campuran pasir, semen, dan kerikil),

dan sekat. Sehingga tebal atap keseluruhan 10 inchi.

Dari table 3.3 diperoleh U=0,21 BTU/ hr ft2 0F

Tabel 3.3. Harga U untuk Langit-langit

(Hand Book of Air Conditioning System Design, Carrier Air Conditioning Company)

Pintu yang terbuat dari kaca pada standar room lantai III Hotel

Santika, khususnya pada bagian balkon diasumsikan sama dengan

(60)

c. Menghitung Besarnya Beban Pendinginan dengan Rumus-rumus yang

tersedia

Pada lantai III Hotel Santika, digunakan standar room sebagai contoh

dalam perhitungan beban pendinginan.

Beban kalor konduksi melalui kaca, dinding, atap dan pintu

Q = U x A x ∆T (BTU/hr)

Besarnya beban kalor konduksi melalui kaca di sebelah utara, timur,

barat, dan selatan adalah:

= 1,04 ℎ ⁄ . .℉ 53,792 ( 95℉ −80℉)

= 839,15 ℎ ⁄

Besarnya beban kalor konduksi melalui langit-langit adalah:

= 0,21 ℎ ⁄ . .℉ 248,52 ( 95℉ −80℉)

= 782,84 ℎ ⁄

Beban kalor radiasi matahari melalui kaca

Q= SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr)

Kaca jendela diasumsikan terdapat lapisan pelindung dari sinar

matahari. Nilai SHGF (Solar Heat Gain Factors) diasumsikan pada

LU = LS, maka pada Tabel 3.4 diambil nilai terdekat dari 7,48 oLS

yaitu 8 oLU, sehingga diperoleh nilai SHGF: N = 35, E = 231, W =

(61)

Tabel 3.4. Harga SHGF Kaca untuk Lintang Utara dan Selatan

(Air Conditioning Principles and Systems, Edward G.Pita)

Seluruh kaca diasumsikan dapat menyerap sebagian panas dan

cahaya dari matahari serta terdapat interior shading oleh Venetian

Blinds atau Roller Shades. Dari tabel 3.5 menggunakan Venetian

Blinds diperoleh nilai SC = 0,29. Nilai CLF diperoleh dari tabel 3.6,

yaitu pada pukul 13.00 sebesar: N = 0,88; E = 0,22; W = 0,31; S =

(62)

Tabel 3.5 Shading Coefficients untuk kaca

(63)

Tabel 3.6. Harga CLF untuk kaca dengan interior shading

(Air Conditioning Principles and Systems, Edward G.Pita)

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

utara adalah:

= 35 53,792 0,29 0,88 = 480,47 ℎ ⁄

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

timur adalah:

= 231 53,792 0,29 0,22 = 792,77 ℎ ⁄

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

barat adalah:

= 231 53,792 0,29 0,31 = 1117,09 ℎ ⁄

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

(64)

= 108 53,792 0,29 0,79 = 1330,96 ℎ ⁄

Beban kalor peralatan listrik/lampu

Q = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr)

Di dalam standar room terdapat 6 buah lampu TL yang

masing-masing memiliki daya 40 Watt, maka daya total lampu yang

dihasilkan adalah sebesar 240 Watt. Ballast Factor (BF) diasumsikan

1. Lampu hanya dinyalakan selama waktu kerja, sehingga lama

waktu penyalaan lampu sama dengan waktu penggunaan AC,

sehingga nilai CLF = 1.

Maka besarnya beban kalor yang dihasilkan lampu TL adalah:

= 3,4 240 1,25 1 = 1020 /ℎ

Besarnya beban kalor yang dihasilkan TV adalah:

= 3,4 75 1 1 = 255 /ℎ

Besarnya beban kalor yang dihasilkan Kulkas adalah:

= 3,4 45 1 1 = 153 /ℎ

Beban kalor dari manusia

Qs = qs x n x CLF (BTU/hr)

QL = qL x n (BTU/hr)

Orang-orang di dalam standar room yang melakukan aktivitas dapat

diperhitungkan dari Tabel 3.7. Diasumsikan nilai CLF = 1 dan

terdapat 2 orang yang beristirahat,maka perhitungannya:

= 210 ℎ 2 1 = 420 ⁄ℎ

(65)

Tabel 3.7. Nilai qLdan qS untuk Setiap Kegiatan

(Air Conditioning Principles and Systems, Edward G.Pita)

Beban kalor dari ventilasi

Qs = 1,1 x CFM x ∆T (BTU/hr)

QL = 0,68 x CFM x ∆W (BTU/hr)

Untuk ventilasi, diasumsikan setiap orang membutuhkan udara segar

sebanyak 20 CFM. Pada sambungan ducting juga diasumsikan

terdapat kebocoran sebesar 5% dari total CFM. Selain itu, juga

dibutuhkan suatu unit untuk menghembuskan udara suplai air fan

gain (draw through) sebesar 2,5%.

Selisih udara kering di dalam dan di luar ruangan adalah

(95oF - 80oF) = 15oF

Selisih perbandingan kelembaman di dalam dan di luar ruangan

adalah

(170 gr/lb – 76 gr/lb) = 94 gr/lb

Sehingga:

(66)

= 0,68 ( 20 2) 94 ⁄ = 2556,8 ⁄ℎ

Hasil perhitungan beban pendinginan pada standar room lantai III

Hotel Santika Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 3.8

Tabel 3.8. Data perhitungan beban pendinginan standar room

Tabel Perhitungan Beban Pendinginan

Proyek : Hotel Santika Yogyakarta

Ruang :

Standar

Room Engr : Kuncoro Lokasi : Jln. Jend. Sudirman No. 19 Yogyakarta Calc. by Kuncoro

(67)

Supply air fan gain (draw through)

(68)

3.5.2 Deluxe Room Hotel Santika Lantai III

Dalam perhitungan beban pendinginan deluxe room ini, kondisi

udara rancangan sama dengan kondisi udara pada ruang standar room

hotel santika dan ruangan lainnya. Selain itu, bahan yang digunakan

untuk kaca, dinding, langit-langit dan pintu sama dengan bahan yang

digunakan pada standar room, sehingga nilai koefisien perpindahan

panas menyeluruhnya (U) sama dengan standar room. Perhitungan

beban pendinginan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Beban kalor konduksi melalui kaca, dinding, dan pintu

Q = U x A x ∆T (BTU/hr)

Besarnya beban kalor konduksi melalui kaca di sebelah utara, timur,

barat, dan selatan adalah:

= 1,04 ⁄ℎ . .℉ 64,55 ( 95℉ −80℉)

= 1006,98 ⁄ℎ

Besarnya beban kalor konduksi melalui atap adalah:

= 0,21 ⁄ℎ . .℉ 331,47 ( 95℉ −80℉)

= 1044,13 ⁄ℎ

Beban kalor radiasi matahari melalui kaca

Q= SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr)

Kaca jendela diasumsikan terdapat lapisan pelindung dari sinar

matahari. Nilai SHGF (Solar Heat Gain Factors) diasumsikan pada

LU = LS, maka pada Tabel 3.4 diambil nilai terdekat dari 7,48 oLS

(69)

231, S = 108. Seluruh kaca diasumsikan dapat menyerap sebagian

panas dan cahaya dari matahari serta terdapat interior shading oleh

Venetian Blinds atau Roller Shades. Dari tabel 3.5 menggunakan

Venetian Blinds diperoleh nilai SC = 0,29. Nilai CLF diperoleh dari

tabel 3.6, yaitu pada pukul 13.00 sebesar: N = 0,88; E = 0,22; W =

0,31; S = 0,79 (Heavy Construction)

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

timur adalah:

diasumsikan 1,25. Lampu hanya dinyalakan selama waktu kerja,

sehingga lama waktu penyalaan lampu sama dengan waktu

penggunaan AC, sehingga nilai CLF = 1.

Maka besarnya beban kalor yang dihasilkan lampu TL adalah:

= 3,4 320 1,25 1 = 1360 /ℎ

Besarnya beban kalor yang dihasilkan TV adalah:

= 3,4 75 1 1 = 255 /ℎ

Besarnya beban kalor yang dihasilkan Kulkas adalah:

(70)

Beban kalor dari manusia

Qs = qs x n x CLF (BTU/hr)

QL = qL x n (BTU/hr)

Orang-orang di dalam deluxe room yang melakukan aktivitas dapat

diperhitungkan dari Tabel 3.7. Diasumsikan nilai CLF = 1 dan

terdapat 4 orang yang beristirahat,maka perhitungannya:

= 210 ℎ 4 1 = 840 ⁄ℎ

= 140 ℎ 4 = 560 ⁄ℎ

Beban kalor dari ventilasi

Qs = 1,1 x CFM x ∆T (BTU/hr)

QL = 0,68 x CFM x ∆W (BTU/hr)

Untuk ventilasi, diasumsikan setiap orang membutuhkan udara

segar sebanyak 20 CFM. Pada sambungan ducting juga diasumsikan

terdapat kebocoran sebesar 5% dari total CFM. Selain itu, juga

dibutuhkan suatu unit untuk menghembuskan udara suplai air fan

gain (draw through) sebesar 2,5%.

Selisih udara kering di dalam dan di luar ruangan adalah

(71)

= 0,68 ( 20 4) 94 ⁄ = 5113,6 ⁄ℎ

Hasil perhitungan beban pendinginan pada deluxe room lantai III

Hotel Santika Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 3.9

Tabel 3.9. Data perhitungan beban pendinginan deluxe room

Tabel Perhitungan Beban Pendinginan

Proyek : Hotel Santika Yogyakarta Ruang :

Deluxe

Room Engr : Kuncoro Lokasi : Jln. Jend. Sudirman No. 19 Yogyakarta Calc. by Kuncoro

(72)

Lanjutan Tabel 3.9

3.5.3 Suite Room Hotel Santika Lantai III

Dalam perhitungan beban pendinginan suite room ini, kondisi

udara rancangan sama dengan kondisi udara pada ruang standar room,

hotel santika dan ruangan lainnya. Selain itu, bahan yang digunakan

untuk kaca, dinding, langit-langit dan pintu sama dengan bahan yang

digunakan pada standar room, sehingga nilai koefisien perpindahan

panas menyeluruhnya (U) sama dengan standar room. Perhitungan

beban pendinginan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

(73)

Q = U x A x ∆T (BTU/hr)

Besarnya beban kalor konduksi melalui kaca di sebelah utara, timur,

barat, dan selatan adalah:

= 1,04 ⁄ℎ . .℉ 86,07 ( 95℉ −80℉)

= 1342,69 ⁄ℎ

Besarnya beban kalor konduksi melalui atap adalah:

= 0,21 ⁄ℎ . .℉ 387,30 ( 95℉ −80℉)

= 1220 ⁄ℎ

Beban kalor radiasi matahari melalui kaca

Q= SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr)

Kaca jendela diasumsikan terdapat lapisan pelindung dari sinar

matahari. Nilai SHGF (Solar Heat Gain Factors) diasumsikan pada

LU = LS, maka pada Tabel 3.4 diambil nilai terdekat dari 7,48 oLS

yaitu 8 oLU, sehingga diperoleh nilai SHGF: N = 35, E = 231, W =

231, S = 108. Seluruh kaca diasumsikan dapat menyerap sebagian

panas dan cahaya dari matahari serta terdapat interior shading oleh

Venetian Blinds atau Roller Shades. Dari tabel 3.5 menggunakan

Venetian Blinds diperoleh nilai SC = 0,29. Nilai CLF diperoleh dari

tabel 3.6, yaitu pada pukul 13.00 sebesar: N = 0,88; E = 0,22; W =

0,31; S = 0,79 (Heavy Construction)

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

timur adalah:

(74)

Beban kalor peralatan listrik/lampu

Q = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr)

Di dalam standar room terdapat 10 buah lampu TL yang

masing-masing memiliki daya 40 Watt, maka daya total lampu yang

dihasilkan adalah sebesar 400 Watt. Ballast Factor (BF)

diasumsikan 1. Lampu hanya dinyalakan selama waktu kerja,

sehingga lama waktu penyalaan lampu sama dengan waktu

penggunaan AC, sehingga nilai CLF = 1.

Maka besarnya beban kalor yang dihasilkan lampu TL adalah:

= 3,4 400 1,25 1 = 1700 /ℎ

Besarnya beban kalor yang dihasilkan TV adalah:

= 3,4 100 1 1 = 340 /ℎ

Besarnya beban kalor yang dihasilkan Kulkas adalah:

= 3,4 45 1 1 = 153 /ℎ

terdapat 6 orang yang beristirahat,maka perhitungannya:

= 210 ℎ 6 1 = 1260 ⁄ℎ

(75)

Beban kalor dari ventilasi

Qs = 1,1 x CFM x ∆T (BTU/hr)

QL = 0,68 x CFM x ∆W’ (BTU/hr)

Untuk ventilasi, diasumsikan setiap orang membutuhkan udara

segar sebanyak 20 CFM. Pada sambungan ducting juga diasumsikan

terdapat kebocoran sebesar 5% dari total CFM. Selain itu, juga

dibutuhkan suatu unit untuk menghembuskan udara suplai air fan

gain (draw through) sebesar 2,5%.

Selisih udara kering di dalam dan di luar ruangan adalah

(95oF - 80oF) = 15oF

Selisih perbandingan kelembaman di dalam dan di luar ruangan

adalah

(170 gr/lb – 76 gr/lb) = 94 gr/lb

Sehingga:

= 1,1 ( 20 6) 15℉= 1980 ⁄ℎ

= 0,68 ( 20 6) 94 ⁄ = 7670,4 ⁄ℎ

Hasil perhitungan beban pendinginan pada suite room lantai III

(76)

Tabel 3.10. Data perhitungan beban pendinginan suite room

Tabel Perhitungan Beban Pendinginan

Proyek : Hotel Santika Yogyakarta Ruang : Suite Room Engr : Kuncoro Lokasi : Jln. Jend. Sudirman No. 19 Yogyakarta Calc. by Kuncoro

(77)

Lanjutan Tabel 3.10

3.5.4. President Suite Room Hotel Santika Lantai III

Dalam perhitungan beban pendinginan deluxe room ini, kondisi

udara rancangan sama dengan kondisi udara pada ruang standar room

hotel santika dan ruangan lainnya. Selain itu, bahan yang digunakan

untuk kaca, dinding, langit dan pintu sama dengan bahan yang

digunakan pada standar room, sehingga nilai koefisien perpindahan

panas menyeluruhnya (U) sama dengan standar room. Perhitungan

beban pendinginan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Beban kalor konduksi melalui kaca, dinding, atap dan pintu

Q = U x A x ∆T (BTU/hr)

Besarnya beban kalor konduksi melalui kaca di sebelah utara, timur,

(78)

= 1,04 ⁄ℎ . .℉ 258 ( 95℉ −80℉)

= 839,15 ⁄ℎ

Besarnya beban kalor konduksi melalui atap adalah:

= 0,21 ⁄ℎ . .℉ 945,66 ( 95℉ −80℉)

= 2978,83 ⁄ℎ

Beban kalor radiasi matahari melalui kaca

Q= SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr)

Kaca jendela diasumsikan terdapat lapisan pelindung dari sinar

matahari. Nilai SHGF (Solar Heat Gain Factors) diasumsikan pada

LU = LS, maka pada Tabel 3.4 diambil nilai terdekat dari 7,48 oLS

yaitu 8 oLU, sehingga diperoleh nilai SHGF: N = 35, E = 231, W =

231, S = 108. Seluruh kaca diasumsikan dapat menyerap sebagian

panas dan cahaya dari matahari serta terdapat interior shading oleh

Venetian Blinds atau Roller Shades. Dari tabel 3.5 menggunakan

Venetian Blinds diperoleh nilai SC = 0,29. Nilai CLF diperoleh dari

tabel 3.6, yaitu pada pukul 13.00 sebesar: N = 0,88; E = 0,22; W =

0,31; S = 0,79 (Heavy Construction)

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

utara adalah:

= 35 258,21 0,29 0,88 = 2306,33 ⁄ℎ

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

timur adalah:

(79)

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

barat adalah:

= 231 258,21 0,29 0,31 = 5362,22 ⁄ℎ

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

selatan adalah:

diasumsikan 1. Lampu hanya dinyalakan selama waktu kerja,

sehingga lama waktu penyalaan lampu sama dengan waktu

penggunaan AC, sehingga nilai CLF = 1.

Maka besarnya beban kalor yang dihasilkan lampu TL adalah:

= 3,4 720 1,25 1 = 3060 /ℎ

Besarnya beban kalor yang dihasilkan TV adalah:

= 3,4 125 1 1 = 425 /ℎ

Besarnya beban kalor yang dihasilkan Kulkas adalah:

= 3,4 100 1 1 = 340 /ℎ

Beban kalor dari manusia

Qs = qs x n x CLF (BTU/hr)

Gambar

Gambar 1.1. Hotel Santika Premiere Yogyakarta
Gambar 2.1. Sistem Udara Penuh
Gambar 2.2. Sistem Air Penuh
Gambar 2.6. kompresor torak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian koefisien determinasi menunjukkan bahwa kemampuan variabel X1 (Kualitas produk) dan X2 (Kualitas pelayanan) dalam menjelaskan variability kepuasan pelanggan di PDAM

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Bagi Hasil Penerimaan Pajak Bahan Bakar

Berdasarkan analisis yang dilakukan, terhadap tata letak tempat kerja, alat-alat kerja dan mesin, kondisi fasilitas fisik, Perbaikan tata ruang kerja yaitu dengan adanya

Penjelasan oleh Ketua Pokja AMPL atau yang mewakili tentang Program Pamsimas, target jumlah desa sasaran tahun berjalan, pagu BLM kabupaten/kota yang akan dialokasikan

Disarankan untuk memberikan konseling kepada Lansia dan keluarga Lansia tentang manfaat Posyandu Lansia, memberdayakan kader Posyandu Lansia untuk memberikan

peningkatan produktivitas guru karyawan, peningkatan kompetensi guru karyawan, perekrutan pendidik usia dini yang profesional dan berakhlak sesuai syariah, pelaksanaan pendidikan

Provinsi Kalimantan Utara sebagai daerah Otonom Baru (DOB) yang di sahkan berdasarkan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan

mengalami leleh lentur akibat tetjadinya perpindahan lateral inelastis dari rangka harus dipasang tulangan tranversal dengan jumlah seperti yang ditentukan pada. butir 6, 7