• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Bentuk Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di Wilayah Provinsi DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Bentuk Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di Wilayah Provinsi DKI Jakarta"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Bentuk Pencatatan Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di Wilayah Provinsi DKI Jakarta

Disusun oleh

Nama : Gusnandi Arief Haliadi

NPM : 0906519614

Program Studi : Ilmu Hukum

Pembimbing : Melania Kiswandari, S.H., M.LI. Daly Erni, S.H., LL.M.

Abstrak

Penelitian ini disusun untuk menganalisis pengaturan dan praktek pengawasan ketenagakerjaan dalam bentuk pencatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta serta mengkaji konsep pengawasan ketenagakerjaan terhadap PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini adalah terdapat permasalahan hukum dalam pengawasan ketenagakerjaan dalam bentuk pencatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta sehingga tidak berlangsung dengan optimal. Dibutuhkan kesesuaian peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan terkait pencatatan PKWT, sehingga pengawasan ketenagakerjaan dalam bentuk pencatatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta dapat berlangsung lebih optimal.

Kata kunci:

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, PKWT, Pencatatan, Pendaftaran, Pengawasan Ketenagakerjaan, DKI Jakarta.

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan kondisi nyata yang terjadi, PKWT kerap menimbulkan permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya bagi para pekerja/buruh. Berbagai kasus PKWT yang terjadi kiranya dapat diminimalisir apabila terdapat campur tangan negara. Salah satu bentuk campur tangan yang relatif utama adalah melalui pengawasan ketenagakerjaan, dalam konteks penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang tujuan utamanya adalah perlindungan bagi pekerja/buruh. Sehubungan dengan masalah PKWT, bentuk pengawasan oleh pemerintah dilaksanakan melalui mekanisme pencatatan PKWT.

Di wilayah Provinsi DKI Jakarta, peraturan mengenai pencatatan PKWT diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata

(2)

Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian Kerja. Dalam Peraturan Gubernur tersebut ditetapkan bahwa perusahaan wajib mendaftarkan PKWT paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah perjanjian kerja tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak.1 Atas pengajuan pencatatan PKWT tersebut, nantinya PKWT akan diteliti.

Pada kenyataannya, atas pengaturan dan penerapan mekanisme pengawasan ketenagakerjaan dalam bentuk pencatatan PKWT tersebut masih kerap terjadi kasus-kasus PKWT.2 Untuk itu, kiranya akan bermanfaat penelitian

terkait judul “Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Bentuk Pencatatan Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di Wilayah Provinsi DKI Jakarta” guna memperoleh pengetahuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan pelaksanaan mekanisme pencatatan tersebut di atas. Adapun permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengaturan pengawasan ketenagakerjaan dalam bentuk pencatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dalam bentuk pencatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta?

3. Bagaimanakah konsep pengawasan ketenagakerjaan terhadap PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta?

B. Tinjauan Teoritis

Di bawah ini merupakan beberapa teori yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penulisan ini.

1. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.3

2. Pengusaha adalah:                                                                                                                          

1 Daerah Khusus Ibukota Jakarta (a), Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian Kerja, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007, Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2007 Nomor 11, Pasal 24 ayat (1).

2 Dalam hal ini, suatu kaidah hukum dikatakan berhasil atau gagal mencapai tujuan apabila

dilhat dari apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan tujuan tertentu atau tidak. Lihat Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Peranan Sanksi, (Bandung: Remadja Karya CV, 1985), hlm. 7.

3 Indonesia (a), Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, LN No.

(3)

a) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.4

3. Perusahaan adalah:

a) Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b) Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.5

4. Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.6 5. Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.7

6. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.8

C. Pembahasan

Dalam lingkup nasional, pengaturan mengenai pencatatan PKWT didasarkan pada 2 (dua) peraturan, yakni Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian                                                                                                                          

4Ibid., Pasal 1 angka 5. 5Ibid., Pasal 1 angka 6. 6Ibid., Pasal 1 angka 14. 7Ibid., Pasal 1 angka 15. 8Ibid., Pasal 1 angka 32.

(4)

Kerja Waktu Tertentu. Khusus dalam lingkup lokal, pelaksanaan pencatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta didasarkan pada 3 (tiga) peraturan, yakni:

a. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan;

b. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian Kerja;

c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 119 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pembahasan berikut ditinjau berdasarkan pengaturan dalam pencatatan PKWT, kekosongan hukum dalam pencatatan PKWT, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia pelaksana pencatatan PKWT, dan konsep pengawasan ketenagakerjaan terhadap PKWT.

1. Pengaturan Dalam Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Terdapat beberapa ketidaksesuaian dalam peraturan perundang-undangan terkait pencatatan PKWT, meliputi perbedaan terminologi, unit kerja pelaksana pencatatan PKWT, dan aspek yang diteliti dalam pencatatan PKWT.

Ketidaksesuaian yang pertama adalah perbedaan terminologi. Secara garis besar, terdapat 2 (dua) terminologi yang dipergunakan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait pencatatan PKWT. Terminologi pertama adalah pencatatan. Pengaturan mengenai terminologi pencatatan terdapat dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 13 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu. Pencatatan merupakan dan berlaku sebagai tindakan administratif dari pemerintah yang bertujuan untuk mengetahui jumlah PKWT yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini, tidak terdapat syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar pencatatan dapat berlangsung.9 Pelaksanaan pencatatan berada di

                                                                                                                         

9 Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak diatur mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pencatatan PKWT.

(5)

bawah kewenangan dan tanggung jawab pemerintah dalam bentuk pengawasan ketenagakerjaan.10

Terminologi kedua adalah pendaftaran. Pengaturan mengenai terminologi pendaftaran terdapat dalam peraturan di tingkat Provinsi DKI Jakarta yaitu Pasal 32 ayat (7) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 27 ayat (1) dan (2) Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian Kerja. Pada terminologi pendaftaran, terdapat syarat-syarat tertentu yang harus diteliti agar pendaftaran dapat berlangsung.11 Pelaksanaan

pendaftaran berada di bawah kewenangan dan tanggung jawab pengusaha, karena pengusaha yang diwajibkan untuk melaksanakannya.

Pada tingkat pelaksanaan, perbedaan kedua terminologi tersebut menyebabkan sejumlah kendala dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan terkait. Bagi pemerintah, ketidaksesuaian peraturan perundang-perundang-undangan menyebabkan ketidakpastian dalam pelaksanaan penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan. Berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan, karena peraturan dalam lingkup nasional yang hierarkinya lebih tinggi tidak menetapkan hal penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan, maka pelaksanaan pencatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta menjadi beragam. Kendala lain yang timbul adalah tidak diaturnya syarat maupun proses mendetail melalui peraturan perundang-undangan dalam lingkup nasional mengenai pencatatan PKWT. Teknis pelaksanaan PKWT hanya diatur melalui peraturan perundang-undangan dalam lingkup lokal. Dalam hal ini, dibutuhkan kesesuaian terminologi dalam peraturan perundang-undangan.12 Berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan, seyogyanya, terminologi yang dipakai dalam bentuk keputusan menteri, peraturan daerah, maupun peraturan                                                                                                                          

10 PKWT dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Lihat

Indonesia (a), op.cit., Penjelasan Pasal 59 ayat (1).

11 Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah rekapitulasi data pekerja/buruh dan PKWT

sesuai yang tercantum dalam rekapitulasi data pekerja/buruh. Terhadap pengajuan pendaftaran oleh perusahaan, suku dinas atau dinas meneliti pendaftaran PKWT dimaksud beserta kelengkapannya. Lihat Daerah Khusus Ibukota Jakarta (a), op.cit., Pasal 26 ayat (1).

12 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pencatatan adalah perbuatan (hal) mencatat, sedangkan

pendaftaran adalah pencatatan nama, alamat, dan sebagainya dalam daftar. Walaupun pengertian kedua terminologi tersebut hampir sama, akan tetapi terminologi “pencatatan” dan “pendaftaran” merupakan hal yang berbeda, sehingga dibutuhkan kesesuaian dalam penyebutan terminologi tersebut. Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 264 dan hlm. 306.

(6)

gubernur yang merupakan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari undang, tidak boleh bertentangan dengan terminologi di dalam undang-undang yang hierarkinya lebih tinggi. Pengambil kebijakan yang membuat peraturan di bidang ketenagakerjaan dapat mempertimbangkan penggunaan terminologi “pendaftaran” dalam hubungannya dengan PKWT, sehingga terminologi tersebut membawa serta dampak dilakukannya penelitian terhadap syarat maupun materi PKWT agar dapat didaftarkan.

Ketidaksesuaian berikutnya adalah tentang unit kerja pelaksana pencatatan PKWT. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya menyatakan bahwa PKWT dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan,13 tanpa menyebutkan secara spesifik unit kerja mana dalam

instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan tersebut yang bertugas melaksanakan pencatatan. Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu mengatur bahwa unit kerja pelaksana pencatatan PKWT adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang ketengakerjaan kabupaten/kota,14 dalam hal ini suku dinas tenaga kerja dan transmigrasi.

Dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan, unit kerja pelaksana pencatatan PKWT adalah dinas tenaga kerja dan transmigrasi,15 sedangkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian kerja, unit kerja pelaksana pencatatan PKWT adalah suku dinas atau dinas.16 Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 119

                                                                                                                          13 Indonesia (a), loc.cit.

14 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Kep.100/Men/VI/2004, Pasal 13.

15 Daerah Khusus Ibukota Jakarta (b), Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004, Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 60, Pasal 32 ayat (7).

16 Pendaftaran PKWT diajukan oleh perusahaan yang bersangkutan kepada suku dinas atau

dinas dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Diajukan kepada suku dinas, apabila perusahaan mempunyai lokasi kerja hanya pada satu kotamadya, sesuai domisili/alamat perusahaan yang bersangkutan;

(7)

Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pelaksanaan pendaftaran PKWT dilaksanakan oleh suku dinas tenaga kerja dan transmigrasi, khususnya seksi hubungan industrial dan kesejahteraan pekerja.17 Pengaturan mengenai organisasi dan tata kerja dinas tenaga kerja dan transmigrasi tersebut merupakan pengaturan mengenai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) instansi ketenagakerjaan.

Terjadi ketidaksesuaian pengaturan yang menetapkan unit kerja pelaksana pencatatan PKWT, dinas tenaga kerja dan transmigrasi atau suku dinas tenaga kerja dan transmigrasi. Konsekuensi dari pengaturan yang berbeda terkait dengan kewajiban bagi pengusaha untuk mencatatkan PKWT yang ada di instansi ketenagakerjaan dalam wilayah hukum perusahaan dan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) instansi ketenagakerjaan di wilayah hukum terkait menyebabkan pelaksaan pencatatan PKWT sampai saat ini dilaksanakan oleh suku dinas tenaga kerja dan transmigrasi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesesuaian peraturan perundang-undangan terkait dengan kewajiban bagi pengusaha untuk mencatatkan PKWT yang ada di instansi ketenagakerjaan dalam wilayah hukum perusahaan dan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) instansi ketenagakerjaan di wilayah hukum terkait. Dalam hal ini, unit kerja pelaksana pencatatan PKWT yang diatur melalui peraturan yang hierarkinya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan unit kerja pelaksana pencatatan PKWT yang diatur melalui peraturan yang hierarkinya lebih tinggi.

Ketidaksesuaian ketiga dalam pencatatan PKWT adalah tentang aspek yang diteliti dalam pencatatan PKWT. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak mengatur mengenai penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan. Undang-Undang tersebut hanya menetapkan “dicatatkan,” sedangkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut menetapkan “wajib dicatatkan.”

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           

Lihat Daerah Khusus Ibukota Jakarta (a), op.cit., Pasal 24 ayat (3).

17 Seksi hubungan industrial dan kesejahteraan pekerja mempunyai tugas melakukan

verifikasi dan pendaftaran PKWT. Lihat Daerah Khusus Ibukota Jakarta (c), Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 119 Tahun 2009, Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2009 Nomor 118, Pasal 39 ayat (3) huruf d.

(8)

Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian kerja diatur mengenai penelitian terhadap materi PKWT. Namun demikian, pengaturan tersebut menimbulkan permasalahan baru akibat adanya penetapan syarat yang berbeda bagi terpenuhi/sahnya pendaftaran. Dalam Pasal 25 Peraturan Gubernur terkait, syarat pendaftaran PKWT adalah rekapitulasi data pekerja/buruh yang dipekerjakan melalui PKWT dan lampiran berupa masing PKWT masing-masing pekerja/buruh tersebut.18 Adapun dalam Pasal 26 Peraturan Gubernur terkait

terdapat syarat baru yang bersifat alternatif bagi terpenuhi/sahnya pendaftaran yaitu kesesuaian materi PKWT.19 Hal tersebut dipertegas dalam Pasal 27 Peraturan

Gubernur terkait yang menyatakan bahwa syarat terpenuhi/sahnya pendaftaran yang cukup memenuhi syarat berdasarkan Pasal 25 Peraturan Gubernur terkait.20                                                                                                                          

18 Pasal 25 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara

Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian kerja mengatur:

“Dalam mengajukan pendaftaran PKWT harus melampirkan persyaratan sebagai berikut. 1. Rekapitulasi data pekerja/buruh;

2. PKWT sesuai yang tercantum dalam rekapitulasi data pekerja/buruh” Lihat Daerah Khusus Ibukota Jakarta (a), op.cit., Pasal 25 huruf a.

19 Pasal 26 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara

Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian kerja mengatur:

“ (1) Terhadap pengajuan pendaftaran oleh perusahaan selanjutnya suku dinas atau dinas meneliti pendaftaran PKWT dan perjanjian kerja harian lepas dimaksud beserta kelengkapannya.

(2) Dalam hal persyaratan kelengkapan pendaftaran kurang lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 atau materi perjanjian kerja tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 3, Pasal 5 dan Pasal 15 maka suku dinas atau dinas paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hah kerja setelah menerima pendaftaran, memberitahukan dan meminta kepada pimpinan perusahaan untuk melengkapi persyaratan dan/atau memperbaiki perjanjian kerja dengan menggunakan formulir 2 sebagaimana tercantum pada lampiran peraturan Gubernur ini.

(3) Apabila setelah melampaui jangka waktu 7 (tujuh) hah kerja, perusahaan belum melengkapi persyaratan atau memperbaiki perjanjian kerja, maka berkas pendaftaran PKWT dan perjanjian kerja harian lepas tersebut dikembalikan kepada perusahaan yang bersangkutan dengan menggunakan formulir 3 sebagaimana tercantum pada lampiran peraturan Gubernur ini.”

Lihat Ibid., Pasal 26.

Materi PKWT termaksud dalam Pasal 26 Peraturan Gubernur dapat dilihat pada catatan kaki No. 249, 250, dan 251 hlm. 79. Materi PKWT tersebut harus sesuai dengan syarat dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

20 Pasal 27 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara

Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian kerja mengatur:

“(1) Dalam hal suku dinas atau dinas menerima pendaftaran PKWT dan perjanjian kerja harian lepas yang telah disertai dengan persyaratan secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, dinas atau suku dinas harus sudah menerbitkan bukti pendaftaran PKWT dan perjanjian kerja harian lepas tersebut dengan menggunakan formulir 4 sebagaimana tercantum pada lampiran peraturan Gubernur ini.

(9)

Sesuai dengan instrumen peraturan perundang-undangan tersebut, hal yang cukup dipenuhi dalam pendaftaran PKWT adalah rekapitulasi data pekerja/buruh dan PKWT sesuai yang tercantum dalam rekapitulasi data pekerja/buruh. Kedua persyaratan tersebut merupakan hal-hal yang bersifat administratif terkait dengan PKWT dan bukan merupakan inti tujuan diadakannya pencatatan PKWT.21 Hal tersebut menyebabkan bahwa tidak ada pengaturan yang menyatakan bahwa mediator hubungan industrial dalam seksi hubungan industrial dan kesejahteraan pekerja pada suku dinas tenaga kerja dan transmigrasi sebagai pihak yang melaksanakan pencatatan PKWT perlu untuk melakukan penelitian terhadap materi PKWT.22

Dibutuhkan pengaturan kembali mulai dari peraturan dalam lingkup nasional maupun peraturan dalam lingkup lokal di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Pengaturan kembali dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan maupun Keputusan Menteri Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu berupa kewajiban dilakukannya penelitian terhadap syarat maupun materi PKWT serta syarat yang harus dipenuhi dan materi PKWT apa saja yang harus diteliti. Pengaturan kembali dalam Peraturan Gubernur Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian kerja berupa pengaturan secara teknis mengenai tahapan proses pendaftaran PKWT beserta pengaturan syarat dan materi PKWT termaksud.

2. Kekosongan Hukum Dalam Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Terdapat hal-hal yang belum diatur terkait pencatatan PKWT, terutama dalam hal konsekuensi hukum terhadap pengusaha yang tidak mencatatkan PKWT kepada instansi ketenagakerjaan kabupaten/kota maupun terhadap mediator hubungan industrial yang tidak melaksanakan penelitian dalam pencatatan PKWT.

Terhadap pengusaha yang tidak mencatatkan PKWT kepada intansi ketenagakerjaan kabupaten/kota, tidak ada peraturan perundang-undangan bidang                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            

(2) Dalam hal pendaftaran belum selesai dan/atau bukti pendaftaran belum diterbitkan oleh dinas atau suku dinas maka perjanjian kerja dimaksud dianggap telah terdaftar.”

Lihat Ibid., Pasal 27.

21 Adapun tujuan pencatatan PKWT adalah untuk mengetahui, memonitor, maupun

mengevaluasi apakah PKWT telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga pada saat pelaksanaan PKWT tersebut baik pihak pekerja/buruh maupun pengusaha tidak ada yang dirugikan.

22 Materi PKWT merupakan bagian esensial dalam perjanjian kerja yang berhubungan secara

(10)

ketenagakerjaan yang mengatur konsekuensi hukum yang akan ditanggung oleh pengusaha yang tidak melaksanakan hal tersebut.23 Ketiadaan konsekuensi hukum tersebut menyebabkan minimnya jumlah PKWT yang dicatatkan kepada instansi ketenagakerjaan kabupaten/kota.24 Berikut rekapitulasi data pencatatan PKWT tahun 2012 di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Tabel 1. Rekapitulasi Data Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Tahun 2012 di Wilayah Provinsi DKI Jakarta

No Bulan/Tahun Wilayah Jakarta Jumlah

Pusat Utara Barat Selatan Timur

1 Des-2011 5981 31375 2689 258 1423 41726 2 Jan-2012 5981 31815 2872 258 1434 42360 3 Feb-2012 5981 32555 2872 258 1434 43100 4 Mar-2012 5981 33658 2872 258 1443 44212 5 Apr-2012 5981 34759 2872 258 1456 45326 6 Mei-2012 5981 35332 2872 258 1461 45904 7 Jun-2012 6543 35590 2872 258 1470 46733 8 Jul-2012 6883 36282 2872 258 1482 47777 9 Agust-2012 7397 36606 2872 258 1491 48624 10 Sep-2012 8214 36871 2872 258 1491 49706 11 Okt-2012 8214 37352 2872 258 1491 50187 12 Nop-2012 8773 37867 2872 258 1491 51261 13 Des-2012 8783 38992 2872 258 1491 52396

Sumber: Kepala Seksi Pembinaan Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta, 2012.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hingga akhir tahun 2011, jumlah PKWT yang tercatat oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta

                                                                                                                         

23 Ketiadaan konsekuensi hukum tersebut dapat dilihat pada peraturan terkait dengan

pencatatan PKWT, baik Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, maupun peraturan di wilayah Provinsi DKI Jakarta, yakni Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian Kerja.

24 Hal senada diungkapkan oleh Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Kesejahteraan

(11)

adalah 41.726.25 Sampai dengan akhir tahun 2012, jumlah PKWT yang tercatat adalah 52.396. Oleh karena itu, jumlah PKWT yang tercatat di wilayah Provinsi DKI Jakarta selama tahun 2012 adalah 10.670. Jumlah tersebut sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja pada tahun 2012 di wilayah Provinsi DKI Jakarta.26 Menurut Berita Resmi Statistik Nomor 51/11/31/Th. XIV tanggal 5 November 2012 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja yang bekerja pada tahun 2012 di wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 4.588.420 orang. Apabila jumlah angkatan kerja yang bekerja dibandingkan dengan jumlah PKWT yang tercatat, maka jumlah PKWT yang tercatat tersebut sangat minim. Padahal dalam lima tahun terakhir, tren pekerja/buruh PKWT dan outsourcing di Indonesia meningkat secara signifikan.27 Demi menegakkan

peraturan mengenai pencatatan PKWT yang merupakan kewajiban pengusaha,28 maka sudah sepatutnya pemerintah mengatur tentang konsekuensi hukum atas kewajiban untuk mencatatkan PKWT tersebut.

Adapun terhadap mediator hubungan industrial yang tidak melaksanakan penelitian dalam pencatatan PKWT juga belum terdapat konsekuensi hukum yang jelas.29 Di sisi lain, mediator hubungan industrial adalah pegawai negeri sipil

                                                                                                                         

25 Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta wajib

menyampaikan laporan terkait dengan pendaftaran PKWT setiap bulan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta. Lihat Daerah Khusus Ibukota Jakarta (a), op.cit., Pasal 29.

26 Pekerja/buruh terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau

labour force terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan. Lihat Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hlm. 5.

27 Ratih Pratiwi Anwar dan Agustinus Supriyanto, “Non-standard Work, Social Dialogue, and

Collective Bargaining in Indonesia,” ILO Working Paper No. 43 (December 2012), hlm. 23.

28 Kewajiban pencatatan PKWT oleh pengusaha dapat dikategorikan termasuk hal dan/atau

biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja. Segala hal dan/atau biaya tersebut dilaksanakan oleh dan menjadi tangung jawab pengusaha. Lihat Indonesia (a), op.cit., Pasal 53.

29 Ketiadaan konsekuensi hukum bagi mediator hubungan industrial tersebut dapat dilihat

pada peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan meliputi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu maupun peraturan di wilayah provinsi DKI yakni Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian Kerja, dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 119 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

(12)

(PNS).30 Sebagai PNS, mediator hubungan industrial terikat pada pengaturan mengenai disiplin PNS. Apabila mediator hubungan industrial tidak melaksanakan penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan dengan jujur, tertib, maupun cermat,31 maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi tertentu.32 Keberadaan peraturan yang ada masih bersifat umum dan tidak spesifik mengenai kinerja dalam bidang ketenagakerjaan, khususnya terkait dengan pencatatan PKWT, sehingga belum cukup untuk menjamin mediator pegawai negeri sipil melaksanakan tugas penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan dengan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara sesuai dengan kewajiban pegawai negeri sipil, padahal penelitian terhadap materi PKWT yang dicatatkan merupakan bagian esensial dalam pencatatan PKWT yang berhubungan secara langsung terhadap hak maupun kewajiban pekerja/buruh. Sesuai dengan hasil pengamatan di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang telah dilaksanakan, mediator hubungan industrial belum melaksanakan penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan dengan jujur, tertib, maupun cermat. Untuk dapat menegakkan pengaturan mengenai penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan, sudah semestinya pemerintah mengatur konsekuensi hukum yang akan ditanggung oleh mediator hubungan industrial                                                                                                                          

30 Mediator hubungan industrial termasuk ke dalam pegawai negeri sipil yang diberi tugas,

tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh untuk melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan hubungan industrial. Lihat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara,

Peraturan Menteri Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Tentang Jabatan Fungsional Mediator Hubungan Industrial dan Angka Kreditnya, Permen Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/06/M.Pan/4/2009, Pasal 1 angka 1.

31 Salah satu kewajiban pegawai negeri sipil adalah bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan

bersemangat untuk kepentingan negara. Lihat Indonesia (b), Peraturan Pemerintah Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PP No. 53 Tahun 2010, LN No. 74 Tahun 2010, TLN No. 5135, Pasal 3 angka 9.

32 Sanksi yang dimaksud merupakan hukuman disiplin pegawai negeri sipil. Hukuman yang

diberikan bergantung kepada tingkat hukuman disiplin, apakah termasuk hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat. Penentutan tingkat hukuman ditentukan dari lingkup dampak pelanggaran. Apabila lingkup dampak pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja, maka termasuk kepada hukuman disiplin ringan dengan jenis hukuman yang diterima terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Apabila lingkup dampak pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan, maka termasuk bagi hukuman disiplin sedang dengan jenis hukuman yang diterima terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. Apabila lingkup dampak pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka termasuk bagi hukuman disiplin berat dengan jenis hukuman yang diterima terdiri dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil. Lihat Ibid., Pasal 7-10.

(13)

apabila tidak melaksanakan penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan melalui peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik di bidang ketenagakerjaan.

3. Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Manusia Pelaksana Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Sumber daya manusia pelaksana pencatatan PKWT adalah mediator hubungan industrial. Berdasarkan aspek kuantitas, jumlah mediator hubungan industrial yang melaksanakan penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan memiliki jumlah yang rendah. Di wilayah Provinsi DKI Jakarta, jumlah mediator hubungan industrial sebanyak 45 orang.33 Jumlah yang minim tersebut tidak sebanding dengan

banyaknya jumlah pekerja/buruh PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta.34 Selain

alasan tersebut, dengan kompleksitas permasalahan hubungan industrial serta tugas mediator hubungan industrial yang tidak hanya melaksanakan penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan,35 maka penelitian terhadap PKWT yang dilakukan oleh mediator hubungan industrial tidak dapat berjalan dengan optimal. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dibutuhkan perbandingan jumlah mediator hubungan industrial yang sesuai dengan banyaknya PKWT sehingga penelitian PKWT dapat berjalan dengan optimal.

Berdasarkan aspek kualitas, permasalahan terletak pada pengetahuan dan keterampilan mediator hubungan industrial khususnya mengenai penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh mediator hubungan industrial berbeda-beda di tiap suku dinas tenaga kerja dan transmigrasi.                                                                                                                          

33 Dari hasil pengamatan yang telah dilaksanakan, jumlah mediator hubungan industrial pada

masing-masing suku dinas tenaga kerja dan transmigrasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta yakni Jakarta Barat 11 (sebelas) mediator hubungan industrial, Jakarta Pusat 9 (sembilan) mediator hubungan industrial, Jakarta Selatan 8 (delapan) mediator hubungan industrial, Jakarta Timur 8 (delapan) mediator hubungan industrial, dan Jakarta Utara 9 (sembilan) mediator hubungan industrial sehingga total berjumlah 45 orang.

34 Menurut Data Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Tahun 2012 yang bersumber

dari Kepala Seksi Pembinaan Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta, jumlah PKWT yang tercatat di wilayah Provinsi DKI Jakarta selama tahun 2012 sejumlah 10.670 PKWT.

35 Adapun mediator hubungan industrial bertugas untuk melaksanakan kegiatan pembinaan

dan pengembangan hubungan industrial, melaksanakan verifikasi dan pendaftaran perjanjian kerja bersama, pemberian izin dan pembinaan perusahaan penyedia jasa serikat pekerja/serikat buruh, melakukan pendaftaran perjanjian penyedia jasa serikat pekerja/serikat buruh, pencatatan lembaga kerja sama bipartit, pencatatan serikat pekerja/serikat buruh maupun federasi dan konfederasi, menerima, mencatat, dan memantau serta mengupayakan pencegahan rencana mogok kerja dan unjuk rasa pekerja, serta melaksanakan mediasi perselisihan hubungan industrial. Lihat Daerah Khusus Ibukota Jakarta (c), op.cit., Pasal 39 ayat (2).

(14)

Dalam hal ini, pelatihan mediator hubungan industrial belum cukup untuk memastikan agar mediator hubungan industrial melaksanakan tugasnya dengan optimal karena latar belakang mediator tersebut tidak hanya berasal dari sarjana hukum, melainkan juga sarjana lainnya, seperti sarjana teknik maupun sarjana ekonomi.36 Permasalahan tersebut menjadi lebih rumit setelah adanya desentralisasi sebagai wujud otonomi daerah.37 Masalah utama dalam pelaksanaan otonomi daerah yang paling dominan adalah terletak pada faktor peningkatan kualitas pegawai negeri sipil. Faktor peningkatan yang dimaksud dapat dilaksanakan melalui perpindahan pegawai negeri sipil,38 yang menjadi otoritas daerah otonom.39

Seringkali perpindahan pegawai negeri sipil didasarkan pada kepercayaan bahwa pegawai negeri tersebut mampu untuk melaksanakan tugas baru yang diberikan, bukan karena kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh yang bersangkutan sesuai dengan jabatan yang ada. Perpindahan yang demikian menyebabkan terkadang pegawai negeri sipil yang ditempatkan pada suatu instansi tertentu sebenarnya tidak begitu memahami atau menguasai instansi tersebut. Hal tersebut menyebabkan efektivitas kerja yang rendah dikarenakan pengetahuan maupun pengalaman pegawai negeri sipil yang dipindahkan tersebut rendah.

                                                                                                                         

36 Adapun salah satu syarat menjadi mediator yakni berpendidikan sekurang-kurangnya

strata satu (S1). Lihat Indonesia (c), Undang-undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU No. 2 Tahun 2004, LN No. 6 Tahun 2004, TLN No. 4356, Pasal 9 huruf f.

37 Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah menyelenggarakan sendiri,

atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintah daerah atau pemerintah desa. Di samping itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di luar urusan pemerintahan seperti di atas, pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintah atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintah desa berdasarkan asas tugas pembantuan. Lihat Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 35.

38 Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan pegawai

negeri sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja. Lihat Indonesia (d),

Undang-undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, UU No. 43 Tahun 1999, LN No. 169 Tahun 1999, TLN No. 3890, Pasal 22.

39 Dalam hal ini, untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk

memperluas pengalaman, wawasan kemampuan, maka diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah kerja bagi pegawai negeri sipil. Dalam hal ini, dimungkinkan perpindahan pegawai negeri sipil dari departemen/lembaga/provinsi/kabupaten/kota yang satu ke departemen/lembaga/provinsi/kabupaten/kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat manajerial. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh pegawai negeri merupakan satu kesatuan, hanya tempat pekerjaannya yang berbeda. Lihat Indonesia (e),

Peraturan Pemerintah Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, PP No. 9 Tahun 2003, LN No. 15 Tahun 2003, TLN No. 4263, Penjelasan Umum.

(15)

Bertitik tolak dari berbagai permasalahan yang timbul pada suku dinas tenaga kerja dan transmigrasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta di atas terkait dengan sumber daya manusia pelaksana pencatatan PKWT, maka akan lebih baik jika upaya peningkatan kualitas dan kuantitas mediator hubungan industrial didukung oleh kebijakan di daerah baik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Para pimpinan pemerintah daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah diharapkan memiliki sistem penempatan, rotasi/mutasi dan pembinaan yang konsisten bagi mediator hubungan industrial di daerah. Pemerintah daerah juga perlu menyediakan anggaran APBD untuk mendidik, melatih, dan mengangkat mediator hubungan industrial agar terjadi pemerataan jumlah mediator hubungan industrial di seluruh daerah Indonesia.

4. Konsep Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Konsep pengawasan ketenagakerjaan pada awalnya dilaksanakan melalui pencatatan PKWT yang difokuskan pada penelitian terhadap materi PKWT yang dicatatkan.40 Adapun materi PKWT yang dimaksud terdiri atas persyaratan perjanjian kerja, bentuk perjanjian kerja, jenis pekerjaan tertentu yang dapat dibuat lewat PKWT, dan pemberian upah sesuai dengan ketentuan. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu melegitimasi tindakan pemerintah dalam pencatatan PKWT.41 Secara umum, pencatatan PKWT dilakukan melalui proses pengajuan permohonan oleh pengusaha untuk mencatatkan PKWT kepada instansi ketenagakerjaan kabupaten/kota dimana pekerja/buruh ditempatkan.42 Mediator hubungan industrial akan melaksanakan penelitian terhadap syarat dan materi PKWT. Setelah kedua hal tersebut terpenuhi, instansi ketenagakerjaan kabupaten/kota kemudian menerbitkan registrasi                                                                                                                          

40 Pencatatan PKWT merupakan bentuk pengawasan oleh pemerintah untuk untuk

mengetahui, memonitor, maupun mengevaluasi apakah PKWT telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga pada saat pelaksanaan PKWT tersebut baik pihak pekerja/buruh maupun pengusaha tidak ada yang dirugikan.

41 Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan akan diatur melalui keputusan menteri, termasuk mengenai pencatatan PKWT. Lihat Indonesia (a), op.cit., Pasal 59 ayat (8).

42 Wawancara dengan Kepala Sub Direktur Perjanjian Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan

(16)

pencatatan yang merupakan output dari hasil pencatatan yang akan diperoleh perusahaan. Dalam hal ini, terlepas siapapun yang melaksanakan pencatatan PKWT, hal yang paling esensial dalam pencatatan PKWT adalah dilakukan penelitian secara optimal terhadap materi PKWT yang dicatatkan. Walaupun tugas, pokok, dan fungsi pada instansi ketenagakerjaan berubah (misalnya pencatatan PKWT bukan lagi merupakan tugas mediator hubungan industrial), pencatatan PKWT harus tetap berfokus pada penelitian terhadap materi PKWT atas dasar alasan-alasan termaksud di atas.43

Setelah pencatatan PKWT dilaksanakan, pengawasan ketenagakerjaan terhadap PKWT kemudian dilaksanakan melalui mekanisme pengawasan ketenagakerjaan pada umumnya, yang bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan secara umum lebih bersifat sebagai “jaring pengaman” untuk memastikan penegakan hukum terhadap peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan, termasuk PKWT.44 Pada akhirnya akan terjadi pengawasan ketenagakerjaan yang relatif berlapis terhadap PKWT, yakni melalui pencatatan PKWT yang memfokuskan pada penelitian terhadap materi PKWT yang dicatatkan dan pengawasan ketenagakerjaan pada umumnya. Apabila dilaksanakan dengan optimal, seharusnya dengan konsep yang berlapis tersebut pemekerjaan dengan sistem PKWT relatif tidak menimbulkan banyak masalah. Oleh karena itu, pengawasan ketenagakerjaan harus dilaksanakan terhadap PKWT.

Apabila telah terjadi kesesuaian peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan khususnya terkait pencatatan PKWT, diharapkan terjadi perubahan paradigma bahwa pencatatan PKWT bukan merupakan suatu hal yang bersifat                                                                                                                          

43 Sebelum adanya otonomi daerah, PKWT ditangani oleh bidang syarat kerja. Dalam hal ini,

pihak yang melaksanakan pencatatan PKWT adalah pengawas ketenagakerjaan karena pengawas merupakan pihak yang mengetahui secara teknis kondisi yang terjadi di lapangan. Sebelum bidang syarat kerja menyetujui atau melegalisir permohonan PKWT yang masuk, akan dikordinasikan dengan pengawasan untuk mengecek secara teknis PKWT tersebut. Pada hakekatnya pencatatan PKWT secara administratif ada di bidang hubungan industrial dan secara teknis yuridis ada di bidang pengawasan ketenagakerjaan. Hal di atas sesuai dengan wawancara dengan Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Jakarta, 4 Maret 2013.

44 Dalam pelaksanaannya, PKWT yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja/buruh kerap

tidak diketahui oleh instansi ketenagakerjaan dikarenakan pengusaha tidak mencatatkan PKWT yang telah disepakati antara para pihak. Hal di atas sesuai dengan wawancara dengan Kepala Seksi Norma Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta, Jakarta, 22 Maret 2013.

(17)

administratif, tetapi merupakan suatu bentuk pengawasan ketenagakerjaan dari pemerintah untuk memastikan agar PKWT yang dibuat antara pengusaha dan

pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan bidang

ketenagakerjaan yang memfokuskan pada penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan.

D. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan dalam penulisan ini maka telah dapat diambil beberapa simpulan, yaitu:

1. Pengaturan pengawasan ketenagakerjaan dalam bentuk pencatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta didasarkan pada 2 (dua) jenis peraturan. Pertama, peraturan dalam lingkup nasional berupa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor: Kep.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Kedua, peraturan dalam lingkup lokal wilayah Provinsi DKI berupa Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian Kerja, dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 119 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Terdapat ketidaksesuaian pengaturan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait, meliputi terminologi, unit kerja pelaksana pencatatan PKWT, dan aspek yang diteliti dalam pencatatan PKWT, yang turut mempengaruhi pelaksanaan ketiga hal tersebut.

2. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dalam bentuk pencatatan PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta memiliki berbagai permasalahan hukum sehingga tidak berlangsung dengan optimal. Selain permasalahan terkait dengan pengaturan yang telah disebutkan, permasalahan hukum lainnya adalah minimnya kuantitas sumber daya manusia pelaksana pencatatan PKWT (mediator hubungan industrial). Adapun jumlah mediator hubungan industrial tidak sebanding dengan banyaknya jumlah pekerja/buruh PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tidak hanya minim secara kuantitas, akan tetapi juga secara kualitas yakni pengetahuan dan keterampilan.

(18)

3. Konsep pengawasan ketenagakerjaan terhadap PKWT di wilayah Provinsi DKI Jakarta awalnya dilaksanakan melalui mekanisme pencatatan PKWT yang memfokuskan pada penelitian terhadap materi PKWT yang dicatatkan. Kemudian, pengawasan ketenagakerjaan terhadap PKWT dilaksanakan melalui mekanisme pengawasan ketenagakerjaan pada umumnya. Pada akhirnya akan terjadi pengawasan ketenagakerjaan yang relatif berlapis terhadap PKWT. Apabila dilaksanakan dengan optimal, seharusnya dengan konsep yang berlapis tersebut pemekerjaan dengan sistem PKWT relatif tidak menimbulkan banyak masalah.

E. Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan di atas, maka penulis memiliki beberapa saran, yaitu:

1. Dibutuhkan kesesuaian peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan khususnya terkait pencatatan PKWT, meliputi terminologi, unit kerja pelaksana pencatatan PKWT, maupun aspek yang diteliti dalam pencatatan PKWT.

2. Apabila telah terjadi kesesuaian peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan khususnya terkait pencatatan PKWT, diharapkan terjadi perubahan paradigma bahwa pencatatan PKWT bukan merupakan suatu hal yang bersifat administratif, tetapi merupakan suatu bentuk pengawasan ketenagakerjaan dari pemerintah untuk memastikan agar PKWT yang dibuat antara pengusaha dan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan yang memfokuskan pada penelitian terhadap PKWT yang dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan. Selain itu, dibutuhkan penambahan kuantitas sumber daya manusia pelaksana pencatatan PKWT. Tidak hanya penambahan secara kuantitas, akan tetapi juga secara kualitas berupa pengetahuan dan keterampilan.

F. Kepustakaan 1. Buku

Anwar, Ratih Pratiwi dan Agustinus Supriyanto. “Non-standard Work, Social Dialogue, and Collective Bargaining in Indonesia,” ILO Working Paper No. 43 (December 2012): 23.

(19)

Badan Pusat Statistik. “Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2012,” Berita Resmi Statistik Nomor 51/11/31/Th. XIV. (5 November 2012): 2.

Manulang, Sendjun H. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.

Soekanto, Soerjono. Efektivitas Hukum dan Peranan Sanksi. Bandung: Remadja Karya CV, 1985.

Sunarno, Siswanto. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

2. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia. Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, LN

No. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279.

---. Undang-undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU No. 2 Tahun 2004, LN No. 6 Tahun 2004, TLN No. 4356.

---. Undang-undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, UU No. 43 Tahun 1999, LN No. 169 Tahun 1999, TLN No. 3890.

---. Peraturan Pemerintah Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PP No. 53 Tahun 2010, LN No. 74 Tahun 2010, TLN No. 5135.

---. Peraturan Pemerintah Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, PP No. 9 Tahun 2003, LN No. 15 Tahun 2003, TLN No. 4263.

(20)

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Peraturan Menteri Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Tentang Jabatan Fungsional Mediator Hubungan Industrial dan Angka Kreditnya,

Permen Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

Per/06/M.Pan/4/2009.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Kep.100/Men/VI/2004.

Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004, Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 60.

---. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 119 Tahun 2009, Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2009 Nomor 118.

---. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pendaftaran Serta Pelaksanaan Perjanjian Kerja, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2007, Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2007 Nomor 11.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Data Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu  Tahun 2012 di Wilayah Provinsi DKI Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal pemutusan hubungan kerja terjadi karena PIHAK KEDUA meninggal dunia sebelum berakhirnya Perjanjian ini atau tidak dapat lagi menjalankan kewajibannya karena sakit

Pasal 59 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak dapat diadakan untuk

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 342 Tahun 2014 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Unit Pengelola Rumah Susun.. Jakarta: Pemerintah Provinsi

Untuk mengukir ukiran Toraja tersebut menggunakan warna yang terdiri warna alam yang mengandung arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Toraja, yaitu sesuai

Otot dasar panggul terdiri atas kelompok otot levator ani yang melandai ke arah bawah dan ke depan, serta saling berjalin dengan sisi yang berlawanan

Menyusun mekanisme penelusuran kinerja pelayanan SOP Penilaian kinerja Menyusun struktur organisasi penanggung jawab upaya puskesmas yang efektif Struktur organisasi tiap

Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta Nomor 2076 Tahun 2021 tentang Protokol Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Perkantoran / Tempat Kerja Milik

1) Penarikan garis batas dilakukan secara langsung di atas peta kerja berdasarkan kesepakatan desa yang berbatasan dengan mempertimbangkan informasi dari tokoh adat dan