• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1478160850BAB II Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Bontang Final

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1478160850BAB II Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Bontang Final"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

II-1

BAB II

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BIDANG CIPTA KARYA

2.1 Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya. Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu; Amanat penataan ruang/spasial, Amanat pembangunan nasional dan Amanat direktif presiden, Amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, Amanat internasional.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta

green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

Gambar 2.1

Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Amanat Penataan

- UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

- UU No.20/2011 tentang Rumah Susun - UU No.28/2002 tentang Bangunan Gedung - UU No.18/2008 tentang Pegelolaan Persampahan - UU No.7/2004 tentang SDA

- PP No.16/2005 tentang Pengembangan SPAM - PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga dan Sampah Sejenis

- PP36/2005 tentang Peraturan pelaksana UU Bangunan Gedung

- Standar Pelayanan Minimal Bidang PU dan Penataan Ruang

A. Rencana dan Program Bidang Cipta Karya B. Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

(2)

II-2 2.2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun visi dan misi pembangunan nasional, yaitu;

I. Visi Pembangunan Nasional

1. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai,

2. Terwujudnya kehisupan masyarakat, bangsa dan negara yang menunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hakasasi manusia,

3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan kehidpan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.

II.Misi Pembangunan Nasional

1. Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, 2. Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, 3. Mewujudkan Indonesia yang sejahtera.

Strategi pokok yang ditempuh :

a) Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan semangat, jiwa, nilai, dan consensus dasar yang melandasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi Pancasila; Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tetap berkembangnya pluralisme dan keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika.

b) Strategi Pembangunan Indonesia diarahkan untuk membangun Indonsia di segala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.

(3)

II-3 2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (RPJPN) yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri,

Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa

hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

1. Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata dan jasa sebagai upaya mendorong sumber daya ekonomi (economic goods) dan sumber daya sosial (social goods) yang seimbang melalui pengelolaan terpadu, efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkankesejahteraan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalu pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air serta kesehatan.

2. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada :

a) Peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi.

b) Pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat. c) Penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan

profesional.

d) Penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

3. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

4. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:

(4)

II-4 b) RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh

masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

c) RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:

1. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.

2. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

3. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan.

4. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:

a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah, b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,

c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan,

(5)

II-5 g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS),

h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur, i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

2.2.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI)

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi serta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI). Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

(6)

II-6 Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, maka Visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil,

dan Makmur”.

Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) Misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu:

1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.

3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju

innovation-driven economy.

2.2.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

(MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu :

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan. b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang.

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

(7)

II-7

2.2.5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi sumber daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

2.2.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.3.Amanat Peraturan Perundangan Terkait Pembangunan Bidang Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan dan UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

2.3.1. UU No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Permukiman

(8)

II-8 a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota

di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu : a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

(9)

II-9 i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, Undang-Undang ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Pemeliharaan dan perbaikan untuk menjaga fungsi perumahan dan kawasan permukiman. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan dan permukiman kumuh baru serja menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan permukiman. Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah, perumahan dan kawasan permukiman, pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.

UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman yaitu pemugaran, peremajaan dan permukiman kembali.

2.3.2. UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung, persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian,keselrasan bangunan gedung dengan lingkungannya dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:

(10)

II-10 b. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan

lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

c. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

d. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

e. Pembongkaran bangunan gedung yang mempunyai dampak luas terhadap keselamatan umum dan lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan rencana teknis pembongkaran yang telah diisetujui oleh Pemerintah Daerah.

2.3.3. Undang-Undang No.7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Undang-undang Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

Adapun wewenang dan tanggung jawab pemerintah Kabupaten atau Kota dalam pengelolaan sumber daya air, meliputi :

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya.

b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.

(11)

II-11 d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai

dalam satu kabupaten/kota.

e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu Kabupaten/Kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya. f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan, penggunaan,

dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.

g. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu Kabupaten/Kota.

h. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di wilayahnya.

i. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu Kabupaten/Kota.

Undang-undang ini juga mencakup hal mengenai konservasi sumber daya air untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat, pengendalian daya rusak air diutamakan upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya air rusak yang disusun secara terpadu dan perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air.

2.3.4. Undang-Undang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Persampahan

Undang-undang No.18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah, bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah dengan cara berwawasan lingkungan. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan, yaitu; menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu, memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan, memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan, dan memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi :

a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.

(12)

II-12 c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat

penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.

d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah. e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu

hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun, megelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir dan membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.3.5. Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat. Penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian , kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab. Tujuan penyelenggaraan rumah susun yaitu :

a. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya.

b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh. d. Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien,

dan produktif.

(13)

II-13 perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun.

g. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu.

h. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

2.4.Arahan International Bidang Cipta Karya

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.4.1. Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan. Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.4.2. Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu:

a. Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan,

(14)

II-14 Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post- 2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.4.3. Millenium Development Goals

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta RencanaKerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.

Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.

Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.

2.4.4 Agenda Pembangunan Pasca 2015

(15)

II-15 Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut :

a. Mengakhiri kemiskinan.

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender. c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup. d. Menjamin kehidupan yang sehat.

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik. f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi. g. Menjamin energi yang berkelanjutan.

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan.

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan.

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif. k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai.

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong. m.Pembiayaan jangka panjang.

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 (enam) yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi dimana hal tersebut juga diamanatkan dalam RPJMN 2015-2019. Masyarakat Indonesia baik yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan sudah harus memiliki akses 100% terhadap air minum aman dan fasilitas sanitasi layak.

Indikator 100% yang dimaksud adalah bahwa Indonesia bisa memenuhi 85% Standart Pelayaan Minumum (SPM) dan 15% memenuhi kebutuhan dasar. Dalam memenuhi SPM di sektor air minum setidaknya setiap warga bisa mendapatkan akses sebanyak 60 liter/orang/detik. Sedangkan untuk sektor sanitasi yaitu tersedianya sistem air limbah setempat sebesar 60%, tersediaanya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota sebesar 5%, tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan sebesar 20% dan adanya sistem penanganan sampah di perkotaan sebesar 70%.

Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah :

a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, di sekolah, puskesmas dan kamp pengungsi.

b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga.

c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian seb, industri dan daerah-daerah perkotaan.

Gambar

Gambar 2.1  Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Gambar 2.2 Peta Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pertimbangan hukum hakim pada putusan Nomor 52/Pid.Sus/2016/PN Wat setelah hakim memeriksa semua bukti-bukti yang diajukan

Penerapan pola makan yang teratur, istirahat yang cukup dan aktivitas olahraga yang dilakukan sesuai prinsip latihan serta takarannya dapat berpengaruh besar pada

Activity Diagram Mengubah Data Order Type .... Activity Diagram Menghapus Data Order Type

dilakukan apabila Sai Batin atau yang mewakili tidak hadir dalam arak-arakan upacara

Berdasarkan hasil dari wawancara dan data yang telah penulis kumpulkan, diketahui bahwa prosedur pemberian kredit konsumtif yang diterakan oleh Koperasi Pegawai

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah terciptanya sebuah sistem monitoring jaringan yang memiliki kemampuan dalam mengecek status perangkat jaringan

Pada model struktur awal ini telah dilakukan analisis struktur dengan menggunakan software ETABS sehingga dihasilkan output berupa estimasi dimensi dan tinggi

Sebaliknya yang cukup mengkhawatirkan masih banyaknya pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar yang terserap di lapangan kerja yang ada di Sulawesi Selatan, yaitu mencapai