PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data ordinal biasanya digunakan pada penelitian sosial. Salah satu penggunaan data ordinal adalah ketika peneliti ingin menilai sikap, persepsi, atau reaksi seseorang terhadap sebuah pernyataan yang diajukan. Data ordinal dapat dianalisis secara sederhana dengan menggunakan analisis statistika deskriptif, seperti ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, grafik, tabulasi silang, atau metode rataan.
Thurstone memperkenalkan metode untuk mengolah data ordinal, khususnya mengenai penilaian sikap, persepsi, atau reaksi seseorang terhadap sebuah pernyataan atau atribut. Metode tersebut diantaranya metode Thurstone (the law of comparative
judgement), metode equal appearing
intervals, dan metode successive intervals. Ketiga metode ini dipilih karena prinsip dasar metode tersebut adalah mentransformasi data dari skala ordinal menjadi data berskala interval. Transformasi ini penting karena dalam penggunaan data ordinal responden mengalami keterbatasan untuk melakukan penilaian yang sesungguhnya. Beberapa responden yang memberikan penilaian yang sama terhadap suatu atribut dalam bentuk skala ordinal belum tentu memiliki penilaian yang sama pula ketika menilai suatu atribut dalam skala interval. Selain itu, metode tersebut dapat menilai peringkat suatu atribut dan mengukur seberapa besar perbedaan kepentingan suatu atribut terhadap atribut lainnya.
Semakin seringnya data berskala ordinal ini digunakan dalam berbagai penelitian, maka kajian mengenai teknik analisis untuk mengolah data ordinal menjadi salah satu hal yang menarik dan penting untuk dilakukan. Tulisan ini membahas metode yang dikembangkan oleh Thurstone serta aplikasinya dalam dunia perbankan, khususnya pada transaksi non tunai.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Membandingkan metode yang
dikembangkan oleh Thurstone, yaitu metode Thurstone (the law of comparative judgement), metode equal
appearing intervals, dan metode
successive intervals.
2. Mengaplikasikan ketiga metode
Thurstonian dalam menilai aspek-aspek yang dianggap penting ketika melakukan transaksi non tunai.
TINJAUAN PUSTAKA
Penskalaan
Menurut Steven (1959), penskalaan adalah suatu teknik bagaimana mendapatkan angka yang memberikan arti untuk menilai suatu atribut berdasarkan aturan tertentu. Alasan utama dilakukan penskalaan adalah mendapatkan suatu nilai yang dapat merepresentasikan sikap seseorang terhadap atribut yang diberikan oleh peneliti.
Skala Pengukuran
Berdasarkan tingkatannya, skala pengukuran dapat dibedakan menjadi skala nominal, ordinal, interval, dan rasio. Ilustrasi mengenai skala pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Skala Pengukuran
Skala nominal memiliki makna pembedaan. Artinya, skala ini hanya mampu membedakan antar objek yang bernilai sama. Contoh data berskala nominal adalah ketika membedakan jenis kelamin, jenis pekerjaan, suku, agama, dan sebagainya.
Skala ordinal mempunyai satu tingkatan lebih tinggi dibandingkan skala nominal. Selain dapat membedakan suatu objek, skala ini pun mampu menggolongkannnya dalam suatu urutan lebih tinggi atau lebih rendah. Kelemahan skala ordinal adalah tidak mampu mengukur perbedaan jarak antara dua objek. Contoh data berskala ordinal adalah ketika mengukur tingkat kepuasan terhadap suatu objek yang dinilai dengan skala tertentu, misalkan dengan skala 1-5 dengan asumsi semakin tinggi nilai skala, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan responden, atau sebaliknya.
Skala interval dapat membedakan, mengurutkan, sekaligus dapat mengukur jarak antara dua objek. Skala interval tidak dapat dibandingkan secara rasio karena tidak memiliki nilai nol yang bersifat mutlak. Contoh data berskala interval adalah ketika mengukur suhu dan nilai IQ.
Skala rasio adalah skala yang mampu membedakan, mengurutkan, membedakan jarak antara 2 objek, dan mengukur secara rasio perbedaan objek tersebut karena memiliki nilai nol yang bersifat mutlak. Contoh data berskala rasio adalah ketika mengukur tinggi dan berat badan.
Metode Thurstonian
Louis L. Thurstone mengembangkan metode yang digunakan untuk data hasil penskalaan. Beberapa metode tersebut adalah metode Thurstone (the law of comparative judgement), metode equal appearing intervals, dan metode successive intervals.
A. Metode Thurstone
(The law of comparative judgement)
The law of comparative judgement merupakan salah satu hukum psikofisik yang pertama kali dikembangkan oleh Louis L. Thurstone pada tahun 1927. Psikofisik adalah ilmu yang mempelajari hubungan kuantitatif antara benda-benda atau kejadian fisik dengan respon dari pengamat. Benda-benda atau kejadian fisik disebut sebagai stimuli atau atribut yang berfungsi sebagai perangsang respon dari pengamat.
Prinsip dasar metode Thurstone (the law of comparative judgement) ini adalah metode perbandingan berpasangan (pair comparisons) pada seluruh kemungkinan pasangan atribut. Seorang pengamat dapat memberikan penilaian terhadap seluruh pasangan atribut secara berulang-ulang pada kesempatan yang berbeda atau beberapa pengamat yang hanya sekali memberikan penilaian terhadap seluruh pasangan atribut. Penilaian tersebut akan diletakkan pada garis skala yang memuat semua nilai pengukuran. Garis skala ini disebut rangkaian psikologi (psychological continuum).
Ketika pengamat melakukan penilaian, secara psikologis terdapat proses dalam diri pengamat untuk memberikan reaksi terhadap sebuah atribut. Proses ini disebut sebagai proses diskriminal. Thurstone menyatakan proses diskriminal adalah suatu proses identifikasi, pencirian, atau reaksi seseorang
terhadap atribut. Setiap proses diskriminal memiliki satu nilai rangkaian psikologi.
Pada kenyataannya, pengamat seringkali memberikan penilaian pembandingan yang berbeda terhadap pasangan atribut yang sama pada kesempatan yang berbeda. Dengan kata lain, seorang pengamat memiliki proses diskriminal yang berbeda pada penilaian sebuah atribut dan akan membentuk sebaran frekuensi pada rangkaian psikologi proses diskriminalnya. Sebaran frekuensi proses diskriminal pada suatu atribut membentuk sebuah sebaran normal dengan nilai tengah sama dengan nilai modus dari atribut tersebut. Interpretasi nilai modus dari sebuah atribut adalah sebagai proses diskriminal yang paling sering berasosiasi dengan atribut tersebut atau sering disebut modal proses diskriminal.
Simpangan diskriminal (discriminal
deviation) adalah selisih proses diskriminal
untuk suatu atribut pada suatu kesempatan dengan proses modus untuk atribut tersebut. Simpangan baku dari sebaran proses diskriminal disebut dispersi diskriminal (discriminal dispersion). Selisih penilaian dua stimulus pada suatu kesempatan penilaian
disebut beda diskriminal atau discriminal
difference.
The law of comparative judgement merupakan sebuah persamaan yang menghubungkan proporsi dari frekuensi atribut i lebih tinggi daripada atribut j sesuai dengan kategori yang diberikan. Persamaan the law of comparative judgement dapat didefinisikan sebagai berikut :
j i ij j i ij j i
S
Z
r
S
−
=
σ
2+
σ
2−
2
σ
σ
dengan :Si, Sj = Nilai skala dari atribut i dan j
Zij = Nilai dari tabel normal baku yang
berhubungan dengan proporsi penilaian pi>j. Bila pi>j lebih dari 0.5,
maka Zij bernilai positif. Sedangkan
Bila pi>j kurang dari 0.5, maka Zij
bernilai negatif
σ
i = Dispersi diskriminal dari atribut iσ
j = Dispersi diskriminal dari atribut jr = Korelasi antara simpangan
diskriminal dari atribut i dan j
Asumsi-asumsi yang mendasari persamaan di atas yaitu :
1. Setiap persamaan dalam deret atribut
berasosiasi dengan suatu proses modus yang digunakan pengamat untuk mengidentifikasi atribut.
2. Proses modus untuk semua atribut setidaknya mempertahankan beberapa identitas walaupun atribut tersebut dikombinasikan dengan atribut lain dan menjadi suatu penilaian tunggal.
3. Proses modus dapat disusun dalam suatu
skala linear dengan peringkat yang sama terhadap atribut yang bersangkutan.
4. Sebagai tambahan untuk menyusun
proses diskriminal dalam peringkat, jarak pemisah linear di antara proses tersebut didasari asumsi bahwa sebaran dispersi diskriminal untuk sembarang atribut menyebar normal.
5. Simpangan-simpangan diskriminal untuk
atribut yang berbeda diasumsikan berkorelasi. Bila tidak berkorelasi, maka persamaannya menjadi : 2 2 j i ij j i
S
Z
S
−
=
σ +
σ
6. Semua selisih (Si-Sj) bernilai positif
karena penilaian yang diberikan i>j dan sebaliknya
Berdasarkan perbedaan asumsi, pendekatan penilaian oleh pengamat dan perbedaan derajat penyederhanaan, maka
aplikasi Thurstone ini diuraikan dalam lima
kasus yang berbeda, yaitu :
1. Kasus I
Dalam kasus ini, the law of comparative
judgement diterapkan dalam bentuk
lengkap dengan asumsi tiap-tiap atribut saling berkorelasi. Persamaan yang digunakan yaitu : j i ij j i ij j i
S
Z
r
S
−
=
σ
2+
σ
2−
2
σ
σ
Kasus ini dapat diaplikasikan pada pengukuran kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan dilakukan oleh pengamat tunggal dengan penilaian berulang pada seluruh pasangan atribut.
2. Kasus II
Pengamatan dilakukan oleh sekelompok pengamat, masing-masing memberikan satu penilaian untuk tiap pasang atribut sebagai pengganti pengamatan berulang yang dilakukan oleh seorang pengamat. Persamaan yang digunakan sama dengan persamaan pada kasus I.
3. Kasus III
Asumsi yang digunakan yaitu asumsi pada kasus I dan kasus II ditambah dengan asumsi tidak ada korelasi antar simpangan diskriminal (r=0), sehingga persamaannya menjadi : 2 2 j i ij j i
S
Z
S
−
=
σ +
σ
4. Kasus IVAsumsi tambahan yang digunakan adalah dispersi diskriminal antar atribut tidak
jauh berbeda, sehingga σj =
σ
i + d.Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut dengan persamaan pada kasus III
dan diasumsikan nilai d2 sangat kecil
sehingga dapat diabaikan, maka persamaan yang digunakan menjadi :
(
i j)
ij j iZ
S
S
−
=
σ
+
σ
2
(
i j)
ijZ
σ
+
σ
=
0
.
707
5. Kasus VKasus ini adalah kasus paling sederhana yaitu mengasumsikan bahwa dispersi diskriminal antar atribut adalah homogen, sehingga persamaan yang digunakan adalah :
2
2
σ
2σ
ij ij j iS
Z
Z
S
−
=
=
Dengan asumsi semua dispersi diskriminal bernilai sama dengan satu, maka persamaan yang digunakan menjadi:
2
ij j iS
Z
S
−
=
Konstanta
2
dapat dihilangkan karenayang ingin dicari adalah jarak skala relatif antar atribut. Persamaan akhir yang digunakan untuk kasus V adalah :
ij j i
S
Z
S
−
=
Mosteller (1951) dalam Green (1954a) memberikan uji chi square untuk melihat kesesuaian model dari hasil yang diperoleh.
Nilai Zij harapan dan Zij amatan dikonversikan
menjadi proporsi harapan (P’ij) dan proporsi
amatan (Pij) menggunakan transformasi
normal baku. Proporsi ini kembali ditransformasi dengan transformasi arcsin, yaitu :
ij ij
'
=
arcsin
p
'
θ
Nilai Chi-Square dihitung dengan formula :
N
j i ij ij/
821
)
'
(
2 2∑
<−
=
θ
θ
χ
N adalah banyaknya penilaian yang diberikan untuk setiap pasangan atribut. Derajat bebas dari nilai chi square ini adalah
{
(k-1)(k-2)/2, dengan k adalah banyaknya atribut.
Bila χ2 hitung kurang dari χ2
(α; db=(k-1)(k-2)/2),
berarti nilai amatan tidak berbeda nyata dengan nilai harapan, sehingga dapat dinyatakan bahwa model telah cukup baik menggambarkan kondisi data sebenarnya.
Metode Thurstone memiliki kelebihan
dibandingkan metode lainnya, yaitu mampu menghitung tingkat keakuratan dengan menggunakan nilai average discrepancy (AD). Semakin kecil nilai AD, maka semakin tepat peringkat yang diperoleh. Formula untuk menghitung nilai AD adalah :
2 / ) 1 ( | ' | − − =
∑∑
k k P P AD ij ijProsedur penilaian dengan metode the law of comparative judgement ini adalah :
1. Melakukan perbandingan berganda pada
seluruh pasangan atribut dan seluruh pengamatan. Aturannya adalah :
1 , bila atribut i > atribut j Fij = 0 , bila atribut i < atribut j
0.5, bila atribut i = atribut j
2. Menjumlahkan skor seluruh pengamatan
dan menempatkan skor tersebut pada kolom dan baris yang mewakili tiap atribut. Tahap ini menghasilkan matriks frekuensi (Fij).
3. Menghitung matriks proporsi (Pij) dengan
cara mambagi unsur-unsur pada matriks frekuensi dengan jumlah responden.
4. Mentransformasikan unsur-unsur dalam
matriks proporsi menjadi nilai kurva
normal baku (Zij). Menurut Green (1954),
nilai Zij yang lebih dari +2.00 atau kurang
dari -2.00 harus ditolak karena hal ini mencerminkan peluang keunggulan yang hampir sempurna (lebih dari 0.975) dan dianggap tidak mungkin terjadi.
5. Menghitung rataan tiap kolom tanpa
menyertakan unsur dari diagonal matriks, kemudian kolom diurutkan mulai dari kolom dengan rataan terkecil hingga terbesar.
6. Menghitung selisih antar kolom terdekat.
Atribut dengan rataan tertinggi dikurangi dengan atribut dengan rataan yang lebih rendah. Hasilnya merupakan jarak antara dua atribut yang saling berdekatan.
7. Menghitung nilai skala tiap atribut
dengan menetapkan nilai skala pertama bernilai nol. Nilai skala selanjutnya dihitung dengan mencari nilai kumulatif dari nilai skala sebelumnya.
B. Metode Equal Appearing Intervals
Metode yang dikembangkan oleh Thurstone dan Chave (1929) ini memiliki prinsip dasar yaitu mencari median bagi seluruh atribut. Metode ini masih baik digunakan, walaupun sebaran datanya tidak simetrik.
Prosedur penilaian dengan metode equal appearing intervals adalah sebagai berikut :
1. Menghitung frekuensi jawaban pada
atribut ke-i dan kategori ke-j (Fij),
proporsi (Pij), dan proporsi kumulatif
(Cij).
2. Menghitung nilai median setiap atribut
(Mi) dengan formula :
b
p
C
a
M
j j i i⎟
⎟
⎠
⎞
⎜
⎜
⎝
⎛
−
+
=
0
.
5
( −1) dengan :Mi = Median atau nilai skala atribut
ke-i
a = Batas bawah dari kategori tempat median berada
Ci(j-1) = Proporsi kumulatif dari kategori
di bawah kategori median berada
pj = Proporsi dari kategori dimana
median berada
b = Lebar kategori diasumsikan
sama dengan 1
Thurstone dan Chave (1929) dalam Edwards (1957) menggunakan jarak antar kuartil (JAK) untuk melihat keragaman penilaian pada sebuah atribut. Nilai JAK didapat dengan menghitung selisih antara nilai
kuartil ketiga (Q3) dan nilai kuartil pertama
(Q1) :
1 3
Q
Q
JAK
=
−
,Nilai Q1 dan Q3 dapat dihitung dengan rumus:
b
p
C
a
Q
j j i⎟
⎟
⎠
⎞
⎜
⎜
⎝
⎛
−
+
=
( −1) 125
.
0
dengan :Q1 = Nilai kuartil pertama
a = Batas bawah dari kategori tempat kuartil pertama berada Ci(j-1) = Proporsi kumulatif dari kategori
di bawah kategori kuartil pertama berada
pj = Proporsi dari kategori dimana
kuartil pertama berada
b = Lebar kategori diasumsikan
b
p
C
a
Q
j j i⎟
⎟
⎠
⎞
⎜
⎜
⎝
⎛
−
+
=
( −1) 375
.
0
dengan :Q1 = Nilai kuartil ketiga
a = Batas bawah dari kategori tempat kuartil ketiga berada Ci(j-1) = Proporsi kumulatif dari kategori
di bawah kategori kuartil ketiga berada
pj = Proporsi dari kategori dimana
kuartil ketiga berada
b = Lebar kategori diasumsikan
sama dengan 1
Nilai jarak antar kuartil yang besar merupakan indikasi utama bagi pertanyaan yang bersifat ambigu. Dengan kata lain, pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh peneliti diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda pada setiap responden.
C. Metode Successive Intervals
Metode successive intervals pertama kali dikemukakan oleh Saffir (1937). Metode ini direkomendasikan ketika terlalu banyak atribut yang dibandingkan bila menggunakan
metode pair comparison. Thurstone
menyarankan agar atribut yang digunakan memiliki keragaman yang relatif kecil. Keragaman atribut yang besar mengindikasikan adanya ambiguitas pada atribut tersebut.
Teknik pengolahan data pada metode ini dibagi menjadi dua kasus, yaitu untuk kasus sel data lengkap dan sel data tidak lengkap. Kasus sel data lengkap yaitu bila seluruh sel data dalam tabulasi silang antara atribut dan kategori terisi seluruhnya.
Prosedur penilaian dengan metode successive intervals untuk kasus matriks sel data lengkap adalah sebagai berikut :
1. Menghitung frekuensi jawaban pada
atribut ke-i dan kategori ke-j (Fij),
proporsi (pij), dan proporsi kumulatif (Pij).
2. Melakukan transformasi data dari
proporsi kumulatif (Pij) menjadi nilai
sebaran normal baku (Zij).
3. Menghitung rataan setiap atribut ke-i dan
kategori ke-j.
∑
==
c j ij iZ
c
S
11
dan∑
==
p i ij jZ
p
K
11
Keterangan :Si = Rataan atribut ke-i (i=1,2,…c)
Kj = Rataan kategori ke-j (j=1,2,…p)
Nilai rataan kategori juga berfungsi sebagai batas kategori.
4. Menghitung rataan dari seluruh rataan
atribut (G) dengan rumus :
∑
==
p i iS
p
G
11
5. Menghitung nilai skala (SVi) dengan
formula :
SV
i=
G
−
S
i6. Letakkan atribut pada kategori yang tepat
berdasarkan nilai skala (SVi) dan batas
kategori (Kj).
Prosedur penilaian dengan metode successive intervals untuk kasus matriks sel data tidak lengkap adalah sebagai berikut :
1. Menghitung frekuensi jawaban pada
atribut ke-i dan kategori ke-j (Fij),
proporsi (pij), dan proporsi kumulatif (Pij).
2. Melakukan transformasi data dari
proporsi kumulatif (Pij) menjadi nilai
sebaran normal baku (Zij). Nilai Zij yang
lebih dari +2.00 atau kurang dari -2.00 harus ditolak karena hal ini mencerminkan peluang keunggulan yang hampir sempurna (lebih dari 0.975) dan dianggap tidak mungkin terjadi.
3. Menghitung selisih normal baku dari
kategori ke-j (Dij)dengan rumus :
ij j i
ij
Z
Z
D
=
( +1)−
4. Menghitung rataan dari Dij, yaitu Mj.
Nilai M1 tidak ada karena tidak ada
kategori sebelumnya.
∑
==
p j ij jD
p
M
11
5. Menghitung nilai batas atas setiap
kategori (tj). Nilai t1 sama dengan nol.
j j j
t
M
t
=
−1+
6. Menghitung selisih batas atas kategori
dengan nilai normal bakunya (Bij).
ij j ij
t
Z
B
=
−
7. Menghitung nilai skala setiap atribut
(SVi) dengan merata-ratakan Bij.
∑
==
p i ij iB
p
SV
11
8. Letakkan atribut pada kategori yang tepat
berdasarkan nilai skala (SVi) dan batas
kategori (tj).
Mosteller (1951) dalam Green (1954b) memberikan uji chi square untuk melihat kesesuaian model dari hasil yang diperoleh. Uji ini serupa dengan uji yang digunakan pada metode Thurstone. Prinsip penghitungan nilai
AD pun sama seperti metode Thurstone yaitu menghitung rata-rata perbedaan antara proporsi amatan dan proporsi harapannya.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rawdata hasil survey yang dilakukan
atas kerjasama antara Direktorat Akunting & Sistem pembayaran Bank Indonesia dan FEM-IPB pada bulan Agustus 2006. Tujuan survey ini adalah meneliti persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap penggunaan pembayaran/transaksi non tunai. Transaksi non tunai dalam penelitian ini didefinisikan sebagai cara pembayaran yang dilakukan oleh nasabah tanpa menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran, namun menggunakan cek, kartu kredit atau kartu debet, dan lain sebagainya.
Kuesioner disebarkan kepada 57 responden di Kampar dan Samarinda dengan
metode purposive sampling. Responden yang
berhak mengikuti survey ini adalah orang-orang yang berumur 18-65 tahun dan pengeluaran per bulannya diatas Rp. 1.000.000.
Dalam kuesioner ini responden diminta untuk memberikan penilaian tentang aspek-aspek yang mendorong responden untuk melakukan transaksi non tunai dalam skala : 1 = Sangat Penting (SP)
2 = Penting (P) 3 = Biasa (B)
4 = Tidak Penting (TP) 5 = Sangat Tidak Penting (STP)
Aspek yang dinilai (atribut) adalah:
1. Tingkat keamanan (V1) 2. Akurasi transaksi (V2) 3. Kecepatan transaksi (V3) 4. Kemudahan / Aksesibilitas (V4) 5. Biaya transaksi (V5) 6. Kenyamanan (V6) 7. Efisiensi (V7) 8. Layanan Khusus (V8) Metode
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1.Melakukan eksplorasi data untuk setiap
atribut.
2.Menganalisis data dengan menggunakan
metode statistika deskriptif, yaitu metode rataan.
3.Menganalisis data dengan menggunakan
metode Thurstone (the law of comparative judgement).
4.Menganalisis data dengan menggunakan
metode equal appearing intervals.
5.Menganalisis data dengan menggunakan
metode successive intervals.
6.Mengevaluasi hasil yang diperoleh dari
metode analisis yang digunakan.
7.Menyimpukan aspek-aspek yang dianggap
penting oleh responden dalam melakukan transaksi non tunai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Sebaran data dari kedelapan aspek yang dinilai tingkat kepentingannya dapat dilihat pada Gambar 2. v8 v7 v6 v5 v4 v3 v2 v1 5 4 3 2 1 Sk a la
Gambar 2 Sebaran Data Atribut
Dari boxplot tersebut terlihat bahwa sebaran data untuk hampir seluruh atribut tidak simetrik. Hanya atribut V7 yang terlihat semetrik. Atribut V1-V5 memiliki sebaran data yang menjulur ke kanan. Hal yang sebaliknya terjadi pada atribut V6 dan V8. Terdapat pula data pencilan/outlier pada empat atribut pertama. Atribut V8 memiliki jarak antar kuartil terbesar. Secara deskriptif, hal ini menunjukkan bahwa atribut ini memiliki keragaman terbesar dibandingkan atribut lainnya.
Metode Rataan
Hasil dari metode rataan dapat dilihat pada Tabel 1. Karena skala ordinal yang digunakan bersifat menurun, maka nilai rataan yang semakin kecil mengindikasikan tingkat kepentingan yang semakin meningkat. Berdasarkan Tabel 1, aspek yang dinilai paling penting oleh responden dalam melakukan transaksi non tunai adalah tingkat keamanan, kemudian diikuti oleh aspek