BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
mengetahui akibat dari perbuatannya itu. Belum lagi perilaku tawuran antar pelajar SMA bahkan mahasiswa Perguruan Tinggi di beberapa daerah yang menunjukkan kelamnya dunia pendidikan kita.
Belum lagi kasus bullying yang semakin ramai dilakukan oleh pelajar-pelajar kita, menurut KPAI, saat ini- kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, sudah barang tentu perlu adanya upaya penanggulangan yang tepat dan terencana agar didapatkan hasil yang mampu mengembalikan bangsa ini menuju tujuan nasional Pendidikan Indonesia. Oleh karena itu Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa disusun sebagai pelaksanaan amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Dalam pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada 2010, Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini :
1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas
3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
musik, olah raga, bahasa asing dan lain-lain. Seperti penelitian yang dilakukan di wilayah Bintaro (Innesia: 20) menunjukkan fakta bahwa ekstrakurikuler Pramuka bukanlah ekstrakurikuler yang cukup banyak diminati dengan hanya menempati posisi terbawah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalian Sitorus (2015: 4) yang menunjukkan minat siswa di SMA YLPI Pekanbaru Tahun ajaran 2014-2015 cukup rendah dengan hanya 90 siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka dari total 290 orang siswa. Ditambah lagi release data yang dikeluarkan oleh Kwartir Ranting Sukalarang (2013:3) yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah anggota dari golongan siaga sampai golongan penegak, dimana golongan siaga mendominasi dengan 50%, disusul golongan penggalang 40% dan terakhir golongan penegak yang hanya 10%.
Hal ini menyebabkan kurang efektifnya Gerakan Pramuka dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka pada bab II pasal 3 mengenai fungsi Gerakan Pramuka yang menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan pramuka, pengembangan pramuka, pengabdian masyarakat dan orang tua dan permainan yang berorientasi pada pendidikan. Gerakan Pramuka hadir sebagai alat untuk pembentukan karakter yang berbentuk kegiatan pendidikan non formal di Sekolah.
menumbuhkan rasa semangat kebangsaan serta cinta tanah air, sebagaimana yang dituliskan oleh Robinson, J and Mills S (2012: 6) bahwa:
In many ways, these two organisations provide unique and complementary comparative case studies. Firstly, they shared particular political and philosophical agendas. Both stressed notions of duty, individual responsibility and ‘service’ to the nation, and, as later sections go on to show, these organisations emerged out of specific concerns regarding the security and future of the British nation at different points in time.
Berdasarkan kutipan dari Robinson dan Mills di atas, tidak heran rasanya jika Gerakan Pramuka dapat digunakan sebagai media pendidikan yang dapat menumbuhkan semangat kebangsaan bagi para anggotanya. Selain itu, penanaman karakter toleran menjadi salah satu concern yang penting dalam pendidikan kepramukaan, Stevens (1995: 282) dalam tulisannya mengatakan:
The Scout and Guide Movement quickly adapted its organitional structure to acommodate boys with all from of impairment as it developed, and sought as far as possible to integrate them into their mainstream activities, rather than support the national trend for segregtion of disabled young people into specialist institution.
Dari sekian banyaknya kegiatan pendidikan kepramukaan yang diterapkan dalam ekstrakurikuler Pramuka, kegiatan penempuhan kecakapan tertentu oleh Peserta Didik Pramuka merupakan kegiatan yang peneliti anggap paling sesuai dalam rangka pembentukan karakter. Karena Peserta Didik dituntut untuk dapat memiliki sikap-sikap yang terkandung dalam Syarat Kecakapan tersebut. Oleh sebab itu, Syarat Kecakapan Umum Gerakan Pramuka golongan Penggalang harus cocok atau sesuai dengan 18 nilai Karakter Bangsa, supaya sejalan dengan apa yang sudah dicita-citakan dalam rangka pengembangan karakter bangsa mencapai tujuan pendidikan nasional.
Berdasar latar belakang tersebut diatas, maka dengan demikian peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Pembina
Pramuka terhadap SKU Penggalang dalam rangka Pendidikan Karakter Bangsa di Kwartir Cabang Banyumas Tahun 2016.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah persepsi Pembina Pramuka berkualifikasi KPL terhadap SKU Penggalang dalam rangka Pendidikan Karakter Bangsa di Kwarcab Banyumas pada tahun 2016?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi tolok ukur bagi peneliti nantinya dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan, dimana latar belakang peneliti yang merupakan pengurus salah satu ranting Gerakan Pramuka sehingga dapat terasa aspek kemanfaatan dari penelitian ini bagi peneliti pribadi.
2. Bagi Pembina Pramuka
Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan bahan refleksi dan evaluasi diri pembina pramuka atas pelaksanaan pengujian SKU golongan penggalang di gugus depan masing-masing.
3. Bagi Gerakan Pramuka
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi rekomendasi bagi organisasi Gerakan Pramuka dalam melakukan evaluasi terhadap pendidikan kepramukaan yang dilakukan terhadap peserta didik, utamanya dalam penempuhan syarat-syarat kecakapan umum.
4. Bagi Masyarakat