• Tidak ada hasil yang ditemukan

192407_HKN TUGAS 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "192407_HKN TUGAS 1"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Kronologi Peraturan Keuangan Negara

Penyusun :

Achmad Rizal W

1

Afif Nur Wahid

2

Alfiani Purnama Dewi

5

Annisa Ainun Nihaya

6

Aqidatur Rosidah

7

Kukuh Jati Prakosa

18

Lutfi Abdul Hakim

19

May Neni Wulandari

20

Meisy Naksari Sinombing

21

Muhammad Ilham Arif Darmawan 22

Muhammad Thoriq Fahmi

24

Kelas 4-L DIII Akuntansi

PKN-STAN 2017

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul “Kronologi Peraturan Keuangan Negara” tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Keuangan Negara. Dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Iskandarr selaku dosen Hukum Keuangan Negara, yang memberikan dorongan, masukan kepada penulis.

2. Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik dalam isi maupun sistematika. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan tentang kronologi peraturan keuangan Negara Indonesia.

Tangerang Selatan, 7 Maret 2017 Tim Penulis

(3)

Kata Pengantar

1

1. Jaman Kolonial...4

a) Indische Comptabiliteitswet (ICW ) ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867...4

b) Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445,...5

c) Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381,...7

d) Insctructie en verdere bapelingen voor Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933 No.320...8

2. Era Kemerdekaan...9

a) ICW, IBW, dan RAB tetap digunakan...9

d) Perubahan ICW, IBW:...10

Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1954 tentang Mengubah “Indonesische Comptabiliteitswet" (Staatsblad 1925 No. 448) dan "Indonesische Bedrijvenwet" (Staatsblad 1927 No. 419)...10

3. Orde Baru...11

a) Berakhirnya UUPI/Undang-undang Perbendaharaan Indonesia dengan UU No 9 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 7 Indische Comptabiliteitswet (Stbl. 1925 Nomor 448) dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Drt. 1954 (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 6)...11

b) Terbitnya Keppres tentang Pelaksanaan APBN...14

4. Reformasi Keuangan...15

(4)

1. Jaman Kolonial

a) Indische Comptabiliteitswet (ICW ) ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867

Setelah kurang lebih 58 tahun Indonesia merdeka, baru pada tahun 2003 Indonesia mempunyai Undang-Undang dalam hal pengelolaan keuangan negara. Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :

Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW Stbl. 1925 No. 448

selanjutnya diubah dan diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867

Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445

Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381

 Sementara itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320.

Dalam perkembangannya, ICW sudah mengalami beberapa perubahan, antara lain dengan UU Nomor 9 Tahun 1968 tentang Perubahan Tahun Anggaran. Terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Pada awal berlakunya, ICW memuat hal-hal antara lain sebagai berikut:

1. Anggaran rutin dan anggaran modal ditetapkan setahun sekali.

2. Sisa anggaran yang masih ada sesudah tahun anggaran berakhir harus ditetapkan dengan UU.

(5)

4. Pengawasan terhadap pengurusan keuangan negara dilakukan oleh Algemeene

Rekenkamer yang diangkat oleh Raja. Lembaga ini selanjutnya menjadi cikal bakal

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

5. Sumbangan-sumbangan Hindia Belanda untuk Belanda tetap diteruskan.

6. Tata cara pertanggungjawaban pengurusan keuangan negara yang ditujukan kepada Algemeene Rekenkamer.

7. Peraturan tentang tuntutan ganti rugi yang ditujukan kepada pengawai negeri dan bendaharawan yang merugikan negara.

Sebelum kemerdekaan, ICW telah mengalami beberapa kali perubahan, di antaranya adalah: 1. Tuntutan ganti rugi mulai dikenakan pada tahun 1895 dan bukan hanya kepada

bendaharawan, tetapi juga kepada yang bukan bendaharawan.

2. Pencabutan pasal mengenai sokongan kepada Belanda dilakukan pada tahun 1903.

3. Perubahan pada tahun 1912 menetapkan bahwa Hindia Belanda merupakan satu Badan Hukum tersendiri yang terpisah dari Negara Belanda, termasuk hasil milik dan beban yang harus dipikulnya. Dengan perubahan ini, segala sesuatu yang semula diatur atau harus diputuskan dari Negara Belanda sejak tahun 1912 bisa dilakukan sendiri di Hindia Belanda.

4. Perubahan pada tahun 1917 menentapkan bahwa Gubernur Jenderal mempunyai wewenang untuk menentapkan sementara anggaran serta menetapkan perhitungan anggaran dan berwenang menggunakan sisa anggaran lebih atau menutup sisa anggaran kurang. Hal ini terkait dengan dibentuknya Volks Raad (Perwakilan Rakyat), di Hindia Belanda meskipun pengesahannya masih dilakukan oleh raja.

5. Perubahan pada tahun 1925 menetapkan kebijaksanaan keuangan dilimpahkan ke Hindia Belanda di mana Gubernur Jenderal harus bekerja sama dengan Volks Raad untuk penetapannya, sedangkan kerajaan Belanda hanya memberikan garis-garis besarnya.

(6)

b) Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445,

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda telah membagi beberpa departemen-departemen yang diberi tugas untuk mengurusi bidangnya masing-masing. Seperti departemen keuangan,

kehakiman, ekonomi, dalam negeri dan lain sebagainya. Nah inilah yang dicontoh Indonesia pada awal kemerdekaan. Sebagai bangsa yang sudah lepas dari belenggu penjajahan menuntut Indonesia harus mampu mandiri mengurusi pemerintahannya. Maka dalam menjalankan prakteknyanya Indonesia mau tidak mau harus bercermin dalam membentuk sebuah sistem pemerintahan dalam membagi urusan dan bidangnya masing-masing, maka dibentukalah departemen-departemen yang tidak jauh beda pada jaman penjajahan hindia beland Raad van Indie (Dewan Hindia)

Merupakan pendampingan gubernur jenderal dalam melaksanakan pemerintahannya. (terdiri dari 6 orang anggota dan 2 orang anggota luar biasa dimana gubernur jenderal merangkap sebagai ketua). Setiap laporan dikirim pada Heeren XVII sebagai pimpinan pusat VOC yang

berkedudukan di Amsterdam.

VOC lebih banyak melakukan pemerintahan tidak langsung, dimana kaum bumiputera tidak terlibat dalam struktur kepegawaian VOC. Meskipun terkadang mereka terlibat dalam

pemerintahan tetapi stasus mereka bukan pegawai VOC dan tidak digaji secara tetap. Mereka hanya mitra dalam bekerja demi kepentingan VOC.

Pada tahun 1799, VOC mengalami kebangkrutan yang disebabkan faktor-faktor berikut.

1. Banyaknya korupsi yang dilakukan para pegawai VOC, apalagi mereka tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan keuangan pada pemerintah Belanda.

2. Banyaknya biaya yang harus dikeluarkan VOC sebagai dampak dari peperangan yang dilakukan VOC di Nusantara.

3. Persaingan yang ketat dengan kongsi dagang lain.

4. Rakyat Indonesia tidak mampu lagi membeli barang-barang Belanda. 5. Terjadinya perdagangan gelap.

(7)

Setelah VOC bubar maka pemerintahan Indonesia di pegang oleh pemerintah Belanda. Belanda lebih cenderung melakukan kolonialisme (negara menguasai rakyat dan sumber daya negara lainnya/pendudukan suatu wilayah oleh suatu negara lain dimana daerah koloni masih berhubungan dengan negara induk dan memberi upeti kepadanya.

Implikasi 1:

Implikasi kuat dari pemerintahan VOC hingga sekarang kita rasakan adalah praktek korupsi. Sekaan sudah berakar dan membudaya di dalam tubuh pemerintahan kita. Sebagaima mana kata pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, inilah yang ungkin budaya yang diturunkan oleh pendahulu kita, bagaimana watak kotor penjajah selama ratusan tahun menjajah indonesia melekat kuat dalam diri para birokrat bangsa ini. Selain itu, VOC pada saat itu menjalankan sistem pemerintahan kapitalis dan liberal. Dimana kelas pemodal dan individu diberikan

kebebasan secara luas untuk memperkaya dirinya sendiri. Dan inilah yang sampai sekarang kita rasakan dalam praktek politik maupun ekonomi yang kita jalani dalam sistem pemerintahan Indonesia. Terlepas dari idiologi kita Pancasila, dan menganut sistem demokrasi, namun dalam praktek dan realitanya kita masih menjunjung nilai liberal dan kapitalisme. Ini bisa dilihat ketika banyak pemodal asing yang malah secara bebas dan leluasa menggerogoti sumber daya ekonomi dan sumber daya alam bangsa ini, yang kaya makin kaya, kesenjangan sosial dan ekonomi yang begitu kentara, dan lain sebagainya.

Implikasi 2:

Pada pemerintahan VOC terdapat Gubernur Jendral yang kekuasaannya tidak terbatas sedangkan untuk mengurusi pemerintahannya diserahkan oleh Raad van Indie (Dewan Hindia). Dapat diketahui bahwa pemerintahan VOC yang dijalankan di Indonesia pada saat itu adalah sistem pemerintahan parlementer. Di mana Gubernur jendral pada saat itu sebagai kepala negaranya dan Dewan Hindia sebagai kepala pemerintahannya. Sistem Parlementer ini pernah dijalankan Indonesia ketiak awal-awal kemerdakaan pada masa Indonesia Liberal dan Indonesia Terpimpin.

c) Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381,

Sedangkan untuk Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381, peraturan ini berisikan Peraturan Pengurusan Tata Usaha Keuangan Negara. Jadi, peraturan ini

(8)

memuat seperti bagaimana prosedur penyelesaian tagihan – tagihan atas beban anggaran, prosedur penetapan macam – macam dan bentuk surat – surat tagihan yang harus disampaikan pihak kreditur untuk memperkuat tagihan mereka, dan lain – lain. Reglement voor het

Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381 sendiri juga beberapa kali mengalami

perubahan salah satunya Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1934 No. 175 serta perubahan – perubahan lain yang belum kami temukan.

Namun, sangat disayangkan peraturan perundang – undangan tersebut tidak dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam system kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Hal tersebut karena memang sejak awal peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah belanda untuk mengatur daerah jajahan. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan.

Sistem anggaran berdasarkan aturan – aturan tersebut juga masih tradisional karena tidak mempertimbangkan value for money. Selain itu, sistem tersebut tidak memiliki tolok ukur dalam pengukuran kinerjanya. Dengan demikian, cara penyusunan anggaran ini tidak berdasarkan pada Analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, tetapi lebih menitikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan system pertanggungjawabannya tidak diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak.

Selain itu, perbedaan antara undang-undang tentang keuangan negara produk lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) dan undang-undang tentang keuangan negara peninggalan pemerintahan Hindia Belanda, terletak pada jiwa dan semangat yang melandasinya, baik secara sosiologis maupun filosofis (legal spirit).

Semua peraturan diatas dinyatakan tidak berlaku setelah terbitnya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dengan terbitnya UU 17/2003 diharapkan pengelolaan keuangan negara“dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia.

(9)

d) Insctructie en verdere bapelingen voor Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933 No.320.

Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sampai saat ini, BPK masih berpedoman kepada. Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor 320).

Sampai saat ini BPK, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, masih belum memiliki landasan operasional yang memadai dalam pelaksanaan tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, selain berpedoman pada IAR, dalam pelaksanaan pemeriksaan BPK juga berpedoman pada Indische Comptabiliteitswet atau ICW (Staatsblad 1925 Nomor 448 Jo. Lembaran Negara 1968 Nomor 53).

Agar BPK dapat mewujudkan fungsinya secara efektif, dalam Undang-Undang ini diatur hal-hal pokok yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagai berikut:

(10)

1. Pengertian pemeriksaan dan pemeriksa;

2. Lingkup pemeriksaan;

3. Standar pemeriksaan;

4. Kebebasan dan kemandirian dalam pelaksanaan pemeriksaan;

5. Akses pemeriksa terhadap informasi;

6. Kewenangan untuk mengevaluasi pengendalian intern; 7. Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut;

8. Pengenaan ganti kerugian negara:

9. Sanksi pidana.

2. Era Kemerdekaan

a) ICW, IBW, dan RAB tetap digunakan

b) Pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 masih menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial. Peraturan perundangan tersebut terdiri dari Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381, serta InsctrucTe enverdere bapelingen voor Algemeene Rekenkamer(IAR) stbl. 1933 No.320.

c) Era Kemerdekaan s.d. 2003. ICW, IBW, dan RAB tetap digunakan, s.d.tahun 2003. ICW terakhir ditetapkan sebagai UUPI/Undang-undangPerbendaharaan Indonesia dengan UU No 9 Tahun 1968.

d) Perubahan ICW, IBW:

Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1954 tentang Mengubah “Indonesische Comptabiliteitswet" (Staatsblad 1925 No. 448) dan "Indonesische Bedrijvenwet" (Staatsblad 1927 No. 419)

Tahun pelaksanaan anggaran pada umumnya dimulai dari 1 Januari sampai 31 Desember. Menurut ICW, masih bisa dibenarkan jika beban-beban yang terjadi dalam beberapa bulan pertama tahun berikutnya tetap diikutsertakan dalam realisasi anggaran tahun sebelumnya demi kejelasan realisasi program pemerintah. Di dalam pasal 11 ICW disebutkan bahwa batas penyelesaian program yang terlambat itu diberi waktu hingga 1 April tahun berikutnya,

(11)

sedangkan pembebanannya hingga I juli tahun berikutnya. Tujuan sistem ini baik. Akan tetapi, baiknya hasil tergantung sumber daya manusia yang menjalankan penatausahaannya. Faktanya setelah akhir Perang Dunia II para pembuat perhitungan anggaran masih banyak yang lalai akan aturan-aturan yang ada di ICW. Di tengah kondisi yang buruk ini, Pemerintah mengambil langkah untuk mengakali agar tidak terjadi peyimpangan yang lebih banyak, yaitu, dengan cara menyederhanakan aturan-aturan penganggaran. Di sisi lain Pemerintah juga bertekad untuk memperbaiki Sumber Daya Manusia yang ada sehingga pada waktunya aturan yang lama bisa dipakai kembali atau menciptakan aturan baru yang lebih sesuai dan tidak sesederhana yang ada. Untuk tujuan tersebut dibuatlah Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1954. Toleransi berupa pembebanan bulan-bulan dalam tahun anggaran berikutnya yang awalnya boleh dimasukkan ke dalam anggaran tahun sebelumnya ternyata malah membingungkan pada masa itu sehingga aturannya diubah. Perubahan tersebut, yaitu, tahun anggaran adalah kaku sejak 1 Januari hingga 31 Desember, tidak ada toleransi bulan-bulan pada tahun berikutnya. Aturan baru ini desebut

kasstelsel. Akan tetapi, aturan sederhana ini tidak berlaku bagi anggaran Perusahaan-Perusahaan

Negara.

Berikut adalan penjelasan per pasalnya Pasal 1

Pasal ini menjelaskan pasal-pasal baru ICW dan perubahannya. Pasal barunya yaitu pasal 7,8,9, dan 10. Pasal 7 s.d. 9 menjelaskan teknik detil dari pelaksanaan kasstelsel itu sendiri sedangkan pasal 10 menekankan bahwa tiap-tiap instansi harus tepat waktu menyetorkan anggarannya agar terwujudnya ketepatan waktu penggaran nasional. Pasal-pasal yang dihapus adalah pasal 8a, 11, dan 11a. Pasal 42 ayat 3 ICW yang awalnya penganggaran hingga 1 Juli tahun berikutnya diubah menjadi 31 Desember. Pasal 16 ICW menyebutkan bahwa untuk hal-hal tertentu pasal 8 tetap digunakan. Pasal 23 ikut menyesuaikan.

Pasal 2

Undang-Undang tersebut berlaku sejak tanggal diundangkannya sehingga tahun 1953 pun perhitunganya harus berakhir 31 Desember. Terkait perhitungan yang memang terpaksa menggunakan aturan lama tetap diperbolehkan.

(12)

Menteri Keuangan diperkenankan membuat aturan-aturan peralihan sebagai penjelasan apabila ditemukan kesukaran pelaksanaan.

Undang-undang nomor 3 tahun 1954 ini disahkan tanggal 28 Desember 1953, yang berlaku juga sejak tahun 1953 atau sejak tahun ditetapkan/diundangkan.

3. Orde Baru

a) Berakhirnya UUPI/Undang-undang Perbendaharaan Indonesia dengan UU No 9 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 7 Indische Comptabiliteitswet (Stbl. 1925 Nomor 448) dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Drt. 1954 (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 6)

Dengan UU no 9 tahun 68, ditetapkan perubahan tahun anggaran yang senula dari 1 januari sampai 31 desember menjadi 1 april sampai 31 maref. Kemudian pada masa pemerintahan presiden abdurrahman wahid, tahun anggaran diubah kembali menjadi 1 jan sampai 31 des yang tetap berlaku sampai sekarang. Berikut adalah Pasal-pasal pada Undang-Undang Nomor 3 Drt. 1954 (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 6)

Pasal 1.

Pasal 7 "Indische Comptabiliteitswet" (Stbl. 1925 Nomor 448) sebagaimana telah diubah dengan Pasal 1 Undang-undang Nomor 3 Drt. Tahun 1954, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Tahun Dinas Anggaran berlaku dari tanggal satu April sampai dengan tanggal tiga puluh satu Maret tahun berikutnya.

Pasal 2.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dari tanggal 1 Januari 1969 sampai dengan tanggal 31 Maret 1969 ditetapkan dengan Undang-undang tersendiri sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Peralihan Triwulan I tahun 1969.

Pasal 3.

(13)

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN UMUM.

Ekonomi Indonesia sampai sekarang masih bersifat agraris, dimana produksi pangan menempati kedudukan yang paling strategis.

Pengalaman menunjukkan, bahwa masalah pangan adalah masalah sentral yang dapat menarik sektor-sektor ekonomi lainnya dalam gelombang pasang surutnya.

Kegiatan di sektor industri dan ekonomi lainnya, selain bertaut erat dengan kegiatan ekonomi dalam negeri, juga mempunyai sangkut-pautnya dengan perputaran roda perekonomian di luar negeri.

Hal ini dapat dilihat pada hasil pertanian di Indonesia yang erat hubungannya dengan perkembangan harga dipasaran internasional, serta industri dalam negeri yang memerlukan bahan- bahan baku dan penolong dari luar negeri. Mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah program kerja pemerintah, maka sudah sewajarnyalah, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diarahkan untuk semaksimal mungkin menampung kegiatan ekonomi dan pembangunan, agar secara positif dapat mempengaruhi perkembangannya.

Jika keadaan dan kegiatan-kegiatan diatas diproyeksikan pada Tahun Anggaran yang berlaku hingga sekarang, ternyata bahwa Tahun Anggaran yang bersesuaian dengan Tahun Takwim ini, tidak sepenuhnya dapat menampung keadaan dan kegiatan-kegiatan tersebut dalam ruang lingkupnya, sehingga dengan demikian hanya sedikit mempengaruhi perkembangannya.

Dari pengalaman tahun-tahun yang lampau, ternyata bahwa kebijaksanaan pengeluaran kurang dapat diserasikan dengan peluang yang diberikan oleh penerimaan.

Meningkatnya penerimaan pada triwulan-triwulan II, III dan IV dari setiap Tahun Takwim tidak dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan pengeluaran dalam triwulan I tahun berikutnya, karena peraturan tehnis pembukuan anggaran (kasstelsel - menurut Indische Comptabilitietswet) tidak mengizinkannya.

Penerimaan pada permulaan tahun tidak besar, sedangkan pengeluaran harus disesuaikan dengan itu. Padahal untuk masyarakat disebagaian daerah pertanian Indonesia disebelah selatan Khatulistiwa yang padat penduduknya itu diperlukan perangsang bagi kegiatannya, karena

(14)

triwulan dimaksud pada umumnya bertepatan dengan musim paceklik. Sedangkan untuk mengambil sebagian dari penerimaan triwulan-triwulan II dan pada triwulan-triwulan tersebut pengeluaran untuk pembangunan meningkat.

Oleh karena itu perlu diadakan peninjauan kembali dari Tahun Dinas Anggaran yang memungkinkan adanya keserasian antara masa pembukuan Anggaran dengan kebutuhan ekonomi dan pembangunan Rakyat dan Negara.

Untuk memperoleh kemungkinan keserasian antara pembukuan Anggaran dengan kebutuhan ekonomi dan pembangunan berdasarkan penilaian pragmatis yang sesuai dengan kondisi Indonesia, perlu dipilih periode yang mencakup satu putaran masa panen dan masa paceklik yang sekaligus merangsang kegiatan masyarakat seperti yang dimaksudkan diatas.

Periode itu adalah periode 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya.

Dalam masa kerja efektifnya itu hubungan fungsionil antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan kegiatan ekonomi dan pembangunan akan dapat dimanfaatkan secara maksimal,antara lain:

1.Kecenderungan penerimaan Negara yang meningkat pada akhir Tahun Takwim dapat ditarik manfaatnya, berhubung penutupan Buku Anggaran baru dilakukan pada akhir triwulan I Tahun Takwim berikutnya.

Aktivitas triwulan I tersebut dapat dilaksanakan dalam tingkat yang lebih wajar.

2.Kecenderungan permintaan pada hari-hari Lebaran/Natal/Tahun Baru/Imlek dan kegiatan ekonomi lainnya menjelang akhir Tahun Takwim dapat ditampung lebih baik, karena kegiatan-kegiatan tersebut berada dalam batas-batas Tahun Dinas Anggaran.

3.Sektor industri yang dalarn proses produksinya memerlukan bahan baku dan bahan penolong dari luar negeri akan memperoleh peluang yang lebih baik, karena Tahun Dinas Anggaran mulai tanggal 1 April sampai dengan tanggal 31 Maret tahun berikutnya, akan lebih serasi dengan tradisi kegiatan berusaha pada negara-negara industri tersebut dalam masa kerja effektifnya.

(15)

Dari uraian diatas jelaslah kiranya, bahwa titik tolak perubahan Tahun Dinas Anggaran adalah terutama diarahkan kepada keserasian penata-laksana anggaran dalam hubungannya dengan keadaan dan kegiatan masyarakat.

Dalam hubungan ini perlu ditegaskan, tahun pajak (fiscal year) tidak berubah, sedangkan tahun anggaran Daerah-daerah dan tahun buku Bank Sentral (Bank Indonesia) harus disesuaikan dengan Tahun Dinas Anggaran (budget year).

Kiranya telah merupakan konsensus Nasional, bahwa Tahun Dinas Anggaran dan segala sesuatu yang bertautan dengan itu hendaknya menjadi materi Undang-undang Perbendaharaan Nasional yang akan datang.

b) Terbitnya Keppres tentang Pelaksanaan APBN

Keppres no 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

 Keppres ini menandai berakhirnya keppres no 17 tahun 2000

 Alasan dibuatnya keppres ini agar pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

 Dibandingkan dengan Keppres sebelumnya maka terdapat beberapa perubahan, malah ada bagian yang dihapuskan. Bila semula dalam Keppres 17 Tahun 2000 terdiri dari 8 bab dan 79 pasal maka dalam Keppres 42 Tahun 2002 menjadi 10 bab dengan 77 pasal. Dua bab baru dalam Keppres ini yaitu Bab V mengenai Pedoman Pelaksanaan Dana Perimbangan dan Bab VI tentang Pedoman Pelaksanaan Pembiayaan Defisit.

 Terdapat pelanggaran dan sanksi, misalnya pasal 67 yang menyatakan bahwa setiap pegawai negeri karena kelalaian atau kesengajaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Keppres ini dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 Keppres nomor 42 tahun 2002 ini diubah dengan Perpres No. 53 tahun 2010

 Kemudian dicabut dengan PP nomor 45 tahun 2013

15 DicabuDiubah Dicabu t PP nomor 45 tahun 2013 Perpres No 53 tahun 2010 Keppres No 42 tahun 2002 Keppres No 17 tahun 2000

(16)

4. Reformasi Keuangan

Lahirnya UU Paket Keuangan Negara tahun 2003 dan 2004

Kemajuan yang cukup strategis dalam penanganan masalah fundamental yang terjadi sejak krisis 1997,mulai berhasil diatasi. Namun sayangnya kemajuan yang berarti tersebut tidak memivu kemajuan di sektor riil. Untuk menggerakan sektor riil dan memperluas kesempatan kerja diperluakan investasi baru, ketergantungan indonesia terhadap IMF memang cukup besar namun hal tersebut dilakukan dalam rangka memulihkan dan menggerakan perekonomian indonesia. Namun sejalan dengan amanat MPR untuk segera mengakhiri program IMF,pemerintah telah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan menjelang dan sesudah berakhirnya program kerja sama dengan IMF yang ditetapkan dengan inpres No.5 tahun 2003.

Setelah tidak lagi kerjasama dengan IMF dan dalam rnagka melanjutkan reformasi untuk mendayagunakan kemampuan sumber daya ekonomi dalam negri dan meningkatkan daya tahan ekonomi secara berkelanjutan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan paket kebijakan pada tahun 2003 dan 2004 yang berisi tiga pokok,yaitu :

1. Memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi makro 2. Melanjutkan restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan

(17)

Untuk melakasanakan reformasi manajemen keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diperlukan landasan hukum yang memadai dan andal. Pada th 2004 telah ditetapkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti UU Nomor 22 tahun 1999 dan UU Nomor 25 tahun 1999. Setelah perubahan dimaksud, produk hukum yang mendasari pengelolaan keuangan negara/daerah yaitu:

a. UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara b. UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara

c. UU Nomor 15 tahun 2004 ttg pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

A. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Undang-undang Republik Indonesia no. 17 tahun 2003 yaitu undang-undang yang mengatur tentang Keuangan Negara. Undang-undang ini mulai diundangkan pada tanggal 5 April 2003. undang-undang ini berisi kan 39 pasal yang terdiri dari XI bab.

Hal-hal yang terdapat dalam undang-undang ini meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.

Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional.

Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Dalam pengelolaan Keuangan Negara digunakan asas-asas umum guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah, seperti : asas akuntabilitas berorientasi

(18)

pada hasil, asas profesionalitas, asasproporsionalitas, asas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara, asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah.

Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Implikasi :

Salah satu implikasi penetapan UU Nomor 17 Tahun 2003 adalah mulai diterapkannya anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting). Pendekatan ini diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran 2005. Penganggaran bebasis kinerja merupakan sistem perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Pemerintah Daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja keuanganpemerintah adalah aspek keuangan berupa Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).

(19)

Penganggaran Berbasis Kinerja(Performance-Based Budgeting) merupakan bentuk penganggaran yang mengaitkan kinerja dengan alokasi anggaran. Pendekatan ini memiliki lima komponen penting (Depkeu, 2006), yaitu:

a) Satuan Kerja; sebagai pengelola anggaran dan sebagai penanggungjawab pencapaian kinerja. b) Kegiatan; sebagai syarat utama dapat dibentuknya satuan kerja dan unsur dinamis yang

mengarahkan untuk mencapai kinerja.

c) Keluaran/Output; sebagai syarat utama ditetapkannya kegiatan dan sebagai ukuran keberhasilan suatu satuan kerja.

d) Standar Biaya; sebagai upaya efisiensi dalam pemanfaatan anggaran untuk membiayai kegiatan dalam mencapai keluaran.

e) Jenis Belanja; sebagai biaya masukan/input Penganggaran Berbasis Kinerja mencakup perubahan perspektif, yaitu (Benu, 2007):

 dari kontrol input yang ketat menjadi kontrol manajemen output

 dari kontrol kas yang ketat menjadi kontrol penggunaan sumber daya berdasarkan perencanaan yang strategis

 dari memperlakukan warga sebagai subyek penerima pelayanan publik yang tidak memiliki hak memilih menjadi subyek pelayanan publik yang mempunyai hak memilih;

 dari aktivitas pelayanan publik yang hanya bersifat rutin dan tidak berkesudahan menjadi aktivitas pelayanan yang harus selalu dinilai berdasarkan kinerjanya

 dari kontrol anggaran yang cukup menjadi kontrol informasi yang ketat. 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang

Perbendaharaan Negara

UU ini berisi 74 Pasal dan XIV bab, disahkan oleh Presiden RI pada masa itu yaitu Megawati Soekarnoputri, di Jakarta, pada tanggal 14 Januari 2004.

UU Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara yang di dalamnya ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.

Dalam UU No 1 Tahun 2004 ini diatur ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum.

(20)

UU Perbendaharaan Negara ini menganut asas kesatuan (menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran), universalitas (mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran), tahunan (membatasi masa berlakunya anggaran untuk satu tahun tertentu), dan spesialitas (mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya). Selain itu UU ini memuat ketentuan yang mendorong profesionalitas serta menjamin keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran.

Ketentuan yang diatur dalam UU ini dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah supaya kepala daerah yang telah diberikan kewenangan sekaligus dana penyelenggaraan kewenangan yang luas dapat mempergunakan kewenangan dan dana tersebut dengan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah. Oleh karena itu, UU Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan Keuangan Negara pada tingkat pemerintah pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

UU ini terdiri dari 8 Bab dan 29 Pasal. Dasar pemikiran ditetapkannya UU ini adalah untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu dilakukan pemeriksaan oleh suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 23E UUD RI Tahun 1945.

Agar BPK dapat mewujudkan fungsinya secara efektif, dalam UU ini diatur hal-hal pokok yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagai berikut.

1. Pengertian pemeriksaan dan pemeriksa 2. Lingkup pemeriksaan

3. Standar pemeriksaan

4. Kebebasan dan kemandirian dalam pelaksanaan pemeriksaan 5. Akses pemeriksa terhadap informasi

(21)

7. Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut 8. Pengenaan ganti kerugian negara 9. Sanksi pidana

Dengan adanya UU ini, BPK memiliki wewenang untuk memeriksa atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara, selain itu BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam UU atau pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan, serta BPK dapat menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, seelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam pesediaan yang merugikan keuangan negara/daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah yang pertama untuk mendiskripsikan tipe tindak ilokusi yang terdiri dari representative or assertive, directive, commisive, expressive,

Dari berbagai faktor tersebut, maka penulis ingin menitik beratkan penelitian ini pada faktor individu-individu yang terlibat langsung pada proses belajar di sekolah yaitu

Perbandingan pekerjaan plat dilakukan berdasarkan waktu pekerjaan dan biaya proyek (biaya langsung dan tak langsung). Analisa manajemen pelaksanaan dilakukan agar

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka peneliti tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA dengan

Phinisi Integration Review Vol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Literasi Keuangan dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi Terhadap Perilaku Keuangan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh temuan bahwa variabel total quality management memberikan pengaruh terhadap fungsi audit internal dengan total

Dari hasil evaluasi pembelajaran dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pengajaran berbasis inkuiri diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 66,67

Berdasarkan pengamatan langsung dan tidak langsung diketahui bahwa pada hutan pinus, hutan dataran rendah, hutan pegunungan dan hutan subalpin memiliki 9 spesies