• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Kedudukan Sumbu Kristal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 Kedudukan Sumbu Kristal"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2. KEDUDUKAN KRISTAL DALAM TIGA DIMENSI 2.1. Kedudukan Utama Bidang terhadap Ketiga Sumbu Kristalografi

Kedudukan atau posisi suatu bidang kristal terhadap sumbu kristalografinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Bidang nemotong ketiga sumbu (a) 2. Bidang sejajar saiah satu sumbu (b,c,d)

3. Bidang sejajar 2 sumbu lainnya dan memotong salah satu sumbu ( e, f, g ) Untuk lebih jelasnya posisi dari suatu bidang terhadap sumbu kristalografinya dapat dilihat pada gambar 2-1.

Gambar 2-1. Macam-macam kedudukan suatu bidang terhadap ketiga sumbu kristalografi

(2)

Gambar 2-2. Parameter bidang ABC

Gambar di atas ( bidang ABC ) adalah bidang kristal dengan parameter L = 11, 12, 13, sedangkan bidang yang diarsir adalah bidang yang memotong unit-unit pada sistim sumbu, masing-masing satu satuan ukur (OA': OB’: OC') yang disebut bidang satuan atau bidang yang akan ditentukan kedudukannya. Dalam hukum Indices Rasional, telah disebutkan bahwa perbandingan antara parameter dari semua sumbu pada semua bidang suatu kristal, selalu merupakan angka yang rasional. Dan besarnya parameter sangat bergantung dari ukuran jari-jari atom atau ion yang menyusun kristal tersebut, yang sering tercermin sebagai unsur translasi. Sebagai contoh, pada kristal belerang monoklin, LINCK menemukan perbandihgan-perbandingan parameternya adalah sebesar 0,6585 : 1 : 0,5553 (satu satuan ukur) untuk nilai.

2.2. Simbol Bidang

Dalam menuliskan notasi perbandingan dari sumbu-sumbu kristal ada dikenal bermacam cara. Tetapi yang umum digunakan adalah sistim yang dikemukakan oleh W.H. Miller yang disebut juga indises, serta Weiss yang disebut juga simbol koefisien. Indises Miller dari suatu bidang terdiri dari sebuah urutan angka yang bersaal dari parameter unitnya tanpa ada nilai dalam bentuk pecahan.

(3)

hexagonal) yang mencerminkan sumbu a, b, dan c . Dalam simbol umum digunakan notasi (hkl). Simbol ini digunakan bila bidangnya memotong ketiga sumbu kristal, sedangkan bila rnemotong dua sumbu dan sejajar sumbu lainnya, notasinya menjadi (Okl), (hOl), dan (hkO). Dan bila sejajar dua sumbu dan memotong satu sumbu kristal, maka notasinya menjadi (100), (010) dan (001). Sedangkan bila bidangnya terletak pada sumbu negatifnya, maka penulisan notasi diberi tanda bar (-) diatas angka negatifnya, misalkan (001), (hOl). Dalam penulisan notasi ini juga angka yang digunakan adalah merupakan nilai yang sederhana atau bilangan bulat dan nol, tanpa pecahan, hal ini sesuai dengan hukum indises rasional yang berlaku dalam penentuan perbandingan parameter dari sumbu-sumbu kristalnya. Sehingga kemudian digunakan penotasian tersebut menurut aturan Miller atau Weiss OA' : OB' : OC' .

Berdasarkan atas hukum Indices Rasional, maka "Weiss" menyusun cara untuk menotasikan perbandingan di atas menjadi bilangan bulat yang sederhana, sehingga kedudukan perbandingan 0,6585 : 1,0 : 0,5553 oleh Weiss dianggap sama dengan 1:1:1,sehingga koefisien Weissnya menjadi 111, maka

kedudukan bidang A'B'C1 menurut notasi Weiss adalah 111. Dengan simbol

Weiss kita langsung dapat mengetahui kedudukan bidang kristal terhadap susunan sumbu, tetapi kurang baik untuk perhitungan. Pada cara Weiss ini kita membagi panjang yang harus diukur dengan satuan panjang. Simbol yang dikemukakan oleh Weiss ini disebut simbol Weiss atau simbol koefisien.

Untuk suatu bidang yang sejajar dengan salah satu sumbu kristalografi (bidang λ pada gambar di atas, adalah tegak lurus sumbu Z dan tidak memotong sumbu X dan Y sehingga koefisien Weissnya menjadi ω, (bidang ang tidak memotong sumbu atau bidang yang sejajar sumbu mempunyai parameter tak hingga (ω). Sehingga untuk menghilangkan nilai tak hingga (ω) tersebut, maka lahir konsep baru yang diajukan oleh MILLER, yaitu dengan membagi nilai satu (1) untuk setiap nilai parameter dengan besaran koefisien Weissnya. Maka Indices Miller adalah membagi satuan panjang dengan satuan yang harus

(4)

diukur, sehingga untuk bidang λ, dikembalikan ke indices Miller, maka menjadi 1/ ω : l/ ω : 1/1 = 001. Sehingga dapat dikatakan bahwa koefisien Weiss dan indices Miller adalah saling berkebalikan. Sebagai contoh pada gambar berikut ini :

Gambar 2-3. Perbandingan bidang HKL

Bidang satuan mempunyai potongan OP, OQ dan OR untuk suatu bidang yang umum umpama bidang HKL akan dicirikan oleh Miller oleh perbandinga OP/OH : OQ/OK : OR/OL, dan pada gambar tersebut sebagai 1/2 : 1/3 : 1/2 = 3 : 2 : 3, sehingga indices untuk bidang KHL menurut miller adalah(323), sedang untuk simbol koefisien Weiss adalah (232). Dari contoh di atas kita mendapatkan kecenderungan bahwa umumnya indices Miller selalu mempunyai 3 parameter (yang berarti terdiri atas 3 sumbu koordinat). Tapi hal tersebut tidak berlaku untuk sistim Hexagonal, sebab pada sistim ini beberapa bidang (yang horizontal) disusun dalam kisi bidang hexa-net, dan rhombo-net, sehingga berlaku 4 sumbu koordinat, yaitu 3 sumbu terletak pada bidang hori zontal sehingga indices Millernya (hkil). Indices yang ketiga pada sumbu horizontal selalu dinyatakan dengan i, untuk indices pada sumbu negatifnya (d-), maka simbol diberi tanda (-) pada bagian atas angkanya, sehingga ditulis

(5)

(h, k, i, l).

Simbol sumbu yang biasa digunakan :

A1 = h = a a3 = i = d

A2 = k = b c = 1 = c

Sedangkan pada koefisien Weiss biasa digunakan simbol : Sumbu a = m; b = n; c = p dan d. = -q.

Untuk indices Miller biasa digunakan untuk sumbu a = h; sumbu b = k; c = 1; dan d = i.

Sehingga untuk sistim Hexagonal yang terdiri atas 4 sumbu kristalografi berlaku hubungan : i = - (h + k}. Hal ini dapat dibuktikan :

Pada gambar di bawah ini, suatu bidang yang raemotong sumbu a, b dan d pada titik-titik A, B dan D, maka : OA = 1/h, OB = 1/k, dan OD = 1/i, kemudian tarik DE sejajar OB, maka segitiga ODE dalah sama sisi, sehingga ED = OE = OD = 1/i.

OA : EA = OB : ED OA : (OA - OE) = OB : ED OA x ED = OB X OA - OE

OA x ED + OB x OE = OA x OB karena ED = OE = OD, maka

OA x ED + OB x OE = OA X OB ——— > OD(OA + OB ) = OA x OB sehingga OA X OB OD = --- OA + OB 1 1/h x 1/K 1 - ---- = --- = --- I 1/h + 1/K K + h - i = k + h --- i = - (k + h)

(6)

Gambar. 2-4. Pembuktian rumus i = - (k + h)

2.3. Unsur Simetri Kristalografi

Kategori yang lebih rendah dari sistem klasifikasi tatanama kristal adaiah kelas. Adapun dasar dari pembagian kelas ini adalah kekayaan unsur simetrinya. Atas dasar kekayaan unsur simetri tersebut, maka dari ke-tujuh sistem kristal tersebut dibedakan menjadi 32 kelas kristal, dimana kelas dengan unsur simetri terkaya digolongkan kepada kelas 1 (pertama), sedangkan sebaliknya, kelas dengan unsur simetri termiskin digolongkan ke dalam kelas 32.

Sebelum membahas pembaaian kelas tersebut, terlebih

dahulu harus diketahui apa yang disebut unsur simetri. Unsur simetri dalam kristalografi terdiri atas 3 macam, yaitu :

☆ Bidang simetri ( mirror /m/P)

☆ Sumbu simetri (axis/A)

☆ Pusat simetri (center/C)

2.3.1.Bidang Simetri (m)

Bidang simetri atau biasa juga ditulis P (plane) atau m (mirror) merupakan bidang pencerminan. Bidang simetri adalah suatu bidang yang_melalui pusat kristal dan membelah kristal menjai dua bagian yang sama,

(7)

dimana bagian yang satu merupakan pencerminan bagian yang lainnya. Berdasarkan kedudukannya, dibedakan menjadi 3 macam, yaitu vertikal, diagonal dan horizontal. Berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi dua macam bidang simetri, yaitu bidang simetri utama dan bidang simetri biasa atau tambahan. Bidang simetri biasa adalah suatu bidang yang membagi kristal menjadi dua bagian yang simetris atau bidang yang satu merupakan bayangan cermin dari bidang lainnya, atau dapat juga disebut bidang simetri yang hanya melalui satu sumbu simetri (Gbr. 2-5), bidang-bidang simetri acge, adgf, bfhd, bche, abgh dan cdef adalah merupakan bidang simetri biasa atau tambahan.

Bidang simetri utama adalah bidang simetri yang padanya terdapat dua atau lebih bidang simetri lain yang tegak lurus pada, dan harus tegak lurus terhadap sumbu simetri berharga paling tinggi (Gbr. 2-5), bidang-bidang simetri ABCD, EFGH dan IJKL adalah merupakan bidang simetri utama.

Operasi bidang simetri (operasi repetisi) adalah pen-cerminan, dimana hubungan antara bentuk asli dan turunannya seolan-olah diakibatkan oleh adanya bidang cermin yang memisahkan keduanya secara tegak lurus (Gbr.2-6).

(8)

utama

Gambar 2-6. Operasi pencerminan

2.3.2. Sumbu simetri (Sumbu lipat) (A)

Sumbu simetri adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal, dimana bila kristal tersebut diputar 360° dengan garis tersebut sebagai sumbu perputaran, maka pada kedudukan tertentu, kristal tersebut akan menunjukkan kenampakan-kenampakan yang sama dengan semula. Sumbu simetri ada dua macam, yaitu sumbu simetri biasa dan sumbu simetri poler. Sumbu simetri biasa dikenal juga sebagai Sumbu Bipolar, yaitu suatu sumbu khayal yang melalui mana kristal dapat diputar 360° dan akan dijumpai konfigurasi sama atau hal-hal yang sama yang muncul labih dari satu kali. Sumbu Poler, yaitu suatu sumbu khayal seper-ti halnys sumbu bipoler hanya kedua ujung sumbu menembus dua keadaan yang berbeda.

Operasi dari sumbu lipat ini disebut sebagai operasi rotasi. Rotasi dalam istilah kristalografi dimasukkan sebagai perulangan secara periodik dari motif asli yang dijumpai setelah terjadinya perputaran motif tersebut dengan sudut sebesar 360° akibat beroperasinya sumbu rotasi atau sumbu lipat (Gbr.2-7).

(9)

Gambar 2-7. Operasi Rotasi

Sumbu simetri ini juga dibedakan lagi menjadi dua macam berdasarkan atas macam operasinya, yaitu Gyre dan Gyroida. Gyre adalah operasi sumbu simetri yang besarnya sudut putar adalah 360°/n. Oleh karena itu harga sumbu lipat sangat bergantung pada beberapa kali kenampakan motif yang sama akan terulang setelah sumbu lipat diputar. Sehingga harga sumbu lipat (n) adalah sama dengan 360° dibagi sudut perputaran yang membentuk satu kali perulangan atau dapat ditulis sebagai : c = 360°/n. Sebagaimana diketahui ciri kristal adalah mempunyai bentuk polihedral yang tertutup, sehingga ada suatu batasan untuk harga n, yang bisa dibuktikan secara matematis.

Harga n yang dikenal adalah :

(10)

sumbu lipat sebesar 360°/1 = 360°. Diberi simbol •

2. Sumbu lipat dua ( diaxis atau diad atau digyre), perulangan motif diperoleh pada perputaran sumbu lipat sebesar 360°/2 = 180°. Diberi simbol 

3. Sumbu lipat tiga (triaxis atau triad atau trigyre), yaitu perulangan motif bisa diperoleh pada perputaran sumbu lipat sebesar 360°/3 = 120°. Diberi simbol ▲

4. Sumbu lipat empat (tetraxis atau tetrad atau tetra-gyre), yaitu perulangan motif bisa diperoleh pada perputaran sumbu lipat sebesar 360 °/4 = 90°. Diberi simbol ■

5. Sumbu lipat enam ( hexadaxis atau hexad atau hexa-gyre), perulangan motif bisa diperoleh pada perputaran sumbu lipat sebesar 360°/6 = 60°. Diberi simbol 

Disini jelas tidak dikenal sumbu lipat lima atau yang lebih besar dari 6, karena perulangan yang dihasilkannya tidak bisa menghasilkan bentuk polihedral yang tertutup. Gyroida adalah operasi sumbu simetri, disini merupakan campuran dari pemutaran melalui sumbu dan pencerminan pada bidang yang tegak lurus pada bidang tadi. Untuk rotasi 180° lalu dicerminkan melalui bidang m, maka akan dihasilkan pusat simetri dan digyroida. Untuk rotasi 120° dan dicerminkan melalui m, dihasilkan trigyroida. Untuk rotasi 90° dan dicerminkan melalui m, akan dihasilkan operasi tetragyroida. Dan untuk rotasi 60° dan dicerminkan melalui m, akan dihasilkan operasi hexagyroitia. Untuk bentuk operasi ini dapat dilihat pada gambar 2-8.

(11)

Gambar 2-8. Gabungan operasi rotasi dan pencerminan

2.3.3.Pusat Simetri (C)

Pusat simetri atau biasa juga disebut titik simetri. Pusat simetri yaitu suatu titik yang apabila ditarik garis melaui titik tersebut dari sembarang titik pada permukaan kristal akan membagi garis tersebut sama panjang. Operasi pusat simetri ini disebut dengan operasi inversi (i). Inversi adalah suatu operasi simetri, yang dihasilkan dengan jalan mengnubungkan titik-titik dari salah satu bidang kristal, melaui titik pusatnya (titik inversi), sehingga dihasilkan titik-titik turunannya dimana letak titik yang direpetisikan berseberangan dengan titik-titik turunannya terhadap pusat inversinya pada jarak yang sama.

(12)

Sebagai hasil inversi dari suatu bidang kristal adaiah bidang yang sejajar, sama dan sebangun, tetapi terbalik, dengan letak yang berseberangan terhadap pusat inversinya dan berjarak sama terhadap titik inversi tersebut (gambar 2-9 dan 2-10).

Gambar 2-9. Operasi inversi

Gambar 2-10. Gabungan operasi rotasi dan inversi

Atas dasar kekayaan unsur simetri tersebut di atas, maka terdapat 32 kelas kristal dari ke-7 sistim kristal tersebut. Pada sistem isometrik terdiri dari 5 kelas; sistem tetragonal terdiri dari 7 kelas; sistem hexagonal terdiri dari 7 kelas; sistem trigonal terdiri dari 5kelas; sistern rhombis terdiri dari 3

(13)

kelas; sistem monoklin terdiri dari 3 kelas dan sistem triklin terdiri dari 2 kelas. Pembagian secara keseluruhan untuk tiap kelas beserta unsur simetri yang dimilikinya dapat dilihat pada tabel 2-1.

Tabel 2-1. Pembagian 32 kelas kristal

(14)

2. 4. Zone dan Sumbu Zone

Suatu kristal disebut mempunyai zone apabila kristal tersebut mempunyai bidang-bidang kristal yang terletak sedemikian rupa yang saling berpotongan yang saling sejajar-satu sama lain, Perpotongan bidang-bidang tersebut disebut sebagai rusuk kristal. Sumbu zone adalah suatu sumbu kristalografi yang terletak sejajar dengan garis perpotongan dari bidang kristal atau rusuk kristal. Sumbu zone tersebut terletak di tengah-tengah dan berjarak sama terhadap bidang-bidang kristal yang sejajar tersebut. Notasi untuk zone tersebut disebut simbol sumbu zone atau zone simbol yang diberi notasi u untuk sumbu yang sejajar dengan sumbu koordinat x atau h, v untuk sumbu yang sejajar dengan sumbu koordinat / atau k dan w untuk sumbu yang sejajar sumbu koordinat z atau 1. Untuk bentuk kubus mempunyai tiga buah sumbu zone yang diberi notasi [uvw], gambar di bawah ini memperlihatkan mana yang disebut zone, rusuk kristal dan sumbu zone dari suatu kristal yang berbentuk kubus (Gbr. 2-11).

Bidang-bidang 1,2,3 dan 4 terletak satu zone yang sama, dan terdapat tiga sumbu zone u,v dan w.

(15)

2.4.1. Relasi bidanq dan zone

Untuk mengetahui simbol zone dari suatu bidang yang telah diketahui indicesnya, maka digunakan determinan. Misalkan suatu bidang dengan indices (h,k,l) dan (h',k',l'), tentukanlah zone simbolnya. Maka untuk menjawab ini digunakan rumus determinan :

maka zone simbolnya adalah [uvw] : u = kl’ – k’1

v = Ih’ – l’h w = hk’ – kh’

Contoh lain, misalkan suatu bidang mempunyai indices (001) dan (110), tentukanlah zone simbol untuk bidang tersebut. Maka determinannya :

sehingga zone simbolnya adalah [uvw] : u = 1 – 0 = 1

v = 0 – 1 = 1 w = 0 – 0 = 0

maka zone simbol [uvw] = [110].

Untuk kristal yang mernpunyai ernpat buah sumbu seperti pada sistim

hexagonal, dimana pada sistim ini berlaku bahwa pada sumbu a3 v= i = -(h - k),

maka untuk determinasi pada sumbu a3 ini diabaikan. Secagai contoh, bidang kristal dengan indices (111) dan (001), maka zone simbolnya adalah :

h K l h k l

h’ K’ l’ h’ k’ l’

1 1 0 1 1 0

(16)

Determinan : 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 sehingga : u = 1 - 0 = 1 v = 0 - 1 = 1 sedangkan untuk a3 = -(h + k) w = 0 – 0 = 0 = - (1 – 1) = 0

sehingga simbol zone untuk [hkil] = [1100].

Suatu bidang (hkl) dengan zone simbol [uvw], bila bidang (hkl) terletak pada zone [uvw], maka berlaku persa-maan zone : hu + kv + Iw = 0 hal ini dapat dibuktikan : hu = hkl’ – hlk’ kv = klh’ – khl’ lw = lhk’ – lkh --- + hu + kv + lw = 0

2.4.2. Penggabungan zone dengan zone

Penggabungan zone dengan zone gunanya adalah untuk mengetahui atau mendapatkan indises pada perpotongan kedua zone tersebut. Misalkan dua

zone simbol [uvw] dan [u'v'w1], carilah indices bidang yang terletak pada

perpotongan ke dua zone tersebut. Untuk penyelesaiannya juga digunakan determinan:

u V w u v W

(17)

sehingga indices bidangnya adalah : ( e , f, g ) : e = vw’ – wv’ f = wu' - uw'

g = uv' - vu'

2.5. Bentuk (Form) dan Perangai (Habit) Bidang Kristal

Disini dibahas tentang sifatdari bidang kristal, garis dan titik serta unsur-unsur simetri yang mengontrolnya, dalam hal ini ada dua istilah yang hampir mirip, tetapi mempunyai pengertian yang berbeda, yaitu :

☆ Form (Bentuk)

☆ Habit (Perangai)

Bentuk : Asosiasi bidang-bidang kristal yang diperlukan sebagai akibat adanya unsur simetri jika saiah satu bidang diketahui. Dapat juga disebutkan bahwa form rnerupakan bentuk individu bidang kristal.

Habit: suatu aspek umum yang diperoleh dari psrkembangan relatif dari berbagai bentuk/form (contoh : kubus, prismatik,dll). Disini jelas bahwa habit adalah suatu perkembangan relatif dari form akibat pengaruh lingkungan semasa kristal tersebut terbentuk.

Untuk mengetahui kedalam sistim apa kristal-kristal tersebut digolongkan, yang perlu diperhatikan adalah jenis dan jumlah unsur simetri yang dimilikinya. Perkembangan bentuk kristal dipengaruhi oleh lingkungan pembentukannya, dimana pengaruh tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan :

1. Homogenitas atau keseragaman dari zat pelarut atau alat pelarutnya, 2. Kecepatan pendinginan atau penguapan atau temperatur pengkristalan, 3. Kemurnian larutan atau adanya pengotoran pada larutan,

4. Distorsiatau deformasi, karena pengaruh ruang pembentuk-annya yang sempit atau terbatas.

(18)

Form bisa terdiri dari bidang-bidang yang tidak mempunyai hubungan yang tidak tegak lurus atau paralel dengan unsur simetri yang ada. Kondisi ini disebut sebagai general form. Jika mempunyai hubungan yang tegak lurus atau paralel dengan unsur simetrinya disebut special form.

Bentuk atau form bisa dijumpai hanya pada satu sistem kristal saja atau juga pada berbagai sistem kristal. Beberapa contoh bentuk (form) yang berkaitan dengan penamaan kelas kristal adalah (Gbr 2-12) :

1. PEDION : bila hanya terdiri atas 1 bidang

2. PINACOID : bila hanya terdiri atas 2 bidang terbuka yang paralel 3. DOME : suatu bentuk terbuka dari 2 bidang yang tidak paralel, dimana

satu terhadap yang lainnya memiliki hubungan pencerminan

4. SPHENOID : 2 bidang non-paralel yang dikontrol oleh adanya sumbu lipat dua

5. DISPHENOID : adanya pasangan 4 bidang, dua di atas merupakan bentuk sphenoid dan duabentuk sphenoid dibawah

6. PRISMA : bentuk terbuka yang terdiri dari 3,4,6,8, dan 12 bidang yang kesemuanya pararel terhadap sumbu sama, masing-masing dikontrol oleh adanya sumbu lipat 3 (triad), 4 (tetrad) atau 6 (hexad) (gambar 2-12e-k). 7. PYRAMID : suatu bentuk terbuka yang bisa terdiri atas 3,4,6,8 atau 12

bidang yang tidak paralel dan saling berpotongan di satu titik, masing-masing dikontrol oleh adanya sumbu lipat 3 (triad), 4 (tetrad) atau 6 (hexad)

8. SCALENOHEDRON : terdiri dari 3 bidang (tetragonal) atau 12 bidang (hexagonal) yang merupakan pasangan simetri. Pada tetragonal pasangan bidang yang atas dan bawah dikontrol oleh rotasi inversi 4(4), sedangkan pada hexagonal satu pasangan bidang-bidang atas dan bawah dikontrol oleh rotasi inversi 3(3)

9. TRAPEZOHEDRON : suatu bentuk terbuka yang terdiri dari 6,8 atau 12 bidang dengan 3,4 atau 6 bidang diatas dan 3,4 atau 5 bidang di bawah,

(19)

dimana tiap-tiap bidang berbentuk trapesium (mendekati trapesium). Bentuk ini dikontrol oleh adanya sumbu lipat 3,4 atau 6 yang tegak lurus sumbu lipat 2

10. DYPIRAMIDA : terdiri dari 6,8,12,15 atau 24 bidang-bidang piramid yang saling berpotongan atas dan bawah akibat adanya cermin horizontal 11. ROMBOHEDRON : terdiri dari 6 bidang, dimana 3 bidang diatas dan 3

bidang di bawah, dan sudut antara dua bidang sebesar 60° dikontrol oleh adanya sumbu lipat 3 yang terletak pada sudutnya

(20)
(21)
(22)
(23)

Selain bentuk-bentuk diatas yang dikelompokkan dalam bentuk non isometri, maka juga .dapat dibedakan bentuk-bentuk kristal yang merupakan bentuk isometrik. Pembahasan untuk masing-raasing bentuknya dapat dilihat pada pembahasan sistim isometrik, sedangkan gambar dari bentuk-bentuknya

dapat dilihat pada gambar 2-13a-o dibawah ini.

(24)

Gambar

Gambar  2-1. Macam-macam kedudukan suatu  bidang  terhadap ketiga sumbu  kristalografi
Gambar 2-2. Parameter bidang ABC
Gambar 2-3. Perbandingan bidang HKL
Gambar  2-5. Bidang simetri vertikal, horizontal dan diagonal, serta simetri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika garis k sejajar dengan garis m, dan keduanya tegak lurus terhadap sumbu-y, apakah kedua garis tersebut memiliki jarak yang sama dengan sumbu-x1.

Pada sisitem koordinat kartesius 3D ini kita mengenal dengan adanya 3 sumbu yang saling tegak lurus dan terdapat pada koordinat kartesiusnya yaitu sumbu x, sumbu y dan sumbu z

Tumpuan jepit, tumpuan yang dapat menahan tiga beban yaitu, beban dari arah tegak lurus dengan sumbu, sejajar dengan sumbu dan momen, seperti terlihat

 Meminta siswa untuk menyimpulkan tentang garis-garis yang sejajar, tegak lurus, dan berpotongan dengan sumbu x dan sumbu y pada bidang koordinat..  Memberikan tes tertulis

d) Tempelkan pengukur regangan elektrik dengan arah sejajar atau tegak lurus terhadap sumbu benda uji, lalu sambungkan 2 kabel ke ujung pengukuran regangan elektrik dan

dari ebuah titik pada garis itu dibuat garis-garis tegak lurus pada sumbu X dan sumbu Y sehingga membentuk sebuah persegi panjang seperti pada gambar berikut.. Luas maksimum

Jika irisan sejajar antara bidang yang tegak lurus garis tengah tetap selalu berbentuk persegi, hitunglah volum benda padat tersebut.. Irisan benda padat dengan bidang yang tegak

Sistem koordinat titik diruang tiga digunakan tiga sumbu koordinat x, y, dan z yang saling tegak lurus dengan posisi sumbu-sumbunya mengikuti aturan tangan