• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Paru Obstruktif Kronik 1. Pengertian

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive

Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronchial, bronchitis kronik dan emphysema paru-paru.Sering juga penyakit-penyakit ini disebut dengan

Chronic Obstruktive Lung Disease (COLD) (Somantri, 2009).

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau revesibel parsial. PPOK merupakan gabungan dari bronkitis kronik, emfisema atau gabungan keduanya ( Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 ).

PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencangkup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma.PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispneu saat beraktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar paru-paru ( Smeltzer & Bare, 2002 ).

(2)

Berdasarkan pengertian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit paru kronis ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang masuk dan keluar paru, dengan penyakit yang menyertainya adalah asma bronchial, bronchitis kronik, bronkiektasis dan emphysema paru.

2. Klasifikasi

Menurut Smeltzer & Bare (2002), penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronikadalah sebagai berikut:

a. Bronkitis kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertaipengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun danterjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

b. Emfisema paru

Emfisema paru adalah distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Merokok merupakan penyebab utama emfisema.Pada sedikit klien terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitrypsin α-1, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen), pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif

(3)

kronis. c. Asma

Asma adalah penyaki jalan napas obstruktif intermiten, reversibel di mana trakea dan bronkiolus berespon dalam secara hiper aktif terhadap stimulus tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Asma dapat terjadi pada sembarang orang, sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.

d. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernafasan atas dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe.

3. Etiologi

a. Bronkitis Kronik

Merokok dan pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama. Klien bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah.Infeksi virus, bakteri, dan mikoplasma dapat menyebabkan bronkitis akut.Menghirup udara dingin dapat menyebabkan bronkospasme terhadap individu yang rentan ( Smeltzer & Bare, 2002 ). b. Emfisema paru

(4)

terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitrypsin α-1, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan ( merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, allergen ), pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis ( Mansjoer dkk, 2001 ).

c. Asma

Asma alergik disebabkan oleh alergen yang dikenal misalnya serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur. Kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman. Klien dengan asma memiliki riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik. Asma idiopatik atau non alergik tidak berhubungan dengan alergen spesifik. Faktor-faktornya seperti infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan serta agen farmakologi seperti aspirin, pengawet makanan dan sebagainya. Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini memiliki karakteristikdari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik ( Mansjoer dkk, 2001 ).

d. Bronkiektasis

Kerusakan bronkus disebabkan oleh infeksi, infeksi tersering adalah H. influenzae dan P. aeruginosa. Infeksi bakteri lain seperti Klebsiela dan Staphylococcus aureus disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia. Bronkiektasis juga ditemukan pada penderita

(5)

dengan infeksi HIV dan virus lain, seperti adenovirus atau virus influenza. Faktor penyebab non infeksi adalah paparan substansi toksik, misalnya terhirupnya gas toksik (amonia, aspirasi asam dari cairan lambung, dan sebagainya). Kemungkinan adanya faktor imun yang terlibat belum diketahui dengan pasti karena bronkiektasis dapat ditemukan pula pada klien kolitis ulseratif, reumatoid artritis, dan sindrom sjogren ( Mansjoer dkk, 2001 ).

4. Tanda dan Gejala

a. Bronkitis kronik

Batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut, terjadi peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukosa, mukus menjadi lebih kental, dan kerusakan fungsi ciliary ( Mansjoer dkk, 2001 ).

b. Emfisema

Dispneu adalah gejala umum emfisema dan mempunyai awitan yang membahayakan. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan batuk kronis yang lama, mengi, serta peningkatan nafas pendek dan cepat. Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernafasan ( Smeltzer & Bare, 2002 ).

(6)

c. Asma

Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

d. Bronkiektasis

60 % gejala timbul sejak klien berusia 10 tahun. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan banyak sputum yang sering dikeluarkan pada pagi hari dan setelah tiduran atau berbaring pada posisi berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkiektasis. Gejala pada bronkiektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja jarang terjadi, biasanya batuk bersputum yang menyertai batu pilek selama 1-2 minggu. Gejala pada bronkiektasis berat adalah batuk terus menerus dengan banyak sputum (200-300 ml), akan bertambah berat bila disertai infeksi saluran napas atas. Gejala diikuti demam, nafsu makan hilang, penurunan BB, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan. Sesak napas dan sianosis dapat terjadi pada kelainan yang luas. Ronki basah sedang sampai kasar ditemukan saat pemeriksan fisik. Kadang ditemukan ronki kering dan mengi, serta perkusi yang redup dan suara napas melemah bila terdapat komplikasi emfisema ( Mansjoer dkk, 2001 ).

(7)

5. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Gambar II.1: Gambaran Anatomi Pernafasan

b. Fisiologi

Nares anterior adalah saluran – saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai

vestibulum (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lender yang

sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lender semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Faring ( tekak ) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan usofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung, dibelakang mulut, dan dibelakang laring. Laring (tengkorak) terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan dari kolumna vertebra. Laring terdiri atas kepingan

(8)

tulang rawan yang diikat bersama oleh ligament dan membrane.Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu di depan leher. Trakhea atau batang tenggorokan kira-kira sembilan sentimeter panjangnya. Trakhea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa. Trakhea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epithelium bersilia dan sel cangkir. Trachea servikalis yang berjalan melalui leher, disilang oleh istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan dari kelenjar yang melingkari sisi-sisi trakhea. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronchus lobus atas cabang kedua timbul setelah cabang utama lewat dibawah arteri disebut bronchus lobus bawah ( Pearce, 2008 ).

6. Pathofisiologi

Patofisiologi menurut Smeltzer dan Bare ( 2002 ) adalah : a. Bronkitis Kronik

Asap mengiritasi jalan napas mengakibatkan hipersekresi dan inflamasi. Iritasi konstan ini menyebakan jumlah kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Akibatnya, bronkiolus menyempit dan tersumbat. Alveoli dekat bronkiolus menjadi rusak dan membentuk fibrosis

(9)

mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Klien kemudian lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut disebabkan perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Perubahan paru ireversibel mungkin terjadi yang dapat mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

b. Emphysema

Faktor-faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan napas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.Karena dinding alveoli mengalami kerusakan ( suatu proses yang dipercepat oleh infeksi kambuhan ), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinyu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi ( area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi ) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Dinding alveolar terus mengalami kerusakan sehingga jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan

(10)

(cor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema sehingga memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai dengan peningkatan tahanan jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru, dimana paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa klien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga betrkontraksi saat inspirasi, terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital, ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV1;VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisisas alveoli sangat

menurun. Upaya yang dibutuhkan klien untuk menggerakan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan oksigenasi sangat terganggu.

(11)

c. Asma

Asma disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki yang menyempitkan jalan napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki dan pengisisan bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara terperangkap pada jaringan paru. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan klien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancar. d. Bronkiektasis

Infeksi merusak dinding bronkial menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringanperibonkial sehingga setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus ( dalam kasus bronkiektasis sakular ). Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya akhirnya menyebabkan alveoli disebelah distal obstruksi mengalami kolaps ( atelektasis ). Fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Klien

(12)

akhirnya akan mengalami insufisiensi pernapasan ( dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total ), kerusakan campuran gas yang diinspirasi ( ketidakseimbangan ventilasi-perfusi ), serta hipoksemia.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik menurut Mansjoer dkk ( 2001 ), yaitu : a. Pemeriksaan laboratorium

Lapisan sputum terdiri atas pus dan sel-sel rusak (bawah), sereus (tengah), dan busa (atas). Sputum berbau busuk menunjukkan infeksi kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi dan urin.

b. Pemeriksaan radiologi

Corakan paru ditemukan lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi kabur, daerah yang terkena corakan tampak mengelompok, terkadang terlihat gambaran seperti sarang tawon dan kistik (berdiameter 2 cm), serta terdapat garis-garis batas permukaan udara-cairan.

c. AGD (Analisa Gas Darah) Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik d. Bronkogram

Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat. e. EKG

(13)

hipertrofi ventrikel kanan.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Smeltzer & Bare ( 2002) : 1. Pengobatan farmakologik :

a. Bronkodilator

Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan napas karena preparat ini melawan baik edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan napas maupun dalam memperbaiki pertukaran gas. Medikasi ini mencangkup agonis β-adrenergik ( metaproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminophilin) yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal, atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser balon-genggam, nebuliser dorongan-pompa, inhaler dosis-terukur, atau IPPB. Efek samping yang muncul yaitu takikardi, disritmia jantung, dan perangsangan sistem saraf pusat.

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi tidak menunjukan hasil. Prednison biasanya diresepkan. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal dan peningkatan nafsu makan. Jangka panjang mungkin klien mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati

(14)

steroid, dan pembentukan katarak. c. Oksigenasi

Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada klien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2 hingga antara 65 dan 80

mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam per hari, dengan 24 jam lebih baik.

d. Terapi Aerosol

Aerosolisasi merupakan proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus dan bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi dideposisikan dalam-dalam didalam percabangan trakeobronkial. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan bronkospasme, menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi. Perbaikan saturasi oksigen dari darah arteri dan reduksi kandungan karbondioksidanya membantu dalam meghilangkan hipoksia klien dan memberikan peredaran besar akibat keletihan pernapasan yang konstan.

(15)

e. Agonis beta

Medikasi awal yang digunakan dalam mengobati asma karena agen ini mendilatasi otot-otot polos bronkial, meningkatkan gerakan siliaris, menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan dapat menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Yang paling umum digunakan adalah epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine, dan terbulatn. Obat ini diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalur inhalasi akan mempengaruhi bronkiolus secara langsung dan mempunyai efek samping paling sedikit

f. Metilsantin

Mempunyai efek bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos bronkus,meningkatkan gerakan mukus dalam jalan napas, dan meningkatkan kontraksi diafragma. Jenis yang sering digunakan yaitu aminofilin diberikan secara intravena namun harus hati-hati, jika terlalu cepat dapat terjadi takikardi atau disritmia jantung dan teofilin diberikan secara peroral. Metilsantin digunakan dalam serangan akut karena awitannya lebih lambat dibanding agonis beta. Ada beberapa faktor yang dapat mengganggu metabolisme metilsantin, terutma sekali teofilin, termasuk merokok, gagal jantung, penyakit hepar kronis, kontraseptif oral, eritromisin, dan simetidin.

g. Antikolinergik

Antikolinergik secara khusus mungkin bermanfaat terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk agonis beta dan metilsantin karena penyakit

(16)

jantung yang mendasari. Derivat amonium kuaternari seperti atropin metilnitrat dan ipratropium bromida (atrovent) menunjukkan efek bronkodilator yang sangat baik dengan efek samping sistemik minimal. Agent ini diberikan secara inhalasi. Namun antikolinergik seperti atropin tidak pernah digunakan untuk pengobatan asma rutin karena efek samping sistemiknya seperti kekeringan pada mulut, penglihatan mengabur, berkemih anyang-anyangan, palpitasi dan flusing.

h. Inhibitor Sel Mast

Natrium kromolin suatu inhibitor sel mast adalah bagian integral dari pengobatan asma. Medikasi ini diberikan melalui inhalasi. Medikasi ini mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik, dengan demikian mengakibatkan bronkodiltasi dan penurunan inflamasi jalan napas. Natrium kromolin sangat bermanfaat diberikan antar serangan atau sementara asma dalam remisi. Obat ini dapat mengakibatkan pengurangan penggunaan medikasi lain dan perbaikan menyeluruh dalam gejala.

2. Pengobatan non farmakologik : a. Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit paru obstruktif kronik sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.

(17)

b. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

(18)

9. Pathways dan Perumusan Diagnosa Keperawatn

Gambar Pathway II.2 Faktor predisposisi

Edema, spasme bronkus, peningkatan sekret bronkiolus Obstruksi bronkiolus

Awal fase ekspirasi

Udara terperangkap dalam alveolus

PaO2 rendah, PaCO2 tinggi Sesak napas, Nafas pendek jaringan rendah

gangguan

metabolisme jaringan Kompensasi

kardiovascular Metabolisme anaerob Hipertensi pulmonal Produksi ATP menurun

devisit energi Lelah, lemah

Sumber : Smeltzer & Bare (2002), Somantri ( 2009 ), dan Ikawati (2011). Ketidakefektifan bersihan jalan Pola nafas tidak efektif Perubahan nutrisi kurang dari Gagguan pertukaran gas Intoleransi aktivitas Gangguan pola tidur Gagal jantung kanan Kurang pengetahuan

(19)

B. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Sumbatan/obstruksi saluran pernafasan merupakan gangguan yang paling sering terjadi dan mempengaruhi saluran pernafasan kecil (small

airways, yang meliputi bronkiolus dan cabang-cabangnya). Gangguan ini bisa

disebabkan oleh bronkokonstriksi, inflamasi, atau sekresimukus yang berlebihan. Saluran pernafasan besar (larger airways, yaitu trakea dan

bronkus) dapat juga mengalami sumbatan. Gangguan difungsi alveolar kronik,

dimana terjadi kegagalan transfer O2 dengan CO2 umumnya disebabkan oleh

penebalan membrane alveolus. Sedangkan kegagalan ventilasi dapat disebabkan oleh kurangnya picuan ventilasi terhadap otot-otot pernafasan, atau kurangnya reseptor pernafasan untuk berespon terhadap stimulus karena sesuatu hal (Ikawati, 2011).

Sekret merupakan masalah, berhubungan dengan rangsangan batuk yang menyebabkan kelelahan dan memberi beban psikisosial. Dapat dibedakan dua macam tindakan :

• Mengurangi produksi sekret • Meningkatkan eliminasi sekret

Mengurangi produksi secret, terutama berpijak pada pengurangan iritasi, yang paling penting adalah rokok. Pengobatan post nasal drip dan refluk esophageal juga termasuk tindakan pengurangan iritasi. Peningkatan eliminasi secret atau program hygiene bronkus meliputi fisioterapi dada. Drainase postural dan perkusi dada dilakukan hingga batuk terkendali sesudah inspirasi dalam, tidak lagi menghasilkan sputum ataupun ronkhi yang jelas.

(20)

Pemberian mukolitik dan ekspektoran, minum air hangat akan mengencerkan secret (Alsagaff dan Mukti, 2009).

Menurut NANDA (2012) ketidakefektifan bersihan jalan nafas didefinisikan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

Batasan karakteristiknya adalah tidak ada batuk, suara nafas tambahan, perubahan frekuensi nafas, perubahan irama nafas, sianosis, kesulitan berbicara/mengeluarkan suara, penurunan bunyi nafas, dispneu, sputum dalam jumlah yang berlebih, batuk yang tidak efektif, ortopnea, gelisah, mata terbuka lebar.

Faktor yang berhubungan adalah lingkungan meliputi perokok pasif, mengisap asap, merokok. Obstruksi jalan nafas meliputi spasme jalan nafas, mucus dalam jumlah yang banyak, materi asing dalam jalan nafas, sekresi yang tertahan, adanya jalan nafas buatan, eksudat dalam alveoli, sekresi dalam bronki. Fisiologis meliputi disfungsi neuromuskuler, hyperplasia dinding bronkial, penyakit paru obstruktif kronik , asma, infeksi, jalan nafas alergik.

Tujuan keperawatan NOC Status respirasi : jalan nafas

paten/lancer, status respirasi : ventilasi efektif, status respirasi : pertukaran gas efektif, tidak terjadi aspirasi. Kriteria hasil : klien mampu

mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas, menunjukkan jalan nafas yang paten : klien tidak merasa tercekik, tidak terjadi aspirasi, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal, mampu mengeluarkan sputum dari jalan nafas, menunjukkan

(21)

pertukaran gas efektif, tidak ada dyspneu dan sianosis mampu bernafas dengan mudah, menunjukkan ventilasi adekuat, ekspansi dinding dada simetri, tidak ada: penggunaan otot-otot nafas tambahan, retraksi dinding dada, nafas cuping hidung, dyspneu, taktil fremitus.

Rencana Keperawatan NIC : Manajemen jalan nafas adalah jaga kepatenan jalan nafas : buka jalan nafas, suction, fisioterapi dada sesuai indikasi, identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas buatan, monitoring pemberian oksigen, monitor status respirasi : adanya suara nafas tambahan, identifikasi sumber alergi : obat, makanan, dll dan reaksi yang biasa terjadi, monitoring reaksi alergi selama 24 jam, ajarkan dengan klien/keluarga untuk menghindari allergent, ajarkan nafas dalam dan batuk efektif, pertahankan status hidrasi: untuk menurunkan viskositas secret, kolaborasi dengan tim medis : pemberian O2, obat bronkodilator, obat anti alergi, terapi nebulizer,

insersi jalan nafas, dan pemeriksaan laboratorium: AGD (pemeriksaan untuk mengetahui pH darah, CO2, dan O2). Penghisapan jalan nafas/suction :

tentukan kebutuhan penghisapan sekret melalui oral maupun trakeal, monitoring saturasi oksigen pasien dan status hemodinamik selama dan sesudah suction, catat tipe dan jumlah sekresi. Pencegahan aspirasi : moniroring tingkat kesadaran, reflek batuk, muntah dan kemampuan menelan, tinggikan posisi kepala tempat tidur 30-45 derajat setelah makan untuk mencegah aspirasi dan mengurangi dispneu.

Gambar

Gambar II.1: Gambaran Anatomi Pernafasan

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kuasa- Nya, serta senantiasa memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

Alhamdulillah, segala puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Tugas Akhir dapat diselesaikan. Tugas Akhir

Keberhasilan dalam proses interaksi antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya tergantung pada metode atau cara yang dipakai dalam mengajar, akan

<ntuk menghubungkan teks dengan ob%ek (table, gambar, footer, halaman, dan lain-lain) yang men%adi bagian naskah dalam dokumen yang sama. +.6 F!n*#$ B!tton 3a(a 9ea(er

Upaya resosialitatif adalah upaya mengembalikan individu, keluarga dan kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya adalah kelompok-kelompok yang diasingkan

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Willi Yunantias, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP MINAT

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com.. Materi: Irsan Lubis, SE.Ak; Kampus LPMB / STEI

Berdasarkan diagram pareto yang digambarkan pada gambar 2, proses perancangan usulan perbaikan yang akan dilakukan adalah pada keempat masalah yang memiliki nilai bobot