• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

rtin

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017

PERIHAL

PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI

PEMERINTAHAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN DPR, AHLI/SAKSI

PEMOHON, DAN AHLI PRESIDEN

(V)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017 PERIHAL

Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan [Pasal 53 ayat (5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

Richard Christoforus Massa

ACARA

Mendengarkan Keterangan DPR, Ahli/Saksi Pemohon, dan Ahli Presiden (V)

Rabu, 6 Desember 2017, Pukul 11.20 –11.50 WIB

Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Anwar Usman (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

4) Manahan MP Sitompul (Anggota)

5) Maria Farida Indrati (Anggota)

6) Saldi Isra (Anggota)

7) Suhartoyo (Anggota)

(3)

Ida Ria Tambunan Panitera Pengganti Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Vivi Ayunita

2. Ai Latifah Fardhiyah

B. Ahli dari Pemerintah:

1. Murtir Jeddawi C. Pemerintah: 1. Mulyanto 2. Herman Suryatman 3. Haryono 4. Bonifacius Raya N.

(4)

1. KETUA: ANWAR USMAN

Sidang Perkara Nomor 77/PUU-XV/2017 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Pemohon, dipersilakan memperkenalkan diri.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA

Terima kasih, Yang Mulia. Dari Perkara 77/PUU-XV/2017 hadir Kuasa Pemohon, saya Vivi Ayunita bersama dengan Saudara Ai Latifah Fardhiyah. Terima kasih.

3. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, dari DPR berhalangan, dari Kuasa Presiden? Silakan.

4. PEMERINTAH: MULYANTO

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dari Pihak Pemerintah yang hadir dari Kemenkumham, saya sendiri Bapak Mulyanto, kemudian dari Kemenpan RB, Bapak Herman Suryatman, dari Kejaksaan Agung, Bapak Haryono dan Bapak Bonifacius. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Agenda sidang hari ini untuk mendengar keterangan DPR, kemudian ahli dari Pemohon, tapi tidak ada, ya? Yang ada ahli pemerintah. DPR berhalangan … ini keterangan tertulis, ya?

6. KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA

Ya, sedianya akan dihadirkan hari ini karena berhalangan, maka kami mengajukan keterangan ahli secara tertulis saja.

7. KETUA: ANWAR USMAN

Oh, baik, ya. Baik. Kita langsung ke ahli pemerintah. Silakan, Prof. Murtir Jeddawi ke depan untuk diambil sumpah dulu. Mohon Yang Mulia Pak Wahiduddin untuk memandu.

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.20 WIB

(5)

8. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Baik. Kepada Ahli Pemerintah, Prof. Dr. Murtir Jeddawi, S.H., M.Si., untuk mengikuti lafal yang saya tuntunkan. "Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya."

9. AHLI BERAGAMA ISLAM: MURTIR JEDDAWI

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.

10. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terima kasih, kembali ke tempat … langsung ke podium. Silakan. Ya, silakan langsung memberikan keterangan, waktunya sekitar 10, 15 menit, poin-poinnya saja.

11. AHLI DARI PEMERINTAH: MURTIR JEDDAWI

Terima kasih, Yang Mulia. Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, hadirin sekalian. Perkenankanlah kami menyampaikan pendapat berkaitan dengan Perkara Nomor 77/PUU-XV/2017 sebagai berikut.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah antara lain untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna bahwa Negara Republik Indonesia termasuk negara kesejahteraan, yaitu negara selain untuk menjaga keamanan dan ketertiban, juga untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Apabila keadaan tersebut dikaitkan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Indonesia termasuk negara kesejahteraan. Negara terlibat dalam kehidupan masyarakat dari hulu sampai ke hilir tentu saja dengan batas kewenangan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (from cradle to the grave).

Dalam rangka mewujudkan negara hukum kesejahteraan tersebut, ditetapkan antara lain berbagai peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan fungsi pemerintah, antara lain fungsi pelayanan, fungsi pembangunan, fungsi pemberdayaan, fungsi pengaturan selain

(6)

fungsi menjaga keamanan dan ketertiban. Sesudah tahun 1998 yang kadang disebut dengan era demokratisasi dan desentralisasi, sejumlah produk hukum ditetapkan sebagai pengawal dalam pemerintah dalam mewujudkan salah satu fungsinya, yaitu pemberian pelayanan kepada masyarakat, di antaranya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan keberadaannya untuk memberikan perlindungan dan jaminan termasuk keputusan percepatan pelayanan yang fiktif positif selain keputusan nyata apabila badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menetapkan dan/atau membuat keputusan padahal badan dan/atau badan pejabat pemerintahan dimaksud berkewajiban menetapkan dan/atau membuat keputusan yang kemudian dikenal dengan keputusan fiktif (whatever government not choose to do or choose to do).

Hakim Yang Mulia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 ditetapkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, termasuk di dalam Pasal 53 yang mengatur mengenai kewajiban badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam persetujuan permohonan sesuai yang dipersyaratkan.

Apabila Pasal 53 terutama ayat (5) yang merupakan bagian dari Pasal 53 secara keseluruhan bertentangan dan apakah Pasal 53 terutama ayat (5) yang merupakan bagian dari Pasal 53 secara keseluruhan bertentangan atau tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28D ayat (1) Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang-Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pendapat Ahli sebagai berikut.

Seperti disinggung pada penjelasan sebelumnya, implikasi negara Indonesia sebagai negara hukum kesejahteraan, pemerintah turut terlibat dalam segala aspek kehidupan sosial masyarakat setidaknya dihadapkan pada 3 dimensi mendasar. Pertama, pemerintah memiliki kewajiban memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Pemerintah dihadapkan pada pembatasan kewenangan untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan dan/atau penggunaan kewenangan yang berlebih-lebihan. Masyarakat memerlukan percepatan pelayanan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ditetapkan untuk membatasi setidaknya mengatur penggunaan kewenangan pemerintah, melindungi masyarakat dari penggunaan kewenangan berlebih-lebihan dari pemerintah sehingga begitu luasnya diperlukan persyaratan-persyaratan. Demikian pula untuk persyaratan, adanya keputusan badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk menjamin kepastian pelayanan kepada masyarakat sebagaimana diatur pada Pasal 53 yang terdiri dari 6 ayat dari pejabat, badan atau pejabat pemerintahan dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggara pemerintahan, mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan, menjamin akuntabilitas badan dan/atau pejabat pemerintahan, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat.

(7)

Pasal 53 ayat (5) yang masuk dalam Bab 9 Keputusan Pemerintahan didahului dengan syarat sahnya keputusan sebagaimana dicantumkan pada Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Pasal 53 ayat (5) didahului oleh 4 ayat yaitu ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dan dilanjutkan dengan ayat (5), dan ayat (6). Apabila melihat Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dimaksud, secara utuh dari ayat (1) sampai dengan ayat (6) sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Ditarik kesimpulan unsur-unsur sebagai berikut.

Pertama, adanya kewajiban badan dan/atau pejabat pemerintahan menetapkan keputusan. Batas waktu kewajiban badan dan/atau pejabat pemerintahan menetapkan keputusan adanya kewajiban Pemohon untuk pemenuhan kelengkapan persyaratan-persyaratan administratif. Sebagai persyaratan untuk dapat diproses selanjutnya oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Adanya keharusan badan atau pejabat pemerintahan untuk menetapkan keputusan, permohonan keputusan penerimaan atau fiktif positif kepada pengadilan. Batas waktu kewajiban pengadilan memutuskan permohonan putusan penerimaan dan kewajiban badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk melaksanakan putusan pengadilan.

Dari unsur-unsur prinsip Pasal 53 dengan ayat (6) … 6 ayat tersebut, badan dan/atau pejabat pemerintahan yang berwenang memberikan pelayanan sebelum mengambil keputusan yang kita sebut dengan fiktif positif sebagaimana Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Secara empirik bahwa dalam proses pengajuan oleh warga masyarakat dan/atau Pemohon untuk mendapatkan keputusan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan selalu didahului dengan proses administratif, yaitu validasi kelengkapan persyaratan administratif dari Pemohon.

Kelengkapan persyaratan administratif dimaksud untuk diterima sebagai dokumen yang dapat dinyatakan lengkap sebagaimana persyaratan secara standar untuk pelayanan masyarakat haruslah memenuhi syarat formal dan syarat materiil mengenai objek yang akan diajukan permohonan secara transparan. Saat ini untuk akuntabilitas pelayanan dan persyaratan permohonan persyaratan, syarat-syarat pelayanan secara umum dapat diakses melalui media elektronik dan sejenisnya secara terbuka oleh semua pihak termasuk Pemohon.

Apabila persyaratan administratif tersebut terpenuhi secara lengkap, badan dan/atau pejabat pemerintahan dapat melanjutkan fungsinya melakukan tahapan selanjutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik dengan penerimaan syarat administratif dengan kode kategori lengkap, yaitu persyaratan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang berbunyi sebagai berikut.

“Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana ayat (1), maka badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan putusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 10 hari kerja setelah permohonan dinyatakan lengkap oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.”

(8)

Persyaratan administratif yang dinyatakan lengkap dalam praktik administrasi pemerintahan selama ini, kata lengkap adalah terpenuhinya semua persyaratan dan tidak bermasalah dari persyaratan-persyaratan dimaksud. Dengan kata lain, persyaratan dinyatakan lengkap berarti persyaratan yang ada tidak lagi ada kaitan dengan pihak lain, secara hukum tidak bermasalah dan/atau tidak berproses dalam sengketa.

Apabila terdapat persyaratan untuk mendapatkan pelayanan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan tentang status kepemilikan tanah misalnya, maka bukti hak atas tanah tersebut harus dilampirkan dalam keadaan tidak bermasalah. Demikian pula dengan persyaratan administratif lainnya. Dalam proses pemeriksaan dan/atau validasi formal dan materiil, ditemukan terdapat ketidaksesuaian atau kategori tidak bersih dari persyaratan yang ada, maka sudah tentu badan atau pejabat pemerintahan tidak akan menyatakan lengkap persyaratan yang dipersyaratkan dan tidak akan menerima permohonan dimaksud, atau dikembalikan untuk dilengkapi oleh Pemohon. Implikasinya, proses pelayanan dan/atau permohonan izin misalnya, tentu tidak dapat dilanjutkan.

Kelengkapan persyaratan yang telah dinyatakan lengkap oleh badan atau pejabat pemerintahan merupakan prasyarat bagi badan dan/atau pejabat pemerintah menetapkan keputusan, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 53 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Dalam proses tersebut, manakala terdapat pihak yang merasa hak-haknya terkait dengan objek yang dimohonkan dan masih bermasalah dengan objek yang dimohonkan, maka pihak terkait dimaksud seharusnya melakukan upaya administratif kepada dan/atau pejabat pemerintahan yang berwenang untuk melakukan klarifikasi dan/atau penjelasan setidaknya untuk meminta penundaan proses selanjutnya.

Di sisi lain, pihak yang merasakan masih memiliki kepentingan dan/atau hak pada objek yang dimohonkan, atau objek yang telah diputuskan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan, melakukan upaya hukum yang ada, atau gugatan kepada pengadilan sesuai dengan kompetensinya, atau turut serta sebagai pihak lain dari pihak yang bersengketa kalau keadaan objek yang dimohonkan sementara berperkara di pengadilan dapat terlibat sebagai penggugat atau tergugat intervensi, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Yang Mulia yang kami hormati, pihak-pihak yang terkait dan tidak berkesesuaian dengan Pemohon berdasarkan objek yang dimohonkan oleh pihak lainnya, maka apa pun bentuk dan wujudnya, baik bergerak … baik benda bergerak maupun tidak bergerak, lebih merupakan masalah keperdataan antarpihak. Masalah keperdataan antarpihak tentu tidak berkaitan langsung dengan Pasal 53 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Pengadilan yang diberikan kewenangan untuk

(9)

memutuskan (Pasal 53 ayat (5)) terhadap permohonan Pemohon sebagai kelanjutan Pasal 53 ayat (3) untuk memberikan legitimasi terhadap putusan berdasarkan fiktif positif dimaksud dalam rentang 21 hari setelah penerimaan permohonan, pengadilan melakukan pendalaman terhadap permohonan yang diajukan sesuai dengan mekanisme acara sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara untuk memperoleh keputusan atas penerimaan permohonan guna

mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan pejabat

pemerintahan.

Itulah menjadi alasan menurut Ahli, Yang Mulia. Mengapa pembentuk undang-undang untuk Pasal 53 ayat (5) ini para pihak hanyalah Pemohon dan termohon? Proses awal dari Pasal 53 ayat (2) sudah menyatakan lengkap dan tidak bermasalah lagi terhadap objek yang dimohonkan, sehingga pengadilan hanyalah menerima, memeriksa, dan memutus permohonan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015.

Yang Mulia, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa eksistensi Pasal 53 ayat (5) yang berbunyi, “Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4) paling lama 21 hari kerja sejak permohonan diajukan adalah demikian adanya dan merupakan kelanjutan tahapan dan proses ayat sebelumnya untuk membuat keputusan atau ketetapan,” adalah tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sehingga menurut kami, tidak perlu dilakukan perubahan dan/atau penambahan frasa pada pasal tersebut.

Pasal 53 ayat (5) dimaksud adalah kelanjutan dari proses administrasi untuk mendapatkan penguatan keputusan dan/atau tindakan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan berdasarkan permohonan yang didukung secara administrasi lengkap yang dapat ditafsirkan, permohonan dimaksud tidak bermasalah dari persyaratan yang ada, baik secara formal maupun secara materiil.

Dengan konstruksi berpikir demikian, maka kewenangan pengadilan sesuai dengan Pasal 53 ayat (5) dimaksud langsung pada pemeriksaan tanpa didahului dengan proses pemeriksaan persiapan. Alasannya karena syarat administratif telah dipandang terpenuhi dan dinyatakan lengkap dari tahap sebelumnya Pasal 53 ayat (2). Dengan demikian, dipertegas kembali bahwa Pasal 53 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Yang Mulia Anggota Majelis Hakim yang kami hormati, demikian pendapat yang kami sampaikan pada kesempatan ini. Mohon maaf atas segala kekurangan. Billahi taufiq wal hidayah, wassalamualaikum wr. wb.

(10)

12. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terima kasih, Prof. Ya, kembali dulu ke tempat duduk. Ya, Kuasa Presiden, apa ada hal-hal yang ingin ditanyakan atau sudah cukup?

13. PEMERINTAH: MULYANTO

Cukup, Yang Mulia.

14. KETUA: ANWAR USMAN

Baik. Kuasa Pemohon, cukup?

15. KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA

Ada, Yang Mulia, ada tiga pertanyaan.

16. KETUA: ANWAR USMAN

Silakan.

17. KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA

Terima kasih. Yang pertama, kami mohon klarifikasi dari Ahli terkait dengan keterangan Ahli yang ada di halaman 11, di bagian kesimpulan yang tadi terakhir-terakhir disampaikan yang menjelaskan di sini ada kewenangan pengadilan sesuai dengan Pasal 53 ayat (5) dimaksud langsung pada pemeriksaan tanpa didahului proses pemeriksaan persiapan.

Nah, di sini disebutkan alasannya adalah karena syarat administrasi dipandang telah terpenuhi dan dinyatakan lengkap dari tahap sebelumnya (Pasal 53 ayat (2)), sedangkan di sini keta … kita ketahui bahwa Pasal 53 ini terkait dengan permohonan … permohonan fiktif positif ini adalah Pasal 5 … Pasal 53 ayat (3)-nya, di sini adalah ketika ada Pemohon mengajukan permohonan atau ada dua … ada dua jeni … ada dua jenisnya Pasal 53 ini.

Jadi, ada misalkan ada seseorang yang mengajukan permohonan untuk kepada badan atau pejabat TUN untuk metetapkan suatu objek tertentu, itu yang pertama. Yang kedua adalah a … ada suatu pihak yang memohon kepada badan atau pejabat TUN untuk menolak objek tertentu yang telah dikeluarkan.

Nah, untuk yang kategori pertama, oke kita bisa … Pemohon bisa mengerti maksud dari yang tidak perlu tahap pemeriksaan persiapan karena dinyatakan lengkap. Nah, untuk yang persoalan kedua, yang …

(11)

ada pihak yang memohon agar badan atau pejabat menolak objek tertentu, da … dimana objek ini adalah berkaitan dengan Pemohon. Kami Pemohon sebagai pihak diru … yang dirugikan. Ini tentunya akan sangat merugikan ketika tidak diberikan kesempatan untuk menjadi pihak di per … Peradilan Tata Usaha Negara.

Tadi dijelaskan oleh Ahli juga, mena … mengapa alasannya dipa … di Permanya, Perma Nomor 5 Tahun 2015 juga hanya pihaknya hanya dua karena alasannya itu. Alasannya karena dipandang sudah lengkap setelah melalui proses administratif.

Namun, ketika Pasal 53 ini adalah yang (...)

18. KETUA: ANWAR USMAN

Jadi, poin pertanyaannya apa ini? Kok panjang soalnya narasinya?

19. KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA

Jadi yang … yang tipe kedua. Jadi, permohonan fiktif positif yang tipe kedua, yang bukan untuk memohon menerbitkan suatu objek yang … tapi yang permohonan menolak (...)

20. KETUA: ANWAR USMAN

Enggak, pertanyaannya apa? (...)

21. KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA

Ya, ya menolak, itu kan. Pertanyaannya adalah jadi, menurut … menurut Ahli bagaimana ketika pasal … Pasal 53 ayat … ayat (5) serta Perma yang … Perma Nomor 5 Tahun 2015 tidak mengatur … tidak mengatur bahwa ada … ketika pihak yang dirugikan di … dapat menjadi pihak dalam suatu … suatu perkara ketiak pen … kepentingannya dirugikan, menurut Ahli seperti apa?

Dan yang pertanyaan kedua apakah Pasal 83 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 ini bisa diterapkan dalam hal permohonan ini? Permohonan fiktif positif ataukah hanya berkaitan dengan gugatan saja?

Yang terakhir, terkait dengan upaya keberatan, tadi yang se … sudah disampaikan Ahli. Ini pasal banding atau keberatan, ini salah satunya saja yang saya tanyakan. Terkait dengan Pasal 77 yang ayat (4)-nya, “Badan dan/atau pejabat pemerintah menyelesaikan keberatan paling lama 10 hari.”

Nah, ayat (5)-nya, “Dalam hal badan atau pejabat pemerintahan tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (4) keberatan dianggap dikabulkan.”

(12)

Nah, untuk ayat selanjutnya tidak dijelaskan apakah yang dianggap dikabulkannya ini perlu penetapan peradilan? Perlu penetapan pengadilan sebagaimana Pasal 53 atau seperti apa prosedur eksekusinya? Terima kasih.

22. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Dari meja Hakim? Ya, ada dari Yang Mulia.

23. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya, terima kasih, Yang Mulia. Kepada Ahli, ya, saya ingin minta pandangannya. Sebenarnya kalau peraturan Mahkamah Agung itu kan, tidak dalam posisi membenarkan atau kemudian mengoreksi sebuah undang-undang. Dia hanya memberikan teknis beracara yang kemudian ending-nya adalah memberi kemudahan-kemudahan supaya para pencari keadilan itu mendapat sebuah pedoman.

Jadi, memang bukan wilayah Mahkamah Agung kemudian ketika mengeluarkan perma ini, itu kemudian konotasinya adalah memperkuat atau tidak memperkuat undang-undang yang bersangkutan.

Jadi, persoalan di sini kan, agak berbeda ya, Ahli? Artinya dipersoalkan oleh Pemohon, ya, termasuk dari … apa … angle konstitusionalitas normanya kan, apakah yang mesti harus kita jawab dalam forum persidangan ini? Supaya khalayak juga bisa memahami itu. Apakah Pasal 53 ayat (5) ini sebenarnya masih ada irisannya memutus sebuah permohonan yang sebenarnya masih ada dimensi contentious-nya apa tidak? Itu yang harus dijawab, harus klir dulu itu.

Kalau di sin … di situ masih ada sengketa hak, sengketa kepentingan, mestinya kan, prinsip-prinsip audi et alteram partem, kemudian itu harus semua didengar. Itu prinsip-prinsip badan peradilan pada umumnya di seluruh dunia kan, seperti itu, tidak mungkin hanya mendengar salah satu pihak.

Kemudian sepanjang persyaratan sudah lengkap, sudah lengkap itu yang seperti apa, Bapak, maksudnya? Apakah undang-undang ini kemudian mentolerir sepanjang persyaratan yang dipenuhi oleh Pemohon itu lengkap, kemudian dianggap beralasan? Itu yang kemudian juga menimbulkan persoalan.

Kemudian yang terakhir menurut saya, apakah permohonan Pasal 53 ayat (5) ini apakah tidak kemudian agak overlapping dengan sebuah “upaya hukum”? Karena ini kan frame-nya di badan peradilan, Pak, di ... jadi ketika kemudian sebuah perkara dibawa ke badan peradilan, otomatis prinsip-prinsip ketidakadakeperpihakan kemudian ... kalau upaya hukum otomatis persyaratan lengkap yang dimaksudkan, itu adalah persyaratan lengkap yang diajukan oleh kedua belah pihak. Bukan persyaratan lengkap yang diajukan oleh salah satu Pemohon, itu

(13)

jadi terlepas akhirnya dikabulkan atau tidak meskipun memang ada wilayah-wilayah yang tidak setiap permohonan itu dikabulkan. Mungkin saya minta penjelasan itu dari Ahli supaya masyarakat bisa melihat ini secara ada di tengah-tengah tidak kemudian serta-merta membabi-buta bahwa kok, norma ini sepertinya keperpihakannya sangat kental, gitu. Terima kasih, Pak Ketua.

24. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Masih ada, Yang Mulia Pak Saldi. Silakan.

25. HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA

Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Ahli, ini kan, masih soal alasan persyaratan lengkap tadi. Ini kan, lengkap ditentukan di sisi administratif atau pemerintahnya. Padahal ini kan, sedang masuk ke wilayah pengadilan kan, bis ... boleh saja norma ini seolah-olah mencampuri otoritas peradilan. Bagaimana Ahli menjelaskan yang begini? Kan, sangat mungkin ya, lengkap menurut versi penyelenggaraan pemerintahan, bisa saja tidak lengkap menurut versi di pengadilan karena pengadilan kan, punya cara pandang tersendiri juga untuk keterpenuhan syarat-syarat terutama syarat-syarat formal itu. Nah, bagaimana Ahli menjelaskan ada keter ... apa namanya ... berhimpitan kewenangan yang dimiliki di wilayah administrasi pemerintahan dengan wilayah peradilan? Lalu, itu yang digunakan sebagai alasan bahwa ini perkara sudah lengkap, sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan pendahuluan. Terima kasih.

26. KETUA: ANWAR USMAN

Baik. Silakan, Prof. Langsung dijawab. Di situ saja.

27. AHLI DARI PEMERINTAH: MURTIR JEDDAWI

Izin, Yang Mulia. Kami menjawab beberapa pertanyaan Pemohon. Kita membicarakan tentang administrasi pemerintahan. Menurut pendapat Ahli bahwa Pasal 53 ayat (5) ini terutama apabila dikaitkan dengan kata lengkap tadi adalah persyaratan yang dimohonkan oleh Pemohon untuk mendapatkan keputusan dari badan atau pejabat tata usaha negara atau pejabat pemerintah lengkap yang dipersyaratan untuk mendapatkan pelayanan sehingga menurut pendapat Ahli, apabila lengkap menurut persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemohon untuk mendapatkan pelayanan, maka pendapat Ahli berpendapat bahwa tidak ada masalah hukum lagi sehingga apabila ada pihak yang merasa keberatan terhadap kelanjutan keputusan pejabat pemerintahan itu

(14)

seharusnya pejabat yang dirugikan itu atau pihak yang merasa dirugikan itu tidak melakukan terhadap … tidak menanggapi Pasal 53 ayat (5), tetapi melakukan upaya-upaya yang diatur sebelumnya, baik upaya administratif keberatan kepada pejabat atau badan pemerintahan ataukah bisa melakukan gugatan sesuai dengan kompetensi pengadilan. Tidak kepada ... menurut pendapat Ahli, tidak kepada mempersoalkan eksistensi Pasal 53 ayat (5) yang dipandang bertentangan dengan beberapa pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang disebutkan di atas tadi. Itu pandangan Ahli.

Yang kedua, memang undang-undang sudah memberikan beberapa kemudahan bagi pihak yang merasa haknya tidak dihargai ataukah beberapa haknya merasa tidak diperhatikan ataukah haknya tidak diperhatikan oleh pihak. Maka menurut Ahli, hak … pihak-pihak yang merasa haknya tidak dihargai atau merasa haknya disepelekan, bisa melakukan upaya lain. Undang-undang sudah mengatur dalam administrasi pemerintahan, baik Undang-Undang tentang 5 Tahun 1986 maupun Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Itu pendapat Ahli tentang itu sehingga karena kita membicarakan tentang administrasi pemerintahan, maka kita tidak bisa menutupi, kita harus melewati dulu persyaratan-persyaratan administratif sehingga pendapat Ahli tadi, manakala persyaratan administratif telah terpenuhi misalnya permohonan untuk mendapatkan sertifikat tanah atau IMB, maka didahului dengan adanya pengajuan bukti bahwa tanah itu benar-benar milik si Pemohon dan itu tidak ada sengketa. Itu yang dimaksud persyaratan lengkap menurut pendapat Ahli sehingga apabila ada yang merasa keberatan seharusnya keberatannya tidak kepada mempersoalkan eksistensi Pasal 53 ayat (5).

Dengan demikian, alur pikir Ahli menurut pembentuk undang-undang yang kami baca dari pembentukan undang-undang-undang-undang ini, apabila ada pihak yang merasa dirugikan, gunakanlah haknya secara hukum audi et alteram partem atau beberapa halnya kepada mekanisme lain, tidak mempersoalkan kepada mekanisme Pasal 53 ayat (5). Itu menurut pendapat Ahli.

Kemudian, Yang Mulia, kami sekali lagi menegaskan bahwa persyaratan lengkap itu memang berbeda. Istilah lengkap kami memandangnya persyaratan lengkap itu dari persyaratan administratif, bukan ke persyaratan pengadilan. Apabila ada ... kita bicara ... Ahli berpidata ... berbicara tentang hanya kontekstual Pasal 53 yang dipersoalkan. Pasal 53 ayat (5) yang memberikan kewenangan pengadilan untuk memeriksa, kami sependapat dengan Ahli bahwa peraturan memang hanya prosedur saja.

Kalau memang kita ingin pemerintahan yang bagus, maka pejabat teknis atau pejabat badan pemerintahan yang memiliki kewenangan benar-benar harus memeriksa dulu persyaratan formal maupun materiil. Kalau sudah terpenuhi itu, maka hakim yang diberikan kewenangan atau

(15)

pengadilan diberikan kewenangan untuk melanjutkan prosedur itu, menurut Ahli adalah memutuskan memelihara tidak lagi mempersoalkan tentang persyaratan-persyaratan formal dan materiil tadi karena kita berasumsi atau berpendapat ... Ahli berpendapat bahwa persyaratan selengkap itu adalah persyaratan memang sudah persyaratkan untuk mendapatkan pelayanan sehingga menurut Ahli, Pasal 53 ayat (5) ini tidak ada kaitannya kalau ada pihak yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dalam konteks tidak dilibatkan sebagai pihak, baik penggugat maupun tergugat intervensi, tidak ada kaitannya dengan persyaratan tadi. Itu pendapat Ahli yang dapat kami sampaikan.

Kemudian, Yang Mulia, tentang kewenangan pengadilan kami tidak masuki, kami hanya melihatnya baik pesyaratan administratif lengkap adalah terpenuhnya persyaratan, tidak ada masalah lagi karena kalau tidak ada masalah, maka hakim tidak ... itulah pembentuk undang-undang menurut Ahli, pada Pasal 53 ayat (5) ini tidak melakukan proses dismissal, tidak melakukan proses pendahuluan karena kata lengkap yang kami tertangkap dari undang-undang ini adalah lengkap ... para pihak telah memenuhi persyaratan, objek yang dimohonkan tidak memiliki catat hukum lagi atau tidak terlibat dalam sengketa pihak lain. Kalau ada pihak yang merasa ada Keputusan Tata Usaha Negara dirugikan seharusnya melakukan upaya sesuai dengan mekanisme, bukan mempersoalkan Pasal 53 ayat (5). Itu pendapat Ahli, mohon maaf kalau ada kekurangan. Terima kasih, Assalamualaikum wr. wb.

28. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Sedikit, Pak ... Sedikit, Pak Ahli. Kalau demikian halnya apa Pasal 53 ayat (5) itu hanya sebagai stempel saja? Bahwa apa yang bisa diajukan oleh Pemohon dalam hal ini pemerintah ketika meminta penguatan bahwa keputusannya telah diambil itu telah memenuhi syarat, kemudian serta-merta dapat dikabulkan sepanjang ... kalau menurut kata Bapak, administrasi kelengkapan administrasinya telah terpenuhi.

Kemudian, di mana hakikat daripada lembaga ini ketika kemudian tidak mendengar pihak lain setidak-tidaknya bahan konfirmasi ataukah ada persyaratan lain yang semacam “memori,” “kontra memori” misalnya atau tanggapan atas permohonan, apakah hanya sekadar mengesahkan begitu saja? Lembaga pengesah saja kalau ... karena pengadilan dipandang payung hukum yang luar biasa kuat sehingga pemerintah bisa berlindung di situ, pengadilan menjadi bumper-nya begitu? Apa tidak seperti itu ya, Ahli? Terima kasih.

29. KETUA: ANWAR USMAN

(16)

30. AHLI DARI PEMERINTAH: MURTIR JEDDAWI

Izin Yang Mulia, kami bisa memahami pendapat Yang Mulia dan itu adalah benar, tetapi kami hanya melihatnya dari perspektif keputusan Tata Usaha Negara, baik fiktif positif maupun fiktif negatif untuk menjelaskan tentang ini.

Kemudian, Pasal 53 ayat (5) kami tidak melihatnya ke sana, kami hanya memberikan pandangan Ahli bahwa pasal ini sudah ... menurut pembentuk undang-undang sudah benar adanya untuk memberikan legitimasi dalam arti persyaratan yang di ... harus dipenuhi sebelumnya sudah terpenuhi, administrasi formal, materiil sehingga tentu kami apa pun keputusan hakim berdasarkan kewenangan Pasal 53 ayat (5) kami ... tentu menyerahkan kepada hakim apakah menolak atau menerima, itu kopetensi hakim. Kami hanya berpendapat pembentuk undang-undang ingin apabila ada keputusan Tata Usaha Negara yang masuk kategori fiktif negatif perlu legitimasi, mungkin itu alur pembentuk undang-undang.

Bahwa perbuatan pemerintah terutama perbuatan pemerintah dalam ar ... keputusan pemerintah atau keputusan badan atau pejabat pemerintahan yang masuk kategori fiktif positif harus mendapatkan legitimasi, mungkin masih dalam ajaran negara hukum yang ... masih ajaran yang harus ada pengesahan, Yang Mulia, ada selalu meminta pengesahan yang berwenang. Mungkin alur pikir itu yang dibuat oleh pembentuk undang-undang sehingga ada pasal ini.

Kami tidak sampai ke sana, kami persoalkan bahwa apabila ada pihak yang merasa dirugikan, bukan menggugat Pasal 53 ayat (5), tapi melakukan upaya lain yang dipersyaratkan oleh undang-undang, baik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang mengalami beberapa perubahan, maupun Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Itu pendapat kami. Mohon kalau ada kekurangan, terima kasih, Yang Mulia.

31. KETUA: ANWAR USMAN

Baik, terima kasih. Kuasa Presiden, masih ada Ahli? Atau sudah cukup, ya?

32. PEMERINTAH: MULYANTO

Cukup, Yang Mulia.

33. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Kalau begitu sidang ini adalah sidang terakhir, kemudian pihak Pemohon dan Kuasa Presiden bisa menyerahkan kesimpulan paling

(17)

lambat tujuh hari kerja sejak sidang hari ini, sidang terakhir. Berarti hari Kamis, tanggal 14 Desember 2017, pukul 14.00 WIB ya, terakhir untuk menyerahkan kesimpulan. Terima kasih, Ahli Prof, atas keterangannya. Dengan demikian sidang ditutup.

Jakarta, 6 Desember 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d.

Yohana Citra Permatasari

NIP. 19820529 200604 2 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 11.50 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak kedua cavum nasi sempit, sekret bening, konka inferior berwarna livide , terdapat massa lunak, bertangkai, bulat,

mengusulkan untuk menerima hipotesis alternatif (ha) dan menolak hipotesis nol (h0), yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara hasil belajar kelompok siswa

Hasil penelitian ini, yaitu perbedaan kelas sosial yang ada pada cerpen “Perkawinan Mustaqimah” karya Zulfaisal Putera yang terbagi menjadi dua, yaitu golongan sangat

Dengan adanya modul pengembangan bimbingan kelompok untuk mencegah perilaku seks bebas pada peserta didik, diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan

Dalam proses penelitian ini peneliti berperan langsung, bertindak sekaligus sebagai instrument dalam pengumpulan data, karena penelitian ini dilakukan dengan fokus

Untuk kegiatan sholat wajib dhuhur dan ashar berjamaah siswa berada di tanggung jawab pihak sekolah karena setiap waktunya sholat dhuhur dan sholat ashar siswa di

zingiberi asal Temanggung dan Boyolali yang telah disimpan dalam medium tanah steril selama enam tahun masih tumbuh dengan baik pada medium PDA dan memenuhi cawan Petri setelah

Pengkajian transtivitas terhadap pidato kampanye Ahok pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 menghasilkan tiga simpulan, yakni 1) seluruh tipe transitivitas