• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Desain dan Konstruksi Bubu Lobster

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Desain dan Konstruksi Bubu Lobster"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

lobster dapat masuk ke dalam bubu, tapi sulit untuk keluar karena sulit menjangkau ketinggian mulut bubu. Pada kondisi tersebut, maka bubu harus memiliki ukuran tinggi yang cukup untuk menempatkan posisi mulut bubu yang tidak dapat dijangkau dengan mudah oleh lobster. Bila tidak mengikuti kondisi tersebut, dimana bentuk mulut bubu tidak lagi berbentuk bulat dan ketinggian posisi mulut bubu tidak terlalu tinggi dari dasar bubu, maka lobster akan mudah masuk dan juga mudah meloloskan diri. Dengan demikian untuk posisi pintu bubu yang tidak terlalu tinggi dibutuhkan suatu rekayasa pintu jebakan yang memudahkan lobster masuk dan sulit meloloskan diri.

4.1.1 Perkembangan penangkapan lobster

Kegiatan penangkapan lobster di Indonesia masih menggunakan teknologi alat tangkap sederhana (tradisional) dengan usaha penangkapan skala kecil. Operasi penangkapan dilakukan dengan menggunakan perahu bercadik, mesin penggerak kombinasi motor tempel dan layar. Secara umum, alat tangkap yang digunakan adalah jenis alat tangkap jaring insang dasar monofilamen (bottom gillnet monofilament) dan jenis perangkap krendet (hoop net). Lobster yang

tertangkap oleh kedua alat tangkap tersebut umumnya terbelit atau terpuntal jaring yang dapat menyebabkan adanya bagian anggota tubuh lobster yang putus atau patah, seperti kaki dan/atau antenanya, sehingga proses tertangkapnya lobster dapat menurunkan kualitas hasil tangkapan.

Alat tangkap lainnya adalah trawl dasar (bottom trawl). Trawl merupakan

alat tangkap yang sangat efektif, yaitu ikan dan biota laut lainnya akan tertangkap di dasar perairan yang disapu oleh alat tangkap tersebut. Salah satu hasil tangkapan trawl dasar adalah lobster yang hidup pada substrat pasir dan lumpur.

Selain menggunakan alat tangkap, ada cara penangkapan lobster lainnya, yaitu kegiatan pembiusan (stupefying device) yang dilakukan dengan cara

(2)

meter. Pembiusan lobster biasanya menggunakan bahan kimia beracun seperti potassium sianida. Pembiusan dengan potassium sianida merupakan cara penangkapan yang dilarang karena dapat mengancam kelestarian sumberdaya perikanan dan merusak habitatnya (Purbayanto dan Subandi 2005), serta menyebabkan kualitas hasil tangkapan rendah dimana lobster yang tertangkap tidak dapat bertahan hidup lebih lama.

Sementara itu, di Indonesia, penggunaan bubu untuk kegiatan penangkapan lobster secara komersial belum banyak dilakukan, karena bubu yang digunakan oleh nelayan selama ini hanya untuk menangkap ikan, rajungan dan kepiting bakau. Jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, dimana alat tangkap bubu merupakan alat tangkap utama untuk kegiatan penangkapan lobster dan telah berkembang menjadi kegiatan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Namun demikian, ukuran alat tangkap bubu tersebut cukup besar, yaitu kisaran ukuran panjang x lebar x tinggi adalah (1 – 1,2 m) x (0,6 – 0,8 m) x (0,4 – 0,6 m), bentuknya masif, kaku dan terlalu berat, sehingga tidak efisien bila dioperasikan di atas perahu yang berukuran kecil.

Bubu biasanya digunakan untuk menangkap dan mempertahankan target tangkapan yang diinginkan yaitu lobster dan jenis krustasea lainnya yang juga target yang baik, seperti halnya ikan bersirip, gastropoda dan moluska (Miller 1990). Lebih dari itu, bubu juga mewakili alat tangkap yang berguna untuk kegiatan pemanenan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab. Bubu adalah alat tangkap yang selektif, hasil tangkapan di bawah ukuran ekonomis dapat dikembalikan ke perairan tanpa melukainya, sedikit hasil tangkapan sampingan atau by-catch (Groneveld 2000) dan mempunyai dampak yang minimum

terhadap komunitas dasar perairan (Eno et al. 2001).

Pengoperasian alat tangkap bubu biasanya menggunakan umpan untuk memberikan hasil tangkapan yang optimal sesuai dengan target. Umpan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya pada keberhasilan penangkapan, baik jenis umpan, sifat dan cara pemasangannya (Sadhori 1985). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa umpan merupakan salah satu bentuk rangsangan (stimulus) yang bersifat fisika dan kimia yang dapat memberikan respons bagi ikan-ikan tertentu dalam proses penangkapan.

(3)

belum mempertimbangkan aspek efektivitas alat tangkap terhadap hasil tangkapan yang diperoleh atau dapat dikatakan bahwa produktivitas alat tangkap masih rendah, atau justru menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Pengertian efektivitas pada alat tangkap adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan penangkapan. Tujuan penangkapan yang dimaksud harus mempertimbangkan adanya upaya untuk menjaga keberlangsungan sumberdaya perikanan, yaitu penggunaan teknologi alat tangkap yang ramah lingkungan yang sesuai dengan Code of Conduct for Resposible Fisheries (CCRF).

Krendet adalah alat tangkap pasif dan tergolong ke dalam perangkap untuk menangkap lobster (BPPI 1990). Keuntungan alat tangkap ini selain bentuknya sangat sederhana dan mudah dalam pembuatannya, alat tangkap ini juga relatif murah biaya pembuatannya, karena pada umumnya hanya menggunakan jaring bekas. Krendet merupakan perangkap yang tidak memiliki dimensi ruang seperti halnya bubu, bentuk bingkai krendet biasanya bulat atau persegi panjang dengan diameter atau panjang sisi bingkai antara 80 – 100 cm. Jaring yang digunakan merupakan lembaran jaring 2 hingga 3 rangkap yang berfungsi sebagai penjerat atau perangkap (Direktorat Jenderal Perikanan 1989). Sama halnya dengan jaring insang dasar nylon monofilamen, kondisi lobsteryang tertangkap dengan perangkap krendet adalah terbelit atau terpuntal oleh jaring. Selama proses terperangkap, diduga bahwa lobster akan berusaha untuk melepaskan diri dan hal ini dapat saja menyebabkan kondisi lobster stress dan

cideradengan anggota badan yang tidak lengkap karena ada bagian dari anggota tubuhnya yang terputus atau kondisi lobster sudah tidak utuh lagi. Konstruksi perangkap krendet (Gambar 22) yang tidak memiliki dimensi ruang, dapat dikatakan bahwa alat tangkap tersebut tidak memiliki fungsi pelindung bagi lobster saat terperangkap terhadap predator yang dapat saja dengan mudah memangsanya.

Bubu merupakan alat tangkap yang dirancang untuk menangkap berbagai jenis ikan dan krustasea, dengan berbagai bentuk dan terbuat dari berbagai bahan.

(4)

Bubu dasa pelam berfu 1990 desa daun dan j yang pena mem cuku baja utuh daya bahw u memiliki ar perairan d mpung un ungsi untuk 0). Gambar 22 Meenaku ain dan baha

n kelapa, se jaring poly g dilas, kaw angkapan d miliki konstr up berat dan ringan dan h oleh lapis a tahan pak wa bubu tida satu atau dengan siste ntuk meng k menunju 2 Hoop ne ukuran d kumari and an yang ber erat pelepah ethylene, b wat ayam, diperoleh k ruksi yang n tidak disuk n mata jarin san plastik kai lebih lam

ak berat, mu lebih buka em tunggal m ghubungkan kkan posis et atau peran diameter bing Rajan (198 rbeda (Gam h daun pale atang baja dan kawat kesimpulan, lemah dan kai. Bubu y ng dari kaw telah memb ma. Denga udah dibuat an mulut. maupun raw bubu de si pemasang ngkap krende gkai : 80 – 10 85) telah me mbar 23) sep em merah, b ringan, ben t besi galva bahwa b rapuh. Bub yang terbua wat baja ya berikan kin an demikian t, mengguna Bubu bias wai. Bubu d engan pela gan bubu et untuk men 00 cm (Su enguji bubu perti bahan bahan kayu ntuk mata ja anis. Mela ubu yang bu yang ter at dari bahan ang dilas se nerja yang n, bubu yan akan bahan anya diope dilengkapi d ampung. P (Nedelec a nangkap lobs mber : Thom u yang dibu bambu, ser u, bingkai b aring dari k alui kegiata terbuat da rbuat dari b n logam, ya erta dilindu efisien dan ng diingink yang tahan erasikan di dengan tali Pelampung and Prado ster dengan mas 1973) uat dengan rat pelepah baja ringan kawat baja an ujicoba ari bambu bahan kayu aitu batang ungi secara n memiliki kan adalah n lama.

(5)

( ( Gamba Ko secara ko rajungan bingkai bu 0,8 – 1 cm tinggi ada dibungkus dua pintu masuk bu Dengan d besar, ber banyak d terbuka m dengan m sebagai ha (a) (d) ar 23 Bubu Baha (d) B dari Mee ondisi saat omersial be dan kepiti ubu lobster m yang dila alah (100 – s dengan jar u samping, ubu lobster b demikian, ko rat dan tidak di atas dek menyebabka mudah dan asil tangkap u lobster den an bambu; (b Bingkai baja kawat baja enakumari an ini di Indon elum dilaku ing bakau. r terbuat dar as membent – 120 cm) x ring PE mes tetapi ada j berbentuk b onstruksi bu k efisien ka kapal pen an lobster ya juga bubu pan samping (b) (e) ngan desain b) Bahan se ringan dan j a yang dilas nd Rajan 198 nesia, pengg ukan, bubu Dalam p ri batang be tuk kotak de x (60 – 80 c sh size 1 inc juga bubu l bulat terbuk ubu saat ini arena tidak nangkap ika ang telah m u dapat me gan (by-catc dan penggun rat pelepah jaring polyet ; dan (f) Ba 85) gunaan bub u digunakan perkembang esi (mild st engan selan cm) x (40 – ci. Kebany lobster den ka dengan d i adalah ma dapat meny an. Bentuk masuk ke dal enangkap b ch). naan bahan y daun kelapa thilene; (e) B ahan kawat bu untuk me n untuk m gannya, sec

teel rod) ber

ng ukuran p – 60 cm). yakan bubu ngan satu pi diameter sek asif dan kak yimpan bub k pintu ma lam bubu ak erbagai jen (c) (f) yang berbeda ; (c) Bahan Bentuk mata j ayam (Sum enangkap lo menangkap cara konstru rdiameter a anjang x le Kemudian lobster mem intu atas. kitar 10 - 15 ku, relatif c bu dalam ju asuk bubu kan dapat k nis ikan lai

a : (a) kayu; jaring mber : obster ikan, uktif, antara bar x bubu miliki Pintu 5 cm. cukup umlah yang keluar innya

(6)

nelay men Indo oleh dan panj 24). 0,4 c Bubu poro adala Gam dibaw dalam pada namu (199 tangk tangk pera Bubu li yan di Jepa angkap raju onesia, peng nelayan di Sulawesi S ang dengan Bingkai ut cm dan dibu u tersebut d os tengah bu ah 1/15 kali mbar 24 Bu den Bubu li wa dalam j m kegiatan a berbagai ti un kuat (K 90), bahwa kapan dala kapan di b iran dalam k ipat (collap ang untuk ungan di T ggunaan bu i sepanjang elatan. Bub n ukuran pan tama bubu l ungkus den dapat dilipa ubu. Bila d i ukuran vol ubu lipat (co ngan ukuran ipat merupa jumlah bes penangkap ipe dasar pe Krouse 1989 kualitas b am keadaa bawah uku keadaan hid psible pot) menangkap Thailand (B ubu lipat un g pantai uta bu lipat ber njang x leba lipat terbuat gan jaring p at untuk dib dibandingkan lume bubu l ollapsible p PxLxT = 55 akan alat t sar dalam p pan (Anony erairan dan 9; Miller 1 bubu lipat an hidup d uran ekono

dup dan bia

telah diop p gurita (A Boutson et

ntuk menan ara Laut Jaw rbentuk kota

ar x tinggi y t dari besi g

polyethylen

buka dan dit n, maka uku lobster yang ot) untuk m 5 x 35 x 20 cm tangkap ya perahu-pera ymous 1986 variasi sela 990). Le sebagai p dengan kua mis (under ya penangk erasikan se Archdale et al. 2009). ngkap rajun wa, Lampu ak (box typ yaitu 55 x galvanis den e (PE) deng tutup denga uran volum g masif dan menangkap r m3 (Sumber ang lebih d ahu kecil ya 6) dan coco ang kedalam ebih jauh d perangkap alitas yang r size) dap kapan rendah ecara kome al. 2003) Demikia ngan telah ung, Madur e) atau emp 35 x 20 cm ngan ukuran gan mesh si an mudah d me bubu lipa n kaku. rajungan be : Boutson et disukai kar ang biasany ok untuk dio man, serta ti dikatakan o adalah kar g sangat b pat dikemb h. ersial oleh dan untuk an juga di dilakukan a, Maluku pat persegi m3 (Gambar n diameter ize 2,5 cm. dari bagian at rajungan ntuk kotak t.al. 2009) rena dapat ya dipakai operasikan idak mahal leh Miller rena hasil baik, hasil balikan ke

(7)

(Baskoro et al. 2006). Pemilihan bahan untuk alat tangkap telah menjadi sangat

penting, yaitu bahwa efisiensi alat tangkap dapat ditingkatkan 3 – 10 kali dengan memilih bahan yang sesuai (von Brandt 1984). Hasil tangkapan suatu alat tangkap dipengaruhi oleh efektivitas alat dan efisiensi cara operasi. Efektivitas alat tangkap secara umum tergantung pada faktor-faktor, antara lain : parameter alat tangkap itu sendiri (rancang bangun dan konstruksi), pola tingkah laku ikan, ketersediaan atau kelimpahan ikan dan kondisi oseanografi (Fridman, 1988). Desain bubu secara fisik berpengaruh terhadap efektivitas dan selektivitas alat tangkap. Bubu telah dipertimbangkan di antara alat tangkap yang paling efektif dan multiguna.

Kendala utama dalam perikanan bubu adalah bahwa peluang terjadinya pelolosan hasil tangkapan cukup besar dan hal tersebut terkait dengan desain pintu masuk bubu. Archdale et al. (2007) mengatakan bahwa metode yang

efektif digunakan untuk memperkecil pelolosan rajungan dari bubu adalah kemiringan corong pintu masuk ke arah atas, membuat ruang/kamar terpisah di dalam bubu untuk meningkatkan retensi atau menempatkan pintu pemicu (trigger) pada mulut bubu (Gambar 25), jendela, alat tambahan lainnya di dalam

pintu masuk untuk mencegah pelolosan. Hingga saat ini, belum ada desain pintu jebakan yang dapat dipasang pada bubu lipat. Selanjutnya dikatakannya juga, bahwa bentuk pintu masuk dapat mempengaruhi mudahnya bagi target spesies rajungan untuk masuk ke dalam dan keluar dari bubu. Corong dengan pintu terbuka akan memudahkan target spesies memasuki bubu, sementara pintu masuk bentuk celah sempit sulit untuk melewatinya dan membutuhkan upaya untuk membuka celah pintu sehingga dapat masuk ke dalam bubu. Bentuk pintu masuk dengan celah sempit memastikan bahwa sekali target tertangkap maka tidak dapat meloloskan diri. Sementara dengan bentuk pintu masuk terbuka, target yang tertangkap dalam bubu dapat menemukan pintu keluar dan biasanya berhasil meloloskan diri.

(8)

penc meng Kem masu mem melo secar yang dalam lobst dapa pada masu Gamb Penggun cegahan pe ghalangi ta mudian diteg uk ke dalam makannya, oloskan dir ra konstruk g dapat dibu m penanga ter yang ter at melolosk a pintu bubu uk ke dalam Gambar 2 bar 25 Ilustra (Sum naan pintu p elolosan r arget spesi gaskan oleh m perangka seperti gur ri dari berb ksi, bubu s uka dan dip

nan bubu d rbuka tanpa an diri ke l u harus mem m bubu dan 26 Ilustras (Sumb asi pengguna mber : Archda pemicu (trig rajungan d es untuk m h Brouck et ap bubu pa rita dapat bagai bentu sebaiknya m pasang kem di atas kap a penghalan luar bubu. miliki pintu sulit untuk si penggunaa er : Salthaug aan trigger p ale et al. 2007 gger) pada p dari bubu masuk ke t al. (2006) ada dasarny memasuki uk pintu ma menggunaka mbali denga pal penangk ng akan mem Untuk dap u jebakan te keluar. an trigger pa g 2002) pada mulut bu 7) pintu masuk (Gambar dalam bub bahwa spi ya mudah b bubu, m asuk bubu. an jenis bu an mudah d kap. Bentu mudahkan h pat mengata ertentu yang

ada mulut bub

ubu kepiting k sangat efe 26), sela bu (Salthau iny lobster y bagi peman emakan lo Dengan ubu lipat, y dan memilik uk pintu ma hasil tangka asi hal terse g memudah bu kepiting g ektif untuk ama tidak ug 2002). yang telah ngsa untuk obster dan demikian, yaitu bubu ki efisiensi asuk bubu apan untuk ebut, maka hkan target

(9)

faktor yang saling menunjang. Seperti yang dikemukakan oleh Grofit (1980), bahwa pemanfaatan sumberdaya hayati laut khususnya perikanan tangkap bertujuan untuk mendapatkan hasil yang optimum tanpa membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dengan biaya yang se-efisien mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka teknologi yang diterapkan perlu memenuhi persyaratan, yaitu alat tangkap yang efektif dan efisien dengan bahan yang baik, perbaikan kapal, alat bantu dan perlengkapan kapal serta metode operasi penangkapan yang handal.

Beberapa kegiatan penelitian tentang alat tangkap bubu yang telah dilakukan dan/atau dipublikasikan, yaitu : Pengaruh penggunaan umpan dan konstruksi funnel terhadap hasil tangkapan bubu laut dalam di Teluk

Palabuhanratu (Purbayanto et al. 2006d); Selektivitas bubu yang dilengkapi

dengan celah pelolosan terhadap ikan kakap (Purbayanto et al. 2006a); Hasil

tangkapan bubu laut dalam di Teluk Palabuhanratu (Purbayanto et al. 2006b);

Eksplorasi sumberdaya ikan laut dalam menggunakan bubu di Teluk Palabuhanratu (Purbayanto et al. 2006c); Bubu plastik sebagai metode alternatif

penangkapan ikan hias ramah lingkungan (Purbayanto et al. 1998); Studi tentang

penggunaan tiga bentuk corong (funnel) yang berbeda terhadap komposisi hasil

tangkapan ikan hias dengan menggunakan bubu sayap (Mawardi 2000); Bubu sayap (basket trap with wings), alat tangkap ikan-ikan karang yang ramah

lingkungan (Mawardi 1999); Gaya hidrodinamika pada bubu lipat berdasarkan perbedaan kecepatan dan sudut datang arus yang diobservasi di kolam penelitian (Iskandar 2007a); Perbedaan kemampuan tangkap terhadap kepiting karang Jepang antara gillnet dan bubu lipat berumpan (Iskandar et al. 2007); Analisa

hasil tangkapan rajungan pada bubu lipat dengan konstruksi yang berbeda (Iskandar 2007b); Bubu (

trap) : Serial teknologi penangkapan ikan berwawasan

lingkungan (Martasuganda 2003); Studi komparatif terhadap bubu lobster (lobster pot) tipe Jepang dan bubu tradisional dalam penangkapan udang barong

(10)

Beberapa pertimbangan dalam menentukan bubu lobster yang diduga efektif, yaitu :

(1) Pemilihan bahan-bahan konstruksi bubu, yaitu : bahan-bahan mudah diperoleh, kekuatan bahan baik dan tahan lama, harga bahan tidak mahal, mudah untuk diperbaiki dan konstruksi alat tangkap bubu tidak berat. (2) Konstruksi bubu, yaitu : Bubu berbentuk kotak persegi panjang dan /atau

trapesium, adanya kemiringan jaring (slope net) pada pintu masuk bubu

sebagai jalan masuk ke dalam bubu dengan sudut kemiringan jaring lebih kecil dari 45˚ (untuk bubu pintu samping), memiliki rekayasa pintu jebakan pada mulut bubu yang memudahkan lobster masuk dan sulit keluar.

(3) Efisien dalam operasi penangkapan, yaitu : ukuran bubu yang ideal bagi nelayan tradisional, mudah dalam penanganan alat tangkap bubu dan hasil tangkapan di atas kapal, dan cukup tempat di atas dek kapal untuk menempatkan alat tangkap bubu saat persiapan operasi setting dan hauling.

(4) Mengikuti ketentuan yang bersifat politis, yaitu bahwa dalam kegiatan usaha perikanan tangkap akan selalu mengacu pada kegiatan penangkapan ikan yang diakui oleh dunia internasional, yaitu upaya pemanfaatan sumberdaya ikan dan peningkatan produksi perikanan tangkap melalui cara-cara pemanfaatan yang efektif dan bertanggung jawab.

4.1.4 Desain bubu lobster yang efektif

Berdasarkan kondisi pertimbangan di atas maka pemilihan desain bubu yang dijadikan standar adalah jenis bubu lipat yang biasa digunakan untuk menangkap rajungan. Bubu lipat standar adalah bubu lipat rajungan yang dijadikan acuan untuk dimodifikasi dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan ukuran bubu lipat rajungan yang dioperasikan di Indonesia. Ukuran bubu lipat standar yang digunakan nelayan untuk penangkapan rajungan adalah 50 cmm x 30 cm x 20 cm (panjang x lebar x tinggi). Bubu lipat standar dapat dilihat pada Gambar 27.

(11)

(Sumber : Boutson et.al. 2009)

Gambar 27 Desain bubu lipat rajungan sebagai bubu lipat standar untuk acuan modifikasi

20 cm

(12)

Beberapa tahapan dan perubahan desain dan konstruksi dalam penyusunan desain dan konstruksi bubu lipat modifikasi dan bentuk pintu masuk kisi-kisi pada mulut bubu lipat seperti terlihat pada Gambar 28 dan Gambar 29.

Gambar 28 Tahapan pembuatan desain bubu lipat modifikasi pintu samping

Pintu jebakan bentuk kisi-kisi

(13)

Gambar 29 Tahapan pembuatan desain bentuk pintu jebakan bentuk kisi-kisi pada mulut bubu lipat modifikasi pintu samping

Pintu jebakan bentuk kisi-kisi tegak dengan celah tertutup

Pintu jebakan bentuk kisi-kisi tegak dengan celah terbuka

Pintu jebakan bentuk kisi-kisi celah ellips terbuka

(14)

Berdasarkan hasil tahapan desain yang telah dilakukan, maka desain bubu lipat lobster yang “diduga” efektif, yaitu:

(1) Bubu lipat lobster modifikasi pintu samping (satu pintu) dengan rekayasa pintu jebakan berbentuk kisi-kisi (Gambar 30). Bubu lipat modifikasi pintu samping berbentuk kotak (box type atau rectangular type with single entrance) dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 60 cm x 45 cm x

30 cm. Perbandingan volume : 1/7 kali dengan bubu lobster bentuk masif dan kaku. Bagian depan bubu membentuk sudut kemiringan 22,5˚ (slope net) sebagai jalan ke pintu masuk mulut bubu. Bingkai (frame) bubu

menggunakan besi galvanis berdiameter 0,6 cm dan jaring polyethylene

(PE) untuk pembungkus bubu dengan 210 D/18, mesh size 1,5 inci. Pintu

jebakan yang ditempatkan pada ujung mulut bubu adalah kisi-kisi ke arah bagian dalam bubu dan terbuat dari plastik dengan ketebalan 1 mm. Poros lipatan bubu terletak diantara jarak 20 cm dan 40 cm dari posisi memanjang.

Tabel 7 Spesifikasi bubu lipat modifikasi pintu samping

No. Bagian Konstruksi Spesifikasi

1 Nama : Bubu lipat modifikasi pintu samping (MPS) 2 Bentuk bubu Empat persegi panjang (box type)

3 Ukuran bubu 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt) 4 Jumlah pintu masuk 1 pintu; pintu samping

5 Jenis modifikasi: - Ukuran bubu lebih besar dibandingkan bubu lipat standar (pxlxt = 50 cm x 30 cm x 20 cm)

- Slope net (sudut kemiringan pintu masuk bubu) atas dan bawah : 22,5°

- Ukuran pintu masuk cukup lebar, yaitu 30 cm x 14 cm (panjang x tinggi)

- Terdapat pintu jebakan bentuk kisi-kisi bahan plastik yang berfungsi untuk memudahkan target masuk ke dalam bubu dan sulit untuk keluar

- Sumbu lipatan bubu terletak 20 cm dari bagian depan bubu

6 Bingkai (frame) Besi galvanis, dia. 6 mm. 7 Badan jaring (cover net) PE ms 1,5 inci, 210 D/18

(15)

Gambar 30 Desain bubu lipat modifikasi pintu samping (MPS) dengan pintu jebakan yang berbentuk kisi-kisi

Pintu jebakan bentuk kisi-kisi

(16)

(2) Bubu lipat modifikasi pintu atas dengan pintu jebakan yang berbentuk kisi-kisi (Gambar 31). Bubu lipat modifikasi pintu atas berbentuk trapesium (trapezoidal type with single entrance) dengan ukuran selang panjang x

lebar x tinggi adalah (30 – 60) cm x 45 cm x 30 cm. Perbandingan volume : 1/9 kali dengan bubu bentuk masif dan kaku. Bagian depan dan belakang sisi samping membentuk sudut kemiringan 70˚ (slope net) sebagai jalan

masuk ke arah pintu atas. Bahan yang digunakan adalah besi galvanis sebagai bingkai (frame) berdiameter 0,6 cm dan jaring polyethylene (PE)

untuk pembungkus bubu dengan 210 D/18, mesh size 1,5 inci. Pemicu

pintu masuk yang ditempatkan pada ujung mulut bubu adalah kisi-kisi ke arah bagian dalam bubu dan terbuat dari plastik dengan ketebalan 1 mm. Poros lipatan bubu terletak pada satu sisi bagian atas ujung slope net.

Tabel 8 Spesifikasi bubu lipat modifikasi pintu atas

No. Bagian Konstruksi Spesifikasi

1 Nama : Bubu lipat modifikasi pintu atas (MPA) 2 Bentuk bubu Trapesium (trapezoidal type)

3 Ukuran bubu 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt) 4 Jumlah pintu masuk 1 pintu; pintu atas

5 Jenis modifikasi: - Ukuran bubu lebih besar dibandingkan bubu lipat standar (pxlxt = 50 cm x 30 cm x 20 cm) dengan bagian atas menyempit.

- Slope net (sudut kemiringan pintu masuk bubu): 70°

- Ukuran pintu masuk cukup lebar, yaitu 30 cm x 14 cm (panjang x tinggi)

- Terdapat pintu jebakan bentuk kisi-kisi bahan plastik yang berfungsi untuk memudahkan target masuk ke dalam bubu dan sulit untuk keluar

- Sumbu lipatan bubu terletak 15 cm dari bagian depan bubu

6 Bingkai (frame) Besi galvanis, dia. 6 mm. 7 Badan jaring (cover net) PE ms 1,5 inci, 210 D/18

(17)

Gambar 31 Desain bubu lipat modifikasi pintu atas (MPA) dengan pintu jebakan yang berbentuk kisi-kisi

Pintu jebakan bentuk kisi-kisi

(18)

4.1.5 dilak bentu bubu meto semu terpa pintu keteb Pem M G 5 Rancang Pembuat kukan oleh uk bingkai u lipat yang ode experim Proses s ua bubu lip asang pada u jebakan b balan 1 mm masangan ba Membuat luba Gambar 32 g bangun bu tan bingkai kelompok disesuaikan g akan dibua mental fishin selanjutnya at modifika masing-ma bentuk kisi-m. adan jaring p

ang pada pin

Proses ranca ubu lipat m i (frame) bu usaha pem n dengan ga at sesuai de ng. adalah pe asi dan bubu

asing bingk -kisi yang t pada bingkai ntu jebakan ang bangun b modifikasi d ubu lipat m mbuat bubu ambar desai engan kebut emasangan u lipat stand kai bubu lip tebuat dari bubu lipat m dan standar modifikasi d lipat di C in bubu lipa tuhan kegiat badan jarin dar. Setelah pat, maka d bahan lem Pintu jebak Pemasan modifikasi dan r an bubu lip Cirebon. U at modifikas tan pengujia ng (cover n h semua ba dilakukan p mbaran plast kan bentuk ki

ngan pintu jeb

n bubu lipat pat standar Ukuran dan si. Jumlah an melalui net) untuk adan jaring pembuatan tik dengan isi-kisi bakan standar

(19)

(pxlxt). modifikas sebenarny dapat dilih Penyesuaia si adalah ya. Hasil ra hat pada Ga Ga G an ukuran untuk me ancang ban ambar 33, 3 ambar 33 Bu Gambar 34 bubu lipat emberikan ngun bubu l 4 dan Gamb

ubu lipat mod

Bubu lipat m t standar d keseragam ipat modifik bar 35. difikasi pintu modifikasi pi dengan uku man dalam kasi dan bu u samping intu atas uran bubu m ukuran

ubu lipat sta lipat yang andar

(20)

4.2

hasil (198 kebe sepe berfu dalam hidu dapa (artif yang terha 2006 men spes

Pemilihan

Pengope l tangkapan 89), umpan erhasilan su erti bubu d ungsi sebag m bubu. B up (live bait) at dibedaka ificial bait). g bersifat fis adap ikan-ik 6; Fitri 20 entukan pil ies yang ter

Gambar 35

n umpan a

erasian bub n yang optim n merupak atu operasi dan pancin gai pemikat Berdasarkan ) dan umpa an ke dala Efektivita sik dan kim kan tertentu 08). De lihan target rtangkap ses 5 Bubu lipat

alternatif

bu biasanya mum sesuai kan salah penangkap ng. Umpa t dengan tu kondisinya an mati (dea am umpan as umpan di miawi yang d u dalam tuj esain bubu spesies yan suai dengan t standar (bub a mengguna i dengan tar satu fakto an ikan, kh an digunak ujuan agar a, umpan da ad bait), sed alami (na tentukan ol dimilikinya ujuan penan dan umpa ng akan dita n harga pasa bu lipat rajun akan umpan rget. Menu or penting ususnya un kan dalam target terta apat dibeda dangkan me tural bait) leh bentuk r a agar dapat ngkapan ika an secara angkap dan ar yang ting ngan) n untuk m urut Subani g dalam m ntuk alat tan

pengoperas arik untuk akan ke dala enurut asaln dan umpa rangsangan t memberika an (Purbaya bersama-sa n selang uku gi (Miller 1 emberikan dan Barus menunjang ngkap pasif sian bubu masuk ke am umpan nya umpan an buatan (stimulus) an respons anto et al. ama dapat uran target 990).

(21)

lemak, protein dan chitine serta adanya bau yang menyengat merupakan umpan

yang sangat baik sebagai bahan atraktor untuk memikat lobster (Fielder 1965;

Phillips and Cobb 1980; Moosa dan Aswandy 1984). Jenis makanan alami lobster adalah jenis binatang lunak seperti bulu babi, bintang laut, teripang, lili

laut, siput laut dan kekerangan lainnya (Fielder 1965). Umpan yang berasal dari perairan laut yang biasa digunakan oleh nelayan adalah ikan rucah, siput laut (Kholifah 1998), umpan kanikil (Chiton sp), kepala ikan kembung (Rastrelliger

sp) (Sopati 2005). Umpan yang berasal dari wilayah daratan adalah kelapa bakar (Kholifah 1998), kulit kambing dan kulit sapi (Febrianti 2000), dan keong mas (Babylonia spirata L) (Sopati 2005).

Lobster lebih menyukai jenis umpan dalam keadaan segar (fresh) dan

diduga selain kandungan zat yang dimilikinya juga berkaitan dengan aroma (bau) kimiawi yang juga ditimbulkannya. Banyak kontroversial yang muncul di sekitar pertanyaan mengenai apakah krustasea adalah hewan pemakan bangkai, atau apakah hal tersebut suka membeda-bedakan dalam makanannya. Adalah suatu yang bersifat alami bahwa sekali waktu terjadi kelangkaan makanan, krustasea akan memakan apapun, tetapi percobaan-percobaan yang telah dilakukan dalam skala laboratorium dan juga di laut membuktikan secara meyakinkan bahwa metode penangkapan yang terbaik untuk semua makanan yang menggunakan umpan segar. Mereka kemudian menggunakan aspek morfologi tertentu untuk menduga kemungkinan sumber-sumber makanan. Berdasarkan kondisi ini, mereka tidak menganggap ikan yang bersisik sebagai makanannya, karena mereka terlalu bergerak cepat dan menduga bahwa moluska seperti kekerangan sebagai sumber makanan yang disukainya (Fielder 1965). Berdasarkan hal tersebut, dapat diindikasikan bahwa penggunaan umpan alami yang segar dan mengandung bahan rangsangan umpan bersifat kimiawi akan memberikan daya tarik bagi lobster.

Terdapat organisme yang berasal dari wilayah daratan yang diduga memiliki potensi ekonomis sebagai alternatif umpan alami bagi lobster, yaitu cacing tanah (Lumbricus rubellus). Cacing tanah sangat potensial untuk

(22)

dikembangkan sebagai bahan pangan dan pakan karena kandungan nutrisinya cukup tinggi, dimana komposisi kimia cacing tanah (g/100g), yaitu energi 110,50 kalori; protein 19,77; lemak 2,48; karbohidrat 2,25; air 72,69 dan abu 2,93 (Raharti 1999; Soenanto 2000), dan sebagai umpan ikan (Sihombing 1999).

Umpan yang mengandung asam amino diidentifikasi dapat menjadi stimulus dan atraktor makan pada ikan dan krustasea. Hampir semua studi mengenai rangsangan kimia untuk tingkah laku makan menunjukkan bahwa rangsangan makan pada ikan dan krustasea akan hilang seiring dengan hilangnya kandungan asam amino pada umpan (Engas and Lokkeborg 1994).

Profil asam amino esensial cacing tanah dan bekicot termasuk sangat baik sebagai bahan makanan untuk ikan dan udang (Sihombing 1999). Profil asam amino cacing tanah dan bekicot dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Profil asam amino (g/100g protein) cacing tanah (Lumbricus rubellus)

Profil asam amino Cacing tanah*

Esensial : - Arginin 7,30 - Fenilalanin 5,10 - Histidin 3,80 - Isoleusin 5,30 - Leusin 6,20 - Lisin 7,30 - Metionin 2,00 - Treonin 6,00 - Triptofan 2,10 - Valin 4,40 Non-esensial : - Alanin 5,40 - Asam aspatat 10,50 - Asam glutamat 13,20 - Glisin 4,30 - Prolin 5,10 - Serin 5,80 - Sistein 1,80 - Tirosin 4,60 Sumber : * Sabine (1982)

Pendekatan penggunaan umpan alami yang berasal dari wilayah daratan adalah bahwa umpan tersebut dapat dibudidayakan secara sederhana sehingga pengadaannya tidak membutuhkan biaya yang besar. Kegiatan pemeliharaan dalam budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) tidak dibutuhkan lahan yang

luas atau biaya pakan yang mahal, karena pemeliharaan cacing tanah bersifat zero feed cost (Edwards and Lotfy1972 diacu dalam Pardamean 2002). Selama ini

(23)

Kondisi saat ini, jenis umpan alami yang berasal dari perairan laut masih tersedia, namun memiliki harga yang cukup tinggi dan bersaing dengan kebutuhan tingkat konsumsi ikan oleh masyarakat, sehingga untuk pengadaan umpan akan meningkatkan biaya operasi penangkapan. Dengan demikian, diperlukan alternatif jenis umpan lainnya yang lebih ekonomis yang berasal dari wilayah daratan, yaitu cacing tanah yang diharapkan hasilnya akan cukup efektif dengan daya pikat yang baik dalam proses penangkapannya.

Gambar 36 Cacing tanah (Lumbricus rubellus)

Gambar 37 Bagian-bagian tubuh cacing tanah (Lumbricus rubellus) (sumber: Kumolo 2011)

(24)

Hagner and Engemann (1968) mengklasifikasikan cacing tanah Lumbricus rubellus sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Divisi : Vermes Filum : Annelida Kelas : Oligochaeta Ordo : Opisthopora Family : Lumbricidae Genus : Lumbricus

Spesies : Lumbricusrubellus

Bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat pintu atas dengan penambahan pintu jebakan bentuk kisi-kisi bahan plastik merupakan desain dan konstruksi yang pertama kali dibuat. Bentuk pintu masuk bubu yang terbuka menyebabkan lobster yang telah masuk ke dalam bubu akan dapat keluar dengan mudah dan juga bubu dapat menangkap berbagai jenis ikan lainnya sebagai hasil tangkapan sampingan (by-catch). Oleh karena itu, penggunaan pintu jebakan

pada mulut bubu diharapkan selain memudahkan lobster masuk ke dalam bubu dan sulit meloloskan diri, tetapi juga dapat mengurangi hasil tangkapan sampingan (by-catch)

Cacing tanah sebagai hewan yang berasal dari daratan sudah sering dilakukan sebagai umpan untuk memancing ikan di perairan umum. Kegiatan

experimental fishing menggunakan bubu lipat modifikasi dengan menggunakan

umpan cacing merupakan kegiatan uji coba penangkapan yang juga pertama kali dilakukan. Melalui pengujian, diharapkan dapat diukur efektivitasnya bila dibandingkan dengan bubu lipat standar dan umpan standar.

4.3 Efektivitas Bubu Lipat Dengan Umpan Ikan Tembang (Standar)

4.3.1 Komposisi hasil tangkapan (total)

Selama penelitian 31 trip operasi penangkapan diperoleh komposisi hasil tangkapan dalam jumlah (ekor) yang terdiri dari kelompok krustasea (lobster) sebagai Hasil Tangkapan Utama (HTU) dengan total 42 ekor (35,0%) terdiri dari 3 spesies, yaitu Lobster hijau pasir (Panulirus homarus) 39 ekor (32,5%),

Lobster hijau (Panulirus versicolor) 2 ekor (1,7%), dan Lobster mutiara

(25)

gram (33,4%) terdiri dari 3 spesies, yaitu Lobster hijau pasir (Panulirus homarus) 2605 gram (30,6%), Lobster hijau (Panulirus versicolor) 115 gram

(1,4%), dan Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 120 gram (1,4%).

Komposisi hasil tangkapan dalam jumlah (ekor) untuk Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) atau by-catch dengan total 78 ekor (65,0%) yang terdiri dari

kelompok krustasea (rajungan) 59 ekor (49,2%), kelompok moluska

(sotong-Sepia sp.) 14 ekor (11,7%), kelompok ikan (kerapu tutul- Epinephelus maculatus

dan sinreng- Canthigaster sp.) 5 ekor (4,2%).

Komposisi hasil tangkapan dalam berat (gram) untuk Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) atau by-catch dengan total 5665 gram (66,6%) yang terdiri dari

kelompok krustasea (rajungan) 4175 gram (49,1%), kelompok moluska

(sotong-Sepia sp.) 830 gram (9,8%), kelompok ikan (kerapu lumpur- Epinephelus maculatus dan sinreng- Canthigaster sp.) 660 gram (7,8%). Komposisi hasil

tangkapan (total) baik ukuran jumlah (ekor) maupun ukuran berat (gram) dapat dilihat pada Tabel 10, Gambar 38 dan 39.

Tabel 10 Komposisi hasil tangkapan total ukuran jumlah (ekor) dan ukuran berat (gram)

Jumlah Berat

No. Hasil tangkapan (ekor) % (gram) %

1 Utama:

a. Krustasea (lobster)

Lobster hijau pasir (Panulirus homarus) 39 32.5 2,605.0 30.6 Lobster hijau (Panulirus versicolor) 2 1.7 115.0 1.4 Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 1 0.8 120.0 1.4

sub-Total HTU 42 35.0 2,840.0 33.4

2 Sampingan (By-catch):

a. Krustasea (rajungan)

Rajungan (Portunus pelagicus) 10 8.3 700.0 8.2

Rajungan (Portunus sanguinolentus) 14 11.7 730.0 8.6 Rajungan (Carybdis natator) 28 23.3 1,645.0 19.3

Rajungan (Carybdis feriatus) 7 5.8 1,100.0 12.9

sub-Total 59 49.2 4,175.0 49.1

b. Moluska

Sotong (Sepia sp) 14 11.7 830.0 9.8

sub-Total 14 11.7 830.0 9.8

c. Ikan

Kerapu tutul (Epinephelus maculatus) 3 2.5 590.0 6.9 Singreng (Canthigaster sp.) 2 1.7 70.0 0.8

sub-Total 5 4.2 660.0 7.8

sub-Total HTS 78 65.0 5,665.0 66.6

(26)

Gambar 38 Komposisi hasil tangkapan total dalam jumlah (ekor)

Gambar 39 Komposisi hasil tangkapan total dalam berat (gram)

Rajungan, 59 ekor (49,2%) Sotong, 14 ekor (11,7%) Ikan, 5 ekor (4,2%) Lobster, 42 ekor (35,0%) Rajungan, 4.175 gram (49,1%) Sotong, 830 gram (9,8%) Ikan, 660 gram (7,8%) Lobster, 2.840 gram (33,4%)

(27)

42 ekor (3 dengan H diperoleh masing-m jumlah by Gamb Gambar 41 Be untuk lob yaitu bah dibanding 35,0%) dan HTS (Gamb bahwa hasi masing adal y-catch lebih ar 40 Kompo 1 Kompos erdasarkan bster adalah hwa hasil gkan dengan n 78 ekor (6 bar 40). B il tangkapan ah 2840 g h besar diba

osisi hasil tan

isi hasil tang rata-rata ha h 1,4 ekor ± tangkapan n HTU lobs 5,0%), dim Berdasarkan n lobster se gram (33,4% andingkan d ngkapan lob gkapan lobste asil tangkap ± 0,038 da n by-catch ter (Gamba mana by-catc n komposis bagai HTU %) dan 566 dengan HTS

ster dan by-c

er dan by-cat pan dalam j an by-catch (ekor) ad ar 42). ch lebih bes si total dala U dibandingk 65 gram (6 S (Gambar 4 catch dalam j tch dalam be umlah (eko sebesar 2, dalah 56% sar dibandin am berat (g kan dengan 66,6%), dim 41). jumlah (ekor erat (gram) or) per trip

5 ekor ± 0 % lebih ba ngkan gram) HTS mana r) ± SE 0,045, anyak

(28)

(Pan panj masi bahw ekon karen Ukur Daer yang daer Gamba Lobster nulirus hom ang karapas ih kecil (ba wa lobster y nomis, kare na memang ran lobster rah penang g cukup dan ah tersebut Gamba 1 1 2 2 H a s il Ta ngk a pa n Lobs te r ( e k or ) ar 42 Rata deng yang dom marus). L s 41 - 46 m aby lobster) yang tertan ena di bawa g ukuran y yang tertan gkapan dala ngkal, yaitu merupakan ar 43 Kompo 10 0 5 10 15 20 25 35 - 40 -rata jumlah gan by-catch minan terta obster yan mm (17 ekor (Gambar 4 ngkap seban ah 100 gram yang masih ngkap didom am penelitia u < 15 mete n daerah pem osisi panjang 17 41 - 46 SELANG KE h (ekor) hasi angkap ad g tertangka r) yang juga 43). Berdas nyak 39 ek m harga lob h kecil untu minasi oleh an ini adal er. Sehingg mbesaran lo g karapas (mm 12 47 - 52 5 ELAS PANJAN il tangkapan alah jenis ap dominan a merupakan sarkan selan kor merupak bster sanga uk dimanfa h ukuran di lah perairan ga ada kece obster. m) lobster ha 1 1 53 - 58 59 -NG KARAPAS

per trip ant

lobster h n pada sel n ukuran lo ng kelas ber kan di baw at rendah, s aatkan (Ga bawah size n dengan k enderungan asil tangkapa 1 1 - 64 65 - 7 (mm) tara lobster hijau pasir lang kelas bster yang rat (gram), wah ukuran selain juga ambar 44). e ekonomi. kedalaman n bahwa di an 70

(29)

Gambar 44 Komposisi berat (gram) lobster hasil tangkapan

4.3.2 Efektivitas bubu lipat penelitian

Berdasarkan penggunaan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping (MPS), bubu lipat Modifikasi Pintu Atas (MPA) dan bubu lipat Standar (S) selama 31 trip operasi penangkapan tersebut dengan menggunakan umpan tembang, maka komposisi hasil tangkapan lobster sebagai Hasil Tangkapan Utama (HTU), masing-masing adalah 14 ekor (33,3%), 25 ekor (29,5%), dan 3 ekor (7,1%), sedangkan komposisi Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) atau by-catch,

masing-masing adalah 22 ekor (28,2%), 44 ekor (56,4%), dan 9 ekor (11,5%) (Tabel 11 dan Gambar 45).

Tabel 11 Komposisi hasil tangkapan lobster berdasarkan jenis bubu lipat

Jenis bubu lipat

(S) (MPS) (MPA)

No. Hasil tangkapan Jumlah Jumlah Jumlah

(ekor) % (ekor) % (ekor) %

1 Utama: lobster 25 59.5 14 33.3 3 7.1 2 Sampingan: By-catch 44 56.4 22 28.2 9 11.5 Total 69 57.5 36 30.0 12 10.0 10 25 3 1 1 2 0 5 10 15 20 25 30 40 - 57 58 - 75 76 - 93 94 - 111 112 - 129 130 - 147

SELANG KELAS BERAT (gram)

H asi l T an g kap an L o b s ter

(30)

Gambar 45 Komposisi hasil tangkapan lobster berdasarkan jenis bubu lipat Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk total hasil tangkapan lobster (Tabel 12) menunjukkan bahwa faktor bubu lipat dengan perlakuan umpan tembang berpengaruh nyata (Fvalue = 9,44 > Ftabel = 3,097 atau p-value = 0.0002 <

0.05) pada taraf nyata 5%. Demikian juga bila dilihat dari perbedaan nilai rata-rata hasil tangkapan lobster (ekor) per trip ± SE, dimana terlihat bahwa bubu lipat standar (0,8 ekor ± 0,03) lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat MPS (0,5 ekor ± 0,02) dan MPA (0,1 ekor ± 0,01). Bubu lipat MPS (0,5 ekor ± 0,02) lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat MPA (0,1 ekor ± 0,01) (Gambar 46). Sementara rata-rata hasil tangkapan by-catch (ekor) per trip ± SE, dimana terlihat

bahwa bubu lipat modifikasi lebih sedikit, yaitu masing-masing untuk MPS (0,7 ekor ± 0,02) dan MPA (0,6 ekor ± 0,05) dibandingkan dengan bubu lipat standar (1,5 ekor ± 0,04) (Gambar 47). Meskipun bubu lipat modifikasi memberikan hasil tangkapan sampingan (by-catch) yang lebih sedikit dibandingkan dengan

hasil tangkapan bubu lipat standar, namun jenis hasil tangkapan sampingan tersebut juga memiliki nilai komersial yang baik.

25 30 10 4 14 1 1 0 18 3 8 3 0 5 10 15 20 25 30 35

Lobster Rajungan Sotong Ikan

HASIL TANGKAPAN Ju m lah ( ek o r)

Bubu Lipat Standar (S)

Bubu Lipat Modifikasi Pintu Samping (MPS) Bubu Lipat Modifikasi Pintu Atas (MPA)

(31)

Perlakuan Galat Total Kor F tabel = 3, Ga Gam n reksi ,097 ambar 46 Ra an mbar 47 Ra an 2 90 3 92 4 ata-rata jumla ntara bubu lip

ata-rata jumla ntara bubu lip

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 R a ta -r a ta Jum lah b y -cat ch ( eko r) per Tr ip + S E 7.80645161 7.22580645 45.03225806 ah (ekor) lob pat Standar, M ah (ekor) by-pat Standar, M 1.5 JENIS

Bubu lipat Standa Bubu lipat Modifik Bubu lipat Modifik

3.903225 0.413620

bster yang ter MPS dengan -catch yang t MPS dengan 0.7 0.6 1 BUBU LIPAT ar (S)

kasi Pintu Samping (M kasi Pintu Atas (MPA

581 9.44* 007 rtangkap per n bubu lipat M tertangkap pe n bubu lipat M MPS) A) * 0.0 trip ± SE MPA er trip ± SE MPA 002

(32)

Pengujian bubu lipat penelitian, yaitu bubu lipat modifikasi pintu samping, modifikasi pintu atas dan bubu lipat standar telah dilakukan selama 31 trip dengan menggunakan umpan tembang sebagai umpan standar. Pengujian ini untuk melihat respons hasil tangkapan lobster dari masing-masing bubu lipat, sehingga dapat diketahui efektivitasnya.

Unit alat tangkap penelitian menggunakan sistem longline yang dapat

diperhitungkan nilai efektivitasnya, yaitu prosentase jumlah lobster yang tertangkap pada jenis bubu lipat tertentu terhadap total bubu lipat yang dioperasikan untuk keseluruhan trip penangkapan (Tabel 13).

Tabel 13 Nilai efektivitas bubu lipat

Jumlah Jumlah Jumlah Efektivitas

No. Jenis lobster Hari bubu bubu lipat

bubu lipat operasi lipat/trip

(ekor) (trip) (bubu) (%)

1 Standar (S) 25 31 12 6.7

2 Modifikasi Pintu Samping (MPS) 14 31 12 3.8

3 Modifikasi Pintu Atas (MPA) 3 31 12 0.8

Berdasarkan perhitungan nilai efektivitas bubu lipat pada Tabel 13 di atas, maka efektivitas bubu lipat standar (6,7%) lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu samping (3,8%) dan bubu lipat modifikasi pintu atas (0,8%). Sementara, nilai efektivitas bubu lipat modifikasi pintu samping (3,8%) lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu atas (0,8%).

Bubu lipat modifikasi pintu samping memberikan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bubu lipat standar. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada konstruksi pintu jebakan yang terkait dengan ketebalan bahan dan lebar kisi-kisi. Permasalahannya adalah apakah keberadaan pintu jebakan memberikan dampak terhadap sulitnya lobster masuk ke dalam bubu. Sementara, bubu lipat modifikasi pintu atas kemungkinan besar terkait dengan tingginya sudut kemiringan pintu masuk (slope net) menuju pintu atas. Namun

demikian, bubu lipat modifikasi tetap memperoleh hasil tangkapan lobster, meskipun tidak sebanyak hasil tangkapan bubu lipat standar.

(33)

4.4.1 Komposisi hasil tangkapan (total)

Selama penelitian 20 trip operasi penangkapan diperoleh komposisi hasil tangkapan yang terdiri dari : kelompok krustasea (lobster) sebagai Hasil Tangkapan Utama (HTU) dengan total 31 ekor (33,7%) terdiri dari 3 spesies, yaitu Lobster hijau pasir (Panulirus homarus) 29 ekor (31,5%), Lobster hijau

(Panulirus versicolor) 1 ekor (1,1%), dan Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 1

ekor (1,1%).

Komposisi hasil tangkapan dalam berat (gram) yang terdiri dari kelompok krustasea (lobster) sebagai HTU dengan total 1925,5 gram (27,0%) terdiri dari 3 spesies, yaitu Lobster hijau pasir (Panulirus homarus) 1780,5 gram (25,0%),

Lobster hijau (Panulirus versicolor) 55 gram (0,8%), dan Lobster mutiara

(Panulirus ornatus) 90 gram (1,3%).

Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) atau by-catch dengan total 61 ekor

(66,3%) yang terdiri dari kelompok krustasea (rajungan) 33 ekor (35,9%), kelompok moluska (sotong-Sepia sp.) 22 ekor (23,9%), kelompok ikan (kerapu

tutul- Epinephelus maculatus) 5 ekor (5,4%), dan kelompok krustasea (udang

ronggeng- Squilla mantis) 1 ekor (1,1%).

Komposisi hasil tangkapan dalam berat (gram) untuk by-catch dengan

total 5207 gram (73,0%) yang terdiri dari kelompok krustasea (rajungan) 3331 gram (46,7%), kelompok moluska (sotong-Sepia sp.) 1312 gram (18,4%),

kelompok ikan (kerapu tutul- Epinephelus maculatus dan sinreng- Canthigaster

sp.) 494 gram (6,9%), dan kelompok krustasea (udang ronggeng- Squilla mantis)

70 gram (1,0%). Komposisi hasil tangkapan (total) baik ukuran jumlah (ekor) maupun ukuran berat (gram) dapat dilihat pada Tabel 14, Gambar 48 dan 49.

Berdasarkan komposisi total (ekor) diperoleh bahwa hasil tangkapan lobster sebagai HTU dibandingkan dengan HTS masing-masing adalah 31 ekor (33,7%) dan 61 ekor (66,3%), dimana by-catch lebih besar dibandingkan dengan

HTS (Gambar 50). Rata-rata hasil tangkapan (ekor) per trip ± SE untuk lobster adalah 1,6 ekor ± 0,04 dan by-catch sebesar 3,1 ekor ± 0,11 (Gambar 51).

(34)

Tabel 14 Komposisi hasil tangkapan total jumlah (ekor) dan berat (gram)

Jumlah Berat

No. Hasil tangkapan (ekor) % (gram) %

1 Utama:

a. Krustasea (lobster)

Lobster hijau pasir (Panulirus homarus) 29 31.5 1,780.5 25.0

Lobster hijau (Panulirus versicolor) 1 1.1 55.0 0.8

Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 1 1.1 90.0 1.3

sub-Total HTU 31 33.7 1,925.5 27.0

2 Sampingan (By-catch):

a. Krustasea (rajungan)

Rajungan (Portunus pelagicus) 4 4.3 280.0 3.9

Rajungan (Portunus sanguinolentus) 7 7.6 205.0 2.9

Rajungan (Carybdis natator) 10 10.9 495.0 6.9

Rajungan (Carybdis feriatus) 12 13.0 2,351.0 33.0

sub-Total 33 35.9 3,331.0 46.7

b. Moluska

Sotong (Sepia sp) 22 23.9 1,312.0 18.4

sub-Total 22 23.9 1,312.0 18.4

c. Ikan

Kerapu tutul (Epinephelus maculatus) 4 4.3 474.0 6.6 Singreng (Canthigaster sp.) 1 1.1 20.0 0.3

sub-Total 5 5.4 494.0 6.9

d. Krustasea (udang)

Udang ronggeng (Squilla mantis) 1 1.1 70.0 1.0

sub-Total 1 1.1 70.0 1.0

sub-Total HTS 61 66.3 5,207.0 73.0

Total Hasil Tangkapan 92 100 7,132.5 100

Gambar 48 Komposisi hasil tangkapan total dalam jumlah (ekor)

Sotong 22 ekor (23,9%) Ikan 5 ekor (5,4%) Udang 1 ekor (1,1%) Rajungan 33 ekor (35,9%) Lobster 31 ekor (33,7%)

(35)

Gambar 4 Gambar 50 Gambar 51 49 Komposisi 0 Komposisi 1 Rata-rata h antara lob i hasil tangk hasil tangka hasil tangkap ster dengan b apan total da

apan total dal

pan (ekor) pe by-catch Rajungan 3331,0 gram (46,7%) alam berat (g lam jumlah ( er trip ± SE a gram) (ekor) antara

(36)

Lobster yang dominan tertangkap adalah jenis lobster hijau pasir (Panulirus homarus). Lobster yang tertangkap dominan pada selang kelas

panjang karapas 38 – 45 mm (18 ekor) yang merupakan ukuran lobster yang masih kecil (baby lobster) (Gambar 52). Pada trip ke-8 tertangkap se-ekor jenis

lobster hijau pasir (Panulirus homarus) dengan ukuran panjang karapas 120 mm

dan berat 120 gram sudah memiliki telur (Gambar 53). Berdasarkan selang kelas berat (gram) lobster yang tertangkap sebanyak 30 ekor merupakan di bawah ukuran ekonomis, karena di bawah 100 gram harga lobster sangat rendah, selain juga karena memang ukuran yang masih kecil untuk dimanfaatkan (Gambar 54).

Gambar 52 Komposisi selang kelas panjang karapas (mm) lobster hasil tangkapan

Gambar 53 Lobster hijau pasir dengan telur yang melekat pada pleopod 2 18 5 2 2 2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 30 - 37 38 - 45 46 - 53 54 - 61 62 - 69 70 - 77

Selang Kelas Panjang Karapas (mm)

H a si l T an g k ap an L o b st er ( eko r)

(37)

Gambar 54 Komposisi selang kelas berat (gram) lobster hasil tangkapan

Hasil analisis sidik ragam untuk total hasil tangkapan lobster (Tabel 15) menunjukkan bahwa faktor bubu lipat dan perlakuan umpan berpengaruh nyata (Fvalue = 3,45 > Ftabel = 2.72 atau p-value = 0.0206 < 0.05) pada taraf nyata 5%.

Tabel 15 Analisis sidik ragam perlakuan terhadap total hasil tangkapan lobster Sumber

keragaman

db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah

F(0,05) Probabilitas Perlakuan 3 0.88266572 0.29422191 3.45* 0.0206 Galat 76 6.47633388 0.08521492

Total Koreksi 79 7.35899959

Dari hasil analisis sidik ragam masing-masing faktor terlihat bahwa jenis umpan berpengaruh terhadap hasil tangkapan pada taraf nyata 5%, dengan p– value = 0,0296 < 0.05. Jenis bubu berpengaruh terhadap hasil tangkapan (α = 5%), dengan p–value = 0.0396 < 0.05. Di antara bubu dan umpan tidak ada interaksi pada taraf nyata 5% terlihat pada p–value = 0.3073 > 0.05 (Tabel 16). Tabel 16 Analisis sidik ragam masing-masing faktor terhadap total hasil tangkapan

lobster

Sumber keragaman db Kuadrat Tengah F(0,05) Probabilitas

Umpan 1 0.41900295 4,92* 0.0296 Bubu 1 0.37362545 4,38* 0.0396 Interaksi Umpan-Bubu 1 0.09003732 1,06 0.3073 8 7 8 4 3 1 0 2 4 6 8 10 12 14 25 - 41 42 - 58 59 - 75 76 - 92 93 - 109 110 - 126

Selang Kelas Berat (gram)

H a s il Tangk apan Lobst e

(38)

4.4.2 Perbedaan efektivitas bubu lipat

Berdasarkan penggunaan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping (MPS) dengan bubu lipat Standar (S) selama 20 trip operasi penangkapan tersebut dengan mengabaikan penggunaan umpan, maka komposisi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 17. Perolehan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping (MPS) untuk kelompok krustasea (lobster) sebagai Hasil Tangkapan Utama (HTU) dengan total 9 ekor (29,0%), sementara komposisi hasil tangkapan perolehan bubu lipat Standar (S) adalah kelompok krustasea (lobster) 22 ekor (71,0%). Perolehan bubu lipat MPS untuk Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) atau by-catch dengan total 20 ekor (32,8%), sementara komposisi hasil tangkapan

perolehan bubu lipat Standar (S) untuk by-catch dengan total 41 ekor (67,2%).

Tabel 17 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis bubu lipat

Jenis bubu lipat

Standar Modifikasi Pintu Samping

No. Hasil tangkapan Jumlah Jumlah

(ekor) % (ekor) %

1 Utama: lobster 22 71.0 9 29.0

2 Sampingan: By-catch 41 67.2 20 32.8

Dari hasil pengujian dengan uji Duncan, terlihat bahwa kedua jenis bubu, baik bubu lipat Modifikasi Pintu Samping (MPS) maupun bubu lipat Standar (S) berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Dalam hal ini bubu yang paling baik digunakan adalah bubu lipat Standar (S) dengan nilai Mean 0,96025 yang lebih

besar dibandingkan dengan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping (MPS) yaitu yaitu 0,82358 (Tabel 18).

Tabel 18 Uji Duncan untuk faktor bubu lipat terhadap hasil tangkapan lobster Mean dengan nilai yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%

Duncan group Jenis bubu lipat n Mean

A Standar (S) 40 0,96025

B Modifikasi Pintu Samping (MPS) 40 0,82358

Rata-rata hasil tangkapan lobster per trip ± SE dengan menggunakan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping (MPS) adalah 0,5 ekor ± 0,03, sedangkan bubu lipat Standar (S) adalah 1,1 ekor ± 0,05 (Gambar 55). Rata-rata hasil tangkapan

(39)

ekor ± 0,0 Be bubu lipa hidup da tangkapan dari bubu sama den dapat me standar (S Gambar 55 08. (Gambar erdasarkan at modifikas an lengkap nnya masih u lipat stand ngan penguj ngurangi b S). 5 Rata-rata penggunaa Standar (S r 56). hasil peng si pintu sam p semua h kecil hing dar. Hasil in jian sebelum by-catch hin hasil tangk an bubu lipat ) amatan di mping berha anggota b gga kemam ni juga mem mnya. Nam ngga 50% kapan lobste t Modifikasi lapangan d asil menang badannya, mpuan mena mberikan n mun demik dibandingk er (ekor) p Pintu Samp dan analisis gkap lobster meskipun angkap lob nilai efektiv kian, bubu kan penggun per trip ± ping (MPS) d s terlihat b r dalam kea rata-rata ster hanya vitas yang r lipat modif naan bubu SE berdas dengan bubu ahwa adaan hasil 50% relatif fikasi lipat sarkan u lipat

(40)

Gam samp untu sehin diper terta diop Tabe No 1 2 mbar 56 Rata-peng Stand Pengujia ping dan bu uk melihat r ngga dapat Unit ala rhitungkan angkap pad erasikan un l 19 Nilai ef . Standar ( Modifika -rata hasil ggunaan bubu dar (S) an berdasark ubu lipat st respons has diketahui ef at tangkap nilai efek da jenis bu ntuk keselur fektivitas bub Jenis bubu lipa (S)

asi Pintu Sam

tangkapan u lipat Modi kan faktor b tandar telah sil tangkap fektivitasny penelitian ktivitasnya, ubu lipat ruhan trip pe bu lipat at mping (MPS by-catch (e ifikasi Pintu bubu lipat, y h dilakukan an lobster ya. menggunak , yaitu pr tertentu te enangkapan Jumlah lobster (ekor) 22 ) 9 ekor) per tr Samping (M yaitu bubu n selama 20 dari masin kan sistem osentase ju erhadap tot n (Tabel 19) Jumlah Hari operasi (trip) 20 20 rip ± SE b MPS) dengan lipat modif 0 trip. Pen ng-masing b longline y umlah lob tal bubu l ). Jumlah bubu lipat/trip (bubu) 12 12 berdasarkan n bubu lipat fikasi pintu ngujian ini bubu lipat, yang dapat ster yang lipat yang Efektivitas bubu lipat (%) 9.2 3.8 s 2 8

(41)

lipat modifikasi pintu samping (3,8%). Bubu lipat modifikasi pintu samping memberikan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bubu lipat standar yang merupakan hasil yang sama dengan pengujian sebelumnya, sehingga bubu lipat standar dapat dikatakan lebih baik dalam memberikan hasil tangkapan lobster.

4.4.3 Perbedaan efektivitas umpan

Berdasarkan penggunaan umpan cacing tanah dengan umpan tembang (standar) selama 20 trip operasi penangkapan dengan mengabaikan jenis bubu lipat yang digunakan, maka komposisi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 20. Perolehan bubu lipat dengan umpan cacing tanah untuk kelompok krustasea (lobster) sebagai HTU dengan total 22 ekor (71,0%), sementara komposisi hasil tangkapan perolehan bubu lipat dengan umpan tembang (standar) adalah kelompok krustasea (lobster) 9 ekor (29,0%). Perolehan bubu lipat dengan umpan cacing tanah untuk by-catch dengan total 24 ekor (39,3%), sementara komposisi

hasil tangkapan perolehan bubu lipat dengan umpan tembang (Standar) by-catch

dengan total 37 ekor (60,7%).

Tabel 20 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan

Jenis umpan

Tembang Cacing tanah

No. Hasil tangkapan Jumlah Jumlah

(ekor) % (ekor) %

1 Utama: lobster 9 29.0 22 71.0

2 Sampingan: By-catch 37 60.7 24 39.3

Dari hasil pengujian dengan uji Duncan, terlihat bahwa kedua jenis umpan, baik umpan cacing tanah maupun umpan ikan tembang (standar) berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Dalam hal ini bahwa umpan cacing tanah lebih baik dibandingkan dengan umpan standar yang biasa digunakan oleh nelayan, dimana nilai Mean umpan cacing tanah sebesar 0.96429 lebih besar dibandingkan dengan

(42)

Tabe D meng yang (Gam yang lipat (Gam mem lobst ump Gam l 21 Uji Dun Mean de Duncan group A B Rata-rat ggunakan u g mengguna mbar 57). R g mengguna t yang men mbar 58). Hasil an mberikan ni ter lebih d an tembang mbar 57 Rata-peng ncan untuk f engan nilai y p a hasil tang umpan cacin akan umpan Rata-rata ha akan umpan nggunakan nalisis men ilai efektivi dari 50% d g (standar). -rata hasil ggunaan bubu faktor umpan ang sama tid Jenis u Tembang ( Cacing gkapan lob ng tanah ad n tembang asil tangkap n cacing tan umpan tem nunjukkan itas yang le dibandingka tangkapan u lipat denga n terhadap ha dak berbeda n mpan (standar) tanah ster per trip dalah 1,1 ek (standar) a pan by-catch nah adalah 1 mbang (sta bahwa pen ebih baik d an dengan lobster (ek an umpan cac asil tangkapa nyata pada ta n 40 40 p ± SE den kor ± 0,03, adalah 0,5 h per trip ± 1,2 ekor ± 0 andar) adal nggunaan u dengan kem bubu lipat

kor) per tri cing tanah da an lobster araf nyata 5% Me 0.81 0.96 ngan bubu sedangkan ekor per tr SE dengan 0,06, sedang lah 1,9 eko umpan cac mampuan m yang men ip ± SE b an umpan tem % ean 954 429 lipat yang bubu lipat rip ± 0,03 bubu lipat gkan bubu or ± 0,08 cing tanah menangkap nggunakan berdasarkan mbang (S)

(43)

Gambar 58 Pe umpan ika ini untuk mengguna efektivitas Un diperhitun tertangkap bubu lipat Tabel 22 N No. 1 Te 2 Ca Be maka efek besar diba 8 Rata-rata penggunaa engujian ber an tembang k melihat akan mas snya. nit alat ta ngkan nilai p pada bubu t yang diope Nilai efektivi Jen um embang (stan acing tanah ( erdasarkan ktivitas bub andingkan d hasil tangk an bubu lipat rdasarkan fa g dan cacing respons h ing-masing angkap pe efektivitasn u lipat yang erasikan un itas umpan nis mpan ndar) (alternatif) perhitungan bu lipat yang dengan yang kapan by-cat t dengan ump faktor umpa g tanah telah hasil tangka g jenis u enelitian m nya, yaitu s g menggunak ntuk keseluru Jumla lobste (ekor n nilai efek g mengguna g mengguna tch (ekor) pan cacing ta an, yaitu bub

h dilakukan apan lobst umpan, se menggunaka ebagai pros kan jenis um uhan trip pe ah Jumla er Hari operas r) (trip) 9 22 ktivitas ump akan umpan akan umpan per trip ± anah dan ump bu lipat yan n selama 20 ter dari bu ehingga d an sistem sentase jum mpan terten enangkapan ah Jumla i bubu si lipat/tr ) (bubu 20 20 pan pada T n cacing tan n tembang ( SE berdas pan tembang ng menggun 0 trip. Peng ubu lipat dapat dike longline d mlah lobster ntu terhadap n. ah Efektiv u bubu l rip u) (% 12 12 Tabel 22 di nah (9,2%) 3,8%). sarkan g (S) nakan gujian yang etahui dapat yang p total vitas lipat ) 3.8 9.2 atas, lebih

(44)

4.5

diket penu diper 9 jam 10,3 (stan bahw kada diban berd jam 45,1 meng penu (Gam Gam

Perubaha

Berdasa tahui bahw urunan kada rhitungkan m, dan 12 j 5%, 10,41% ndar) diman wa data aw ar protein ndingkan d dasarkan lam dan terjad 6%, 50,90% galami pen urunan 9,76 mbar 60). mbar 59 Perub lama

an Kadar P

rkan hasil a a data awal ar protein (% berdasarkan jam dan te %, 11,27%, na hasil anal wal umpan t (%) yang dengan um ma perendam di penuruna %, 51,76% nurunan ka 6% ± 0,40 d bahan kadar a perendaman

Protein da

analisis kad l umpan cac %) yang dip n lama pere rjadi penur , dan 12,41 lisis kadar p tembang m diperhitun mpan cacin man selama an berturut (Gambar 5 adar protei dibandingka protein ump n

an Lemak

dar protein ( cing tanah m perhitungka endaman se runan bertur 1%. Begit protein (%) mengandung ngkan dari ng tanah. a 1 jam, 2 j t-turut adal 9). Dengan in yang c an dengan pan cacing ta

Umpan

(%) gram da mengandun an dari data lama 1 jam rut-turut ad tu juga den gram dalam g 11,67% d data awa Analisis y am, 3 jam, lah 5,40% n demikian cukup lamb umpan tem

anah dan tem

alam 100 gr ng 18,45% d a awal. Ana m, 2 jam, 3 ja dalah 5,53% ngan umpan m 100 gram dan terjadi p al yang le yang diper 6 jam, 9 ja %, 12,77% , bahwa cac bat dengan mbang 34,90 mbang berdasa ram, maka dan terjadi alisis yang am, 6 jam, %, 8,56%, n tembang m diketahui penurunan ebih besar rhitungkan am, dan 12 , 43,44%, cing tanah n rata-rata 0% ± 3,40 arkan

(45)

Gambar 60 Be diketahui penurunan diperhitun 9 jam, da 59,72%, 7 (standar) bahwa da kadar lem dibanding berdasark jam dan 37,50%, 5 mengalam 65,48% ± 0 Rata-rata tembang b erdasarkan bahwa dat n kadar lem ngkan berda an 12 jam d 72,99%, 78 dimana has ata awal um mak (%) gkan denga kan lama pe terjadi pen 55,77%, 75 mi penuruna ± 3,04 diban perubahan k erdasarkan l hasil analis a awal ump mak (%) yan asarkan lam dan terjadi p 8,20%, dan sil analisis k mpan temb yang dipe an umpan rendaman s nurunan be ,96% (Gam an kadar lem ndingkan den kadar protei ama perenda sis kadar lem

pan cacing ng diperhitu ma perendam penurunan b n 90,52%. kadar lemak bang menga erhitungkan cacing tan selama 1 jam erturut-turut mbar 61). D mak yang le ngan temba in (% ± SE aman mak (%) gr tanah meng ungkan dar man selama berturut-tur Begitu jug k (%) gram andung 1,0 dari data nah. Ana m, 2 jam, 3 t adalah 2 Dengan dem ebih cepat d ang 41,51% E) umpan c ram dalam gandung 2, ri data awal 1 jam, 2 jam rut adalah ga dengan u m dalam 100 4% dan te a awal ya alisis yang 3 jam, 6 jam 23,08%, 24 mikian, bahw dengan rata ± 3,44 (Ga cacing tanah 100 gram, m 11% dan te l. Analisis m, 3 jam, 6 45,2%, 46, umpan tem 0 gram dike erjadi penur ang lebih diperhitun m, 9 jam, da 4,04%, 32, wa cacing t a-rata penur ambar 62). h dan maka erjadi yang 6 jam, 45%, mbang etahui runan kecil ngkan an 12 69%, tanah runan

(46)

Gam Gam mbar 61 Perub lama mbar 62 Rata-berda bahan kadar a perendaman -rata perubah asarkan lama 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 R a ta -r a ta pe nur una n k a da r le m a k ( % ) + SE lemak umpa n

han kadar lem a perendaman 65 JEN C T an cacing tan mak (% ± SE n .48 41.51 1 NIS UMPAN Cacing tanah Tembang

nah dan temb

E) umpan cac 1 bang berdasa cing tanah da rkan an tembang

(47)

dibandingkan dengan umpan tembang (standar) dan hal ini dapat menjadi acuan penjelasan bahwa cacing tanah adalah umpan yang efektif dalam penangkapan lobster dengan alat tangkap bubu lipat.

Hasil perendaman terhadap umpan cacing tanah dan tembang terlihat terjadi beberapa perubahan seperti warna umpan, dan bau khas dari masing-masing umpan. Semakin lama di rendam, warna umpan terlihat berubah, seperti cacing tanah akan berubah menjadi berwarna hitam, lumer dan lengket. Saat masih dalam keadaan basah cacing tanah masih berbau khas dan segar, namun setelah mengering akan berbau busuk. Umpan tembang dalam keadaan basah, setelah dilakukan perendaman tidak terlalu terlihat perubahannya, karena umpan tembang yang direndam adalah utuh per ekor ikan dan berbau khas ikan segar. Namun saat sudah mulai kering akan tercium bau ikan yang tidak segar lagi dan ikan terlihat mulai pucat. Perubahan fisik umpan setelah perendaman dapat dilihat pada Lampiran 11.

(48)

Gambar

Gambar 27   Desain bubu lipat rajungan sebagai bubu lipat standar              untuk acuan modifikasi
Gambar 28  Tahapan pembuatan desain bubu lipat modifikasi pintu samping
Gambar 29    Tahapan  pembuatan desain bentuk pintu jebakan bentuk kisi-kisi pada  mulut bubu lipat modifikasi pintu samping
Gambar 30    Desain bubu lipat modifikasi pintu samping (MPS) dengan pintu jebakan  yang berbentuk kisi-kisi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Satu trip pengoperasian bubu berlangsung selama satu hari (one day fishing). Nelayan yang mengoperasikan bubu lipat di Kronjo dalam satu perahu berjumlah 3 - 4 orang. Nelayan