HASIL DAN PEMBAHASAN
5.3. Analisis Efisiensi Saluran Tataniaga Ubi Jalar Berdasarkan Margin Tataniaga, Farmer’s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga, Farmer’s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya
5.3.1.3. Analisis Margin Tataniaga Saluran Tataniaga 3
Pada saluran tataniaga 3, konsumen membeli ubi jalar tanpa melalui
pedagang pengecer. Konsumen langsung datang ke Pasar Induk Kramat Jati untuk
membeli ubi jalar ke pedagang grosir. Harga jual yang diberikan oleh pedagang
grosir sama dengan harga jual ke pedagang pengecer yaitu sebesar Rp.4.250/Kg.
Hal ini disebabkan oleh harga yang terjadi di pasar induk merupakan harga yang
berlaku sama pada setiap pembeli. Sehingga margin tataniaga yang terjadi pada
saluran tataniaga 3 ini akan lebih kecil dibandingkan dengan saluran tataniaga 2.
Margin tataniaga pada saluran tataniaga 3 adalah sebesar Rp.2.450/Kg. Lembaga
tataniaga yang mempunyai margin tataniaga terbesar adalah pedagang grosir yatu
86 5.3.2. Analisis Farmer’s Share
Farmer’s share juga merupakan salah satu indikator untuk menentukan efisiensi operasional tataniaga suatu komoditas. Farmer’s share merupakan bagian harga yang diterima oleh petani terhadap harga yang dibayarkan
konsumen.
Hasil analisis farmer’s share menunjukan bahwa bagian terbesar yang diterima oleh petani terdapat pada saluran tataniaga 1 yaitu sebesar 69,23 persen,
sedangkan bagian terkecil yang diterima petani adalah pada saluran tataniaga 2
sebesar 34,29 persen. Pada analisis farmer’s share ini tidak dapat diidentifikasi saluran tataniaga yang paling menguntungan bagi petani karena harga jual petani
setiap saluran tataniaga sama yaitu sebesar Rp.1.800/kg (Tabel 17).
Petani dapat meningkatkan keuntungan yang diperolehnya dengan mencari
alternative tujuan penjualan, artinya petani tidak hanya bergantung menjual hasil
panennya ke pedagang pengumpul tingkat pertama tetapi ada alternative tujuan
penjualan lainnya sehingga harga jual petani dapat lebih tinggi dari sebelumnya.
Hal ini dapat juga dilakukan secara berkelompok dengan membentuk suatu
kelompok tani, dimana petani yang tergabung dalam kelompok tani bersama-sama
menjual hasil panennya dan mencari alternative tujuan penjualan sehingga posisi
tawar (bargaining position) petani dapat lebih kuat. Pembentukan kelompok tani
dapat juga berfungsi sebagai pendukung dalam proses usaha tani ubi jalar, dimana
kelompok tani dapat bertindak sebagai penyedia sarana produksi (saprodi) seperti
87 Petani atau kelompok tani dapat meningkatkan pendapatannya, apabila
melakukan nilai tambah (value added) terhadap ubi jalar dengan cara melakukan
pengolahan sehingga menghasilkan produk-produk lain seperti saos, keripik,
tepung dan lain-lain yang berbahan baku ubi jalar. Dengan melakukan pengolahan
terhadap ubi jalar maka terjadi proses perubahan bentuk (utilitas bentuk), sehingga
dapat meningkatkan pendapaan bagi petani atau kelompok tani.
Rekapitulasi hasil analisis margin tataniaga dan farmer’s share setiap saluran tataniaga ubi jalar di Desa Purwasari berdasarkan harga yang terjadi di
tingkat petani dan harga yang berlaku di tingkat konsumen dapat dilihat pada
Tabel 17.
Tabel 17. Rekapitulasi Harga di tingkat Petani, Harga di Tingkat Konsumen, Margin tataniaga, dan Farmer’s Share Saluran tataniaga Ubi Jalar di Desa Purwasari. Saluran Pemasaran Harga di tingkat petani (Rp/Kg) Harga di tingkat konsumen (Rp/Kg) Margin Tataniaga Farmer's Share (%) Saluran Pemasaran 1 1800 2600 800 69.23% Saluran Pemasaran 2 1800 5250 3450 34.29% Saluran Pemasaran 3 1800 4250 2450 42.35% Sumber: Lampiran 2-4
Berdasarkan tabel 17, dapat diketahui bahwa margin tataniaga terkecil
terjadi pada saluran tataniaga 1, yaitu sebesar Rp.800/Kg, kemudian saluran
tataniaga 3 sebesar Rp.2.450/Kg, dan marjin tataniaga terbesar terjadi pada
saluran 2 yaitu sebesar Rp.3.450/Kg. Perbedaan marjin tataniaga pada setiap
saluran tataniaga dipengaruhi oleh panjang atau pendeknya rantai tataniaga yang
88 tataniaga tersebut semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin panjang rantai
pemsaran maka semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat.
Lembaga tataniaga yang teribat tersebut melakukan fungsi-sungsi
tataniaga dalam proses penyaluran ubi jalar ke konsumen, sehingga ada biaya
yang harus dikeluarkan untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga tersebut.
Lembaga tataniaga akan mengambil sejumlah keuntungan sebagai balas jasa atas
fungsi tataniaga yang dilakukannya dan untuk mengimbangi biaya yang telah
dikeluarkan.
Berdasarkan hasil analisa margin tataniaga dan Farmer’s share di atas, dapat disimpulkan bahwa saluran tataniaga yang relative lebih efisien adalah
saluran tataniaga 1 karena memiliki margin tataniaga terkecil yaitu sebesar
Rp.800/Kg dan farmer’s share terbesar yaitu 69,23 persen. Sementara saluran tataniaga 2 merupakan saluran tataniaga yang relative kurang efisien karena
memiliki marjin tataniaga terbesar dan farmer’s share terkecil yaitu masing-masing sebesar Rp.3.450/Kg dan 34,29 persen.
5.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Indikator lain untuk menentukan efisiensi operasional tataniaga suatu
komoditas adalah dengan menghitung rasio keuntungan dan biaya. Rasio
keuntungan dan biaya tataniaga menunjukkan nilai dari keuntungan yang diterima
dibandingkan dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh setiap lembaga
tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran
rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh. Semakin menyebarnya rasio
89 efisien. Rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga ubi
jalar di Desa Purwasari dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Lembaga tataniaga Ubi Jalar di Desa Purwasari Saluran Pemasaran Keuntungan Tataniaga (Rp/Kg) Biaya Tataniaga (Rp/Kg) Rasio Keuntungan dan biaya Saluran Pemasaran 1 550 250 2.20 Saluran Pemasaran 2 2341.5 1108.5 2.11 Saluran Pemasaran 3 1658.5 791.5 2.10 Sumber: Lampiran 2-4
Berdasarkan Tabel 18, rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga
1 sebesar 2,20, artinya setiap satu rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan
memberikan keuntungan sebesar 2,20 rupiah. Rasio keuntungan dan biaya pada
saluran tataniaga 2 yaitu sebesar 2,11, artinya setiap satu rupiah biaya tataniaga
yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar 2,11 rupiah. Sementara
rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga 3 yaitu sebesar 2,10. Hal ini
berarti bahwa setiap satu rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan hanya
memberikan keuntungan 2,10 rupiah.
Berdasarkan hasil analisis rasio keuntungan dan biaya, saluran tataniaga 1
relatif lebih efisien karena memiliki rasio keuntungan dan biaya yang terbesar
(2,20). Sementara saluran tataniaga 3 merupakan saluran tataniaga yang relative
90 5.3.4. Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga didefinisikan sebagai suatu kegiatan perubahan yang
dapat meminimalkan biaya input tanpa harus mengurangi kepuasan konsumen
dengan output barang dan jasa. Biaya tataniaga merupakan tingkat efisiensi
tataniaga yang terjadi. Analisis efisiensi tataniaga mencakup analisis marjin
tataniaga, farmer’s share serta analisis rasio keuntungan dan biaya.
Efisiensi tataniaga dapat juga diketahui melalui penyebaran margin pada
tiap saluran tataniaga. Berdasarkan identifikasi saluran tataniaga yang terdapat di
Desa Purwasari, bahwa saluran yang memiliki nilai margin terkecil adalah saluran
tataniaga satu yaitu sebesar 800/Kg dan dianggap saluran tataniaga yang paling
efisien.
Farmer’s Share dan rasio keuntungan dan biaya dapat dijadikan indikator efisiensi tataniaga. Berdasarkan Farmer’s Share yang diterima petani berkisar 42.35 – 69.23 persen. Farmer’s Share yang tertinggi yang diperoleh petani terdapat pada saluran 1 yaitu sebesar 69.23 persen. Rasio keuntungan dan biaya
tertinggi pada tingkat petani terdapat pada saluran tataniaga 1 yaitu sebesar 2.20.
Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga untuk komoditas ubi jalar, saluran
tataniaga ubi jalar yang efisien adalah saluran tataniaga satu karena memiliki
margin tataniaga paling kecil, rasio keuntungan dan biaya tertinggi, dan Farmer’s Share yang tertinggi dibandingkan pada saluran tataniaga yang lainnya.
91 BAB VI