• Tidak ada hasil yang ditemukan

When Love is Not Enough

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "When Love is Not Enough"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

When Love is not enough When Love is not enough

PART 1 PART 1

Handphone

Handphone-ku -ku bergetar.bergetar.

Dengan enggan kubaca nama penelponnya. Private number..Setelah beberapa Dengan enggan kubaca nama penelponnya. Private number..Setelah beberapa saat aku

saat aku menimang-nimenimang-nimang, akhirnya kuputuskan untuk mang, akhirnya kuputuskan untuk mengangkamengangkat telpon t telpon itu.itu. "Hallo." sapaku.

"Hallo." sapaku. "Hallo Ca, ini Rosa." "Hallo Ca, ini Rosa."

"Rosa?" ucapku agak terkejut. "Rosa?" ucapku agak terkejut.

"Sudah terima undangannya?" tanya Rosa agak

"Sudah terima undangannya?" tanya Rosa agak terburu-buruterburu-buru. Suasana hiruk. Suasana hiruk pikuk di

pikuk di sekitarnya terdengar samar-samar.sekitarnya terdengar samar-samar. "Undangan

"Undangan?" Buru-buru aku berjalan ke arah ?" Buru-buru aku berjalan ke arah meja ruang tamu, menahan rasameja ruang tamu, menahan rasa pusing yang langsung muncul ketika aku bangun dari tempat

pusing yang langsung muncul ketika aku bangun dari tempat tidur, langsungtidur, langsung mencari-cari undanga

mencari-cari undangan yang n yang disebut oleh Rosa. Tdisebut oleh Rosa. Ternyata house-matekuernyata house-mateku menaruhnya di bawah tumpukan koran.

menaruhnya di bawah tumpukan koran. "Iya, aku post

"Iya, aku post beberapa hari yang lalu. Harusnya sudah sampai tadi pagi."beberapa hari yang lalu. Harusnya sudah sampai tadi pagi." "Oh, iya.. ada

"Oh, iya.. ada nih.. Undangan siapa sih ini?" kubuka undangan itu dan terkesiapnih.. Undangan siapa sih ini?" kubuka undangan itu dan terkesiap melihat n

melihat nama penama pengantin gantin perempuannyperempuannya. a. "Rosa! "Rosa! Kamu mau Kamu mau married?married? Kenapa nggak pernah cerita di email? Ngagetin banget.." aku masih

Kenapa nggak pernah cerita di email? Ngagetin banget.." aku masih belum pulihbelum pulih dari keterkejutanku. Kulihat nama pengantin prianya, memang pria yang Rosa pacari dari keterkejutanku. Kulihat nama pengantin prianya, memang pria yang Rosa pacari dua tahun terakhir ini. Rosa

dua tahun terakhir ini. Rosa tertawa senang mendengar keterkejutantertawa senang mendengar keterkejutanku. "Ca, ituku. "Ca, itu undangan belum disebar loh.. Aku kasih kamu

undangan belum disebar loh.. Aku kasih kamu duluan sekaliaduluan sekalian bikin kejutan supayan bikin kejutan supaya kamu orang luar pertama yang tahu.."

kamu orang luar pertama yang tahu.." ucapnya senang.ucapnya senang.

"Ya ampun Sa.. Kamu hampir bikin aku jantungan, tau nggak?" ucapku tanpa "Ya ampun Sa.. Kamu hampir bikin aku jantungan, tau nggak?" ucapku tanpa bisa menyembunyi

bisa menyembunyikan kesenangan yang juga aku rasakan saat kan kesenangan yang juga aku rasakan saat itu.itu. "Ca, aku lagi buru-buru nih..

"Ca, aku lagi buru-buru nih.. Nanti aku kirim e-mail lagi yah.."Lalu RosaNanti aku kirim e-mail lagi yah.."Lalu Rosa mengakhiri percakapan singkat kami.

mengakhiri percakapan singkat kami.

Aku merebahkan diriku di atas sofa. Kupandangi lagi undangan yang masih Aku merebahkan diriku di atas sofa. Kupandangi lagi undangan yang masih kupegang. Rosa.. berapa umurnya sekarang? 23? Waktu memang cepat sekali kupegang. Rosa.. berapa umurnya sekarang? 23? Waktu memang cepat sekali berlalu.. Aku sendiri sudah 27 tahun..

berlalu.. Aku sendiri sudah 27 tahun.. Sudah bisa kutebak reaksi mama kalau tahuSudah bisa kutebak reaksi mama kalau tahu tentang hal ini nanti. Pernikahan Rosa memang alasan yang t

tentang hal ini nanti. Pernikahan Rosa memang alasan yang tepat untuk menyuruhkuepat untuk menyuruhku cepat-cepat cari pacar dan menikah. Aku

cepat-cepat cari pacar dan menikah. Aku tahu maksud baik mama.. tapi tahu maksud baik mama.. tapi entahentah mengapa hati ini masih tidak bisa

mengapa hati ini masih tidak bisa untuk menerima cinta yang lain. Hati ini untuk menerima cinta yang lain. Hati ini seolah- seolah-olah masih diikat olehnya, oleh pria yang

olah masih diikat olehnya, oleh pria yang selalu ada di setiap sudut benakku, yangselalu ada di setiap sudut benakku, yang berada nun jauh di sana..

(2)

mengenalka

mengenalkanku dengannya. Aku sedang kuliah tahun terakhir saat nku dengannya. Aku sedang kuliah tahun terakhir saat itu. Ia itu. Ia sedangsedang liburan di Jakarta, dan orang t

liburan di Jakarta, dan orang tuanya yang merupakan teman baik orang tuakuuanya yang merupakan teman baik orang tuaku membawany

membawanya ke a ke rumah kami. Aku masih ingat kesan rumah kami. Aku masih ingat kesan pertama yang kudapatpertama yang kudapat sewaktu melihatnya. Tampan namun angkuh.

sewaktu melihatnya. Tampan namun angkuh.

PART 2 PART 2

Bianca, kenalan sini sama Jason." Aku baru saja pulang dari kampus waktu Bianca, kenalan sini sama Jason." Aku baru saja pulang dari kampus waktu mama memanggilku. Aku duduk di sebelah mama dan mengulurkan tanganku mama memanggilku. Aku duduk di sebelah mama dan mengulurkan tanganku kepada laki-laki yang dimaksud mama itu.

kepada laki-laki yang dimaksud mama itu.

"Bianca" ucapku singkat. "Jason" ia membalas uluran tanganku singkat lalu "Bianca" ucapku singkat. "Jason" ia membalas uluran tanganku singkat lalu melepaskan

melepaskannya lagi. "Bianca, Jason ini nya lagi. "Bianca, Jason ini lagi liburan dari Sydney. Kuliah kamu kanlagi liburan dari Sydney. Kuliah kamu kan  juga sebentar l

 juga sebentar lagi libur, bisa kan agi libur, bisa kan kamu temenin Jakamu temenin Jason kalau dia mason kalau dia mau jalan-jalau jalan-jalan?"n?"  Aku menatap mama h

 Aku menatap mama heran karena peeran karena permintaan mama terdrmintaan mama terdengar janggengar janggal sekali.al sekali. "Ok" jawabku singkat, malas memperpanjang percakapan di depan orang yang "Ok" jawabku singkat, malas memperpanjang percakapan di depan orang yang tidak kukenal.

tidak kukenal.

"Jason, kamu catet donk nomor

"Jason, kamu catet donk nomor telponnya Bianca.." mama Jason tiba-tiba angkattelponnya Bianca.." mama Jason tiba-tiba angkat bicara. Aku baru ingat bahwa aku belum berkenalan dengan dua orang lagi yang bicara. Aku baru ingat bahwa aku belum berkenalan dengan dua orang lagi yang duduk di sebelah Jason. Buru-buru aku berdiri dan

duduk di sebelah Jason. Buru-buru aku berdiri dan menyalami mereka. "Kayaknymenyalami mereka. "Kayaknyaa kita yang tua-tua ngobrol di

kita yang tua-tua ngobrol di belakang aja yuk.."papa lalu membawa orang tua Jasonbelakang aja yuk.."papa lalu membawa orang tua Jason ke taman belakang, meninggalkanku dan Jason berduaan. Sejujurnya aku merasa ke taman belakang, meninggalkanku dan Jason berduaan. Sejujurnya aku merasa canggung sekali karena aku memang bukan orang yang mudah bergaul.

canggung sekali karena aku memang bukan orang yang mudah bergaul. "Bianca.." panggilanny

"Bianca.." panggilannya membuatku a membuatku sedikit terkejut. "Ya?" sedikit terkejut. "Ya?" Ia lalu melambai-Ia lalu melambai-lambaikan handphone

lambaikan handphone-nya. Nomormu?" -nya. Nomormu?" tanyanya singkat seraya tanyanya singkat seraya memberikan bendamemberikan benda itu kepadaku. "Oh.." jawabku gugup. Kusimpan nomor handphone-ku di memori buku itu kepadaku. "Oh.." jawabku gugup. Kusimpan nomor handphone-ku di memori buku telponnya.

telponnya.

PART 3 PART 3

"Kamu miss call ke handphone kamu aja supaya kamu juga punya nomorku" "Kamu miss call ke handphone kamu aja supaya kamu juga punya nomorku" ucapnya sewaktu aku

ucapnya sewaktu aku hendak mengembalikahendak mengembalikan n handphonhandphone-nya. "Oh.."ucapku lagi.e-nya. "Oh.."ucapku lagi.  Aku benar-ben

 Aku benar-benar merasa bodoh sar merasa bodoh sekali. Malu mungekali. Malu mungkin lebih tepatkin lebih tepat. Lalu kudeng. Lalu kudengar ar  tawanya meledak. Aku menatapnya heran. "Untung mama kamu dah bilang kalau tawanya meledak. Aku menatapnya heran. "Untung mama kamu dah bilang kalau kamu anaknya pendiam dan

kamu anaknya pendiam dan pemalu.." ucapnya sambil mengacak-acak rambutnyapemalu.." ucapnya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri yang kecoklatan. Aku dapat merasakan pipiku memerah saat itu. Anaknya sendiri yang kecoklatan. Aku dapat merasakan pipiku memerah saat itu. Anaknya ternyata cukup menyenangkan

(3)

mengenalka

mengenalkanku dengannya. Aku sedang kuliah tahun terakhir saat nku dengannya. Aku sedang kuliah tahun terakhir saat itu. Ia itu. Ia sedangsedang liburan di Jakarta, dan orang t

liburan di Jakarta, dan orang tuanya yang merupakan teman baik orang tuakuuanya yang merupakan teman baik orang tuaku membawany

membawanya ke a ke rumah kami. Aku masih ingat kesan rumah kami. Aku masih ingat kesan pertama yang kudapatpertama yang kudapat sewaktu melihatnya. Tampan namun angkuh.

sewaktu melihatnya. Tampan namun angkuh.

PART 2 PART 2

Bianca, kenalan sini sama Jason." Aku baru saja pulang dari kampus waktu Bianca, kenalan sini sama Jason." Aku baru saja pulang dari kampus waktu mama memanggilku. Aku duduk di sebelah mama dan mengulurkan tanganku mama memanggilku. Aku duduk di sebelah mama dan mengulurkan tanganku kepada laki-laki yang dimaksud mama itu.

kepada laki-laki yang dimaksud mama itu.

"Bianca" ucapku singkat. "Jason" ia membalas uluran tanganku singkat lalu "Bianca" ucapku singkat. "Jason" ia membalas uluran tanganku singkat lalu melepaskan

melepaskannya lagi. "Bianca, Jason ini nya lagi. "Bianca, Jason ini lagi liburan dari Sydney. Kuliah kamu kanlagi liburan dari Sydney. Kuliah kamu kan  juga sebentar l

 juga sebentar lagi libur, bisa kan agi libur, bisa kan kamu temenin Jakamu temenin Jason kalau dia mason kalau dia mau jalan-jalau jalan-jalan?"n?"  Aku menatap mama h

 Aku menatap mama heran karena peeran karena permintaan mama terdrmintaan mama terdengar janggengar janggal sekali.al sekali. "Ok" jawabku singkat, malas memperpanjang percakapan di depan orang yang "Ok" jawabku singkat, malas memperpanjang percakapan di depan orang yang tidak kukenal.

tidak kukenal.

"Jason, kamu catet donk nomor

"Jason, kamu catet donk nomor telponnya Bianca.." mama Jason tiba-tiba angkattelponnya Bianca.." mama Jason tiba-tiba angkat bicara. Aku baru ingat bahwa aku belum berkenalan dengan dua orang lagi yang bicara. Aku baru ingat bahwa aku belum berkenalan dengan dua orang lagi yang duduk di sebelah Jason. Buru-buru aku berdiri dan

duduk di sebelah Jason. Buru-buru aku berdiri dan menyalami mereka. "Kayaknymenyalami mereka. "Kayaknyaa kita yang tua-tua ngobrol di

kita yang tua-tua ngobrol di belakang aja yuk.."papa lalu membawa orang tua Jasonbelakang aja yuk.."papa lalu membawa orang tua Jason ke taman belakang, meninggalkanku dan Jason berduaan. Sejujurnya aku merasa ke taman belakang, meninggalkanku dan Jason berduaan. Sejujurnya aku merasa canggung sekali karena aku memang bukan orang yang mudah bergaul.

canggung sekali karena aku memang bukan orang yang mudah bergaul. "Bianca.." panggilanny

"Bianca.." panggilannya membuatku a membuatku sedikit terkejut. "Ya?" sedikit terkejut. "Ya?" Ia lalu melambai-Ia lalu melambai-lambaikan handphone

lambaikan handphone-nya. Nomormu?" -nya. Nomormu?" tanyanya singkat seraya tanyanya singkat seraya memberikan bendamemberikan benda itu kepadaku. "Oh.." jawabku gugup. Kusimpan nomor handphone-ku di memori buku itu kepadaku. "Oh.." jawabku gugup. Kusimpan nomor handphone-ku di memori buku telponnya.

telponnya.

PART 3 PART 3

"Kamu miss call ke handphone kamu aja supaya kamu juga punya nomorku" "Kamu miss call ke handphone kamu aja supaya kamu juga punya nomorku" ucapnya sewaktu aku

ucapnya sewaktu aku hendak mengembalikahendak mengembalikan n handphonhandphone-nya. "Oh.."ucapku lagi.e-nya. "Oh.."ucapku lagi.  Aku benar-ben

 Aku benar-benar merasa bodoh sar merasa bodoh sekali. Malu mungekali. Malu mungkin lebih tepatkin lebih tepat. Lalu kudeng. Lalu kudengar ar  tawanya meledak. Aku menatapnya heran. "Untung mama kamu dah bilang kalau tawanya meledak. Aku menatapnya heran. "Untung mama kamu dah bilang kalau kamu anaknya pendiam dan

kamu anaknya pendiam dan pemalu.." ucapnya sambil mengacak-acak rambutnyapemalu.." ucapnya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri yang kecoklatan. Aku dapat merasakan pipiku memerah saat itu. Anaknya sendiri yang kecoklatan. Aku dapat merasakan pipiku memerah saat itu. Anaknya ternyata cukup menyenangkan

(4)

ngobrol cukup lama. Walaupun aku agak kaku pada

ngobrol cukup lama. Walaupun aku agak kaku pada awalnyawalnya, ia a, ia berhasil membuatberhasil membuat suasana lebih santai dengan cerita-cerita konyolny

suasana lebih santai dengan cerita-cerita konyolnya. Jason a. Jason Tjiputra. Ia besar diTjiputra. Ia besar di Sydney dan jarang pulang

Sydney dan jarang pulang ke Jakarta.Ia sudah ke Jakarta.Ia sudah menyelesmenyelesaikan kuliahnya dan sedangaikan kuliahnya dan sedang mencoba

mencoba mencari mencari pekerjaan.Papekerjaan.Papanya panya sebenarnysebenarnya a menginginmenginginkan kan ia ia membantumembantu usaha keluarga mereka namun ia bersikeras ingin mencari pengalaman dulu di sana. usaha keluarga mereka namun ia bersikeras ingin mencari pengalaman dulu di sana. Sementara ia menunggu lamarannya diterima, ia pulang kembali ke tanah air.

Sementara ia menunggu lamarannya diterima, ia pulang kembali ke tanah air. Dimulai dengan telpon-telpona

Dimulai dengan telpon-telponan tiap n tiap malam dan sesekali pergi malam dan sesekali pergi bersamabersama keluargany

keluarganya, kami mulai jadi dekat. Sekali waa, kami mulai jadi dekat. Sekali waktu, Ia bahkan nekat ktu, Ia bahkan nekat menjemputku dimenjemputku di kampus. Sesuatu yang

kampus. Sesuatu yang membuat geger anak-anak di kampusku.Kejadian itu masihmembuat geger anak-anak di kampusku.Kejadian itu masih segar dalam ingatanku, karena pada hari yang sama

segar dalam ingatanku, karena pada hari yang sama itulah, sesuatu merubahitulah, sesuatu merubah hidupku. Ia bersandar ke mobil mewahnya dengan gayanya yang angkuh. hidupku. Ia bersandar ke mobil mewahnya dengan gayanya yang angkuh. Tangannya dimasukkan ke saku celananya dan dari balik kacamata hitamnya, Tangannya dimasukkan ke saku celananya dan dari balik kacamata hitamnya, matanya seperti sibuk mencari-cari sesuatu. Aku hampir tidak percaya ketika matanya seperti sibuk mencari-cari sesuatu. Aku hampir tidak percaya ketika melihatnya di lapangan parkir kampus sore itu. Buru-buru aku

melihatnya di lapangan parkir kampus sore itu. Buru-buru aku menghampiri

menghampirinya."Jason? Ngapain di sini?" sapaku nya."Jason? Ngapain di sini?" sapaku sambil tertawa kecil,sambil tertawa kecil, menyembuny

menyembunyikan rasa grogiku. "Ca, ikan rasa grogiku. "Ca, aku mau ajak kamu jalan." aku mau ajak kamu jalan." Ucapnya denganUcapnya dengan senyum lebar tersungging di bibir merahnya. Aku terkesiap mendengarnya. Ini senyum lebar tersungging di bibir merahnya. Aku terkesiap mendengarnya. Ini pertama kalinya dia mengajakku pergi berdua saja. Aku melirik ke

pertama kalinya dia mengajakku pergi berdua saja. Aku melirik ke mobilnya, mecari-mobilnya, mecari-cari supirnya. "Supirnya mana?" tanyaku

cari supirnya. "Supirnya mana?" tanyaku polos.polos.

"Aku yang nyetir donk!" ucapnya bangga. "Hah? Nggak mau

"Aku yang nyetir donk!" ucapnya bangga. "Hah? Nggak mau ah.. Kamu kanah.. Kamu kan nggak bisa nyetir di

nggak bisa nyetir di sini.." sahutku pura-pura panik. "Jangan takut, aku dah sini.." sahutku pura-pura panik. "Jangan takut, aku dah latihanlatihan dari kemaren.." ia lalu berjalan melewatiku dan membukakan pintu mobil untukku. dari kemaren.." ia lalu berjalan melewatiku dan membukakan pintu mobil untukku. "Silahkan masuk, tuan putri." Aku bisa

"Silahkan masuk, tuan putri." Aku bisa merasakan tatapan-tatapamerasakan tatapan-tatapan yang tertujun yang tertuju padaku saat itu.Bagaimana tidak,

padaku saat itu.Bagaimana tidak, sore itu lapangan parkir sore itu lapangan parkir sedang ramai-ramainsedang ramai-ramainyaya dan tiba-tiba saja

dan tiba-tiba saja ia datang dengan semua ia datang dengan semua keglamourakeglamourannya. Ditambah laginnya. Ditambah lagi statusk

statusku u yang yang memang memang kurang kurang mengenakkan di mengenakkan di kampus kampus ini. ini. Merasa Merasa tidak tidak enak,enak, aku memilih untuk buru-buru masuk ke mobil sebelum mereka menganggap aku aku memilih untuk buru-buru masuk ke mobil sebelum mereka menganggap aku sedang pamer cowok.

sedang pamer cowok.

PART 4 PART 4

"Kok diem aja Ca?" t

"Kok diem aja Ca?" tanya Jason sedikit tidak enak. "Lain kali anya Jason sedikit tidak enak. "Lain kali nggak usah jemputnggak usah jemput aku.." jawabku pelan. "Kenapa sih memangnya? Nggak enak ama anak-anak di aku.." jawabku pelan. "Kenapa sih memangnya? Nggak enak ama anak-anak di kampus? Biarin aja ah.." sahut Jason

kampus? Biarin aja ah.." sahut Jason cuek. Ia sibuk cuek. Ia sibuk mencari-cari lagu yang bagusmencari-cari lagu yang bagus dari CD changerny

dari CD changernya."Nanti aku diomona."Nanti aku diomongin yang macem-macem.." gin yang macem-macem.." "Diomong"Diomongin apain apa sih?" tanyanya, kali ini agak lebih serius. "Yah..apa kek gitu.. Kamu kan tahu

sih?" tanyanya, kali ini agak lebih serius. "Yah..apa kek gitu.. Kamu kan tahu bagaimana sikap mereka sama aku.. Mereka tuh

(5)

agak sedikit sedih mengingat-ingat celaan apa saja yang pernah ditujukan

kepadaku.. "Mereka cuma sirik sama kamu.. Udah pinter, kaya, cakep lagi..Plus dijemput ama cowok keren begini.. Kayaknya emang mereka bakalan makin sebel sama kamu sih.." Tanpa kusadari, aku tersenyum sendiri mendengar ucapannya. Entah kenapa, Jason bisa membuatku merasa dihargai dan berarti meskipun ia tidak pernah mengatakannya secara langsung..

PART 5

Jason adalah orang pertama yang bisa membuatku merasa bahagia seperti ini. Sejak kecil, sikapku yang tertutup dan pemalu membuat orang-orang berpikir bahwa aku ini sombong. Bahkan sebelum mengenalku pun, mereka sudah memasang tatapan tidak suka ketika melihatku. Penampilanku juga sebenarnya biasa saja tapi selalu ada yang dikritik oleh mereka. Sok pamer lah, sok cakep lah, atau sok sopan. Seraya bertambah dewasa, orang-orang mulai selalu menguhubungkanku dengan orang tuaku yang terkenal. Nilai-nilaiku yang bagus karena hasil kepintaranku sendiri  juga selalu diragukan. Sikap dosen yang menghormatiku dikatakan semata-mata

hanya karena ingin menjilat. Aku tidak pernah benar-benar punya teman. Yang

selalu menemaiku hanyalah gunjingan dari mereka yang tidak menyukaiku. Aku tidak pernah mengerti alasannya..

PART 6

Sore itu Jason mengajakku ke mall. Ia memintaku menemaninya berbelanja. "Ca, sini sebentar.." Jason masuk ke salah satu butik pakaian perempuan. "Ngapain sih? Kamu mau beli baju buat mama kamu juga?" aku hanya mengikutinya dari

belakang. Ia lalu mengambil sebuah gaun malam, menyodorkannya

kepadaku."Cobain yang ini.."Aku menatapnya heran. "Udahh.. ayo cepetan.."ia mendorongku ke kamar ganti. "Jason, ini nggak cocok buat aku.."aku mengamati gaun biru muda dengan sulaman bunga bertebaran di bagian bawahnya.Memang manis sekali.. Jason hanya memberiku isyarat untuk diam dan segera mencoba gaun itu. Setengah hati, aku menurutinya."Pas sekali.." ia berdecak kagum ketika melihatku mengenakan gaun itu."Saya ambil yang itu ya.." ia lalu berkata kepada pramuniaga yang berdiri di sampingnya. Jason memaksa membelikanku gaun itu. Sebagai tanda terima kasihnya karena aku telah menemainya berbelanja sore itu.  Alasan yang aneh menurutku.. Kami lalu makan malam di salah satu restoran dan

(6)

pernah aku lupakan.."Kapan kamu balik ke Sydney?" tanyaku membuka percakapan kami.

"Kenapa? Udah bosen nemenin aku ya?" "Eh.. bukan begitu lah.. Cuma mau tau aja.." Jason menyenderkan tubuhnya ke kursi dan menghela napasnya. "Sekitar satu atau dua minggu lagi..". "Oh.." hanya itu yang keluar dari mulutku.Ia lalu memajukan tubuhnya, mendekatkan dirinya. "Kalau aku pergi, kamu kesepian?" ia tersenyum nakal.Aku sungguh tidak bisa menjawab apa-apa. Bibirku seperti terkunci dan aku hanya bisa menunduk. Aku juga tidak mengerti mengapa aku jadi seperti

itu. Sungguh memalukan..

PART 7

"Ca, kamu suka cowok kayak apa sih?" tanyanya mengalihkan topik, namun pertanyaannya masih membuat jantungku berdetak kencang. "Aku? Uhmm.. Aku suka.." aku berpikir sebentar. "Aku suka cowok yang mau menantiku selama seribu tahun lamanya.." jawabku akhirnya dengan mantap. Ia menatapku heran. "Aku tidak pernah dengar jawaban seperti itu sebelumnya.." "Memangnya sudah berapa orang yang kamu tanya seperti itu?"tanyaku memberanikan diri. Ia tertawa ringan. Ia tidak menjawab apa-apa."Kalau kamu? Kamu suka yang seperti apa?" tanyaku balik. "Aku?" ia diam sebentar. "Aku suka cewek yang bisa membuatku jatuh cinta padanya.." sambungnya. "Jawabanmu lebih aneh lagi.." aku tertawa kecil,

merasa agak sedikit lepas dari kegugupanku. Jason mengangkat bahunya cuek. "Ca, kamu lebih cantik kalau kamu panjangin rambutmu.." ucapnya tiba-tiba. Kini aku yang terdiam."Kenapa kamu belum punya pacar?" tanyanya kemudian. "Aku yakin banyak cowok ngantri untuk jadi pacarmu.." "Aku belum menemukan yang pas.."  jawabku diplomatis. "Pernah jatuh cinta?" tanyanya lagi, menyudutkanku. "Rahasia.."  jawabku malu-malu, mengaduk-aduk minuman yang baru diantar. Walaupun

kepalaku tertunduk, aku tahu ia sedang menatapku. Sejujurnya, saat itu aku sadar  bahwa aku sudah mulai jatuh cinta kepadanya.. Jatuh cinta untuk pertama

kalinya..Sesampainya di depan rumahku, aku sudah hendak membuka pintu mobil sewaktu ia menarik tanganku, mencegahku untuk keluar."Ada apa?" tanyaku antara bingung dan juga malu karena aku juga menikmati sentuhan tangannya. Ia

menatapku sesaat.. beberapa detik yang terasa begitu lama untukku. "Nggak pa-pa.. Maaf.." ia melepaskan tanganku pelan. "Good night, sweet dream.." senyumnya.  Aneh.. aku agak sedikit kecewa saat itu. Aku hanya bisa membalas senyumannya

(7)

rumahku. "Jas, itu bukannya mobil papamu?" tanyaku agak sedikit terkejut. Jason menatap ke arah yang kutunjuk dan ternyata ia juga sama herannya dengan

aku.'Kamu turun aja dulu.."akhirnya kuberanikan diriku. Jason hanya mengangguk-angguk dan mematikan mesin mobilnya.

PART 8

Waktu kami masuk, ternyata orang tua Jason memang sedang bertamu ke rumahku.Aku langsung duduk di sebelah papa sementara Jason duduk sendiri terpisah."Abis ke mana aja kalian?" tanya mama lembut. "Tadi Bianca nemenin Jason belanja doank kok ma.." jawabku sambil mencuri pandang ke arah Jason. Ternyata ia sedang menatapku juga. Buru-buru aku mengalihkan pandanganku. "Papa mama kok bisa kebetulan di sini juga?" kudengar Jason angkat bicara."Kami memang mau ngomong sama kalian berdua.." jawab ayahnya dengan suara agak berat. Jarang sekali aku mendengarnya berbicara. Kulihat ia melirik ke arah istrinya, seolah meminta istri melanjutkan kata-katanya."Begini Jason.. kami lihat kalian berdua sangat cocok sekali.." Jantungku berdegup menunggu kata-katanya selanjutnya. Lagi-lagi aku tundukkan wajahku."Jadi kami berpikir mungkin akan sangat baik kalau kalian dijodohkan..Setidaknya bertunangan dulu sebelum kamu kembali ke Sydney.. Mama dan papa sudah kenal dekat dengan orang tua Bianca. Kamu juga sudah cukup umur untuk memulai hubungan yang serius.." Aku merasa ini seperti mimpi, atau seperti kisah dalam novel.. Aku baru saja jatuh cinta, untuk yang pertama kalinya.. dan langsung dijodohkan.. Segalanya yang kudengar seperti tidak nyata. Sekuat tenaga kutahan diriku untuk tidak bersorak kegirangan. Lalu aku memberanikan diri menatap ke arah Jason. Tidak seperti yang kuduga, kulihat raut wajahnya berubah. Tidak ada tanda-tanda kebahagiaan di sana.. Wajah itu menjadi keras dan angkuh, tepat seperti waktu aku pertama kali melihatnya. Hatiku seperti ditusuk melihat reaksinya.. Jason lalu berdiri dari duduknya. "Aku minta waktu untuk berpikir.."

ia pun beranjak pergi begitu saja. Menoleh ke arahku pun tidak. Duniaku serasa gelap saat itu. Aku tidak mau tahu apa yang t erjadi. Yang kuingat, aku berlari ke kemarku dan mengunci diriku di sana. Semalaman itu aku menangis sendiri.. Ternyata Jason sama dengan yang lainnya..

(8)

Sudah tiga hari Jason tidak menghubungiku semenjak kejadian itu.Aku juga tidak pernah mencoba menghubunginya ataupun menanyakan tentangnya kepada orang tuaku. Mereka sendiri tampaknya juga kecewa dengan sikap Jason malam itu. Sejujurnya, aku sudah merasa malu dan putus asa.. Aku berpikir ia mempunyai perasaan yang sama.. Kalau tidak, mengapa ia begitu baik padaku? Mengapa ia selalu memberi perhatian lebih padaku? Ah.. pertanyaan yang tidak ada ujungnya.. Lebih baik kupendam semuanya sendiri, bersama dengan air mata yang hampir  kering ini..

Part 10

Aku hampir tidak percaya ketika melihat nama Jason tertera di layar handphone-ku sore itu.. Ahandphone-ku ingin sekali menjawab telpon itu tapi ada sesuatu dalam dirihandphone-ku yang mencegahnya. Kebimbangan terus berkecamuk dalam hatiku sampai akhirnya telpon itu terputus. Kumaki diriku sendiri dan kusesali diriku karena tidak mengangkat telpon darinya.Kupandangi layar handphoneku terus menerus, berharap ia akan

menelponku lagi. Ternyata harapanku membuahkan hasil. Tidak lama ia menelponku lagi.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengangkatnya.

"Hallo.." ucapku pelan dan agak berhati-hati.

"Ca, pakai gaun biru yang kita beli sama-sama untuk Sabtu depan.."

"Apa??" tanyaku kebingungan, kaget dengan ucapan Jason yang tanpa basa-basi itu. Kupikir ia akan meminta maaf tentang kejadian waktu itu.

"Sabtu depan kita tunangan.." kebingunganku sirna, diganti oleh rasa terkejut dan sedikit khawatir.

"Jas.. kayaknya kita perlu bicara lagi.. Kamu harus jelasin kenapa.."

"Aku mencintaimu." potongnya cepat sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Aku terdiam sesaat. Setelah itu, hanya isakan tangisku yang terdengar.

Ia juga diam seribu bahasa. Bibir kami sama-sama terkunci saat itu.. Tidak lama ia datang ke rumahku.Sewaktu aku turun dari kamar, kulihat ia sedang duduk di ruang tamu menantiku. Aku menatapnya dari belakang. Rasanya aku bisa mendengar  detak jantungku sendiri saat itu. Pelan-pelan kuhampiri dia dan duduk di hadapannya dengan tatapan yang menghindar darinya. Di luar dugaanku, ia menghampiriku, bersujud di dekat kakiku dan meraih tanganku. "Sudikah kau bertunangan denganku, Bianca Fransesca Prananto?" ia mengecup tanganku lembut lalu menyelipkan

sebuah cincin ke dalam genggaman tanganku.Aku bisa merasakan air mataku kembali menetes dari mataku yang sembab.Tapi kini seuntai senyuman menghiasi wajahku. Ia lalu bangkit dan memelukku."Maaf.." kudengar ia berbisik pelan Suasana

(9)

sore itu begitu tenang dan damai. Aku dan Jason baru saja pulang dari mengurus beberapa keperluan untuk pesta pertunangan kami. Sebenarnya mama Jason sudah mengurus semuanya, lagipula tidak terlalu banyak yang diurus mengingat pesta ini hanya dihadiri oleh keluarga dan teman dekat saja. Namun Jason

bersikeras ingin ikut campur dalam segala persiapannya.

PART 11

Hari ini sudah hari Senin. Lima hari lagi adalah hari pertunangan kami. Terus terang, aku merasa ini semua berlangsung terlalu cepat."Kok ngelamun, Ca?" Jason menyentuh tanganku lembut sambil masih berkonsentrasi menyetir. Aku

mengalihkan pandanganku yang sedari tadi memandang ke luar jendela."Aku cuma merasa ini tidak nyata.. Semuanya terlalu cepat..Maksudku, kita baru berkenalan belum sampai dua bulan tapi kita sudah akan bertunangan lima hari lagi.." "Kita kan hanya bertunangan, belum menikah.. Pertunangan ini kan hanya sebagai tanda ikatan antara kita berdua mengingat aku harus kembali ke Sydney minggu depan.. Kita masih punya banyak waktu untuk saling mengenal..Kita tokh tidak perlu buru-buru menikah kan? Atau jangan-jangan kamu dah nggak sabar ya?" pertanyaannya membuat pipiku bersemu merah. Aku kembali mengalihkan pandanganku ke luar   jendela."Jas, kamu belum menjawab pertanyaanku dulu.." ucapku memberanikan

diri."Pertanyaan yang mana, Ca?" "Kenapa malam itu reaksimu seperti itu?" aku kembali mengungkit persoalan malam ketika ia secara tidak langsung menolak perjodohan kami. Ia selalu menghindar setiap kali aku mencoba menanyakannya. Jason menghela napasnya, seolah merasa bosan dengan pertanyaanku. "Apa itu masih penting sekarang?" "Masih.. Karena aku ingin tahu apa yang membuatmu ragu?" paksaku. "Hmm.. entah lah.. Life is complicated.." jawabannya masih penuh teka-teki. "Sudah lah.. Aku mohon, jangan bahas ini lagi.." Aku tidak mengucapkan apa-apa lagi. Tampaknya percuma saja..Lagipula memang tidak ada gunanya aku tahu, hal itu tidak akan mengubah apapun. Jadi, kukesampingkan egoku dan

membuang keingintahuan itu.. "Besok kita jemput Rosa, kamu nggak lupa kan?" Aku hanya mengangguk.

PART 12

Rosa adalah adik Jason yang juga tinggal di Sydney. Aku hanya pernah melihat fotonya di foto keluarga yang dipajang di rumah mereka. Rosa adalah satu-satunya

(10)

saudara yang dimiliki Jason. Setidaknya itu masih lebih baik dariku yang hanya sendirian. Sejujurnya, aku sangat mengharapkan memliki seorang saudara

perempuan dan aku berharap Rosa bisa menerimaku. Ketika bertemu dengan Rosa di airport, ia ternyata jauh lebih cantik dari yang di foto. Tepat seperti yang

kubayangkan, anaknya lincah dan enerjik, membuat suasana di sekitarnya selalu meriah. Sebentar saja aku sudah akrab dengan Rosa. Banyak kecocokan di antara kami walaupun dia lebih kecil sekitar empat tahun dariku. "Wahhh. kalian deg-degan nggak nih besok sudah mau tunangan?" goda Rosa saat kami makan malam bertiga. Sebenarnya Rosa ingin aku melewatkan malam tersebut hanya berduaan dengan kakaknya namun aku yang memaksanya untuk ikut. "Bukan deg-degan tapi sedih, Sa.." jawabku."Sedih?" tanya Jason kaget, membuatku dan Rosa tersenyum geli."Gimana nggak sedih? Mana ada orang yang baru tunangan dua hari langsung ditinggal?" sahut Rosa seperti bisa membaca pikiranku. "Ohh.. aku ke Sydney kan bukan buat selamanya.." "Kenapa sih kamu nggak batalin tawaran kerja di Sydney dan kerja sama papa aja?" aku agak sedikit terkejut dengan pertanyaan Rosa yang agak blak-blakan walaupun pertanyaan itu pernah juga terlintas dalam pikiranku. Jason terdiam sebentar. "Aku kan sudah pernah bilang alasannya.." "Tapi itu sebelum kamu bertemu dengan Bianca kan?" "Prinsipku tidak bisa diubah.." dari nada bicaranya tersirat Jason tidak ingin melanjutkan percakapan itu. Rosa

menghela napasnya dan menatapku. "Ca, kamu harus awasin bener-bener kakakku ini.. Hati-hati, cewek yang ngejar dia ada segudang.." candanya. "Harusnya aku yang minta tolong kamu, Sa.. Kan kamu yang bisa ngawasin dia nanti.." balasku sambil tertawa kecil.Rosa lalu melirik ke arah Jason. "I'll try my best.. We'll see.." Entah mengapa aku merasa ada yang ganjil dengan ucapan Rosa tapi aku tidak terlalu memperhatikannya. Pikiranku sendiri berkecamuk dengan pertunanganku besok. "Ca.." Jason membuyarkan lamunanku. "Mikirin besok yah?"sambungnya lembut.  Aku mengangguk. Rosa memegang tanganku dan menggenggamnya erat.

"Everything will be fine.. Relax.." Jason mengangguk setuju dengan perkataan adiknya. Lalu tiba-tiba kulihat Jason memberikan isyarat kepada seseorang, menyuruhnya untuk datang ke meja kami. Aku berpaling melihat siapa orang tersebut. Ternyata seorang pemain biola. Ia menghampiri kami dan mulai

memainkan sebuah lagu. Lagu yang sangat indah, sebuah lagu klasik yang begitu akrab ditelingaku, Moonlight Sonata.. Jason tahu aku suka memainkan lagu itu dengan piano kesayanganku..Wajahku langsung bersemu merah, benar-benar  kikuk rasanya berada dalam keadaan seperti itu. Aku mencari-cari Rosa, berupaya untuk tidak menatap Jason.. Namun tampaknya Rosa sengaja menghilang saat itu, membiarkan diriku hanya berduaan dengan Jason. Aku melihat orang-orang di

(11)

sekeliling restoran itu menatap kearahku sambil tersenyum. Aku menunduk lagi sebelum akhirnya memutuskan untuk menoleh ke arah Jason.Ia memang sedang menungguku menatapnya. Ia tersenyum simpul, sedikit terlihat menahan tawa melihat sikapku yang malu-malu itu.. Ia lalu mengulurkan tangannya, mengajakku berdansa. Aku menatapnya terkejut. Aku ingin menolak namun aku t ahu berpasang-pasang mata sedang memperhatikan kami saat itu. Akhirnya aku sambut uluran tangannya dan kami beranjak ke lantai dansa. Musik masih terus mengalun, samar-samar menutupi bunyi detak jantungku. Ia mendekap tubuhku erat, tubuh kamipun bersatu, bergerak perlahan.. terbawa suasana.. Beberapa pasangan juga mulai turun dan mulai berdansa.Aku tersenyum, merasa agak sedikit rileks. Aku menopangkan daguku di bahunya.Kudengar ia berbisik pelan, "Terima kasih.." lalu ia mencium telingaku lembut. Hanya dua kata yang singkat namun membuatku merasa begitu dihargai, begitu dipuja.. dan di atas segalanya, begitu dicintai.. Aku merenggangkan pelukanku. Kuberanikan diriku untuk menatapnya. Lalu kaki kami sama-sama

terhenti. Kami berdua berdiri mematung di tengah-tengah pasangan-pasangan lain yang sedang berdansa. Kami berdua bertatapan cukup lama saat itu. Melihat tatapan matanya yang begitu dalam dan hangat, aku yakin aku adalah gadis yang paling beruntung di dunia ini. Aku percaya, keputusanku untuk menerima pertunangan ini tak akan pernah kusesali.

PART 13

Pesta pertunangan kami berjalan dengan lancar. Sejujurnya, tidak ada yang terlalu istimewa di hari itu kecuali perasaanku. Bahagia dan terharu mungkin tidak cukup untuk mendeskripsikannya. Jason selalu berada di sampingku sepanjang acara itu. Ia senantiasa menggenggam erat tanganku atau sesekali merangkul pinggangku.Kudengar tamu-tamu memuji kami sebagai pasangan yang sempurna. Jason juga terus menerus memujiku yang terlihat agak berbeda malam itu. Sedih rasanya waktu pesta itu berakhir dan membayangkan Jason akan segera

meninggalkanku. Namun cincin yang kini terselip di jari manisku mampu membuat hatiku agak lebih cerah. Malam itu, Jason mencium bibirkuku untuk yang pertama kalinya..Ciuman yang lembut.. Tepat seperti yang aku impikan, ciuman pertama yang membuatku menangis sebaliknya dari tersenyum.. Jason memang memenuhi

(12)

Ketika Jason harus pergi dari sisiku, aku melepas kepergiannya dengan tabah.Aku tahu tangisanku tidak akan merubah keputusannya.Sebaliknya, aku tersenyum

karena aku tahu ia akan kembali ke sisiku.Mungkin perpisahan sementara ini adalah yang terbaik bagi kami berdua.Mungkin dengan begitu, cinta yang murni bisa

berkembang di antara kami. Apabila kami bisa melewati semua ini, maka tidak ada lagi yang bisa memisahkan kami nantinya."Aku nggak nyangka kamu tidak nangis.." Jason tersenyum meledekku. Ia sudah hendak check in namun ia minta waktu untuk bicara berdua saja denganku."Aku menangis di sini.." aku menunjuk hatiku.

Kurasakan suaraku bergetar saat mengucapkannya. Jason menarik tubuhku

mendekat kepadanya. Ia lalu sedikit membungkuk dan menempelkan keningnya di keningku. Matanya menatapku begitu dalam seolah ingin melihat apa yang ada di balik bola mataku."Terima kasih.. Seandainya kamu menangis, hatiku juga jadi

susah.." Ia lalu mengecup keningku. "Aku pasti kembali lagi.. Jaga cinta kita.."Dan ia memelukku begitu erat. Kugigit bibirku kuat-kuat untuk menahan air mata yang sudah di pelupuk mataku."Sudah.. ayo check in sana.. Rosa udah nungguin.. Nanti langsung telpon aku yah.." kulepas pelukannya dan kucoba mengucapkan kata perpisahan dengan nada ceria..Ia tersenyum dan mengangguk pasti. Ia lalu berjalan ke arah Rosa dan mereka berdua melambaikan tangan padaku. Ketika mereka berdua berlalu dari pandanganku, air mataku tumpah..

PART 14

Aku dan Rosa juga masih terus berhubungan. Sadar atau tidak, kami sudah jadi sahabat baik. Anehnya, kami tidak terlalu banyak membicarakan Jason. Baik aku maupun dia sama-sama tidak pernah menyinggungnya. Aku merasa agak sungkan, lagipula aku tidak mau Jason berpikir bahwa aku kurang mempercayainya. Kuliahku berjalan dengan lancar. Aku tidak terlalu merasa tertekan. Entah mengapa,

keberadaan Jason menambah kepercayaan diriku. Aku jadi tidak terlalu minder dan berprasangka buruk terhadap orang-orang di sekitarku. Sungguh, aku banyak

berubah. Aku lebih berani mencekati orang dan ternyata, tidak semuanya

berpandangan negatif tentangku.. Kupikir,dulu aku hidup dalam ketakutanku sendiri..  Aku yang tidak bisa menerima diriku,bukan mereka.. Kini di kampus aku punya

cukup banyak teman. Aku sangat menyayangkan karena diriku berubah di saat-saat terakhir kuliahku. Aku jadi tidak pernah benar-benar menikmati masa kuliah. Kadang-kadang Jason kesal karena semenjak diriku mulai lebih terbuka, sudah ada

beberapa teman laki-lakiku yang mencoba mendekatiku. Kalau sudah begitu, katanya aku lebih baik jadi pendiam dan tertutup seperti dulu. Namun aku tahu ia

(13)

tidak pernah serius dengan ucapannya.. Jason juga cukup puas dengan

pekerjaanya. Ia sudah beberapa kali dapat pujian dari atasannya dan menurutnya, sebentar lagi ia bisa naik jabatan. Kalau sudah mendengarnya bercerita begitu seru, aku jadi takut sendiri kalau-kalau ia tidak akan kembali. Di sisi lain, aku bangga karena tunanganku bukan laki-laki yang hanya bisa mengandalkan orang tua. Seperti yang sudah dibilang Rosa dulu, banyak sekali gadis yang ngantri untuk mendapatkan Jason. Bukannya cemburu, aku malah jadi geli sendiri mendengar  cerita-cerita lucu tentang gadis-gadis itu. Mulai dari yang mengiriminya foto sampai yang mengirimkannya lagu lewat radio tiap weekend. Hubungan kami berjalan begitu lancar.. begitu sempurna.. Hingga tidak terasa aku sudah menyelesaikan kuliahku.

PART 15

Semenjak kuliahku selesai, aku tidak melakukan banyak hal selain membantu papa sedikit-sedikit di perusahaannya. Sebenarnya Jason akan pulang saat

wisudaku nanti, ia sudah berjanji.. namun aku sudah t idak sabar ingin bertemu

dengannya karena wisudaku masih dua bulan lagi. Saat kau merindukan seseorang, dua bulan bisa jadi seperti penantian tanpa batas. Maka kuberanikan diriku untuk meminta ijin ke Sydney. "Sudah tidak sabar mau ketemu calon suami yah?" ledek papa waktu aku mengutarakan niatku. "Ah papa.. kayak nggak pernah pacaran aja.." ucapku manja. "Papa nggak ada alasan melarangmu. Kamu pesan saja t iketnya.." "Beneran pa?" ucapku girang. "Kalau perlu pesan saja untuk dua bulan jadi kamu balik ke Jakarta-nya sama-sama dia." tambah mama lagi. "Aduh, mama memang mama paling baik sedunia.." aku memeluk mama erat-erat. "Oh ya, aku mau bkin surprise loh buat Jason dan Rosa jadi mama papa jangan sampe keceplosan yah.." tambahku lagi. Papa dan mama hanya tertawa melihat sikapku yang kekanak-kanakan itu..Kupandangi refleksi wajahku di cermin. Aku tersenyum puas melihat penampilanku. Kusisir rambutku yang sudah tumbuh panjang sekarang. Aku teringat Jason pernah bilang bahwa aku lebih cantik bila rambutku panjang. Mungkin itulah alasannya mengapa aku tidak pernah memotong rambutku semenjak aku

mendengar kata-katanya itu. Aku tersenyum membayangkan dirinya melihatku sekarang. Aku tersenyum membayangkan perjumpaan kami sebentar lagi, melihat ekspresi terkejut di wajah tampannya.. Kubayangkan juga hari-hari yang akan aku lewati dengannya, menyusuri tempat-tempat indah yang selama ini selalu ia

ceritakan padaku.. Kurapihkan diriku lagi sebelum keluar dari kamar kecil itu.

(14)

Kulangkahkan kakiku dengan mantap. "Sydney, say hi to me.." pekikku girang dalam hati. Aku memandang bangunan tinggi yang menjulang dihadapanku. Taksi yang mengantarku sudah berlalu dari tadi. Kulihat lagi kertas bertuliskan alamat apartment Jason dan Rosa.Memang benar ini yang aku cari. Ketika aku sudah hendak menekan interkom apartment mereka, kulihat sepasang suami istri berjalan keluar dari pintu utama. Lalu ide iseng muncul di benakku. Sebelum pintu itu t ertutup, aku buru-buru menyelinap masuk.. "Kalau aku langsung muncul di depan pintunya tentu lebih mengejutkan lagi.." pikirku nakal. Kutekan tombol lift yang sesaat

kemudian mengantarku ke lantai teratas dari bangunan tersebut. Sewaktu aku mengetuk pintu itu, aku merasa jantungku yang justru terketuk.Lama tak terdengar   jawaban. "Mungkin mereka masih tidur.." aku melirik jam tanganku yang

menunjukkan jam sembilan pagi lewat sedikit. Hari ini hari minggu jadi wajar saja kalau mereka bangun agak siang. Kucoba lagi mengetuk pintu itu, agak lebih keras kali ini.. Tak lama,Rosa membuka pintu itu, masih dengan pakaian tidur dan rambut yang agak berantakan. Matanya terbelalak ketika melihatku

PART 17

"Bianca!!" teriaknya tertahan. Aku tersenyum dan langsung memeluknya.Lalu kulihat Jason muncul, hanya mengenakan celana boxer pendek.Aku tersenyum dan hampir memanggilnya ketika aku sadar ia sedang merangkul seorang perempuan yang tidak pernah aku kenal. Perempuan itu juga hanya mengenakan pakaian tidur  seadanya. Jason masih mengucek-ucek matanya. "Siapa Sa? Kok bisa masuk sini?"tanyanya pada Rosa. Sementara yang ditanya tidak berani menoleh ke belakang.

Tersentak, kulepaskan pelukanku. Jason juga rupanya segera menyadari

kehadiranku di situ dan buru-buru melepaskan rangkulannya. Terlambat..aku sudah melihatnya.. Belum sempat seseorang mengucapkan sepatah kata pun, aku

langsung berbalik dan berlari pergi, menekan-nekan tombol lift dengan tidak sabar. "Bianca! Tunggu!" kudengar Jason berlari dan mengejarku. Ia lalu mencengkeram lenganku keras, membuatku tak mampu berontak. Aku berbalik menatapnya namun pandanganku kabur, tertutup oleh air mata yang sudah siap mengalir. Ia tidak

mengucapkan apa-apa. Ia menarikku ke pelukannya dengan paksa. Aku hanya bisa menangis seraya sesekali memukul bahunya yang bidang itu.Perempuan itu

beranjak mendekati kami. Ia berdiri di belakangku, tepat berhadapan dengan Jason."Ini pacarmu?" tanyanya sinis."Bukan." Jason menjawab mantap."Ia

(15)

tunanganku.." Sambungnya seraya mempererat pelukannya seolah ingin

melindungiku. Tangisku makin menjadi mendengar jawaban Jason itu. Perempuan itu mendegus marah. "Kalau begitu, kau dalam masalah besar sekarang.. Bagus, kau rasakanlah akibat dari perbuatanmu sendiri!"bentaknya setengah berteriak.Lalu aku mendengar suara tamparan. Aku menolehkan wajahku dan melihat Jason

sedang memegang sebelah pipinya. "Tamparan itu untukku. Dan ini untuk

tunanganmu." Ia lalu menampar Jason lagi. Kulihat mata perempuan itu menyala oleh api amarah namun aku tahu ia juga tengah menahan air mata yang sudah mulai membahasi matanya. Aku tahu, ia sama sedihnya denganku. Hanya saja, ia sedikit lebih kuat dariku..Perempuan itu lalu mengalihkan pandangannya kepadaku. "Kurasa kau pun tahu, jahanam ini tidak pantas untukmu.." ucapnya sebelum berlalu. Kulihat ia masuk ke dalam lift yang sudah terbuka sambil menenteng pakaian dan tasnya. Ia sama sekali tidak menoleh lagi ke arah kami..

PART 18

Mataku menerawang kosong. Aku sudah lelah menangis. Rosa sedari tadi merangkulku. Jason juga hanya duduk memandangku. Belum ada di antara kami yang bicara semenjak Rosa mengajakku masuk ke apartment mereka untuk menenangkan diriku. Mereka berdua seolah menungguku untuk bicara terlebih dahulu. Aku bangkit dari dudukku. "Aku mau pulang." Ucapku mantap. Sebelum ada di antara mereka yang mencegahku, aku menoleh ke arah Rosa, "Kamu mau antar  aku ke airport kan?" Rosa menoleh ke arahku dan kakaknya bergantian. "Kalau kamu tidak mau, aku bisa pergi sendiri." Ucapku akhirnya sambil mengangkat

barang-barangku."Tunggu." Kudengar akhirnya Jason bersuara. Entah mengapa, air  mata ini ingin mengalir lagi ketika mendengar suaranya. Aku t idak menoleh. Ia

berjalan menghampiriku dan menyentuh tanganku lembut. "Jangan pergi dulu. Kita harus bicara."Aku menoleh, menatapnya tajam dan kusentakkan lenganku. "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Jason."Akupun membuka pintu apartment itu dan melangkah pergi. Rosa buru-buru mengambil kunci mobilnya. "Ca, aku antar kamu.." ia membantuku membawa tasku dan berjalan bersamaku, meninggalkan Jason sendirian.Ketika pintu lift itu terbuka, kudengar Jason memanggilku sekali lagi.Aku masih tetap tidak menoleh. Aku tetap melangkah masuk ke dalam lift itu."Bianca, aku akan menunggumu.. walaupun harus seribu tahun.."kudengar suaranya bergetar  saat mengucapkannya.Aku tak menjawab. Pintu lift itu tertutup dan barulah aku mulai menangis lagi.. Rosa terus memelukku.. Hening.. itulah yang aku butuhkan..

(16)

PART 19

"Ca, maafkan aku.." ucap Rosa sesaat sebelum aku hendak masuk ke bagian imigrasi.Aku tersenyum kecil. "Aku mengerti Sa.. Kamu ada dalam posisi yang sulit." "Ca.. kamu masih sahabatku kan?" ia meraih tanganku dan menggengamnya erat.  Aku mengangguk. "Tentu Sa.. tapi beri aku waktu dulu ya.. Aku ingin melupakan

semua ini.." Rosa mengangguk dan memelukku sebelum akhirnya kami berpisah. Kupandangi awan-awan putih yang menutupi bumi dari balik jendela pesawat. Percakapanku di mobil dengan Rosa tadi masih terngiang jelas di benakku."Sudah berapa lama, Sa?" tanyaku getir. Rosa diam sebentar, seolah bimbang haruskah ia berkata jujur atau haruskah ia membela kakaknya.

"Kita sahabat, kan?" desakku.

"Paling hanya dua minggu, Ca.. Kakakku tidak pernah serius dengan mereka.."  jawab Rosa akhirnya.

"Mereka?" aku tersentak kaget.

Rosa jadi gelagapan. "Maksudku.. bukan begitu.." ia lalu memukul setirnya kesal. "Baiklah, aku katakan sejujurnya Ca.. Aku pikir kamu berhak tahu semuanya." Rosa berhenti sesaat, menunggu reaksiku. Aku diam, membiarkannya melanjutkan

kalimatnya.

"Seumur hidupnya, selain dirimu, ia hanya pernah mencintai satu perempuan lagi. Namanya Sarah. Mereka sudah berpacaran cukup lama ketika kakakku tahu kalau Sarah ternyata sudah hampir menikah dengan orang lain. Kakakku hanya

dijadikan pacar gelapnya. Kakakku pun tidak tahu apakah Sarah pernah benar-benar  mencintainya seperti ia pernah mencintai perempuan itu. Sarah meninggalkannya begitu saja. Ia hampir jadi gila saat itu. Semenjak itu ia berubah." Rosa berhenti sesaat. "Ia terus mempermainkan perempuan. Ia memacari mereka, meniduri mereka lalu meninggalkan mereka begitu saja.Ia ingin menyakiti selayaknya ia

pernah disakiti. Baginya cinta sejati itu sudah tidak ada.." Aku tertegun. Ternyata ada begitu banyak tentang Jason yang tidak pernah aku tahu. Apakah karena aku terlalu takut kehilangan dirinya sehingga aku tidak pernah bertanya tentang masa lalunya..  Apakah ini salahku semata? "Ia berubah sewaktu ia berkenalan denganmu. Ia

benar-benar jatuh cinta lagi.. Tapi ia takut.. Ia pernah berjanji untuk tidak jatuh cinta lagi.. lagipula perkenalan kalian terlalu cepat.."Jadi itu sebabnya ia sempat menolak pertunangan kami.. Itulah juga sebabnya ia pernah mengatakan padaku, "Aku suka cewek yang bisa membuatku jatuh cinta..". Aku yang telah membuatnya jatuh cinta, sesuatu yang ia benci.."Kalau ia memang mencintaiku, kenapa ia melakukan ini padaku?" tanyaku pilu. Rosa menghela napasnya. "Kamu tahu kenapa ia bersikeras

(17)

ingin tetap ke Sydney? Karena ia tahu ia belum siap dengan komitmen.. karena ia takut ia berharap terlalu banyak darimu.. T erlalu banyak pertimbangan yang

membuatnya memilih untuk berpisah sementara darimu.. Ia telah mencoba sebisa mungkin untuk setia padamu namun..." Rosa terdiam sesaat. "Ia masih tidak bisa lepas dari bayang-bayang Sarah. Terutama belum lama ini seorang teman lama kembali menguhubungi dia.. Mengungkit Sarah lagi.. dan ternyata Sarah mengetahui pertunangannya denganmu.. Aku tidak begitu tahu apa yang mereka bicarakan tapi yang pasti emosi Jason langsung jadi labil.. Ia kembali seperti dulu.." "Kalau ia merasa belum pasti dan belum bisa melepas kehidupan lamanya, kenapa ia tetap mau bertunangan denganku?" potongku. Rosa membalas tatapan mataku. "karena di sisi lain, ia tidak mau kehilanganmu.. karena jauh di lubuk hatinya, ia masih percaya kalau Tuhan memberikanmu untuknya.. Itulah sebabnya ia terus berupaya terlihat seperti Jason yang kamu dulu kenal sekalip.. " "Tidak usah diteruskan.." Aku membuang mukaku, menggigit bibirku sendiri.. Mengapa aku merasa ini semua tidak begitu adil bagiku.. Aku tak ingin mendengar apa-apa lagi.. Rosa meremas tanganku lembut. "Beri Jason waktu.. Hanya itu yang ia butuhkan.. Aku tahu, ia memilihmu lebih daripada Sarah walau ia sendiri tidak menyadarinya.." Aku terus diam seribu bahasa. Bagiku semuanya sudah jelas. Terlalu jelas sehingga hati ini begitu sakit rasanya..

PART 20

Orang tuaku begitu marah dan kecewa ketika aku ceritakan semuanya. Mereka langsung menghubungi orang tua Jason dan membatalkan pertunangan kami.Orang tua Jason tidak banyak berkomentar selain meminta maaf kepada orang tuaku dan aku. Jason pernah mencoba menghubungiku semenjak kejadian itu. Setelah dua kali telponnya tidak aku angkat, ia hanya sekali mengirimku e-mail yang tidak pernah aku balas.

Dear Bianca,

Ca, aku sudah mencoba menelponmu tapi tampaknya kamu menghindari aku..Jadi aku rasa tidak ada gunanya terus mencoba. Aku lalu terpikir untuk mengirim e-mail ini.. Sekalipun kamu tidak akan membalasnya, setidaknya kamu membacanya dan itu sudah cukup bagiku. Aku tahu kata maaf tidak akan berarti banyak setelah apa yang terjadi. Aku juga tahu, aku sudah tidak pantas

(18)

sini.. Aku sangat menyesal atas semuanya..Aku rasa Rosa sudah menceritakan semuanya kepadamu.. namun biarlah aku menceritakannya lagi supaya kau tahu siapa diriku yang sebenarnya. Sarah. Dia cinta pertamaku. Kami berkenalan sewaktu aku baru masuk kuliah. Waktu itu aku adalah laki-laki yang naif, yang percaya akan cerita-cerita cinta yang selalu berakhir bahagia. Aku merasa kisahku dengan Sarah akan berlangsung tanpa akhir. Namun aku salah, sangat salah. T ernyata Sarah sudah punya tunangan di Jakarta dan mereka akan segera menikah. Waktu aku menanyakan kebenarannya, ia meninggalkanku begitu saja. Aku terus menerus mencoba menghubunginya namun ia tak pernah peduli padaku. Cintaku

terbuang begitu saja, harapanku kandas.. Aku tidak percaya lagi akan adanya cinta. Selanjutnya, aku mengisi hari-hariku dengan perempuan-perempuan yang datang silih berganti. Aku tak pernah mencintai mereka, aku hanya menjadikan mereka objek kesenanganku saja.. Sama seperti Sarah pernah memperlakukanku. Ketika bertemu denganmu, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda di dirimu. Kamu begitu polos, begitu naif, seperti aku dulu. Melihatmu mengingatkanku akan diriku yang dulu. Membuatku mengingat indahnya cinta yang pernah aku nikmati dengan Sarah. Dan seperti yang bisa kau tebak, aku jatuh cinta padamu. Namun bukannya bahagia, aku malah takut. Aku takut terluka lagi..Aku ingin pergi meninggalkanmu tapi aku juga ingin memilikimu. Aku tak bisa memilih di antara keduanya. Jadi itulah yang aku lakukan, aku pergi setelah berhasil menjadikanmu tunanganku. Setelah kembali ke Sydney, aku mencoba untuk kembali menjadi seperti aku yang dulu. Mencintaimu seperti aku pernah mencintai Sarah. Setia tanpa syarat kepadamu.. Namun aku tidak bisa, Ca.. Entah kenapa halnya begitu sulit bagiku. Aku terus mencintaimu walau pada saat yang bersamaan aku juga tidak bisa merubah diriku untuk menjadi pria yang pantas untukmu..Kuteruskan permainanku dengan harapan akan tiba saatnya di mana kita menikah dan barulah aku bisa meninggalkan semua itu, Lalu kau muncul tiba-tiba di depanku. Semua kebohonganku terbongkar dalam hitungan detik. Semua cinta dan kepercayaan yang kau pupuk sirna begitu saja. Melihatmu menangis,hati ini seperti ditusuk-tusuk. Aku tidak bisa berhenti memaki diriku sendiri. Tapi itulah kenyataannya, aku telah kehilanganmu karena kesalahanku sendiri.. Dan entah mengapa, ini lebih sakit daripada sewaktu aku kehilangan Sarah.  Aku tahu, mungkin hanya waktu yang bisa mengembalikan cinta dan kepercayaan

yang telah aku hilangkan itu. Berapa lama pun waktu itu, aku akan terus setia menunggu di sini. Kamu telah berhasil membuatku jatuh cinta lagi, dan sekarang kamu telah mengembalikan diriku seperti dulu. Jika saatnya tiba, aku harap kamu sudi memberiku satu kesempatan lagi. Dan bila saat itu tiba,kita takkan terpisahkan lagi.

(19)

Love you still, Jason

PART 21

Hanya itu satu-satunya e-mail yang ia kirimkan padaku. Ia sama sekali tidak menyebutkan tentang kejadian yang Rosa ceritakan padaku.. Ia sama sekali tidak menceritakan tentang percakapannya mengenai Sarah yang merubah dirinya, yang merubah kesetiaannya padaku.. Ia membuat kesan seolah-olah semua ini tidak ada sangkut pautnya lagi dengan Sarah.. Aku kecewa. Setelah itu ia tidak pernah

mencoba menghubungiku dengan cara apapun juga. Aku agak sedikit lega

karenanya namun aku juga jadi kecewa. Entah mengapa aku ingin ia terus menerus menghubungiku, setidaknya mengirimiku e-mail menceritakan keadaannya

sekarang. Bodoh memang, tapi itulah aku..Lain halnya dengan Rosa. Ia selalu

mengirimiku e-mail yang menceritakan tentang kehidupannya sendiri. Ia sama sekali tidak pernah menyinggung tentang Jason. Sedikitpun tidak. Terkadang aku

membalas e-mailnya walau hanya singkat dan sebatas formalitas. Aku juga tidak pernah menceritakan diriku sendiri terlalu mendetail karena aku tahu Rosa pasti menyampaikan isi e-mailku kepada Jason. Harus kuakui, aku sempat berpikir bahwa dunia ini sudah berakhir. Aku sudah tidak ingin lagi hidup. Berminggu-minggu aku mengurung diri di rumah, tenggelam dalam kesedihan dan kesepian..Aku merasa tercampakkan dan tak berguna. Walaupun Jason mengatakan ia masih mencintaiku tapi apakah itu masih ada gunanya setelah ia menyia-nyiakan kepercayaan yang aku berikan? Walaupun aku mengerti keadaannya, tapi salahkah aku apabila aku

menjadi sedikit egois dalam hal ini? Aku hanya ingin dicintai selayaknya aku mencintai.. Sejujurnya, aku juga merasa sangat cemburu dengan yang namanya Sarah. Baik dari cerita Rosa maupun e-mail Jason, Sarah terdengar begitu berarti bagi Jason. Perempuan yang berhasil mengubah kehidupan Jason begitu drastis tentulah bukan sembarang perempuan bagi Jason. Aku yakin, ia masih memiliki tempat di hati Jason, tempat yang selamanya tidak pernah tergantikan olehku. Aku merasa terkalahkan.. dan putus asa. Lalu aku tersadar. Aku tidak boleh jatuh

selamanya. Justru aku harus buktikan pada Jason bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa dirinya disisiku. Atau aku hanya sekedar ingin menguji kesungguhan cintanya?  Aku sendiri tidak mengerti.. Sebagian hatiku menginginkan dirinya,namun sebagian

(20)

yang ia lakukan padaku..Jadi aku memutuskan untuk melanjutkan sekolahku di luar  negeri.Ingin mencoba suasana baru dan memulai hidup yang baru. Aku bukannya ingin mencari cinta yang lain karena bagiku, Jason lah satu-satunya cintaku. Cintaku hidup dan mati bersamanya. Maka, berangkatlah aku ke San Fransisko dengan sejuta harapan tersimpan dalam diri ini.

PART 22

Sudah lebih dari dua tahun aku menghabiskan kehidupanku di sini. Aku tidak pernah pulang ke Jakarta, untuk liburan sekalipun. Walaupun sebenarnya sekolahku sudah selesai, berkat rekomendasi dan praktek kerjaku dulu, aku berhasil

memperoleh pekerjaan sementara di sini. Sebentar lagi batas waktunya habis dan aku harus pulang ke Jakarta, mulai membantu usaha papa. Sejujurnya, aku tidak rela melepaskan apa yang aku miliki di sini. Aku menikmati pekerjaan dan pergaulan yang aku miliki di sini. Budaya orang-orang di sini membuatku merasa lebih bebas dan tidak tertekan. Bagaimana Jason sekarang? Apakah ia masih bekerja di Sydney atau apakah ia sudah pulang dan membantu usaha papanya di Jakarta? Ah.. ingin rasanya aku bertanya tentang Jason kepada Rosa namun ego ini terlalu besar.Aku perhatikan lagi detail di undangan Rosa. Pernikahannya masih tiga bulan lagi.

Pestanya akan diselenggarakan di Jakarta. Hmm.. itu berarti aku harus pulang agar  dapat hadir di pesta itu. Tiba-tiba aku tersentak. Bukankah itu berarti aku akan

bertemu dengan Jason? Jantungku berdebar-debar sendiri. Bodohnya diriku.. Tak lama kudengar ada yang membuka pintu depan. Kuintip sedikit siapa yang datang, ternyata Stanley. Ia muncul dengan mendekap bungkusan besar penuh

belanjaan."Kok nggak tiduran? Ngapain bengong di ruang tamu?" tanya Stanley sambil terus berjalan ke arah dapur. "Pusingnya udah mendingan?"sambungnya lagi sambil membereskan belanjaannya.Aku berjalan malas-malasan dan duduk di dapur  kering seraya menatapnya yang masih sibuk sendiri dengan barang-barangnya.

"Udah lumayan lah.." jawabku sambil menguap. "Kalau udah mendingan, sini bantuin aku masak.."

"Nggak jadi Stan.. pusingnya kumat lagi ngeliat kamu.." jawabku sambil ngeloyor  pergi ke kamar.

Aku hanya tersenyum mendengar Stanley ngomel-ngomel sendiri.

Stanley.Sahabat baikku. Kami berkenalan dalam suatu acara yang diadakan oleh komite anak-anak indonesia di kampus. Waktu itu ia juga sedang melanjutkan masternya, namun jurusannya berbeda dariku. Rupanya rumah kami di Jakarta berdekatan, dan dari situ pembicaraan kami mulai berlanjut. Aku merasa cocok

(21)

sekali bergaul dengan Stanley. Aku tidak pernah merasa risih untuk menceritakan apapun padanya walaupun ia laki-laki. Mungkin karena gayanya yang seperti perempuan membuatku tidak pernah menganggapnya sebagai seorang laki-laki. Walaupun begitu, aku yakin ia juga bukan seorang gay karena ia pernah

menceritakan kisah cintanya dulu padaku. Hanya kepada Stanley aku bisa leluasa menceritakan masa laluku dengan Jason, sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh teman-temanku di sini.Hanya dengan dia aku bebas melakukan apa yang aku mau. Marah.. menangis.. berteriak..semuanya..

PART 23

Setiap aku sakit, Stanley-lah yang menjagaku. Seperti yang ia lakukan sore ini. Ia tahu aku agak tidak enak badan sehingga harus pulang lebih cepat dari kantor. Ia langsung berbelanja bahan-bahan untuk memasakkanku makanan, sesuatu yang sangat sering ia lakukan. Stanley bukan hanya sahabatku, ia juga adalah saudaraku.  Aku sering memanggilnya, 'my sister' karena ia lebih cerewet dari mamaku

sekalipun. Kalau sudah begitu ia pasti pura-pura marah dan mulai bersikap sok seperti gentleman. Tapi itu tidak pernah bertahan lama."Biancaaaaaa.." Kudengar ia berteriak memanggil namaku. Kulihat jam weker di samping tempat tidurku. Sudah 30 menit berlalu, ia pasti sudah selesai masak. Stanley adalah koki tercepat dan terhebat yang pernah aku kenal. Tidak ada yang bisa menyaingi masakannya. Waktu aku keluar dari kamar, kulihat ia sedang menata piring di meja makan. Aku segera menghampiri dan membantunya."Ini ravioli dengan cheese cream-nya tuan putri.." ucapnya sambil menghidangkan makanan kesukaanku itu.Seperti biasa, Stanley tidak langsung makan. Ia selalu menyalakan musik. Katanya, kalau sambil

mendengarkan musik yang romantis, makan apapun akan jadi enak. Malam ini ia memasang lagu First Love-nya Nikka Costa."Stan, malem ini kamu nggak jemput kakakmu?" tanyaku sewaktu ia sudah duduk bersama-samaku di meja makan."Tadi dia juga pulang cepet soalnya mesti jemput temennya yang baru datang dari

Jakarta." "Oh ya? Kenalin donkkk. cewek atau cowok?" "Eh.. ganjennya kumat nih anak. Yang ini cewek, pokoknya jatahku.." balas Stanley tak mau kalah. "Ambil gih.. Dianya juga belum tentu mau sama kamu.." aku mencibirkan bibirku. "Udah.. serius nih.. Weekend ini kita disuruh temenin dia jalan-jalan soalnya kakakku ada tugas di luar kota." "Oke, aku juga free kok.." jawabku senang. "Ngomong-ngomong, siapa namanya? Tau nggak?" "Sarah." Jawaban Stanley langsung membuat suasana hatiku kacau. Sarah.. Mungkinkah Sarah yang itu? Aku melirik Stanley. Ia tampak

(22)

biasa saja, sibuk mengunyah makanan di mulutnya yang penuh itu sambil sesekali bersenandung.

PART 24

Weekend yang aku tunggu-tunggu pun tiba. Aku t idak sabar ingin bertemu dengan yang namanya Sarah. Aku ingin tahu apakah ia adalah Sarah yang selama ini membakar kecemburuan dalam diriku. Sarah yang selama ini membuatku ingin melupakan Jason selamanya. Ia muncul di hadapanku. Tepat seperti yang aku bayangkan, ia begitu cantik.. Jika ia adalah Sarah yang selama ini aku ingin temui, maka tidak salah Jason begitu tergila-gila padanya. Tubuhnya begitu sempurna, membuatku merasa minder seketika itu juga. Semua gerak-geriknya begitu sopan dan feminin, mencerminkan wanita yang sesungguhnya..Jika aku bukan wanita, mungkin aku juga akan jatuh cinta padanya.. Ketika Stanley meninggalkan kami berdua saja, kuberanikan diri untuk memancing-mancingnya menceritakan masa lalunya. "Kamu berapa lama rencananya di sini?" tanyaku membuka

percakapan."Sampai semua tempat sudah aku kunjungi.." jawabnya sambil menyibakkan rambut panjangnya yang berwarna kecoklatan ke belakang dan tersenyum manis padaku."Kalau kamu? Apa sudah pasti menetap di sini?" Aku menggelengkan kepalaku. "Rasanya aku harus kembali ke Jakarta." "Oh.. udah ada yang nungguin di sana yah?" senyumnya nakal.Kebetulan.. pikirku. "Wah.. nggak ada lah.. Emangnya kamu ada yah?" Air wajahnya berubah sedikit, terlihat agak sedih. "Tidak ada yang menungguku.." jawabnya.. misterius.. Aku terdiam, otakku berputar keras, mencari pertanyaan lain yang bisa aku ajukan padanya."Kenapa kamu ama Stanley nggak pacaran aja? Kalian keliatannya cocok sekali.." ia

berbicara lagi.Aku tertawa. "Stanley dan aku sudah seperti kakak adik. Kami nggak mungkin pacaran.." "Atau apakah karna kamu masih mencintai orang lain?"

tanyanya, tidak dengan nada yang terlalu serius. Aku terhenyak. Tidak kusangka ia akan bertanya hal seperti itu pada perjumpaan pertama kami walaupun aku tahu ia tidak bersungguh-sungguh dengan pertanyaannya. Ia tersenyum. "Tidak perlu dijawab. Aku sudah tahu jawabannya.." Aku menatapnya heran. Ia tidak membalas tatapanku. "Kalau kamu?" tanyaku memberanikan diri."Aku? Semua orang pasti memiliki seseorang yang dicintai.." kini ia menatapku. Tatapan matanya begitu tajam, namun indah.. "Ohh.." jawabku kikuk. "Ngomong-ngomong, bagaimana kamu bisa kenal dengan kakaknya Stanley?" tanyaku, mencoba mengalihkan pembicaraan. Mungkin lain kali baru aku coba membahas hal ini lagi. "Kami berkenalan waktu aku sekolah di Sydney." Jantungku mulai berdetak cepat. "Oh ya, kapan kamu lulus?"

(23)

"Aku tidak pernah lulus kuliah.. Aku harus menikah." matanya menerawang. Ia lalu tertawa kecil. "Jangan pikir aku menikah karna sudah hamil duluan yah.." "Kalau begitu, kenapa kamu menikah?" "Dijodohkan.." Tidak salah lagi.. Dia pasti adalah Sarah yang mantan kekasih Jason. Belum aku sempat bertanya lagi, Stanley sudah muncul. Percakapan kami terputus..

PART 25

"Kamu yakin?" tanya Stanley sewaktu aku memberitahukannya tentang

kesimpulan yang aku dapatkan tentang Sarah. "Ya abisnya kan aneh kalau bisa ada dua kejadian mirip seperti itu.." "Tapi dari yang aku dengar, dia masih single kok.. Lihat aja, emangnya dia kelihatan kayak orang udah nikah? masih seksi begitu.." Stanley bersuit. Aku melemparkan bantalku ke kepalanya.. Kesal dengan sikapnya yang tidak serius. Ia malah membalas lemparanku dan perang bantalpun dimulai. Belum sampai lima menit.. "Nyerah.. nyerah.." ucap Stanley akhirnya dengan napas terengah-engah."Makanya.. diettt!! Kegendutan sih.." aku tertawa lepas. "Ca.."

panggil Stanley serius. "Aku akan tanyakan pada kakakku tentang Sarah." "Thank you, Stan.. You are the best!" aku memelukku sahabatku itu. Menurut Tania,

kakaknya Stanley, Sarah batal menikah dengan pria yang dijodohkan oleh orang tua mereka. Alasannya simple saja, pihak pria yang memutuskan perjodohan tersebut. Selebihnya Tania tidak pernah bertanya banyak, takut hal tersebut akan

membuatnya sedih. Sarah juga agak tertutup. Tania bahkan tidak pernah mendengar  nama Jason.Aku agak sedikit kecewa karena tidak banyak informasi yang bisa

diberikan oleh Tania. Namun aku belum menyerah.

PART 26

Malam ini house mate-ku menginap di rumah temannya jadi Stanley akan datang dan masak makan malam untukku. Ia juga akan mengundang Sarah untuk

bergabung bersama kami. Menurut Stanely, aku bisa manfaatkan kesempatan ini untuk bertanya lebih banyak tentang masa lalunya. Stanley dan Sarah datang bersama. Stanley langsung mulai memasak sementara aku diminta menemani Sarah ngobrol. Aku mengajak Sarah untuk berbincang-bincang di kamarku. "Wah,

kamarnya rapih ya.." puji Sarah. Ia lalu duduk di dekat meja belajarku. Belum aku sempat berbicara, kudengar Stanley memanggilku. Aku memutar bola mataku. 'Ada apa lagi sih..' gumamku. "Bentar yah Sar.." aku meninggalkan dia sendirian. Ketika aku kembali ke kamar, aku terkesiap melihat Sarah sedang memegang undangan

(24)

pernikahan Rosa."Kamu kenal yang pengantin pria atau pengantin wanita?" tanyanya tajam. "Aku sahabat Rosa. Kamu?" Entah mengapa, aku tidak suka

dengan sikapnya yang menurutku agak sedikit kurang sopan."Jadi kamu yang bekas tunangannya Jason.." gumamnya pelan. Aku merasa agak tersinggung ketika

mendengarkannya mengatakan kata 'bekas'."Jadi kamu yang bekas pacarnya Jason.." balasku tak mau kalah walaupun tetap kuusahakan agar nada bicaraku tetap terdengar bersahabat. Ia berdiri dan menghampiriku. "Ya, tepatnya, aku cinta pertama Jason."Aku membalas tatapannya. Aku merasa marah, terluka dan

terkalahkan.. "Kamu memang cinta pertamanya.. Namun apakah ia masih mencintaimu sekarang?" balasku."Aku rasa kamu pun tahu jawabannya." Ia

tersenyum. "Kamu dulu bisa mendapatkannya karena aku pergi dari hidupnya." "Ia tidak pantas mencintaimu setelah kamu meninggalkannya begitu saja." Aku merasa emosiku sudah naik ke ubun-ubun. "Terserah kalau kamu mau menyalahkanku. Namun satu hal yang pasti, aku masih mencintainya dan akan kubuktikan padamu, aku bisa memilikinya kembali.." ucapnya sinis.

PART 27

Suasana makan malam itu menjadi dingin. Aku tidak mengucapkan sepatah katapun. Stanley yang sibuk mengajak Sarah ngobrol dan mencoba mencairkan suasana. Tampaknya Stanley sudah bisa menduga apa yang terjadi. Sarah sendiri bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Aku tidak menyangka Jason bisa menyukai orang seperti dia.. Sungguh munafik.. Atau mungkin Jason tidak pernah mengetahui sisi lain dari perempuan ini? Setelah mengantar Sarah pulang, Stanley kembali lagi ke rumahku untuk menanyakan apa yang terjadi. "Aku nggak nyangka deh anaknya rese begitu.." ucapku setelah aku menceritakan percakapanku dengan Sarah tadi. "Jadi gimana donk? Sekarang kamu sudah tahu dengan pasti, dia adalah Sarah yang mantan pacarnya Jason.. Lalu?" Aku termenung mendengar pertanyaan Stanley. "Aku nggak tahu Stan..Aku hanya tidak rela melihatnya merebut Jason dariku.. Dia tidak pantas mendapatkan Jason lagi.." ucapku dengan mata

menerawang. Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. "Kalau begitu, buktikan padanya, Jason lebih memilih kamu.." Aku menatap Stanley lama sekali.. Sejujurnya aku agak ragu apakah Jason akan memilih diriku. Aku tahu, seberapa besar pun luka yang pernah ditinggalkan Sarah, Jason akan selalu memaafkannya. Aku pun pernah terluka karena alasan yang sama. Benarkan Jason akan memilihku? Seperti bisa membaca pikiranku, Stanley menggenggam tanganku erat. "Ambillah cinta yang

(25)

menjadi hak kamu sebelum kamu menyesal.." ia meyakinkanku. Ucapan Stanley seperti memberiku sebuah keyakinan. Aku mengangguk,"Kamu benar, Stan.. Mungkin ini sudah saatnya.." Esoknya, aku memutuskan untuk menelpon Sarah.

"Ini aku, Bianca.." ucapku dingin.

"Oh.. ada apa?" tanyanya seperti tidak pernah terjadi apa-apa antara kami. "Katamu, kamu bisa merebut Jason kembali. Aku minta kamu buktikan itu.."Ia terdiam sebentar.

"Bagaimana kalau kita ubah permainannya. Kalau kamu bisa buktikan, Jason lebih memilihmu daripada aku, aku yang akan pergi.."

"Caranya?" tanyaku.

"Simple saja. Aku tunggu kamu di pesta pernikahan Rosa.." "Apa kamu bilang? Kamu juga diundang?" tanyaku kaget. "Bukan urusanmu.." jawabnya dingin.

Kini aku yang terdiam sebentar. "Baik.. Aku harap kamu tepati ucapanmu.." Ia lalu menutup telpon itu begitu saja.

PART 28

Tidak lama setelah kejadian itu, aku dengar dari Stanley, Sarah kembali ke Jakarta. Aku sendiri tidak pernah berbicara lagi dengannya. Aku tidak pernah merasakan kebencian yang begitu dalam terhadap seseorang sebelumnya. Bukan hanya karena aku merasa ia adalah sainganku, namun juga karena sikapnya yang terlalu meremehkanku. "Ca, kamu yakin, kamu akan back for good?" tanya Stanley selagi kami makan malam bersama. Lagu Forever Love-nya Gary Barlow menemani kami."Cepat atau lambat aku tetap harus kembali kan?" aku memain-mainkan nasi dipiringku dengan tidak selera."I'll miss you.." ucapnya. Aku tertawa. "Ca.."

panggilnya lagi. "Apakah kamu dah siap bertemu dengan Jason?" Aku spontan mengangkat bahuku. "Aku agak takut Stan.. Tapi kehadiran Sarah seperti

mendorong aku untuk menerima kenyataan bahwa aku masih mencintai Jason.. Ia seperti memberi aku keberanian untuk mengambil keputusan yang tidak pernah berani aku ambil sebelumnya.." aku menatap Stanley kosong."Bagaimana kalau nanti Jason ternyata memilih Sarah?" tanya Stanley seketika. Aku agak kaget dengan pertanyaan Stanley. Aku selalu takut memikirkan kemungkinan itu."Aku doakan ia bahagia dengan Sarah.." "Lalu bagaimana denganmu?" "Entahlah.." Stanley menggenggam tanganku hangat. "Kalau itu terjadi, kamu harus ingat, aku selalu di sini, mendukungmu.." "Terima kasih Stan.." Stanley tersenyum. "Jangan

(26)

khawatir. Hal itu takkan terjadi karena Jason pasti memilihmu.." "Bagaimana kamu bisa begitu yakin?" "Karena aku tahu, Jason bukan laki-laki bodoh yang mau melepaskanmu begitu saja.." Aku tersenyum. Aku mempererat genggaman tangan kami. Saat bersama Stanley, aku menemukan apa yang disebut orang sebagai suatu ketenangan.. "Jadi Stan.. Kamu sendiri bagaimana?" "Aku? Yah begini-begini saja.."  jawabnya dengan gayanya yang lucu.."Kamu nggak cari pacar? Aku tahu kok ada

beberapa bule yang demen sama kamu.." ledekku. "Wah.. males aku ama bule, nanti kalo dah nikah pasti pada melar..Aku butuh yang kurus donk, supaya nggak berebut makanan.. Sekalian memperbaiki keturunan.. Masa dari generasi ke generasi

keluarga besar-besar semua sih??" Aku tertawa mendengar komentarnya. "Stan, kayaknya yang jadi istri kamu pasti lama-lama juga gendut soalnya dimasakin yang enak-enak terus sih.." "Ah.. tuh kamu aja makan dari tadi kaga abis-abis.. Nggak enak yah?" gaya sok ngambeknya mulai keluar."Maap deh.. Abisnya lagi nggak enak badan nih.. Tau sendiri kan?"aku mengedipkan mataku. "Nggak, nggak tahu..  Aku kan LAKI-LAKI!" lagi-lagi ia membuatku tertawa. "Aduh Stan.. aku nggak bisa

bayangin nih.. di Jakarta nanti bakalan nggak ada kamu.." ucapku serius.. "Siapa bilang?" "Hah? Kamu juga ke Jakarta?" tanyaku kaget. Ia tersenyum nakal, namun aku tahu, senyumannya itu berarti 'iya'.Aku langsung berteriak kegirangan dan memeluknya. "Eh, jangan kesenengan dulu.. Aku cuma liburan di sana.." "Nggak pa-pa.. Pokoknya kamu mesti nemenin aku pas pestanya Rosa.." paksaku."Memang itu tujuanku kok.. Aku mau kamu berbagi kebahagiaan denganku.. Pokoknya, jangan mentang-mentang dah jadian lagi ama Jason, aku ditelantarkan yah! Awas!"

ancamnya sambil sok mengacung-acungkan tinjunya. "Beres boss!" sorakku gembira..Stanley memang selalu tahu kapan aku membutuhkannya..

PART 29

Waktu kepulanganku ke Indonesia semakin mendekat. Sudah dari jauh-jauh hari aku mempersiapkan semuanya. Karena kali ini kepulanganku adalah untuk

selamanya, aku mempersiapkan semuanya dengan begitu cermat. Dengan dibantu Stanley, aku sudah siap pulang sekarang.. Ia bukan hanya membantuku secara fisik, ia juga menguatkan diriku, terus menerus meyakinkanku bahwa ini adalah keputusan yang benar..Di saat aku takut dan bimbang, pelukannya terbuka lebar 

untuk menenangkanku.. Di saat aku mulai membayangkan perpisahanku yang menyakitkan dengan Jason, tawa dan lelucuon konyolnya akan membuat semua itu sirna seketika. Di saat aku sedih karena akan berpisah darinya, senyum dan

Referensi

Dokumen terkait

Artinya ketika wisata gastronomi dilakukan dengan baik sehingga menjadikan potensi kuliner Kota Bandung tidak hanya sekedar sebagai sajian kuliner tradisional namun dapat

Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yang terdiri dari

Dengan demikian sangat dibutuhkan cara atau media yang harus diinformasikan kepada para siswa tentang teknik pembuatan presentasi yang interaktif dan lebih menarik salah satunya

7 ZAENAL ABIDIN Inovasi Baru pada Pengembangan Material Nano Komposit Multi Fungsi berbasis Nanomaterial Alam Indonesia dan Pemanfaatannya sebagai Antibakteri dan Antivirus

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari ukuran perusahaan, profitabilitas, capital intensity, leverage, dan komite audit terhadap tax avoidance pada

global yang terjadi saat ini, perusahaan harus tetap mampu menawarkan dengan baik kepada customer atas mobil-mobil Toyota dengan berbagai tipe yang ada di PT. Nasmoco itu

Melalui skripsi ini akan dicoba memecahkan permasalahan yang dihadapi Pacific paint dalam hal perencanaan dan pengendalian produksi, sehingga diharapkan skripsi ini dapat

Kerahasiaan pesan citra digital dengan kriptografi kunci asimetri El-Gamal telah dapat diimplementasikan, input bilangan prima antara 0-255, cipher image tidak dapat didekripsi