• Tidak ada hasil yang ditemukan

Leukimia Limfositik Akut Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Leukimia Limfositik Akut Anak"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT

Disusun Oleh :

Michael Alexander Dhira Damanik 1061050011

Pembimbing :

dr. Charles A. Silalahi, SpA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

(2)

Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit abnormal dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, neutropenia, trombositopenia) dan infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis).

Leukemia merupakan suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplastik dari sel-sel organ hemopoetik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell) yang akan membentuk suatu klon sel leukemia.

Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi: Leukemia limfositik kronik/LLK (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik / LMK (mengenai orang dewasa), leukemia limfositik akut/LLA (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan merupakan 20 % leukemia pada anak).

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA III.1. DEFINISI

(3)

Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan suatu keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid,akibat kerusakan gen DNA yang terdapat pada tulang belakang. LLA adalah kanker tersebar yang pertama kali terbukti dapat disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi. LLA terjadi sedikit lebih sering pada anak lelaki dibandingkan anak perempuan. Laporan mengenai kluster geografik leukemia anak memberi kesan peran faktor lingkungan. Namun, telaah balik secara hati-hati tidak mendukung kebanyakan dari hubungan yang diajukan. Leukemia limfoid terjadi lebih sering dengan yang diharapkan pada penderita dengan immunodefisiensi (hipogammaglobulinemia) kongenital, ataksia-telangiektasi atau dengan dengan defek kromosom konstitusional (trisomi 21).

III.2. ETIOLOGI

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan penyebab tunggal tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain :

 Terinfeksi virus. Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab leukemia pada hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1 dari leukemiasel T manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak saat itudiisolasi dari sampel serum penderita leukemia sel T.

 Faktor Genetik. Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungankelihatannya memainkan peranan , namun jarang terdapat leukemia familial, tetapi insidensi leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang , dengan insidensi yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik).

 Kelainan Herediter. Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down, kelihatannya mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat.

 Faktor lingkungan.

 Radiasi. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian.

(4)

 Zat Kimia. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang diobati baik dengan radiasi maupun kemoterapi.

III.3. PATOLOGI

Kasus LLA disubkalasifikasikan menurut gambaran morfologi dan imunologi, dan genetik sel induk leukemia. Diagnosis pasti biasanya didasarkan pada pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang. Gambaran sitologi sel induk sangat bervariasi walaupun dalam satu cuplikan tunggal, sehingga tidak ada satu klasifikasi yang memuaskan. Sistem Prancis-Amerika-Inggris membedakan tiga subtipe morfologi L1, L2 dan L3. Pada limfoblas L1 umumnya kecil dengan sedikit sitoplasma, pada sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan sitoplasma lebih banyak, bentuk inti ireguler, dan nukleoli nyata, dan sel L3 meampunyai kromatin inti homogen dan berbintik halus, nukleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata. Karena perbedaan yang subyektif antara blas L1 dan L2 dan korelasi dengan penanda imunologik dan genetik yang sedikit, hanya subtipe L3 yang mempunyai arti klinis.

Klasifikasi Leukemia limfositik Akut Menurut French-American-British (FAB) L-1 :Pada masa anak-anak populasi sel homogen

L-2 :Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa populasi sel heterogen L-3 :Limfoma burkitt tipe sel-sel besar populasi homogen

Klasifikasi LLA bergantung pada kombinasi gambaran sitologik, imunologik dan kariotip. Dengan antibodi monoklonal yang mengenali antigen permukaan sel yang terkait dengan galur sel dan antigen sitoplasma. Maka imunotipe dapat ditentukan pada kebanyakan kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor , lebih kurang 15% berasal dari sel progenitor T, dan 1% berasal dari sel B yang relatif matang. Imunotipe ini mempunyai implikasi prognostik

(5)

maupun terapeutik. Subtipe dari LLA, sifat klinis tertentu, dan angka insidensi relatifnya ditunjukkan pada

Tabel 1. Beberapa kasus belum dapat diklasifikasikan karena menunjukan ekspresi antigen yang berkaitan dengan beberapa galur sel yang berbeda (LLA galur campuran atau bifenotipik). Subtipe Jumlah Penderit a % Umur (Median ) Hitung Leukosit (x 103) (Median) % pri a % dengan Massa Mediastinu m Abnormalita s Kromosom Terkait T(T+) 44 14 7,4 th 61,2 67, 2 38,2 t(11;14) B(slg +) 2 0,6 t(8;14) PreB(clg+ ) 56 18 4,7 th 12,2 54, 8 1,2 t(1;19) PreB awal (T-,slg-,clg -) 209 67 4,4 th 12,4 56, 5 1.0 t(9;22) PreB awal bayi 33 N A 1 th 50 55 Tidak ada t(4;11)

Kelainan kromosom dapat diidentifikasikan setidaknya 80-90% LLA anak. Kariotip dari sel leukemia mempunyai arti penting, prognostik, dan terapeutik. Mereka menunjukan tepat sisi bagi penelitian molekuler untuk mendeteksi gen yang mungkin terlibat pada transformasi leukemia. LLA anak dapat juga diklasifikasikan atas dasar jumlah kromosom tiap sel leukemia (ploidy) dan atas penyusunan kembali (rearrangement) kromosom struktural misalnya translokasi.

Penanda biologik lain yang potensial bermanfaat adalah aktivitas terminal deoksinukleotidil tranferase (TdT), yang umumnya dapat diperlihatkan pada LLA sel

(6)

progenitor-B dan sel T. Karena enzim ini tidak terdapat pada limfoid normal, ia dapat berguna untuk mengidentifikasikan sel leukemia pada situasi diagnostik yang sulit. Misalnya, aktivitas TdT dalam sel dari cairan serebrospinal mungkin menolontg untuk membedakan relaps susunan saraf sentral awal dengan meningitis aseptik.

Kebanyakan penderita dengan leukemia mempunyai penyebaran pada waktu diagnosis, dengan keterlibatan sumsum tulang yang luas dan adanya sel blas leukemia di sirkulasi darah. Limpa, hati, kelenjar limfe biasanya ikut terlibat. Karena itu, tidak ada sistem pembagian stadium (staging) untuk LLA.

III.4. GEJALA

Kira-kira 66% anak dengan LLA mempunyai gejala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu diagnosis. Gejala pertama biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi. Mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita seperti tidak mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga timbul anemia, perdarahan (trombositopenia), dan demam (neutropenia, keganasan) gambaran ini biasanya mendorong pemeriksaan ke arah diagnosis.

Leukemia Limfositik Akut/Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Pada lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari

(7)

limfosit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% kasus adalah dewasa. Jika tidak diobati, dapat fatal.

Manifestasi leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia.

Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:

 Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

 Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise

 Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanay terjadi pada anak

 Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme). Disebabkan oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi pasien terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi pasien adalah anemia dan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang terjadi mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme pengaturan suhu sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya demam adalah adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas meningkat, tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis apapun, sehingga tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut dengan leukopenia fungsional.

 Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram negatif usus, stafilokokus, streptokokus, serta jamur

(8)

 Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria

Limfadenopati. Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan dalam memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan menyebabkan timbulnya rasa sakit.

Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2) akibat anemia hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan yang paling mungkin adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan hepar.

 Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infiltrasi; 2) infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah. Namun, dalam kasus ini, kemungkinan yang paling besar splenomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam limpa/spleen.

 Massa di mediastinum (T-ALL).

 Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah, kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status mental.5,6

III.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).

Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).

Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.2

Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada leukemia

(9)

biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.

Biopsi—Dokter mengangkat beberapa sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. Seorang ahli patologi memeriksa contoh dibahwah sebuah mikroskop. Pengangkatan jaringan untuk mencari sel-sel kanker disebut suatu biopsi. Suatu biopsi adalah cara satu-satunya yang pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada didalam sumsum tulang. • Ada dua cara dokter dapat memperoleh sumsum tulang. Beberapa pasien-pasien akan

mempunyai kedua-duanya prosedur:

1 Bone marrow aspiration (Penyedotan sumsum tulang): Dokter menggunakan sebuah jarum untuk mengangkat contoh-contoh dari sumsum tulang.

2 Bone marrow biopsy (Biopsi Sumsum Tulang): Dokter menggunakan suatu jarum yang sangat tebal untuk mengangkat sepotong kecil dari tulang dan sumsum tulang.

(10)

Gambar 2. Bone Marrow Aspiration.

Cytogenetics—Lab melihat pada kromosom-kromosom dari sel-sel dari contoh-contoh dari peripheral blood, sumsum tulang, atau nodus-nodus getah bening.

Spinal tap—Dokter mengangkat beberapa dari cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang-ruang di dan sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Dokter menggunakan suatu jarum panjang yang kecil untuk mengangkat cairan dari kolom tulang belakang (spinal column). Prosedur memakan waktu kira-kira 30 menit dan dilaksanakan dengan pembiusan lokal. Pasien harus terbaring untuk beberapa jam setelahnya untuk mempertahankannya dari mendapat sakit kepala. Lab memeriksa cairan untuk sel-sel leukemia dan tanda-tanda lain dari persoalan-persoalan.

(11)

Chest x-ray—X-ray dapat mengungkap tanda-tanda dari penyakit di dada.3

Gambar 3. Morfologi LLA (Limfositosis).

Jenis Pemeriksaan Hasil yang ditemui

Complete blood count leukositosis, anemia, trombositopenia

Bone Marrow Puncture hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti Sitokimia Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif

Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL)

Imunoperoksidase peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali gen reseptor sel T dan Ig

Flowcytometry precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy chain, TdT T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT

B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22

Sitogenetika analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk menguraikan klon maligna

Pungsi lumbal keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF

Tabel 1. Gambaran Laboratorium.4

(12)

Pada pemeriksaan awal umumnya terdapat anemia, meskipun hanya kira-kira 25% mempunyai Hb 6%. Kebanyakan penderita juga trombositopeni, tetapi kira-kira 25% mempunyai trombosit 100.000/mm3. Sekitar 50% penderita dengan hitung sel darah putih kurang dari 10.000/mm3, sekitar 20% memiliki hitung sel darah putih yang lebih besar dari 50.000/mm3. Jumlah total sel darah putih bisa berkurang, normal ataupun bertambah, tetapi jumlah sel darah merah dan trombosit hampir selalu berkurang. Diagnosis leukemia dikesankan oleh adanya sel blas pada preparat apus darah tepi tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang, yang biasanya diganti sama sekali oleh limfoblas leukemia. Pemeriksaan darah rutin (misalnya hitung jenis darah komplit) bisa memberikan bukti bahwa seseorang menderita leukemia. Kadang-kadang, sumsum tulang pada awalnya hiposeluler. Pemeriksaan sitogenetik pada kasus-kasus ini mungkin bermanfaat untuk mengidentifikasi abnormalitas spesifik yang berkaitan dengan sindroma preleukemia. Jika sumsum tulang tidak dapat diaspirasi atau cuplikannya hiposeluler, maka diperlukan sumsum tulang.

Radiografi dada diperlukan untuk menentukan apakah ada massa mediastinum. Radiografi tulang mungkin menunjukkan perubahan trabekula medulla, defek korteks, atau resorpsi tulang subepifiseal. Penemuan ini tidak mempunyai arti klinis ataupun prognostik, sehingga survai skeletal biasanya tidak diperlukan. Cairan serebrospinal harus diperiksa untuk menemukan sel leukemia karena keterlibatan awal Susunan Saraf Sentral (SSS) mempunyai implikasi prognostik penting. Kadar asam urat dan fungsi ginjal harus ditentukan sebelum terapi dimulai.

III.6.2. Diagnosis Banding

 Limfositosis, limfadenopati, dan hepatomegaly yang berhubungan dengan infeksi virus dan limfoma

(13)

111.7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:

a. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia yang berat dan pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

b. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

c. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000 / mm3 pemberiannya

harus hati-hati.

d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama). e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengani cara pengobatan

yang terbaru masih dalam perkembangan).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi prinsipnya sama, yaitu dengan pola dasar:

a. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel blas dalam sumsum kurang dari 5%. Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.

(14)

b. Konsilidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi. Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

c. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama, biasanya dengan memberikan sitostatika setengah dosis biasa.

d. Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaps, biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pad induksi selama 10-14 hari.

e. Mencegah terjadinya leukimia pada susunan saraf pusat diberikan MTX secara intratekal dan radiasi kranial.

f. Pengobatan imunologik. Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Induksi Sistemik :

a) VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

b) ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga pengobatan

c) Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)

(15)

a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :

b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi

Rumat

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan : a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)

Reinduksi

Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan.

Sistemik :

a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali

b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu kemudian tapering off

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali

Imunoterapi

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.

 Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).2,7

III.8. KOMPLIKASI

Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular

(16)

dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekuder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi uretersetelah pasien diobati untuk leukemia. Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium hidroksida, serta penggunaan alkalinisasi urin yang tepat dapat mencegah atau memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi leukemik yang difus pada ginjal juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau siklofossamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.

Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi dengan pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Staphylococcus epidrmidis, Proteus mirabilis, dan Haemophilus influenza adalah organisme yang biasanya menyebabkan septik. Setiap pasien yang mengalami febris dengan granulositopeniayang berat harus dianggap septik dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan untuk pasien dengan granulositopenia absolut dan septikemia akibat kuman gram negatif yang berespon buruk terhadap pengobatan.

Dengan pengguanaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida atau Aspergillus lebih sering terjadi, meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan darah. CT scan bermanfaatuntuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru, hati, limpa, ginjal, sinus,

(17)

atau kulit memberi kesan infeksi jamur. Amfositerin B adalah pengobatan pilihan, dengan 5-fluorositosin dan rifamisin kadang kala ditambahkan untuk memperkuat efek obat tersebut.

Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena kemoprofilaksis rutin dengan trimetropim-sulfametoksazol. Karena penderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup ( polio, mumps, campak, rubella ) tidak boleh diberikan.

Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi dengan komponen trommbosit diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat koagulasi intravaskuler diseminata, gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya ringan. Dewasa ini, trombosis vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai pada 1 – 3 % anak setelah diinduksi pengobatan dengan prednison, vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya, obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit, seperti salisilat, harus dihindaripada penderita leukemia.

Dengan adanya keberhasilan dalam pengobatan LLA, perhatian sekarang lebih banyak ditujukan pada efek terapi yang lambat. Profilaksis sistem saraf pusat dan pengobatan sistemikyang diintensifkan telah mengakibatkan leukoensefalopati, mineralisasi mikroangiopati, kejang, dan gangguan intelektual pada beberapa pasien. Pasien juga memiliki resiko tinggi untuk menderita keganasan sekunder. Efek lambat lainnya adalah gangguan pertumbuhan dan disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung. Kerusakan jantung terutama terjadi secara tersembunyi,karena gangguan fungsional tidak terlihat sampai beberapa tahun

(18)

kemudian. Terdapat juga beberapa pertanyaan mengenai arteri koroner serta insufiensi miokard dini. Sedikit informasi yang didapat tentang efek teratogenik dan muagenik pada terapi antileukemik; meskipun demikian, tidak ada bukti meningkatnya cacat lahir di antara anak yang dilahirkan oleh orang tua yang penah mendapat pengobatan leukemia.5,7

III.9. PROGNOSIS

Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal, tetapi dalam kepustakaan dilaporkan pula beberapa kasus yang dianggap sembuh karena dapat hidup lebih dari 10 tahun tanpa pengobatan. Biasanya bila serangan pertama dapat diatasi dengan pengobatan induksi, penderita akan berada dalam keadaan remisi ini secara klinis penderita tidak sakit, sama seperti anak biasa. Tetapi selanjutnya dapat timbul serangan yang kedua (kambuh), yang disusul lagi oleh masa remisi yang biasanya lebih pendek dari masa remisi pertama. Demikian seterusnya masa remisi akan lebih pendek lagi sampai akhirnya penyakit ini resistensi terhadap pengobatan dan penderita akan meninggal. Kematian biasanya disebabkan perdarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi (sepsis, infeksi jamur).

Sebelum ada prednisone, penderita leukemia hanya dapat hidup beberapa minggu sampai 2 bulan. Dengan pengbatan prednisone jangka waktu hidup penderita diperpanjang sampai beberapa bulan. Dengan ditambahkannya obat sitostatika (MTX, 6-MP) hidup penderita dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi dan dengan digunakannya sitostatika yang lebih poten lagi disertai cara pengobatan yang mutakhir, usia penderita dapat diperpanjang 3-4 tahun lagi, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, et al. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke-1. Cetakan ke-11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.

2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Hematologi. Hassan, R, Alatas, H. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Percetakan Infomedika Jakarta; 2007. P.469-79.

3. Total Kesehatan Anda. Kanker darah (leukemia). 2008. Diunduh dari, http://www.totalkesehatananda.com/leukemia7.html, 23 April 2011.

4. Leukemia Limfoblastik Akut. 13 November 2010. Diunduh dari

http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/2010/10/13/leukemia-limfoblastik-akut/. 23 April 2011.

5. Baldy CM, Gangguan sel darah putih. In: Price SA, Wilson LM, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th ed. Jakarta: EGC; 2006.

(20)

6. Fianza, PI. Leukemia limfoblastik akut. Sudoyo, AR, editors. In: Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.728-34.

7. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2006.

Gambar

Tabel 1. Beberapa kasus belum dapat diklasifikasikan karena menunjukan ekspresi antigen yang berkaitan dengan beberapa galur sel yang berbeda (LLA galur campuran atau bifenotipik)
Gambar 2. Bone Marrow Aspiration.
Gambar 3.  Morfologi LLA (Limfositosis).

Referensi

Dokumen terkait

a) Mengaplikasikan nilai-nilai moral keagamaan dalam kehidupan sehari- hari. b) Pembudayaan adab pergaulan dan etika kepribadian luhur. c) Pencapaian standar proses

Pada gambar tersebut terlihat bahwa struktur mikro hasil pengecoran aluminium skrap, unsur silikon (Si) tersebar tidak merata dan didominasi oleh aluminium (Al).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa penerapan model creative problem solving berbantuan media manipulatif bangun

Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas Customer Service dalam mempromosikan kartu kredit BCA, mengetahui tanggapan para nasabah dalam menerima pelayanan yang diberikan

Secara khususnya, kajian akan melibatkan aspek-aspek kehidupan sosiobudaya Orang Kuala Rengit, Minyak Beku dan Kota Masai Johor, bahasa dan dialek, kegiatan ekonomi,

Suatu penangkapan seorang pelaku kejahatan penggunaan senjata api juga mempertimbangkan status sosial pelaku dimasyarakat. Status pelaku di masyarakat sangat mempengaruhi

(2) Sejak mulai tanggal pemberian tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima tunjangan Tenaga Kependidikan berdasarkan

(1) Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) atau ayat (2) atau ayat (3) dengan dasar