• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perawatan Gigi dan Mulut pada Pasien Hipertensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perawatan Gigi dan Mulut pada Pasien Hipertensi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Perawatan Gigi dan Mulut pada Pasien Hipertensi

Pendahuluan

Hipertensi adalah istilah medis untuk penyakit tekanan darah tinggi, dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak diderita di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hipertensi adalah penyakit yang umum, tanpa disertai gejala khusus, dan biasanya dapat ditangani secara mudah. Namun bila dibiarkan tanpa penanganan dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang lebih parah berupa penyakit jantung dan pembuluh darah seperti arterosklerosis, infark miokard, gagal jantung, infark serebri; gangguan fungsi ginjal tahap akhir, retinopati dan kematian dini1.

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Exhamination Survey (NHNES) menunjukan bahwa dari tahun 1999-2000, indisen hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 58-65 juta orang hipertensi di Amerika Serikat, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. hipertensi essensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi 2.

Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta orang di seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian. Di Negara berkembang seperti Indonesia, terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi dan penyakit kardiovaskular lain bersama-sama dengan penyakit infeksi dan malnutrisi. Prevalensi hipertensi yang tertinggi adalah pada wanita (25%) selanjutnya pada pria (24%)1 .

(2)

harus mampu mengenali symptom hipertensi, terapi, efek samping obat-obat antihipertensi, serta perawatan kesehatan untuk mengurangi morbiditas dan peningkatan kualitas hidup penderita hipertensi. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang perawatan gigi dan mulut pada penderita hipertensi.

Tinjauan Pustaka

Definisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang permanen sebagai akibat meningkatnya tekanan di arteri perifer, dimana komplikasi yang timbul menjadi nyata. Menurut WHO batas tekanan yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah diantara normotensi dan hipertensi disebut bordeline hypertension3.

Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu : hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau disebut juga hipertensi idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal 4.

Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketaui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak Faktor yang

(3)

mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam resiko seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia4.

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti gangguan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan4.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya hipertensi :

Usia, umumnya hipertensi berkembang pada usia antara 35-55 tahun. Kondisi penyakit lain (komorbiditas), diabetes tipe 2 cenderung meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah dua kali lipat, dan hampir 65% individu dengan diabetes menderita hipertensi. Merokok, dapat meningkatkan tekanan darah dan juga kecendrungan terkena penyakit jantung koroner. Obesitas, kebanyakan penderita hipertensi disertai dengan obesitas. Tekanan darah meningkat seiring dengan peningkatan berat badan. Diet, makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Keturunan, beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi adalah diturunkan secara genetis1.

Gejala klinis

Gejala hipertensi adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat

(4)

atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung,dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak3.

Diagnosa

Cara mendiagnosanya adalah dengan anamnese, pemeriksaan fisik (menggunakan spygmomanometer), dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil pemerikasaan spygmomanometer dapat diketahui apakah penderita normal atau hipertensi5.

Klasifikasi Hipertensi Menurut Joint National Comitte 7 2

Klasifikasi tekanan darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Prahipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ≤ 160 Atau ≥ 100

Evaluasi dan Penanganan Medis

Dalam evaluasi dokter terhadap pasien dengan hipertensi dimulai dengan sejarah terperinci dan pengujian fisik. Obat-obat anti hipertensi adalah alat terapi yang paling penting. Pasien dengan hipertensi ringan biasanya ditangani dengan obat tunggal seperti diuretik, atau beta blocker, atau ACE Inhibitor (sekarang merupakan obat lini pertama), ataupun calsium channel blocker. Pasien dengan hipertensi sedang biasanya sering menggunakan obat-obatan yang dikombinasikan untuk tujuan pengobatan yang

(5)

adekuat, seperti penambahan zat diuretik, ACE-inhibitor dan Calsium channel blocker. Pasien dengan hipertensi berat membutuhkan kombinasi obat lebih dari dua. Seperti diuretik masih sering dipakai tetapi kurang terkenal karena adanya kecenderungan efek samping yang berkisar dari pengurangan volume dan hipokalemia hingga tingkat hiperlipidemia ringan. Beta blocker adalah agen anti hipertensi efektif dengan sedikit efek samping. Pada umumnya medikasi dimulai dengan dosis rendah, yang dinaikkan sesuai dengan tingkat kontrol darah6.

Terapi dan Komplikasi

Terapi non farmakologi, mencakup usaha untuk mengurangi yang telah diketahui akan menimbulkan komplikasi seperti mengurangi kelebihan berat badan, menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol, mengurangi asupan garam (natrium), kalium dan magnesium, serta olah raga dinamik seperti senam, berenang dan bersepeda. Hindari pekerjaan yang terlampau berat, stres dan hidup rileks. Jadi gaya hidup harus dimodifikasi5.

Terapi farmakologi, adalah pemberian obat anti hipertensi yang telah terbukti kegunaannya dan keamanannya bagi penderita. Pemilihan obat disesuaikan dengan keadaan penderita untuk mengurangi efek samping dan komplikasi obat atau penyakit yang mungkin sudah ada atau yang akan timbul misalnya hipertensi dengan diabetes melitus, asma bronkial, penyakit ginjal dan jantung korener. Termasuk obat-obat anti hipertensi adalah Diuretik (hidroklorotiazid), penghambat simpatetik (Metildopa, klonidin, reserpin), Beta blocker (Metoprolol, propranolol dan atenolol), Vasodilator

(6)

(Prasosin), Penghambat ensim konversi Angiotensin (Kaptopril), Calsium Chanel blocker (Nefidipin, diltiasem, dan verafamil), Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan) 5

Efek samping yang sering dijumpai pada obat antihipertensi 6:

Obat Efek Samping

Diuretik Dehidrasi, hipokalemi

Metildopa Mengantuk, impoten

Propanolol Bronkospasme, gagal jantung kongestif Klonidine Xerostomia, rebound hipertensi (jarang)

Reserpine Sedasi, depresi

Guanethidine Hipotensi postural, diare Calsium channel blockers Hiperplasia ginggiva

ACE Inhibitor Batuk kronik

Hiperplasia Gingiva merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah sel penyusunnya.Gambaran klinis hiperplasia gingiva yaitu gingiva membesar, padat, warna merah muda, resilien, tidak sakit, tidak sensitive, tidak mudah berdarah, berstippling, dan bergranular7. Calcium channel blocker sering menyebabkan hiperplasia gingiva dan berdasarkan survei 12-20% disebabkan oleh nipedifine. Hiperplasia ginggiva dilaporkan muncul setelah 2 bulan terapi hipertensi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pengguna nifedipine dengan jangka waktu relatif lama. Pembesaran ginggiva dapat mengecil dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah pemberhentian obat, namun juga tergantung pada lamanya pemakaian nifedipine dan kebersihan oral penderita6. Maka jika bertemu pasien yang didiagnosa hiperplasia ginggiva dan menderita hipertensi, periksa kembali riwayat pemakaian obat antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan pemakaian

(7)

untuk sementara waktu dan beri nasihat kepada pasien agar menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.

Xerostomia adalah mulut kering akibat aliran air ludah yang berkurang. Xerostomia dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan mengkonsumsi makanan. Xerostomia juga merupakan penyebab utama nafas yang bau dan munculnya banyak karies(lubang gigi) dalam rongga mulut. Hal ini dikarenakan, saliva (air ludah) dalam mulut yang berfungsi sebagai buffer dan pendorong terjadinya remineralisasi produksinya menjadi berkurang, sehingga menyebabkan rongga mulut lebih rentan terhadap infeksi8.

Ketika kuman masuk ke dalam darah, bisa melalui pembuluh darah yang terbuka akibat gusi berdarah, jenis-jenis bakteri tertentu akan menempel pada platelet, dan menyebabkan sel-sel ini menggumpal dalam pembuluh sehingga menyumbat dan mengganggu alirah darah ke jantung sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah8.

Perawatan untuk mencegah xerostomia lebih berat dapat berupa menghindari konsumsi obat-obatan yang mengandung dekongestan dan antihistamin, mengisap-isap permen atau permen karet non-gula/mengandung xylitol secara teratur, dan menggunakan air ludah sintetis (karboksimetil selulosa)8.

Penderita hipertensi yang mengkonsumsi clonidine dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat antihipertensinya jika ingin melakukan bedah gigi, dan tidak boleh meminum obat-obatan selama 1 hari6.

(8)

Pemilihan Anestesi lokal, pemakaian anestesi dan vasokontriktor (misalnya epinefrin) harus dihindari pada penderita hipertensi tak terkontrol6.

Tinjauan Kasus

Pemeriksaan

Seorang laki-laki datang ke klinik gigi untuk perawatan gigi secara keseluruhan. Saat diperiksa tekanan darahnya 165/105 dan tidak pernah dikatakan menderita hipertensi sebelumnya, tidak mengkonsumsi obat antihipertensi, serta tidak pernah berobat ke dokter selama 2 tahun6.

Penatalaksanaan

Pasien ini menderita hipertensi sedang dan sebelumnya tidak pernah terdiagnosa dan pasien ini harus dikirim ke dokter. Dapat diduga bahwa pasien ini menderita hipertensi essensial dan membutuhkan terapi dalam jangka waktu lama. Dokter dapat mengontrol tekanan darah pasien ini dengan obat dosis tunggal seperi ACE Inhibitor atau calcium channel blocker. Jika pasien mendapatkan terapi kalsium channel blocker, dokter gigi harus waspada akan potensialnya menyebabkan hiperplasia ginggiva. Prosedur terapi dokter gigi untuk pasien seperti ini adalah non bedah prosedur. Jika tekanan darah pasien mulai terkontrol, pasien dapat melakukan teknik sedasi ringan seperti inhalasi N2O-O2 atau diazepam oral (Valium) 6.

(9)

Perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi perlu mendapat perhatian karena selain dapat memperburuk hipertensi dapat juga memperparah efek samping dari obat antihipertensi sehingga kualitas hidup penderita hipertensi dan morbiditas menjadi jelek.

Oral hygiene dan pola hidup sehat merupakan nasehat penting yang harus dianjurkan dokter kepada pasien untuk mengurangi komplikasi hipertensi serta efek samping yang ditimbulkan pada pemakaian obat antihipertensi seperti menyikat gigi dengan sempurna dan teratur setelah makan dengan sikat gigi yang halus, mengurangi asupan garam (Na), K, Mg, menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol, mengurangi berat badan dengan olahraga, dan hindari stres.

Penderita hipertensi yang mempunyai kelainan di gigi dan mulut dikonsul ke dokter gigi apabila tekanan darah pasien dalam keadaan terkontrol (TD ; 120-140/80-90 mmHg), hal ini dilakukan untuk mencegah perdarahan masif.

Daftar Pustaka

1. Sani, Aulia. Hypertension. Medya Crea. Jakarta. 2008. Halaman: 1-29.

2. Yogiantoro, Muhammad. Hipertensi Essensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. Halaman: 599-603.

3. Soeparman, Sarwono, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. FKUI. Jakarta. 1998. halaman: 205-222.

(10)

4. Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi III. Media Aesculapius FKUI. 2001. Halaman: 518-523.

5. Pitojo, Sugiarti. Dentika Dental Journal Vol.8 No. 2. Fakultas Kedokteran Gigi USU. Medan. 2003. Halaman: 228-231.

6. Sonis, Stephen T,dkk. Principle and Practice of Oral Medicine, 2nd edition. WB Saunders Company. United States of America. 1995. Halaman: 41-51

7. Kusumarini, Mitayani Restuning. Dentika Dental Journal Vol.11 No. 2. Fakultas Kedokteran Gigi USU. Medan. 2006. Halaman: 323-327.

8. Sandira, Iqbal. Mulut Kering Akibat Air Ludah Kurang. Available at

http://enzothea.multiply.com/journal/item/17/ANCAMAN_GIGI_TERHADAP_J

Referensi

Dokumen terkait

Persentase distribusi kecemasan terhadap bau ruangan lingkungan praktek dokter gigi pada pasien kunjungan pertama berdasarkan umur dan jenis kelamin di poli gigi RSUD

Bagaimana perasaan anda terhadap rasa sakit yang anda alami sekarang membuat anda cemas untuk berobat ke dokter gigi.. Bagaimana perasaan anda saat menunggu giliran di

Tesis ini memaparkan hasil penelitian tentang realisasi dan pola tindak tutur yang muncul dalam layanan kesehatan dan perawatan gigi oleh dokter gigi yang

Menurut (Carlton, 2015) penanganan stomatitis pada penderita kanker dikarenakan efek samping dari kemoterapi adalah dengan oral hygiene dan juga sebuah

Variabel dari penelitian ini adalah monitoring efek samping obat pasien diabetes melitus dan hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit Akademik UGM Yogyakarta.

Dokter harus mempertimbangkan efek samping dan kondisi kesehatan pasien sebelum memilih obat hipertensi yang tepat untuk mengontrol tekanan darah.. Selain itu, perubahan gaya hidup

Berdasarkan Data pada Tabel 4, kepuasan pasien terhadap perawatan gigi dan mulut di tinjau dari dimensi pelayanan empati, dimana untuk sikap kesungguhan dokter gigi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terkait studi korelasi kepatuhan pasien hipertensi dan peningkatan efek samping dengan metode Naranjo di Puskesmas “X” Wilayah