• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kata Zending, dan ada yang merujuk kepada pengertian Pekabaran Injil. Th Kobong, teolog

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kata Zending, dan ada yang merujuk kepada pengertian Pekabaran Injil. Th Kobong, teolog"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gereja tidak akan berkembang tanpa adanya misi. Misi pada umumnya berbicara tentang pekabaran Injil. Adapun tujuan misi adalah untuk mengidentifikasi dari peristiwa masa lampau. Istilah Misiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Missio yang berarti pengutusan.1 Gereja Katolik menggunakan kata Misi sedangkan Kristen Protestan memakai kata Zending, dan ada yang merujuk kepada pengertian Pekabaran Injil. Th Kobong, teolog Indonesia menguraikan bahwa istilah misi berasal dari kata Latin mittere, “mengutus” (dengan satu tugas), mission “pengutusan”. Di dalam sejarah Pekabaran Injil, misi itu dikaitkan dengan antara lain Amanat Agung (Matius 28:19-20), yaitu perintah Yesus Kristus kepada para pengikutNya untuk memberitakan Injil sampai ke ujung bumi. Memberitakan Injil adalah suatu tugas, suatu misi.2 Demikian juga ditegaskan oleh Siwu dengan mengutip beberapa ayat Alkitab Matius 28:19, Kisah Para Rasul 1:8, mengatakan bahwa orang Kristen yang ditugaskan untuk memberitakan Injil, berarti melakukan misi.3

1 Adapun pengertian pekabaran Injil adalah pengutusan Gereja oleh Yesus Kristus Juruselamat dunia

untuk melaksanakan perintah-Nya demi nama Tuhan, yaitu: memanggil semua orang di atas dunia dan mengabarkan kepada mereka Injil Kerajaan Allah, supaya oleh kuasa Roh Kudus mereka diselamatkan dari dosa dan penghakiman hingga menjadi warga kerajaan-Nya yang melakukan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya. Menurut Alkitab ada beberapa alasan menberitakan Injil, yaitu: 1. Ketaatan kepada Kristus, seperti yang terdapat dalam Matius 28:19-20. 2. Eklesiologis, sesuatu yang berkaitan dengan akhir zaman. Kerena pada masa itu akan terjadi terjadi masa penghakiman orang yang percaya dan dan tidak percaya kepada Yesus Kristus. 3. Kasih, karena kita sudah terlebih dahulu dikasihi Allah maka kita mengasihi orang lain dan kita wajib memberitakan kasih kepada sesama ciptaan. 4. Peneumatologi, Roh Kudus bekerjasama dengan roh manusia dan bekerjasama dalam pekabaran Injil. 5. Soteriologi, bagaimana kita menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Di mana keselamatan diperoleh melalui percaya kepada Yesus kristus. 6. Diakonis, karena Kristus sudah melayani kita maka kita memiliki tanggungjawab kepada Kristus. Dalam bagian selajutnya akan dipaparkan dasar Alkitabiah mengenai pekabaran Injil. Baik disorot dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Alkitab Perjanjian Baru. DR. A. de Kuiper, Missiologia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979, 55-56.

2 Kobong. Th, Transformasi Budaya Sebagai Misi, dalam buku: Dalam Kemurahan Allah, Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 1994, 220.

3 Siwu Richard, MISI Dalam Pandangan Ekumenikal dan Evangelikal Asia, Jakarta: BPK Gunung

(2)

2

Menanggapi Matius 28:16-20, Yohannes Calvin mengatakan:

“Amanat Agung (Matius 28:16-20) memperoleh penafsiran agak berbeda dari Yohannes Calvin ketimbang yang lazim sekarang. Dalam magnum opusnya, Institutio, para reformator menyebut para rasul sebagai “para arsitek perdana Gereja, yang diutus untuk meletakkan dasar-dasarnya diseluruh dunia”. Apakah Amanat Agung yang dimandatkan itu sudah digenapi oleh para rasul pertama? Jawaban Calvin adalah tegas. Di satu pihak, ia mengakui bahwa Allah kemudian mengangkat rasul-rasul, nabi-nabi dan para penginjil lainnya. Pada pihak lain, ia tidak menemukan tempat bagi jabatan-jabatan “luar biasa” dalam “gereja-gereja yang teratur baik”.4

Jadi Calvin melihat bahwa para rasul-rasul adalah para misionaris, yang harus membawa dunia dari pemberontakannya pada ketaatan yang benar-benar kepada Allah. Para rasul-rasul adalah orang-orang yang diangkat oleh Allah menjadi pekerja-pekerja-Nya.

Memberitakan Injil adalah tugas yang diberikan oleh Yesus Kristus. Namun demikian, dalam perjalanan misi sepanjang abad orang telah mempersoalkan siapa yang mengutus dan siapa yang diutus. David Bosch seorang teolog Afrika Selatan, mempersoalkan tentang istilah misi sebagai ada orang atau orang-orang yang diutus oleh si pengutus dengan sebuah tugas. Si pengutus ini berarti punya “kuasa” untuk mengutus. Menurutnya, seharusnya dimengerti bahwa yang mengutus adalah Allah yang mempunyai kuasa yang pasti untuk menetapkan orang-orang yang diutus untuk melakukan kehendakNya. Namun dalam praktik di lapangan, kuasa untuk mengutus ada pada gereja atau pada suatu lembaga misi, atau bahkan pada seorang penguasa Kristen.5

Beberapa hal yang harus dipelajari dalam pekabaran Injil adalah:

1. Mengapa Gereja harus melakukan pekabaran Injil, hal ini berkaitan dengan motivasi.

2. Siapa yang harus melakukan pekabaran Injil, hal ini berhubungan dengan subjek.

4 Norman E. Thomas (Peny), Teks-Teks Klasik Tentang Misi dan Kekristenan Sedunia, Melengkapi

Adikarya David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2000, 55.

5

(3)

3

3. Kepada siapa Injil harus disebarkan, hal ini berhubungan dengan objek pekabaran Injil.

4. Bagaimana cara melakukan pekabaran Injil, hal ini berhubungan dengan metode pekabaran Injil.

5. Untuk apa pekabaran Injil dilakukan, hal ini berhubungan dengan sejarah pada masa lampau.6

Pada hakikatnya setiap agama bersifat missioner, artinya setiap agama mempunyai kewajiban untuk mengajarkan agamanya kepada orang lain, yang tentu saja di dalam misi tersebut ada keinginan untuk menjadikan orang lain (objek pemberitaan agama) memeluk agama yang di ajarkan tersebut. Hal ini tentu didasari adanya suatu keyakinan bahwa agamanya yang paling benar serta satu-satunya jalan menuju keselamatan. Keyakinan seperti ini menjadikan para pengikut agama itu menjadi eksklusif.

Misi merupakan titik di mana iman dan strategi bersatu, di mana iman diarahkan kepada dunia secara nyata. Persatuan seperti ini muncul dari pandangan Alkitab mengenai kebenaran, sebagai sesuatu yang harus dikerjakan dan tidak hanya dipercayai, dan sebagai hasil dari ketaatan dan bukan sebaliknya. Di dalam Alkitab, mengenal Allah bukanlah suatu pengalaman kebatinan, melainkan tanggapan konkret terhadap panggilan-Nya dan melaksanakan kehendak-Nya. Maka kita tidak hanya dapat mengatakan bahwa teologi yang baik akan menghasilkan misi, tetapi juga bahwa dalam misi Alkitabiah, kita melaksanakan teologi.7

Dalam hal ini Brunner telah menulis bahwa Gereja ada karena misi, seperti halnya api ada karena pembakaran. Dengan kata lain bahwa teologi berisi tentang renungan atas misi.

6 "http://id.wikipedia.org/wiki/Misiologi" Kategori: Teologi.

7 William A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita, dalam buku: Misi Holistis Dalam Teologi Alkitab,

(4)

4

Hal inilah yang menjadi dasar dari teologi itu sendiri. Misi bukan hanya penerapan dari teologi, namun misi berada pada inti teologi. Maka apa yang dikatakan para teolog sebagai “teologi dasar” itu adalah teologi misi.8

Dengan serangkaian alasan ini, tidaklah sukar untuk melihat mengapa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan misi menjadi menonjol belakangan ini. Castro menyatakan: “Kita telah melihat berakhirnya satu era misi; kita sedang memulai suatu era baru di mana ide misi sedunia akan menjadi dasar utama”.9 Kita dapat berharap bahwa kesadaran seperti ini akan mengilhami gereja-gereja untuk mengevaluasi semua program mereka, apakah sesuai dengan misi, untuk melihat semua kemampuan dan panggilan mereka, di dalam dunia yang kompleks ini, dari segi panggilan utama Gereja untuk bersaksi dalam kata dan karya tentang penciptaan baru yang telah Kristus mulai. Tentu saja, di tengah-tengah kesaksian yang penuh semangat dan beraneka itu, kita mengharapkan sebuah teologi yang segar.10

Dengan melihat begitu banyak defenisi, tujuan dan metode tentang misi, maka sesuai dengan topik penelitian yang akan penulis kaji, maka dalam penelitian ini dikhususkan kepada konsep teologia misi Yohannes Calvin yang akan diperhadapakan dengan konsep teologia misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). GBKP adalah Gereja Suku yang mewarisi tradisi berteologi Calvinis. GBKP secara organisatoris berawal dari pekerjaan badan pekabaran injil Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG) yang dimulai pada tahun 1890. Dalam tata gereja GBKP disebutkan, GBKP adalah wujud dari Gereja yang Esa, Kudus dan Am. Dasar GBKP adalah Yesus Kristus sebagai Juru Selamat dunia, sumber kebenaran dan hidup dan Kepala Gereja (1 Kor. 3;11; Kolose 1:18a; Efeseus 4:15; Johanes

8 Ibid, 15.

9 Costas. Orlando E, The Church and Its Mission: A Shattering Critique from the Third World,

Wheaton, Ill. (Tyndale House), 1974, 284.

10

(5)

5

4:6). GBKP mengakui alkitab adalah Firman Allah yang disaksikan dalam Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). Sebagai Hakekatnya GBKP adalah Tubuh Kristus yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya sesuai dengan talenta setiap anggota dalam ketaatannya kepada Yesus Kristus sebagai kepala Gereja (Efesus 4:16; 1 Petrus 2:5). Panggilan GBKP adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil untuk memberitakan Kerajaan Allah melalui kesaksian, persekutuan dan pelayanannya (Matius 28:18-20; Markus 16:15; Johanes 17:21; Kisah Para Rasul 1;8; 2:43-47; Efesus 2:10; Pilipi 2:11; Kolose 1:10; 1 Petrus 2:9 dan Wahyu 21:5).11

GBKP adalah milik Tuhan yang didalamnya manusia dipanggil menjadi anak-Nya yang bertanggung jawab untuk memelihara, memberdayakan dan mendewasakan GBKP dengan cara sebaik-baiknya sekaligus menunjukkan identitas orang Karo. Di satu pihak GBKP menyadari bahwa dirinya adalah bahagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan masyarakat Indonesia di dalam satu negara yang berdasarkan Pancasila. Pada pihak lain, disadari pula bahwa gereja adalah Tubuh Kristus (Efesus 1:23; Kolose 1:18) yang didirikan oleh Roh Kudus sehingga gereja adalah milik Allah bukan milik satu bangsa atau golongan. GBKP adalah satu gereja suku yang anggotanya dari berbagai kalangan dengan permasalahannya yang kompleks. Oleh karena itu kebutuhannya yang beraneka ragam yang masing-masing pemenuhannya secara spesifik. Dengan demikian pelayanan GBKP perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan tersebut. GBKP sebagai gereja suku Karo dengan budayanya yang mengalami “pergeseran” oleh karena dipengaruhi budaya nasional dan global. Untuk itu gereja sebagai “garam” dan “terang” harus “mewarnai” dan melestarikan budaya tersebut di atas yang senantiasa berkembang secara dinamis dalam konteks nasional, regional dan global. GBKP mewarisi tradisi berteologi Calvinis, dan inilah yang menjadi pokok permasalahan yang penulis ingin kaji melalui penelitian ini. Apakah ajaran Calvin

11

(6)

6

tentang misi masih relevan pada masa kini, khususnya di GBKP? Tentu saja harus dibedakan antara Calvin dan Calvinisme, kendati hubungan di antara keduanya cukup erat. Calvin mengacu kepada orang yang mencetuskan ajaran tertentu, sedangkan Calvinisme menunjuk kepada ajaran-ajarannya yang belakangan mengalami berbagai interpretasi oleh para pengikutnya, dan atau yang mengklaim dirinya sebagai pengikut.12

Yang paling menonjol pada Calvinisme adalah ajaran mengenai Predestinasi.13 Calvin sesungguhnya mau menekankan kemuliaan Allah (Gloria Dei). Bagi Calvin kemuliaan sangat penting. Semuanya demi kemuliaan Allah. Maka mereka terpilih memandang dirinya sebagai kendaraan yang dipakai Allah guna memenangkan kehidupan bagi kemuliaan Allah. Konsekuensinya, terkesan bahwa Calvinisme menjadi agresif dalam perkembangannya belakangan. Disiplin sangat ditekankan oleh Calvin. Ada yang berpendapat bahwa disiplin adalah salah satu unsur dari ciri-ciri gereja (nota ecclesiae) menurut Calvin. Tetapi kebanyakan ahli berpendapat tidak. Nota ecclesiae menurut Calvin hanya terdiri dari, pemberitaan firman yang benar dan pelaksanaannya sakramen yang benar.14

Calvin banyak melakukan perubahan dalam tradisi keKristenan Katolik, misalnya: misa Gereja Katolik Roma dianggap tahyul dan penyembahan berhala. Berhubungan dengan hal itu, maka berbagai ornamen dalam gereja dihapuskan oleh Calvin. Orgel, gambar-gambar, salip, lilin, altar tidak boleh ada di dalam gereja. Kebaktian hanya terdiri dari pembacaan Alkitab, khotbah, doa dan menyanyi mazmur-mazmur dari Perjanjian Lama. Perayaan perjamuan kudus dipisahkan dari kebaktian biasa, semua pesta-pesta gerejawi ditiadakan,

12 Yohannes Calvin adalah seorang pembaharu gereja terkemuka di abad ke-16, disamping Martin

Luther dan Zwingli. Dalam bahasa Belanda namanya dieja sebagai, Johannes Calvijn, sedangkan ejaan aslinya, Jean Cauvin. Dalam bahasa Indonesia dieja Yohannes Calvin. A.A. Yewangoe, dalam : Jurnal Teologi Beras

Piher GBKP, Calvin dan Calvinisme, Kabanjahe: Moderamen GBKP, 2004, 3-4.

13 Ajaran ini juga pada Martin Luther dan Melanchton, Luther tidak konsekuen memikirkannya,

sedangkan melanchton pada akhirnya menolaknya. Predestinasi mengajarkan sejak semula Allah telah menentukan siapa yang diselamatkan dan siapa yang dihukumkan.

14

(7)

7

kecuali perayaan hari Minggu dan tiga pesta lainnya (Natal, Paskah, dan Pentakosta). Jelas bahwa kebaktian memang hanya untuk memuliakan Tuhan. Mengenai organisasi gereja dilukiskan sebagai yang sesuai dengan asas-asas yang terdapat di dalam Alkitab. Gereja adalah organisasi orang-orang terpilih yang tampil dalam kenyataan (baca: Gereja yang kelihatan), yang dipanggil untuk memuliakan Allah. Yang terpilih akan memuliakan Allah, sedangkan yang tidak terpilih tunduk di bawah hukum Allah. Ini lalu mengarah kepada disiplin yang keras dan siasat kehidupan. Inilah beberapa perubahan yang dilakukan oleh Calvin pada saat dimana dia melakukan reformasi.

Jika kita perhadapkan kepada Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) yang mewarisi tradisi Calvin (GBKP disebut dengan aliran Presbiterial Sinodal), dimana di GBKP ada kita jumpai Orgel dan macam-macam alat musik untuk mengiringi nyanyian dalam ibadah, gambar-gambar dalam ruangan gedung gereja, patung Yesus yang disalip, lilin dan benda-benda lainnya yang dipakai dengan tujuan untuk menambah kehikmatan dalam beribadah. Bukan itu saja, pesta-pesta juga sering dilakukan (cth. Pesta Kerja Rani/pesta panen, pesta pengumpulan dana/ lelang-lelang, dll). Jikalau kita kembali melihat kemurnian ajaran Calvin tentunya sudah tidak dapat lagi kita jumpai di GBKP. Unsur-unsur Calvinisme memang ada, tetapi tidak lagi sungguh-sungguh murni. Ternyata banyak unsur-unsur yang tidak Calvinis masuk ke dalam gereja, baik dalam tata gerejanya maupun dalam etos dan prilakunya, ini tidak terhindarkan sebab sebagaimanapun GBKP berada dalam intraksi yang terus menerus baik dengan gereja-gereja lain, maupun dengan masyarakat sekitar.15

15 Dalam bidang kebaktian misalnya, memang masih jelas unsur-unsur tata cara kebaktian (liturgi)

Calvinisme. Pemberitaan firman masih menjadi pusat kebaktian. Tetapi menyanyi mazmur dari PL kelihatannya makin lama makin hilang. Bahkan dewasa ini Kidung Jemaat (jikalau kebaktian bahasa Indonesia) sudah sangat dominan dan ditambah lagi (jikalau kebaktian bahasa Karo) dengan nyanyian yang bernuansa budaya Karo. Perjamuan kudus masih dengan setia mengikuti ajaran Calvin, tetapi tata caranya sudah berubah. Pemakaiaan cawan-cawan kecil misalnya, yang sekarang sangat lajim dalam gereja-gereja GBKP, tidak dikenal oleh Calvin.

(8)

8

Begitu banyak perubahan-perubahan yang terlihat di dalam gereja GBKP yang Calvinisme dan hal ini tidak mungkin terhindarkan. Yang menjadi pertanyaan: Apakah ajaran (teologi) tentang misi Calvin juga mengalami perubahan/pergeseran di dalam konsep teologi GBKP? Dan apakah Calvinisme masih relevan di GBKP dewasa ini? Hal inilah yang akan penulis mau kaji dan teliti melalui penelitian ini, melalui penelitian ilmiah yang berjudul:

KONSEP TEOLOGI MISI YOHANNES CALVIN DAN KONSEP TEOLOGI MISI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN

(Suatu Studi Perbandingan Antara Konsep Teologi Misi Yohannes Calvin Dengan Konsep Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Konsep Teologi Misi Yohannes Calvin dan Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)?

2. Apakah ada persamaan dan perbedaan Teologi Misi Yohannes Calvin dengan Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan Konsep Teologi Misi Yohannes Calvin dan Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).

2. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan Teologi Misi Yohannes Calvin dengan Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).

(9)

9

D. Signifikansi Atau Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan pengertian kepada pembaca bagaimana Konsep Teologi Misi Yohannes Calvin dan Konsep Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).

2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Gereja khususnya Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), untuk melihat relevansi teologi misi dalam pelayanannya.

3. Bagi penulis sendiri penelitian ini akan memberikan suatu pengalaman dan pelajaran yang baru yang nantinya akan bermanfaat ketika saya melayani ditengah-tengah jemaat khususnya di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).

4. Bagi fakultas teologi sebagai masukan dan menambah sumber tentang Konsep Teologi Misi Yohannes Calvin dan Konsep Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).

E. Metode Penelitian

Untuk dapat mengetahui permasalahan yang diangkat, maka metode yang digunakan dalam proses penelitian yaitu metode deskriptif kualitatif. Di mana penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding).16

Adapun jenis pengumpulan data yaitu Liberary research. Kegiatan penelitian dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literature, baik di perpustakaan maupun di tempat-tempat lain sebagai sumber data primer dan wawancara sebagai sumber data sekunder.17

16 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogtakarta: UGM Press, 1990, 31. 17

(10)

10

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Penelitian C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metodologi Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II

Dalam BAB II penulis akan mendeskripsikan: Yohannes Calvin, riwayat hidup, karya dan Teologianya. Penulis juga akan mendekripsikan Konsep Teologi Misi Yohannes Calvin yang memuat pengertian misi, tujuan misi dan pelaku misi.

BAB III

Dalam BAB III penulis akan mendeskripsikan: Sejarah singkat GBKP, teologi dan konsep teologi misi GBKP yang memuat pengertian misi, tujuan misi dan pelaku misi.

BAB IV

Dalam BAB IV penulis akan melakukan analisa terhadap BAB II dan BAB III yaitu Suatu Studi Perbandingan Antara Konsep Teologi Misi Yohanes Calvin Dengan Konsep Teologi Misi GBKP. Dalam analisa ini penulis khususnya fokus kepada pengertian misi, tujuan misi

(11)

11

dan pelaku misi. Pada akhir BAB IV penulis akan menguraikan sebuah relevansi teologis tentang misi: Mewujudkan Missio Dei dalam konteks GBKP.

BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil olah data dalam beberapa skenario yang telah diuji, ukuran kinerja Win Trades/Loss Trades indikator MACDCSO tidak terbukti lebih baik dari indikator

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa web adalah suatu layanan yang digunakan oleh pemakai komputer untuk mendapatkan sebuah informasi yang berupa gambar,

Pada fungsional test intrusion detection system menggunakan mikrotik versi 5.20 dapat mendeteksi adanya serangan baik berupa FTP Bruteforce, SSH Bruteforce, Port

Dari ketiga elemen metode utama tersebut, dijabarkan oleh Rasulullah ke dalam beberapa cara yang lebih aplikatif, di ataranya adalah sebagai berikut: Pertama;

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Riau tahun 2015, Industri Pengolahan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 0,99 persen,

Dengan demikian norma yang diatur dalam Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dimaksudkan harus dikesampingkan dan oleh karena itu jelas bahwa Ketua Umum MUI

Jadi karakteristik yang khas dalam pembelajaran sejarah adalah suatu kegiatan pembelajaran tentang kehidupan manusia dalam dimensi ruang dan waktu yang cara

Perlindungan Pernafasan : Gunakan perlindungan pernafasan melainkan jika pengalihan udara setempat yang mencukupi disediakan atau penilaian pendedahan menunjukkan bahawa