• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Citra Tubuh 1. Pengertian - BAB II bismillah bendel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Citra Tubuh 1. Pengertian - BAB II bismillah bendel"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

9 1. Pengertian

Menurut Benfield dan McCabe (2001) citra tubuh dimaknai sebagai evaluasi seseorang yang mencakup perasaan tentang penampilan fisiknya, persepsi remaja mengenai penampilannya apakah sudah menarik atau tidak dan perilaku remaja yang mementingkan dan membentuk penampilannya dengan berbagai cara. Menurut Castle (dalam Bestiana, 2007) dalam bukunya yang berjudul Living with Your Looks mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya.

Citra Tubuh menurut Honigam dan Castle (Januar, 2007) adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya bagaimana seseorang mempersepsikan, memberikan penilaian atas apa yag dipikirkan dan dirasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, selain itu penilaian dari orang lain terhadap dirinya. Citra tubuh menurut Hoyt (Naimah, 2008) adalah sikap seseorang terhadap ukuran tubuhnya bentuk maupun estetika berdasarkan evaluasi remaja dan pengalaman efektif terhadap atribut fisiknya. Citra tubuh merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berdasarkan penilaian positif dan negatif (Cash dan Pruzinky dalam Mellina (2002).

(2)

2. Aspek- aspek Citra Tubuh

Banfield dan McCabe (2001) mengemukakan aspek-aspek yang terkandung dalam citra tubuh diantara lain:

a. Aspek perasaan

Ketidakpuasan remaja terhadap penampilan fisik disebabkan oleh pertumbuhan yang begitu cepat mulai dari bentuk dan ukuran tubuh remaja, yang tidak sesuai dengan harapan remaja, sedangkan remaja sudah memiliki konsep tubuh ideal menurut remaja tersebut didalam pikirannya, namun remaja merasa bahwa tubuh yang dimiliki belum termasuk dalam kriteria tubuh ideal menurut Cash (dalam Murasmutia,2000) sehingga remaja yang merasa kurang puas dengan citra tubuh yang dimiliki akan memunculkan pikiran dan perasaan negatif tentang citra tubuh yang dimiliki remaja tersebut. Contohnya remaja merasa memiliki tubuh gemuk namun kenyataanya berat badannya normal.

b. Aspek perilaku

(3)

digunakan bisa membahayakan kesehatan (Deccy & Kenny dalam andea, 2010) contohnya remaja yang melakukan diet dengan cara tidak sehat remaja sengaja tidak makan.

c. Aspek persepsi

Furnham (dalam Caroline, 2002) menyatakan bahwa perempuan cendrung menggambarkan atau mempersepsi bahwa mereka memiliki badan gemuk, namun pada kenyataannya mereka sudah memiliki berat ideal. Remaja dalam mempersepsikan diri dengan memberikan penilaian terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuh yang dimiliki remaja, serta bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Karna pada dasarnya apa yang dipikirkan dan dirasakan remaja belum tentu merepsentasikan dirinya, namun lebih hasil penilaian subyektif. Contohnya remaja merasa berat badannya belum sesuai dengan keinginannya.

Adapun menurut Thompson (2000), aspek-aspek citra tubuh meliputi sebagai berikut :

a. Persepsi

(4)

b. Perbandingan dengan orang lain

Kemampuan remaja dalam mengevalusi penampilannya dan remaja akan membandingkan dirinya dengan orang lain (Cash,2002) remaja akan memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri dengan orang lain mengenai baik buruk citra tubuh yang dimilikinya, sehingga akan akan menimbulkan prasangka yang negatif terhadap diri sendiri jika tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal-hal yang menjadi perbandingan individu ialah ketika remaja menilai bentuk fisiknya dengan bentuk fisik orang lain.Contoh remaja membandingkan tinggi badannya dengan orang lain.

c. Aspek sosial budaya (reaksi terhadap orang lain)

Pada beberapa wilayah yang rata-rata penduduknya miskin dan mengalami kesulitan dalam makanan, maka tubuh kurus identik dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan penyakit menular. Seseorang yang memiliki tubuh gemuk dianggap sesuatu yang positif yang melambangkan kemakmuran. Setiap kelompok masyarakat memiliki cara penilaian yang berbeda terkait dengan menarik atau tidak menarik citra tubuh yang dimilikinya misalnya gemuk atau kurus, pendek atau tinggi, cantik atau jelek karena konsep ideal tubuh cantik dari kalangan masyarakat memiliki penilaian yang berbeda-beda (Wolf, 2004). Contohnya di Afrika memiliki tubuh kurus dianggap kekuranagn gizi, sedangakan di Indonesia memiliki tubuh kurus termasuk tubuh ideal.

(5)

perbandingan dengan orang lain, aspek sosial budaya (reaksi terhadap orang lain). Aspek yang akan digunakan dalam penelitian ini aspek menurut Banfield dan McCabe (2002) diantarnya aspek perasaan, aspek prilaku, dan aspek persepsi. Perasaan yang negatif akan mempengaruhi prilaku yang mementingkan penampilan walaupaun cara yang digunakan bisa membahayakan kesehatan. Perasaan dan perilaku yang negatif muncul karena persepsi remaja terhadap bentuk tubuh atau citra tubuhnya belum termasuk ideal atau menarik. Dipertegas juga oleh Slade (dalam Banfield dan McCabe, 2002) citra tubuh merupakan evalausi subjektif tentang perasaan, perilaku dan persepsi terhadap penampilan baik dari segi ukuran dan bentuknya.

3. Faktor –Faktor Citra Tubuh

Menurut Thompson (dalam Januar, 2007), ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi citra tubuh, yaitu budaya, media sosial, hubungan interpersonal, usia dan keperibadian.

a. Budaya

Citra tubuh pada remaja dipengaruhi lingkungan dan norma-norma budaya tentang penampilan fisik dan bagaimana ukuran tubuh yang menarik. Dipertegas juga oleh Bestiana (dalam Lidya, 2012) adanya penelitian mengenai paham bahwa “tubuh langsing itu ideal” sudah menyebar luas diberbagai

(6)

membentuk tubuhnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya wanita-wanita dengan paras cantik, tinggi, putih dan langsing yang dijadikan sebagai tokoh utama atau pemeran utama dalam drama contoh film Date Movie produksi

20thCentury Fox (2006) dan drama musikal Korea Dream High produksi KBS (2011). Namun banyak juga tokoh atau pemeran utama yang awalnya memiliki tubuh gemuk atau obesitas yang menjadi bahan ejekan dan tertawaan orang-orang sekitarnya, yang akhirnya memiliki tubuh yang langsing dan cantik. Contohnya di majalah atau di iklan kebanyakan wanita-wanita yang memiliki tubuh langsing tinggi, putih yang dijadikan model-model atau iklan kecantikan. b. Media sosial

Ketidakpuasan remaja tidak lepas dari pengaruh teknologi yang semakin berkembang. Dengan perkembangan tehnologi yang semakin pesat dan memfasilitasi remaja dalam mengakses mengenai perkembangan standar tubuh ideal sehingga akan memudahkan wanita untuk mengikuti standar tubuh idela tersebut khusunya remaja putri, remaja akan menilai tubuh ideal berdasarkan informasi dari media masa sehingga remaja kan terus mengidetifikasi tubuh ideal yang tujukan oleh media masa tersebut (Hernita dalam Wiranatha dkk, 2006).

(7)

Na’imah dan Pambudi Rahardjo, 2008 h.3) menemukan bahwa 23 % dari

3.542 responden menyatakan citra tubuh dipengaruhi oleh selebriti yang muncul di media massa, 22 % citra tubuh dipengaruhi oleh model dalam majalah.

c. Hubungan interpersonal

Perubahan fisik serta perhatian remaja terhadap penampilan akan mempengaruhi remaja dalam menilai citra tubuh yang dimiliki. Perubahan citra tubuh yang tidak sesuai dengan keinginan remaja akan menyebabkan penolakan terhadap citra tubuhnya. Persepsi remaja terkait citra tubuh dengan memiliki penampilan fisik yang ideal seperti gambar gadis-gadis di cover majalah atau bintang film akan lebih mudah mendapatkan perhatian dari teman-teman sebayanya (Dian dalam Ratnasari, 2006 ). Persepsi negatif remaja terhadap citra tubuh akan menghambat perkembangan kemampuan interpersonal remaja dan kemampuan membanguan hubungan yang positif dengan orang lain (Decay & Kenay dalam Nourmalita, 2004).

d. Usia

(8)

cara yang digunakan remaja yaitu diet ketat (Rahayu & Dieny, 2012). Kartono dalam Bestiana, 1990 menyatakan remaja putri khusunya rermaja akhir mulai sibuk merencanakan masa depannya, misalnya dengan siapa akan menikah pekerjaan apa yang akan dikerjakan setelah lulus, hal-hal tersebut yang akan mempengaruhi citra tubuh remaja putri.

e. Keperibadian

Masing-masing individu mendapatkan pola asuh yang berbeda-beda dari lingkungan yang akan membentuk keperibadian remaja. Gaya hidup disekitar individu akan mempengaruhi individu terutama dalam berpenampilan, individu akan menyesuaikan diri dalam berpenampilan sesuai dengan lingkungan sosialnya (Shorf dan Thomson dalam, Pertiwi). Remaja akan merasa ini adalah tuntutan dari lingkungan sosialnya sehingga individu aka terus-menerus mengkritik dan mengevaluasi penampilan fisiknya secara berulang-ulang maka hal tersebut akan membentuk kepribadian perfeksionis. Di pertegas juga oleh Lewin dan Flet’s (dalam Stairs dkk, 2012) menyatakan perfeksionis merupakan

kepribadian yang memiliki karakteristik berjuang dengan standar yang tingi untuk citra tubuhnya, dan akan memberikan evaluasi dan kritik untuk mencapai kesempurnaan dalam berpenampilan. Hal tersebut di tegaskan oleh (Debraganza dan Hausenblas, 2010) remaja dengan perfeksionis tidak hanya terfokus pada kinerja tetapi juga akan memperhatikan hal yang paling melekat pada dirinya yaitu tubuh.

(9)

a. Standar kecantikan dari setiap budaya

Kecantikan didalam masyarakat nilai berbeda-beda antar budaya, salah satu ukuran kecantikan yang diperhatikan masyarakat yaitu mengenai bentuk tubuh Di negara-negara non-Barat, seperti di Afrika, tubuh yang gemuk diinterpretasikan sebagai suatu simbol kematangan seksual, kesuburan, kemakmuran, kekuatan, dan kebijaksanaan (Sheinin, dalam Rice, 1995). Sedangkan untuk Negara berkembang termasuk Indonesia mengukur kecantikan dari keserasian antara berat badan dan tinggi badan.

b. Kontrol Diri

Kontrol Diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan, mengatur, mengarahkan perilakunya. Kontrol diri yang dimaksud adalah keinginan menurunkan berat badan atau yang sering disebut dengan diet. Keyakinan bahwa dengan kontrol diri mampu memberikan bentuk tubuh yang sempurna, memang pada kenyataanya salah satu bentuk tubuh yang kemungkinan bisa diubah adalah berat badan sehingga berat badan menjadi pusat perhatian dalam usaha-usaha peningkatan diri, cara yang sering digunakan dengan mengatur pola makan atau diet, mengkonsumsi suplemen pelangsing untuk mengurangi nafsu makan, hal tersebut dilakukan karena ketidakpuasan remaja terhadap penampilan fisiknya (Grogan dkk dalam Pratiwi, 2006).

c. Ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan kehidupan.

(10)

(2001) yang menemukan adanya hubungan antara ketidakpuasan terhadap citra tubuh dengan kecenderungan gangguan makan yang menyebabkan gangguan anorexia nervosa dan bulimia nervosa.

Berdasarkan dari penjelasan di atas, disimpulkan bahwa faktor-faktor citra tubuh yaitu, budaya, media sosial, hubungan interpersonal, usia, dan keperibadian. Sedangkan faktor pembanding citra tubuh yaitu standar kecantikan dari setiap budaya, kontrol diri, ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan kehidupan.

Faktor yang akan peneliti gunakan faktor keperibadian menurut Thomson seperti halnya remaja yang mengalami kelebihan berat badan atau yang sering disebut dengan gemuk secara langsung akan mempengaruhi fisik dan tidak dapat dipungkiri bahwa penampilan dapat mempengaruhi bagaimana individu memandang dirinya. Dipertegas juga Cash dan Purnziky (2002) menyatakan kepribadian seseorang berpengaruh pada pandangannya mengenai citra tubuh yang dimiliki

B. Perfeksionis

1. Pengertian Perfeksionis

(11)

perfeksionis merupakan kecendrungan kepribadian untuk mengevaluasi diri secara berlebihan demi pencapaian diri dengan menerapkan standar yang tinggi. Menurut Hamchek (dalam peter, I996) perfeksionis dibagi menjadi dua yaitu perfeksionis normal dan perfeksionis neurotik. Perfeksionis normal merupakan persaan kesenagan atau kenimakmatan yang sangat nyata dari usaha yang sungguh-sungguh. Sedangkan perfeksionis neurotik ketika seseorang tidak mendapatkan kenikmatan maka tidak mersakan kepuasan, dalam pandangan atau penilaian remaja tersebut karena tidak sesuai dengan keinginan remaja tersebut. Ditambahkan juga oleh Pachts (dalam Codd,200I) yang menyatakan perfeksionis merupakan sikap seseorang untuk mencapai kesempurnaan yang akan membuat remaja menjadi kacau.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa perfeksionis merupakan sikap yang dimiliki seseorang untuk terus-menrus berjuang dengan menerapkan standar yang tinggi pada krtik dan evaluatif pada diri sendiri yang dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang tidak aman atau penolakan dari lingkungan. 2. Pembentukan Kepribadian Perfeksionis

(12)

percaya diri dan memiliki permasalahan dengan perasaannya (Ellis dan Kellibert dkk, 20I5). Permasalahan tersebut terus-menerus terjadi pada individu sampai menginjak masa remaja dan berkembang ketika berada di lingkungan masyarakat, permasalahan yang terjadi bukan hanya karena perasaan tetapi bisa juga dengan pemikiran individu tersebu (Egan dkk, 20I4).

Remaja yang berkembang dilingkungan masyarakat akan memiliki sebuah permasalahan dan remaja akan mengkompensasikan ke hal yang lain agar bisa diterima oleh masyarakat, remaja akan cendrung individual dan mengembangkan diri agar bisa diterima di lingkungan (Triand dan Suh, 2002). Remaja tidak hanya ingin diterima lingkungan akan tetapi remaja juga tidak ingin mendapatkan kritik maupun evaluasi dari orang lain atau masyarakat, sehingga cendrung akan menerapkan standar yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain, standar yang tinggi terus-menerus dilakukan tanpa ada rasa puas Kellibert dkk, 20I5).

Tanpa disadari remaja menerapkan standar yang tidak realistik untuk dirinya sendiri dan orang lain (Anthony dan Swinson dalam Egan dkk, 20I4). Remaja sering menekan dirinya sendiri dengan terus menerus, sehingga terbentuk perfeksionis.

3. Aspek-Aspek Perfeksionis

Stair dkk (20I2), mengemukakan aspek-aspek yang terkandung dalam perfeksionis diantara lain:

(13)

Remaja dengan perfeksionis akan menerapkan standar yang tinggi untuk diri sendir maupun orang lain, remaja dengan perfeksionis memliki standar yang tidak realistik dan akan sangat sulit untuk bisa dicapai, karena pada dasarnya remaja dengan kepribadian perfeksionis sangat menuntut kesempurnaan (Huelsman dalam Ananda, 2004)

b. Keteraturan

Remaja dengan perfeksionis mengarah pada hal-hal yang tersetrukutur, rapi, terorganisir, mengatur orang-orang disekitar lingkungannya, dalam penataan barang-barang atau benda sangat tersusun rapi, mengerjakan sutau pekerjaan harus detail dan rapi, dalam mengerjakan tugas secara sistematik sesuai dengan aturan.

c. Perfeksionis terhadap orang lain

Remaja dengan perfeksionis tidak hanya memberikan aturan pada dirinya sendiri tetapi menarapkan juga kepada orang lain. Menuntut orang lain dalam menyelesikan pekerjaan harus sempurna jika hal tersebut tidak sesuai maka akan menimbulkan kekacuan, kemarahan dan tidak memberi toleransi kepada orang lain. Permintaan dan harapan ke orang lain seringkali membuat individu terkesan sombong dan dominan pada orang lain. Individu tersebut merasa khawatir ketika menyerahkan tugas kepada orang lain karena takut hasilnya tidak sempurna.

d. Reaktvitas terhadap kesalahan

(14)

menyeleseikan pekerjaan. Individu akan sangat teliti dalam memperhatikan kesalahan yang telah diperbuat.

e. Persepsi tekanan dari orang lain

Remaja dengan perfeksionis memiliki kepercayaan bahwa orang lain mengharapkan dirinya untuk menjadi yang sempurna, pada aspek ini diasosisikan dengan simpton depresif. Secara kongnitif individu dievaluasi oleh aturan-aturan yang menekan individu tersebut, aturan tersebut sangat penting bagi dirinya sehingga terjadi reaksi psikologis pada individu tersebut dalam berprilaku (Jahromi, 20I2). Individu memiliki kepercayaan bahwa ketika mengalami kegagalan akan mengakibatkan permasalahan interpersonal (seperti kehilangan kepercayaan orang lain, orang lain kehilangan ketertarikan dan membuat orang lain kecewa).

f. Ketidakpuasan

Remaja dengan perfeksionis tidak akan pernah merasa puas kalau belum mencapai standar yang sudah ditetapkan, individu akan berpikir keras apa ada yang tidak cukup atau ada yang tidak benar menurut individu tersebut. Sehingga akan berusaha semuanya harus sempurna. g. Detail dan memeriksa

Remaja dengan perfeksionis seringkali di hubungkan dengan self-criticsm dan self-scrutiny yang tinggi dan tidak mampu mengatasi kesalahan atau ketidakmampuan dalam diri remaja tersebut.

(15)

Remaja dengan perfeksionis untuk mengalami hal-halyang memuaskan dan positif, apabila mengerjakan atau menyeleseikan suatu hal dengan sempurna tanpa ada kesalahan sedikitpun.

i. Pikiran hitam dan putih

Remaja dengan perfeksionis akan berpikir bahwa sesuatu yang dikerjakan tidak sempurna, maka hal tersebut merupakan sebuah kegagalan dan remaja tersebut merasa bahwa dirinya tidak bisa melakukan hal dengan sempurna.

Adapun aspek-aspek perfeksionis menurut Hill, dkk (2004) sebagai berikut:

a. Conscientious perfectionism

Kecendrungan meminta pihak lain agar memiliki standar yang sama, kecendrungan teratur dan sangat rapi, segala sesuatu direncanakan diawal atau membicarakan keptusan sebelum diambil dan akan mengejar hasil yang sempurna dengan standar yang tinggi.

b. Self evaluatif perfectionism

(16)

Berdasarkan pemaparan diatas aspek-aspek menurut Hill, dkk (2004) Conscientious perfectionism, dan Self evaluatif perfectionism. Aspek yang akan digunakan dalam penelitian ini aspek menurut Stair dkk (20I2) sebagai berikut : Standar yang tinggi, keteraturan, perfeksionis terhadap orang lain, reaktifitas terhadap kesalahan, persepsi tekanan dari orang lain, ketidakpuasan, detail dan memeriksa, kepuasan, dan pikiran hitam putih. Alasan peneliti memilih aspek menurut Stair dkk (20I2) kerena aspek yang digunakan lebih mudah untuk dipahami.

C. Hubungan Antara Perfeksionis Dengan Citra Tubuh Pada Remaja

Putri

(17)

dimakan, mengkonsumsi suplemen penurun berat badan, dan melakukan olahraga secara berlebihan dengan tujuan ingin memperbaiki citra tubuhnya.

Cash (dalam Pertiwi 2002) menyatakan, remaja putri pada umumnya akan mengevaluasi diri mengenai pencapaian yang telah digapai. Hasil evaluasi remaja tersebut akan mengarah ke perilaku negatif apabila hasil evaluasi mengenai citra tubuhnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Perilaku negatif inilah yang akan memunculkan usaha-usaha remaja untuk memperbaiki citra tubuhnya. Ketika usaha yang dilakukan remaja tidak sesuai dengan yang diinginkan, remaja menilai ini adalah sebuah kegagalan dan terus-menerus berusaha dengan ketat sehingga membentuk citra tubuh negatif pada remaja putri.

(18)

orang lain terkait dengan citra tubuh ideal yang dimiliki dan hal inilah yang membentuk citra tubuh negatif pada remaja putri.

(19)

Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis menganalisis dinamika populasi ikan kuniran ( Upeneus sulphureus ), meliputi parameter pertumbuhan, mortalitas dan laju

Oleh karena itu baik muhkam dan mutasyabih dengan memandang pengertian secara mutlak sebagaimana diatas tersebut tidak menafikan satu dengan yang

Berdasarkan hasil wawancara dan pemaparan dari beberapa indikator yang digunakan penilaian dalam tahapan evaluasi kinerja ini, maka dapat disimpulkan bahwa terkait

Kehidupan Boarding School yang lebih modern yaitu sistem pendidikan yang menggabungkan ilmu pendidikan umum dan ilmu agama Islam serta mewajibkan para siswa untuk

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Hal tersebut dibuktikan melalui penyebaran kuisioner pada variabel perceived usefulness yang masuk dalam kategori dimensi efficient dapat diketahui bahwa pada butir

Pengelasan adalah penyambungan dua logam dan atau logam paduan dengan cara memberikan panas baik diatas atau dibawah titik cair logam tersebut,baik dengan atau tanpa tekanan