• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NO.1/PDT.G/2016/PNBKT TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1B BUKITTINGGI ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NO.1/PDT.G/2016/PNBKT TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1B BUKITTINGGI ARTIKEL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NO.1/PDT.G/2016/PNBKT TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1B BUKITTINGGI

ARTIKEL

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar sarjana Hukum

Oleh :

YOLANDA OBELINA AYESHA

1310012111071

Program Kekhususan :

Hukum Perdata

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

(2)
(3)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NO.20/PDT.G/2015/PNBKT TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1B BUKITTINGGI

Yolanda Obelina Ayesha1, Syafril1, Adri1

Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta E-mail : yolandaobelina@yahoo.co.id

ABSTRACT

The development of community life often leads to complex problems to be solved, so it is often resolved through the institution of the Court. One of the cases that came in and has been decided by the District Court of New York City is a civil case No.20/PDT.G/2015/PNBKT about tort committed by Defendant I and Defendant II did mastery without rights, and Defendant III issued land boundaries overlap without a clear legal basis. Issues raised in this paper are, what are the elements Torts met in a civil case No.20/PDT.G/2015/PNBKTand what hat are the judgment panels of judges in hearing and deciding the case No.20/PDT.G/2015/PNBKT. This research uses normative legal research. The data consists of primary legal materials and secondary law. Data were analyzed qualitatively using the techniques of data collection in the form of studies document. From the study it can be concluded that, the elements of a tort in the civil case No.20/PDT.G/2015/PNBKT have been met.The consideration of the judges on the case No.20/PDT.G/ 2015/PNBKT is appropriate because the judge in the verdict is not glued to the terms in writing, but also based on the jurisprudence used as legal basis in decisions.

Keywords : Jurisdiction Review, Court Decision, Tort

Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara hukum, yaitu negara berdasarkan hukum dan diatur oleh hukum. Oleh karena itu semua badan-badan kenegaraan yang ada dan yang akan dibentuk harus mempunyai suatu dasar

hukum, dalam hal ini termasuk pula badan-badan peradilan.1

Badan-badan peradilan yang

melakukan kekuasaan kehakiman

sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 sebelum amandemen

menegaskan bahwa:

1

As Suhaiti Arief, 2008, Hukum Acara

Perdata, Bung Hatta University Press, Padang, hlm

(4)

Ayat (1) : “Kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

lain-lain badan

kehakiman menurut Undang-Undang” Ayat (2) : “Susunan dan kekuasaan

badan-badan kehakiman itu diatur dengan Undang-Undang”

Guna mewujudkan amanat dari konstitusi tersebut, awalnya dibuatlah suatu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964

tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman, dimana dalam Pasal 19

ditentukan bahwa: “demi kepentingan

revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, Presiden dapat turut campur dalam soal-soal pengadilan”. Hal ini

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menganut suatu prinsip menjamin adanya peradilan yang bebas dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum.

Pada perkembangan berikutnya, muncul usaha untuk memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dengan terbitnya Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman. Namun sebenarnya dapat dikatakan Undang-Undang ini belum sepenuhnya independen karna menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970

tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman tersebut, empat lingkungan peradilan yang terdiri dari peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara secara organisatoris administratif dan finansial berada dibawah kekuasaan masing-masing departemen yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan masih ada campur tangan badan eksekutif.

Kemudian terbit lagi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mencabut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman kemudian dicabut oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada bagian Konsideransnya dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga diganti dengan yang baru yaitu UU No. 48

(5)

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Semua ketentuan yang merupakan peraturan pelaksana yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad) adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Dalam hal ini tuntutan yang diajukan Penggugat karena merasa haknya dirampas oleh si Tergugat. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melawan hukum perdata yang dilakukan oleh seseorang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain, yang mengharuskan orang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian tersebut untuk mengganti kerugian.

Suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban menurut Undang-Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan sehingga memiliki konsekuensi tersendiri yang dapat dituntut oleh pihak lain yang merasa telah dirugikan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya suatu perbuatan

2. Perbuatan tersebut melawan hukum

3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku

4. Adanya kerugian bagi korban 5. Adanya hubungan antara

perbuatan dengan kerugian.2 Dalam hal ini tentunya harus melewati proses beracara di Pengadilan, seperti halnya dalam perkara perdata

No.20/PDT.G/2015/PNBKT, bahwa

Penggugat atas nama Harbetti mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kelas 1B atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat yang bernama Ridwan, Lusi dan Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Bukittinggi, karena merampas hak Penggugat.

Berdasarkan penjabaran tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian terhadap putusan ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana perbuatan melawan hukum dalam perkara ini dengan memberikan batasan terhadap judul untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru. Adapun batasan judul tersebut yaitu :

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, mempelajari, dengan cermat tentang suatu peristiwa untuk mendapatkan

2

Munir Fuady, 2014, Konsep Hukum Perdata, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 254

(6)

suatu kesamaan terhadap suatu hal.3Tinjauan disini berarti pandangan terhadap putusan yang diberikan Majelis Hakim dalam Perkara Perdata No.20/PDT.G/2015/PNBKT tentang Perbuatan Melawan Hukum.

Yuridis adalah peraturan hukum,

menurut hukum atau secara

hukum.4Perbuatan Melawan Hukum adalah tiap perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Perkara perdata No.20/PDT.G/2015/PNBKT yaitu berkas atas perbuatan melawan hukum yang telah diperiksa dan diputus Pengadilan Negeri Bukittinggi. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan tergugat terhadap penggugat atas tergugat dan sebagainya

yang terjadi dalam putusan

No.20/PDT.G/2015/PNBKT, serta

perbuatan–perbuatan yang dilakukan tergugat sehingga dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan permasalahan tersebut untuk selanjutnya diteliti dan dibahas dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut :

3E.M Zulfajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus

Lengkap Bahasa Indonesia, Difa Publisher, hlm 821.

4

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, Balai Pustaka, hlm.1016

1. Apakah unsur-unsur Perbuatan Melawan

Hukum pada perkara perdata

No.20/PDT.G/2015/PNBKT telah

terpenuhi ?

2. Apakah pertimbangan Majelis Hakim dalam mengadili dan memutus perkara No.20/PDT.G/2015/PNBKT ?

Dengan adanya permasalahan di atas, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah terpenuhinya unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum

pada perkara

No.20/PDT.G/2015/PNBKT.

2. Untuk mengetahui Pertimbangan Majelis Hakim dalam mengadili dan memutus perkara No.20/PDT.G/2015/PNBKT.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian yang penulis teliti adalah dengan bentuk studi dokumen atau kepustakaan yaitu berusaha mencari, mengumpulkan dan menganalisa data atau informasi serta bahan data yang dipergunakan berupa peraturan-peraturan yang berlaku saat ini yang berhubungan dengan judul penelitian dari berkas perkera

(7)

No.20/PDT.G/2015/PNBKT sebagai sumber data.

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri atas :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan utama yang dijadikan bahasan dalam penelitian ini, yaitu berupa berkas

putusan perkara perdata

No.20/PDT.G/2015/PNBKT dan

peraturan perundang-undang. b. Bahan Hukum Sekunder

Berupa buku-buku, serta pendapat ahli dalam berbagai literatur yang berhubungan langsung dengan materi penelitian.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library

Research). Artinya data yang diperoleh

dalam penelitian ini didapat dengan cara membaca karya-karya ilmiah dan bahan lain terkait dengan persoalan yang akan dikaji tentang penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa perkara No.20/PDT.G/2015/PNBKT merupakan perkara gugatan perbuatan melawan hukum mengenai sengketa tanah antara Harbetti sebagai penggugat mengajukan gugatan

terhadap Ridwan, Lusi dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Bukittinggi.

Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain (inbreak opens

anders recht) yang termasuk salah satu

perbuatan yang dilarang oleh Pasal 1365 KUHPerdata. Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang diakui oleh hukum, termasuk tapi tidak terbatas pada hak-hak sebagai berikut yaitu hak-hak pribadi (persoonlijkheidscrechten), hak-hak kekayaan (vermogensrecht), hak atas kebebasan, hak atas kehormatan dan nama baik.5

Unsur yang menyatakan melanggar hak orang lain, data yang penulis peroleh yaitu bahwa Tergugat menguasai tanah/persil/lahan yang bukan haknya, maka unsur melawan hak orang lain telah terpenuhi karena telah merugikan Penggugat yang telah dirampas haknya atas tanah/persil/lahan yang suratnya memakai nama Penggugat dengan sifat hak milik.

Unsur yang menyatakan

bertentangan dengan hukum si pelaku jika dihubungkan dengan tindakan Tergugat I dan Tergugat II yang menguasai dan menggunakan tanah milik Penggugat dengan sertifikat Hak Milik. Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II atas penguasaan tanpa hak

(8)

tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri juga termasuk kedalam kategori perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum (rechts plicht) dari pelakunya. Dengan

istilah “kewajiban hukum” (rechts plicht) ini

yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Jadi bukan hanya bertentangan dengan hukum tertulis (wettelijk plicht), melainkan juga bertentangan dengan hak orang lain menurut Undang-Undang (wettelijk recht).6

Unsur yang menyatakan

bertentangan dengan kesusilaan merupakan unsur ketiga dari perbuatan melawan hukum dan Tergugat I dan Tergugat II melakukan

rekonvensi atau gugat balik pada Penggugat.

Sehingga akibatnya Penggugat menjadi tidak tenang dan malu akibat dicemar nama baiknya.

Tindakan yang melanggar

kesusilaan oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Karena itu, manakala dengan tindakan melanggar

6Ibid, hlm 251

kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian bagi pihak lain maka pihak yang menderita kerugian tersebut dapat menuntut ganti rugi berdasarkan atas perbuatan melawan hukum.

Unsur yang menyatakan

bertentangan dengan kepatutan merupakan unsur yang keempat dari perbuatan melawan hukum berdasarkan data yang penulis peroleh bahwa Tergugat I dan Tergugat II bertindak tanpa memperhatikan kepentingan dari Penggugat.

Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik ini atau yang disebut dengan istilah zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum. Jadi jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar pasal-pasal dari hukum tertulis, maka dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau kepatutan dalam masyarakat.

Berdasarkan penjelasan dari pembahasan yang telah penulis lakukan diatas maka tindakan yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II yaitu Penguasaan Tanpa Hak dari Tanah yang merupakan bagian dari Sertifikat Hak Milik Nomor 42, maka sudah sewajarnyalah pihak Penggugat

(9)

berhak atas tanah objek perkara, sehingga perbuatan Tergugat I dan Tergugat II yang menguasai tanah objek perkara adalah perbuatan melawan hukum (onrecht

matigedaad).

Apabila unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum diatas telah dipenuhi maka pihak yang merasa dirugikan akibat dari perbuatan tersebut dapat mengajukan atau meminta ganti rugi.

Pertimbangan mengenai eksepsi yang menyatakan kurang lengkapnya pihak, bahwa dalam eksepsinya Tergugat I dan Tergugat II menyatakan bahwa orang yang menjual tanah hak milik Nomor 217 yang bernama Upik tersebut adalah ibu kandung Penggugat yang juga telah menghibahkan tanahnya Hak Milik Nomor 42 kepada Penggugat, makadari itu sudah seharusnyalah Penggugat dalam perkara ini menjadikan pihak yang bernama Upik tersebut sebagai pihak Tergugat dalam perkara ini, karena yang bersangkutan adalah mempunyai hubungan hukum dengan objek perkara dan Surat Hak Milik Nomor 42.

Mengenai eksepsi ini Majelis Hakim berpendapat pihak-pihak mana yang akan digugat adalah wewenang pihak Penggugat. Dimana menurut Penggugat, Para Tergugat

adalah pihak yang menguasai barang sengketa. Sehingga menurut Yurisprudensi MA RI No. 1072K/Sip/1982 tanggal 1

Agustus 1983 “Gugatan cukup ditujukan

kepada orang yang secara nyata menguasai

objek perkara”. Maka gugatan Penggugat

tidak kurang pihak sehingga eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tidak beralasan dan harus ditolak.

Pertimbangan Majelis Hakim mengenai proses pembuatan sertifikat Hak Milik Nomor 42/Kel.Puhun Tembok dan Sertifikat Hak Milik Nomor 217/Kel.Puhun Tembok sudah sesuai dengan Peraturan Mentri Agraria, dalam eksepsinya Tergugat III menyatakan bahwa proses pembuatan Sertifikat Hak Milik No.42, Gambar Situasi Tanggal 6 Januari 1982 Nomor 46/1982, luas 465 meter2 tertulis atas nama Amai Upik yang terletak di Kelurahan Puhun

Tembok, Kecamatan Mandiangin

KotoSelayan, Kota Bukittinggi telah sesuai dengan Peraturan Mentri Agraria/ Kepala

(10)

Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dalam gugatannya Penggugat mendalilkan tentang Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para tergugat terhadap sebagian dari tanah Penggugat Hak Milik Nomor 42 yakni seluas lebih kurang 50 meter2 yang terletak di Jalan Pabidikan RT. 03, RW.03, Kelurahan Puhun Tembok, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, dimana Tergugat I dan Tergugat II mendirikan pagar seng di atas tanah Penggugat dan sebagian dinding rumah dan

septic tank. Tergugat I dan Tergugat II

berada di dalam atau diatas tanah Penggugat.

Tergugat III juga telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan mengeluarkan Berita Acara/ batas baru kembali dengan Nomor 12 Tahun 2015 yang isinya batas tanah Hak Milik Nomor 42 milik Penggugat GS 46 Tahun 1982

tumpang tindih (over lapping) dengan batas Hak Milik Nomor 217 GS Nomor 109/1984 milik Tergugat I dan Tergugat II, yang kedua-duanya dikeluarkan oleh Tergugat III. Untuk menguatkan dalil gugatannya penggugat telah mengajukan surat-surat bukti P1-P7 dan 2 orang saksi yaitu Waidil Chaeri dan Zulfikar Sutan Rumah Panjang. Kemudian Tergugat membantah dalil Penggugat tersebut dan Tergugat telah mengajukan 11 surat-surat bukti T.I.II-1 sampai dengan T.I.II-11 dam bukti saksi sebanyak 2 orang masing-masing bernama Yandi Gusrianto dan Wanda Saputra.

Menimbang, bahwa terhadap hal tersebut diatas, maka Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan bukti surat yang diajukan oleh pihak Penggugat yang relevan untuk membuktikan dalilnya bahwasanya objek perkara adalah bagian dari tanah Penggugat Hak Milik Nomor 42.

Bentuk ganti rugi yang diminta Penggugat dalam gugatannya adalah ganti

(11)

rugi kompensasi. Ganti rugi kompensasi yaitu pembayaran kepada korban atas dan sebesar kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu Perbuatan Melawan Hukum.

Menimbang, bahwa kerugian materil yang diderita Penggugat sebesar Rp. 100.000.000 dan kerugian immateril sebesar 300.000.000 tidak dikabulkan.

Majelis hakim mempertimbangkan bahwa tidak dapat dikabulkan karena dalam pembuktian, Penggugat tidak membuktikan secara rinci adanya dan besarnya kerugian yang diderita oleh Penggugat. Pertimbangan Majelis Hakim bertitik tolak pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor.598K/Sip/1971 tanggal 18 Desember 1971.

Menimbang, bahwa karena

Pengadilan Negeri Bukittinggi tidak pernah meletakkan sita jaminan terhadap objek perkara, maka gugatan Penggugat yang menyebutkan dalam petitumnya untuk

meletakkan sita jaminan (conservatoir

beslag) atas objek perkara ditolak.

Mahkamah Agung telah

mengeluarkan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) untuk dijadikan

pedoman apabila hakim hendak

menjatuhkan putusan yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 1964 (10 Juli 1964) yang mempertegas dan memperingatkan kembali instruksi Mahkamah Agung tanggal 13 Februari 1950, No.348K/5216/M agar jangan secara mudah mengabulkan putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij

voorraad). Bahkan sedapat mungkin jangan

mengabulkannya, meskipun memenuhi syarat, namun apabila sempat dikabulkan, hendaknya putusan itu jangan dilaksanakan atau ditunda pelaksanaannya sampai putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, karena tidak cukup alasan untuk menjatuhan putusan yang dapat

(12)

dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar

bijvoorraad) maka gugatan Penggugat

haruslah ditolak.

Berdasarksan hal tersebut maka Pengadilan Negeri Bukittinggi telah mengambil putusan yaitu :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian

2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II menguasai tanah Penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum

3. Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk membongkar dinding rumah, septic tank

4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk menyerahkan tanah yang menjadi hak Penggugat seluas 50 meter2

5. Memerintahkan Tergugat III untuk membetulkan batas-batas tanah hak Milik Nomor 217 yang ada pada gambar situasi nomor 109 Tahun 1984

termasuk batas-batas sebelah Barat (jalan setapak)

6. Memerintahkan Tergugat III untuk mencabut Berita Acara Nomor 12 Tahun 2015 tanggal 8 Juli 2015 dan peta bidang tanah nomor 1849

7. Menghukum dan memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk

membayar uang paksa

(dwangsom)kepada Penggugat sebesar

Rp.50.000 setiap hari apabila Tergugat I dan Tergugat II lalai dalam menjalankan putusan ini setelah mempunyai kekuatan hukum tetap 8. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya

Menurut penulis, pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim sudah sesuai dengan rasa keadilan dan ketentuan hukum acara perdata yang mana hakim dalam perkaraini memutuskan tidak melebihi apa yang ditentukan oleh Penggugat dalam gugatannya. Dalam memutuskan perkara

(13)

No.20/PDT.G/2015/PN.Bkt jelas telah didasarkan pada pertimbangan hukum yang cukupadil karena bagi pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.

Simpulan

1. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum dalam perkara ini sudah terpenuhi. Dapat diterima berdasarkan dalil gugatan, bukti-bukti, saksi-saksi dan yurisprudensi melalui Majelis Hakim. Tergugat telah memenuhi unsur-unsur dari Perbuatan Melawan Hukum karena

mengakibatkan Penggugat

mengalami kerugian baik materil

maupun immateril karena

perbuatannya.

2. Pertimbangan yang diberikan majelis hakim untuk memutus perkara ini berdasarkan kepada doktrin, ahli hukum dan yurisprudensi. Gugatan cukup ditujukan kepada yang secara

nyata menguasai objek sengketa dan berdasarkan yurisprudensi putusan

Pengadilan Negeri

No.76/PDT.G/2015/PN.Bkt yang menyatakan bahwa perbuatan melawan hukum yang telah dibuktikan Penggugat terhadap Tergugat dengan mengajukan gugatan beserta surat-surat tanah dan saksi-saksi yang memperkuat dalil gugatannya. Majelis hakim juga melakukan analisisnya dalam memahami perkara selama proses persidangan selain Doktrin dan Yurisprudensi.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan banyak

terima kasih kepada Bapak

Syafril,S.H.,M.H, selaku Pembimbing I dan Bapak Adri,S.H.,M.H, selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan nasehat maupun saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

(14)

Dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ibu Dwi Astuti Palupi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang.

2. Ibu DR. Sanidjar Pebrihariati, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang. 3. Bapak H. Adri, S.H., M.H., selaku

Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan skripsi ini hingga selesai. 4. Bapak Boy Yendra Tamin, S.H.,M.H,

selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis untuk memilih dan menentukan mata kuliah setiap

semester selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum,

yang selama ini telah banyak memberikan bekal ilmu bagi penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang.

6. Staf Karyawan dan Karyawati Biro Akademik dan Biro Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang.

7. Ibu Yenni Mariami, S.H, selaku Panitera Pengadilan Negeri Bukittinggi, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat selesai.

Daftar Pustaka

As Suhaiti Arief, 2008, Hukum Acara

Perdata, Bung Hatta University Press,

Padang.

Bambang Sugeng AS dan Sujayadi, 2012,

Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh Dokumen Litigasi, Kencana,

Jakarta.

Bambang Sunggono, 1996, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo

(15)

Munir Fuady, 2014, Konsep Hukum Perdata, PT. Raja Grafindo, Jakarta.

M Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara

Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.

R Soeroso, 1993, Tata Cara dan Proses

Persidangan, Sinar Grafika, Jakarta.

Syarif Mappiase, 2015, Logika Hukum

Pertimbangan Putusan Hakim,

Prenadamedia Group, Jakarta.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Herziene Indonesisch Reglement (HIR)

Reglement op de Burgerlijke

Rechtsvordering (Rv)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 1959

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1962

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 1974

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan

Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan pertimbangan hakim yang menyatakan suatu tindakan sebagai perbuatan melawan hukum, menganalisis pertimbangan hakim

“Menimbang bahwa oleh karena eksepsi pihak tergugat beralasan dan dapat diterima, maka dengan demikian gugatan Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.”

Tergugat I untuk membuat Akta melepaskan Hak Atas Tanah dengan Ganti Rugi No.222 tanggal 21 Januari 2013 yang dibuat oleh Irdhanila Hasibuan, SH., Notaris di

Menimbang, bahwa tentang gugatan Penggugat agar Majelis menyatakan Para Tergugat telah melakukan tindakan wanprestasi atau cedera janji terhadap perjanjian yang

pertimbangan hakim, hakim telah mempertimbangkan hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat yaitu PT bank Mandiri salah menerbitkan surat

Dari urain di atas dapat disimpulkan pertimbangan hukum hakim bahwa pihak tergugat 1,tergugat II dan tergugat III telah benar melakukan perbuatan

Dengan demikian pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti luas berdasarkan pernyataan di atas, bahwa perbuatan itu tidak saja melanggar hak orang lain