• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH (STUDI PUTUSAN NOMOR 84/ PDT.G/2018/PN-KBJ) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH (STUDI PUTUSAN NOMOR 84/ PDT.G/2018/PN-KBJ) SKRIPSI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MUHAMMAD FADHIL RAMADHAN RANGKUTI NIM : 160200074

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadhirat Allah SWT atas limpahan rahmad, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Serta tidak lupa shalawat beriring salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan yang diridhoi Allah SWT.

Adapun skripsi ini berjudul : “Tinjauan Yuridis Terhadap Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Tanah (Studi Putusan Nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj)”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(4)

3. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini;

8. Dr. Marianne Magda, S.H., M.kn., selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan- arahan dalam menyelesaikan skripsi ini;

9. Prof.Dr. Tan Kamello,S.H., M.S., selaku Dosen Penasihat Akademik;

10. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Kepada kedua orang tua saya dan kakak saya yang telah mendukung dan mendoakan serta memberikan masukan kepada penulis sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini;

12. Kepada Reisa yang selalu mendukung dan memberikan semangat, motivasi dan doa untuk menyelesaikan skripsi ini ;

(5)

13. Teman-teman seperjuangan saya di kampus khususnya Rivki Fathin, Yusuf Ildovito, Muhammad Fadri, Anwar Ibrahim, Tangkas Ulil, Aidil Gunawan, Muhammad Ilham dan Syukron;

Demikian skripsi ini disusun dengan segala keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Januari 2020 Penulis

Muhammad Fadhil R Rangkuti 160200074

(6)

ABSTRAK

Muhammad Fadhil R Rangkuti*

Hasim Purba **

Marianne Magda Ketaren ***

Berdasarkan ketentuan pasal 1457 KuhPerdata, Jual beli ditegaskan sebagai suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Barang yang menjadi objek jual beli beragam, salah satunya adalah tanah. Dimana kita ketahui bahwa suatu perjanjian memiliki prestasi- prestasi yang harus dipenuhi para pihak, Tetapi pada kenyataannya sering pula terjadi ingkar janji (wanprestasi).

Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai pengaturan wanprestasi dalam perjanjian jual beli tanah, faktor- faktor penyebab dan pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan perkara Nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj. Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Yuridis Normatif. Metode Penelitian Yuridis Normatif mengacu pada penelitian bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan Penelusuran terhadap Peraturan- peraturan dan literatur yang berkaitan dengan Putusan Perkara 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj.

Hasil kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa wanprestasi terbagi atas 4 bentuk, yakni; Tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan, melaksanakan yang dijanjikan namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan, melakukan apa yang telah diperjanjikan namun terlambat pada waktu pelaksanaannya, melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan. Pada perkara putusan Nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj pihak terdakwa telah dinyatakan oleh hakim telah memenuhi unsur-unsur Wanprestasi dan pihak tergugat untuk itu membayar ganti rugi dua kali lipat dari sisa kewajiban pembayaran tanah tersebut serta membayar biaya perkara.

Kata Kunci : Perjanjian, Jual beli Tanah, Wanprestasi

* Mahasiswa, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

*** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian... 7

F. Keaslian Penelitian ... 11

G. Sistematika Penelitian ... 13

BAB II A. Perjanjian Secara Umum ... 15

B. Perjanjian Jual Beli Tanah ... 24

C. Perjanjian Jual Beli Tanah Berdasarkan Hukum Positif Indonesia ... 26

D. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli ...35

BAB III WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH

PENGATURAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA

(8)

A. Wanprestasi Dan Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah ... 41 B. Penentuan Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah ... 49 C. Akibat Hukum Yang Timbul Atas Terjadinya Sengketa Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah ... 53

BAB IV

A. Kasus Posisi Perkara Wanprestasi Jual Beli Tanah (PutusanNomor 84/Pdt.G./2018/PN-Kbj) ... 56 B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Kasus Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah (PutusanNomor 84/Pdt.G./2018/

PN-Kbj) ... 64 C. Analisis Hukum Alasan Hakim Dalam Memutuskan (Putusan Nomor 84/Pdt.G./2018/PN-Kbj) ... 81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SENGKETA WANPRETASI JUAL BELI TANAH (STUDI PUTUSAN NOMOR 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj).

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah memiliki fungsi yang sangat besar dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. kebutuhan akan penggunaan tanah dan lahan terus meningkat setiap saat sehingga mendorong meningkatnya kegiatan jual beli tanah sebagai salah satu bentuk proses peralihan hak atas tanah. Sejak tahun 1970an jumlah orang menangkap peluang usaha baru dengan memilih berusaha dalam bidang jual beli tanah dan rumah, hingga tumbuh dan berkembang perusahaan yang kegiatan utamanya sebagai pengembangan perumahan dan pemukiman, dikenal oleh masyarakat sebagai perusahaan developer atau real estate.1

Transaksi jual beli merupakan perbuatan hukum yang paling banyak berlangsung di masyarakat, terjadi di pasar tradisional, toko-toko, sampai ke mall dengan aneka macam tawaran.2 Berdasarkan ketentuan pasal 1457 KUH Perdata, Jual beli ditegaskan sebagai suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.3 Perjanjian merupakan peristilahan terjemahan dari kata overeenkomst (Bahasa Belanda) atau Contract (Bahasa Inggris). Kontrak pada dasarnya dibuat berdasarkan kebebasan berkontrak.

Kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

1 Sahat HMT Sinaga, Jual beli Banah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra, Bandung, 2007, hlm.1.

2Ibid. hlm.8.

3Pasal 1457 kitab Undang-Undang Hukum Pedata (Burgerlijk wetboek).

(10)

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.4Jadi transaksi jual beli tanah juga termasuk dalam perjanjian, dimana setiap perjanjian agar secara sah mengikat para pihak yang mengadakan harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, yang mana ini tertuang dalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan para pihak, Kecakapan bertindak para pihak, adanya objek tertentu, dan mempunyai causa yang halal.

Jual beli dikatakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang termasuk Tanah dan properti, dan pihak lain untuk membayar harga yang sudah dijanjikan.5 Pada praktiknya kerapkali dalam pelaksanaan jual beli tanah, pada saat penjual dan pembeli mencapai kata sepakat untuk mengadakan jual beli atas tanah ataupun properti dibuat perjanjian pengikatan jual beli dalam bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris. Perjanjian pengikatan jual beli biasanya dimuat janji- janji dari cari calon penjual dan calon pembeli yang pada dasarnya menyepakati, apabila syarat syarat untuk dilaksanakannya penandatanganan akta jual beli dihadapan PPAT maka para pihak sepakat akan hadir di hadapan Notaris/PPAT yang berwenang membuatnya, guna melaksanakan penandatanganan akta jual beli.6

Kewenangan notaris membuat akta otentik yang berkenaan dengan akta para pihak yaitu perjanjian, secara jelas dan tegas diatur dalam ketentuan pasal 15 undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris. Dalam ketentuan

4Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Berkontrak, FH UII Press, Yogyakarta, 2010, hlm.1.

5I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan,Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.158.

6Sahat HMT Sinaga, Jual beli Banah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra, Bandung, 2007, hlm.9.

(11)

pasal tersebut disebutkan bahwa notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-undangan dan/atau yang di kehendaki oleh yang bekepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.7

Perjanjian jual beli biasanya memuat prestasi yang diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan yang dikehendaki baik pihak penjual maupun pihak pembeli.

Dalam halnya suatu perjanjian pada umumnya hak dan kewajiban yang lahir dipenuhi oleh pihak-pihak yang terlibat baik pembeli maupun penjual. Akan tetapi dalam praktiknya kadang-kadang salah satu pihak tidak mematuhi ataupun menjalankan apa yang menjadi kewajibannya dan istilah ini di sebut dengan

“Wanprestasi”. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti

“prestasi buruk”. Selain itu, perkataan wanpestasi sering juga dipadankan pada kata lalai atau alpa, ingkar janji atau melanggar perjanjian, bila saja salah satu pihak melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh di lakukan.8

Adapun yang dimaksud dengan wanprestasi adalah tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu didalam suatu perikatan, baik perikatan yang di lahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Perlu di jelaskan disini bahwa “tidak dapat atau tidak sempurna dalam memenuhi suatu perikatan tidak selamanya dapat dikatakan sebagai wanprestasi”, dengan memenuhi dua unsur

7Herry Susanto, op.cit, hlm.57.

8I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan,Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.19.

(12)

yaitu adanya peringatan (aanmaning atau somasi) dan unsur jika prestasinya tidak dapat dilaksanakan karena adanya overmacht.9

Wanprestasi bermula dari adanya kesepakatan yang dibuat para pihak untuk membuat perjanjian, dengan sejumlah klausul yang mengandung sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari antara kedua belah pihak. Pada sisi yang lain, salah satu pihak cedera janji ataupun tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan prestasi yang di sepakati dan di perjanjikan.

Contoh kasus yang diangkat berdasarkan Putusan No. 84/Pdt.G/2018/PN- Kbj tersebut, permasalahan hukumnya adalah tentang wanprestasi dalam jual beli tanah dimana Pembeli (tergugat I dan Tergugat II) tidak melaksanakan kewajibannya untuk melunasi pembayaran atas tanah sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan disepakati Kedua belah pihak dan juga Notaris (tergugat III) tidak menjalankan kesepakatan dimana Notaris menghambat penjual untuk mengambil kembali sertifikat yang ada pada notaris karena pembeli tidak melunasi pembayaran atas tanah tersebut atas kesepakatan yang dibuat. Dimana dapat dikatakan pembeli dan notaris melakukan perbuatan Ingkar janji atau Wanprestasi.

Penggugat adalah penjual sebagai pemilik tanah dengan sertifikat hak milik nomor 2084 seluas lebih kurang 14.591 M2. Bahwa penggugat membuat surat kesepakatan bersama dengan Tergugat I dan Tergugat II, Legalisasi Nomor:011/L/Dou/2017 tanggal 6 april 2017 yang dibuat dan dilakukan di hadapan Tergugat III Sebagai Notaris di Kabanjahe, yang menyatakan bahwa

9Ibid. hlm.20.

(13)

penggugat hendak menjual tanahnya tersebut kepada Tergugat I dan Tergugat II dengan Harga keselurahan Rp.1.200.000.000,- (satu milyar dua ratus juta rupiah) dimana panjarnya sebesar Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sedangkan sisanya sebesar Rp.900.000.000,- (sembilan ratus juta rupiah) akan dilunasi dan dibayarkan kepada Penggugat paling lambat 6 November 2017 dimana Selanjutnya Sertifikat hak milik Nomor 2084 diberikan dan dititipkan kepada Tergugat III untuk di pegang dan di simpan sebagai Jaminan.10

Penulis dalam mengangkat masalah ini menjadi Judul Skripsi dikarenakan sering terjadi masalah hukum seperti contoh kasus ini dalam kehidupan sehari- hari, sehingga dapat dijadikan bahan bacaan dan bahan pertimbangan bagi pembaca jika melakukan suatu perbuatan hukum dalam Jual Beli Tanah dapat mengikuti peraturan yang berlaku dan menjalankan perjanjian sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat, agar tidak terjadi Permasalahan hukum di kemudian hari yang dapat merugikan pihak yang bersangkutan.

Berdasarkan Penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka dilakukan Penelitian Berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah (Studi Putusan Nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan perjanjian jual beli tanah menurut hukum positif Indonesia?

10Putusan Nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj

(14)

2. Bagaimana penentuan wanprestasi dan faktor-faktor penyebab wanprestasi dalam perjanjian jual beli tanah?

3. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam memutuskan sengketa Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Tanah (Putusan nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj) ?

C. Tujuan Penulisan

Penulis Tentang Tinjuan Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui Pengaturan Hukum dalam Pelaksanan Perjanjian Jual Beli Tanah di Indonesia.

2. Untuk Mengetahui Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Tanah dan faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Tanah.

3. Untuk Mengetahui Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Serta Bagaimana Prtimbangan Hakim dalam Memutuskan Putusan Nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj.

D. Manfaat Penulisan

Adapun Manfaat Penelitian yang diharapkan Penulis dari Penelitian ini antara lain:

(15)

1. Manfaat Teoritis

Untuk memberikan pemahaman dan pandangan dalam penyelesaian sengketa wanprestasi dalam perjanjian Jual Beli Tanah karena sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

2. Manfaat Praktis

Untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada para praktisi hukum terkhususnya tentang wanprestasi dalam perjanjian jual beli tanah dan memberi solusi atas permasalahan yang di teliti.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi tentu ada metode yang di gunakan untuk melakukan pengumpulan data ataupun informasi yang akurat yang berkaitan dengan judul yang dibahas dan dengan cara terstruktur. Adapun cara yang dilakukan dalam metode penelitian ini adalah:

1. Jenis dan Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis normatif. Pemilihan metode ini dilakukan untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab permasalahan hukum yang dihadapi, yang di lakukan dengan cara meneliti bahan Pustaka atau Data sekunder.11 Aspek yuridis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan yang berkaitan dengan dengan Perjanjian dan perikatan, serta Wanprestasi. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian

11Soerjono Soerkanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, Raja Grafindo persada, jakarta, 2007 hlm. 13-14.

(16)

normatif yaitu penelitian yang lebih menekankan kepada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis. Penelitian yang dilakukan oleh penulis disini merupakan bentuk penelitian hukum normatif yang bertujuan untuk meneliti kepastian hukum berdasarkan studi kepustakaan dan Hukum Positif yang ada.12

Sifat penelitian yang penulis gunakan adalah sifat penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis ingin menemukan dan memahami gejala-gejala yang diteliti dengan cara penggambaran yang jelas untuk mendekati objek penelitian maupun permasalahan yang telah di rumuskan sebelumnya.13

2. Jenis dan sumber bahan Hukum

Jenis bahan hukum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber bahan hukum yaitu :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari Peraturan Perundang- undangan, catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan hakim.14 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan,

12Ibid.

13Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, jakarta, 2010 hlm.105

14Peter Mahmud Marzuki, penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hlm. 141.

(17)

antara lain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang no.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Putusan Nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah buku buku yang berkaitan dengan Judul yang berisi mengenai Prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan para sarjana yang mempunyai Kualifikasi tinggi.15 Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan, antara lain pendapat para ahli bidang hukum, Skripsi, Jurnal ilmiah, artikel dan makalah.

c. Bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan Hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini bahan hukum tertier yang digunakan, antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus Hukum, dan Ensiklopedia.

3. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data di lakukan secara studi kepustakaan (library research) dan melakukan wawancara artinya data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian dan juga mencari informasi dilapangan.

15Ibid. hlm. 141.

(18)

4. Analisis Data

Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian pustaka terhadap data primer yang di dapat dari lapangan terlebih dahulu diteliti kelengkapannya dan kejelasannya untuk diklasifikasi serta dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten untuk memudahkan melakukan analisis. Data primer ini pun terlebih dahulu di korelasi untuk menyelesaikan data yang paling relevan dengan perumusan masalah yang ada dalam penelitian ini. Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil data penelitian pustaka dilakukan pembahasan secara deskriptif.16

Pembahasan deskriptif merupakan pemaparan hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematis terutama mengenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Analisis artinya gambaran yang diperoleh tersebut dilakukan kajian- kajian dan merangkum dengan cermat sehingga dapat diketahui tentang tujuan dari penelitian sehingga dapat membuktikan permasalahan sebagaimana telah dirumuskan dalam perumusan masalah.

Tahap berikutnya merupakan pengolahan data yaitu analisis yang di lakukan dengan metode kualitatif yaitu metode penelitian yang bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya bukan dunia yang seharusnya. Peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan

16Soerjono soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hlm.86.

(19)

data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis bersifat Induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Maksud dari metode kualitatif yaitu menguraikan hasil penelitian Pustaka yaitu data sekunder.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Skripsi Berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah (Studi Putusan Nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj) belum pernah dilakukan, dan telah diperiksa serta dinyatakan bahwa tidak ada judul yang sama oleh pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui Surat uji bersih tertanggal 23 September 2019. Namun ada penelitian sebelumnya terkait kasus Wanprestasi Jual Beli Tanah antara lain:

Syahsyahubin Arifin Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2014), dengan Judul Kajian Yuridis Sengketa Jual Beli Tanah Karena Wanprestasi (Studi kasus Putusan No.358/Pdt.G/2014/PN-Jkt.Tim, Antara Hj. Faridah melawan Nani Suniarti), Adapun Permasalahan dalam Penelitian ini :

1. Penentuan Wanprestasi dalam Perjanjian

2. Akibat hukum perbuatan wanprestasi terhadap suatu perjanjian

3. Penyelesaian sengketa wanprestasi dalam sengketa perjanjian jual beli dalam putusan perkara nomor 358/Pdt.G/2014/Pn-Jkt.Tim.

(20)

Kesimpulan penelitian ini bahwa Wanprestasi terjadi pada saat Debitur baru dianggap lalai yaitu ditandai dengan lewatnya waktu atau apabila sudah ada surat teguran pernyataan lalai dari pihak kreditur kepada debitur. Teguran tersebut di lakukan dalam tenggang waktu yang layak bagi debitur untuk memenuhi prestasinya. Tenggang waktu diberikan dilandasi asas itikad baik.

Akibat hukum perbuatan wanprestasi terhadap suatu perjanjian. Debitur diharuskan membayar kerugian ganti kerugian yang telah diderita oleh Kreditur. Dalam transaksi timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau bisa juga memutuskan transaksi leat hakim. Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya Wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan dimuka Hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).memenuhi Transaksi jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan transaksi disertai dengan pembayaran ganti Kerugian (pasal 1267 KUHPerdata).

Penyelesain sengketa Wanprestasi dalam sengketa perjanjian jual beli dalam putusan perkara nomor 358/Pdt.G/2014/Pn-Jkt.Tim diselesaikan dengan cara melalui Litigasi (pengadilan) hakim mengabulkan gugatan pengugat seluruhnya dengan verstek (tanpa dihadiri tergugat/kuasa hukumnya), untuk menghadiri persidangan. Berjalannya persidangan dengan Verstek tersebut tentu tidak ada pernyataan keberatan yang dilakukan pihak tergugat, maka Hakim memutuskan bahwa pihak tergugat selaku penjual telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) dan hakim memberikan izin serta memerintahkan PPAT/Notaris untuk melangsungkan pembuatan akta jual beli (peralihan hak)

(21)

guna untuk mendapatkan kekuatan hukum tetap atas sebidang tanah yang dibeli oleh penggugat terhadap tergugat.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini berupa satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya yang dapat di lihat sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam hal ini penulis penulis membahasdan menjelaskan tentang hal hal yang bersifat umum seperti latar belakang, Rumusan permasalahan,Tujuan Penulisan, Manfaat penulisan, Motede penulisan, Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA

Dalam bab ini penulis menjabarkan dan menjelaskan tentang pengertian perjanjian, dasar hukum perjanjian, syarat sahnya perjanjan dan pengaturan mengenai perjanjian jual beli.

BAB III WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH Bab ini berisikan tentang Wanprestasi dan apa yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam suatu perjanjian, penentuan Wanprestasi dala perjanjian jual beli tanah

(22)

dan juga akibat hukum yang timbul atas terjadinya sengketa wanprestasi dalam perjanjian jual beli tanah.

BAB IV ANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM

MEMUTUSKAN SENGKETA WANPRESTASI JUAL BELI TANAH (STUDI PUTUSAN NOMOR 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj) Pada bab ini di bahas kasus posisi dan pertimbangan hukum hakim dalam kasus Wanprestasi jual Beli Tanah dalam memutuskan putusan nomor 84/Pdt.G/2018/PN-Kbj.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi Kesimpulan sebagai Rangkuman Pembahasan materi dari seluruh pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan menjadi jawaban dari rumusan masalah dan terdapat juga saran kepada beberapa pihak.

(23)

BAB II

PENGATURAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA

A. Perjanjian Secara Umum

Istilah “perjanjian” dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah “Overeenkomst” dalam bahasa Belanda, atau “Agreement” dalam bahasa Inggris. Pengertian otentik perjanjian dapat di jumpai dalam pasal 1313 KUHPerdata. Pasal ini mendefenisikan perjanjian sebagai Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.

Maksudnya bahwa suatu perjanjian adalah suatu recht handeling yangartinya suatu perbuatan dimana orang-orang bersangkutan ditujukan agar timbul akibat hukum. Dengan demikian, suatu perjanjian adalah hubungan Timbal balik atau bilateral antar para pihak yang mengikatkan diri didalamnya, disamping memperoleh hak-hak dari perjanjian tersebut juga menerima kewajiban- kewajiban sebagai bentuk konsekuensi atas hak-hak yang di perolehnya.

Beberapa pakar hukum perdata mengemukakan pandangannya terkait definisi hukum perjanjian, sebagai berikut:

Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu pernbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap tidak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji tersebut.

(24)

M. Yahya Harahap, mengemukakan bahwa perjanjian mengandung suatu pengertian yang memberikan sesuatu hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

Subekti, mengatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan sesuatu.17

R.Setiawan, perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih sering mengikatkan diri dengan satu orang atau lebih.

Sudikno Mertokusumo, tidak sependapat dengan pernyataan yang menyatakan baha perjanjian adalah suatu perbuatan hukum. Perjanjian lebih tepat merupakan suatu hubungan Hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.18

KRMT Tirtodiningrat, bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua pihak atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.19

Berdasarkan pendapat serta rumusan para ahli tersebut diatas, maka terdapat empat unsur perikatan yaitu:

a) Hubungan Hukum, artinya perikatan yang dimaksud disini adalah bentuk hubungan hukum yang menimbulkan akibat hukum.

17Ratna Artha Windari, Hukum Perjanjian, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, hlm. 2.

18 Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Berkontrak, FH UII Press, Yogyakarta, 2010, hlm. 13.

19Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas proporsionalitas dalam kontrak komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 16.

(25)

b) Bersifat harta kekayaan, artinya sesuai dengan tempat pengatuan perikatan dalam buku III BW yang termasuk di dalam sistematika hukum harta kekayaan (vermogensrecht), maka hubungan yang terjalin antar para pihak tersebut berorientasi pada harta kekayaan.

c) Para pihak, artinya dalam hubungan hukum tersebut melibatkan pihak- pihak sebagai subjek hukum.

d) Prestasi, artinya hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban- kewajiban (prestasi) kepada para pihaknya (prestasi-kontrak prestasi), yang pada kondisi tertentu dapat dipaksakan pemenuhannya, bahkan apabila di perlukan menggunakan alat negara.20

Dengan demikian, perjanjian mengandung kata sepakat yang diadakan antara dua orang atau lebih untuk melakukan sesuatu hal tertentu. Perjanjian merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk melaksanakan prestasi.21

Pada prinsipnya istilah “Hukum Perjanjian” mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah “Hukum Perikatan”. Istilah Hukum perikatan mencakup semua benuk perikatan dalam buku III KUHPerdata baik ikatan hukum yang berasal dari perjanjian maupun ikatan hukum yang terbit dari Undang-undang.

Sedangkan istilah hukum perjanjian hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja. Didalam Perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihakyang satu dengan pihak yang

20Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas proporsionalitas dalam kontrak komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 20.

21Ratna Artha Windari , Hukum Perjanjian, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, hlm 2.

(26)

lainnya, sehingga dalam suatu perjanjian seseorang akan terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.22

Menurut Rutten, Asas-asas hukum perjanjian yang diatur dalam pasal 1338, terdapat 3 unsur yaitu:

a) Asas bahwa perjanjian yang dibuat pada umumnya bukan secara formil tetapi Konsekual, artinya perjanjian itu selesai karena persesuaian kehendak atau konsensus semata-mata, disebut asas konsekualisme

b) Asas bahwa pihak-pihak harus memnuhi apa yang telah dijanjikan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1338 bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, maka disebut Asas kekuatan mengikat dari perjanjian.

c) Asas kebebasan berkontrak, orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang mana yang akan di pakainya untuk perjanjian itu.23

Berdasarkan uraian diatas, suatu perjanjian memiliki unsur yang dapat di kelompokan menjadi dua, yaitu unsur essensialia dan bukan essensialia.Terhadap yang disebutkan belakangan ini terdiri atas unsur naturalia dan Accidentalia.

22Ibid, hlm 3

23Puwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Cv. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm.

66

(27)

1. Unsur Essensialia

Eksistensi dari suatu Perjanjian ditentukan secara mutlak unsur essensialia,karena tanpa unsur ini suatu janji tidak pernah ada. Contohnya tentang “ sebab yang halal”, merupakan essensialia akan adanya perjanjian.

Dalam Jual beli, harga dan barang, yang disepakati penjual dan pembeli merupakan unsur essensialia. Dalam perjanjian riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan unsur essensialia.24

2. Unsur Naturalia

Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam undang-undang, tetapi para pihak boleh menggantinya atau tidak menggunakannya. Dalam hal ini ketentuan undang-undang bersifat mengatur atau menambah (regelend atau aanvullendrecht).

Misalnya, kewajiban penjual menanggung biaya penyerahan atau kewajiban pembeli menanggung biaya pengambilan. Hal ini diatur dalam pasal 1476 KUHPerdata yang isinya “biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan di pikul oleh si pembeli”

Anak kalimat dari pasal tersebut menunjukan bahwa undang-undang (hukum) mengatur berupa kebolehan bagi pihak (penjual dan pembeli) menentukan kewajiban mereka berbeda dengan yang disebutkan dalam undang- undang itu. Begitu juga Kewajiban si penjual menjamin (vrijwaren) aman hukum dan cacat tersembunyi kepada si pembeli atas barang yang dijualnya itu.

Hal ini diatur dalam ketntuan pasal 1491 KUHPerdata.

24I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan,Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 43.

(28)

3. Unsur Accidentalia

Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang sifatnya penambahan dari para pihak. Undang-undang (hukum) sendiri tidak mengatur tentang hal itu. Contohnya dalam perjanjian Jual beli, benda- benda pelengkap tertentu bisa di tiadakan.25

Suatu perjanjian yang mana dapat dinyatakan sah menurut hukum jika memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Sebagaimana yang ditentukan menurut pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri berarti bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lainnya. Dengan kata lain mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Misalnya penjual menghendaki sejumlah uang dari harga barang yang dijualnya, sedangkan pembeli menghendaki barang yang dijual oleh penjual.26

b) Kecakapan untuk membuat perjanjian

Seseorang yang dianggap cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang yang telah dewasa yaitu orang-orang yang telah mampu untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau cakap menurut hukum. Menurut pasal 1329 KUHPerdata setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut

25I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan,Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 44.

26Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Berkontrak, FH UII Press, Yogyakarta, 2010, hlm. 19.

(29)

undang-undang dinyatakan tidak cakap. Lebih lanjut oleh undang-undang ditentukan ada beberapa golongan orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian sebagaimana ditentukan dalam pasal 1330 KUHPerdata, yaitu Orang-orang yang belum dewasa, Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan dan Perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan dalam undang-undang.27

c) Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian, yang merupakan pokok-pokok perjanjian, yang merupakan pokok perjanjian prestasi ini harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat di tentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek perjanjian.28

d) Suatu sebab (causa) yang halal

Kata causa berasal dari bahasa latin yang artinya “sebab”. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Causa yang halal yang dimaksud pasal 1330 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang

27Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Berkontrak, FH UII Press, Yogyakarta, 2010, hlm. 20

28Ibidhlm. 21-22

(30)

membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak29

Adapun didalam Perjanjian jual beli terdapat kewajiban-kewajiban penjual dan pembeli bagi pihak penjual ada dua kewajiban utama, yaitu:

a) Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan, artinya kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan itu dari si penjual kepada si pembeli.30Kemudian ada ketentuan bahwa kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapanaya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti hak milik, jika ada (pasal 1482). Dengan demikian maka penyerahan sebidang tanah meliputi penyerahan sertifikatnya.31

b) Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi (“vrijwaring”, “warranty”).

Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak.

Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan pergantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu

29Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Berkontrak, FH UII Press, Yogyakarta, 2010, hlm. 22

30R. Subekti, Aneka perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm 9

31Ibid. hlm.17

(31)

gugatan dari pihak ketiga, dengan Putusan Hakim dihukum untuk menyerahkan barang yang telah dibelinya kepada pihak ketiga tersebut.32

Mengenai persoalan penanggungan (vrijwaring) atau (warranty) ini ada suatu ketentuan yang perlu diperhatikan oleh pembeli, yaitu pasal 1503 yang berbunyi “penanggungan terhadap penghukuman menyerahkan barangnya kepada seorang lain, berhenti jika si pembeli telah membiarkan dirinya dihukum menurut suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dengan tidak memanggil si penjual, sedangkan pihak ini membuktikan bahwa ada alasan-alasan yang cukup untuk menolak gugatan”.

Mengenai kewajiban untuk menanggung cacat-cacat tersembunyi dapat di terangkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya yang membuat barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang di maksudkan atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat tersebut ia samasekali tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Si penjual tidak diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat yang kelihatan dan ini juga memang sepantasnya. Kalau cacat itu kelihatan, dapat dianggap bahwa pembeli menerima cacat itu.33

Sedangkan kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. “Harga”

32Ibid. hlm. 17.

33Ibid. hlm.19.

(32)

tersebut haruslah berupa uang.34Jika si pembeli tidak membayar harga pembelian, maka itu merupakan suatu wanprestasi yang memberikan alasan kepada si penjual untuk menuntut ganti rugi atau pembatalan pembelian meenurut ketentuan-ketentuan pasal 1266-1267 KUHPerdata.35

B. Perjanjian Jual Beli Tanah

Jual Beli merupakan perbuatan hukum yang paling banyak berlangsung dimasyarakat, kenyataan tersebut menempatkan pentingnya jual beli dalam pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, sehingga dipandang perlu membuat peraturan yang mengatur tentang jual beli.36 Perjanjian jual beli biasanya memuat prestasi yang diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan yang dikehendaki baik pihak penjual maupun pihak pembeli. Dalam halnya suatu perjanjian pada umumnya hak dan kewajiban yang lahir dipenuhi oleh pihak- pihak yang terlibat baik pembeli maupun penjual.

Mengacu kepada ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang kan pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.37Dengan memperhatikan rumusan dalam pasal 1457 KUHPerdata tersebut dapat di pahami bahwa jual beli merupakan suatu perjanjian yang melahirkan kewajiban

34R. Subekti, Aneka perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm 20.

35Ibid. hlm. 24.

36Ibid. hlm. 11.

37Ibid. hlm.12.

(33)

atau perikatan untuk memberikan sesuatu. Dalam hal ini penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.

Pasal 1458 KUHPerdata berbunyi“Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.38

Dengan ketentuan yang demikian Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai benda yang diperjual belikan, demikian juga harganya, sekalipun benda yang menjadi objek jual beli belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Pada saat terjadinya kata sepakat atas jual beli hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jual beli belumlah beralih kepada pembelinya, sekalipun misalnya harganya sudah dibayar dan apabila jual beli yang dimaksud berkaitan dengan tanah, tanahnya sudah diserahkan kedalam kekuasaan yang membeli. Hak milik atas tanah yang menjadi objek jual beli tersebut baru beralih kepada pembelinya sebagai pemilik yang baru jika telah dilakukan apa yang disebut penyerahan yuridis (juridische levering) yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta dimuka dan oleh kepala kantor Pendaftaran tanah selaku.39

Jual beli tanah diatur dalam Undang- undang pokok Agraria, yaitu undang-undang No.5 tahun 1960, yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah No.10 tahun 1961 Jo PP No. 24 tahun 1997 yang merupakan

38Ibid. hlm.13.

39Ibid. hlm. 14.

(34)

peraturan pelaksanaan daripada Undang-undang No.5 Tahun 1960. Dalam perjanjian jual beli tanah dengan berlakunya UUPA No.5 tahun 1960 dan peraturan pelaksanaanya maka penyerahan benda tidak bergerak berupa tanah dan yang melekat diatasnya dilakukan dengan akta otentik dimuka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Jadi, Perjanjian Jual beli tanah sama dengan Jual beli pada umumnya, dimana subjek hukum mememiliki peran penting dalam pembentukan perjanjian dalam menentukan prestasi-prestasi yang diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan yang dikehendaki baik pihak penjual maupun pihak pembeli. Tetapi dalam proses peralihannya didalam perjanjian jual beli tanah dilakukan dengan akta otentik dimuka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

C. Perjanjian Jual Beli Tanah Berdasarkan Hukum Positif Indonesia

Bedasarkan perkembangan hukum kebendaan yang terjadi di indonesia maka dapat dibedakan mengenai Jual beli dan peralihan haknya. Ada pun berkaitan dengan pengelompokan kebendaan yang dikenal yaitu benda tetap (immovable goods) dan benda-benda bergerak (movable goods) memiliki lingkup pengaturan yang berbeda dalam hal terjadinya peralihan hak dan mengenai jual beli itu sendiri.40

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 september 1960 yang menghapuskan dualisme Hukum tanah di indonesia. Pengertian Jual beli tanah tidak sama dengan suatu jual beli

40Sahat HMT Sinaga, Jual beli Banah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra, Bandung, 2007, hlm. 16.

(35)

sebagaimana dimaksud dalam pasal 1457 dan 1458 KUHPerdata. UUPA menciptakan unifikasi dibidang Hukum Tanah yang di dasarkan pada Hukum Adat. Oleh karena itu meskipun UUPA tidak mengatur secara Khusus mengenai Jual Beli, dapat dipahami pengertian jual beli tanah dalam nasional adalah jual beli tanah dalam pengertian hukum adat mengingat hukum agraria yang berlaku adalah hukum adat sebagaimana hal demikian termuat dalam pasal 5 UUPA yang Berbunyi“Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme indonesia serta dengan pengaturan-pengaturan yang tercantum dalam undang- undang ini dan dengan pengaturan perundang- undangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.41

1. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat

Menurut Boedi Harsono, Jual beli hak atas tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual yang mengakibatkan beralihnya hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli masuk dalam ruang lingkup hukum tanah nasional.42

jual beli tanah menurut hukum adat yaitu perbuatan hukum penyerahan tanah untuk selama-lamanya. Dengan penjual menerima pembayaran sejumlah uang, yaitu harga pembelian (yang sepenuhnya atau sebagiannya dibayar tunai).

41Ibid. hlm. 17.

42J. Andy Hartanto, paduan lengkap Hukum Praktis: Kepemilikan Tanah, Laksbang Justitia, Surabaya, 2015, hlm. 136.

(36)

Dalam masyarakat hukum adat jual beli tanah dilaksanakan secara tenang dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut benar-benar dilaksanakan dihadapan kepaka adat atau kepala desa atau kini dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang. Tunai berarti adanya dua perbuatan yang dilaksanakan secara bersamaan, yaitu pemindahan hak atas tanah yang menjadi objek jual beli dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga dari pembeli kepadda penjual terjadi serentak bersamaan. Sebagai bukti telah terjadinya jual beli dan selesai pemindahan hak atas tanah yang menjadi objek jual beli dimaksud dibuat lah “Surat Jual Beli Tanah” yang ditandatangani oleh pihak penjual dan pihak pembeli yang disaksikan oleh kepala desa, yang berfungsi untuk menjamin kebenaran tentang status tanahnya, pemegang haknya, keabsahan bahwa telah dilaksanakan dengan hukum yang berlaku (terang); mewakili warga desa (unsur publisitas).

Adapun sifat jual beli tanah berdasarkan Konsep Hukum adat menurut Efendi Perangin, adalah:

a. Contant atau Tunai

Contant dan tunai artinya harga tanah yang dibayar itu seluruhnya tetapi bisa juga sebagian. Akan tetapi biar pun dibayar sebagian, menurut hukum telah dianggap telah dibayar penuh. Pembayaran harga dan penyerahan haknya di lakukan pada saat yang bersamaan. Pada saat itu, jual beli menurut hukum telah selesai. Sisa harga yang belum dibayar dianggap sebagai utang pembeli kepada bekas pemilik tanah (penjual). Hal ini berarti, jika kemudian pembeli tidak membayar sisa harganya, bekas pemilik tanah tidak dapat membatalkan jual beli

(37)

tanah tersebut. Penyelesaian pembayaran sisa harga tersebut dilakukan menurut hutang piutang.

b. Terang

Terang artinya jual beli tanah tersebut dilakukan dihadapan kepala desa (kepala adat) yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi juga dalam kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa Jual beli tanah tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku. Jual beli tanah yang dilakukan dihadapan kepala desa (kepala adat) menjadi “terang” dan bukan perbuatan yang “gelap”.

Artinya pembeli mendapatkan pengakuan dari masyarakat yang bersangkutan sebagai pemilik tanah yang baru dan mendaptkan perlindungan hukum jika kemudian hari ada gugatan terhadapnya dari pihak yang menganggap jual beli tanah tersebut tidak sah.

Senada dengan Efendi perangin, menurut Maria S.W. Sumardjono, sifat jual beli tanah menurut hukum adat adalah:

a. Tunai

Tunai, artinya penyerahan hak atas tanah oleh pemilik tanah (penjual) dilakukan bersamaan dengan pembayaran harganya oleh pihak lain (pembeli).

b. Riil

Riil, artinya kehendak atau niat yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan yang nyata-nyata menunjukan tujuan jual beli terssebut, misalnya dengan di terimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjnajian dihadapan kepala desa.

(38)

c. Terang

Terang, artinya untuk perbuatan Hukum tersebut haruslah dilakukan dihadapan kepala desa sebagai tanda bahwa prbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.43

Dengan demikian menurut hukum adat yang merupakan dasar dari hukum tanah nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana termuat dalam UUPA, peralihan hak atas tanah yang menjadi objek jual beli telah terjadi sejak ditandatangani akta jual beli dihadapan PPAT yang berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada penjual. Pemindahan hak atas tanah yang menjadi objek jual beli berarti pemindahan penguasaan secara yuridis dan secara fisik sekaligus.44

2. Jual Beli Tanah Menurut UUPA

Dalam UUPA istilah Jual beli hanya di sebutkan dalam pasal 26 yaitu menyangkut jual beli hak milik atas Tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai di alihkan.

Pengertian dialihkan menunjukan suatu perbuatan hukum yang disengaja memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar,dan Hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal hanya disebutkan

43J. Andy Hartanto, paduan lengkap Hukum Praktis: Kepemilikan Tanah, Laksbang Justitia, Surabaya, 2015, hlm.139-141.

44Sahat HMT Sinaga, Jual beli Banah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra, Bandung, 2007, hlm. 18-19.

(39)

dialihkan, termasuk dalam salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena Jual Beli.45

Syarat Jual beli Tanah ada dua, yaitu syarat materil dan syarat formil:

1) Syarat Materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain sebagai berikut.

a) Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan

Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan di belinya.untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang di belinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai. Menurut UUPA yang dapat mempunya hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan badan hukum yang di tetapkan oelh pemerintah( pasal 21 UUPA). Jika pembeli berkewarga negaraan asing disamping kewarganegarraan indonesianya atau badan hukum yang tidak di kecualikan pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah jatuh pada negara (pasal 26 ayat (2) UUPA).

b) Penjual berhak menjual tanah yang besangkutan

Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik tanh hanya satu orang maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi jika pemilik

45Ardian Sutedi, peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 76.

(40)

tanah itu adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah ialah kedua orang itu bersama sama, Tidak boleh satu orang saja yang menjual.

c) Tanah hak yang bersyangkutan boleh di perjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa.

Mengenai tanah- tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan di dalam UUPA yaitu Hak milik (pasal 20), hak guna usaha (pasal 28) hak guna bangunan (pasal 35) hak pakai (pasal 41). Jika salah satu syarat materil ini tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya atau pmbeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemlik hak atas tanah atau tanah, yang diperjual belikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh di perjual belikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum.artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.

2) Syarat Formal

Setelah semua persyaratan materiil di penuhi maka PPAT akan membuat akta jual belinya. Akta Jual beli menurut pasal 37 PP 24 tahun 1997 harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa ddihadapam PPAT tetap lah sah karena UUPA berlandaskan pada hukum Adat (pasal 5), sedangkan dalam hukum adat sistem yang dipakai adalah sistem yang Konkret/Kontan/Nyata/Riil.

Kendati demikian, untuk mewujudkan adanya kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, PP No.24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menntukan bahwa setiap perjanjian yang dimaksudkan

(41)

memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT.

Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat-surat yang di prlukan kepada PPAT, yaitu:

a) jika tanahnya sudah bersertifikat : sertifikat tanahnya yang asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.

b) jika tanah belum bersertifikat : surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersetifikat, surat surat tanah yang ada yang memerlukan pengutan oleh kepala desa dan camat, dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan idenitas penjual dan pembelinya yang diperlukan unuk persertifikatkan tanahnya setelah selesai dilakukannya jual beli.46

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam Jual beli hak atas tanah diperlukan adanya persyaratan formil bagi penjual dan pemilik hak atas tanah merupakan kepemilikan tanah yang terkait dengan hak atas tanah, dan juga terkait prosedur peralihan hak atas tanah tersebut. Prosedur jual beli hak atas tanah telah di tetapkan menurut ketentuan yang berlaku, yakni:

a) Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaga Negara tahun 1960 no.104, tambahan lembaran Negara No.2043)

46Ardian Sutedi, peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta,

2014, hlm. 77-78.

(42)

b) Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah no.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara tahun 1997 No.59, Tambahan Lembaran Negara No.3693

Sebagaimana ketentuan tersebut, Jual beli tanah harus dibuktikan dengan satu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT. Untuk menjamin kepastian hukum dalam Jual beli tanah hanya dapat dilakukan diatas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah, artinya objek tanah yang disahkan dengan bukti kepemilikan hak atas tanah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penjual adalah sebagai orang atau pihak yang berhak dan sah menurut hukum menjual.47

Dalam pasal 37 PP No.24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundang- undangan. Pembuatan akta peralihan hak atas tanah dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi yang memenuhi syarat unuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu (Pasal 38 PP No.24 Tahun 1997).

Kemudian selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak tanggal ditanda tanganinya akta tersebut, PPAT wajib untuk mendafarkannya ke kantor Pertanahan (pasal 40 PP No.24 tahun 1997).48 Selanjutnya Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961

47J. Andy Hartanto, panduan lengkap Hukum Praktis: Kepemilikan Tanah, Laksbang Justitia, Surabaya, 2015, hlm. 148.

48Ardian Sutedi, peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 80-81.

(43)

yaitu merupakan peraturan pelaksanaan dari undang-undang pokok agraria, dalam pasal 19 menentukan bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan surat akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) , sedangkan menurut maksud peraturan tersebut hak milik atas tanah juga berpindah pada saat dibuatnya akta dimuka pejabat tersebut.49

Jadi, dapat disimpulkan dalam perjanjian jual beli tanah di indonesia terdapat dua sistem hukum yaitumenurut Hukum Adat dan menurut Undang- Undang Pokok Agraria yang sangat berkaitan erat.

D. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli

Hak atas tanah adalah hak yang memberi kewenangan kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penguasaan atas tanah. Hak - hak atas tanah yang dimaksud diatur dalam Pasal 16 Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (UUPA), yaitu antara lain :

a. Hak milik.

b. Hak guna usaha.

c. Hak guna bangunan.

d. Hak pakai.

e. Hak sewa.

f. Hak membuka tanah.

g. Hak memungut hasil hutan.

49R. Subekti, aneka perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 10.

(44)

Peralihan hak atas tanah adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak yang lama kepada pemegang hak yang baru. Ada 2 (dua) cara peralihan hak atas tanah, yaitu beralih dan dialihkan. Beralih menunjukkan berpindahnya hak atas tanah tanpa ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemiliknya, misalnya melalui pewarisan. Sedangkan dialihkan menunjuk pada berpindahnya hak atas tanah melalui perbuatan hukum yang dilakukan pemiliknya, misalnya melalui jual beli.

Sebelum berlakunya UUPA, peralihan hak atas tanah didasarkan pada :

1. Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

2. Overschrijvings Ordonantie Staatsblad 1834 Nomor 27.

3. Hukum adat.

Setelah berlakunya UUPA, maka peralihan hak atas tanah didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 10 Tahun 1961) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24 Tahun 1997).

Dalam Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa, “Pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku”.

(45)

Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997, peralihan tanah dan benda-benda di atasnya dilakukan dengan akta PPAT. Pengalihan tanah dari pemilik kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis (juridiche levering), yaitu penyerahan yang harus memenuhi formalitas undang-undang, meliputi pemenuhan syarat; dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan;

menggunakan dokumen; dibuat oleh/di hadapan PPAT.50

Jual beli yang dilakukan tanpa dihadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada hokum adat (Pasal 5 UUPA), sedangkan dalam Hukum UUPA sistem yang kongkret kontan/nyata/riil. Kendatipun demikian, untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hokum dalam setiap peralihan hak atas tanah, PP No. 24 Tahun 1977 sebagai peraturan pelaksana dari UUPK telah menentukan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT.51

Adapun Mekanisme dan proses jual beli tanah ialah:

1. Menyiapkan persyaratan berkas-berkas yang diperlukan adalah:

Penjual:

− Sertifikat asli hak atas tanah yang akan dijual.

− Kartu Tanda Penduduk.

− Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

50 Abdulkadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cet. I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 55-56.

51 Ardiansyah Zulhadji,” Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Tanah Menurut Undang Undang Nomor 5 tahun 1960, Lex Crimen Vol. V No. 4, 2016, hlm. 32.

(46)

− Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga (atau akta kematian jika sudah meninggal.

− Kartu Keluarga.

Pembeli:

− Kartu Tanda Penduduk.

− Kartu Keluarga.

2. Mendatangi Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah

Penjual dan pembeli bersama-sama mendatangi Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat Akta Jual Beli tanah (AJB) sambil membawa persyaratan yang telah disiapkan sebelumnya. PPAT adalah pejabat umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mempunyai kewenangan membuat AJB.

3. Proses pembuatan AJB

Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli:

− Sebelum membuat AJB, PPAT akan melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor BPN. Sesuai Pasal 34 PP No. 24 Tahun 1997, lembaga ini akan mengecek keaslian sertifikat berdasarkan peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, dan buku tanah.

− Penjual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) apabila harga jual tanah di atas enam puluh juta rupiah. Pembayaran biasanya di Bank yang telah ditunjuk.

(47)

− Pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum.

− Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa.

− PPAT menolak pembuatan AJB apabila tanah yang akan dijual sedang dalam sengketa.

Pembuatan Akta Jual Beli:

− Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.

− Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.

− Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta.

− Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka selanjutnya akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan PPAT.

− Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor BPN untuk keperluan pendaftaran (balik nama).

− Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.

Setelah pembuatan AJB selesai, PPAT kemudian menyerahkan berkas AJB ke Kantor BPN untuk keperluan balik nama sertifikat. Penyerahan harus

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan afektif siswa SMP pada mata pelajaran IPA yang ditinjau dari gaya belajar. Metode penelitian menggunakan penelitian

Oleh kerana presiden mengikut sistem ketatanegaraan Indonesia seperti yang terdapat dalam sumber hukum dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, iaitu UUD

Untuk tanah Ultisol jenis mikrobia yang adaptif pada kondisi lingkungan tersebut adalah jenis bakteri dan aktinomisetes, sedangkan jamur kurang tahan, yang ditunjukkkan

TAPM yang berjudul "Pengaruh Insentif Dan Semangat Kerja Terhadap Prestasi Kerja Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana Di Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Keluarga Sejahtera

cetak (koran dan majalah), media penyiaran (radio dan televisi), media jaringan (telepon, kabel, satelit, wireless), media elektronik (rekaman, rekaman video,

Sebagai seorang pekerja sosial yang memegang teguh prinsip keadilan sosial, maka keadilan distributif dari program K3 ini dapat dijadikan salah satu tempat praktik

Bahwa perbuatan Para Tergugat terutama Tergugat I dan Tergugat III yang mengakungaku telah membeli tanah Penggugat yang diketahui oleh Tergugat IX dan X adalah tidak berdasar

Bahwa dalam perkara gugatan yang diajukan penggugat adalah bahwa dari hasil kerja sama tersebut Penggugat merasa Tergugat telah melakukan Wanprestasi yaitu Tergugat tidak