ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI
KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
HARIRY ANWAR 109092000046
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR
Oleh
Hariry Anwar 109092000046
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
CURRICULUM VITAE
HARIRY ANWAR
Nama : Hariry Anwar
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 03 September 1991 Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah Tinggi : 165 cm
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Raya Bekasi Kp Gempol Rt 010/01 No.135 cakung Jakarta Timur 13910 Nomor Telpon/Hp : 081932148660
Email : anwarhariry@gmail.com
1996-2003 : SD Negeri 01 Pagi Jakarta 2003-2006 : SMP Negeri 256 Jakarta 2006-2009 : SMA Negeri 89 Jakarta
2009-2015 : S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Agribisnis
2009-2010 : Badan Eksekutif Mahasiswa BEMJ-Agribisnis 2009-2010 : Staf Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Komfastek
2010 – 2011 : Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendidikan Formal
i
RINGKASAN
HARIRY ANWAR, ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. DI BAWAH BIMBINGAN ELPAWATI DAN ACEP MUHIB
Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi, jagung, dan ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak. ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang efisien. Salah satu daerah sentra budidaya ubi jalar di Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor mempunyai peluang yang sangat luas untuk budidaya ubi jalar, Salah satu area potensial yaitu Desa Purwasari, desa yang berada di kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas
ubi jalar (2) Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat (3) Menganalisis efisiensi saluran tataniaga ubi jalar berdasarkan margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara responden dengan menggunakan pertanyaan yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang berkaitan dengan penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis margin tataniaga, analisis farmer’s share dan analisis rasio keuntungan dan biaya.
ii
Saluran tataniaga 1 (petani - pedagang pengumpul tingkat 1 - pabrik tepung); Saluran tataniaga 2 (petani - pedagang pengumpul tingkat 1 - pedagang pengumpul tingkat 2 - pedagang grosir - pedagang pengecer – konsumen); dan Saluran tataniaga 3 (petani - pedagang pengumpul tingkat 1 - pedagang pengumpul tingkat 2 - pedagang grosir - konsumen). Struktur pasar pada petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoly.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Analisis Tataniaga Ubi
Jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor”. Penelitian ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik
berupa materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasihat,
motivasi, saran, dukungan, dan dorongan moril maupun materil. Semoga adinda
dapat membalas semua perjuangan Ayahanda H. Abdul Rachman dan Ibunda Hj.
Lily Nurlailiyah.
2. Kakak dan adik tersayang (Rif’at dan Salwa Anwar) yang telah memberikan
iv
3. Bapak Dr. Agus Salim M. Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Acep Muhib MM, selaku ketua program studi Sosial Ekonomi
Pertanian/ Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dr. Elpawati, MP, selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing untuk
memberikan arahan dan pemikiran, memberikan saran dan nasihat, memberikan
tenaga dan waktu, memberikan doa, serta dukungan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Acep Muhib, MM, selaku pembimbing II yang telah membimbing
untuk memberikan arahan dan pemikiran, memberikan saran dan nasihat,
memberikan tenaga dan waktu, memberikan doa, serta dukungan kepada penulis
dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak Dr. Iskandar Andi Nuhung, MS, selaku dosen penguji I dalam sidang
munaqosyah skripsi penulis yang telah memberikan kritik, saran dan masukan
yang berharga untuk perbaikan skripsi ini.
8. Bapak Achmad Tjachja Nugraha, MP, selaku dosen penguji II dalam sidang
munaqosyah skripsi penulis yang telah memberikan kritik, saran dan masukan
yang berharga untuk perbaikan skripsi ini.
9. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat
disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan pelajaran
v
10.Seluruh jajaran pimpinan dan staff Fakultas Sains dan Teknologi atas bantuan
dalam persiapan pelaksanaan seminar proposal dan seminar hasil.
11.Bapak Indra selaku kepala desa dan bapak Saprudin selaku sekretaris Desa
Purwasari yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di
Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
12.Teman-teman Agribisnis 2009 (Eka, Hana, Benita, Pipah, Elis, Dian, Sarah,
Nauli, Vinka, Bambang, Tio, Ade Hariadi, Amin, Eriza, Jamal, Bimbim, Gembul,
Jajil, Ucon, Azam, Rahman, Slamet, Hilman, Anto, Arif, dll terimakasih atas
kebesamaan dan keceriaan yang telah dihadirkan, serta arti persahabatan dan arti
kehidupan yang telah diajarkan.
13.Nur Ikhsan Ramdhani dan Ahmad Jazilil Mustopa sebagai teman satu kost selalu
menemani dari awal kuliah hingga wisuda bareng, terimakasih banyak atas doa,
dukungan, motivasi, kebersamaa serta dorongan yang telah diberikan.
14.Senior-senior Agribisnis mulai dari angkatan 2002-2008 dan junior-junior dari
angkatan 2010-2012 atas doa dan dukungannya.
15.Ella Purwanti dan M. Iswanto terimakasih atas doa dan dukungannya.
16.Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan tanpa mengurangi rasa
vi
Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kekurangan dan
keterbatasan, penulis menyadari bahwa penelitian ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak. Semoga Allah SWT
memberi keberkahan kepada kita semua. Amiin Ya Allah Ya Rabbal Allamin.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Jakarta, January 2015
vii
2.2. Konsep Lembaga Tataniaga……….. 11
2.3. Saluran Tataniaga……….. 15
2.8.3. Rasio Keuntungan dan Biaya………... 31
2.9. Ubi Jalar………. 32
2.9.1. Kandungan Gizi Ubi Jalar……… 33
2.9.2. Manfaat dan Penggunaan Ubi Jalar………. 35
2.10. Penelitian-Penelitian Terdahulu……….. 38
viii
III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian………. 44
3.2. Sumber Data……….. 44
3.3. Metode Pengumpulan Data………. 45
3.4. Metode Penentuan Responden……… 45
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data……… 46
3.5.1. Analisis Saluran Tataniaga……… 46
3.5.2. Analisis Lembaga dan Fungsi-Fungsi Tataniaga……….. 47
3.5.3. Analisis Struktur Pasar………. 47
3.5.4. Analisis Perilaku Pasar………. 48
3.5.5. Analisis Margin Tataniaga……… 48
3.5.6. Analisis Farmer’s Share……… 49
3.5.7. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya……….. 49
3.6.Definisi Operasional……… 50
IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Gambaran Umum Desa Purwasari……….. 52
4.1.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat………. 52
4.1.2. Keadaan Usahatani Ubi Jalar………. 53
4.2. Karakteristik Petani Responden………... 56
4.2.1. Umur Petani………... 56
4.2.2. Tingkat Pendidikan Formal……… 57
4.2.3. Status Usahatani Ubi jalar………. 57
4.2.4. Pengalaman Usahatani……….. 58
4.2.5. Luas Lahan……… 58
4.2.6. Status kepemilikan Lahan……….. 59
4.3. Karakteristik Pedagang Responden………. 60
4.3.1. Usia Pedagang Responden………. 61
4.3.2. Pendidikan Pedagang Responden……….. 61
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Saluran Tataniaga dan Fungsi-Fungsi Tataniaga Yang Dilakukan Lembaga Tataniaga……….. 62
5.1.1. Analisis Saluran Tataniaga………... 62
5.1.1.1. Saluran Tataniaga 1……… 64
5.1.1.2. Saluran Tataniaga 2……… 64
ix
5.1.2. Analisis Fungsi Tataniaga………. 65
5.1.2.1. Fungsi Tataniaga Petani……… 66
5.1.2.2. Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Tingkat 1……….. 67
5.1.2.3. Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Tingkat 2……….. 69
5.1.2.4. Fungsi Tataniaga Pedagang Grosir……….. 70
5.1.2.5. Fungsi Tataniaga Pedangang Pengecer……… 72
5.2. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Pada Lembaga Tataniaga………. 74
5.2.1. Analisis Struktur Pasar………. 74
5.2.1.1. Struktur Pasar di Tingkat Petani………. 75
5.2.1.2. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul Tingkat 1………. 75
5.2.1.3. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul Tingkat 2……… 76
5.2.1.4. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Grosir……… 76
5.2.1.5. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer………. 77
5.2.2. Analisis Perilaku Pasar………. 77
5.2.2.1. Praktek Pembelian dan Penjualan………... 77
5.2.2.2. Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran……….. 78
5.2.2.3. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga………. 80
5.3. Analisis Efisiensi Saluran Tataniaga Ubi Jalar……… 80
5.3.1. Analisis Margin Tataniaga……… 80
5.3.1.1. Analisis Margin Tataniaga Saluran 1……… 82
5.3.1.2. Analisis Margin Tataniaga Saluran 2……… 83
5.3.1.3. Analisis Margin Tataniaga Saluran 3……… 85
5.3.2. Analisis Farmer’s Share……… 86
5.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya………. 88
x
DAFTAR TABEL
TABEL
1 Kandungan Gizi pada 100 Gram Ubi Jalar, Beras, Jagung dan Terigu………... 2
2 Kandungan Gizi Mineral Ubi Jalar Dibandingkan Dengan Nasi Per 100 Gram……… 2
3 Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar pada Sentra Produksi Ubi Jalar Tahun 2013……… 3
4 Potensi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2013……… 4
5 Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli………. 22
6 Komponen Gizi Ubi Jalar……… 36
7 Sebaran Responden Menurut Usia Petani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2013……….. 58
8 Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal Petani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2013……….. 59
13 Komposisi Umur Pedagang Responden di Desa Purwasari, Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Minggu……… 62
14 Tingkat Pendidikan Pedagang Responden di Desa Purwasari, Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Minggu……….. 62
15 Fungsi-Fungsi Tataniaga Yang Dilaksanakan Oleh Lembaga-Lembaga Tataniaga Ubi Jalar Pada Setiap Saluran Tataniaga Ubi Jalar Di Desa Purwasari , Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor………. 75 16 Analisis Margin Tataniaga Ubi Jalar pada ketiga Skema Saluran Pemasaran di Desa Purwasari……… 83
17 Rekapitulasi Harga di tingkat Petani, Harga di Tingkat Konsumen, Margin tataniaga, dan Farmer’s Share Saluran tataniaga Ubi Jalar di Desa Purwasari……… 89
18 Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Lembaga tataniaga Ubi Jalar di Desa Purwasari………. 90
xi
GAMBAR
1 Hubungan antara fungsi – fungsi Pertama dan Turunan Terhadap Margin
Tataniaga dan Nilai Margin Tataniaga……….. 30
2 Aneka Kegunaan Ubi Jalar Dalam Skema Pohon Industri……… 38 3 Kerangka Pemikiran Penelitian Ubi Jalar di Desa Purwasari, Kecamatan
Dramaga, Bogor………... 44 4 Skema Saluran Tataniaga Ubi Jalar di Desa Purwasari………. 65
xii
LAMPIRAN
1 Rekapitulasi Petani Responden………. 96 2 Rincian Biaya Tataniaga, Harga Jual, dan Harga Beli Saluran 1 Tataniaga
Ubi Jalar di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor……… 98 3 Rincian Biaya Tataniaga, Harga Jual, dan Harga Beli Saluran 2 Tataniaga
Ubi Jalar di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor……… 99 4 Rincian Biaya Tataniaga, Harga Jual, dan Harga Beli Saluran 3 Tataniaga
Ubi Jalar di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Irian Jaya dan Sumatera Utara. Komoditas ubi jalar ditempatkan sebagai
salah satu dari 7 (tujuh) komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar) yang perlu terus
dikembangkan (Departemen Pertanian, 2009).
Pengembangan kelompok pangan sumber karbohidrat khususnya
umbi-umbian perlu menjadi perhatian. Diantara kelompok umbi-umbi-umbian, ubi jalar
merupakan salah satu bahan pangan lokal yang sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai penunjang program diversifikasi pangan. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa ubi jalar merupakan; (1) sumber karbohidrat
keempat setelah padi, jagung dan ubi kayu; (2) memiliki produktivitas tinggi
dibandingkan dengan beras dan ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen empat
bulan dapat berproduksi hingga 25-30 ton/ha lebih; (3) memiliki potensi
diversifikasi produk yang cukup beragam; (4) memiliki potensi permintaan pasar
baik lokal, regional maupun ekspor yang terus meningkat; (5) serta memiliki
kandungan gizi yang cukup beragam dan tidak dimiliki oleh tanaman pangan
2 Tabel 1. Kandungan Gizi pada 100 Gram Ubi Jalar, Beras, Jagung dan Terigu
No Zat Makanan Ubi Putih Beras Jagung Terigu
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Susmono (1995)
Kandungan gizi mineral ubi jalar juga lebih tinggi dibandingkan dengan kandugan gizi mineral pada nasi. Perbandingan kandungan mineral antara ubi
jalar dan nasi per 100 gram bisa dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi Mineral Ubi Jalar dibandingkan Dengan Nasi Per 100
Sumber: Horton et al. (1989), Dalam Zuraida dan Supriati (2005)
Pilihan untuk menjadikan ubi jalar sebagai komoditas alternatif untuk
mendampingi beras bukan pilihan tanpa alasan, yaitu: (1) sesuai dengan
agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia, (2) ubi jalar juga mempunyai
produktivitas yang tinggi, sehingga menguntungkan untuk diusahakan, (3)
mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (prebiotik, serat
makanan dan antioksidan), dan (4) potensi penggunaannya cukup luas dan cocok
3 Potensi yang begitu besar terhadap komoditas ubi jalar sangat didorong
dengan perkembangan produktivitas beberapa provinsi yang ada di Indonesia
dengan Jawa Barat menjadi sentra produksi ubi jalar terbesar nasional pada tahun
2013 dengan jumlah produksi 471.344 ton kemudian diurutan kedua Jawa Timur
391.807 ton, selanjutnya Papua dengan 351.028 ton, Jawa Tengah 185.605 ton,
dan Sumatera Utara sebesar 139.890 ton.
Tabel 3. Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar pada Sentra Produksi Ubi Jalar Tahun 2013
Salah satu daerah sentra budidaya ubi jalar di Jawa Barat yaitu Kabupaten
Bogor mempunyai peluang yang sangat luas untuk budidaya ubi jalar, melihat
adanya potensi lahan pertanian yang masih luas. Luas lahan berdasarkan
penggunaanya di Kabupaten Bogor mencapai 299.990,00 hektar dengan potensi
areal pengembangan baik untuk lahan pertanian maupun lahan non pertanian.
Sebagian besar lahan tersebut dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian yaitu
sebesar 159.151, 36 hektar. Pemanfaatan lahan pertanian di Kabupaten Bogor
dibagi menjadi dua macam yaitu lahan pertanian berupa sawah dan lahan
pertanian bukan sawah. Lahan pertanian bukan sawah digunakan untuk aktivitas
4 penggembalaan, dan juga untuk kolam ikan atau empang. Luas lahan bukan sawah
ini mencapai 110.264,36 hektar (Tabel 4).
Tabel 4. Potensi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2013
No. Potensi Luas (Ha) - Penggembalaan/padang 1.510,00 - Sementara tidak diusahakan 710,00 - Perkebunan Besar Negara 5.219,15 - Perkebunan Besar Swasta 4.128,35 - Perkebunan Rakyat 14.102,20 - Ditanami pohon/Hutan Rakyat 15.345,66 - Kolam/Tebat/Empang 2.351,00 B. Lahan Bukan Pertanian 140.837,64
Jumlah 299.990,00
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2013
Berdasarkan data Tabel 4, potensi areal untuk budidaya ubi jalar cukup
luas, mengingat ubi jalar dapat menggunakan lahan yang digunakan untuk sawah
maupun tegal atau ladang. Selain itu, masih ada lahan yang tidak digunakan yang
dapat dimanfaatkan yang juga dapat dimanfaatkan untuk membudidayakan ubi
jalar. Salah satu area potensial yaitu Desa Purwasari, desa yang berada di
kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor memiliki luas lahan pertanian mencapai
seluas ± 170.509 ha. Lahan pertanian tersebut mampu ditanami dua hingga tiga
kali musim tanam dalam setahun, dan memiliki produktivitas sebesar ± 340 ton/ha
(padi sawah) dan 12,5 ton/ha (ubi jalar).
Pada periode tahun 2013 luas panen ubi jalar di Desa Purwasari mencapai
5 di Desa purwasari juga didukung dengan adanya pedagang pengumpul yang
berada satu desa sehingga petani sama sekali tidak ada kesulitan dalam menjual
hasil produksi mereka.
Kendala yang paling banyak dikeluhkan petani yaitu harga yang tidak
menentu dan tidak sebanding dengan kenaikan harga input seperti pupuk dan
input-input lainnya. Harga ubi jalar di Desa Purwasari sangat berfluktuatif pada
periode tahun 2004-2008 harga ubi jalar berkisar Rp.300 – Rp.1.000, sedangkan
periode 2009-2013 harga sedikit naik pada kisaran Rp.1.000 sampai dengan
Rp.2.000. Selain itu adanya gabungan kelompok tani belum begitu berperan
penting bagi petani yang mengusahakan ubi jalar, karena bantuan kepada
kelompok tani yang datang dari pemerintah sejauh ini hanya untuk komoditas padi
seperti bantuan benih unggul.
Melihat adanya permasalahan yang terjadi di desa Purwasari, membuat
peneliti ingin menganalisis saluran tataniaga ubi jalar serta pada pola saluran
tataniaga ubi jalar perlu ditelusuri sehingga dapat diketahui saluran tataniaga
mana yang lebih efisien. Dan diharapkan dengan pola saluran tataniaga yang
efisien dapat diketahui saluran tataniaga yang dapat mendatangkan manfaat bagi
6 1.2. Perumusan Masalah
Sebagian besar komoditi agribisnis bersifat perishable atau mudah
rusak/busuk, begitu halnya dengan ubi jalar. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meminimalisir risiko tersebut diperlukan adanya pemasaran atau
pendistribusian yang relatif cepat, karena ubi jalar pada umumnya tidak tahan
lama dan mudah busuk jika tidak disimpan pada tempat yang ideal.
Pendistribusian ubi jalar yang lambat dapat menimbulkan produk mudah rusak
dan busuk. Untuk itu, petani sebagai produsen harus sesegera mungkin
mendistribusikannya kepada konsumen. Distribusi ubi jalar di Desa Purwasari
pada umumnya tidak selalu dapat dilakukan oleh petani secara langsung kepada
konsumen, melainkan dengan melibatkan pihak-pihak atau lembaga tataniaga
untuk ikut serta dalam melakukan fungsi tataniaga.
Petani ubi jalar di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga berperan sebagai
produsen sekaligus pihak yang menerima harga (price taker). Dalam posisi tawar
menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang
yang lebih dulu mengetahui harga. Berdasarkan informasi yang diperoleh di
lapangan, harga ubi jalar ditingkat petani berfluktuatif yaitu berkisar antara
Rp.1.000 - 2.000/Kg. Sedangkan harga yang diterima konsumen akhir dapat
mencapai Rp.5.000 - 6.000/Kg. Dari selisih harga yang diterima oleh petani
dengan harga yang diterima konsumen akhir relatif tinggi, maka diperlukan
7 Mekanisme pasar pihak petani tidak memiliki peran dalam penentuan
harga. Kondisi perkembangan harga ubi jalar lebih dominan dikendalikan
pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Para pedagang ini memiliki
kekuatan besar dalam penentuan harga dan perolehan keuntungan. Selain
rendahnya harga ubi jalar di tingkat petani, permasalahan lain dalam tataniaga ubi
jalar yaitu tingginya margin tataniaga yang dikarenakan akibat panjangnya rantai
tataniaga dan banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat sehingga besar selisih
harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen menjadi
besar. Hal ini di sebabkan karena adanya biaya-biaya tataniaga dan keuntungan
yang di ambil tiap lembaga tataniaga yang terlibat.
Besarnya biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya
perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen. Hubungan antara
harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen
sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya
tataniaga. Analisis saluran tataniaga pada pola saluran pemasaran ubi jalar perlu
dilakukan sehingga dapat diketahui saluran mana yang lebih efisien. Diharapkan
dengan pola saluran pemasaran yang efisien dapat diketahui saluran pemasaran
yang dapat mendatangkan manfaat bagi petani dan lembaga yang terlibat dari
8 Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini mengangkat topik
mengenai analisis tataniaga ubi jalar di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga,
Bogor, Jawa Barat dengan perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas ubi jalar ?
2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga
tataniaga yang terlibat?
3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga ubi jalar berdasarkan margin
tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas ubi jalar.
2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga
tataniaga yang terlibat.
3. Menganalisis efisiensi saluran tataniaga ubi jalar berdasarkan margin
9 1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya penelitian ini antara lain :
1. Petani dan lembaga tataniaga sebagai bahan pertimbangan dalam
pembentukan sistem tataniaga ubi jalar yang menguntungkan bagi
kedua belah pihak.
2. Pemerintah sebagai bahan informasi bagi perencanaan
kebijaksanaan guna meningkatkan efisiensi tataniaga ubi jalar.
3. Pihak lain sebagai bahan masukan atau rujukan bagi penelitian
berikutnya.
4. Bagi peneliti sebagai penerapan ilmu atau teori yang telah didapat
selama masa perkuliahan dan dapat diterapkan dalam permasalahan
yang terjadi di masyarakat dan dapat memberikan alternatif
pemecahan masalah tersebut.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan analisis tataniaga ubi jalar di Desa Purwasari,
Kecamatan Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Harga yang dijadikan acuan merupakan
harga yang berlaku pada saat penelitian. Analisis saluran tataniaga menggunakan
indikator ukuran efisiensi operasional (teknis) yaitu analisis margin tataniaga,
analisis Farmer’s Share, serta analisis rasio keuntungan dan biaya. Ubi jalar yang
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Tataniaga
Kata tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena
pada dasarnya memiliki makna yang sama. Dalam bahasa Inggris kedua kata
tersebut berasal dari kata yang sama yaitu marketing (Asmarantaka, 2009).
Sehingga tataniaga maupun pemasaran sama-sama memiliki tujuan dalam
menyalurkan (aliran) barang maupun jasa hasil produksi dari produsen kepada
konsumen akhir yang terdiri dari beberapa serangkaian kegiatan bisnis. Tataniaga
dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wahana dimana ada kekuatan supply dan
demand yang bekerja, ada proses pembentukan harga dan terjadinya proses
pengalihan kepemilikan barang maupun jasa. (Dahl dan Hammond, 1987).
Menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga, tataniaga merupakan
serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan
barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen. Dalam hal ini,
konsep yang paling mendasar yang melandasi tataniaga yaitu kebutuhan manusia.
Kebutuhan manusia merupakan pernyataan kehilangan, berdasarkan kebutuhan
inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan
produk dan nilai dari produsen. Oleh sebab itu, segala produk adalah sesuatu yang
ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen.
Berdasarkan dari berbagai telaah konsep tataniaga, maka dapat
diintisarikan bahwa tataniaga merupakan segala kegiatan yang berhubungan
11 produsen ke tangan konsumen termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan yang
dilakukan para pelaku-pelaku tataniaga.
Sebagian besar hasil produksi pertanian dijual oleh petani untuk
memperoleh pendapatan. Dalam praktik tataniaga terdapat banyak pihak yang
terlibat karena pada umumnya petani tidak menjual langsung produk yang
dihasilkannnya kepada konsumen akhir. Pihak yang terlibat disini yaitu perantara
yang berperan dalam menyalurkan produk maupun memberikan perlakuan khusus
terhadap produk pertanian dan mengalirkannya hingga konsumen akhir.
Pihak-pihak yang terlibat dalam tataniaga (agribisnis) disebut dengan lembaga tataniaga.
2.2. Konsep Lembaga Tataniaga
Proses tataniaga terlibat berbagai pelaku ekonomi untuk melaksanakan
fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan
produktif (meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan),
sedangkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh skala perusahaan
atau individu yang disebut sebagai lembaga pemasaran (Dahl dan Hamond, 1987).
Dalam tataniaga barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari
produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen, hal ini dikarenakan jarak
antara produsen yang menghasilkan barang dan jasa seringkali berjauhan dengan
konsumen, sehingga fungsi lembaga perantara sangat diharapkan untuk
menggerakkan barang dan jasa tersebut dari produsen ke konsumen serta
penghubung informasi mengenai suatu barang dan jasa (Limbong dan Sitorus,
12 Limbong dan Sitorus (1987) menggolongkan lembaga-lembaga tataniaga
berdasarkan fungsi yang dilakukannya; penguasaan terhadap barang; kedudukan
dalam struktur pasar; dan bentuk usaha.
1. Berdasarkan fungsi yang dilakukan, lembaga tataniaga dapat dibedakan atas :
a) Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi
fisik pemasaran, meliputi: lembaga pengolahan, lembaga pengangkutan,
pergudangan;
b) Lembaga perantara tataniaga yaitu suatu lembaga yang khusus
mengadakan fungsi pertukaran, seperti: pedagang pengecer, grosir, dan
lembaga perantara lainnya;
c) Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan
fungsi-fungsi fasilitas seperti: Bank, Badan Perkreditan, dan KUD.
2. Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga
tataniaga terdiri dari:
a) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, meliputi:
agen, perantara dan broker;
b) Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti:
pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan
importir;
c) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang,
13 3. Penggolongan lembaga tataniaga menurut kedudukannya dalam struktur pasar
dapat digolongkan atas:
a) Lembaga tataniaga yang bersaing sempurna, seperti: pedagang pengecer
rokok, pengecer beras, dan lain-lain;
b) Lembaga tataniaga bersaing monopolistik, seperti: pedagang asinan,
pedagang benih, pedagang bibit, dan lain-lain;
c) Lembaga tataniaga oligopolis;
d) Lembaga tataniaga monopolis.
Limbong dan Sitorus (1987) juga mengungkapkan bahwa peranan
lembaga tataniaga sangat penting terutama untuk komoditas pertanian yang
bersifat mudah rusak atau tidak tahan disimpan lama, volume produk besar
dengan nilai yang kecil, dan harga pasar ditentukan oleh mutunya, serta pada
umumnya sentra produksi relatif jauh dari tempat konsumen yang tersebar dari
pedesaan sampai perkotaan. Oleh karena pentingnya peranan lembaga tataniaga
tersebut, makaperlu ada koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi untuk mencapai
efisiensi tataniaga yang tinggi serta efektif, dengan cara :
1. Integrasi vertikal, yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi
yang berbeda dihubungkan satu dengan yang lainnya menurut saluran barang
tersebut. Integrasi vertikal akan menurunkan pengeluaran tataniaga sehingga
barang dapat dijual dengan harga lebih murah, hal ini dikarenakan perbedaan
harga antara tingkat produsen dengan tingkat konsumen tidak terlalu besar
14 2. Integrasi horizontal, dimana lembaga-lembaga tataniaga yang
menyelenggarakan fungsi yang sama disatukan di dalam suatu tindakan
pemasaran suatu barang. Integrasi horisontal dapat merugikan konsumen,
karena integrasi macam ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi dan
menghindari adanya persaingan dari perusahaan atau lembaga tataniaga yang
sejenis sehingga lembaga tersebut dapat mengontrol harga barang.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukan oleh para ahli maka
dapat disintesakan bahwa lembaga tataniaga adalah lembaga yang akan
menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen
semaksimal mungkin. Aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen akhir
disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian akan ada apabila
lembaga pemasaran ini menjalankan fungsi-fungsi pemasarannya.
Umumnya lembaga pemasaran komoditi pertanian terdiri dari petani,
pedagang pengumpul ditingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar,
pengecer, dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan
pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan, biro-biro periklanan,
lembaga keuangan, dan lain sebagainya. Lembaga ini dapat berbentuk perorangan,
perserikatan atau perseroan. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam proses
penyampaian komoditi pertanian. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok
barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan
konsumen dan tersedia secara kontinyu. Semakin efisien sistem tataniaga hasil
15 2.3. Saluran Tataniaga
Saluran tataniaga adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menyampaikan
barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen yang di dalamnya terlibat
beberapa lembaga tataniaga yang menajalankan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong
dan Sitorus, 1987).
Beberapa faktor yang harus pertimbangkan dalam memilih saluran
tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu :
1. Pertimbangan pasar : siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya
potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa
jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli.
2. Pertimbangan barang : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan
berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau
pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan.
3. Pertimbangan dari segi perusahaan : sumber modal, kemampuan dan
pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan
penjual.
4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat
diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen,
volume penjualan dan pertimbangan biaya.
Secara umum saluran tataniaga dapat dipandang sebagai serangkaian
organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan
suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah
16 konsumen. Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat
diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur dapat
ditempuh. Tugas-tugas atau segala aktifitas yang dilakukan dalam proses tersebut
dikenal sebagai fungsi-fungsi tataniaga.
2.4. Fungsi Tataniaga
Dalam proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen akhir
diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar
proses penyampaian barang atau jasa bersangkutan, dan kegiatan tersebut
dinamakan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1997). Fungsi-fungsi
tataniaga tersebut dikelompokan menjadi tiga fungsi yaitu:
1. Fungsi pertukaran
Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik
dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu
fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian merupakan kegiatan
melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang,
menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Sedangkan kegiatan penjualan
diikuti dengan mencari pasar, menetapkan jumlah kualitas serta menentukan
saluran tataniaga yang paling sesuai.
2. Fungsi fisik
Fungsi fisik adalah suatu tindakan langsung yang berhubungan dengan barang
dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi
17 a) Fungsi penyimpanan yaitu membuat komoditi selalu tersedia saat
konsumen menginginkannnya.
b) Fungsi pengangkutan yaitu proses pemindahan, melakukan kegiatan
membuat komoditi selalu tersedia pada tempat tertentu yang
diinginkan.
c) Fungsi pengolahan yaitu untuk komoditi pertanian merupakan
kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang
diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan
merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal.
3. Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi
fasilitas terdiri dari empat fungsi :
a) Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang,
mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan
memperluas pasar.
b) Fungsi penanggungan risiko dengan menerima kemungkinan
kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan risiko fisik dan
risiko pasar.
c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang
untuk memperluas proses tataniaga
d) Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari
18 Asmarantaka (2009) mengemukakan bahwa fungsi-fungsi tataniaga
merupakan aktivitas-aktivitas bisnis atau perlakuan oleh lembaga-lembaga
tataniaga dalam proses tataniaga. Sedangkan Dahl and Hammond (1987),
mendefinisikan fungsi-fungsi tataniaga sebagai serangkaian fungsi yang
dipergunakan dalam menggerakkan input dari titik produsen sampai konsumen
akhir terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi
pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif (meningkatkan nilai guna bentuk,
tempat, waktu dan kepemilikan).
Ketiga definisi para ahli maka dapat diintisarikan bahwa fungsi-fungsi
tataniaga sebagai aktivitas dalam proses tataniaga yang melibatkan
lembaga-lembaga tataniaga untuk menyampaikan komoditi dari produsen hingga ke
konsumen akhir. Fungsi tataniaga juga membentuk suatu pasar yang di dalamnya
terdiri dari beberapa penjual dan pembeli. Hubungan antara pelaku-pelaku
tataniaga tersebut dapat dilihat pada bentuk struktur pasarnya. Tataniaga yang
baik harus dilihat pula struktur pasarnya.
2.5. Struktur Pasar
Struktur pasar merupakan dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu
pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi komoditi dan
diferensiasi komoditi, syarat pasar dan lainnya (Limbong dan Sitorus, 1987).
Struktur pasar didefinisikan sebagai saling hubungan (korelasi) antara
pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi
19 Menurut Dahl dan Hammond (1997), struktur pasar adalah sifat-sifat atau
karakteristik pasar, dimana ada empat faktor penentu dari karakteristik struktur
pasar (1) jumlah atau ukuran pasaran, (2) kondisi atau keadaaan produk, (3)
kondisi keluar atau masuk pasar dan (4) tingkat pengetahuan informasi pasar yang
dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga dan kondisi pasar
antara partisipan.
Berdasarkan karakteristik struktur pasar tersebut Dahl and Hammond
(1987) dan Limbong dan Sitorus (1987) mengelompokkan pasar ke dalam empat
struktur pasar yang berbeda, yaitu: (1) Pasar Persaingan Sempurna (Perfect
Competition); (2) Pasar Monopoli atau Monopsoni (Monopoly/Monopsony); (3)
Pasar Oligopoli atau Oligopsoni (Oligopoly/Oligopsony); dan (4) Pasar
Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competition).
Struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana banyak pembeli
dan penjual memperdagangkan komoditi yang bersifat homogen atau seragam
dengan jumlah yang banyak, sehingga setiap pembeli dan penjual tidak dapat
mempengaruhi harga di pasar, atau dengan kata lain bahwa pembeli dan penjual
merupakan pihak yang mengikuti harga (price taker) bukan sebagai pihak yang
menetapkan harga (price maker). Disamping itu, pasar persaingan sempurna tidak
terdapat hambatan untuk keluar atau masuk pasar, sehingga pembeli dan penjual
dapat dengan mudah untuk keluar dan masuk pasar. Pengetahuan atau informasi
yang dimiliki oleh pembeli dan penjual mengenai kondisi pasar relatif sempurna,
20 Struktur pasar monopoli dicirikan dengan penjual tunggal dari sebuah
komoditas yang bersifat unik dan sangat dideferensiasi dan penjual tersebut
memiliki pengaruh atas penawaran produk tertentu sehingga pada struktur pasar
monopoli penjual merupakan pihak yang menetapkan harga. Hambatan untuk
masuk dan keluar yang besar seringkali merintangi pendatang potensial dan
menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi. Dari segi pembeli
disebut pasar monopsoni, yang terdiri hanya dari seorang pembeli suatu komoditi.
Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi
pemasaran dan penetapan harga penjual lain dan menjual produk yang bersifat
homogen serta standar. Sedikit jumlah penjual ini disebabkan tingginya hambatan
untuk memasuki industri yang bersangkutan, hal ini dapat disebabkan beberapa
hal, seperti: paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku,
pengetahuan yang sifatnya perorangan dan lokasi yang langka dan sebagainya.
Sedangkan pasar yang terdiri dari beberapa pembeli disebut pasar oligopsoni.
Pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang menjual produk yang
bersifat terdeferensiasi atau heterogen disebut pasar oligopoli terdeferensiasi.
Sedangkan pasar oligopsoni terdeferensiasi merupakan pasar yang dicirikan
dengan beberapa pembeli yang membeli produk yang terdeferensiasi.
Pasar persaingan monopolistik merupakan karakteristik struktur pasar
antara pasar persaingan sempurna dan pasar oligopoli. Pasar persaingan
monopolistik dicirikan dengan terdapat banyak penjual dan pembeli yang
melakukan transaksi pada berbagai macam harga dan bukan atas satu harga pasar,
21 melakukan penawaran yang berbeda kepada pembeli. Produk fisik dapat
dibedakan menurut kualitas, ciri atau gayanya, service dapat berbeda, sebagai
akibat penglihatan pembeli yang berbeda atas barang yang ditawarkan dan
kesediaan membayar harga yang berbeda.
Pada pasar persaingan monopolistik, penjual mengajukan penawaran yang
berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan dengan bebas menggunakan
merek, periklanan dan personal selling, disamping harga untuk menonjolkan
penawaran. Dari segi pembeli pasar ini disebut pasar persaingan monopsoni.
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), analisis struktur pasar merupakan
salah satu elemen penting yang harus diamati dalam menganalisis tataniaga. Agar
produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang efisien, maka ada
tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu : (a) Konsentrasi pasar dan jumlah
produsen, (b) Sistem keluar masuk barang yang terjadi di pasar, dan (c)
diferensiasi produk. Berikut adalah Tabel mengenai karakteristik masing-masing
22 Tabel 5. Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli
Sumber: Dahl dan Hammond (1997)
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan diatas, maka dapat
dikatakan bahwa struktur pasar adalah karakteristik organisasional yang
berdasarkan hubungan antara penjual dengan penjual lainnya, antara pembeli
dengan pembeli lainnya, antara penjual dengan pembeli, dan antara pedagang
dengan suplier yang potensial bisa masuk pasar. Dalam beberapa karakteristik
struktur pasar tersebut di dalamnya terdapat perilaku pasar yang berbeda-beda.
2.6. Perilaku Pasar
Asmarantaka (1999), mendefinisikan perilaku pasar adalah seperangkat
strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik penjual maupun pembeli untuk
mencapai tujuannya. Terdapat tiga cara mengenal perikau pasar, yakni :
1. Penentuan harga dan setting level of output ; penentuan harga :
menetapkan dimana harga tersebut tidak berpengaruh terhadap perusahaan
lain, ditetapkan secara bersama-sama penjual atau penetapan harga
berdasarkan pemimpin harga (price leadership).
Karakteristik Struktur Pasar NO Jumlah
Penjual
Jumlah
Pembeli Sifat Produk Sudut Penjual Sudut Pembeli 1 Banyak Banyak Homogen Persaingan
Sempurna
Persaingan Sempurna 2 Banyak Sedikit Diferensiasi Persaingan
Monopolistik
Oligopsoni
3 Sedikit Banyak Homogen Oligopoli Persaingan Monopolistik 4 Sedikit Sedikit Diferensiasi Oligopoli
Diferensiasi
23 2. Product promotion policy ; melalui pameran dan iklan atas nama
perusahaan.
3. Predatory and exlusivenary tactics ; strategi ini bersifat ilegal karena
bertujuan mendorong persahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi
ini antara lain menetapkan harga di bawah biaya marginal sehingga
perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Cara lain adalah
berusaha menguasai bahan baku (intergrasi vertikal ke belakang).
Perilaku pasar menurut Dahl dan Hammond (1987) merupakan pola atau
tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan
struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan
dan pembelian, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran.
Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktik penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem
penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual,
stabilitas pasar dan pembayaran serta kerjasama di antara berbagai lembaga
pemasaran.
Menganalisis tingkah laku pasar terdapat tiga pihak yang memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Produsen menghendaki harga yang tinggi pasar
output secara lokal menghendaki pilihan beberapa pembeli, tersedia waktu dan
informasi pasar yang cukup dan adanya kekuatan tawar menawar yang lebih kuat.
Lembaga tataniaga menghendaki keuntungan yang maksimal, yaitu selisih margin
24 Sedangkan konsumen menghendai tersedianya produk pertanian sesuai kebutuhan
konsumen dengan harga yang wajar.
Kriteria yang digunakan dalam menilai tingkah laku pasar meliputi : (1)
Apakah tingkah laku pasar tidak wajar, eksklusif, saling mematikan ataukah
peserta pasar menetapkan taktik paksaan, (2) Apakah tidak terjadi promosi
penjualan yang menyesatkan. (3) Persengkongkolan penetapan harga apakah
dapat dinyatakan secara terang-terangan atau sembunyi, (4) Apakah ada
perlindungan terhadap praktek tataniaga yang tidak efisien, (5) Apakah praktek
penetapan harga yang sama untuk kualitas produk yang lebih merugikan
konsumen.
Beberapa pemaparan mengenai perilaku pasar diatas dapat didefinisikan
bahwa perilaku pasar merupakan pola tingkah laku peserta pasar, yaitu produsen,
konsumen, dan lembaga tataniaga dalam memberikan respon terhadap situasi
penjualan dan pembelian yang terjadi. Perilaku suatu pemasar akan sangat jelas
pada saat beroperasi, misalkan dalam penentuan harga, promosi, usaha dan pangsa
pasar, penjualan, pembelian, siasat pemasaran dan lain sebagainya. Struktur pasar
dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui
peubah harga, biaya dan marjin pemasaran serta jumlah komoditas yang
diperdagangkan (Dahl & Hammond, 1987).
2.7. Keragaan Pasar
Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku
pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume
25 tataniaga. Keragaan pasar juga dapat diidentifikasi melalui penggunaan teknologi
dalam pemasaran, pertumbuhan pasar, efisiensi penggunaan sumberdaya,
penghematan pembiayaan dan peningkatan jumlah barang yang dipasarkan
sehingga mencapai keuntungan maksimum (Dahl dan Hammond, 1987).
Asmarantaka (1999) menambahkan keragaan pasar dapat diukur dengan
beberapa ukuran. Secara khusus ukuran tersebut diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Pricing efficiency, ukurannya adalah seberapa jauh harga mendekati
biaya total (ATC). Dapat dilakukan melalui beroprasi pada produksi
yang efisien atau efisiensi output.
b) Cost efficiency or productive efficiency ; ukuran yang digunakan dapat
dalam jangka pendek, yaitu efisiensi pada fungsi produksi dan efisiensi
alokasi sumberdaya ; sedangkan ukuran dalam jangka panjang adalah
excess capacity and optimal size.
c) Sale promotion cost, ukuran dapat dilihat dari volume penjualan.
d) Technical progressive (dinamic product efficiency); pengukuran ini
dapat dilihat dari seberapa jauh menurunnya Long-run Average Total
Cost (LRATC).
e) Rate of product development atau inovasi; pengukuran bagaimana dapat
memproduksi (how to produce) dengan kualitas, efisiensi dan higinitas
sehingga dihasilkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif,
f) Exchange efficiency; meliputi efisiensi biaya dalam penentuan harga
26
g) Market externality; bagaimana dapat meminimalkan market
externalities yang negatif dan meningkatkan yang positif.
h) Conversation; berkaitan dengan isue-isue antara lain ecolabeling,
greenpeace.
i) Price flexibility; dalam kegiatan bagaiman penyesuaian atau perubahan
harga dengan adanya perubahan biaya.
Keragaan pasar merupakan hasil akhir yang dicapai akibat dari
penyesuaian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu,
didefinisikan sebagai seberapa bagus sistem pemasaran bisa memenuhi harapan
masyarakat dan pelaku pasar. Secara teoritis keragaan suatu industri ditentukan
oleh 2 faktor yaitu: struktur industri (jumlah dan ukuran perusahaan, derajat
diferensiasi produk, dan kemudahan keluar masuk pasar); dan market conduct
(harga di tingkat produsen, produk, dan strategi promosi). (Kohl dan Uhl, 1990).
Dari penjelasan diatas maka dapat disebut bahwa keragaan pasar
merupakan hasil keputusan akhir yang diambil yang berhubungan dengan proses
tawar-menawar dan persaingan pasar. Keragaan pasar ini dapat digunakan untuk
melihat seberapa jauh pengaruh struktur dan perilaku pasar dalam proses tataniaga
suatu komoditi pertanian. Dengan mengetahui pengaruh struktur dan perilaku
pasar maka dapat dilihat apakah tataniaga dari suatu komoditas sudah efisien atau
27 2.8. Efisiensi Tataniaga
Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tataniaga adalah tingkat
efisiensi dari tataniaga, karena tataniaga yang efisien dapat memberikan kepuasan
kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga. Tataniaga disebut efisiensi,
apabila tercipta keadaan dimana pihak produsen, lembaga tataniaga dan konsumen
memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut. Untuk
meningkatkan efisiensi sistem tataniaga, unsur-unsur produsen, lembaga
tataniaga, konsumen serta pemerintah dapat memberikan sumbangan (Limbong
dan Sitorus, 1987). Mubyarto (1994) menambahkan efisiensi tataniaga dapat
terjadi jika :
1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen
dengan biaya semurah-murahnya.
2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang
dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam
kegiatan produksi dan tataniaga barang itu.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat diintisarikan bahwa efisiensi
tataniaga merupakan suatu kondisi dimana terciptanya kepuasan dan
kesejahteraan pada setiap lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga.
Pendekatan efisiensi tataniaga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu efisiensi harga
dan efisiensi operasional (Hammond dan Dahl, 1987). Efisiensi harga
menekankan keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke
konsumen sebagai akibat perubahan tempat, bentuk, dan waktu termasuk
28 menunjukkan hubungan antara input-output, di mana biaya input pemasaran dapat
diturunkan tanpa mempengaruhi jumlah output barang dan jasa.
Efisiensi operasional dalam rantai tataniaga pertanian menekankan pada
kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan menyelenggarakan
fungsi-fungsi tataniaga, maupun untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke
konsumen. Efisiensi operasional diukur dari margin tataniaga, farmer’s share
serta rasio keuntungan dan biaya.
2.8.1. Margin Tataniaga
Asmarantaka (1999), mendefinisikan margin tataniaga adalah perbedaan
antara harga diberbagai tingkat lembaga tataniaga di dalam sistem tataniaga;
pengertian margin tataniaga ini sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena
yang menjembatani gap (bridging the gap) antara pasar ditingkat petani (farmer)
dengan pasar ditingkat eceran (retailer).
Margin tataniaga sebagai perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan
harga pedagang pengecer (Pr). Margin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan
tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin
tataniaga (value of marketing margin) merupakan perkalian antara margin
tataniaga dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung
29 P (Harga)
Sr
Pr Sf
Dr
Pf Df
O Qr,f Q (jumlah) Gambar 1. Hubungan antara fungsi – fungsi pertama dan turunan
terhadap margin tataniaga dan nilai margin tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987)
Keterangan :
Pr = Harga di Tingkat Pedagang Pengecer Pf = Harga di Tingkat Petani
Sr = Supply di tingkat pengecer (derived supply) Sf = Supply di tingkat petani
Dr = Demand di tingkat pengecer (derived demand) Df = Demand di tingkat petani (primary demand) Qr,f = Jumlah Produk di Tingkat Petani dan Pengecer
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat besarnya nilai Margin Tataniaga
yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga
tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah
produk yang dipasarkan. Semakin besar perbedaan harga antara lembaga-lembaga
tataniaga yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi di tingkat eceran
dengan harga yang diterima petani, maka semakin besar pula margin tataniaga
dari komoditi yang bersangkutan.
30 Adanya perbedaan dari banyak lembaga tataniaga yang terlibat
mengakibatkan biaya tataniaga meningkat akan diikuti peningkatan pengambilan
keuntungan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Pada dasarnya besar
kecilnya margin tataniaga sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian
apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum. Namun tinggi-rendahnya margin
tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan
tataniaga. Secara umum suatu sistem tataniaga dapat dikatakan efisiensi, apabila
dalam memasarkan suatu komoditi yang sama terdapat penyebaran margin yang
merata dan masing-masing memiliki keuntungan (kesejahteraan) di semua pelaku
pemasaran.
Penjelasan mengenai margin tataniaga yang telah disebutkan diatas dapat
dikatakan bahwa margin tataniaga adalah perbedaan harga atau selisih harga yang
dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga
dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari
tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir.
Tingginya margin tataniaga belum mencerminkan efisiennya jasa yang
diberikan oleh sistem tataniaga tersebut. Salah satu indikator yang cukup berguna
adalah memperbandingkan bagian yang diterima (farmer’s share) oleh petani
31 2.8.2. Farmer’s Share
Salah satu indikator yang menentukan efisiensi pemasaran ialah farmer’s
share (selama komoditas tidak berubah bentuk hinga sampai di tangan konsumen
akhir). Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan
harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang
diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase (Limbong dan
Sitorus, 1987).
Farmer’s Share mempunyai hubungan yang negatif dengan margin
tataniaga, karena apabila margin tataniaganya semakin tinggi umumnya
akanmengakibatkan farmer’s share akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya.
Sehingga, farmer’s share mempunyai nilai yang relatif lebih rendah jika harga di
tingkat konsumen akhir relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga yang
diterima oleh petani. Sebaliknya juga jika farmer’s share mempunyai nilai yang
relatif lebih tinggi jika harga di tingkat konsumen akhir tidak terpaut jauh jika
dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani.
2.8.3. Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C)
Kriteria lain yang biasanya digunakan dalam menetukan efisiensi tataniaga
dari suatu komoditas ialah rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Hal ini
dikarenakan pembanding opportunity cost dari biaya adalah keuntungan. Sistem
tataniaga secara teknis dikatakan efisien apabila rasio terhadap biaya semakin
besar dan nilainya bernilai positif atau lebih besar dari nol (> 0).
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tingkat efisiensi suatu sistem
32 demikian, meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya dan margin
tataniaga terhadap biaya tataniaga, maka secara teknis sistem tataniaga tersebut
semakin efisien.
2.9. Ubi Jalar
Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah
sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang
membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi
ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain
dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat pula
ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daunnya.
Umbi-umbian merupakan tanaman lokal yang telah lama dikenal dan
dikonsumsi masyarakat Indonesia. Dalam bentuk segar kandungan protein ubi
jalar masih sedikit. Masalah ini dapat diatasi dengan mengolahnya menjadi
bentuk kering (Astanto Kasno: 2006). Salah satu bentuk kering tersebut adalah
beras ubi. Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis
tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk
umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi.
Varietas atau kultivar ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah jumlahnya
cukup banyak, antara lain: lampeneng, sawo, cilembu, Rambo, SQ-27, mendut
33 Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) Berdaya hasil tinggi, diatas 30 ton/hektar
b) Berumur pendek antara 3 – 4 bulan
c) Rasa ubi enak dan manis
d) Tahan terhadap hama penggerek ubi (cylas sp.)dan penyakit kudis oleh
cendawan elsinoe sp.
e) Kadar karotin tinggi diatas 10 mg/100 gram
f) Keadaan serat ubi relatif rendah
Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi
bahan makanan pokok dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah
sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang
subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan orang
sepanjang tahun.
2.9.1. Kandungan Gizi Ubi Jalar
Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi,
jagung, dan ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan
pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak. ubi jalar dapat dimanfaatkan
sebagai pengganti makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang efisien.
Selain itu, ubi jalar juga mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup, asam
askorbat, tianin, riboflavin, niasin, fosfor, besi, dan kalsium. Di samping
sumbangan vitamin dan mineral, kadar karotin pada ubi jalar sebagai bahan utama
34 Kandungan Vitamin A yang tinggi dicirikan oleh umbi yang berwarna kuning
kemerah-merahan. Kadar vitamin C yang terdapat di dalam umbinya memberikan
peran yang tidak sedikit bagi penyediaan dan kecukupan gizi dan dapat dijangkau
oleh masyarakat di pedesaan.
Di antara bahan pangan sumber karbohidrat, ubi jalar memiliki keunggulan
dan keuntungan yang sangat tinggi bagi masyarakat Indonesia, berkaitan dengan
hal-hal sebagai berikut:
1. Ubi jalar mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produkti-vitas
antara 20-40 t/ha umbi segar.
2. Kandungan kalori per 100 g cukup tinggi, yaitu 123 kal dan dapat
memberikan rasa kenyang dalam jumlah yang relatif sedikit
3. Cara penyajian hidangan ubi jalar mudah, praktis dan sangat beragam,
serta serasi (compatible) dengan makanan lain yang dihidangkan.
4. Harga per unit-hidang murah dan bahan mudah diperoleh di pasar
lokal.
5. Dapat berfungsi dengan baik sebagai substitusi dan suplementasi
makanan sumber karbohidrat tradisional nasi beras.
6. Bukan jenis makanan baru dan telah dikenal secara turun temurun oleh
masyarakat Indonesia.
7. Rasa dan teksturnya sangat beragam, sehingga dapat dipilih yang
paling sesuai dengan selera konsumen.
8. Mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi sehingga layak
35 Tabel 6. Komponen Gizi Ubi Jalar
No Kandungan Gizi Ubi Putih Ubi Merah Ubi
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1981, Suismono, 1995
Sifat-sifat yang positif tersebut, ubi jalar dinilai sangat sesuai untuk
mendukung program diversifikasi sumber karbohidrat. Ubi jalar juga bisa di
jadikan sebagai bahan pangan alternatif yang memiliki kandungan gizi yang baik.
2.9.2. Manfaat dan Penggunaan Ubi Jalar
Dalam program diversifikasi pangan, peranan ubi jalar dapat menunjang
dua arah, yaitu horizontal dan vertical. Dalam diversifikasi horizontal, dapat
dikembangkan sebagai tanaman baru di daerah-daerah potensial yang mempunyai
kesesuaian lahan dan lingkungan yang tepat untuk budi daya. Diharapkan ini
dapat diterima petani setempat ke dalam sistem usahataninya. Adapun untuk
diversifikasi vertikal, lebih banyak diarahkan dalam pengembangan dan
penganekaragaman produk (Darmardjati dan Widowati, 1994).
Berkembangnya pengetahuan dan teknologi industri pengolahan pangan,
manfaat dan kegunaan ubi jalar sebagai bahan baku menjadi semakin luas,
36 permen, dan gula fruktosa. Di Amerika Serikat, ubi jalar diolah menjadi gula
fruktosa yang digunakan sebagai bahan baku industri minuman coca-cola.
Limbah ubi jalar berupa batang dan daun dapat dimanfaatkan untuk pakan
ternak. Di Irian Jaya, limbah daun ubi jalar digunakan sebagai pakan ternak
kelinci. Daun-daun muda (pucuk), terutama yang berasal dari varietas ubi jalar
berdaun kecil dan menjari, dapat dimanfaatkan untuk sayur.
Adapun manfaat penggunaan ubi jalar membuka peluang bisnis dan
prospek potensial dalam memberikan nilai ekonomi dan sosial bagi yang
37 Sektor pertanian Sektor Industri Konsumen
Gambar 2. Aneka Kegunaan Ubi Jalar dalam Skema Pohon Industri
Sumber : Penanganan Panen, Pascapanen dan Pengolahan Hasil (Ditjentan dan - IPB, 1996)
38 2.10. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Rachma (2008) melakukan penelitian tentang Efisiensi Tataniaga Cabai
Merah, (Studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis,
Propinsi Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jenis saluran
tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga 1 (pedagang
pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer ke 2), saluran tataniaga II
(pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer 1 – pedagang
pengecer 2), saluran tataniaga III (pedagang pengumpul – pedagang grosir –
pedagang pengecer 2), saluran tataniaga IV (pedagang pengumpul – pedagang
pengecer 1 – pedagang pengecer 2), dan saluran tataniaga V (pedagang
pengumpul dan pedagang pengecer 1).
Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen
cabai merah dijual petani ke pedagang pengumpul. Hasil analisis marjin tataniaga
menunjukkan bahwa marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV,
sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Struktur pasar yang
terbentuk dalam tataniaga cabai merah adalah bersaing tidak sempurna, maka
setelah dianalisis tidak ada keterpaduan. Persaingan yang tidak sempurna dalam
tataniaga cabai merah ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga cabai merah di
lokasi penelitian belum efisien.
Penelitian mengenai Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di
Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dilakukan oleh Maryani
(2008) dengan tujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai,