• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perawat - PERBEDAAN TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PERAWAT BANGSAL KELAS NON UTAMA DAN UTAMA DI R UMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perawat - PERBEDAAN TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PERAWAT BANGSAL KELAS NON UTAMA DAN UTAMA DI R UMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Perawat

a. Pengertian

(2)

b. Peran dan Fungsi Perawat

Potter dan Perry (2005, hh.286-287) menyatakan saat ini perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif. Perawat kontemporer menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, penyuluh dan pendidik.

Doheny (dalam Asmadi 2008, h.102) mangidentifikasi beberapa elemen peran perawat profesional, meliputi:

1) Care giver yaitu pemberi asuhan keperawatan perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, dengan menggunakan proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan evaluasi.

2) Client advocate (pelindung klien) 3) Counsellor (pembimbing)

4) Educator (pendidik klien)

5) Collaborator (bekerja sama dengan tim)

(3)

7) Change Agent (sebagai pembaharu)

8) Consultant yaitu sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien.

Iradianti (2004) menjelaskan fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan perawat berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Aktifitas ini dilakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah (Diagnosa Keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi. Henderson tahun 1980 (dikutip oleh Zaidin 2001, h.12) menyatakan keperawatan dalam menjalankan pelayanannya sebagai nursing service menyangkut bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk membantu orang baik sakit maupun sehat, dari sejak lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga orang tersebut dapat secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tanpa memerlukan bantuan ataupun tergantung pada orang lain.

(4)

yang utuh secara bio-psyko-sosial-spiritual. Selain bahwa perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien, pekerjaan perawat juga merupakan jenis pekerjaan yang berisiko kontak dengan darah, cairan tubuh pasien, tertusuk jarum suntik dan bahaya-bahaya lainnya yang dapat menjadi media penularan penyakit. Untuk itu, dituntut sebuah kepatuhan terhadap standar operasional pelayanan, demi safety, baik untuk diri sendiri, pasien dan keluarga pasien, teman sejawat, anggota keluarga juga lingkungan pekerjaan.

c. Kode Etik Keperawatan

Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan. Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan (Asmadi 2008, h.102).

1) Kode etik keperawatan Indonesia

Menurut Asmadi (2008, h.102) kode etik keperawatan Indonesia meliputi:

a) Perawat dan Klien

(5)

dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

(2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien.

(3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.

(4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

b) Praktek Keperawatan

(1) Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus. (2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan

keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

(6)

konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.

(4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.

c) Perawat dan Masyarakat

Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

d) Perawat dan Teman Sejawat

(1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

(2) Perawat bertindak malindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.

e) Perawat dan Profesi

(7)

menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.

(2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan.

(3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.

2) Kode etik keperawatan menurut International Council of Nurses (ICN)

Kode etik keperawatan menurut ICN (Asmadi 2008, h.105) adalah sebagai berikut:

a) Tanggung jawab utama perawat

Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa:

(1) Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat adalah sama.

(8)

(3) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan masyarakat.

b) Perawat, individu, dan anggota kelompok masyarakat

Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada dimasyarakat, menghargai adat kebiasaan serta kepercayaan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menjadi pasien atau kliennya. Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang berkepentingan atau pengadilan.

c) Perawat dan pelaksanaan praktik keperawatan

(9)

saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar profesi keperawatan.

d) Perawat dan lingkungan masyarakat

Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap, mempunyai inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menentukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

e) Perawat dan sejawat

Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman kerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila dalam masa perawatannya merasa terancam. f) Perawat dan profesi keperawatan

Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan pelaksanaan standar praktik keperawatan dan pendidikan keperawatan. Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan dalam menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat sebagai anggota profesi berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktik keperawatan. d. Tindakan Keperawatan

(10)

psikologi, sosial dan spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia (Gaffar 1999, h.44). keperawatan berlandaskan atas teori hubungan interpersonal yang menitik beratkan pada sifat unik individu atau klien dalam ekspresi herbal yang mengisyaratkan adanya kebutuhan dan cara-cara memenuhi kebutuhan. Teori Jean Orlando 1961 (dikutip oleh Awie 2008) mengandung konsep kerangka kerja untuk perawat professional yang mengandung 3 elemen yaitu: perilaku klien, reaksi dan tindakan keperawatan, mengubah situasi perawat setelah perawat memperkirakan kebutuhan klien, perawat mengetahui penyebab yang mempengaruhi derajat kesehatan, lalu bertindak secara spontan atau berkolaborasi untuk memberikan pelayanan kesehatan.

(11)

care) untuk meningkatkan setiap orang mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan wewenang, tanggung jawab serta etik profesi keperawatan (Gaffar 1999, h.44).

Jenis tindakan keperawatan yang dapat diberikan, seperti perawatan khusus (dekubitus, luka diabetes, inkontinensia, demensia), perawatan umum (membantu & mendorong penderita agar mampu mandiri dalam ADS), pengobatan (pemberian antibiotik atau obat-obat lain melalui suntikan atau infus, pemberian makanan lewat NGT, pasang kateter urin, tranfusi darah, pengobatan nyeri karena berbagai sebab, pengobatan simptomatis atau suportif terhadap penderita terminal), rehabilitasi (fisik pada stroke, berbaring lama, rehab mental & sosial), pencegahan terhadap kecacatan & hambatan lain akibat sakitnya serta promosi penyuluhan, pendidikan terhadap keluarga penderita, tenaga semi atau nonskilled seperti pramurukti, kader lansia, dan lain-lain (Probosuseno 2007).

2. Alat Pelindung Diri (APD)

a. Pengertian

(12)

APD digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas kesehatan dari resiko pejanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan berisiko mencakup tindakan rutin, tindakan bedah tulang, otopsi, ataupun perawatan gigi dimana menggunakan bor dengan kecepatan putar yang tinggi (Depkes RI 2010, h.17).

b. Jenis-jenis APD

Menurut Depkes RI (2010, hh.17-26) dan Potter & Perry (2011, hh.32-33) jenis-jenis APD meliputi:

1) Sarung tangan

(13)

Ada tiga jenis sarung tangan yaitu: a) Sarung tangan bersih

Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka terbuka. Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada sarung tangan steril.

b) Sarung tangan steril

Adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung tangan steril baru digunakan sarung tangan yang didisfeksi tingkat tinggi.

c) Sarung tangan rumah tangga

Sarung tangan tersebut terbuat dari latex atau vinil yang tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu membersihkan alat kesehatan dan permukaan meja kerja dan lain-lain. Sarung tangan ini dapat digunakan lagi setelah dicuci atau dibilas bersih.

(14)

segera lepas sarung tangan apabila telah selesai dengan satu pasien dan ganti sarung tangan yang lain apabila akan menangani pasien yang lain. Hindari kontak pada benda-benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan, misalnya membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan dan sebagainya. Tidak dianjurkan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-benar diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan meningkatkan risiko keceelakaan karena akan mengurangi kepekaan (raba). Sarung tangan tidak perlu digunakan untuk tindakan tanpa kemungkinan terpajan darah atau cairan tubuh lain seperti memberi makan pasien, membantu minum obat pasien, membantu jalan dan lain-lain.

Menurut Depkes RI (2010, hh.19-20), kadang-kadang perlu dipakai sarung tangan ganda pada keadaan khusus, seperti pada: a) Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dari 60 menit) dan

atau melakukan tindakan operasi di area yang sempit dengan kemungkinan besar robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit.

b) Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak seperti operasi cesar, persalinan dan lain-lain.

(15)

Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa kemungkinan terpajan darah atau cairan tubuh lain. Prosedur pemakaian sarung tangan dapat dilihat pada bagan 2.1.

Bagan 2.1

Bagan alur Pemilihan Jenis Sarung Tangan 2) Pelindung wajah (masker dan kaca mata)

Menurut Depkes (2010, h.24) pelindung wajah terdiri dari 2

Tidak TANPA SARUNG TANGAN

(16)

melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, termasuk tindakan bedah ortopedi atau perawatan gigi.

Masker tanpa kaca mata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien tuberkulosis terbuka tanpa luka dibagian kulit atau perdarahan. Masker digunakan bila berada 1 meter dari pasien. Masker, kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai.

3) Penutup kepala

Tujuan pemakaian tutup kepala adalah mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat atau daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala atau rambut petugas dari percikan bahan-bahan dari pasien (Depkes 2010, h.24).

4) Gaun

(17)

a) Tujuan pemakaian gaun pelindung

Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam (Depkes 2010, h.25).

b) Jenis gaun pelindung

Jenis gaun pelindung berbagai macam bila dipandang dari berbagai aspeknya seperti gaun pelindung kedap air dan tidak kedap air, gaun pelindung steril dan non steril. Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asistennya pada saat melakukan pembedahan. Gaun pelindung non steril digunakan di berbagai unit yang berisiko tinggi misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat dan kamar bayi (Depkes 2010, h.25).

c) Penggunaan gaun pelindung

(18)

5) Sepatu pelindung (pelindung kaki)

Menurut Depkes (2010, h.25) sepatu pelindung adalah sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang tertentu misalnya ruang bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang pemulasaran, dan petugas sanitasi. Sepatu hanya dipakai di ruang tersebut dan tidak boleh dipakai ke ruang lainnya.

Tujuan pemakaian adalah melindungi kaki petugas dari tumpahan atau percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan telapak kaki. Sepatu khusus terbuat dari bahan yang mudah di cuci dan tahan tusukan seperti karet atau plastik (Depkes 2010, h.25).

Tabel 2.1

Pemilihan alat pelindung sesuai jenis pajanan

Jenis pajanan Contoh Pemilihan Alat

(19)

Risiko tinggi:

Sumber : Depkes (2010, h.26)

3. Kepatuhan

a. Pengertian

(20)

Kepatuhan merupakan model dasar seseorang berperilaku. Menurut Kelman (1958 dalam Dewi 2010) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada awalnya individu mematuhi anjuran/instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman atau sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia memenuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan (compliance). Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun ditinggalkan.

(21)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Bastable (2002, h.139), Bady, Kusnanto dan Handono (2007), Kepatuhan (2010), Anugrahini (2010), dan Amalia dkk (2011), faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi kepatuhan adalah:

1) Usia

Usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas seseorang. Semakin tinggi usia semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa dan semakin dapat berfikir rasional, semakin bijaksana, mampu mengendalikan emosi dan semakin terbuka terhadap pandangan orang lain. Semakin bertambah usia semakin terlihat pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu. Dari berbagai periode umur tersebut, umur yang produktif dalam bekerja dan yang merupakan angkatan kerja ditunjukan oleh periode dewasa muda (20-40 tahun) dan dewasa madia (40-65 tahun). Usia yang semakin meningkat akan meningkatkan pula kebijaksanaan kematangan seseorang dalam mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi, dan bertoleransi terhadap pandangan orang lain, berarti kinerja orang itu juga meningkat. 2) Pendidikan

(22)

tinggi kinerjanya akan lebih baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan perawat yang berpendidikan lebih rendah. Selain itu juga pendidikan perawat yang tinggi akan lebih memudahkan perawat dalam memahami tugas sehingga akan meningkatkan kepatuhannya dalam penggunaan APD.

3) Masa kerja

(23)

4) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu”, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Pengetahuan dan pemahaman perawat tentang APD dan manfaatnya mempengaruhi kepatuhan dalam tindakan keperawatan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang APD sangat penting untuk petugas kesehatan dan sarana kesehatan lainnya yaitu untuk mencegah tranmisi infeksi di rumah sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah langkah pertama dalam pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu.

5) Fasilitas APD di rumah sakit

(24)

latar belakang ekonomi rendah dengan ruang VIP yang diperuntukkan bagi pasien dengan latar belakang ekonomi tinggi.

4. Rumah Sakit

a. Pengertian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1045/Menkes/Per/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pende dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan melahirkan. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

b. Azaz dan tujuan

(25)

diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

1) Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

2) Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

3) Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan

4) Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

c. Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1045/Menkes/Per/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, kedudukan, tugas dan fungsi rumah sakit adalah:

1) Kedudukan

Rumah sakit merupakan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.

2) Tugas

(26)

penelitian, pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan.

3) Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit menyelenggarakan fungsi:

(a) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripurna tingkat sekunder dan tersier; (b) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan

dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian pelayanan kesehatan;

(c) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penampisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan;

(d) Pelaksanaan administrasi rumah sakit. d. Jenis dan klasifikasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1045/Menkes/Per/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam:

1) Rumah Sakit Umum selanjutnya disebut RSU;

(27)

disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokkan rumah sakit berdasarkan perbedaan yang bertingkat mengenai kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan dan kapasitas sumber daya organisasi, RSU diklasifikasikan sebagai berikut:

1) RSU Kelas A

Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik luas. Berdasarkan fungsinya RSU Kelas A dan RSU Kelas B Pendidikan menyelenggarakan dan/atau digunakan untuk pelayanan, pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan.

Susunan organisasi RSU Kelas A adalah:

(a) RSU Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.

(b) Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat.

(c) Masing-masing Direktorat terdiri paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3 (tiga) Bagian.

(28)

(e) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

2) RSU Kelas B Berpendidikan

Rumah Sakit Kelas B Pendidikan adalah rumah sakit yang menyelenggarakan dan atau digunakan untuk pelayanan, pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan Kedokteran berkelanjutan.

Susunan organisasi RSU Kelas B Pendidikan adalah:

(a) RSU Kelas B Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.

(b) Direktur Utama membawahi paling banyak 3 (tiga) Direktorat. (c) Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Bidang atau 3 (tiga) Bagian.

(d) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.

(e) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

3) RSU Kelas B Non-Pendidikan

(29)

Susunan organisasi RSU Kelas B Non-Pendidikan adalah:

(a) RSU Kelas B Non-Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.

(b) Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat. (c) Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Bidang atau 3 (tiga) Bagian.

(d) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.

(e) Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

4) RSU Kelas C

RSU Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan mdis spesialistik dasar.

Susunan organisasi RSU Kelas C adalah:

(a) RSU Kelas C dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur. (b) Direktur membawahi paling banyak 2 (dua) Bidang dan 1

(satu) Bagian.

(c) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.

(d) Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian. 5) RSU Kelas D

(30)

Susunan organisasi RSU Kelas D adalah:

(a) RSU Kelas D dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur. (b) Direktur membawahi paling banyak 2 (dua) Seksi dan 3 (tiga)

Subbagian.

(c) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.

(d) Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian. e. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Swasta. Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

f. Bangunan Rumah Sakit

(31)

paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud paling sedikit terdiri atas ruang: rawat jalan, rawat inap, ruang gawat darurat, ruang operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang laboratorium, ruang sentralisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan latihan, ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit, ruang menyusui, ruang mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, dan pelataran parkir yang mencukupi.

g. Pembagian Tipe Bangsal

(32)

C. Kerangka Konsep

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

Menurut Arikunto (2010, h.110) hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

Hipotesis dalam penelitian ini penulis rumuskan dalam bentuk hipotesis statistik sebagai berikut:

1. Hipotesis Nol

(33)

2. Hipotesis Alternatif

Gambar

Tabel 2.1 Pemilihan alat pelindung sesuai jenis pajanan

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Pada hakekatnya Notaris selaku Pejabat Umum, hanyalah mengkonstatir atau merelateer atau merekam secara tertuiis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang

Dana alokasi umum yaitu sejumlah dana yang merupakan komponen terbesar dari dana perimbangan yang digunakan untuk pemerataan kemampuan keuangan atas dasar atau ketentuan yang telah

Data kadar air yang didapatkan akan dihitung menggunakan rumus sehingga dapat diketahui umur simpan normal dari minuman serbuk tersebut dengan kondisi yang dipercepat dalam

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis menemukan bahwa kepentingan Jepang meningkatkan diplomasi dengan Amerika Serikat antara lain untuk membendung kebangkitan

dilakukan oleh guru kelas N secara berkolaborasi dengan peneliti. Pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang dilakukan guru masih bersifat konvensional,

Kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan indeks yaitu kelompok Bahan Makanan sebesar 0,15 persen, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar

Catatan : Daftar Nominatif ini dapat berubah jika ada sanggahan, pengaduan, duplikasi dan sebab lainnya.. Instansi