• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m2, sedangkan luas seluruh Desa yaitu 182.5 ha/m2. Jumlah kepala keluarga yaitu 2490 KK dan berjumlah 10660 orang, terdapat 568 orang yang bekerja di sektor pertanian. Luas tanaman padi, jagung, dan umbi-umbian masing-masing adalah 15 ha, 5 ha, dan 25 ha. Hasil tanaman pangan umumnya dipasarkan atau dijual ke pasar, tengkulak, pengecer, atau tidak dijual. Saat penelitian dilakukan kondisi pertanian masyarakat Desa Cihideung Ilir dalam kondisi baik dan tidak terjadi paceklik atau serangan hama.

Karakteristik Petani Responden

Metode pengambilan data dilakukan secara sengaja yaitu petani yang sedang melakukan usahatani padi, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, dan mentimun. Serta pada pembudidaya ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Petani/pembudidaya responden dipilih sebanyak 11 orang dengan masing-masing komoditas minimal terdapat 5 petani yang sedang bertani atau sedang membudidayakan ikan. Petani responden tidak hanya menanam padi atau jagung saja, tetapi juga pernah atau sedang menanam tanaman lain atau juga merangkap sebagai pembudidaya. Dari 11 petani/pembudidaya responden, terdapat 7 orang yang menanam padi, 6 orang menanam jagung, 8 orang menanam ubi jalar, 7 orang menanam ketela pohon, 7 orang menanam bengkuang, 5 orang menanam mentimun, 5 orang membudidaya ikan mas, 5 orang membudidaya ikan mujair, dan 5 orang membudidaya ikan bawal.

Umur termuda petani/pembudidaya responden adalah 28 tahun dan umur tertua adalah 56 tahun. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki. Umur petani responden yang berusia 21-30 tahun sebanyak 1 orang atau 9.09 persen. Umur petani yang berusia 31-40 tahun sebanyak 2 orang atau 18.18 persen. Data mengenai umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi umur petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

21-30 1 9.09

31-40 2 18.18

41-50 4 36.36

51-60 4 36.36

(2)

Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden masih tergolong rendah karena persentase terbesar yaitu 45.45 persen tamat SD. Petani/pembudidaya responden yang tamat SMP sebanyak 2 orang atau 18.18 persen dan petani/pembudidaya yang tamat SMA sebanyak 4 orang atau 36.36 persen. Data mengenai tingkat pendidikan responden di desa Cihideung Ilir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 5 45.45

SMP 2 18.18

SMA 4 36.36

Total 11 100

Petani responden yang memiliki luas lahan kurang dari 1000 m2 sebanyak 1 orang atau 12.50 persen dan petani yang memiliki lahan 1000-5000 m2 sebanyak 5 orang atau 62.50 persen. Luas lahan sangat menentukan efisiensi produksi dan keuntungan yang diterima petani dari komoditi pangan yang ditanam. Luas lahan yang dimiliki petani responden adalah sawah irigasi dengan status kepemilikan sendiri, sewa, ataupun bagi hasil. Data mengenai struktur luas lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas Sawah Irigasi Petani Responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Luas Sawah Irigasi (m2) Jumlah (Orang) Persentase (%)

≤1000 1 12.50

1000-5000 5 62.50

>5000 2 25.00

Total 8 100

Pembudidaya responden yang memiliki luas kolam 500-1000 m2 sebanyak 4 orang atau 80 persen dan pembudidaya yang memiliki kolam lebih dari 1000 m2 sebanyak 1 orang atau 20 persen. Luas kolam sangat menentukan efisiensi produksi dan keuntungan yang diterima pembudidaya dari ikan yang dibudidayakan. Luas kolam yang dimiliki pembudidaya responden status kepemilikannya adalah sendiri dan bagi hasil. Data mengenai struktur luas kolam petani responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Luas Kolam Pembudidaya Responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Luas Kolam (m2) Jumlah (Orang) Persentase (%)

500-1000 4 80.00

>1000 1 20.00

(3)

Karakteristik Pedagang Responden

Pedagang responden yang dipilih pada penelitian ini sebanyak 29 orang, yang terdiri dari 3 tengkulak, 5 penggilingan, 12 pedagang besar, 6 pedagang kecil, dan 3 pedagang pengecer. Dari 29 pedagang responden, terdapat 13 orang yang berdagang padi/beras, 8 orang berdagang jagung, 12 orang berdagang ubi jalar, 12 orang berdagang ketela pohon, 9 orang berdagang bengkuang, 9 orang berdagang mentimun, 13 orang berdagang ikan mas, 12 orang berdagang ikan mujair, dan 8 orang berdagang ikan bawal.

Pedagang responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang atau 89.66 persen, sedangkan pedagang responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang atau 10.34 persen. Umur termuda pedagang responden adalah 17 tahun dan tertua adalah 60 tahun. Komposisi umur pedagang responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi Umur Pedagang Responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

≤20 2 6.90 21-30 6 20.69 31-40 11 37.93 41-50 4 13.79 51-60 6 20.69 Total 29 100

Tingkat pendidikan pedagang responden sebagian besar tamat SMP. Pedagang responden yang tamat perguruan tinggi hanya 1 orang, hal tersebut dikarenakan responden sudah pensiun dari pekerjaannya dan menjalani masa pensiunnya dengan menjadi pedagang pengecer. Data mengenai tingkat pendidikan pedagang responden ditunjukkan pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Tingkat pedagang responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 8 27.59

SMP 12 41.38

SMA 8 27.59

Perguruan Tinggi 1 3.45

(4)

Beras Saluran tataniaga

Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yang terdiri dari tengkulak dan penggilingan, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Jenis padi yang ditanam oleh petani Cihideung Ilir salah satunya adalah jenis IR 64 dan merupakan jenis padi yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis IR 64. Sistem tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga, yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-penggilingan-pedagang besar-konsumen Saluran tataniaga 4 : petani-penggilingan-konsumen

Saluran tataniaga 5 : petani-pedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 6 : petani-konsumen

Saluran distribusi beras pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 4.

Saluran Tataniaga 1

Saluran tataniaga satu merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Petani menjual padi kepada tengkulak masih dalam bentuk gabah basah. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa petani yang menjual gabahnya melalui tengkulak terdapat 1 dari 7 orang petani yang diwawancarai. Alasan petani menjual gabahnya kepada tengkulak dalam bentuk gabah adalah karena petani tidak perlu menjemur atau menggiling gabahnya, karena umumnya yang dijual petani adalah gabah basah. Harga jual gabah basah dari petani ke tengkulak antara Rp 2000,- sampai Rp 2200,- per Kg gabah basah atau Rp 3333,- sampai Rp 3667,- per Kg beras. Umumnya dari 100% gabah beras yang dihasilkan adalah 60% nya (Nursalim & Yetti 2007).

(5)

G amba r 4 S al uran di s tr ib usi komodi ta s be ras

(6)

Umumnya petani yang menjual gabahnya ke tengkulak karena lokasi sawah atau rumahnya jauh dari penggilingan, sehingga jika menjual ke penggilingan diperlukan biaya tambahan berupa biaya transportasi untuk mengangkut gabah petani ke penggilingan padi.

Tengkulak kemudian menjual gabah dari peteni ke penggilingan dan masih dalam bentuk gabah basah, gabah dari tengkulak ini dijual dengan harga Rp 2200,- sampai Rp 2500,- per Kg gabah atau setara dengan Rp 3667,- sampai Rp 4167,- per Kg beras. Dari penggilingan dijual kepada pedagang besar dalam bentuk beras dengan harga Rp 5600,- sampai Rp 6500,- per Kg beras. Pedagang .besar menjual beras yang telah dibelinya dari tengkulak kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 5400,- sampai Rp 5800,- per Kg beras. Perbedaan harga jual yang lebih murah atau lebih rendah dari harga beli disebabkan karena pedang besar tidak membeli beras dari penggilingan yang diteliti namun membeli berasnya dari luar kota dengan alasan harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan jika membeli dari pengilingan di Bogor. Kemudian pedagang pengecer menjual beras kepada konsumen dengan harga Rp 7000,- per Kg.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Petani menjual padi kepada penggilingan masih dalam bentuk gabah basah. Jenis tataniaga ini dilakukan oleh 1 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Petani umumnya menjual langsung gabah basahnya pada penggilingan karena petani tidak perlu menjemur atau menambah biaya untuk penggilingan. Jika petani menggilingkan padi di penggilingan, maka petani akan dikenakan biaya 10% dari beras yang dihasilkan atau petani harus membayar Rp 6000,- /10 Kg beras yang dihasilkan. Harga jual gabah basah dari petani ke penggilingan antara Rp 2300,- sampai Rp 2500,- per Kg gabah basah atau Rp 3833,- sampai Rp 4167,- beras (setelah dikonversi dengan membagi 0.6). Sedangkan harga jual beras dari penggilingan ke pedagang besar adalah Rp 5600,- sampai Rp 6500,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 3

Saluran tataniaga tiga merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-pedagang besar-konsumen. Saluran tataniaga tiga ini hamper sama dengan saluran tataniaga dua yaitu petani menjual gabahnya ke

(7)

penggilingan, dan dari penggilingan dijual kepada pedagang besar dalam bentuk beras. Pedagang besar menjual berasnya kepada pedagang pengecer atau langsung menjualnya kepada konsumen. Menurut wawancara yang dilakukan peneliti, harga jual beras dari pedagang besar ke pedagang pengecer atau langsung kepaa konsumen tidak ada perbedaan harga, yaitu Rp 5400,- sampai Rp 5800,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 4

Saluran tataniaga empat merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran satu tingkat (one level channel) yaitu saluran yang menggunakan perantara. Dari petani ke konsumen hanya terdapat satu perantara yaitu penggilingan. Saluran tataniaga empat ini jarang terjadi, biasanya konsumen yang membeli beras langsung ke penggilingan adalah tetangga atau penduduk di Desa Cihideung Ilir yang dekat dengan penggilingan. Harga jual beras dari penggilingan ke konsumen adalah Rp 6500 – Rp 7000,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 5

Saluran tataniaga lima merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang pengecer-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran satu tingkat (one level channel) yaitu saluran yang menggunakan perantara yang biasanya dalam pasar konsumsi disebut pengecer. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 4 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Petani setelah panen tidak langsung menjual gabahnya kepada tengkulak atau penggilingan, namun menggilingkan gabahnya ke penggilingan dengan biaya 10% dari beras yang dihasilkan. Petani akan menyimpan berasnya di lumbung untuk kebutuhan sehari-hari dan jika petani merasa berasnya berlebih, maka kelebihan berasnya akan dijual. Biasanya kelebihan beras ini oleh petani akan dijual kepada pedagang pengecer atau warung yang terdapat di Desa Cihideung Ilir, yang umumnya adalah tetangga, saudara, atau istri petani itu sendiri. Petani menjual berasnya kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 6500,- per Kg dan dijual kembali oleh pedagang pengecer dengan Harga Rp 7000,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 6

Saluran tataniaga enam adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran nol tingkat (zero level channel) atau dinamakan juga saluran pesaran langsung.

(8)

Terdapat tiga cara utama dalam penjualan langsung yaitu door-to-door, mail order, dan toko milik pabrikan sendiri. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 1 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa cara penjualan yang paling banyak adalah melalui toko milik pabrikan sendiri, yaitu pada tetangga atau kerabat petani yang ingin membeli langsung dari petani dengan harga Rp 7000,- per Kg beras.

Tabel 8 menyajikan harga komoditas beras diberbagai tingkat distribusi. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah harga dari penggilingan ke pedagang besar dengan nilai coefficient of

variance sebesar 0.08, Standar deviasi Rp 472.58/Kg, dan selisih antara minimum dam maksimal sebesar Rp 900,- per Kg beras, keberagaman harga ini diduga karena perbedaan kualitas beras yang dihasilkan dari gabah yang telah digiling dan perbedaan tempat pembelian atau perbedaan tempat penggilingan. Sedangkan harga dari petani ke pedagang kecil, petani ke konsumen, dan pedagang kecil ke konsumen sama atau tidak terdapat perbedaan, dengan

coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Tidak adanya perbedaan harga di tingkat konsumen dan pedagang kecil disebabkan karena saat wawancara terjadi tidak terdapat pergolakan harga.

Tabel 8 Harga beras (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 3 3444 192.55 0.06 3333 3667

Petani Penggilingan 3 3944 192.45 0.05 3833 4167

Petani Pedagang Kecil 4 6500 0 0.00 6500 6500

Petani Konsumen 5 7000 0 0.00 7000 7000

Tengkulak Penggilingan 4 3833 235.78 0.06 3667 4167

Penggilingan Pedagang Besar 3 5967 472.58 0.08 5600 6500

Penggilingan Konsumen 2 6750 353.55 0.05 6500 7000

Pedagang Besar Pedagang pengecer 3 5667 230.94 0.04 5400 5800

Pedagang Besar Konsumen 3 5667 230.94 0.04 5400 5800

Pedagang Kecil Konsumen 4 7000 0 0.00 7000 7000

Harga Zat Gizi Beras

Harga energi beras tertinggi terdapat pada tingkat konsumen sebesar Rp 196.1,- per 100 Kal, sedangkan harga energi terendah sebesar Rp 96.5,- per 100 Kal terdapat pada tingkat tengkulak. Harga protein beras yang tertinggi sebesar Rp 83.3,- per g terdapat pada tingkat konsumen dan harga protein beras yang terendah sebesar Rp 41,- per g terdapat pada tingkat tengkulak. Harga zat gizi beras secara rinci disajikan pada Tabel 9.

(9)

Tabel 9 Harga zat gizi beras di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Harga (Rp/Kg) Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 3444 96.5 41.0 Petani Penggilingan 3944 110.5 47.0

Petani Pedagang Kecil 6500 182.1 77.4

Petani Konsumen 7000 196.1 83.3

Tengkulak Penggilingan 3833 107.4 45.6

Penggilingan Pedagang Besar 5967 167.1 71.0

Penggilingan Konsumen 6750 189.1 80.4

Pedagang Besar Pedagang Kecil 5667 158.7 67.5

Pedagang Besar Konsumen 5667 158.7 67.5

Pedagang Kecil Konsumen 7000 196.1 83.3

Jagung Manis Saluran tataniaga

Jagung yang tanam oleh petani di desa Cihideung ilir merupakan jenis jagung manis atau sweet corn. Saluran tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda.Saluran tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir, yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang

kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran distribusi jagung pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 5.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Petani jagung tidak dapat menjual hasil panennya langsung kepada konsumen karena hasil panen jagung yang terlalu banyak serta petani tidak biasa menyimpan hasil panen. Setelah petani jagung panen, umumnya langsung dijual ke tengkulak dengan harga Rp 1000,- sampai Rp 2500,- per Kg jagung. Harga ini tergantung oleh harga yang berlaku saat panen dan tergantung pada jenis jagung yang ditanam, semakin bagus jenis jagung yang ditanam, maka semakin tinggi harganya.

(10)

30 G amba r 5 S al uran di s tr ib usi komodi ta s jag un g m a ni s

(11)

Setelah itu tengkulak menjual lagi jagung tersebut kepada pedagang besar di pasar atau biasa disebut tengkulak pasar dengan harga Rp 1500,- sampai Rp 3000,- per Kg jagung. Lalu didiversikan pada pedagang kecil dengan harga Rp 2500,- per Kg.

Saat jagung berada pada pedagang besar, jagung tidak di sortir atau dipilih-pilih. Pembelian jagung masih dalam bentuk karungan dan belum dibersihkan atau masih kotor, pensortiran terjadi pada pedagang kecil. Pedagang kecil dapat menjual jagung baik yang sudah dibersihkan atau belum dibersihkan kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 4000,- sampai Rp 6500,-. Harga Rp 4000 jika tidak dibersihkan dan harga Rp 6500,- jika jagung sudah dibersihkan. Biasanya pedagang pengecer membeli jagung yang sudah dibersihkan dengan harga Rp 6500,- per Kg jagung dan menjualnya ke konsumen dengan harga Rp 7000,- per Kg Jagung.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Petani jagung menjual hasil panennya kepada tengkulak dan dijual kembali oleh tengkulak kepada pedagang besar. Pedagang besar kemudian menjualnya kepada pedagang kecil di pasar. Pada saluran tataniaga ini konsumen dapat membeli langsung jagung kepada pedagang kecil di pasar dengan harga Rp 3000- Rp 4000,- per Kg jagung. Pada pedagang kecil jagung dibersihkan dari kulit yang tidak perlu dan dijual kepada konsumen dengan harga Rp 4000,- dan bila jagung sudah dibersihkan dapat dijual dengan harga mencapai Rp 6500,- per Kg. Menurut hasil wawancara, konsumen membeli jagung manis di pasar dengan keadaan masih belum dibersihkan dengan tujuan harga yang ditawarkan relatif murah.

Berdasarkan data harga jagung pada berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling bervariasi adalah harga dari petani kepada tengkulak dengan nilai coefficient of variance sebesar 0.32, hal ini disebabkan karena perbedaan kualitas dan perbedaan tengkulak yang membeli hasil panen jagung. Sedangkan harga relatif sama terdapat pada harga pedagang besar ke pedagang kecil dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Tidak adanya perbedaan ini diduga karena pedagang besar yang menjadi responden hanya dua orang sehingga di duga terdapat pedagang besar lain yang membeli jagung dari tengkulak dengan harga yang berbeda. Berdasarkan nilai standar deviasi yang tertinggi yaitu harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer

(12)

dengan nilai Rp 1204.16/Kg, hal ini diduga karena selisih minimum dan maksimum penjualan yang tinggi yaitu Rp 2500,- per Kg. Harga jual dan harga beli jagung dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Harga komoditas jagung di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 6 1817 587.93 0.32 1000 2500

Tengkulak Pedagang Besar 5 2200 543.14 0.25 1500 3000

Pedagang Besar Pedagang Kecil 2 2500 0.00 0.00 2500 2500

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3 5300 1204.16 0.23 4000 6500

Pedagang Kecil Konsumen 2 3500 707.11 0.20 3000 4000

Pedagang pengecer Konsumen 3 6833 288.68 0.04 6500 7000

Harga Zat Gizi Jagung Manis

Harga energi tertinggi jagung manis berada pada tingkat pedagang pengecer kepada konsumen sebesar Rp 464.8,- per 100 Kal, sedangkan harga energi terendah berada di tingkat tengkulak dengan harga Rp 123.6,- per 100 Kal. Harga protein tertinggi terdapat pada tingkat pedagang pengecer kepada konsumen dengan harga Rp 134,- per g dan harga protein terendah terdapat pada tingkat tengkulak dengan harga Rp 35.6,- per g. Harga zat gizi jagung manis secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Harga zat gizi jagung (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

Harga (Rp/Kg)

Harga Zat Gizi

Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 1817 123.6 35.6

Tengkulak Pedagang Besar 2200 149.7 43.1

Pedagang Besar Pedagang Kecil 2500 170.1 49.0

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 5300 360.5 103.9

Pedagang Kecil Konsumen 3500 238.1 68.6

Pedagang pengecer Konsumen 6833 464.8 134.0

Ubi Jalar Saluran tataniaga

Ubi jalar mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan sepanjang tahun. Varietas ubi jalar sangat beragam. Dua kelompok ubi jalar yang umum dibudidayakan adalah jenis ubi jalar yang memiliki daging ubi keras (padat) , kering dan berwarna putih dan jenis ubi jalar dengan daging umbi lunak, kadar air tinggi dan warnanya kuning–oranye.

(13)

Ubi jalar yang tanam oleh petani di desa Cihideung ilir merupakan ubi jalar putih. Saluran tataniaga ubi jalar di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda .

Saluran tataniaga ubi jalar di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-tengkulak-pedagang besar -konsumen

Saluran distribusi ubi jalar di berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 6.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu yaitu saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Seperti halnya dengan jagung, para petani ubi tidak langsung menjual hasil panennya kepada konsumen. Biasanya para petani ubi setelah memasuki masa panen, akan menghubungi tengkulak untuk menjual hasil panennya. Kemudian tengkulak menyiapkan pegawai untuk mencabuti ubi dan ditimbang di rumah tengkulak, sehingga petani ubi tidak menanggung biaya untuk mencabuti ubi dan menerima laba bersih Rp 800,- Kg ubi jalar. Harga ini tergantung dari harga ubi yang berlaku saat panen. Desa cihideung Ilir merupakan desa penghasil ubi yang cukup besar karena hampir seluruh petani menanam ubi, hal ini dikarenakan menanam ubi lebih sedikit biaya perawatan dan ubi jalar mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering sehingga laba yang diperoleh lebih besar daripada jika menanam sayuran. Dari tengkulak kemudian dibawa dengan truk ke pedagang besar.

Terdapat dua tempat yang dipilih tengkulak untuk menjual bahan pangan yang dibeli dari petani, yaitu pertama Pasar Anyar dan kedua Pasar Induk Salabenda Bogor.

(14)

G amba r 6 S al uran di s tr ib usi komodi ta s ub i jal ar

(15)

Pilihan tempat penjualan ini didasarkan oleh langganan tengkulak sehingga mernurut Limbong dan Sitorus (1985) berlaku “the law of market” yang artinya

yaitu : kalau petani bebas memilih pasar, dan petani tersebut memilih harga yang lebih tinggi daripada harga yang rendah, maka batas antara dua pasar yang bersaing akan berada pada suatu titik batas, dimana harga dikurangi ongkos transfer akan sama pada dua pasar yang bersaing tersebut.

Dari Tengkulak dijual dengan harga Rp 1200,- sampai Rp 1400,- per Kg ubi kepada pedagang besar. Tengkulak menjual ubi jalar dengan harga Rp 1200,- kepada pedagang besar di Pasar Induk Salabenda Bogor dan menjual ubi jalar dengan harga Rp 1400,- per Kg ubi kepada pedagang besar di Pasar Anyar. Perbedaan harga ini disebabkan karena adanya jarak pasar yang berbeda, menurut Limbong dan Sitorus (1985) harga ditingkat petani akan jatuh bersamaan dengan bertambahnya jarak dari pasar.

Pembeli pada pedagang besar di Pasar Induk Salabenda umumnya adalah tengkulak pasar, namun peneliti tidak sampai membahas kearah tersebut. Biasanya pedagang besar menjual ubi dengan harga Rp 1500,- sampai Rp 1800,- per Kg ubi. Harga ini berbeda antara pedagang besar satu dengan pedagang besar lain. Sedangkan jika dari pedagang besar di Pasar Anyar, langsung di jual kepada pedagang kecil yang ada di pasar dengan harga Rp 1300,- sampai Rp 1400,- per Kg ubi. Dari pedagang kecil kemudian di jual kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 2500,- per Kg ubi jalar, dan dijual kembali oleh pedagang pengecer dengan harga Rp 3000,- per Kg ubi jalar.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Jenis saluran ini umumnya dipakai jika konsumen datang langsung ke pasar untuk membeli ubi. Biasanya harga yang ditawarkan berwariasi mulai dari Rp 2500,- sampai Rp 3000,- per Kg ubi, tergantung dari besar kecilnya ubi. Pada pedangang kecil dilakukan pensortiran atau memilih antara ubi jalar yang besar atau yang kecil. Pemilihan ini dilakukan karena ubi jalar yang besar di hargai dengan harga yang tinggi yaitu mencapai Rp 3000,- per Kg ubi.

Dari pengolahan harga ubi jalar di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang beragam yaitu mempunyai nilai coefficient of

variance sebesar 0.13 adalah harga dari pedagang besar ke pedagang kecil dan dari pedagang kecil ke konsumen. Perbedaan harga ini disebabkan karena

(16)

perbedaan tempat menjual ubi, yaitu di Pasar Induk Salabenda dan Pasar Anyar, serta pada pedagang kecil dilakukan pensortiran sehingga harga dapat berbeda. Harga jual dan harga beli ubi dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 12.

Saluran tataniaga 3

Saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-konsumen. Pada saluran tataniaga ini terjadi pada pedagang besar di pasar Anyar. 1 dari 3 orang pedagang besar di pasar Anyar membuka warung untuk menjual langsung kepada konsumen, harga jualnya langsung kepada konsumen juga sama dengan pedagang kecil yaitu Rp 3000,- per Kg Ubi jalar. Harga yang ditetapkan merupakan harga pasar yang berlaku saat itu, sehingga umumnya baik pedagang besar atau pedagang kecil menggunakan harga yang sama untuk menjual kepada konsumen.

Berdasarkan data harga ubi jalar di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada pedagang besar kepada pedagang kecil dan dari pedagang kecil kepada konsumen dengan nilai

coefficient of variance 0.13. Sedangkan tidak ada perbedaan harga di tingkat petani, pedagang besar kepada konsumen, pedagang kecil ke pedagang pengecer, dan dari pedagang pengecer ke konsumen dengan nilai coefficient of

variance sama dengan 0 (nol). Berdasarkan nilai standar deviasi yang tertinggi yaitu dari pedagang kecil ke konsumen dengan nilai Rp 353.55/Kg, hal ini diduga karena selisih minimum dan maksimum mencapai Rp 500/Kg. Harga jual dan harga beli ubi dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Harga komoditas ubi jalar (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 8 800 0.00 0.00 800 800

Tengkulak Pedagang Besar 9 1244 88.19 0.07 1200 1400

Pedagang Besar Pedagang Kecil 5 1480 192.35 0.13 1300 1800

Pedagang Besar konsumen 1 3000 0.00 0.00 3000 3000

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3 2500 0.00 0.00 2500 2500

Pedagang Kecil Konsumen 2 2750 353.55 0.13 2500 3000

Pedagang pengecer Konsumen 3 3000 0.00 0.00 3000 3000

Harga Zat Gizi Ubi Jalar

Harga energi ubi jalar tertinggi sebesar Rp 340.9,- per 100 Kal berada pada tingkat konsumen, sedangkan yang terendah sebesar Rp 90.9,- per 100 Kal berada pada tingkat tengkulak. Harga protein ubi jalar yang tertinggi terdapat

(17)

pada tingkat konsumen dengan harga Rp 750,- per g dan terendah pada tingkat tengkulak dengan harga Rp 200,- per g. Harga energi dan protein ubi jalar sebanding dengan harga per Kg ubi jalar, semakin tinggi harga ubi jalar maka semakin tinggi pula harga energi dan protein ubi jalar. Secara lengkap harga energi dan protein ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Harga zat gizi ubi jalar di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Harga (Rp/Kg) Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 800 90.9 200.0

Tengkulak Pedagang Besar 1244 141.4 311.0

Pedagang Besar Pedagang Kecil 1480 168.2 370.0

Pedagang Besar konsumen 3000 340.9 750.0

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 2500 284.1 625.0

Pedagang Kecil Konsumen 2750 312.5 687.5

Pedagang pengecer Konsumen 3000 340.9 750.0

Ketela Pohon Saluran tataniaga

Indonesia merupakan penghasil ketela pohon keempat terbesar di dunia pada tahun 2008 setelah Niger, Thailand, dan Brazil (Wikipedia 2011). Saluran tataniaga ketela pohon di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga ketela pohon di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga ketela pohon di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-tengkulak-pedagang besar -konsumen

Saluran distribusi ketela pohon pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 7.

(18)

38 G amba r 7 S al uran di s tr ib usi komodi ta s ke tel a poh on

(19)

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Seperti halnya dengan ubi jalar, ketala pohon juga biasa dijual kepada tengkulak dengan harga bervariasi dari Rp 300,- sampai Ro 600,- per Kg ketela pohon. Perbedaan harga ini disebabkan oleh perbedaan kualitas dan jenis ketela pohon dan jarak antara petani dengan tempat penjualan, namun paling banyak biasanya dengan harga Rp 500,- per Kg ketela pohon. Menurut Limbong dan Sitorus (1985) semakin jauh jarak dari pusat pasar maka harga yang diteriama petani akan semakin kecil. Hanya 1 dari 7 orang petani yang mengaku menjual dengan harga Rp 300,- per Kg ketela pohon, dan hanya 1 dari 7 orang petani pula yang mengaku menjualnya dengan harga Rp 600,- per Kg ketela pohon, ini diduga petani menjual kepada tengkulak yang berbeda. Setelah dari tengkulak ketela pohon di jual kepada pedagang besar.

Pedagang besar pada ketela pohon juga terdapat dua tempat yang berbeda yaitu Pasar Induk Salabenda Bogor dan Pasar Anyar. Sebanyak 6 dari 9 tengkulak menjualnya dengan harga Rp 700,- per Kg ketela pohon, sedangkan 2 dari 9 tengkulak menjualnya dengan harga Rp 800,- per kg, dan 1 dari 9 orang tengkulak menjualnya dengan harga Rp 500,- per Kg. Pedagang besar menjual kembali ketela pohon dengan harga Rp 700,- sampai Rp 1000,- per Kg ketela pohon kepada pedagang kecil. Pedagang kecil menjual dengan harga Rp 1500,- per Kg kepada pedagang pengecer, kemudian oleh pedagang pengecer dijual kepada konsumen dengan harga Rp 2000,- per Kg ketela pohon.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Pada saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen datang langsung ke Pasar Anyar dan membeli ketela pohon dengan harga Rp 1500 per Kg.

Saluran tataniaga 3

Saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar –konsumen. Sebanyak 1 dari 5 pedagang besar yang membuka warung atau tempat yang dapat dibeli langsung oleh konsumen. Umumnya jika konsumen membeli dalam jumlah sedikit harga ketela pohon sama yaitu sekitar Rp 1500 per Kg.

(20)

Berdasarkan data harga ketela pohon di setiap distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah harga dari petani ke tengkulak dengan nilai nilai coefficient of variance 0.19. hal ini disebabkan karena perbedaan jenis serta kualitas ketela pohon. Sedangkan harga yang cenderung stabil atau tidak terjadi perbedaan harga adalah pada tingkat pedagang besar ke konsumen, pedagang kecil dan pedagang pengecer ke konsumen dengan nilai coefficient of

variance sama dengan 0 (nol). Berdasarkan data standar deviasi yang paling tinggi yaitu dari pedagang besar ke pedagang kecil dengan nilai Rp 109.54/Kg diduga karena nilai selisih minimum dan maksimum mencapai Rp 300/Kg dan nilai rata-rata atau mean tinggi atau lebih tinggi dari tengkulak ke pedagang besar, walaupun dari tengkulak ke pedagang besar dan dari pedagang besar ke pedagang kecil mempunyai nilai coefficient of variance yang sama. Harga jual dan harga beli ketela pohon dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga ditunjukkan Tabel 14.

Tabel 14 Harga komoditas ketela pohon di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 7 486 89.97 0.19 300 600

Tengkulak Pedagang Besar 9 689 92.80 0.13 500 800

Pedagang Besar Pedagang Kecil 5 820 109.54 0.13 700 1000

Pedagang Besar Konsumen 2 1500 0.00 0.00 1500 1500

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 5 1500 0.00 0.00 1500 1500

Pedagang Kecil Konsumen 2 1500 0.00 0.00 1500 1500

Pedagang pengecer Konsumen 3 2000 0.00 0.00 2000 2000

Harga Zat Gizi Ketela Pohon

Harga energi ketela pohon berkisar antara Rp 31.6,- sampai Rp 129.9,- per 100 Kal, harga energi ketela pohon merupakan harga energi yang paling murah bila dibandingkan dengan harga energi pangan yang lain, yaitu beras, jagung, ubi jalar, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Hal ini disebabkan karena harga ketela pohon yang lebih rendah dari pada pangan lainnya, namun energi yang dikandung ubi jalar cukup tinggi yaitu 154 Kal per 100 gram BDD (berat dapat dimakan) (Persagi 2005). Harga energi ketela pohon yang tertinggi berada di tingkat konsumen, dan harga energi yang paling rendah berada di tingkat tengkulak.

Harga protein ketela pohon yang tertinggi berada di tingkat konsumen dengan harga Rp 200,- per g, sedangkan harga protein yang paling rendah berada di tingkat tengkulak dengan harga Rp 48.6,- per g. Harga energi dan protein ketela pohon secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 15.

(21)

Tabel 15 Harga zat gizi ketela pohon (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Harga (Rp/Kg) Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 486 31.6 48.6

Tengkulak Pedagang Besar 689 44.7 68.9

Pedagang Besar Pedagang Kecil 820 53.2 82.0

Pedagang Besar Konsumen 1500 97.4 150.0

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 1500 97.4 150.0

Pedagang Kecil Konsumen 1500 97.4 150.0

Pedagang pengecer Konsumen 2000 129.9 200.0

Bengkuang Saluran tataniaga

Saluran tataniaga bengkuang di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga bengkuang di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda.

Saluran tataniaga bengkuang di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran distribusi bengkuang pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 8.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu yaitu saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Harga bengkuang di tingkat petani berkisar antara Rp 1700,- sampai Rp 2000,- per Kg. Perbedaan ini karena perbedaan tengkulak yang membelinya, sebanyak 4 dari 7 petani menjual dengan harga Rp 1700,- per kg bengkuang dan 2 dari 7 petani menjual dengan harga Rp 2000,- per Kg dan hanya 1 orang yang menjual dengan harga Rp 1800,- per Kg bengkuang. Tengkulak kemudian menjual bengkuang kepada pedagang besar dengan harga Rp 2000,- sampai Rp 2300,- per Kg bengkuang.

(22)

G amba r 8 S al uran di s tr ib usi komodi ta s be ng kua n g

(23)

Harga Rp 2300,- per Kg jika tengkulak menjual ke pasar Induk Jakarta dan harga Rp 2000,- per Kg dan jika dijual ke pedagang besar di pasar Anyar. Umumnya tengkulak lebih suka menjual di pasar Induk Jakarta dengan alasan berapapun jumlah yang dijual tidak masalah dan lebih cepat laku jika dijual ke Pasar Induk Jakarta. Pedagang besar menjual ke pedagang kecil dengan harga Rp 2400,- per Kg sampai Rp 2500,- per Kg bengkuang. Pedagang kecil kemudian menjual kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 3000,- per Kg. Pedagang pengecer menjual kembali dengan harga Rp 3500,- sampai Rp 4000,- per Kg bengkuang.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Jenis saluran ini umumnya dipakai jika konsumen datang langsung ke pasar untuk membeli bengkuang. Biasanya harga yang ditawarkan berwariasi mulai dari Rp 3500,- sampai Rp 8000,- per Kg bengkuang, tergantung dari besar kecilnya bengkuang.

Berdasarkan harga bengkuang di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah harga dari pedagang kecil ke konsumen dengan nilai coefficient of variance 0.48 dan nilai standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 2466.44/Kg. Perbedaan ini disebabkan karena pedagang kecil melakukan pensortiran untuk memilih bengkuang yang kecil atau besar dan juga disebabkan oleh harga yang diminta pedagang secara subjektif sehingga konsumen dapat mendapatkan harga lebih murah atau lebih mahal tergantung dari kemampuan konsumen untuk menawar. Harga yang tidak ada perbedaan adalah harga dari pedagang besar ke pedagang kecil dengan nilai coefficient of

variance sama dengan 0 (nol). Hal ini disebabkan karena peneliti hanya melakukan wawancara kepada dua orang pedagang besar di Pasar Anyar, dan untuk pedagang besar di Pasar Induk Jakarta peneliti tidak melakukan wawancara. Harga jual dan harga beli bengkuang dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Harga komoditas bengkuang (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 7 1800 141.42 0.08 1700 2000

Tengkulak Pedagang Besar 5 2140 134.16 0.06 2000 2300

Pedagang Besar Pedagang Kecil 2 2450 70.71 0.03 2400 2500

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3 3000 0.00 0.00 3000 3000

Pedagang Kecil Konsumen 3 5167 2466.44 0.48 3500 8000

Pedagang pengecer Konsumen 3 3833 288.68 0.08 3500 4000

(24)

Harga Zat Gizi Bengkuang

Harga energi bengkuang berkisar antara Rp 305.1,- sampai Rp 649.7,- per 100 Kal. Perbedaan harga yang cukup tinggi disebabkan karena adanya pensortiran pada pedagang, hal tersebut membuat harga lebih tinggi dibandingkan harga dari petani. Pensortiran yang dilakukan seperti pembersihan bengkuang sehingga bengkuang tampak lebih menarik serta memilih antara bengkuang yang lebih besar dan bengkuang yang kecil-kecil. Harga energi bengkuang tertinggi berada pada tingkat pedagang kecil ke konsumen dengan harga Rp 649.7,- per 100 Kal. Hal ini umumnya memang terjadi pada konsumen yang membeli kepada pedagang kecil di pasar, karena pedagang kecil dapat menentukan harga setinggi-tingginya kepada konsumen yang tidak tahu harga bengkuang yang sedang berlaku.

Harga protein tertinggi sebesar Rp 273.8,- per g berada di tingkat konsumen, sedangkan harga protein terendah berada di tingkat tengkulak sebesar Rp 128.6,- per g. Harga energi dan protein bengkuang secara lengkap terdapat pada Tabel 17.

Tabel 17 Harga zat gizi bengkuang (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Harga (Rp/Kg) Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 1800 305.1 128.6

Tengkulak Pedagang Besar 2140 362.7 152.9

Pedagang Besar Pedagang Kecil 2450 415.3 175.0

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3000 508.5 214.3

Pedagang Kecil Konsumen 5167 875.8 369.1

Pedagang pengecer Konsumen 3833 649.7 273.8

Mentimun Saluran tataniaga

Saluran tataniaga mentimun di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga mentimun di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda .

Saluran tataniaga ketela pohon di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

(25)

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran distribusi mentimun pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 9.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Harga jual mentimun di tingkat petani berkisar antara Rp 1000,- sampai Rp 1200,- per Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena petani menjual mentimun kepada tengkulak yang berbeda. Dari tengkulak ke pedagang besar antara Rp 1400,- sampai Rp 2000,- per Kg mentimun. Dari pedagang besar ke pedagang kecil seharga Rp 3000,- per Kg mentimun. Harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer sebesar Rp Rp 4000,- sampai 4500,- per Kg. Pedagang pengecer kemudian menjual mentimun kepada konsumen dengan harga Rp 5000,- sampai Rp 5500,- per Kg. Biasanya pedagang pengecer menjual mentimun perbuah yaitu dengan harga Rp 500 per buah mentimun, sedangkan berat satu buah mentimun sekitar 0.1 Kg.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Petani setelah panen menjual mentimun kepada tengkulak dan dari tengkulak dijual kepada pedagang besar. Dari pedagang besar dijual ke pedagang kecil dan dijual langsung ke konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen datang langsung ke pasar dan membeli langsung dari pedagang kecil dengan harga Rp 3500,- sampai Rp 4000,- per Kg mentimun.

(26)

46 G amba r 9 S al uran di s tr ib usi komodi ta s m en ti m un

(27)

Berdasarkan data harga mentimun di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada tingkat tengkulak ke pedagang besar yaitu dengan nilai coefficient of variance 0.19 dan nilai standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 328.63/Kg.. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga beli di tingkat pedagang besar, 3 dari 6 pedagang besar menbeli denga harga Rp 1400,- per Kg mentimun sedangkan sisanya menbeli dengan harga Rp 2000,- per Kg mentimun. Harga jual dan harga beli mentimun dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Harga komoditas mentimun (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 5 1120 109.54 0.10 1000 1200

Tengkulak Pedagang Besar 6 1700 328.63 0.19 1400 2000

Pedagang Besar Pedagang Kecil 3 3000 0.00 0.00 3000 3000

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3 4167 288.68 0.07 4000 4500

Pedagang Kecil Konsumen 3 3833 288.68 0.08 3500 4000

Pedagang pengecer Konsumen 3 5167 288.68 0.06 5000 5500

Harga Zat Gizi Mentimun

Harga energi mentimun berkisar antara Rp 1400,- sampai Rp 6458.8,- per 100 Kal. Harga energi mentimun berada di tingkat konsumen dan merupakan harga energi tertinggi dibandingkan dengan pangan lain yang diteliti, hal ini dikarenakan mentimun bukan merupakan sumber energi. Harga energi mentimun yang paling rendah berada di tingkat tengkulak. Harga Fosfor mentimun terendah sebesar Rp 1.2,- per mg dan berada di tingkat tengkulak, sedangkan harga fosfor tertinggi berada di tingkat konsumen dengan harga Rp 5.4,- per mg, harga tertinggi fosfor di tingkat konsumen ini merupakan harga fosfor termurah jika dibandingkan komoditas lain karena mentimun merupakan sumber fosfor. Harga energi dan fosfor mentimun secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 19.

Tabel 19 Harga zat gizi mentimun di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

Harga (Rp/Kg)

Harga Zat Gizi

Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Fosfor (Rp/mg) Petani Tengkulak 1120 1400.0 1.2

Tengkulak Pedagang Besar 1700 2125.0 1.8

Pedagang Besar Pedagang Kecil 3000 3750.0 3.2

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 4167 5208.8 4.4

Pedagang Kecil Konsumen 3833 4791.3 4.0

(28)

Ikan Mas Saluran tataniaga

Saluran tataniaga ikan mas di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga ikan mas di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda . Saluran tataniaga ikan mas di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga, yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-pedagang besar-pedagang kecil -konsumen Saluran tataniaga 4 : petani-pedagang besar -konsumen

Saluran distribusi ikan mas pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 10.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Harga jualikan mas di tingkat petani berkisar antara Rp 16000,- sampai Rp 16500,- per Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena petani menjual ikan mas kepada tengkulak yang berbeda. Harga jual ikan mas dari tengkulak ke pedagang besar antara Rp 16500,- sampai Rp 18000,- per Kg ikan mas. Harga dari pedagang besar ke pedagang kecil seharga Rp 18000,- sampai 22000,- per Kg ikan mas. Harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer sebesar Rp Rp 21000,- per Kg ikan mas. Pedagang pengecer kemudian menjual ikan mas kepada konsumen dengan harga Rp 22000,- per Kg.

(29)

49 G amba r 11 S al uran di st ri bu s i komodi ta s ikan m as

(30)

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang besar-petani-pedagang kecil- petani-pedagang pengecer-konsumen. Saluran tataniaga dua ini dilakukan oleh 2 dari 6 orang petani ikan mas. Saluran tataniga dua dipilih karena harga yang ditawarkan lebih tinggi Rp 2000,- per Kg jika dibandingkan jika petani menjual kepada tengkulak, namun konsekuensi yang ditanggung oleh petani adalah petani mengeluarkan biaya untuk biaya transportasi ikan mas ke pedagang besar. Dari pedagang besar ikan mas dijual ke pedagang kecil dan dijual kembali ke pedagang pengecer. Dari pedagang pengecer dijual kepada konsumen akhir.

Saluran tataniaga 3

Saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang besar-petani-pedagang kecil-konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen datang langsung ke pasar untuk membeli ikan yaitu dengan harga Rp 20000,- sampai 24000,- per Kg ikan mas. Perbedaan harga ini dapat disebabkan karena perbedaan harga yang ditawarkan oleh pedagang kecil secara subjektif. Hal menarik yang peneliti ketahui dari hasil wawancara adalah bahwa pedagang kecil dapat membeli ikan mas yang tidak lagi segar kepada pedagang besar dengan setengah harga yaitu dengan harga Rp 9000,- sampai Rp 10000,- per Kg ikan Mas, sehingga pedagang kecil tidak akan rugi jika menjual harga ikan mas yang tidak lagi segar dengan harga yang sedikit lebih murah.

Saluran tataniaga 4

Saluran tataniaga empat adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang besar-konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen membeli langsung ke pedagang besar yaitu dengan harga 18000,- sampai Rp 22000,- per Kg ikan mas. Perbedaan harga ini disebabkan karena perbedaan waktu peneliti melakukan wawancara, yaitu berjarak satu bulan, sehingga harga menjadi Rp 22000,- per Kg di tingkat pedagang besar.

Berdasarkan data harga ikan mas di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada pedagang besar kepada konsumen dengan nilai coefficient of variance 0.10 dan ditunjukkan pula dengan nilai standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 2000/Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena perbedaan waktu wawancara yang dilakukan peneliti, sehingga harga jauh berbeda. Sedangkan tidak ada perbedaan harga di tingkat petani ke pedagang besar, pedagang keci ke pedagang pengecer, dan dari

(31)

pedagang pengecer ke konsumen dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Harga jual dan harga ikan mas dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Harga komoditas ikan mas (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 4 16125 250.00 0.02 16000 16500

Petani Pedagang Besar 2 18000 0.00 0.00 18000 18000

Tengkulak Pedagang Besar 6 17583 664.58 0.04 16500 18000

Pedagang Besar Pedagang kecil 7 19500 1607.28 0.08 18000 22000

Pedagang Besar Konsumen 3 20000 2000.00 0.10 18000 22000

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3 21000 0.00 0.00 21000 21000

Pedagang Kecil Konsumen 7 21000 1527.53 0.07 20000 24000

Pedagang pengecer Konsumen 3 22000 0.00 0.00 22000 22000

Harga Zat Gizi Ikan Mas

Harga energi ikan mas berkisar antara Rp 1875,- sampai Rp 2558.1,- per 100 Kal, harga energi ikan mas cukup mahal karena ikan mas bukan merupakan sumber energi. Harga protein ikan mas berkisar antara Rp 100.8,- sampai Rp 137.5 per g, harga protein ikan mas menduduki lima komoditas pangan termurah di tingkat konsumen setelah ikan mujair, ikan bawal, beras, dan jagung. Harga energi dan protein tertinggi berada ditingkat pedagang pengecer kepada konsumen, sedangkan harga energi dan protein terendah berada pada tingkat tengkulak. Harga energi dan protein ikan mas dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Harga zat gizi ikan mas (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Harga (Rp/Kg) Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 16125 1875.0 100.8

Petani Pedagang Besar 18000 2093.0 112.5

Tengkulak Pedagang Besar 17583 2044.5 109.9

Pedagang Besar Pedagang kecil 19500 2267.4 121.9

Pedagang Besar Konsumen 20000 2325.6 125.0

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 21000 2441.9 131.3

Pedagang Kecil Konsumen 21000 2441.9 131.3

Pedagang pengecer Konsumen 22000 2558.1 137.5

Ikan Mujair Saluran tataniaga

Saluran tataniaga ikan mujair di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga ikan mujair di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga

(32)

yang berbeda. Saluran tataniaga ikan mujair di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-pedagang besar-pedagang kecil -konsumen Saluran tataniaga 4 : petani-pedagang besar -konsumen

Saluran distribusi ikan mujairpada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 11.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Harga jual ikan mujair di tingkat petani berkisar antara Rp 8000,- sampai Rp 9000,- per Kg ke tengkulak. Perbedaan harga ini disebabkan karena petani menjual ikan mas kepada tengkulak yang berbeda. Harga jual ikan mujair dari tengkulak ke pedagang besar adalah antara Rp 10000,- sampai Rp 13000,- per Kg ikan mujair. Harga dari pedagang besar ke pedagang kecil seharga Rp 12000,- sampai 14500,- per Kg ikan mujair. Harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer sebesar Rp Rp 14000,- per Kg ikan mas. Pedagang pengecer kemudian menjual ikan mujair kepada konsumen dengan harga Rp 15000,- per Kg.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang besar-petani-pedagang kecil- petani-pedagang pengecer-konsumen. Saluran tataniaga dua ini dilakukan oleh 2 dari 6 orang petani ikan mujair. Saluran tataniga dua dipilih karena harga yang ditawarkan lebih tinggi Rp 3000,- sampai Rp 4000,- per Kg, jika dibandingkan apabila petani menjulal kepada tengkulak, namun konsekuensi yang ditanggung oleh petani adalah petani mengeluarkan biaya untuk ongkos transportasi ikan mujair ke pedagang besar. Harga jual ikan mujair dari petani ke pedagang besar adalah Rp 12000,- per Kg ikan mujair.

(33)

G amba r 11 S al uran di st ri bu s i komodi ta s ikan m uj ai r

(34)

Saluran tataniaga 3

Saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang besar-petani-pedagang kecil-konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen datang langsung ke pasar untuk membeli ikan muajir yaitu dengan harga Rp 14000,- sampai 16000,- per Kg ikan mujair. Perbedaan harga ini dapat disebabkan karena perbedaan harga yang ditawarkan oleh pedagang kecil secara subjektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang kecil diketahui bahwa pedagang kecil dapat membeli ikan mujair yang tidak lagi segar kepada pedagang besar dengan setengah harga yaitu dengan harga Rp 6000,- sampai Rp 7000,- per Kg ikan mujair, sehingga pedagang kecil tidak akan rugi jika menjual harga ikan mujair yang tidak lagi segar dengan harga yang sedikit lebih murah.

Saluran tataniaga 4

Saluran tataniaga empat adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang besar-konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen membeli langsung ke pedagang besar yaitu dengan harga 16000,- per Kg ikan mujair.

Berdasarkan data harga ikan mas di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada tengkulak ke pedagang besar dengan nilai coefficient of variance 0.12 dan standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 1341.64/Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena perbedaan harga yang ditawarkan pedagang besar. Sedangkan tidak ada perbedaan harga di tingkat petani ke pedagang besar, pedagang besar ke konsumen, pedagang kecil ke pedagang pengecer dan dari pedagang pengecer ke konsumen dengan nilai

coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Harga jual dan harga ikan mujair dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Harga komoditas ikan mujair (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 4 8750 500.00 0.06 8000 9000

Petani Pedagang Besar 2 12000 0.00 0.00 12000 12000

Tengkulak Pedagang Besar 5 11400 1341.64 0.12 10000 13000

Pedagang Besar Pedagang kecil 6 13500 1000.00 0.07 12000 14500

Pedagang Besar Konsumen 2 16000 0.00 0.00 16000 16000

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3 14000 0.00 0.00 14000 14000

Pedagang Kecil Konsumen 6 14833 752.77 0.05 14000 16000

(35)

Harga Zat Gizi Ikan Mujair

Harga energi ikan mujair berkisar antara Rp 983.1,- sampai Rp 1685.4,- per 100 Kal, sedangkan harga protein ikan mujair berkisar antara Rp 46.8,- sampai Rp 80.2,- per g Energi dan protein terendah berada pada tingkat tengkulak, sedangkan harga energi dan protein tertinggi berada pada tingkat pedagang besar kepada konsumen. . Harga energi ikan mujair cukup mahal karena seperti halnya ikan mas dan mentimun, ikan mujair bukan merupakan sumber energi. Protein ikan mujair pada tingkat konsumen merupakan harga protein termurah jika dibandingkan dengan pangan lain yang diteliti. Harga energi dan protein secara lengkap disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23 Harga zat gizi ikan mujair di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Harga (Rp/Kg) Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 8750 983.1 46.8

Petani Pedagang Besar 12000 1348.3 64.2

Tengkulak Pedagang Besar 11400 1280.9 61.0

Pedagang Besar Pedagang kecil 13500 1516.9 72.2

Pedagang Besar Konsumen 16000 1797.8 85.6

Pedagang Kecil Pedagang pengecer 14000 1573.0 74.9

Pedagang Kecil Konsumen 14833 1666.6 79.3

Pedagang pengecer Konsumen 15000 1685.4 80.2

Ikan Bawal Saluran tataniaga

Saluran tataniaga ikan bawal di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga ikan bawal di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda.

Saluran tataniaga ikan bawal di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-pedagang besar-pedagang kecil -konsumen

Saluran distribusi ikan bawal pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 12.

(36)

56 G amba r 12 S al uran di st ri bu si komodi ta s ikan ba w al

(37)

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Harga jual ikan bawal di tingkat petani berkisar antara Rp 8500,- sampai Rp 10000,- per Kg ke tengkulak. Perbedaan harga ini disebabkan karena petani menjual ikan mujair kepada tengkulak yang berbeda. Harga jual ikan bawal dari tengkulak ke pedagang besar adalah antara Rp 10000,- sampai Rp 14000,- per Kg ikan bawal. Harga dari pedagang besar ke pedagang kecil seharga Rp 12000,- sampai 15000,- per Kg ikan bawal. Pedagang kecil kemudian menjual ikan mujair kepada konsumen dengan harga Rp 15000,- sampai Rp 17000,-per Kg.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang besar-petani-pedagang kecil-konsumen. Saluran tataniaga dua ini dilakukan oleh 2 dari 6 orang petani ikan mujair. Saluran tataniga dua dipilih karena harga yang ditawarkan lebih tinggi Rp 1000,- sampai Rp 2000,- per Kg, jika dibandingkan apabila petani menjulal kepada tengkulak, namun konsekuensi yang ditanggung oleh petani adalah petani mengeluarkan biaya untuk ongkos transportasi ikan bawal ke pedagang besar. Harga jual ikan mujair dari petani ke pedagang besar adalah Rp 9000,- sampai Rp 10000 per Kg ikan bawal.

Berdasarkan data harga ikan mas di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada tengkulak ke pedagang besar dengan nilai coefficient of variance 0.18 dan standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 2061.55/Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena perbedaan harga yang ditawarkan pedagang besar. Harga jual dan harga ikan mujair dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Harga komoditas ikan bawal (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 4 9125 629.15 0.07 8500 10000

Petani Pedagang Besar 2 9500 707.11 0.07 9000 10000

Tengkulak Pedagang Besar 4 11750 2061.55 0.18 9000 14000

Pedagang Besar Pedagang Kecil 5 13800 1303.84 0.09 12000 15000

Pedagang Kecil Konsumen 5 15600 894.43 0.06 15000 17000

Harga Zat Gizi Ikan Bawal

Harga energi ikan bawal berkisar antara Rp 1002.7,- sampai Rp 1714.3,- per 100 Kal, sedangkan harga protein ikan bawal berkisar antara Rp 48,- sampai Rp 82.1,- per g. Harga energi dan protein tertinggi berda di tingkat konsumen,

(38)

sedangkan harga energi dan protein terendah berada pada tingkat tengkulak. Harga energi dan protein secara lengkap disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25 Harga zat gizi ikan bawal di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Harga (Rp/Kg) Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 9125 1002.7 48.0

Petani Pedagang Besar 9500 1044.0 50.0

Tengkulak Pedagang Besar 11750 1291.2 61.8

Pedagang Besar Pedagang Kecil 13800 1516.5 72.6

Pedagang Kecil Konsumen 15600 1714.3 82.1

Harga Pangan dan Gizi

Data mengenai harga pangan dan gizi di tingkat konsumen disajikan pada table 26. Harga pangan termurah di tingkat konsumen per 100 gram BDD (berat dapat dimakan) adalah ketela pohon, yaitu Rp 266.7,-, sedangkan yang paling mahal yaitu ikan mas dengan harga Rp 2750,- per 100 gram BDD. Energi yang paling murah yaitu ketela pohon dengan harga Rp 129.9,- /100 Kal, disusul oleh beras giling Rp 196.0,-/100 Kal, ubi jalar Rp 340.9,-/100 Kal dan jagung Rp 464.8,- /100 Kal. Harga energi yang paling mahal adalah mentimun dengan harga Rp 6458.8,-/100 Kal, hal ini disebabkan karena mentimun bukan merupakan sumber energi.

Tabel 26 Harga pangan dan gizi komoditas pangan yang diteliti di tingkat konsumen pada bulan Februari 2010 di Bogor.

No Pangan

Harga di tingkat konsumen (Rp) 100 g Energi Protein Fosfor

BDD 100 Kal g mg 1 Beras giling 700.0 196.1 83.3 8.6 2 Jagung 759.2 464.8 134.0 5.6 3 Ubi jalar 348.8 340.9 750.0 30.0 4 Ketela pohon 266.7 129.9 200.0 8.3 5 Bengkuang 456.3 649.7 273.8 21.3 6 Mentimun 738.1 6458.8 2583.5 5.4 7 Ikan mas 2750.0 2558.1 137.5 14.7 8 Ikan mujair 1875.0 1685.4 80.2 7.2 9 Ikan bawal 1950.0 1714.3 82.1 10.4

Harga protein termurah sampai yang paling mahal adalah ikan mujair Rp 80.2,-/g, ikan bawal Rp 82.1,-/g, beras giling Rp 83.3,-/g, jagung Rp 134,-/g, ikan mas Rp 137.5,-/g, ketela pohon Rp 200,-/g, bengkuang Rp 273.8,-/g, ubi jalar Rp 750,-/g, dan yang termahal adalah mentimun Rp 2583.5,-/g. Seperti halnya energi, protein mentimun merupakan yang paling mahal, sehingga mentimun bukan merupakan sumber energi maupun protein.

(39)

Harga fosfor yang paling murah sampai yang paling mahal adalah mentimun Rp 5.4,-/mg, jagung Rp 5.6,-/mg, ikan mujair Rp 7.2,-/mg, beras giling Rp 8.6,-/mg, ikan bawal Rp 10.4,-/mg, ikan mas Rp 14.7,-/mg, bengkuang Rp 21,3,-/mg, dan yang termahal adalah ubi jalar dengan harga Rp 30,-/mg.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa mentimun bukan merupakan sumber energi dan protein yang baik karena harga gizinya mahal, namun mentimun merupakan sumber fosfor yang baik karena harganya yang paling murah diantara pangan lain yang diteliti. Energi yang paling murah adalah pada ketela pohon, dan protein yang paling murah adalah pada ikan mujair.

Gambar

Tabel 9 Harga zat gizi beras di berbagai tingkat distribusi  Harga Dari  Harga  (Rp/Kg)  Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal)  Protein (Rp/g)  Petani  Tengkulak  3444  96.5  41.0  Petani  Penggilingan  3944  110.5  47.0
Tabel 18 Harga komoditas mentimun (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi  Harga Dari

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan keterangan para saksi dan terdakwa, serta dihubungkan pula dengan barang bukti yang diajukan di persidangan, maka

Praktik gala umong (gadai sawah) yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Pidie tidak sesuai dengan konsep gadai ( rahn ) dalam fiqih

profesi public relations yang dimuat dalam iklan lowongan pekerjaan di kolom Karier dalam Surat Kabar Kompas. Suatu pengalaman tersendiri dan sangat berharga bagi

Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Selaku Kelompok Kerja Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun

(S1) Fakultas Hukum USU Medan, adapun judul penelitan ini adalah “ Penyelesaian Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan, di Kecamatan Angkola Barat ”

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel iklan tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian sabun mandi Lux cair di Gelalel Mall Ciputra Semarang

Setia lestari khususnya pihak marketing yang bertanggung jawab kepada pelanggan untuk jasa pelayanan perbaikan barang yang telah berjalan masih kurang efisien, dalam segi

Budi added, "The Nature of differentiated business in Elnusa also gives us distinctive advantages, while throughout the middle of 2016 ’s de lining usiness a tivity of