40
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1Kondisi Perusahaan Secara Umum
PT. ACD merupakan salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang Industri
Pengolahan Kayu (KLU: 52347) yang berkedudukan di Kota Semarang, Provinsi Jawa
Tengah. PT. ACD berdiri sejak tahun 2007. Dalam hal pemenuhan kewajiban
perpajakannya, selama ini PT. ACD melakukan pembayaran pajak berupa: PPh 21, PPh 25,
PPN, dan PPh 29. Pada tahun 2016 dalam rangka melakukan persiapan untuk ikut
memanfaatkan kebijakan Tax Amnesty, PT. ACD mengundang Kantor Konsultan Pajak (KKP) A untuk melakukan review dan berkonsultasi mengenai kewajiban perpajakan yang telah dijalankan selama ini. Terdapat beberapa temuan yang dihasilkan oleh Kantor
Konsultan Pajak (KKP) A berkaitan dengan kewajiban perpajakan PT. ACD, sebagai
berikut:
1. Dalam hal pembukuan laporan keuangan yang disajikan, diketahui bahwa PT. ACD
melakukan/menerapkan pembukuan ganda yaitu pembukuan pajak (sebagai laporan
pajak) dan pembukuan internal perusahaan (sebagai laporan internal
perusahaan/pemegang saham). Pembukuan ganda ini dimaksudkan untuk
menyembunyikan omzet penjualan sebenarnya guna menekan biaya/beban pajak
yang harus ditanggung oleh PT. ACD.
2. Dalam laporan keuangan yang disajikan, nilai persediaan dan nilai penjualan yang
disajikan bukanlah nilai yang sebenarnya, tetapi merupakan nilai rekayasa. Nilai
41
fisik persediaan dan dokumen pendukung (Faktur Pajak, Fak-b, Fak-o atau kartu
persediaan). Dugaan ini juga diperkuat dari hasil pengakuan pemilik dan pegawai
perusahaan.
3. Pada tahun 2016 PT. ACD masih memiliki tanggungan pajak yang harus segera
dilunasi/dibayarkan kepada negara:
- Terdapat tunggakan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh
perusahaan untuk masa pajak Agustus 2016 sebesar Rp 276,064,200,-
- Terdapat tunggakan pembayaran Pajak Penghasilan PPh 25/29 Badan selama 5
(lima) bulan periode Mei – September 2016 sebesar: 5 (lima) bulan x
46.010.700,- = Rp 270,064,000
- Pada tanggal 10 Februari 2017 PT. ACD mendapatkan Surat Teguran dari
Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang dengan Nomor Surat:
ST-00183/WPJ.10/KP.1004/2017 untuk segera melakukan pelunasan utang pajak
sebesar Rp 295,988,694,-
- Sejak tahun 2010-2016 Sisa Tagihan Pajak yang harus dibayarkan PT. ACD
kepada kas negara adalah sebesar Rp 804,747,979,-
- Atas utang pajak yang tidak segera dibayarkan hingga batas waktu yang
ditentukan maka PT. ACD mendapatkan sanksi administrasi yang diberikan oleh
Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang berupa Pemblokiran Kekayaan
Penanggung Pajak an. PT.ACD berupa pemblokiran saldo rekening disalah satu
bank pemerintah, dengan nomor surat S-1163/WPJ.10/KP.1004/2017 tanggal 8
42
4.1.1 Pelaporan SPT Tahunan Tahun Pajak 2015
1) Kondisi Laporan Keuangan (LK) yang disajikan oleh PT. ACD pada SPT
Tahunan 2015
Dalam SPT Tahunan 2015 yang dilaporkan oleh PT. ACD kepada
pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak (DJP), PT. ACD mengakui
adanya keuntungan bersih (laba bersih) sebelum pajak yang diterima perusahaan
sebesar Rp 2,707,279,152. Penerimaan tersebut diperoleh dari hasil penjualan
bersih (penjualan kotor-retur/potongan penjualan) sebesar Rp 96,979,917,895
dikurangi oleh Harga Pokok Penjualan (HPP) sebesar Rp 78,252,508,445 dan
beban-beban yang harus ditanggung oleh perusahaan (operasional maupun non
operasional) sebesar Rp 16,020,130,298 (lihat tabel 4.1). Sedangkan didalam
Neraca yang disajikan didalam laporan SPT Tahunan, PT. ACD mengakui
adanya hutang pajak sebesar Rp 190,918,300. Pajak dibayar dimuka sebesar Rp
638,945,507 dan juga mengakui adanya piutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
43
Berikut ini disajikan data laporan laporan laba rugi dan laporan neraca serta laporan harga pokok
penjualan (HPP) PT. ACD yang disajikan didalam SPT Tahunan 2015 :
Tabel 4.1
Laporan Laba-Rugi PT. ACD Per 31 Desember 2015 PENJUALAN
Penjualan Rp 96,984,677,704
Retur dan Potongan Penjualan Rp (4,759,809)
TOTAL PENJUALAN Rp 96,979,917,895
HARGA POKOK PENJUALAN
Persediaan Barang Jadi (Awal) Rp 71,172,459,780 Harga Pokok Penjualan Rp 86,143,255,372
Rp 157,315,715,152
Persediaan Barang Jadi (Akhir) Rp (79,063,206,707)
HARGA POKOK PENJUALAN Rp (78,252,508,445)
LABA KOTOR Rp 18,727,409,450
BIAYA OPERASIONAL
Biaya Pemasaran Rp (412,682,188) Biaya Administrasi dan Umum Rp (15,565,579,972)
TOTAL BIAYA OPERASIONAL Rp (15,978,262,160)
LABA OPERASIONAL Rp 2,749,147,290
PENDAPTAN NON OPERASIONAL Rp 19,388,146
BIAYA NON OPERASIONAL Rp (61,256,284)
Rp (41,868,138)
LABA (RUGI) BERSIH SEBELUM PAJAK Rp 2,707,279,152
44
Tabel 4.2 Neraca PT. ACD Per 31 Desember 2015
Sumber: Lampiran Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2015 PT. ACD
AKTIVA KEWAJIBAN DAN EKUITAS
AKTIVA LANCAR KEWAJIBAN LANCAR
Kas Rp 38,844,200 Hutang Usaha Rp 35,006,463,666 Bank Rp 62,239,551 Hutang Bank Rp 12,959,782,523 Piutang Usaha Rp 16,600,037,892 Hutang Pajak Rp 190,918,300 Persediaan Rp 142,643,988,087 Hutang Biaya Rp 728,259,185 Uang Muka Sewa
Tongkang Rp 9,647,238,575 Uang Muka Penjualan Rp 32,946,041,515 Uang Muka Pembelian Rp 67,468,569,670 Hutang Lancar Lainnya Rp 7,934,489,185 Biaya dibayar dimuka Rp 924,989,000 JUMLAH KEWAJIBAN LANCAR Rp 89,765,954,374
Pajak dibayar dimuka Rp 638,945,507 Piutang PPN Rp 1,197,876,275
JUMLAH AKTIVA LANCAR Rp 239,222,728,757 KEWAJIBAN JANGLA PANJANG
Hutang Jangka Panjang Rp 139,224,989,125
AKTIVA TETAP JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA
PANJANG Rp 139,224,989,125
Mesin Rp 21,511,024,167 Akumulasi Depresiasi
Mesin Rp (3,066,445,229)
Kendaraan Rp 615,590,000 EKUITAS Akumulasi Depresiasi
Kendaraan Rp (427,408,329) Modal Saham Rp 18,000,000,000 Inventaris Rp 299,273,387 Laba Ditahan Rp 8,211,101,091 Akumulasi Depresiasi
Inventaris Rp (245,438,966)
Laba (Rugi) Tahun
Berjalan Rp 2,707,279,197 JUMLAH AKTIVA TETAP Rp 18,686,595,030 JUMLAH EKUITAS Rp 28,918,380,288
45
Tabel 4.3
Harga Pokok Penjualan PT. ACD
Untuk Periode yang berakhir 31 Desember 2015
Persediaan Bahan Awal Rp 8,564,189,229
Pembelian Bahan Rp 110,137,752,649 Potongan Pembelian Rp -
Pembelian Bersih Rp 110,137,752,649
Rp 118,701,941,878
Persediaan Bahan Akhir Rp (36,899,030,743)
Biaya Pemakaian Bahan Rp 81,802,911,135
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 1,045,230,250
Biaya Overhead Pabrik Rp 5,773,718,794
Rp 88,621,860,179
Persediaan Barang Dalam Proses (Awal) Rp 24,203,145,785 Rp 112,825,005,964
Persediaan Barang Dalam Proses (Akhir) Rp (26,681,750,657)
Harga Pokok Penjualan (HPP) Rp 86,143,255,307
46
Tabel 4.4
Perincian Harga Pokok Penjualan (HPP), Biaya Usaha Lainnya dan Biaya Dari Luar
Usaha PT. ACD
No Perincian Harga Pokok Penjualan
Biaya Usaha Lainnya
Biaya Diluar
Usaha Jumlah
1 Pembelian Bahan/Barang Dagangan
110,137,752,649 0 0 110,137,752,649
2 Gaji, Upah, Bonus, Gratifikasi, Honorarium, THR, dsb.
1,045,230,250 2,825,395,000 0 3,870,625,250
3 Biaya Transportasi 0 41,066,790 0 41,066,790
4 Biaya Penyusutan dan Amortisasi
1,084,437,840 109,794,966 0 1,194,232,806
5 Biaya Sewa 0 454,344,000 0 454,344,000
6 Biaya Bunga Pinjaman 0 10,620,152,628 0 10,620,152,628 7 Biaya Sehubungan dengan
Jasa
0 0 0 0
8 Biaya Piutang Tak Tertagih 0 0 0 0
9 Biaya Royalti 0 0 0 0
10 Biaya Pemasaran/Promosi 0 412,682,188 0 412,682,188 11 Biaya Lainnya 4,689,280,945 1,514,826,588 61,256,284 6,265,363,817 12 Persediaan Awal 103,939,794,794 0 0 103,939,794,794 13 Persediaan Akhir (-/-) 142,643,988,087 0 0 142,643,988,087
Jumlah 1 s.d 12 dikurangi 13
78,252,508,391 15,978,262,160 61,256,284 94,292,026,835
47
2) Kondisi Kepemilikan Asset dan Kewajiban
Didalam laporan SPT Tahunan 2015 yang dilaporkan kepada negara, PT. ACD
50
Sedangkan jumlah kewajiban/hutang diakui oleh PT. ACD dan disajikan
51
3) Jumlah Pajak Yang Dibayarkan PT. ACD
Dari total keuntungan bersih (laba bersih) sebelum pajak yang diterima
perusahaan sebesar Rp 2,707,279,152 terdapat bagian laba yang dipotong pajak
penghasilan final (PPh Final) sehingga tidak diperhitungan didalam pajak
penghasilan badan sebesar Rp 13,561,164. Dengan demikian total penghasilan
kena pajak PT. ACD adalah sebesar Rp 2,693,718,033. Berikut ini disajikan
penghitungan Pajak Penghasilan PT. ACD :
PPh Badan Terutang = Rp 2,693,718,033 x 25%
PPh Badan Terutang = Rp 673,429,500
Pada tahun 2015 berdasarkan data SPT Tahunan, diketahui terdapat penghasilan
PT. ACD yang telah dipotong pajak bukan final sebesar Rp 121,301,200 atas
pembelian barang keperluan industri dalam sektor perhutanan (dikenakan PPh
22) dan imbalan/jasa lainnya (dikenakan PPh 23). Atas pajak penghasilan yang
telah dipotong tersebut, PT.ACD dapat mengkreditkannya untuk mengurangi
total pajak penghasilan terutang badan. Pada tahun 2015 PT.ACD juga telah
membayar angsuran pajak PPh 25 sebesar Rp 517,644,300. Penghitungan pajak
yang masih harus dibayarkan oleh PT. ACD adalah sebagai berikut:
PPh Badan Terutang = Rp 673,429,500 – Rp 121,301,200
PPh Badan Terutang = Rp 552,128,300
Pajak Kurang Bayar = Rp 522,128,300 - Rp 517,644,300
52
4.2Strategi Penghematan Pajak yang dilakukan PT. ACD
Dalam rangka melakukan penghematan beban pajak yang harus dibayarkan kepada negara,
PT. ACD melakukan beberapa cara penghematan yaitu:
1. Menyembunyikan Omzet (Nilai Penjualan) yang Sebenarnya untuk
Menghemat Beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa angka persediaan yang
disajikan oleh perusahaan didalam laporan keuangannya bukan merupakan angka
sebenarnya. Hal tersebut terjadi karena perusahaan, PT. ACD tidak secara jujur
mengakui omzet (penjualan) yang semestinya. Didalam laporan keuangan yang
disajikan oleh PT. ACD didalam SPT Tahunan diketahui angka penjualan yang ada,
hanya sebesar 50%-70% dari penjualan yang sebenarnya terjadi (misal: menjual 10
unit hanya mengakui 5-7 unit). Modus ini dilakukan oleh PT.ACD adalah dengan
melakukan perjanjian penjualan terdahulu dengan lawan transaksi tentang nominal
pengakuan transaksi yang akan dilaporkan kepada negara dalam hal ini Direktorat
Jendral Pajak (DJP), apakah itu 50%, 60%, atau 70% dari nominal transaksi yang
sebenarnya.Hal ini bertujuan untuk menekan beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
53
2. Memanfaatkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai
Pemanfaatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007
tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001
tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat
Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
dimungkinkan karena kayu merupakan barang pertanian hasil perkebunan yang
tergolong sebagai barang bersifat strategis yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 2.
Meski demikian, tidak semua barang yang bersifat strategis bebas dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ada syarat yang harus dipenuhi yaitu;
barang hasil pertanian yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) adalah barang hasil pertanian yang dipetik langsung;
diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk hasil
pemrosesannya yang dilakukan dengan cara: dikeringkan dengan cara
dijemur atau dengan cara lain; dirajang; diasinkan atau digarami; dibekukan
atau didinginkan; dipecah; dicuci atau disucihamakan; direndam, direbus;
disayat, dikupas, dibelah; diperam; digaruk; pemisahan dari kulit atau biji
atau pelepah; ataudikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan
melindungi barang yang bersangkutan yang diserahkan oleh petani atau
54
Dengan demikian, jelas bahwa penyerahan barang berupa kayu oleh PT.ACD
kepada lawan transaksi tidak boleh melanggar persyaratan yang telah tertuang
didalam undang-undang. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka atas
penyerahan atas barang berupa kayu tersebut dapat dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN). Untuk menyiasati pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar
10% atas penyerahan atas barang yang tidak memenuhi syarat tersebut, PT. ACD
mengakui penyerahan barang tersebut (yang tidak memenuhi syarat) sebagai
penyerahan barang dengan jasa PPh 23 dengan tarif 2% (Lihat gambar 4.1).
Tindakan ini sangat umum dan sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
yang bergerak dibidang industri kayu. Namun sejak diterbitkannya Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 70P/HUM/2013 pada 25 Februari
2014 yang mengabulkan permohonan uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, dari pemohon yaitu Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(KADIN). Isi putusan tersebut memerintahkan; kepada Presiden Republik
Indonesia untuk mencabut Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2
ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001
tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
55
Implikasi atas terbitnya Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:
70P/HUM/2013 pada 25 Februari 2014, yaitu: atas barang hasil pertanian yang
merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan, dan hasil
hutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 2007 yang semula dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) berubah menjadi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Atas
penyerahan dan impor barang tersebut dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dengan tarif 10%, sedangkan atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dengan tarif 0%.
Gambar 4.1
Ilustrasi atas modus yang dilakukan oleh PT. ACD
Sumber: diolah, 2017 Kayu Olahan
Barang Non BKP/PP No 31 Tahun 2007
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat
Tetap PP 31/Non PPN Merupakan BKP dikenakan
PPN 10% -Penyerahan Tetap
dianggap memenuhi syarat PP 31/Non PPN -Atas cacat dikenakan jasa
56
4.3Pelaporan SPT Tahunan PT. ACD yang Seharusnya
4.3.1 Estimasi Laporan Keuangan Internal PT. ACD
Telah dijelaskan sebelumnnya didalam temuan review terhadap kewajiban perpajakan PT. ACD oleh KKP A dimana disebutkan bahwa laporan keuangan
yang dilaporkan oleh PT. ACD kepada negara dalam hal ini Direktorat Jendral
Pajak (DJP) adalah laporan keuangan tidak sebenarnya. Dari hasil review oleh KKP A ditemukan bahwa nilai penjualan yang diakui hanya sebesar 50%-70%
dari penjualan yang sebenarnya. Atas nilai omzet sisanya (yang tidak dilaporkan)
dialihkan kedalam rekening internal (pemegang saham) perusahaan. Dengan
demikian, maka didalam proyeksi laporan keuangan perusahaan yang sebenarnya
terdapat beberapa akun yang mengalami perubahan, yaitu:
a) Perubahan pada Laporan Laba Rugi
Perubahan pada laporan laba rugi ini terjadi pada saldo akun penjualan
dan akun persediaan barang jadi akhir. Berikut ini adalah tabel perubahan
saldo akun yang terjadi pada laporan laba-rugi internal:
Tabel 4.7
Estimasi Perubahan Nilai Akun pada Laporan Laba Rugi PT. ACD
Nama Akun Saldo Akun Laporan Laba-Rugi SPT
Saldo Akun Laporan
Laba-Rugi Internal
Penjualan Rp 96,984,677,704 Rp 138,549,539,577
Persediaan Barang
Dagang (Akhir) Rp 79,063,206,707 Rp 60,817,851,313
Sumber: diolah, 2017
Pada laporan laba rugi yang sebenarnya nilai penjualan meningkat 30%
57
pada laporan keuangan pajak yaitu menjadi Rp 138,549,539,577
meningkat sebesar Rp 41,564,861,873. Sedangkan pada akun persediaan
barang jadi akhir nilai dialam laporan keuangan sebenarnya turun 30%
(sebelumnya diakui sebesar 130% dari persediaan sebenarnya) menjadi Rp
60,817,851,313 mengalami penurunan sebesar Rp 18,245,355,394 (Tabel
4.7).
b) Perubahan pada Laporan Neraca
Pada laporan neraca terdapat dua akun yang saldo akunnya berubah,
yaitu: akun bank dan akun laba (rugi) tahun berjalan. Berikut ini adalah
tabel perbandingan perubahan saldo akun yang terjadi pada laporan neraca
di dalam SPT Tahunan dan laporan internal perusahaan:
Tabel 4.8
Estimasi Perubahan Saldo Akun Pada Laporan Neraca PT. ACD
Nama Akun Saldo Akun pada Laporan Neraca SPT
Saldo Akun pada
Laporan Neraca Internal
Bank Rp 62,239,551 Rp 23,381,746,050
Laba (Rugi) Tahun
Berjalan Rp 2,707,279,197 Rp 26,026,785,696
Sumber: diolah, 2017
Pada akun bank terjadi perubahan nilai sebesar Rp 23,319,506,499
menjadi Rp 23,381,746,050 dari sebelumnya Rp 62,239,551 sedangkan
pada akun laba (rugi) tahun berjalan terjadi perubahan nilai sebesar Rp
23,319,506,499 menjadi Rp 26,026,785,696 dari sebelumnya Rp
58
liabilitas PT. ACD bertambah menjadi Rp 281,228,830,286 dari
sebelumnya sebesar Rp 257,909,323,787 (lihat Tabel 4.10). Berikut ini
disajikan estimasi laporan laporan laba rugi dan laporan neraca PT. ACD
berdasarkan hasil review oleh KKP A:
Tabel 4.9
Estimasi Laporan Laba-Rugi PT. ACD
Per 31 Desember 2015
Sumber: diolah, 2017 PENJUALAN
Penjualan Rp 138,549,539,577
Retur dan Potongan Penjualan Rp (4,759,809)
TOTAL PENJUALAN Rp 138,544,917,895
HARGA POKOK PENJUALAN
Persediaan Barang Jadi (Awal) Rp 71,172,459,780 Harga Pokok Penjualan Rp 86,143,255,372
Rp 157,315,715,152
Persediaan Barang Jadi (Akhir) Rp (60,817,851,313) HARGA POKOK
PENJUALAN Rp (96,497,863,774)
LABA KOTOR Rp 43,046,916,994
BIAYA OPERASIONAL
Biaya Pemasaran Rp (412,682,188) Biaya Administrasi dan Umum Rp (15,565,579,972)
TOTAL BIAYA
OPERASIONAL Rp (15,978,262,160)
LABA OPERASIONAL Rp 26,068,653,834
PENDAPTAN NON
OPERASIONAL Rp 19,388,146
BIAYA NON OPERASIONAL Rp (61,256,284)
Rp (41,868,138)
LABA (RUGI) BERSIH
59
menyebabkan perubahan juga pada nilai pajak terutang yang harus
dibayarkan . Penghitungan pajak terutang PT. ACD akibat perubahan nilai
60
4.3.2 Ancaman Sanksi Perpajakan PT. ACD Atas Tindakan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Tindakan perusahan PT. ACD yang dengan sengaja tidak melaporkan nilai
penjualan perusahaan yang sebenarnya sebagai bagian strategi perusahaan untuk
menghemat beban pajak yang harus dibayarkan kepada kas negara, merupakan
suatu tindakan yang melanggar hukum (ilegal). Tindakan yang dilakukan PT.
ACD didalam perpajakan dikenal dengan tindakan Penggelapan Pajak (Tax Evasion), tindakan ini tergolong sebagai tindakan pelanggaran berat yang dapat dikenai sanksi administrasi khusus dan sanksi pidana. M. Zain (2008:44),
mendefiniskan penggelapan pajak (tax evasion) sebagai manipulasi secara illegal atas penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak terutang.
Di dalam Undang Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Perpajakan) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2009, Pengaturan
mengenai ketentuan pidana bagi Warga Negara (Wajib Pajak) badan maupun
orang pribadi diatur dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 39A. Berdasarkan
ketentuan yang berlaku, atas tindakan penggelapan pajak (tax evasion) yang dilakukan oleh PT. ACD yaitu; menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak
lengkap; memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan; tidak menyetorkan pajak
yang dipotong/dipungut, yang kesemuanya itu dilakukan dengan adanya unsur
kesengajaan, maka PT. ACD terancam sanksi pidana penjara minimal 6 bulan
maksimal 6 tahun dan denda minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak yang
61
Berikut ini merupakan penghitungan sanksi denda yang harus dibayarkan oleh PT.
ACD berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 2009 Pasal 39 Ayat (1) :
Denda Pajak = (Pajak terutang yang sebenarnya – pajak
yang telah dibayar) x 2 (dua)
Denda Pajak = Rp 6,506,696,424 – Rp 676,819,788
Denda Pajak = Rp 5,829,876,636 x 2
= Rp 11,659,753,272
4.4Perencanan Pajak (Tax Planning) yang dapat dilakukan oleh PT. ACD
Secara garis besar berdasarkan bentuk usahanya, badan usaha berupa Perseroan
Terbatas (PT), PT. ACD memiliki beban pajak yang harus dibayarkan kepada kas negara
sebesar 32,5% meliputi pajak perseroan sendiri (pajak penghasilan tarif 25%) dan pajak
atas deviden yang dibagikan kepada pemegang saham (tarif 10%). Untuk mengatasi
besarnya beban pajak tersebut, diperlukan adanya perencanaan pajak (tax planning) yang baik yang harus dilakukan oleh PT. ACD; legal atau tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku; masuk akal secara bisnis (reasonable); dan didukung oleh bukti-bukti pendukung yang memadai. Perencanaan pajak (tax planning) yang dapat dilakukan oleh PT. ACD didalam menjalankan kegiatan usahanya meliputi:
4.4.1 Pemanfaatan Kebijakan Tax Amnesty PT. ACD
Salah bentuk perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh PT. ACD untuk
menghindari sanksi perpajakan yang dapat dikenakannya, PT. ACD dapat
memanfaatkan kebijakan pengampunan pajak yang dicanangkan oleh pemerintah.
62
tersebut, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh
PT. ACD yaitu;
- Pertama, PT. ACD harus melunasi semua tunggakan pajak yang masih harus dibayarkan kepada kas negara. Besaran nilai tunggakan pajak yang
harus dilunasi oleh PT. ACD berdasarkan hasil review pajak yang
dilakukan oleh KKP A, PT.ACD wajib melunasi tunggakan pajak sebesar
Rp 1,646,864,873. Tunggakan pajak tersebut terdiri dari:
1) Tunggakan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh
perusahaan untuk masa pajak Agustus 2016 sebesar Rp
276,064,200,-
2) Tunggakan pembayaran Pajak Penghasilan PPh 25/29 Badan selama
5 (lima) bulan periode Mei – September 2016 sebesar: 5 (lima) bulan
x 46.010.700,- = Rp 270,064,000
3) Pada tanggal 10 Februari 2017 PT. ACD mendapatkan Surat
Teguran dari Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang dengan
Nomor Surat: ST-00183/WPJ.10/KP.1004/2017 untuk segera
melakukan pelunasan utang pajak sebesar Rp 295,988,694,-
4) Sejak tahun 2010-2016 Sisa Tagihan Pajak yang harus dibayarkan
PT. ACD kepada kas negara adalah sebesar Rp 804,747,979,-
- Kedua, didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak dijelaskan tentang wajib pajak (OP/Badan) yang
63
melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajaknya; Pajak
Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Atas dasar itu
terhadap kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
telah dikompensasikan, PT. ACD wajib melakukan pembetulan surat
pemberitahuan dan membayar jumlah pajak yang telah dikompensasikan
untuk periode masa Januari – Agustus 2016 sebesar Rp 3.041.064.454.
(Pasal 35 ayat 1b; ayat 4). Berikut ini disajikan data kompensasi Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2015.
Tabel 4.11
Daftar Kompensasi Kelebihan Bayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Masa Pajak PPN Keluaran PPN Masukan PPN Terutang
Saldo Kelebihan Bayar PPN Lebih Bayar
Desember 2015 - - - 3.041.064.454
Januari 22.928.622 10.454 22.918.168 3.018.146.286 Februari 2.035.379.076 34.044.247 2.001.334.829 1.016.811.457 Maret 980.406.914 1.075.618.225 (95.211.311) 1.112.022.768 April 593.467.761 5.540.160 587.927.601 524.095.167 Mei (220.526.055) (476.871.537) 256.345.482 267.749.685 Juni 177.625.731 52.386.618 125.239.113 142.510.572 Juli 344.630.744 447.892.491 (103.261.747) 245.772.319 Agustus 487.249.225 100.185.166 387.064.059 (141.291.740)
Sumber : Data PPN PT. ACD
Secara akuntansi, perlakuan terhadap Pajak Masukan PT. ACD pada masa
Desember 2015 yang tidak boleh dikompensasikan oleh PT.ACD akibat
mengikuti Pengampunan Pajak akan dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
(Dr) Beban Pajak 3.041.064.454
64
- Ketiga, untuk mendapatkan pengampunan pajak PT. ACD diwajibkan untuk membayar uang tebusan atas pengungkapan terhadap penambahan
harta (tabel 4.14) dan hutang (4.15). Uang tebusan yang harus dibayarkan
oleh PT. ACD kepada kas negara dihitung sebagai berikut:
Uang Tebusan = Tarif x (Penambahan Harta - (P. Hutang x 75%))
= 5% x (23,789,006,499 – (200,000,000 x 75%)
= 5% x (23,789,006,499 – 150,000,000)
= 5% x 23,639,006,499 = Rp 1,181,950,325
Tabel 4.12
Daftar Penambahan Harta PT. ACD
NO KODE
HARTA NAMA HARTA
TAHUN PEROLEHAN
HARGA
PEROLEHAN KETERANGAN 1 059 HARTA BERGERAK LAINNYA 2012 Rp 150,000,000 TONGYANG 44" 2 059 HARTA BERGERAK LAINNYA 2012 Rp 20,000,000 PANDAN 42" 3 059 HARTA BERGERAK LAINNYA 2013 Rp 20,000,000 PANDAN 42" 4 059 HARTA BERGERAK LAINNYA 2013 Rp 20,000,000 PANDAN 42"
5 043 MOBIL 2013 Rp 250,000,000 NISSAN
6 042 SEPEDA MOTOR 2010 Rp 4,000,000 KIRANA 2002 7 042 SEPEDA MOTOR 2011 Rp 5,500,000 SUPRA X 125
2011 8 012 TABUNGAN/BANK 2015 Rp 23,319,506,499
TOTAL PENAMBAHAN HARTA Rp 23,789,006,499
Sumber: Surat Pernyataan Harta (SPH) PT.ACD
Tabel 4.13
Daftar Penambahan Hutang PT. ACD
NO KODE
HARTA NAMA HARTA
TAHUN PEROLEHAN
HARGA
PEROLEHAN KETERANGAN 1 101 HUTANG BANK 2013 Rp 200,000,000 PEMBELIAN
MOBIL NISSAN
TOTAL PENAMBAHAN HUTANG Rp 200,000,000
65
Perlakuan Akuntansi menurut PSAK 70 terhadap Harta yang di Ungkap
didalam Tax Amnesty
Berpegangan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 70 yang
telah diluncurkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk mengatur perlakuan
akuntansi atas aset dan liabilitas yang timbul dari pengampunan pajak sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Atas pengungkapan harta dan hutang yang dilakukan oleh PT. ACD dalam
pengampunan pajak yang sebelumnya belum pernah tercatat didalam laporan
keuangan, secara akuntansi akan dicatat sebagai berikut:
a) Mencatat Pengungkapan Harta dan Hutang
Akun Debet (Dr) Kredit (Cr)
Harta Bergerak Lainnya
Laba Ditahan
Rp 210,000,000
Rp 210,000,000
Mobil
Hutang
Laba Ditahan
Rp 250,000,000
Rp 200,000,000
Rp 50,000,000
Sepeda Motor
Laba Ditahan
Rp 9,500,000
Rp 9,500,000
Tabungan/Bank
Laba Ditahan
Rp 23,319,506,499
Rp 23,319,506,499
Sumber: diolah, 2017
b) Mencatat Uang Tebusan
Akun Debet (Dr) Kredit (Cr)
Biaya Uang Tebusan
Kas
Rp 1,181,950,325
Rp 1,181,950,325
66
Tabel 4.14
Estimasi Neraca PT. ACD Setelah Tax Amnesty
AKTIVA KEWAJIBAN DAN EKUITAS
AKTIVA LANCAR KEWAJIBAN LANCAR
Kas Rp 38,844,200 Hutang Usaha Rp 35,006,463,666 Bank Rp 62,239,551 Hutang Bank Rp 13,159,782,523
Piutang Usaha Rp 16,600,037,892 Hutang Pajak Rp 190,918,300 Persediaan Rp 142,643,988,087 Hutang Biaya Rp 728,259,185 Uang Muka Sewa
Tongkang Rp 9,647,238,575 Uang Muka Penjualan Rp 32,946,041,515 Uang Muka Pembelian Rp 67,468,569,670 Hutang Lancar Lainnya Rp 7,934,489,185
Biaya dibayar dimuka Rp 924,989,000
JUMLAH KEWAJIBAN
LANCAR Rp 89,965,954,374
Pajak dibayar dimuka Rp 638,945,507 Piutang PPN Rp 1,197,876,275
JUMLAH AKTIVA LANCAR Rp 239,222,728,757
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
Hutang Jangka Panjang Rp 139,224,989,125
AKTIVA TETAP
JUMLAH KEWAJIBAN
JANGKA PANJANG Rp 139,224,989,125
Mesin Rp 21,511,024,167 Akumulasi Depresiasi
Mesin Rp (3,066,445,229)
Kendaraan Rp 615,590,000 EKUITAS
Akumulasi Depresiasi
Kendaraan Rp (427,408,329) Modal Saham Rp 18,000,000,000 Inventaris Rp 299,273,387 Laba Ditahan Rp 31,530,607,590
Akumulasi Depresiasi
Inventaris Rp (245,438,966)
Laba (Rugi) Tahun
Berjalan Rp 2,707,279,197
67
Mobil Rp 250,000,000
Motor Rp 9,500,000
Tabungan Rp 23,319,506,499
JUMLAH AKTIVA
TETAP Rp 42,475,601,529 JUMLAH EKUITAS Rp 52,237,886,787
TOTAL AKTIVA Rp 281,698,330,286 TOTAL PASIVA Rp 281,428,830,286 Sumber: diolah, 2017
Pengakuan atas Asset dan Liabilitas yang timbul dari Pengampunan Pajak
didalam SPT Tahunan telah diatur didalam didalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan ditegaskan kembali
melalui surat S-150/PJ.03/2017 tentang Penegasan Penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) terkait Penyampaian
Surat Pernyataan Harta (SPH) untuk Pengampunan Pajak yang diterbitkan pada
tanggal 1 Maret 2017 yang lalu. Adapun pengakuan atas Asset dan Liabilitas
didalam Surat Pemberitahuan adalah sebagai berikut:
Seluruh harta dan utang dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) dilaporkan
dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak diperolehnya Surat Keterangan
(Lampiran IV SPT 1770 atau Lampiran II SPT 1770 S)
Ditambah dengan harta dan utang yang diperoleh pada Tahun Pajak 2016
Harta dilaporkan sebesar nilai perolehan, sedangkan utang dilaporkan
sebesar pokok sisa utang pada akhir tahun
Nilai wajar harta dalam SPH dicatat sebagai nilai perolehan dalam SPT
68
Dalam kasus yang dialam oleh PT. ACD baru dapat melakukan pengakuan atas asset
dan liabilitas yang muncul setelah pengampunan pajak didalam Surat Pemberithauan
(SPT) Tahunan 2017. Hal ini disebabkan karena PT. ACD mengikuti program tax
amnesty pada periode ketiga dan baru akan menerima Surat Keterangan (S-Ket)
Pengampunan Pajak pada tahun 2017.
4.4.2 Perencaan Pajak Atas Pajak Penghasilan PPh 21
Perencanaan atas PPh 21 ini berupa pemilihan metode pemotongan PPh
pasal 21, yaitu: pertama PPh 21 ditanggung karyawan (metode gross), kedua
PPh 21 ditanggung perusahaan (metode net), ketiga Pajak Penghasilan Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (metode gross up). Dalam pemotongan Pajak Penghasilan (PPh 21) PT. ACD menggunakan metode net dimana pajak penghasilan ditanggung oleh karyawan.
Dengan menggunakan Net Method, PT.ACD akan terkena koreksi fiskal positif sebesar Rp. 13,905,500 (tabel 4.17) untuk pembayaran PPh Pasal 21
karyawannya. Karena beban PPh tersebut bukan merupakan biaya yang boleh
dikurangkan untuk penghasilan bruto perusahaan. Sedangkan pada metode
Gross Up. Akan tetapi perusahaan yang menggunakan metode Gross Up tidak akan terkena koreksi fiskal, karena pembayaran PPh Pasal 21 karyawannya
diberikan dalam bentuk tunjangan. Pemilihan metode Gross Up ini selain menguntungkan dari segi penghitungan pajaknya, juga dapat menstimulasi
pegawai untuk meningkatan produktivitasnya karena pendapatan yang
71
4.4.3 Pengajuan Permohonan Penurunan Angsuran PPh Pasal 25
Pengajuan penurunan angusan PPh 25 dapat dilakukan dengan melaukan
proyeksi laporan keuangan ini bertujuan untuk mengetahui laba pada akhir
tahun. Sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak 537/PJ./2000, wajib pajak dapat
mengajukan permohonan pengurangan pembayaran angsuran PPh 25 secara
tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wajib pajak terdaftar dengan
disertai proyeksi laba akhir tahun dan alasan terjadinya penruan laba, dengan
syarat:
a. Proyeksi laba akhir tahun dilakukan setelah 3 (tiga) bulan atau lebih dalam
satu tahun pajak dan bisa menunjukan pajak penghasilan terutang pada
tahun tersebut kurang dari 75% dari angsuran pajak.
b. Pengajuan permohonan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 harus disertai
dengan penghitugan besarnya pajak penghasilan terutang berdasarkan
prakiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya
angsuran PPh 25 untuk bulan-bulan tersisa dari tahun pajak bersangkutan.
4.4.4 Melakukan Restitusi Atas Kelebihan Pembayaran Pajak
Restitusi atas kelebihan pembayaran pajak bertujuan untuk memberikan
suntikan dana segar (uang tunai) bagi kas perusahaan. Langkah untuk meminta
kembali (restitusi) atas kelebihan pembayararan pajak sangat mungkin untuk
dilakukan terlebih setelah perusahaan mengikuti program pengampunan pajak
72
wajib pajak yang mengikuti program ini akan mendapatkan pengampunan atas
ketidakpatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Untuk menghindari dilakukannya pemeriksaan oleh fiskus setiap kali
melakukan permohonan restitusi, wajib pajak PT. ACD dapat mengajukan
permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh. Fasilitas atau
keuntungan yang diperoleh: akan diberikan pelayanan khusus dalam restitusi
Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berupa pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak tanpa dilakukan pemeriksaan terlebih
dahulu. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor