• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laboratorium Forensik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laboratorium Forensik"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL RS BAYANGKARA PALU – FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO

REFERAT

LABORATORIUM FORENSIK

(2)

Rizcky Naldy Eka Putra Lidya Ariastuti

Bulan Putri Pertiwi

N 111 15 004 N 111 15 012 N 111 15 013

(3)

PEMBIMBING

Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RS BAYANGKARA –FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU NOVEMBER, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia pada saat ini sedang membangun, mengadakan pembangunan jasmaniah dan rohaniah. Semua warga negara dan pemerintah ikut bersama dalam membangun semesta yang merupakan suatu proses moderenisasi yang tentunya akan menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Ini berarti bahwa pada setiap peserta pembangunan baik pihak pemerintah maupun pihak swasta, baik secara kelompok maupun individu ikut bertanggungjawab terhadap terjadinya akibat-akibat yang positif maupun negatif, baik dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.

Laboratorium forensik adalah suatu lembaga yang bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan fungsi kriminalistik dan melaksanakan segala usaha pelayanan serta membantu mengenai kegiatan pembuktian perkara pidana dengan memakai teknologi dan ilmu-ilmu penunjang lainnya. Seperti diketahui, bahwa laboratorium forensik Polri adalah salah satu unsur bantuan tehnik laboratories kriminalistik dalam rangka tugas sebagai

(4)

penyidik. Adapun pelaksanaan tugasnya meliputi bantuan pemeriksaan laboratories, baik terhadap barang bukti maupun terhadap tempat kejadian perkara (TKP) serta kegiatan bantuan lainnya terhadap unsur-unsur operasional kepolisian terutama reserse.

Adapun mengenai tindak kejahatan biasanya meninggalkan bukti-bukti atau bekas-bekas dari tindak kejahatan itu sendiri yang dapat diungkap baik melalui alat bukti berupa keterangan saksi maupun keterangan tersangka atau terdakwa sendiri dan dapat pula melalui pemeriksaan barang bukti yang dapat diperiksa secara laboratories.

Peranan laboratorium forensik penting artinya dalam mengungkap kasus kejahatan melalui proses pemeriksaan barang bukti, karena sistem pembuktian menurut ilmu forensik yaitu adanya bukti segi tiga TKP maka terdapat rantai antara korban, barang bukti dan pelaku. Oleh karena itu, tidak semua kejahatan dapat diketahui dan diungkap melalui keterangan saksi dan tersangka atau terdakwa saja, tetapi barang bukti juga dapat memberi petunjuk atau keterangan atas suatu tindak kejahatan yang telah terjadi, karena hasil pemeriksaan barang bukti dari laboratorium forensik terdapat tiga alat bukti yang dapat dipenuhi laboratorium tersebut dari lima alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang No. 8 Tahun 3 1981 tentang KUHAP Pasal 184 ayat (1) yaitu keterangan ahli, surat, dan petunjuk.

Kelahiran Labfor tidak terlepas dari sejarah berdirinya NCB / Interpol. Dimana pada bulan Mei 1952, dua utusan dari Kejaksaan Agung dan Djawatan Kepolisian Negara menghadiri sidang ke-21 Majelis Umum ICPO / Interpol sebagi peninjau dan pada tahun yang sama Indonesia memutuskan untuk masuk menjadi anggota ICPO / Interpol. Sebagai syarat diterimanya Polri menjadi anggota

(5)

Interpol, salah satunya Indonesia harus sudah menerapkan atau menggunakan Ilmu Forensik. Dengan ditunjuknya DKN sebagai Biro Pusat Nasional Indonesia (NCB Indonesia) maka pada tanggal 15 Januari 1954 dengan order Kepala Kepolisian Negara Nomor : 1 / VIII / 1954, dibentuklah Seksi Interpol dan Seksi Laboratorium, di bawah Dinas Reserse Kriminil. Dan Seksi Laboratorium pada saat itu bertugas melakukan pemeriksaan surat-surat / dokumen dan pemeriksaan senjata api / Balistik.

Pada tanggal 16 april 1957 didirikan Laboratorium Kriminil Cabang Surabaya dengan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Nomor : 26 / Lab / 1957 dan ditempatkan secara adiministratif di bawah Kantor Komisariat Jawa Timur. Dan dengan bekerja sama Depot Pharmasi Depkes di Surabaya dan kamar mayat di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya maka dimulailah kegiatan-kegiatan pemeriksaan ilmiah laboratoris di bidang kimia.

Untuk menanggulangi kejahatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti tersebut di atas hanya dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi pula. Proses penyidikan kejahatan dengan menggunakan teknologi yang lazim disebut penyidikan secara ilmiah atau “Scientific Crime Investigation / SCI penyidikan secara ilmiah) dimana peran dan fungsi tersebut sebagian diemban oleh Laboratorium Forensik. Dan ”term” scientific crime investigation telah teruji dalam proses pengungkapan kasus – kasus yang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dibahas sebelumnya.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

Laboratorium forensik berkaitan dengan pemeriksaan barang-barang berupa bukti fisik berhubungan dengan tempat kejadian perkara, korban dan tersangka. Nantinya penemuan yang didapat dari laboratorium ini digunakan untuk menunjang proses hukum.1,2

Suatu pemeriksaan yang dikerjakan di laboratorium ilmu forensik dengan teknik yang mudah dilakukan, menggunakan alat dan reagen yang murah dan mudah didapat namun memberi nilai manfaat yang besar dan cepat mendapatkan hasil. Pemeriksaan ini disebut pula sebagai “bedside test

laboratorium” karena dilakukan selama kegiatan otopsi berlangsung secara

simultan hasil yang didapatkan sebagai pemandu arah otopsi menuju ke suatu sebab kematian.3

B. Kewenangan Formal Laboratorium Forensik

Dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peran laboratorium forensik Polri selama ini antara lain didasarkan kepada: 4

a. UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana b. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.

(7)

c. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1173 / Menkes / SK / X / 1998 tentang Penunjukan Laboratorium pemeriksa Narkoba dan Psikotropika. d. Surat Edaran Jaksa Agung RI No. 5 / KRI / 2589 perihal penunjukan

Labkrim Polri untuk pemeriksa tulisan.

e. Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. 808 / XII / 1983 perihal penunjukan Labkrim Polri sebagai pemeriksa barang bukti kasus kasus pidana umum.

f. Surat edaran Jaksa Agung RI No. SE / 003/SA/2/1984 tentang keterangan ahli mengenai tanda tangan dan tulisan sebagai alat bukti.

g. Peraturan KaPolri nomor 21 tahun 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja satker Mabes Polri.

h. Peraturan KaPolri nomor 10 tahun 2009 tentang tata cara permintaan bantuan kepada Labfor Polri

C. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil. Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut.5

(8)

Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan: 5

- Bercak tersebut benar darah - Darah dari manusia atau hewan

- Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia 1. Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologik sel-sel darah merah. Cara ini tidak dapat dilakukan bila telah terjadi kerusakan pada sel-sel darah tersebut. Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek dan ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Dari kedua sediaan tersebut dapat dilihat bentuk dan inti sel darah merah. Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia mempunyai sel darah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk oval/elips dan berinti. Dari kelas mamalia, genus Cannelidae (golongan unta) merupakan perkeculian dengan sel darah merah berbentuk oval/elips tidak berinti.6

2. Pemeriksaan kimiawi

Cara ini digunakan bila ternyata sel darah merah sudah dalam keadaan rusak sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi. 6

1) Pemeriksaan penyaring darah

Prinsip pemeriksaan penyaring adalah H2O2 darah H2O + On

Reagen perubahan warna (teroksidasi)

(9)

Dulu Benzidine test pada forensik banyak dilakukan oleh Adlers (1904). Tes Benzidine atau Test Adler lebih sering digunakan dibandingkan dengan tes tunggal pada identifikasi darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan lainnya.

Cara pemeriksaan reaksi Benzidin adalah sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin. Hasil positif pada reaksi benzidine adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas saring.

Reaksi Fenoftalin 6

Untuk tes yang menggunakan fenoftalein, diperlukan pula etanol dan hydrogen peroksida setelah pengambilan sampel, kertas saring ditetesi fenoftalein sejumlah satu tetes. Kemudian secara berurutan diteteskan setetes etanol dan setetes hydrogen peroksida. Hasil positif akan muncul berupa merah muda keunguan.

2) Pemeriksaan penentuan darah

Pemeriksaan penentuan darah berdasarkan terdapatnya pigmen/Kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi Teichman dan reaksi Wagenaar. 6

(10)

Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat.

Cara pemeriksaan adalah seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1 butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan. Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.

Kesulitannya adalah mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.

Reaksi Wagenaar 6

Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi berlawanan diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan. Hasil positif bila terlihat Kristal aceton-hemin berbentuk batang berwarna coklat. Hasil positif pada pemeriksaan penentuan darah memastikan bahwa bercak adalah darah. Hasil yang negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut

(11)

bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan sebagainya.

3. Pemeriksaan serologik 1) Penentuan spesies

Test Presipitin Cincin 6

Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa. Cara pemeriksaannya adalah antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua cairan. Hasilnya adalah akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun.

Reaksi presipitasi dalam agar 6

Cara pemeriksaannya adalah gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat

(12)

pengenceran di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam. Hasilnya adalah hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah dan lubang tepi. Pembuatan agar buffer: 1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet.

2) Penentuan golongan darah 6

Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut adalah milik manusia, maka langkah selanjutnya adalah menentukan golongan darah bercak tersebut. Pemeriksaan golongan darah pada bercak darah yang sudah kering dilakukan dengan metode Absorpsi-elusi. Antiserum diteteskan pada bercak darah, biarkan beberapa saat agar antibody bereaksi mengikat antigen. Kemudian serum yang tidak bereaksi dicuci supaya antibodi dapat dihilangkan. Panaskan dalam temperatur 550 agar ikatan antibodi dengan antigen terlepas (elusi). Terakhir, antibody yang terlepas ditambahkan dengan sel darah merah yang telah diketahui golongan darahnya. Tes ini sulit, tes ini

(13)

dimungkinkan oleh karena antigen yang terdapat pada permukaan sel tetap utuh walaupun sel-selnya telah hancur. Dengan demikian penentuan golongan darah dalam tubuh ini dilakukan secara tidak langsung.

b. Pemeriksaan cairan mani (semen) 6,9

Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.

Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml.

Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4– 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari. Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :

- Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor atau vagina yang diambil dari forniks posterior

- Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb. Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan

(14)

mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.

1. Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma 2,9

Metode tanpa pewarnaan

Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.

Cara pemeriksaan :

Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan spermatozoa.

Hasil :

Umumnya disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini sampai 3 – 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang – kadang sampai 6 hari pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.

Metode dengan pewarnaan

Cara pemeriksaan :

Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :

(15)

- Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara

- Fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api

- Warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit

- Cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam air, tunggu selama 1 menit

- Cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop. Hasil :

Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya berwarna hijau. Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina. 2. Penentuan cairan mani (kimiawi)

Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium berikut. 6

1) Pemeriksaan untuk menentukan adanya asam fosfatase 6,9

Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah bercaktersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan tidak ditemukan sel spermatozoa.

(16)

Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.

Dasar reaksi (prinsip) :

Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah cairan vaginal.

Reagen : Larutan A

(1) Brentamin Fast Blue B 1 g (2) Natrium asetat trihidrat 20 g (3) Asam asetat glasial 10 ml (4) Askuades 100 ml

Reagen (2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.

Larutan B

Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

Sebanyak 89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.

Cara pemeriksaan :

Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan

(17)

sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.

Hasil :

Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur. Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 – 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.

Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi. 2) Pemeriksaan untuk menentukan adanya kristal kholin 6

Bahan pemeriksaan : cairan vaginal Metode :

• Florence

• Cairan vaginal ditetesi larutan yodium

• Kristal yang berbentuk terlihat di bawah mikroskop

Bila pada cairan vagina terdapat kristal-kristal kholin yang periodida tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna coklat. c. Pemeriksaan rambut 6

Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik (kutikula), gambaran korteks dan medula rambut. Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya terletak korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan pigmen. Di tempat

(18)

yang paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung pigmen dalam jumlah terbanyak. Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25 mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar atau menonjol.

Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut hewan dengan diameter rambut manusia, indeks medula rambut manusia adalah 1:3, sedangkan indeks medula rambut hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medulla merupakan pemeriksaan terpenting untuk membedakan rambut manusia dari rambut hewan.

Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas rambut kepala; alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot; rambut badan; rambut ketiak dan rambut kemaluan. Umumnya tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis rambut tersebut di atas.

Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan panjang dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval atau elips (pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata dan bulu hidung umumnya relatif kasar, kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar sedangkan rambut badan halus dan pendek.

Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar, bagian tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut, rambut akan terlihat utuh disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas sendiri mempunyai akar yang mengerut tanpa jaringan

(19)

kulit. Rambut yang terpotong benda tajam, dengan mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat terputus tidak rata.

Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk jenis kelamin. Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus dilakukan pemeriksaan terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan orcein. Pada rambut wanita dapat ditemukan adanya kromatin seks pada inti sel-sel tersebut.

Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen pada rambut sukar sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa bila usia bertambah maka rambut akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse. Rambut ketiak dan rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.

Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian tubuh manusia yang dapat memberikan banyak informasi bagi kepentingan peradilan, antara lain tentang :

- saat korban meninggal dunia - sebab kematian

- jenis kejahatan - identitas korban - identitas pelaku

- benda/ senjata yang digunakan d. Pemeriksaan air liur 10

Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur (saliva) terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid, ion-ion anorganik seperti tiosianat, klorida dan lain – lain.

(20)

Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah pengigitnya. Golongan darah penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi.

Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh dari laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti H dapat dibuat dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam mortir. Tiap 1 g biji-bijian ditambahkan 10 ml salin. Kemudian campuran tadi dikocok dengan mesin pengocok selam 1 jam dan dipusing selama 5 menit dengan kecepatan 3000 RPM. Cairan supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan.

Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah diketahui golongan sekretor atau non sekretor.

Cara absorpsi inhibisi :

Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam tabung reaksi, lalu panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan ambil supernatant, bila mau dimpan maka simpan pada suhu 20˚C. Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses absopsi.

Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan. Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan cara yang sama.

(21)

SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari 24 jam. Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum + air liur. Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut. a. Pemeriksaan Laboratorium Forensik mencakup bidang yang sangat luas yaitu

mencakup pemeriksaan terhadap cairan tubuh berupa darah dan air mani, rambut dan kuku.

b. Hasil interpretasi dari berbagai macam pemeriksaan laboratorium ataupun pelaku akan membantu mengungkapkan sebab kematian.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kiely, Terrence F, Forensic Evidence Science and the Criminal Law, Science, Forensic Science and Evidence, 2002

2. Eckert, William G. Introduction to Forensic. 2nd edition.New York : Elseviere : America. 2002.3

3. Abraham, Rahman AS, Bambang, Salim HB, et al. Ilmu Kedokteran Forensik, Pemeriksaan Laboratorium Sederhana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, Cetakan II:2012

4. 444

5. Savino, Brent E. Turvey, Rape Investigation Handbook, USA : Elseviere academic Press, 2005 : 6-127

6. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-46: 167—96

7. Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University Press, Inc.; 2003. p. 58

8. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98

9. Bevel, Ross M. Gardner, Bloodstain Patern Analysis, Second Edition, United State of America. 2002.

10. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98

Referensi

Dokumen terkait

Banyak faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri ibu yang memiliki anak dengan gangguan autis dalam lingkungan sosial, namun hal terpenting yang menyebabkan

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PAKAIAN SERAGAM KERJA, TANDA PENGENAL DAN ATRIBUT BAGI PEGAWAI DI LINGKUNGAN PUSAT KARANTINA

Berbagai problem di atas perlu direspon dan dicari solusi pemecahannya, ini agenda program dakwah yang amat penting pada era globalisasi ini. Ulama, da’i dan da’iah harus

Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa situasi yang paling menekan bagi pasangan hidup penderita paraplegia adalah masalah kesehatan pasangannya yang mengalami

Dan menurut owner Er- corner boutique itu sendiri dengan memanfaatkan media online terutama instagram sebagai social media marketing mereka dalam membangun brand

Dari hasil perhitungan dengan luasan yang ada serta jumlah SRP yang ada maka diketahui bahwa untuk perencanaan gedung parkir baru yaitu • Untuk kawasan 1 yang meliputi

Golongan orang yang baru masuk Islam. Mereka perlu diberi santunan agar bertambah mantab keyakinannya terhadap Islam. Perlu diketahui pula, bahwa hal tersebut perlu dilakukan

dalam pelaksanaan program Bantuan Sertifikasi Lembaga Profesi (LSPP1). Dengan demikian diharapkan terdapat kesamaan pandangan dan