• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN KREDIT BANK MENURUT HUKUM. credere (bahasa Yunani), credito (bahasa latin). Di dalam kamus lengkap bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN KREDIT BANK MENURUT HUKUM. credere (bahasa Yunani), credito (bahasa latin). Di dalam kamus lengkap bahasa"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Beberapa penyebutan istilah kredit dari berbagai bahasa asing, yakni credere (bahasa Yunani), credito (bahasa latin). Di dalam kamus lengkap bahasa Indonesia moderen, istilah kredit diartikan ansuran, cicilan, mengangsur, mencicil.14

Kata kredit merupakan bentuk past participle dari kata credere yang berarti to trust atau faith. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit) dalam hubungan perkreditan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dengan syarat-syarat yang telah setuju bersama, dan dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.15

Kredit dilihat dari sudut bahasa berarti kepercayaan, dalam arti bahwa apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan kredit dari bank, orang atau badan usaha telah mendapat kepercayaan dari bank pemberi kredit.16 Dengan pengertian tersebut dapat dipahami, bahwa kredit merupakan suatu utang atau peminjaman uang.

Kredit yang berarti kepercayaan, maka kredit tanpa kepercayaan tidak akan terwujud karena kepercayaan merupakan faktor yang mendasar dalam pelaksanaan perjanjian pemberian kredit. Dalam dunia perdagangan kepercayaan dapat diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa. Untuk perjanjian pemberian

14

Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, CV. Pustaka Agung Harapan, Surabaya, 2013, hal. 323

15 Rudyanti Dorotea Tobing, Op. Cit., hal. 178

16 H. R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

(2)

kredit mutlak adanya 2 (dua) pihak yang berhubungan satu sama lain. Di satu piak pemberi kredit dan dipihak lain yang menerima kredit.17

Menurut O. P. Simorangkir, bahwa kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang.18

Savelberg menyatakan bahwa kredit mempunai arti antara lain:

1. Sebagai dasar dari setiap perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.

2. Sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan memperoleh kembali apa yang diserahkan itu (commdatus, depositus, regulare, pignus).19

Levy merumuskan arti hukum dari kredit, bahwa kredit ialah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.20

M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tersebut.21

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

17

Ibid.

18Ibid.

19 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 2003, hal. 21 20Ibid.

21

(3)

Berdasarkan dari pengertian kredit menurut undang-undang yang tersebut diatas, maka terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat dalam kredit, yaitu pihak yang meminjam atau debitur, dan pihak yang membiayai atau kreditur, adanya kepercayaan, balas jasa, perjanjian dan kesepakatan, adanya jangka waktu, dan resiko yang harus ditanggung.

Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut diatas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut, yakni: 1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan penyediaan uang.

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC).

2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain.

Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan peyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit.

Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata, Buku Ketiga tentang Perikatan, dan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sepanjang yang mengatur tentang larangan pencantuman klausul baku dalam perjanjian.

Perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan debitur lazim disebut perjanjian kredit, surat perjanjian kredit, akad kredit, dan sebutan lain yang hampir sejenis. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata) merupakan UU bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata

(4)

menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai UU bagi pihak yang berjanji.

3. Adanya kewajiban melunasi utang.

Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakati, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana yang diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali oleh debitur.

4. Adanya jangka waktu tertentu.

Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan debitur. Jangka waktu yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman dan menunjukkan kesempatan dilunasinya kredit.

Berdasarkan jangka waktu tertentu tersebut dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.

5. Adanya pemberian bunga kredit.

Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayaran oleh debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi bank.22

Menurut Kasmir, bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.

22 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja

(5)

2. Kesepakatan

Disamping unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pmberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

3. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencangkup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

4. Risiko

Adanya suatu tenggang rasa waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak sengaja. Misalnya terjadi bencana alam, atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.

5. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.23

Mengenai bentuk perjanjian kredit, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia bahwa belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus tentang suatu perjanjian kredit harus dibuat dalam bentuk tertentu. artinya, para pihak antara bank dengan nasabah bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki untuk disepakati bersama, baik perjanjian tersebut dibuat secara tertulis maupun tidak tertulis (lisan).

23 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,

(6)

Praktiknya, bahwa setiap bank pada umumnya dalam pemberian kredit terhadap nasabah biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis. Perjanjian kredit tertulis tersebut mengacu pada:

1. Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/593/UPK/Pem tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/649/UPK/Pem tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Pebruari 1967 yang menentukan bahwa “dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan/membuat akad perjanjian kredit (tertulis).”24

Kemudian peraturan-peraturan terkait dengan Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 Tanggal 3 Oktober 1966 dinyatakan tidak diberlakukan lagi dan dicabut dengan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1979 tentang Pencabutan Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966.

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tertanggal 31 Maret 1995, dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/7/UPPB tertanggal 31 Maret 1995 tentang kewajiban Penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi bank Umum pada Pasal 1 menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan

24

(7)

disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.25

Berdasarkan Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR, dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/7/UPPB tentang kewajiban Penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi bank Umum, menyatakan bahwa:

Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :

1. prinsip kehati-hatian dalam perkreditan; 2. organisasi dan manajemen perkreditan; 3. kebijakan persetujuan kredit;

4. dokumentasi dan administrasi kredit; 5. pengawasan kredit;

6. penyelesaian kredit bermasalah.26

Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada Pasal 1 ayat 11 Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam pasal itu terdapat kata-kata: penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis namun untuk kepentingan administrasi yang rapi dan teratur dan demi kepentingan pembuktian

25 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 2003, hal. 264

26

(8)

sehingga pembuatan bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka kesepakatan perjanjian harus tertulis.27

Berdasarkan dengan hal tersebut, pemberian kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan perjanjian dibawah tangan maupun perjanjian akta notaris. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit dilakukan maka bank harus terlebih dahulu memastikan bahwa seluruh dokumen-dokumen yang terkait dalam pemberian kredit dapat memberikan perlindungan secara hukum.

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat bukti. Dalam praktek perbankan ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit, yaitu:

1. Perjanjian kredit dibuat dibawah tangan dinamakan akta dibawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempermudah kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta dibawah tangan.28

27 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Penerbit Alfabeta, Bandung,

2009, hal. 99

28

(9)

Ada beberapa kelemahan dari perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan, yaitu antara lain:

a) Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasi oleh debitur yang pada akhirnya akan diambil tindakan hukum melalui proses peradilan, maka apabila debitur/nasabah yang bersangkutan menyangkali atau memungkiri tandatangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredityang telah dibuat tersebut. Dalam Pasal 1877 KUHPerdata disebutkan bahwa jika seseorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tandatangan tersebut diperiksa di muka pengadilan.

b) Bahwa oleh karena perjanjian ini dibuat hanya oleh para pihak, dimana foemulirnya telah disediakan oleh bank (form standard/baku), maka bukan tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan perjanjian kredit. Bahkan bukan tidak mungkin, atas dasar pelayanan, penandatanganan perjanjian dilakukan walaupun formulir perjanjian masih dalam bentuk blangko/kosong.29

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notaris.30

Pada suatu akta otentik terdapat 3 (tiga) macam kekuatan dalam pembuktian, yaitu:

a) Membuktikan antara para pihak, bahwa menerangkan apa yang tertulis dalam akta perjanjian para pihak (kekuatan pembuktian formal).

b) Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan dalam akta perjanjian telah terjadi (kekuatan pembuktian materil atau kekuatan pembuktian mengikat).

29 H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal 184 30

(10)

c) Membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan, tetapi juga terhadap pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua belah pihak tersebut sudah menghadap di muka pegawai umum (notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut (kekuatan pembuktian keluar).31

B.Prinsip-prinsip Pemberian Kredit oleh Bank Kepada Nasabah

Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka bank terlebih dahulu mengadakan analisa kredit. Analisa kredit meliputi tentang latar belakang nasabah, prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan penilaian analisa dilakukan terhadap kriteria nasabah yang diberikan kredit untuk agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman.32

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali (terlunasi). Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit. Biasanya penilaian analisa terhadap kriteria nasabah yang dilakukan sudah menjadi standar setiap bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan prinsip 5C dan prinsip 7P serta prinsip 3R.33

Adapun penjelasan untuk analisis dengan prinsip 5C kredit adalah sebagai berikut:

1. Character (watak)

Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi. Seperti : gaya hidup, hoby, dan social standingnya. Ini semua merupakan ukuran “kemauan” membayar.

31 H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal 187 32 Kasmir, Op. Cit., hal. 108

33 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter

(11)

2. Capacity (kemampuan)

Untuk melihat kemampuan nasabahnya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Pada akhirnya akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

3. Capital (modal)

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) degan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.

4. Collateral (agunan)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang besifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

5. Condition of economy (kondisi perekonomian)

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.34

Kemudian penilaian kredit dengan prinsip metode analisis 7P adalah sebagai berikut:

a. Personality (kepribadian)

Yaitu, menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Seperti : emosi, tingkah laku, dan sikap dalam menghadapi suatu masalah.

b. Party (golongan)

Yaitu, mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.

c. Perpose (tujuan)

Yaitu, untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Contoh : apakah untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif dan lain sebagainya.

d. Prospect (prospek)

34

(12)

Yaitu, untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.

e. Payment (sumber pembayaran)

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik.

f. Profitability (kemampuan untuk membayar keuntungan)

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat.

g. Protection (perlindungan)

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.35

Kemudian penilaian kredit dengan prinsip 3R adalah sebagai berikut: 1. Returns

Adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitor setelah memperoleh kredit.

2. Repayment

Adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitor, tetapi perusahaannya tetap berjalan.

3. Risk Bearing Ability

Adalah memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitor untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon debitor risikonya besar atau kecil.36

Maksud penilaian kredit dengan menggunakan prinsip-prinsip diatas adalah untuk memperoleh kepercayaan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari bila kredit ternyata jadi diberikan, sehingga kredit tersebut aman dan terkendali.

Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan.

35Ibid., hal 194

36

(13)

Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit untuk ditagih alias macet. Namun, faktor salah satu analisis ini bukanlah merupakan penyebab utama kredit macet walaupun sebagian terbesar kredit macet diakibatkan salah dalam mengadakan analisis. Penyebab lainnya mungkin disebabkan oleh bencana alam yang memang tidak dapat dihindari oleh nasabah. Misalnya kebanjiran atau gempa bumi atau dapat pula kesalahan dalam pengelolaan.37

C.Pengaturan Hukum Tentang Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu hendaknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat tercapai.

Menurut Prof. Subekti, SH, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.38 Menurut Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”39

Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata timbul suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Maksudnya, bahwa hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum

37 Kasmir , Op. Cit., hal. 98

38 H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal. 175

39Subekti & R. Tjitrosudibio, 2001, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik

(14)

disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.40

Mengenai syarat sah perjanjian berdasarkan sebagaimana tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; 3. Mengenai sesuatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.41

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut diatas, bahwa syarat sahnya perjanjian yang pertama dan yang kedua disebut sebagai syarat subjektif, sedangkan syarat yang ketiga dan yang ke empat adalah sebagai syarat objektif, karena merupakan objek di dalam sebuah perjanjian. Ke empat syarat-syarat pada Pasal 1320 KUHPerdata tersebut saling mendukung satu sama lain, karena apabila syarat objektif tidak terpenuhi dalam suatu perjanjian maka perjanjian tersebut dikatakan batal demi hukum. Sedangkan dalam hal syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan yang diminta oleh yang tidak cakap atau pihak yang memberi kesepakatan secara tidak bebas.42

Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian atau kontrak adalah sebagai berikut:

1. Adanya kaidah hukum.

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi 2 (dua) macam, yakni; tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam

40Burhanudin Ali Sdb & Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Hi-Fest

Publishing, Jakarta, 2009. Hal. 14

41 Subekti & R. Tjitrosudibio, Op. Cit., hal. 339 42

(15)

peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti; jual beli lepas, jual belu tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

2. Subyek hukum.

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3. Adanya prestasi.

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:

a. Memberikan sesuatu. b. Berbuat sesuatu. c. Tidak berbuat sesuatu. 4. Kata sepakat.

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan 4 (empat) syarat sahnya perjanjian. Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

5. Akibat hukum.

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.43

Perjanjian kredit juga harus memuat asas-asas perjanjian sebagaimana perjanjian pada umumnya. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yag membuatnya, suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.44

Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata tersebut, bahwa pada dasarnya perjanjian berasaskan:

43Ibid.

44

(16)

1. Asas Konsensualitas

Perjanjian terjadi ketika ada sepakat, hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup:

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia membuat perjanjian.

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya.

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpan ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (optional).45

3. Asas Pacta Sunservanda

Perjanjian yang dibuat secara sah berlakunya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

45

(17)

4. Asas Itikad Baik

Dibedakan dalam pengertian subyektif dan obyektif. Pengerian Subyektif adalah kejujuran dari pihak terkait dalam melaksanakan perjanjian, sedangkan pengertian obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.46 Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang menjadi dasar di dalam suatu pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani antar pihak bank dan kreditur maka tidak ada pemberian kredit tersebut. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara bank sebagai debitur dengan pihak lain nasabah peminjam dana sebagai kreditur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak yang berhubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui atau disepakati bersama akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.

Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditor dan debitor wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. Format dan bentuk dari perjanjian itu pada umumnya diserahkan pada bank, namun isi dari perjanjian itu harus jelas sehingga juga harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum. Isi perjanjian sekurang-kurangnya mencakup persetujuan para pihak, besar kredit, bunga, denda, jangka waktu kredit dan persyaratan lain yang lazim seperti kewajiban debitur untuk

46 Gatot Supranomo, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,

(18)

menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena format kredit disiapkan oleh bank maka bank harus memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan-persyaratan dalam undang-undang agar perjanjian itu tidak menjadi batal.

Perjanjian pinjam-meminjam menurut KUHPerdata mengandung makna yang luas yaitu objeknya benda yang menghabis jika dipakai, termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik uang yang dipinjam dan dikemudian hari dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan.

D.Hapusnya Perjanjian Kredit

Dalam pelunasan suatu kredit antara nasabah dengan bank bahwa banyak cara dan macam yang dapat menghapuskan perjanjian, misalnya dengan cara membayar harga barang yang dibeli atau dengan jalan mengembalikan barang yang dipinjam. Bisa juga dengan jalan pembebasan hutang dan sebagainya yang sebagaimana ditentukan oleh KUHPerdata.

Adapun cara penghapusan perjanjian yang telah diatur oleh Pasal 1381 KUHPerdata. yaitu;

1. Karena pembayaran.

2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.

3. Karena pembaharuan hutang.

4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi. 5. Karena percampuran hutang.

6. Karena pembebasan hutang.

7. Karena musnahnya barang yang terutang. 8. Karena kebatalan atau pembatalan. 9. Karena berlakunya syarat batal. 10. Karena lewatnya waktu.

(19)

Perjanjian dapat berakhir dengan cara seperti disebutkan dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Namun, dalam perjanjian kredit pada umumnya dapat hapus dengan 4 (empat) cara, yaitu:

1. Pembayaran.

Artinya perjanjian kredit menjadi berakhir dengan pembayaran lunas hutang pokok beserta bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya oleh debitur.

2. Subrogasi.

Artinya perjanjian kredit menjadi berakhir sebagai akibat adanya penggantian kedudukan dari kreditur lama kepada pihak ketiga sebagai kreditur yang baru. Jadi, segala hak-hak kreditur yang lama beralih kepada kreditur yang baru.

Berdasarkan Pasal 1401 KUHPerdata bahwa subrogasi disebutkan sebagai penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ke-3 (tiga) yang membayar kepada si berpiutang itu. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa subrogasi dapat terjadi apabila ada penggantian hak-hak oleh seorang pihak ke-3 (tiga) yang mengadakan pembayaran. Pasal 1401 KUHPerdata menentukan bahwa subrogasi ini dapat terjadi dengan persetujuan:

a. Apabila si berpiutang dengan menerima pembayaran itu dari seorang pihak ke-3 (tiga), menetapkan bahwa orang ini akan menggantikan hak-haknya si berpiutang.

(20)

b. Apabila si berpiutang meminjam sejumlah uang untuk melunasi hutangnya dan menetapkan bahwa orang yang meminjamkan uang itu akan menggantikan hak-hak si berpiutang.

3. Pembaharuan hutang (novasi).

Artinya perjanjian kredit berakhir dengan jalan mengganti hutang lama dengan hutang baru, debitur lama dengan debitur baru maupun kreditur baru. Pada umumnya pembaharuan hutang terjadi pada perjanjian kreditnya itu sendiri sehingga secara otomatis perjanjian kredit lama menjadi tidak berlaku dan diganti dengan perjanjian kredit yang baru. Yang dimaksud dengan pembaharuan hutang (novasi) adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Dengan demikian perjanjian kredit yang lama hapus atau berakhir. Sedangkan yang berlaku bagi bank dan debitur adalah perjanjian kredit yang baru.47

Pasal 1413 KUHPerdata disebutkan ada 3 (tiga) jalan yang dapat dilakukan untuk suatu novasi, yaitu:

a. Apabila seseorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang-hutangnya yang lama, dan yang dihapuskan karenanya.

47

(21)

b. Apabila seseorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.

c. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru dittunjuk untuk menggantkan orang berpiutang lama, terhadap si berhutang dibebaskan dari perikatannya.

4. Perjumpaan hutang (kompensasi).

Artinya perjanjian kredit berakhir bila hutang debitur oleh bank dikompensasikan dengan barang jaminan milik debitur.

Pada dasarnya kompensasi yang dimaksudkan oleh Pasal 1425 KUHPerdata adalah suatu keadaan dimana 2 (dua) orang atau pihak saling berhutang satu sama lain, yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan hutang-hutang tersebut sehingga perikatan hutang itu menjadi hapus. Dalam kondisi demikian ini dijalankan oleh bank, dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan hutangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan yang diambil alih tersebut.48

48

Referensi

Dokumen terkait

.Pada penelitian ini terdapat kesamaan yaitu dengan aplikasi yang akan dibuat sama- sama menggunakan Construct 2 untuk mempermudah pembelajaran bagi anak usia

From the explanation over, it is clear that you have to review this publication Reader's Digest Knitter's Handbook By Montse Stanley We give the online book qualified Reader's

Pembangunan olahraga merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional, khususnya pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mengarah pada: (1)

Jika ayat tersebut kita amati dari segi konteks kebahasaannya, maka kita tidak akan menemukan objek dari kata imperatif pada ayat tersebut, hal ini bermakna sebagai makluk yang

Hasil ini menunjukkan bahwa TKKS dapat digunakan sebagai media tumbuh jamur tiram meskipun nilai BER yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan penggunaan media

Universitas Negeri

DIBERI COVER MIKA, WARNA SESUAI PRODI MASING-MASING 3.. Tentukan turunan kedua dari:

Ciri- cirinya menurut Worrel dan Stillwell (dalam Song and Hill, 2007) antara lain: (a) tanggung jawab (mereka yang memiliki motivasi belajar merasa bertanggung