• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH Bab ini berisikan tentang Wanprestasi dan apa yang menjadi

PENGATURAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA

C. Perjanjian Jual Beli Tanah Berdasarkan Hukum Positif Indonesia

2. Jual Beli Tanah Menurut UUPA

Dalam UUPA istilah Jual beli hanya di sebutkan dalam pasal 26 yaitu menyangkut jual beli hak milik atas Tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai di alihkan.

Pengertian dialihkan menunjukan suatu perbuatan hukum yang disengaja memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar,dan Hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal hanya disebutkan

43J. Andy Hartanto, paduan lengkap Hukum Praktis: Kepemilikan Tanah, Laksbang Justitia, Surabaya, 2015, hlm.139-141.

44Sahat HMT Sinaga, Jual beli Banah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra, Bandung, 2007, hlm. 18-19.

dialihkan, termasuk dalam salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena Jual Beli.45

Syarat Jual beli Tanah ada dua, yaitu syarat materil dan syarat formil:

1) Syarat Materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain sebagai berikut.

a) Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan

Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan di belinya.untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang di belinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai. Menurut UUPA yang dapat mempunya hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan badan hukum yang di tetapkan oelh pemerintah( pasal 21 UUPA). Jika pembeli berkewarga negaraan asing disamping kewarganegarraan indonesianya atau badan hukum yang tidak di kecualikan pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah jatuh pada negara (pasal 26 ayat (2) UUPA).

b) Penjual berhak menjual tanah yang besangkutan

Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik tanh hanya satu orang maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi jika pemilik

45Ardian Sutedi, peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 76.

tanah itu adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah ialah kedua orang itu bersama sama, Tidak boleh satu orang saja yang menjual.

c) Tanah hak yang bersyangkutan boleh di perjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa.

Mengenai tanah- tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan di dalam UUPA yaitu Hak milik (pasal 20), hak guna usaha (pasal 28) hak guna bangunan (pasal 35) hak pakai (pasal 41). Jika salah satu syarat materil ini tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya atau pmbeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemlik hak atas tanah atau tanah, yang diperjual belikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh di perjual belikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum.artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.

2) Syarat Formal

Setelah semua persyaratan materiil di penuhi maka PPAT akan membuat akta jual belinya. Akta Jual beli menurut pasal 37 PP 24 tahun 1997 harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa ddihadapam PPAT tetap lah sah karena UUPA berlandaskan pada hukum Adat (pasal 5), sedangkan dalam hukum adat sistem yang dipakai adalah sistem yang Konkret/Kontan/Nyata/Riil.

Kendati demikian, untuk mewujudkan adanya kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, PP No.24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menntukan bahwa setiap perjanjian yang dimaksudkan

memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT.

Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat-surat yang di prlukan kepada PPAT, yaitu:

a) jika tanahnya sudah bersertifikat : sertifikat tanahnya yang asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.

b) jika tanah belum bersertifikat : surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersetifikat, surat surat tanah yang ada yang memerlukan pengutan oleh kepala desa dan camat, dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan idenitas penjual dan pembelinya yang diperlukan unuk persertifikatkan tanahnya setelah selesai dilakukannya jual beli.46

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam Jual beli hak atas tanah diperlukan adanya persyaratan formil bagi penjual dan pemilik hak atas tanah merupakan kepemilikan tanah yang terkait dengan hak atas tanah, dan juga terkait prosedur peralihan hak atas tanah tersebut. Prosedur jual beli hak atas tanah telah di tetapkan menurut ketentuan yang berlaku, yakni:

a) Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaga Negara tahun 1960 no.104, tambahan lembaran Negara No.2043)

46Ardian Sutedi, peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta,

2014, hlm. 77-78.

b) Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah no.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara tahun 1997 No.59, Tambahan Lembaran Negara No.3693

Sebagaimana ketentuan tersebut, Jual beli tanah harus dibuktikan dengan satu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT. Untuk menjamin kepastian hukum dalam Jual beli tanah hanya dapat dilakukan diatas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah, artinya objek tanah yang disahkan dengan bukti kepemilikan hak atas tanah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penjual adalah sebagai orang atau pihak yang berhak dan sah menurut hukum menjual.47

Dalam pasal 37 PP No.24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pembuatan akta peralihan hak atas tanah dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi yang memenuhi syarat unuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu (Pasal 38 PP No.24 Tahun 1997).

Kemudian selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak tanggal ditanda tanganinya akta tersebut, PPAT wajib untuk mendafarkannya ke kantor Pertanahan (pasal 40 PP No.24 tahun 1997).48 Selanjutnya Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961

47J. Andy Hartanto, panduan lengkap Hukum Praktis: Kepemilikan Tanah, Laksbang Justitia, Surabaya, 2015, hlm. 148.

48Ardian Sutedi, peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 80-81.

yaitu merupakan peraturan pelaksanaan dari undang-undang pokok agraria, dalam pasal 19 menentukan bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan surat akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) , sedangkan menurut maksud peraturan tersebut hak milik atas tanah juga berpindah pada saat dibuatnya akta dimuka pejabat tersebut.49

Jadi, dapat disimpulkan dalam perjanjian jual beli tanah di indonesia terdapat dua sistem hukum yaitumenurut Hukum Adat dan menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang sangat berkaitan erat.