• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi??Potensi??Sumber??Air??Permukaan??Menggunakan??Digital??Elevation??Model??di Kabupaten??Buton??Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi??Potensi??Sumber??Air??Permukaan??Menggunakan??Digital??Elevation??Model??di Kabupaten??Buton??Utara"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

“Identifikasi Potensi Sumber Air Permukaan Menggunakan

Digital Elevation Model di Kabupaten Buton Utara”

Disusun Oleh:

Arham Samauna

D 111 09 349

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN SIPIL

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016

(2)

i

(3)

ii

ABSTRAK

IDENTIFIKASI POTENSI SUMBER AIR PERMUKAAN MENGGUNAKAN DIGITAL ELEVATION MODEL

DI KABUPATEN BUTON UTARA

Identification of Potential Surface Water Sources Using Digital Elevation Model in the district of North Buton

Mukhsan Putra Hatta1, Farouk Maricar1, Arham Samauna2

1Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin 1Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Hasanuddin

Kabupaten Buton Utara adalah daerah yang kering dengan curah hujan yang rendah dan merupakan daerah yang tak terukur. Untuk itu pemanfaatan data-data spasial dari lembaga riset ilmiah (NASA dan BIG) dapat dilakukan sebagai alternatif untuk melakukan analisis potensi sumber air permukaan di Kabupaten Buton Utara. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengidentifikasi letak sumber air permukaan di Kabupaten Buton Utara, sehingga dapat diketahui baik itu letak catchment area

maupun besarnya debit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simulasi dengan menggunakan perangkat lunak open source berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Dengan mengatahui catchment area, nilai sebaran hujan dan nilai koefisien runoff maka dapat diketahi debit rerata pertahun yang merupakan potensi sumber air permukaan. Penelitian ini menghasilkan potensi sumber air permukaan Kabupaten Buton Utara yaitu titik potensi Catchment 1 sampai titik potensi Catchment 32 dengan nilai debit tertinggi 15,1222 m³/detik (titik potensi Catchment 10 ) dan nilai debit terendah 0,525 m³/detik (titik potensi

Catchment 29).

Kata Kunci : Catchment area, Potensi, SIG

District of North Buton is a dry area with low rainfall and the region is immeasurable. Using spatial data from scientific research institutions (NASA and BIG) may be performed as an alternative to potential analysis of surface water resource in the District of North Buton. The purpose of this research is to identify the location of surface water resource in the District of North Buton, so it can be known whether the location of the catchment area and the amount of discharge. The method used in this study is simulated using open source software-based Geographic Information System (GIS). By knowing the catchment area, the value of the distribution of rainfall and runoff coefficient value then can we know do mean annual discharge which is a potential source of surface water. This research resulted in the potential for surface water sources North Buton is a potential point 1 to point potential Catchment 32 with the highest debit value is 15.1222 m³ / sec (Catchment potential point 10) and the lowest debit value is 0.525 m³ / sec (Catchment potential point 29),

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Kasih dan Sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir yang berjudul “Identifikasi Potensi Sumber Air Permukaan Menggunakan

Digital Elevation Model di Kabupaten Buton Utara”. Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Tugas akhir ini dapat kami selesaikan berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari banyak pihak, sehingga melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan dukungan, bantuan, dan bimbingan serta saran-saran yang sangat bermanfaat selama proses penulisan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 1. Kedua orang tua tercinta, Alm. H. Bukhari Samauna dan Hj. Nurhayati, yang

akan selalu menjadi prioritas dalam lantunan do’a, serta saudara penulis yang baik dan berbudi luhur Muammar dan Humaira yang terus menjadi motivasi terbesar penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

2. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, MT., Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Dr. Eng. Mukhsan Putra Hatta, ST. MT., selaku dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahannya mulai dari awal hingga selesainya penulisan ini.

4. Bapak Dr. Eng. Farouk Maricar, MT., selaku dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahannya hingga saat ini.

(5)

iv

5. Segenap Dosen Pengajar dan Staf Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara - saudara seperjuangan Kalaomang Team, Nurhadi, Akbar, Ahmad Kaisar, dan Rajib Ahmad.

7. Saudara – saudara angkatan 2009 Teknik Sipil Unhas, terkhusus kepada saudara Abbol, Syahril, Safar, Imam, Anji, Yamsir, Ulfi, Akbar Zul, Kanda Popon, Khairul Ahmad dan semuanya tanpa terkecuali telah memberikan bantuan, semangat dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir ini. FORBES UNHAS dan UKM SEPAK TAKRAW UNHAS yang sudah dibekukan. Semoga kita semua selalu ada di jalan yang benar.

Penulis menyadari bahwa dalam tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan tugas akhir ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita, dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Makassar, 09 Agustus 2016

(6)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Maksud dan Tujuan ...2

1.3 Manfaat Penelitian ...3

1.4 Batasan Masalah ...3

1.5 Sistematika Penulisan ...4

II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1 Siklus Hidrologi ...6

2.2 Aliran Permukaan ...7

2.2.1 Limpasan Permukaan Metode Rasional ... 7

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Limpasan Permukaan ... 8

2.3 Sistem Informasi Geografis ...10

2.4 SAGA GIS 2.27 ...13

2.5 QGIS 2.14.2 ...14

2.6 Digital Elevation Model ...15

2.7 Data Curah Hujan TRMM ...18

2.8 Catchment Area ...21

2.9 Penutupan Lahan (Land Cover) ...22

2.10 Kondisi Topografi ...23

III. BAB III METODE PENELITIAN ...25

3.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah Studi...25

3.1.1 Geografi ... 25

3.1.2 Topografi ... 25

3.1.3 Luas Wilayah ... 26

3.2 Data yang Dibutuhkan ...26

3.2.1 Data Digital Elevation Model (DEM) ... 26

(7)

vi

3.2.3 Peta Rupa Bumi ... 28

3.3 Peralatan yang Dibutuhkan ...29

3.4 Sistem Pengolahan Data ...29

3.4.1 Peta Grid Koefisien Runoff (C) ... 30

3.4.2 Peta Grid Intensitas Hujan ( I ) ... 32

3.4.3 Peta Vektor Catchment Area ( A ) ... 32

3.4.4 Peta Grid Sebaran Debit Aliran Permukaan ( Q ) ... 33

3.4.5 Potensi Air Permukaan Untuk Setiap Catchment Area ... 34

3.5 Bagan Alir Penelitian ...35

IV. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...36

4.1 Pembuatan Peta Grid Koefisien Runoff (C) ...36

4.1.1 Peta Grid Koefisien Runoff BerdasarkanKemiringan Lahan 4.1.2 Peta Grid Koefisien Runoff Berdasarkan Tutupan Lahan 4.1.3 Peta Grid Koefisien Runoff Rata – Rata (C rata-rata) ... 45

4.2 Pembuatan Peta Grid Intensitas Hujan ( I ) ...48

4.3 Pembuatan Peta Vektor Catchment Area (A)...50

4.4 Pembuatan Peta Grid Sebaran Debit Aliran Permukaan (Q) ...52

4.5 Analisis Potensi Sumber Air Permukaan ...55

V. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...59

5.1 KESIMPULAN ...59

5.2 SARAN ...60

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel III-1 Nilai C Berdasarkan Penutup Lahan ... 30

Tabel III-2 Nilai C Berdasarkan Slope ... 31

Tabel IV-1 Luas Masing – Masing Tutupan Lahan... 45

Tabel IV-2 Luas Masing-masing Catchment Area ... 51

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II-1 Siklus Hidrologi... 6

Gambar II-2 Pengertian SIG ... 11

Gambar II-3 Interface perangkat lunak SAGA GIS... 14

Gambar II-4 Interface perangkat lunak QGIS ... 15

Gambar II-5 Digital Elevation Model ... 15

Gambar II-6 Garis Kontur ... 16

Gambar II-7 Grid ... 17

Gambar II-8 Triangulated Irregular Network (TIN) ... 18

Gambar II-9 Cover Data yang dihasilkan oleh TRMM ... 20

Gambar II-10 Diagram alir algoritma TRMM (NASDA, 2001) ... 21

Gambar II-11 Catchment Area ... 22

Gambar II-12 Contoh Peta Tutupan Lahan ... 23

Gambar III-1 Data Topografi DEM SRTM 1 Arc Second Kab. Buton Utara ... 27

Gambar III-2 Data Curah Hujan TRMM ... 28

Gambar III-3 Peta Rupa Bumi Digital ... 28

Gambar III-4 Bagan Alir Penelitian ... 35

Gambar IV-1 Digital Elevation Model Data... 36

Gambar IV-2 Model Kemiringan Lahan (Persen) ... 37

Gambar IV-3 Model Koefisien Runoff Berdasarkan Kemiringan Lahan (C slope) ... 38

Gambar IV-4 Peta Grid Ketinggian Lahan (DEM) ... 39

Gambar IV-5 Peta Grid Kemiringan Lahan ... 40

Gambar IV-6 Peta Koefisien Runoff Berdasarkan Kemiringan Lahan (C slope) ... 41

Gambar IV-7 Peta Vektor Tutupan Lahan BIG ... 42

Gambar IV-8 Model Koefisien Runoff Berdasarkan Tutupan Lahan (C cover) ... 42

Gambar IV-9 Peta Tutupan Lahan (QGIS) ... 43

(10)

ix

Gambar IV-11 Tampilan Modul Grid Calculator ... 46

Gambar IV-12 Model Grid Koefisien Runoff (C)Rata-rata ... 46

Gambar IV-13 Peta Grid Koefisien Runoff Rata-rata ... 47

Gambar IV-14 Curah Hujan Bulanan Rata-rata TRMM, Time Series ... 48

Gambar IV-15 Data TRMM Dalam Bentuk Peta Sebaran ... 48

Gambar IV-16 Peta Grid Intensitas Hujan ... 49

Gambar IV-17 Peta Catchment Area ... 50

Gambar IV-18 Nomor Catchment Area ... 51

Gambar IV-19 Input Data Menggunakan Grid Calculator ... 52

Gambar IV-20 Model Grid Sebaran Debit Aliran Permukaan ... 53

Gambar IV-21 Koefisien Runoff ( kiri ) dan Debit Aliran Permukaan ( kanan)... 53

Gambar IV-22 Peta Sebaran Debit Aliran Permukaan ... 54

Gambar IV-23 Grid Statistics for Polygon ... 55

(11)

1

I.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air mempunyai peranan penting bagi semua kehidupan, tanpa air mustahil ada kehidupan di dunia ini. Oleh sebab itu air mempunyai peranan penting dalam menunjang semua aktifitas manusia. Dengan bertambahnya laju pertumbuhan penduduk dan berkembangnya semua aspek maka kebutuhan air pun juga semakin bertambah pula.

Kabupaten Buton Utara merupakan daerah yang bisa dikatakan kurang akan air tetapi merupakan daerah potensial pertanian. Ditinjau dari keberadaan sungai, beberapa sungai yang cukup besar di Kabupaten Buton Utara antara lain sungai lambale, sungai langkumbe, sungai kioko, sungai bubu, sungai kambowa, sungai lahumoko dan sungai lagito. Sungai-sungai tersebut selain sebagai sumber air yang cukup berpotensi untuk keperluan irigasi, juga digunakan sebagai jalur transportasi yang membawa hasil pertanian dan hutan.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah setempat untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat setempat. Maka perlu kebijakan pembangunan yang terpadu dan menyeluruh diantaranya adalah pembangunan di sektor pertanian dalam hal penyediaan air.

Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk menganalisis sebaran spasial lokasi-lokasi potensial. Estimasi untuk menetukan potensi air permukaan yang dilakukan secara detail untuk analisis hidrologi dan cuaca, membutuhkan data spasial (penampang melintang sungai, kedalaman sungai, struktur geologi, data tanah dan lain-lain) dan temporal (misalnya data curah hujan

(12)

2

dan debit sungai secara time series) yang lengkap. Namun, ketersediaan data yang kurang pada wilayah yang tak terukur (tidak adanya pos pengukur curah hujan) menyulitkan bagi kita untuk melakukan analisis tersebut. Oleh karena itu, pemanfaatan data yang terbatas namun masih tetap mampu menyajikan estimasi dan idenifikasi potensi air permukaan adalah tujuan dari studi ini. Format data yang digunakan dalam analisis SIG adalah menggunakan data raster DEM (Digital Elevation Model) dan beberapa data spasial pendukung yang tersedia secara gratis dan legal di internet. Dari data DEM, kita dapat melakukan ekstraksi yang nantinya akan didapatkan data-data pendukung lainnya seperti catchment area dan kemiringan lereng. Dengan mengetahui catchment area, nilai sebaran hujan dan nilai koefisien runoff maka dapat diketahui debit rerata pertahun yang merupakan potensi sumber air permukaan.

Berdasarkan uraian diatas, secara keseluruhan penulis mengangkat judul penelitan, “Identifikasi Potensi Sumber Air Permukaan Menggunakan Digital

Elevation Model di Kabupaten Buton Utara”.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan tugas akhir ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengestimasi potensi sumber air permukaan untuk daerah yang belum terukur dengan memanfaatkan perangkat lunak dan data-data yang disediakan secara gratis di internet berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG/GIS).

Adapun tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi letak dan informasi debit rerata pertahun sumber air

permukaan (debit aliran permukaan) dengan menggunakan data DEM

(13)

3

2. Pemanfaatan perangkat lunak open-source berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG/GIS) untuk mengidentifikasi potensi debit aliran permukaan di Kabupaten Buton Utara.

3. Pemanfaatan data-data spasial keluaran dari lembaga-lembaga riset ilmiah seperti NASA (National Aeronautics and Space Administration) USA dan Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia yang tersedia secara gratis di internet untuk mengidentifikasi potensi debit aliran permukaan di Kabupaten Buton Utara.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk pemerintah Kabupaten Buton Utara dalam merencanakan arahan pemanfaatan ruang.

2. Sebagai bahan referensi dan masukan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan data DEM (Digital Elevation Model) dan aliran permukaan.

1.4 Batasan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang ada, maka secara detail penelitian ini dibatasi pada hal – hal sebagai berikut :

1. Lokasi survey dan penelitian berada di Kabupaten Buton Utara. 2. Faktor tekstur,kondisi tanah, dan infiltrasi diabaikan.

3. Koefisien runoff yang dibatasi dalam penelitian ini meliputi : hutan, perkebunan, pemukiman, ladang, dan semak / padang rumput.

(14)

4

4. Seluruh data (Curah Hujan, tutupan lahan dan kemiringan lahan) dan peta hasil analisis disederhanakan dalam bentuk pixel grid dengan ukuran 30 m, mengacu pada ukuran grid standar data DEM (Digital Elevation Model).

5. Potensi air permukaan yang dimaksud adalah nilai debit aliran permukaan untuk setiap catchment area.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan topik dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab untuk memudahkan pembahasan dan juga agar skripsi tersusun dengan rapi, sistematis dan mudah dimengerti. Secara garis besar penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan secara singkat dan jelas mengenai latar belakang penulisan skripsi, ruang lingkup yang membatasi pembahasan rumusan masalah, maksud dan tujuan, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan di dalam skripsi ini.

BAB II . Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini diuraikan teori-teori yang relevan dan lengkap yang menjadi dasar/landasan penelitian. Teori-teori tersebut didapat dari berbagai sumber dan merupakan hasi penelitian kepustakaan sebagai landasan melakukan penelitian. Bab 2 ini berisi teori-teori umum mengenai Sistem Informasi Geografi dan teori-teori khusus yang berdasarkan topik.

(15)

5

Pada bab ini dibahas secara rinci waktu dan tempat penelitian, jenis dan sumber data, pengumpulan data, metode analisis data untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti dalam kerangka pembahasan.

BAB IV. Hasil dan Pembahasan

Bab ini merupakan inti dari penulisan yang membahas secara rinci tentang pemanfaatan data DEM dan data-data pendukung lainnya menggunakan

software berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam mengestimasi dan mengidentifikasi potensi sumber air permukaan di Kabupaten Buton Utara.

BAB V . Penutup

Merupakan bab penutup, berisi kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian serta saran-saran yang bergunan bagi penyempurnaan dan pengembangan skripsi ini.

(16)

6

II.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air atau perjalanan air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer (ruang udara) ke bumi dan kembali lagi ke atmosfir. Di darat air mengalir baik di permukaan bumi maupun di dalam bumi (ruang darat) menuju laut (ruang laut) secara terus menerus dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah secara gravitasi. Di atmosfir perjalanannya melalui melalui evaporasi (E), transpirasi (T), evapo-transpirasi (ET), kondensasi, presipitasi (hujan).

Siklus hidrologi ditunjukkan dalam Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 (Chorley, 1978; Chow dkk., 1988; Maidment, 1993; Grigg, 1996; Mays, 2001; Viessman & Lewis, 2003; Kodoatie & Sjarief, 2007 dan 2010; Kodoatie dkk., 2008; Kodoatie, 2012 dengan modifikasi).

(17)

7 2.2 Aliran Permukaan

Limpasan permukaan atau aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut partikel-partikel tanah. Limpasan terjadi karena intensitas hujan yang jatuh di suatu daerah melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah cekungan-cekungan-cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas permukaan tanah (surface run – off). Jika aliran air terjadi di bawah permukaan tanah disebut juga sebagai aliran di bawah permukaan dan jika yang terjadi adalah aliran yang berada di lapisan equifer air tanah), maka disebut aliran air tanah. Air limpasan permukaan di bedakan menjadi: sheet dan rill surface run-of akan tetapi jika aliran air tersebut sudah masuk ke sistem saluran air atau kali, maka disebut sebagai stream flow run-off. Limpasan permukaan akan terjadi apabila syarat-syarat terjadi terpenuhinya limpasan permukaan adalah :

1. Terjadi hujan atau pemberian air ke permukaan

2. Intensitas hujan lebih besar dari pada laju dan kapasitas infiltrasi tanah dan topografi

3. Topografi dan kelerengan tanah memungkinkan untuk terjadinya aliran air di atas permukaan tanah.

2.2.1 Limpasan Permukaan Metode Rasional

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah limpasan permukaan yang terjadi. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode rasional. Metode ini banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa dengan daerah pengaliran yang luas dan juga untuk perencanan drainase daerah

(18)

8

pengaliran yang relatif sempit. Metode ini juga dapat digunakan mendapatkan nilai debit rerata pertahun di masing – masing titik yang berpotensi menjadi sumber air permukaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung debit rerata adalah (Setiawan, et al) :

Q = C.I.A ...(1) Dimana :

Q = debit rerata pertahun (m³/dtk), C = Koefisien runoff

I = Intensitas Hujan (mm/jam), A = Luas Area (km²)

Koefisien limpasan permukaan ditentukan oleh beberapa parameter yaitu, tekstur tanah, kemiringan daerah dan jenis tutupan lahan. Koefisien limpasan permukaan (C) merupakan angka yang secara empiris dihitung berdasarkan parameter DAS, yakni tutupan lahan, tekstur tanah dan kemiringan lereng. 2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Limpasan Permukaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu elemen meteorologi dan elemen sifat fisik daerah pengaliran.

Elemen meteorologi meliputi jenis presipitasi, intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan dalam daerah pengaliran, sedangkan elemen sifat fisik daerah pengaliran meliputi tutupan lahan (land cover ), jenis tanah dan kondisi topografi daerah pengaliran (catchment ). Elemen sifat fisik dapat dikategorikan sebagai aspek statis sedangkan elemen meteorologi merupakan aspek dinamis yang dapat berubah terhadap waktu, adapun faktor - faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan sebagai berikut :

(19)

9

1. Hujan, yang meliputi tipe, lama, intensitas dan sebaran hujan sangat menentukan limpasan permukaan yang terjadi di suatu daerah aliran sungai (DAS) jumlah (volume) dan debit limpasan yang terjadi di suatu DAS sangat berkaitan dengan intensitas dan lamanya hujan yang terjadi di DAS yang bersangkutan.

2. Kondisi DAS, meliputi ukuran bentuk DAS ,topografi meliputi datar (0-8%), landai (0-15%), bergelombang (15-25%), berbukit (25-40%), bergunung (> 40%) geologi, dan penggunaan lahan. Limpasan permukaan akan semakin menurun sebanding dengan semakin bertambahnya luas DAS, luas DAS ini menentukan musim atau saat kapan suatu puncak limpasan permukaan akan terjadi. Suatu DAS yang berbentuk memanjang dan sempit kemungkinan akan menghasilkan limpasan permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang lebih besar dan kompak untuk luas DAS yang sama. Hal ini disebabkan DAS yang berbentuk sempit dan memanjang mempuyai waktu konsentrasi yang lebih lama dan curah hujanya terutama intensitasnya juga tidak sering merata sepanjang DAS yang berbentuk memanjang. Bentuk topografi DAS seperti kelerengan, derajat kemiringan sistem drainase dan keberadaan cekungan penyimpan air di permukaan berpengaruh pada volume dan debit limpasan permukaan. Suatu DAS dengan bentuk permukaan lahan datar dan terdapat cekungan peyimpan air permukaan yang tak ber-outlet cenderung mempuyai limpasan permukaan yang lebih kecil di banddingkan dengan topografinya miring dan mempuyai pola dan sistem drainase (stream) yang sudah mapan. Sifat geologi tanah berpengaruh terhadap infiltrasi oleh karena itu berpengaruh pula terhadap limpasan.

(20)

10

3. Distribusi Curah Hujan, faktor ini mempengaruhi hubungan antara hujan dan derah pengaliran suatu volume hujan tertetu yang tersebar merata diseluruh daerah aliran intensitasnya akan berkurang apabila curah hujan sebagian saja dari daerah aliran, dan menyebabkan terjadinya aliran permukaan lambat.

4. Kondisi Pengunaan Lahan, aliran permukaan sangat dipengaruhi oleh kondisi pengunaan tanah dalam daerah pengaliran. Daerah hutan yang ditutupi tumbuhan yang lebat adalah sulit terjadi aliran permukaan karna besarnya intersepsi, evaporasi, transpirasi dan perkolasi. Jika daerah ini dijadikan derah pembangunan dan dikosongkan, maka kesempatan untuk infiltrasi semakin kecil sehingga dapat memperbesar aliran permukaan. 5. Luas Daerah Pengaliran, berpengaruh pada aliran permukaan, makin luas

daerah pengaliran maka waktu airan permukaan untuk mencapai titik pengukuran semakin lama.

2.3 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah salah satu model informasi yang berhubungan dengan data spasial (keruangan) mengenai daerah-daerah di permukaan Bumi. Pengertian SIG adalah suatu sistem yang menekankan pada informasi mengenai daerah-daerah berserta keterangan (atribut) yang terdapat pada daerah-daerah di permukaan Bumi. Sistem Infomasi Geografis merupakan bagian dari ilmu Geografi Teknik (Technical Geography) berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data-data keruangan (spasial) untuk kebutuhan atau kepentingan tertentu.

(21)

11

Gambar II-2 Pengertian SIG

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan komputer, SIG dewasa ini telah mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat sehingga merupakan suatu keharusan dalam perencanaan, analisis, dan pengambilan keputusan atau kebijakan. Kemajuan dan perkembangan SIG ini didorong oleh kemajuan dan perkembangan komputer, serta teknologi penginderaan jauh melalui pesawat udara dan satelit yang telah dimiliki oleh hampir sebagian besar negara maju di dunia.

SIG atau Geography Information System (GIS) memiliki pengertian yang selalu berubah sesuai dengan perkembagannya. Berikut ini pengertian SIG menurut beberapa ahli:

1. SIG adalah suatu sistem yang dapat melakukan pengumpulan, penyimpanan, pemanggilan kembali, pengubahan (transformasi), dan penayangan (visualisasi) dari data-data spasial (keruangan) untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu.

(22)

12

2. SIG adalah suatu sistem berbasi komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis.

3. SIG adalah sistem komputer untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan lunak yang berfungsi untuk akuisisi (perolehan), verifikasi, kompilasi, updating, manajemen, manipulasi, presentasi, dan analisis.

4. SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografis .

5. SIG adalah sistem teknologi informasi berbasis komputer yang digunakan untuk memproses, menyusun, menyimpan, memanipulasi, dan menyajikan data spasial, yaitu data yang memiliki acuan lokasi, atau posisi (geo-referensi) dan disimpan dalam basis data serta digunakan untuk berbagai aplikasi.

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan ahli tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pengertian SIG adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial.

Menurut ESRI, 1990 dalam Eddy Prahasta 2009, Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dai perangkat keras computer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis.

(23)

13

SIG dapat merepretasikan suatu model “real world” (dunia nyata) di atas

layar monitor computer sebagaimana lembaran-lembaran peta dapat mereprentasikan dunia nyata di atas kertas (Eddy Prahasta,2009).

2.4 SAGA GIS 2.27

SAGA GIS (System for Automated Geoscientific Analyses) merupakan

software GIS (Geographic Information System) gratis yang open source, dalam artian software ini dapat diperoleh secara gratis serta kita dapat ikut serta mengembangkan program software ini. Pusat pengembangan SAGA GIS sendiri saat ini berada di Hamburg – Jerman, dimana ide awal dari pembuatan software ini berasal dari beberapa peneliti di Departemen Geografi – Universitas Gottingen.

SAGA GIS dapat digunakan bersama-sama dengan perangkat lunak GIS lainnya (QGIS,ArcGIS, dan lain-lain) untuk mendapatkan data spasial dan hasil pemetaan yang lebih baik.

Seperti perangkat lunak gratis pada umumnya, SAGA GIS dapat dijalankan di berbagai sistem operasi seperti Windows dan Linux.

(24)

14

Gambar II-3 Interface perangkat lunak SAGA GIS

2.5 QGIS 2.14.2

QGIS adalah sebuah aplikasi cross-platform gratis dan open source desktop

Sistem Informasi Geografis (SIG) yang menyediakan kemampuan melihat, mengedit, dan analisis data. Mirip dengan perangkat lunak GIS sistem lain QGIS memungkinkan pengguna untuk membuat peta dengan banyak lapisan menggunakan proyeksi yang berbeda. Peta dapat dibuat dalam format yang berbeda dan untuk kegunaan yang berbeda. QGIS memungkinkan pembuatan peta yang terdiri dari lapisan data raster atau vektor.

(25)

15

Gambar II-4 Interface perangkat lunak QGIS

2.6 Digital Elevation Model

Digital Elevation Model (DEM) adalah sebuah penyajian digital dan matematis dari sebuah objek nyata sebuah objek nyata atau objek virtual, beserta keadaan sekitarnya. DEM merupakan sebuah konsep umum, yang menunjukan ketinggian permukaan tanah, beserta layer diatasnya, seperti bangunan, pepohonan, serta segala sesuatu yang ada diatasnya.

(26)

16

Digital Elevation Model (DEM) dapat disebut sebagai Digital Terrain Model (DTM) apabila informasi yang ditampilkan hanya terbatas pada ketinggian permukaan tanah dan memberikan informasi ketinggian dari titik-titik di atas permukaan tanah, atau permukaan air. Persebaran spasial atribut-atribut dari permukaan bumi juga termasuk di dalam Digital Terrain Model (DTM). DTM merupakan peta topografi dalam format digital, yang bukan hanya memuat DTM saja, tetapi juga jenis-jenis penggunaan lahan, saluran drainase, dan sebagainya.

Penulis menggunakan istilah DTM karena istilah tersebut lebih mewakili penyajian informasi ketinggian dari permukaan bumi/tanah tanpa adanya kenampakan alamiah (misal : pohon) dan buatan manusia (misal: bangunan).

Penyajian Data DTM. Sedikitnya terdapat tiga metode yang banyak digunakan dalam penyajian data digital permukaan secara luas, yaitu :

1. Garis Kontur

Kontur merupakan garis yang menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang seragam di permukaan bumi. Garis kontur dapat langsung dibuat dengan menggunakan manual streoplotting dari data foto udara yang bertampalan ataupun dapat juga diturunkan dari diturunkan dari model Grid Raster, model TIN, atau digitasi dari peta topografi (Cahyono, 2004).

(27)

17 2. Grid

Grid merupakan struktur matriks yang merekam hubungan topologis antara titik-titik yang beraturan. Metode dasar grid meliputi penggunaan grid-grid beraturan berbentuk segitiga sama sisi, bujursangkar, atau grid-grid segi-n beraturan seperti pada gambar.

3. Triangulated Irregular Network (TIN)

Jaringan segitiga acak atau Triangulated Irregular Network (TIN) merupakan cara sederhana dalam memodelkan suatu permukaan dari sekumpulan titik yang terdistribusi secara acak. Titik sampel yang terdistribusi secara acak dapat diadaptasi dengan kondisi terrain, lebih banyak pada permukaan yang cenderung kasar dan sedikit pada daerah yang datar. TIN tersusun atas elemen nodes, edges, dan segitiga topologi. Permukaan yang dihasilkan akan bersifat kontinyu, dan setiap permukaan segitiga akan didefinisikan oleh ketinggian tiga titik sudutnya seperti terlihat pada gambar . TIN merupakan metode pendekatan yang paling baik dalam mempresentasikan permukaan bumi (El-Sheimy, 2003 dalam Cahyono, 2004).

(28)

18

Gambar II-8 Triangulated Irregular Network (TIN)

2.7 Data Curah Hujan TRMM

Penakar hujan pada setiap pos pengamatan hujan merupakan suatu alat pengukur hujan yang efektif dan relatif akurat dalam menggambarkan kondisi hujan pada suatu tempat. Akan tetapi sebaran pos penakar hujan ini tidak merata khususnya di daerah dengan topografi sulit, daerah tidak berpenghuni serta disekitar lautan yang mengakibatkan berkurangnya tingkat keakuratannya khususnya dalam menampilkan sebaran pola spasial curah hujan. Kondisi ini mempengaruhi prediksi hujan dengan menggunakan berbagai aplikasi model iklim (Feidas, 2010), sehingga karena kendala tersebut data satelit sangat dibutuhkan dalam pengolahan data agar sebaran merata dan akurat.

Perkembangan pemanfaatan citra satelit untuk klimatologi dan pengembangan system informasi telah berhasil menyusun dan data parameter cuaca serta iklim secara tepat, ditambah perkembangan teknologi informasi, telah menjadi terbentuknya suatu system informasi cuaca global yang dapat diakses oleh setiap orang. Salah satu laman yang menyediakan informasi cuaca secara online adalah Giovanni-TOVAS NASA. Portal Giovanni-TOVAS merupakan portal yang menyediakan data curah hujan bulanan, harian atau per tiga jam yang dapat diunduh

(29)

19

secara gratis tentunya akan memberikan banyak manfaat jika mampu memberikan informasi sesuai kebutuhan. Namun yang perlu diketahui adalah seberapa jauh kemampuan data citra multi satelit TRMM menggantikan data dari hasil pencatatan di stasiun cuaca.

Satelit TRMM diluncurkan pada tanggal 27 November 1997 pada jam 6:27 pagi waktu Jepang dan dibawa oleh roket H-II di pusat stasiun peluncuran roket milik JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) di Tanegashima-Jepang. TRMM membawa 5 buah sensor yaitu PR, TMI, VIRS, CERES (Clouds and the Earth’s Radiant Energy System), dan LIS (Lightning Imaging Sensor). Akan tetapi yang sering digunakan untuk mengambil data hujan hanya dua jenis sensor yaitu PR dan TMI. TRMM disponsori oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) dari USA dan JAXA yang dulu disebut NASDA (National Space Development Agency) dari Jepang dan merupakan satelit pertama yang mengkhususkan diri untuk penelitian tentang hujan. Program TRMM adalah untuk penelitian jangka panjang yang didesain untuk studi tentang tanah, laut, udara, es, dan sistem total kehidupan di bumi (Xie et al., 2007). TRMM mampu mengobservasi struktur hujan, jumlah dan distriibusinya di daerah tropis dan sub tropis serta berperan penting untuk mengetahui mekanisme perubahan iklim global dan memonitoring variasi lingkungan.

Gambar di bawah adalah gambar jangkuan dari orbit TRMM. Data yang dihasilkan meliputi 50 LU sampai 50 LS dan 180 BT sampai 180 BB.

(30)

20

Gambar II-9 Cover Data yang dihasilkan oleh TRMM

Data hujan yang dihasilkan oleh TRMM memiliki tipe dan bentuk yang cukup beragam yang dumulai dari level 1 sampai level 3. Level 1 merupakan data yang masih dalam bentuk raw dan telah dikalibrasi dan dikoreksi geometrik, Level 2 merupakan data yang telah memiliki gambaran paramater geofisik hujan pada resolusi spasial yang sama akan tetapi masih dalam kondisi asli keadaan hujan saat satelit tersebut melewati daerah yang direkam, sedangkan level 3 merupakan data yang telah memiliki nilai-nilai hujan, khususnya kondisi hujan bulanan yang merupakan penggabungan dari kondisi hujan dari level 2 (Feidas 2010). Adapun data-data hujan yang dihasilkan adalah seperti tipe hujan, jumlah hujan, rata-rata jumlah hujan pada ketinggian tertentu, dan lain-lainnya. Setiap level dan tipe memiliki kekurangan dan kelebihan, khususnya bila ingin mengetahui lebih dalam keadaan hujan. Untuk mendapatkan data hujan dalam bentuk milimeter (mm) sebaiknya menggunakan level 3.

(31)

21

Gambar II-10 Diagram alir algoritma TRMM (NASDA, 2001)

2.8 Catchment Area

Berdasarkandirektori istilah bidang pekerjaan umum, Catchment Area atau daerah tangkapan air hujan adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pembatas topografi berupa punggung-punggung bukit atau gunung yang menampung air hujan yang jatuh di atasnya dan kemudian mengalirkannya melalui anak sungai dan sungai ke laut atau ke danau.

Catchment Area atau daerah tangkapan air hujan adalah daerah tempat hujan mengalir menuju ke saluran. Biasanya ditentukan berdasarkan perkiraan dengan pedoman garis kontur. Pembagian Catchment Area didasarkan pada arah aliran yang menuju ke saluran Conveyor ke Maindrain.

(32)

22

Gambar II-11 Catchment Area

2.9 Penutupan Lahan (Land Cover)

Tutupan lahan (land cover) mempunyai pengaruh besar pada perhitungan jumlah aliran permukaan. Pada penelitian yang dilakukan di Jerman, perbandingan perhitungan limpasan (runoff) pada dua daerah tangkapan dengan proporsi lahan pemukiman sebesar 4.9 % dan dengan proporsi pemukiman hanya 2.9 % menunjukkan perbedaan limpasan hingga 70 % (M. Wegehenkel, 2006). Sementara Suroso dan Hery Awan Susanto (2007) menyatakan bahwa perubahan tataguna lahan di DAS Banjaran (Banyumas) dari tahun 1995 hingga 2001 menyebabkan peningkatan debit banjir sungai Banjaran di titik control Patikraja.

Li, dkk. (2007), pada percobaan di Afrika Barat menuliskan, pembukaan hutan total meningkatkan rasio limpasan (runoff) dari 0.15 menjadi 0.44, dan menaikkan debit tahunan sungai antara 35-65%. Sementara penggantian lahan terbuka meningkatkan debit sungai antara 33-91 %.

(33)

23

Gambar II-12 Contoh Peta Tutupan Lahan

2.10 Kondisi Topografi

Parameter-parameter dalam kondisi topografi yaitu elevasi, variasi topografi, gradient dan arah kemiringan akan mempengaruhi terhadap kondisi sungai dan hidrologi daerah pengaliran. Kondisi topografi akan memberikan efek terhadap besarnya limpasan permukaan yang terjadi. Karena adanya variasi dalam bentuk topografi, maka terdapat pembagian jenis topografi berdasarkan kemiringan. Menurut Bruce, 1966 dalam Rosita, 2003 gradien untuk kemiringan lahan dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Daerah dengan kemiringan 0 % - 5 % disebut tanah datar 2. Daerah dengan kemiringan 5 % - 10 % disebut tanah landai 3. Daerah dengan kemiringan > 10 % disebut tanah berbukit

(34)

24

Masing-masing daerah kemiringan ini akan memberikan kontribusi yang berbeda terhadap nilai koefisein limpasan permukaan (C). Dan akhirnya akan berpengaruh terhadap jumlah limpasan permukaan yang terjadi di daerah tersebut.

(35)

25

III.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah Studi 3.1.1 Geografi

Kabupaten Buton Utara dengan luas wilayah 1.923,03 km² (belum termasuk wilayah perairan), terletak di jazirah Sulawesi Tenggara meliputi bagian Utara Pulau Buton dan gugusan pulau-pulau di sekitarnya; secara adminiistratif terdiri dari 6 kecamatan dan 59 desa/kelurahan/UPT. Ditinjau dari letak geografisnya Kabupaten Buton Utara terletak pada 4,6 LS – 5,15 LS serta membujur dari Barat ke Timur antara 122,59 BT – 123,15 BT, dengan batas-batas sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Wawonii  Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton

 Sebelah Barat berbatasan dengan selat Buton dan Kabupaten Muna 3.1.2 Topografi

Kabupaten Buton Utara merupakan dataran rendah dan sebahagian berbukit dengan keadaan tanah yang sangat subur terutama yang terletak pada pesisir pantai sangat cocok untuk pertanian baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Kabupaten Buton Utara bagian utara terdiri dari barisan pegunungan dan sedikit melengkung ke arah utara dan mendatar ke arah selatan dengan ketinggian rata-rata antara 300 – 800 meter di atas permukaan laut, sedangkan bagian timur sepanjang arah pegunungan merupakan daerah berbukit-bukit dan mendatar ke arah pantai

(36)

26

timur dengan luas bervariasti. Dataran rendah yang cukup luas yaitu Cekungan Lambale < 29.000 ha sejajar dengan Sungai Lambale dan Sungai Langkumbe. 3.1.3 Luas Wilayah

Kabupaten Buton Utara yang terdiri dari 2 matra darat dan matra laut. Luas wilayah daratan seluas 1.923,03 km² dan luas perairan sekitar 2.500 km². Pembagian luas wilayah daratan menurut kecamatan masing-masing:

 Kecamatan Bonegunu: 491,44 km² (25,56%)  Kecamatan Kambowa : 303,44 km² (15,78%)  Kecamatan Wakorumba : 245,26 km² (12,75%)  Kecamatan Kulisusu : 172,78 km² (8,98%)

 Kecamatan Kulisusu Barat : 370,47 km² (19,26%)  Kecamatan Kulisusu Utara : 339,64 km² (17,66%)

( https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Buton_Utara ) 3.2 Data yang Dibutuhkan

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : 3.2.1 Data Digital Elevation Model (DEM)

Data topografi Digital Elevation Model (DEM) diperoleh secara gratis di situs EarthExplorer (earthexplorer.usgs.gov). Data DEM yang digunakan adalah data SRTM 1 Arc-Second (Shuttle Radar Topography Mission) yang memiliki resolusi spasial 30 meter. Data DEM merupakan file grid berformat gambar (raster

geotiff) yang tergeoreferensi koordinatnya dimana setiap pixel-nya memiliki nilai elevasi yang mewakili area yang di tinjau.

(37)

27

Gambar III-1 Data Topografi DEM SRTM 1 Arc Second Kab. Buton Utara

3.2.2 Data Curah Hujan TRMM

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan global TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) yang diperoleh secara gratis di situs GIOVANNI (http://giovanni.sci.gsfc.nasa.gov). Data yang digunakan adalah data curah hujan bulanan dari januari 2005 sampai desember 2015 dengan satuan mm/jam (sesuai dengan kebutuhan untuk Persamaan 1). Data curah hujan TRMM juga merupakan file grid berformat gambar dengan resolusi spasial 0.250 x 0.250 .

TRMM memiliki banyak jenis data, dalam penelitian ini penulis menggunakan data jenis 3B43 (level 3) yang merupakan gabungan beberapa data dari hasil analisis beberapa satelit meteorologi. Data hujan (presipitasi) jenis 3B43 ini biasa juga disebut dengan produk TRMM Multisatellite Precipitation Analysis

(38)

28

Gambar III-2 Data Curah Hujan TRMM

3.2.3 Peta Rupa Bumi

Peta Rupa Bumi yang digunakan adalah Peta RBI versi digital yang dikeluarkan oleh BIG ( Badan Informasi Geospasial) yang diperoleh secara gratis di situs INA-GEOPORTAL (http://tanahair.indonesia.go.id).

(39)

29 3.3 Peralatan yang Dibutuhkan

Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

 Perangkat keras berupa laptop (Core i5 2nd Gen, AMD Radeon 8x,

RAM 8 GB, SSD 120 GB) untuk menjalankan perangkat lunak.  Perangkat lunak open source QGIS 2.14.2 untuk layout output peta.  Perangkat lunak open source SAGA GIS untuk analisis hidrologi

data DEM (Digital Elevation Model), curah hujan, dan tutupan lahan.

3.4 Sistem Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, perangkat lunak yang digunakan adalah QGIS dan SAGA GIS. Secara umum, hasil olah data nantinya akan dimasukkan ke dalam persamaan Q = C.I.A (1) dalam bentuk perkalian grid menggunakan perangkat lunak SAGA GIS.

Jadi, data yang nantinya dihasilkan dari proses pengolahan data adalah data berikut :

1. Peta Grid Koefisen Runoff (C) 2. Peta Grid Intensitas Hujan (I) 3. Peta Vektor Catchment Area (A)

Ketiga data tersebut dimasukkan ke persamaan (1) dan natinya menghasilakn Peta Grid Sebaran Aliran Permukaan (Q). Seluruh data grid

harus mempunyai pixel size yang sama yaitu 30m sesuai dengan ukuran standar data DEM (Digital Elevation Model).

(40)

30

Adapun langkah – langkah pengolahan data dalam tugas akhir ini dijelaskan sebagai berikut.

3.4.1 Peta Grid Koefisien Runoff (C)

Analisis sebaran koefisien aliran permukaan, dilakukan dengan memetakan sebaran koefisien aliran permukaan dengan menghitung nilai rata-rata nilai C berdasarkan parameter penutup lahan dan kemiringan lahan.

Hasil klasifikasi penutup lahan dan kemiringan lahan dirubah menjadi nilai koefisien aliran menggunakan Tabel nilai C dan dihitung nilai rata-rata C. Perhitungan nilai C berdasarkan penutupan lahan dan Slope dapat dilihat pada Tabel III-1 dan Tabel III-2 serta menggunakan Persamaan (2) sebagai berikut (Mukhoiyah, Bambang Trisakti 2014) .

C rata-rata = (C cover + C slope ) / 2 ………….. (2)

Tabel III-1 Nilai C Berdasarkan Penutup Lahan

Sumber : Dune & Leopold, 1978; Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007

No. Tutupan Lahan Nilai C

1 Hutan Primer 0.01 2 Hutan Sekunder 0.05 3 Kebun Campuran 0.5 4 Ladang – Tegalan 0.5 5 Perkebunan 0.5 6 Semak Belukar 0.3 7 Sawah 0.2 8 Jalan Aspal 0.7 9 Lahan Terbuka 0.95 10 Pemukiman 0.9

(41)

31

No. Slope Class (%) Nilai C

1 0 – 3 0.3

2 3 – 8 0.4

3 8 - 15 0.5

4 15 – 30 0.6

5 > 30 0.7

Tabel III-2 Nilai C Berdasarkan Slope

Sumber : Dune & Leopold, 1978; Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007 Adapun langkah – langkah pembuatan peta kemiringan lahan dan tutupan lahan sebagai berikut :

1. Peta Grid Koefisen Runoff Berdasarkan Kemiringan Lahan (C slope)

Berasal dari data DEM (Digital Elevation Model) yang diolah dengan perangkat lunak SAGA GIS menggunakan modul Terrain Analysis -> Morphometry -> Slope, Aspect, and Curvature -> OK menghasilkan data

Slope Model (%). Kemudian dilakukan klasifikasi nilai C berdasarkan tabel III-2. Data hasil klasifikasi kemudian dikonversi ke format Raster Grid

dengan ukuran pixel 30 m.

2. Peta Grid Koefisien Runoff Berdasarkan Tutupan Lahan (Ccover)

Peta tutupan lahan diambil dari Peta Digital RBI (Rupa Bumi Indonesia) skala 1 : 50000 keluaran BIG ( Badan Informasi Geospasial). Kemudian dilakukan klasifikasi nilai C berdasarkan tabel III-1. Data hasil klasifikasi kemudian dikonversi ke format Raster Grid dengan ukuran pixel

(42)

32

Kedua data diatas kemudian diolah kembali di perangkat lunak SAGA GIS menggunakan modul Grid -> Calculus -> Grid Calculator dengan menggunakan

input formula persamaan (2) untuk menghasilkan Peta Grid Koefisien Runoff rata-rata (C rata – rata).

3.4.2 Peta Grid Intensitas Hujan ( I )

Peta Intensitas Hujan (I) didapatkan dari hasil olahan data grid curah hujan TRMM jenis 3B43 dengan satuan milimeter/jam, data ini diolah menggunakan perangkat lunak QGIS dan SAGA GIS. Adapun proses pengolahan data sebagai berikut :

1. Data grid curah hujan TRMM memiliki sistem koordinat dan proyeksi yang berbeda dengan data – data spasial yang telah disiapkan sebelumnya. Karena itu harus dilakukan proses georeferensi menggunakan QGIS.

2. Data grid curah hujan TRMM memiliki resolusi spasial ( pixel size ) 0.250 ,

karena itu harus dilakukan proses Resampling yaitu merubah ukuran pixel dari 0.250 menjadi 30 m dengan menggunakan perangkat lunak SAGA GIS modul Grid -> Grid System -> Resampling.

3.4.3 Peta Vektor Catchment Area ( A )

Peta Vektor Catchment Area berasal dari data DEM (Digital Elevation Model) yang diolah menggunakan perangkat lunak SAGA GIS. Modul yang digunakan adalah Terrain Analysis -> Basic Terrain Analysis, data yang dihasilkan berupa data vektor (shapefile) area tangkapan air (catchment area) dan data vektor jalur sungai (channel stream).

(43)

33

3.4.4 Peta Grid Sebaran Debit Aliran Permukaan ( Q )

Peta Grid Sebaran Debit Aliran Permukaan (Q) berasal dari hasil olah data dengan menggunakan persamaan Q = C.I.A (1), dimana nilai A dari persamaan ini (metode rasional) ialah luas catchment area berdasarkan batas topografi sehingga nilai Q yang dihasilkan hanya muncul satu nilai di outlet saja. Kelemahan metode ini ialah sebaran Q secara spasial tidak dapat terlihat. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penghitungan Q berbasis raster yaitu penghitungan dilakukan pada setiap pixel.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan resolusi (pixel size) 30 m sehingga luas DAS yang dimaksud adalah ialah sebagai berikut:

Resolusi data grid raster sebesar 30 meter berarti ukuran piksel 30m x 30m, jadi luas catchment area = luas pixel, sehingga nilai A menjadi 30 m x 30 m = 900 m2 = 0,0009 km2 .

Pembuatan peta sebaran debit dilakukan menggunakan perangkat lunak SAGA GIS dengan modul Grid -> Calculus -> Grid Calculator dengan formula berupa persamaan (1), tampilan formula dalam Grid Calculator menjadi :

g1 x g2 x 0,0009

Dimana, g1 = grid koefisien runoff rata – rata (C) g2 = grid intensitas hujan (I)

(44)

34

3.4.5 Potensi Air Permukaan Untuk Setiap Catchment Area

Potensi air permukaan untuk setiap catchment area merupakan hasil dari analisis peta sebaran aliran permukaan (Q) yang di-overlay (tumpeng tindih) dengan peta vektor catchment area (A) dengan menggunakan perangkat lunak SAGA GIS modul Shapes -> Grid Tools -> Grid Statistics for Polygon .

(45)

35 3.5 Bagan Alir Penelitian

Gambar III-4 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Data DEM Data Curah

Hujan TRMM Peta Rupa Bumi Sink / Fill Hidrology Analisys Catchment Area (A) Peta Kemiringan Lereng Resampling

Peta Grid Curah Hujan ( I ) Hidrology Model Klasifikasi nilai C Peta Kemiringan Lereng C2 (C slope) Klasifikasi nilai C Gridding / Rasterize

Peta Tutupan Lahan C1 (C cover) Grid Calculator ( C1 + C2 )/2 Peta Koefisien Runoff ( C ) Grid Calculator Q = C.I.A

Peta Debit Aliran Permukaan (Q) Zonal Staitistics

Peta Potensi Air Permukaan tiap Catchment Area Selesai Terrain Analisys A = 0,0009 km2 ( pixel size )

(46)

36

IV.

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Peta Grid Koefisien Runoff (C)

4.1.1 Peta Grid Koefisien Runoff BerdasarkanKemiringan Lahan (C slope)

Pembuatan Peta Grid Koefisien Runoff (Cslope) menggunakan data DEM

(Digital Elevation Model) SRTM sebagai data input utama yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak open source SAGA GIS v.2.7 seperti yang terlihat pada gambar IV.1.

Langkah selanjutnya, kita menggunakan modul (tools) Terrain Analysis -> Morphometry -> Slope, Aspect, Curvature (Hasil dapat dilihat pada gambar IV.2) :

(47)

37

Gambar IV-2 Model Kemiringan Lahan (Persen)

Model kemiringan lahan hasil olah data yang sudah terklasifikasi menjadi 7 kelas yaitu berdasarkan kemiringan 0 - 3 % (datar), kemiringan 3 - 8 % (landai/berombak), kemiringan 8 - 15 % (agak miring), kemiringan 15 – 30 % (miring), kemiringan 30 – 50 % (agak curam), kemiringan 50 – 65 % (curam), dan kemiringan > 65 % (sangat curam). Terlihat sebagian besar daerah Kabupaten Buton Utara memiliki kemiringan lahan diatas 15 %, hal ini sangat berpengaruh untuk perhitungan debit aliran permukaan dimana semakin curam kondisi lahan, nilai koefisien runoff nya juga semakin besar.

Untuk membuat peta koefisien runoff berdasarkan kemiringan lahan, model kemiringan lahan di atas harus diklasifikasi kembali berdasarkan tabel hubungan nilai koefisien runoff berdasarkan kemiringan lahan (Tabel III.2) dengan menggunakan perangkat lunak SAGA GIS. Modul (Tools) yang digunakan adalah

(48)

38

Gambar IV-3 Model Koefisien Runoff Berdasarkan Kemiringan Lahan (C slope)

Untuk lebih jelasnya, berikut tampilan masing-masing model dalam bentuk peta yang telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak open source QGIS 2.14.1.

(49)

39

(50)

40

(51)

41

(52)

42

4.1.2 Peta Grid Koefisien Runoff Berdasarkan Tutupan Lahan (C cover)

Pembuatan Peta Grid Koefisien Runoff berdasarkan tutupan lahan (C cover)

dibuat dengan menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Digital skala 1:50000 keluaran BIG (Badan Informasi Geospasial). Data digital yang digunakan berupa data shapefile (vektor) tutupan lahan yang dapat dilihat pada gambar IV.7.

Pembuatan Peta Koefisien Runoff C cover dilakukan dengan menginput nilai

C untuk masing-masing jenis tutupan lahan berdasarkan Tabel III.1. Selanjutnya data tutupan lahan tadi dirubah ke format grid raster. Perangkat lunak yang digunakan adalah SAGA GIS, modul Grid -> Gridding -> Shapes to Grid dengan ukuran pixel 30 m. Hasilnya dapat dilihat pada gambar IV.8.

Gambar IV-7 Peta Vektor Tutupan Lahan BIG

(53)

43

Untuk lebih jelasnya, berikut tampilan masing-masing model dalam bentuk peta yang telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak open source QGIS 2.14.1.

(54)

44

(55)

45

Dari hasil pengolahan tutupan lahan, dapat diketahui luasan dari masing-masing tutupan lahan, yang diperlihatkan pada tabel berikut :

Jenis Tutupan Lahan Luas ( Ha ) Persentase (%)

Hutan Primer 124225.41 74 Hutan Sekunder 10705.42 6 Kebun 15987.86 10 Ladang 4601.20 3 Pemukiman 1496.92 1 Semak Belukar 9956.94 6

Tabel IV-1 Luas Masing – Masing Tutupan Lahan

Sumber : Hasil Olah Data

Jenis tutupan lahan yang memiliki persentase terbesar adalah hutan yang mencapai sekitar 80 % total luas Kabupaten Buton Utara. Sesuai dengan tabel III.1 untuk penentuan koefisien runoff , nilai koefisien terkecil adalah hutan sedangkan area pemukiman yang memiliki nilai koefisien runoff terbesar hanya memiliki luas sekitar 1 % total luas Kabupaten Buton Utara.

4.1.3 Peta Grid Koefisien Runoff Rata – Rata (C rata-rata)

Nilai koefisien runoff rata-rata didapatkan dengan menggunakan persamaan (2) (C1+C2)/2 dimana C1 adalah nilai koefisien runoff berdasarkan kemiringan lahan (C slope ) dan C2 adalah nilai koefisien runoff berdasarkan tutupan

lahan (C slope). Persamaan ini kemudian kita jabarkan dalam bentuk peta sabaran

atau peta grid .

Untuk memasukkan persamaan (2) kedalam sistem perkalian piksel (grid) penulis menggunakan perangkat lunak SAGA GIS dengan input Peta Grid C slope

(56)

46

sebagai C1 dan Peta Grid C cover sebagai C2. Modul (tools) yang digunakan adalah

Grid -> Calculus -> Grid Claculator. (Hasil dapat dilihat pada gambar IV.12)

Gambar IV-11 Tampilan Modul Grid Calculator

Gambar IV-12 Model Grid Koefisien Runoff (C)Rata-rata

Berdasarkan pada peta koefisien runoff rata-rata dapat dilihat bahwa nilai koefisien runoff yang paling besar adalah untuk daerah yang berwarna merah dimana daerah ini adalah daerah pemukiman, perkebunan, dan ladang dengan topografi landai yaitu dengan nilai koefisien runoff sebesar 0,5. Sedangkan yang paling rendah adalah daerha yang berwarna biru dimana daerah ini adalah area hutan dengan topografi datar dengan nili koefisien runoff dibawah 0,1.

Untuk lebih jelasnya, berikut tampilan dalam bentuk peta yang telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak open source QGIS 2.14.1.

(57)

47

(58)

48 4.2 Pembuatan Peta Grid Intensitas Hujan ( I )

Peta Grid Intensitas Hujan (I) dibuat dengan menggunakan data curah hujan global berbasis satelit yaitu TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission), dengan menggunakan metode seperti yang dijelaskan di BAB III poin 3.4.2

Berikut tampilan data TRMM dari tahun 2005 s/d 2015 dalam bentuk Time Series dan peta sebaran.

Gambar IV-14 Curah Hujan Bulanan Rata-rata TRMM, Time Series

(59)

49

Untuk lebih jelasnya, berikut tampilan dalam bentuk peta yang telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak open source QGIS 2.14.1.

(60)

50 4.3 Pembuatan Peta Vektor Catchment Area (A)

Pembuatan Peta Vektor Catchment Area (A) menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) SRTM sebagai data input utama yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak open source SAGA GIS modul Terrain Analysis -> Basic Terrain Analysis (Hasil dapat dilihat pada gambar IV.17).

(61)

51

Gambar IV-18 Nomor Catchment Area

CATCHMENT AREA LUAS AREA ( KM2) CATCHMENT AREA LUAS AREA ( KM2 )

Catchment 1 32.34 Catchment 17 28.95 Catchment 2 85.14 Catchment 18 26.07 Catchment 3 47.4 Catchment 19 10.89 Catchment 4 100.42 Catchment 20 37.51 Catchment 5 79.89 Catchment 21 43.46 Catchment 6 83.92 Catchment 22 59.29 Catchment 7 6.34 Catchment 23 6.25 Catchment 8 25.6 Catchment 24 7.93 Catchment 9 12.64 Catchment 25 14.96 Catchment 10 252.06 Catchment 26 52.03 Catchment 11 179.81 Catchment 27 17.08 Catchment 12 11.68 Catchment 28 11.23 Catchment 13 11.51 Catchment 29 6.1 Catchment 14 10.37 Catchment 30 26.82 Catchment 15 70.61 Catchment 31 10.37 Catchment 16 11.7 Catchment 32 7.03

(62)

52

Berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan SAGA GIS, terdapat 32 titik Catchment Area yang berhasil diekstrak menggunakan data DEM SRTM. Luas

Catchment Area terbesar yaitu 252,06 km2 (No. 10) dan yang terkecil 6,1 km2 (No. 29). Selanjutnya, data ini akan digunakan untuk mendapatkan potensi sumber air permukaan untuk masing-masing catchment area.

4.4 Pembuatan Peta Grid Sebaran Debit Aliran Permukaan (Q)

Untuk pembuatan Peta Grid Sebaran Debit Aliran Permukaan (Q) sebagaimana yang telah dibahas di BAB III poin (3.4.4), persamaan yang akan digunakan adalah persamaan (1) yang dimodifikasi agar sebaran Q secara spasial dapat terlihat.

Q = C.I.A ………(1) Dimana, Q = Debit aliran permukaan (m3/detik)

C = Koefisien runoff rata – rata (0-1) I = Intensitas Hujan (mm/jam) A = Luas pixel/grid (0,0009 km2)

Untuk memasukkan persamaan (1) kedalam sistem perkalian piksel (grid) penulis menggunakan perangkat lunak SAGA GIS dengan input Peta Grid

Koefisien Runoff rata-rata sebagai nilai C, Peta Grid Intensitas Hujan sebagai I, dan nilai 0,0009 sebagai A. Modul (tools) yang digunakan adalah Grid -> Calculus -> Grid Claculator. (Hasil dapat dilihat pada gambar IV.20)

(63)

53

Gambar IV-20 Model Grid Sebaran Debit Aliran Permukaan

Dari hasil perkalian piksel menggunakan grid calculator dengan menggunalan persamaan (1) sebagai formula memperlihatkan peta grid sebaran debit aliran permukaan (Q) memiliki pola yang hampir sama dengan peta grid

sebaran koefisien runoff (C). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai C maka nilai Q juga akan semakin besar.

Gambar IV-21 Koefisien Runoff ( kiri ) dan Debit Aliran Permukaan ( kanan)

(64)

54

Untuk lebih jelasnya, berikut tampilan dalam bentuk peta yang telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak open source QGIS 2.14.1.

(65)

55 4.5 Analisis Potensi Sumber Air Permukaan

Potensi sumber air permukaan dalam penelitian ini didapatkan dengan mengakumulasikan total nilai debit dari peta grid sebaran aliran permukaan yang ter-cover oleh masing-masing catchment area. Perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan analisis ini adalah SAGA GIS modul Shapes -> Grid Tools -> Grid Statistics for Polygon.

Gambar IV-23 Grid Statistics for Polygon

Modul (tools) ini menggunakan dua data input. Pertama untuk data input grid penulis menggunakan peta grid sebaran debit permukaan (Q), kedua untuk data

input polygon menggunakan peta vektor catchment area (A). Berikut tabel hasil dari analisis menggunakan perangkat lunak SAGA GIS.

Catchment Area Luas (km2) Debit (m3/det)

Catchment 1 32.34 1.8743 Catchment 2 85.14 5.1148 Catchment 3 47.4 3.0373 Catchment 4 100.42 6.4332 Catchment 5 79.89 4.8601 Catchment 6 83.92 5.2833 Catchment 7 6.34 0.6468

(66)

56 Catchment 8 25.6 1.6276 Catchment 9 12.64 1.0271 Catchment 10 252.06 15.1222 Catchment 11 179.81 9.7029 Catchment 12 11.68 0.8794 Catchment 13 11.51 0.8574 Catchment 14 10.37 0.587 Catchment 15 70.61 4.1238 Catchment 16 11.7 0.7122 Catchment 17 28.95 1.9679 Catchment 18 26.07 2.4294 Catchment 19 10.89 1.0915 Catchment 20 37.51 2.3143 Catchment 21 43.46 2.6964 Catchment 22 59.29 3.9941 Catchment 23 6.25 0.5819 Catchment 24 7.93 0.6234 Catchment 25 14.96 1.1645 Catchment 26 52.03 3.5626 Catchment 27 17.08 1.4399 Catchment 28 11.23 0.8574 Catchment 29 6.1 0.525 Catchment 30 26.82 2.134 Catchment 31 10.37 0.807 Catchment 32 7.03 0.5538

Tabel IV-3 Tabel Nilai Debit Hasil Analisis

Berdasarkan hasil analisis menggunakan SAGA GIS yang ditunjukkan pada Tabel IV-3 dapat kita ketahui bahwa potensi terbesar terdapat pada titik

Catchment 10 dengan luas area 252,06 6 km² dan debit totalnya 15,1222 m³/detik, sedangkan potensi terendahnya terdapat pada titik Catchment 29 dengan luas area sebesar 6,1 km2 dan debitnya sebesar 0,525 m³/detik. Jadi dapat disimpulkan debit berbanding lurus dengan luas area hal ini sudah sesuai dengan rumus debit andalan bahwa debit berbanding lurus dengan luas area, koefisien runoff dan intensitas hujan.

(67)
(68)

58

Untuk lebih jelasnya, berikut tampilan dalam bentuk peta yang telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak open source QGIS 2.14.1.

(69)

59

V.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan data-data yang telah diperoleh dan hasil analisis maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut;

1. Penelitian ini menghasilkan potensi sumber air permukaan Kabupaten Buton Utara Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu titik potensi Catchment 1 sampai titik potensi Catchment 32 dengan nilai debit tertinggi 15,1222 m³/detik (titik potensi Catchment 10 ) dan nilai debit terendah 0,525 m³/detik (titik potensi Catchment 29 )

2. Penggunaan data DEM (Digital Elevation Model) untuk mengidentifikasi potensi sumber air permukaan dapat dilakukan dengan menambahkan beberapa parameter dasar, yaitu : Data curah hujan satelit TRMM untuk nilai I, data jenis tutupan lahan untuk nilai C1 (Koefisien Runoff berdasarkan

tutupan lahan), dan data DEM (Digital Elevation Model) itu sendiri untuk mengekstrak parameter kemiringan lereng untuk nilai C2 (Koefisien Runoff

berdasarkan kemiringan lereng) dan penentuan nilai A.

3. Data – data spasial keluaran lembaga riset ilmiah seperti NASA dan BIG dapat menghasilkan analisis potensi aliran permukaan yaitu nilai debit aliran permukaan.

(70)

60 5.2 SARAN

1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal maka dibutuhkan beberapa parameter tambahan seperti parameter jenis tanah dan ilfiltrasi yang juga dapat mempengaruhi besar kecilnya debit.

2. Penggunaan data spasial yang memiliki resolusi yang lebih tinggi (rapat) agar hasil analisis bisa lebih akurat dan sesuai kondisi dilapangan , misalnya data DEM yang beresolusi 30 m diganti dengan data LIDAR yang memiliki resolusi spasial sekitar 1 m.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan validasi dan kalibrasi data khususnya data curah hujan TRMM berbasis grid keluaran lembaga NASA Amerika.

4. Perlu dilakukan sosialisasi terkait dengan perangkat lunak open source

SAGA GIS dan QGIS untuk mengurangi penggunaan perangkat lunak bajakan dengan fungsi serupa yang sekarang banyak beredar di kampus.

Gambar

Gambar II-1  Siklus Hidrologi
Gambar II-2  Pengertian SIG
Gambar II-3  Interface perangkat lunak SAGA GIS
Gambar II-4  Interface perangkat lunak QGIS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti pada setiap infeksi virus, diagnosis spesifik rabies tergantung pada (1) isolasi virus dari sekresi yang terinfeksi [saliva, jarang cairan serebrospinalis (CSF), atau jaringan

Oleh karena terjadi di daerah spektrum yang umumnya tidak ada absorpsi lain, maka stretching karbonil merupakan metode yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis adanya

Dana Bagi Hasil pajak dari Provnsi dan Pemerintah Dana Bagi Hasil pajak dari Provnsi dan Pemerintah Daerah lainnyaB. Daerah

Pendekatan ini digunakan Hajiha dan Sobhani (2012) dan Desiliani (2014) karena lebih sering digunakan untuk memperkirakan return dan nilai pasar saham di pasar modal. Perhitungan EPR

Selanjutnya, dalam konteks pengelolaan keuangan daerah aset dimaknai sebagai Barang Milik Daerah yang merupakan barang modal yang dapat digunakan oleh pemerintah

• Komponen untuk kanvas pada umumnya berada pada posisi yang berbeda dari komponen untuk menampung citra yang dibuka dari file.. • Manipulasi piksel secara bebas hanya dapat

Paramedis sebagai petugas kesehatan seyogianya memberikan pelayanan dengan menggunakan tuturan yang santun, namun kenyataannya sebagian paramedis tidak mengindahkan

 Adalah senyawa organik yang mempunyai ikatan rangkap sehingga pad a reaksi adisi ikatan itu dapat berubah menjadi ikatan tunggal dan mengikat atom H... Rantai terpanjang