• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus paru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapsus paru"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN Sindrom gangguan pernapasan akut (

Sindrom gangguan pernapasan akut ( Acute respiratory distres Acute respiratory distress syndromes syndrome -  -ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya akibat sepsis, ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal ini ditandai dengan dyspnea, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal ini ditandai dengan dyspnea, hipoksemia,

hipoksemia, fungsi paru-paru fungsi paru-paru yang yang menurun, menurun, dan infiltrat ddan infiltrat difus bilateral padifus bilateral padaa radiografi dada. Oksigenasi yang adekuat, pengistirahatan paru-paru, dan radiografi dada. Oksigenasi yang adekuat, pengistirahatan paru-paru, dan  perawatan

 perawatan suportif suportif adalah adalah dasar-dasar dasar-dasar terapi. terapi. Pengelolaan Pengelolaan sindrom sindrom gangguangangguan  pernapasan akut s

 pernapasan akut sering membutuhkan intubasi ering membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilaendotrakeal dan ventilasi mekanik.si mekanik. Pemberian volume tidal yang rendah dan tekanan ventilator yang rendah Pemberian volume tidal yang rendah dan tekanan ventilator yang rendah dianjurkan untuk menghindari cedera akibat ventilator. Koreksi tepat waktu dari dianjurkan untuk menghindari cedera akibat ventilator. Koreksi tepat waktu dari kondisi klinis sangat penting untuk mencegah cedera lebih lanjut. Percobaan kondisi klinis sangat penting untuk mencegah cedera lebih lanjut. Percobaan eksperimental

eksperimental menunjukkan menunjukkan penggunaan penggunaan berbagai berbagai obat-obatan yang obat-obatan yang diberikandiberikan sesuai patofisiologi belum berkhasiat secara klinis. Komplikasi seperti sesuai patofisiologi belum berkhasiat secara klinis. Komplikasi seperti  pneumotoraks, e

 pneumotoraks, efusi fusi pleura, pleura, dan dan pneumonia fpneumonia fokal okal harus harus diidentifikasi diidentifikasi dan dan segerasegera diobati. Selama dekade terakhir, angka kematian telah menurun dari lebih dari diobati. Selama dekade terakhir, angka kematian telah menurun dari lebih dari 50% menjadi 32-45%. Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan organ 50% menjadi 32-45%. Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan organ multisystem daripada kegagalan pernapasan saja.

multisystem daripada kegagalan pernapasan saja.11

. .

(2)

BAB II BAB II LAPORAN KASUS LAPORAN KASUS 2.1 IDENTITAS PASIEN 2.1 IDENTITAS PASIEN  Nama  Nama : : Tn. MTn. M Umur

Umur : : 69 69 tahuntahun Jenis

Jenis kelamin kelamin : : Laki-lakiLaki-laki Agama

Agama : : IslamIslam Pekerjaan

Pekerjaan : : WiraswastaWiraswasta Alamat

Alamat : : MaraukeMarauke  Nama RS

 Nama RS : : RSUD Kota MakassarRSUD Kota Makassar  No.RM

 No.RM : : 246183246183 Tgl.

Tgl. MRS MRS : : 22 22 April April 20182018 Pukul

Pukul : : 02.58 02.58 WITAWITA Perawatan

Perawatan : : Perawatan Perawatan IsolasiIsolasi DPK

DPK : : dr. dr. Edward Edward P. P. Wiriansya, Wiriansya, Sp.PSp.P

2.2 ANAMNESIS (HETEROANAMNESIS) 2.2 ANAMNESIS (HETEROANAMNESIS) KU

KU : : Sesak Sesak NafasNafas

AT :

AT :

Pasien masuk rumah

Pasien masuk rumah sakit dengan sakit dengan keluhan sesak nafas keluhan sesak nafas akut sejak 5 akut sejak 5 hari laluhari lalu yang lalu, sakit kepala (+), demam (+), keringat dingin (+), batuk (+), lendir (+), yang lalu, sakit kepala (+), demam (+), keringat dingin (+), batuk (+), lendir (+), nafsu makan menurun

nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati (-), (+), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-). Riw. Merokomual (-), muntah (-). Riw. Merokokk 20 tahun yang lalu (+), Riw. Bepergian ke Arab Saudi 6 hari yang lalu, sempat 20 tahun yang lalu (+), Riw. Bepergian ke Arab Saudi 6 hari yang lalu, sempat demam dan keringat dingin, Riw. Pergi ke peternakan unta, sesak pertama kali di demam dan keringat dingin, Riw. Pergi ke peternakan unta, sesak pertama kali di alami satu hari sebelum balik ke

alami satu hari sebelum balik ke Indonesia.Indonesia.

Riwayat penyakit

Riwayat penyakit sebelumnya sebelumnya ::

-- Riwayat Riwayat keluhan keluhan yang yang sama sama : : DisangkalDisangkal -- Riwayat Riwayat hipertensi hipertensi : : DisangkalDisangkal -- Riwayat Riwayat DM DM : : DisangkalDisangkal

(3)

- Riwayat keluarga : Disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIS

Status generalis : Sakit Berat/Gizi baik/Compos mentis GCS 15 (E1V2M2) Status gizi : BB = 70 kg TB = 166 cm Status Gizi = 2= 70 1,661,66 = 25,45 kg/m 2=> Obesitas 1

Status vitalis : Tekanan darah 130/90 mmHg, denyut nadi 105x/menit,  pernafasan 30x/menit tipe :hiperventilasi, suhu 38,0oC, axilla Kepala : Normocephal, rambut hitam sukar dicabut, konjugtiva

anemis(-/-), sklera icterus(-anemis(-/-), edema palpebra(-anemis(-/-), pupil bulat isokor (2,5mm/2.5mm), hidung sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum(-), telinga normotia, sekret (-/-), darah (-/-), bibir tidak sianosis, stomatitis(-)

Leher : Tidak hiperemis faring, Tonsil (T1/T1), tidak ada massa tumor, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada deviasi trakea, tidakada pembesaran tiroid, DVS R-2cm.

Thorax :

I : Normochest, pengembangan dada simetris kiri dan kanan, tampak retraksi dada, tampak penggunaan otot bantu pernafasan.

P : Nyeri tekan(-), massa tumor(-), krepitasi(-), vocal fremitus (ki=ka)

P : Sonor, batas paru hepar ICS V anterior dextra, bata paru belakang ICS IX  posterior dextra.

A : Bunyi pernafasan tambahan : Wheezing Ronkhi

+ + + +

- - + +

(4)

Jantung :

I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis tida kteraba, thrill (-)

P : Batasatas jantung kanan = ICS II linea parasternalis dextra, batas jantung atas kiri = ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung bawah kiri = ICS IV linea midclavicularis sinistra

A : Bunyi jantung I/II murni reguler ,bising (-)

Abdomen :

I : Cekung, mengikuti gerak nafas

A : Peristaltik usus kesan normal, bising usus (-)

P : Nyeritekan (-), massa tumor (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba P : Tympani, ascites (-)

Ekstremitas : Edema(-/-), jejas (-), deformitas(-/-), fraktur(-/-) Lain-lain : (-)

2.4 RESUME

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas akut sejak 5 hari lalu yang lalu, pasien tidak pernah mengalami sesak sebelumnya, sakit kepala (+), demam (+), keringat dingin (+), batuk (+), lendir (+), nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-). Riw. Merokok 20 tahun yang lalu (+), Riw. Bepergian ke Arab Saudi 6 hari yang lalu, sempat demam dan keringat dingin, Riw. Pergi ke peternakan unta, sesak pertama kali di alami satu hari sebelum balik ke Indonesia. Pada pemeriksaan fisis, pada inspeksi ditemukan adanya penggunaan otot bantu pernafasan, pada auskultasi ditemukan bunyi nafas tambahan Wheezing dan Ronkhi Basah.

2.5 DIAGNOSIS

ARDS (Acute Respiratory Distress syndrome) e.c Pneumonia bacterial DD/ MERS CoV

(5)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin

Hematologi Lengkap Hasil Unit Nilai rujukan

Leukosit 19.8 103/ul 4.0-10.0 Eritrosit 4.53 106/ul 4.50-6.20 Hemoglobin 13.1 g/dl 13,0-17,0 Hematokrit 42.5 % 40,1-51,0 MCV 93.8 fL 79,0-92,2 MCH 28.9 pg 25,6-32,2 MCHC 30.8 g/L 32,2-36,5 Trombosit 219 103/ul 150-400 Neutrofil 85.1 % 50-70 Limfosit 8.4 % 20-40 Monosit 6.3 % 2-8 LED 116 mm/H <15 SGPT 38 U/L <55 SGOT 49 U/L <27 Glukosa Sewaktu 150 mg/dL <140

 Natrium darah 140 mmol/L 135-148

Klorida darah 93 mmol/L 98-107

(6)

Foto Thorax

2.8 PLANNING DIAGNOSTIC  Analisa Gas Darah  Smear sputum gram  Kultur sputum aerob

 Swab tenggorok PCR virus

2.9 RENCANA TERAPI/PENATALAKSANAAN

• O2 NRM 10-12 Lpm • IVFD RL 20 tpm

• Ceftriaxone 1gr/12j/IV • Levofloxacin 750mg/24j/IV • Metilprednisolon ½ amp /8j/IV • Furosemide 1 amp/8j/IV

•  Nebul ventolin /6 jam •  N. acetil sistein 3x1 p.o • Oseltamivir 1x750mg

(7)

2.11 PROGNOSIS

Qua ad vitam : Malam Qua ad sanitionam : Malam Qua ad Fungtionam : Malam

DISKUSI & PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 69 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas akut sejak 5 (lima) hari yang lalu. Pasien tidak pernah mengalami sesak sebelumnya. sakit kepala (+), demam (+), keringat dingin (+), batuk (+), lendir (+), nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-). Riw. Merokok 20 tahun yang lalu (+), Riw. Bepergian ke Arab Saudi 6 hari yang lalu, sempat demam dan keringat dingin, Riw. Pergi ke peternakan unta, sesak pertama kali di alami satu hari sebelum balik ke Indonesia.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis ditemukan gejala yang mengarah ke ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Gejala tersebut adalah sesak nafas akut yang dialami sejak 5 hari yang lalu, dan pasien tidak  pernah mengalami sesak sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisis, pada inspeksi ditemukan adanya penggunaan otot  bantu pernafasan, pada auskultasi ditemukan bunyi nafas tambahan Wheezing dan

(8)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA 1. Defenisi

Sebelum tahun 1992, singkatan ARDS mewakili sindrom gangguan  pernapasan dewasa. Komite Konsensus ARDS Amerika-Eropa pada tahun 1994 menamainya sindrom gangguan pernapasan akut daripada sindrom gangguan  pernapasan dewasa karena terjadi pada segala usia. Istilah cedera paru akut ( Acute  Lung Injury - ALI ) juga diperkenalkan pada waktu itu. Komite merekomendasikan  bahwa ALI didefinisikan sebagai “sindrom inflamasi dan peningkatan  permeabilitas yang berhubungan dengan gambaran klinis, radiologis, dan kelainan fisiologis yang tidak dapat dijelaskan oleh, tetapi dapat terjadi bersamaan dengan, hipertensi kapiler paru atau atrium kiri”.  Pengecualian hipertensi atrium kiri sebagai penyebab utama hipoksemia sangat penting untuk definisi ini. Perbedaan antara ALI dan ARDS adalah derajat hipoksemia, yang digambarkan oleh rasio tekanan oksigen arteri terhadap konsentrasi oksigen inspirasi fraksional (PaO2/FIO2), seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1. ALI didefinisikan dengan rasio yang kurang dari 300 mm Hg dan kurang 200 mm Hg untuk ARDS.1,2

 Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan perlukaan inflamasi paru yang bersifat akut dan difus, yang mengakibatkan peningkatan  permeabilitas vaskular paru, peningkatan tahanan paru, dan hilangnya jaringan  paru yang berisi udara, dengan hipoksemia dan opasitas bilateral pada pencitraan, yang dihubungkan dengan peningkatan  shunting , peningkatan dead space fisiologis, dan berkurangnya compliance paru.

Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner yang menyebabkan gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh meningkatnya  permeabilitas membran alveolokapiler. Cairan terakumulasi dalam interstisium  paru-paru dan ruang alveolar. ARDS parah bisa menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal, tetapi pasien yang sembuh mungkin hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau tidak sama sekali .3

(9)

Tabel 1.1 Kriteria ALI dan ARDS1

Kriteria ALI Kriteria ARDS

Onset akut Onset akut

Oksigenasi: rasio tekanan oksigen arteri terhadap konsentrasi oksigen inspirasi fraksional <300 mm per Hg (terlepas dari PEEP)

Oksigenasi: rasio tekanan oksigen arteri terhadap konsentrasi oksigen inspirasi fraksional <200 mm per Hg (terlepas dari PEEP)

Infiltrat paru bilateral pada radiografi dada Infiltrat paru bilateral pada radiografi dada Tekanan arteri paru-paru <18 mm per Hg

atau tidak ada bukti klinis hipertensi atrium kiri

Tekanan arteri paru-paru <18 mm per Hg atau tidak ada bukti klinis hipertensi atrium kiri

2. Penyebab

Beberapa penyebab terjadinya akut respiratori distres sindrom ialah:1,2,4  Syok sepsis , hemoragis, kardiogenik dan analfilatik

 Trauma ; kontusio pulmonal dan non pulmonal  Infeksi : pneumonia dan tuberculosis

 Koagulasi intravaskuler diseminata  Emboli lemak

 Aspirasi kandungan lambung yang sangat asam

 Menghirup agen beracun, asap dan nitrogen oksida dan atau bahan korosif  Pankreatitis

 Toksisitas oksigen

 Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika

3. Epidemiologi

Estimasi yang akurat tentang insiden ARDS terhalang oleh kurangnya definisi yang seragam dan heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis. Perkiraan awal oleh Institut Kesehatan Nasional (NIH) di Amerika Serikat adalah 75 per 100.000 populasi. Studi terbaru melaporkan insiden lebih rendah 1,5-8,3  per 100,000.27-29 Namun, studi epidemiologi pertama yang menggunakan definisi konsensus tahun 1994 melaporkan kejadian jauh lebih tinggi di Skandinavia: 17,9 per 100.000 untuk ALI dan 13,5 per 100.000 untuk ARDS.4

(10)

4. Faktor Resiko

Faktor risiko untuk terjadinya ARDS telah diidentifikasi (Tabel 1.2). Sindrom sepsis tampaknya menjadi faktor resiko paling umum, tetapi secara keseluruhan risiko akan meningkat secara multifaktor. Transfusi darah merupakan risiko independen faktor. Usia lanjut dan rokok berhubungan dengan peningkatan risiko ARDS, sementara konsumsi alkohol tampaknya tidak memiliki pengaruh. Sebuah studi menunjukkan bahwa kematian akibat ARDS pertahun mengalami  penurunan, tetapi pria dan orang kulit hitam memiliki angka kematian lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan dan groups. ras lainnya.1

Tabel 1.2 Kondisi Klinis yang berkaitan dengan kejadian ARDS1

Cedera paru-paru langsung Cedera paru-paru tidak langsung

 Pneumonia  Aspirasi gaster  Trauma inhalasi  Tenggelam  Kontusi paru  Emboli lemak

 Reperfusi edema paru pasca transplantasi paru-paru atau embolectomy paru  Sepsis  Trauma berat  Pankreatitis Akut  Bypass kardiopulmonal  Tranfusi massif  Overdosis obat

Pada kasus ini, ARDS disebabkan oleh karena pasien menderita  pneumonia sebelum terjadinya sesak nafas, Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus8.

(11)

Pneumonia di klasifikasikan menjadi tiga bagian besar yaitu8 : 1. Berdasarkan klinis dan epideologis :

 Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

 Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)

 Pneumonia aspirasi

 Pneumonia pada penderita Immunocompromised  2. Berdasarkan bakteri penyebab

 Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang  peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,

Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

 Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

 Pneumonia virus

 Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

 Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada  bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan

 Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

(12)

5. Patofisiologi

Ketika kapiler paru dan epitel alveoli mengalami kerusakan, plasma dan darah akan bocor menuju ke interstisial dan ruang-ruang intraalveolar. Hasilnya, terjadi penumpukan cairan dan atelektasis pada alveolus. Atelektasis merupakan mekanisme yang mengikuti upaya paru untuk mengurangi aktivitas surfaktan. Kerusakan ini tidak bersifat homogen dan hanya mempengaruhi daerah paru yang terkena. Dalam dua sampai tiga hari, terjadi inflamasi interstisial dan  bronkoalveolar serta proliferasi sel-sel interstisial. Kemudian akan terjadi

akumulasi kolagen secara cepat sehingga berakibat fibrosis interstisial dua hingga tiga minggu kemudian. Perubahan patologis ini mengakibatkan penurunan komplians paru, menurunkan kapasitas residual fungsional, ketidakseimbangan ventilasi/perfusi, hipoksemia hebat, serta hipertensi pulmonal.1

Dalam ARDS, paru-paru akan melalui tiga fase: eksudatif, proliferasi, dan fibrosis, tetapi tentu saja masing-masing fase dan perkembangan penyakit secara keseluruhan bervariasi. Pada tahap eksudatif, kerusakan pada epitel alveolar dan endotelium vaskular mengakibatkankan kebocoran cairan, protein, sel inflamasi dan sel darah merah ke lumen alveolus dan interstitium. Perubahan ini disebabkan oleh interaksi kompleks dari mediator pro-inflamasi dan anti-inflamasi.1

Sel alveolar tipe I mengalami kerusakan ireversibel dan ruang yang rusak diisi oleh protein, fibrin, dan debris sel, dan memproduksi membran hialin, sementara cedera pada sel-sel penghasil surfaktan tipe II mengakibatkan kolaps alveolar. Pada fase proliferatif, sel tipe II berproliferasi dengan beberapa regenerasi, reaksi fibroblastik, dan remodeling sel epitel. Pada beberapa pasien, ini berkembang menjadi fase fibrosis ireversibel melibatkan deposisi kolagen  pada alveolar, vaskular, dan interstisial dengan pengembangan microcysts.1

ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan, misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18- 24 jam dari waktu cedera paru. Durasi sindrom dapat dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu.3

(13)

Pada ARDS dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin.3

6. Gambaran Klinis

ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada paru. Setelah 72 jam 80% pasienn menunjukkan gejala klinis ARDS yang jelas. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan  perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing. 1,3

Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan  pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya

menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2  sangat rendah, PaCO2  normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik  perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.1,4

PaO2  yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit  paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru

(14)

 pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta  perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.3

Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal  jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa  pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg)  pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii  dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.1,3 Kriteria Berlin mengklasifikasikan ARDS menjadi tiga kelompok  berdasarkan nilai PaO2/FiO2. Tidak ada istilah Acute Lung Injury (ALI) dalam

kriteria ini. Berikut merupakan definisi ARDS berdasarkan kriteria Berlin7:

 Ringan (mild ), yaitu PaO2/FiO2 lebih dari 200 mmHg, tetapi kurang dari dan sama dengan 300 mmHg dengan positive-end expiratory pressure (PEEP) atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O.  Sedang, yaitu PaO2/FiO2 lebih dari 100 mmHg, tetapi kurang dari dan

sama dengan 200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.

 Berat, yaitu jika PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.

Berdasarkan Kriteria Berlin, ARDS ditegakkan berdasarkan hal-hal berikut ini.7

1. Akut, yang berarti onset berlangsung satu minggu atau kurang dari itu. 2. Opasitas bilateral yang konsisten dengan edema paru yang dideteksi

dengan CT scan atau foto polos toraks.

3. PF ratio kurang dari 300 mmHg dengan minimal nilai PEEP atau CPAP sebesar5 cmH2O.

4. Tidak dapat dijelaskan sebagai gagal jantung atau overload cairan. Pemeriksaan objektif dapat dilakukan (misalnya ekokardiografi), pada

(15)

 beberapa kasus jika tidak ada penyebab yang jelas seperti trauma atau sepsis.

7. Diagnosis Banding

- MERS CoV

MERS-CoV adalah suatu strain baru virus Corona yang belum  pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya. Berdasarkan laporan

WHO, sejak September 2012 sampai September 2013, ditemukan 130 kasus konfirmasi CoV dengan 58 kematian (CFR : 44,6%). MERS-CoV mulai berjangkit di Arab Saudi dan menyebar ke Eropa serta dapat  pula menyebar ke negara lain.9

Virus corona diketahui dapat menimbulkan kesakitan pada manusia mulai dari yang ringan sampai berat untuk itu kenali manifestasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berat/ SARI. Sebelum menentukan  pasien suspek MERS-CoV harus dilakukan penilaian melalui9 :

- Anamnesis: demam suhu > 38 C, batuk dan sesak, ditanyakan pula riwayat bepergian dari negara timur tengah 14 hari sebelum onset - Pemeriksaan fisis: sesuai dengan gambaran pneumonia

- Radiologi: Foto toraks dapat ditemukan infiltrat, konsolidasi sampai gambaran ARDS

- Laboratorium: ditentukan dari pemeriksaan PCR dari swab tenggorok  dan sputum

(16)

Penegakan diagnosis kecurigaan MERS CoV9

"Kasus dalam

penyelidikan"/Suspek infeksi MERS-CoV

a.Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan tiga gejala di bawah ini:

•Demam (≥38°C) atau ada riwayat

demam,

•Batuk,

•Pneumonia berdasarkan gejala klinis atau gambaran radiologis yang

membutuhkan perawatan di rumah sakit. Perlu waspada pada pasien dengan

gangguan system kekebalan tubuh

(immunocompromised) karena gejala dan tanda tidak jelas.

DAN salah satu dari kriteria berikut : 1) Adanya klaster penyakit yang sama dalam periode 14 hari, tanpa

memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.

2) Adanya petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat  pasien ISPA berat (SARI / Severe Acute

Respiratory Infection), terutama pasien yang memerlukan perawatan intensif, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain. 3) Seseorang yang memiliki riwayat  perjalanan ke Timur Tengah (negara

terjangkit) dalam waktu 14 hari sebelum sakit kecuali ditemukan

etiologi/penyebab penyakit lain.

4)Adanya perburukan perjalanan klinis yang mendadak meskipun dengan  pengobatan yang tepat, tanpa

memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.

b.Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan sampai  berat yang memiliki riwayat kontak erat

dengan kasus konfirmasi atau kasus  probable infeksi MERS-CoV dalam

(17)

menunggu hasil tes untuk patogen lain sebelum pengujian untuk MERS-CoV. * Kontak erat meliputi:

• Seseorang yang memberikan

 perawatan pada pasien mencakup  petugas kesehatan atau keluarga, atau seseorang yang memiliki kontak fisik erat serupa;

• Seseorang yang tinggal di  tempat yang sama (mis: tinggal bersama, berkunjung) dengan kasus probabel atau terkonfirmasi ketika kasus sedang sakit.

Kasus Probable a. Seseorang dengan pneumonia atau

ARDS dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis

DAN

Tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV atau hasil laboratoriumnya negative  pada satu kali pemeriksaan spesimen

yang tidak adekuat. DAN

Adanya hubungan epidemiologis

langsung dengan kasus konfirmasi MERS Co-V.

b. Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis

DAN

Hasil pemeriksaan laboratorium inkonklusif (pemeriksaan skrining hasilnya positif tanpa konfirmasi  biomolekular).

DAN

Adanya hubungan epidemiologis

langsung dengan kasus konfirmasi MERS Co-V.

Kasus Konfirmasi Seseorang menderita infeksi MERS CoV

(18)

8. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium

Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis  pernapasan. Namun, dalam ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis

metabolik yang dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat terjadi.5

Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan meningkat, tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat. Pasien dengan ventilasi mekanik untuk ARDS dapat dikondisikan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif ) untuk mencapai tujuan volume tidal yang rendah yang  bertujuan menghindari cedera paru-paru terkait ventilator.5

Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang  berikut:5

- Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat dicatat. Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Faktor von Willebrand (vWF) dapat meningkat pada pasien beresiko untuk ARDS dan dapat menjadi  penanda cedera endotel.

- Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam  perjalanan ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus

diawasi secara ketat.

- Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera hepatoseluler atau kolestasis.

- Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.

 b. Radiologi

Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal dapat terlihat sejak dini pada radiograf dada. Pada paien dengan onset tidak langsung pada paru, radiograf awal mungkin tidak spesifik atau mirip dengan gagal jantung kongestif dengan efusi ringan. Setelah itu, edema paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus (Gambar 1). Seiring dengan

(19)

 perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral difus menjadi jelas (Gambar 2). Komplikasi seperti pneumotoraks dan  pneumomediastinum mungkin tidak jelas dan sulit ditemuakn, terutama pada radiografi portabel dan dalam menghadapi kalsifikasi paru difus. Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel dengan temuan radiografi. Dengan resolusi penyakit, gambaran radiografi akhirnya kembali normal.1

Gambar 1.Awal fase ARDS menunjukkan perubahan interstisial dan  bercak infiltrat1

Gambar 2. Akhir tahap ARDS menunjukkan kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral dan difus.1

Gambaran dominan ARDS pada scan tomografi (CT) dada adalah konsolidasi difus dengan air  bronchograms  (Gambar 3), bula, efusi pleura,  pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Selanjutnya pada penyakit ini, timbul kista paru-paru dengan jumlah dan ukuran yang bervariasi. CT scan

(20)

dada harus dipertimbangkan pada pasien gagal pernapasan untuk membantu koreksi klinis. CT scan dapat mendeteksi komplikasi ARDS dan yang terkait dengan penempatan kateter dan tabung seperti pneumotoraks,  pneumomediastinum, pneumonia fokal, malposisi kateter, dan infark paru.1

Gambar 3. CT-scan dada menunjukkan infiltrat difus, ground glass appearance, dan air bronchograms.1

c. Bronkoskopi

Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral. sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop bronkus subsegmental dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA). Cairan dianalisis untuk diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan  pemeriksaan kuantitatif. 5

d. Pemeriksaan histology

Perubahan histologis dalam ARDS adalah kerusakan alveolar difus. Fase eksudatif terjadi dalam beberapa hari pertama dan ditandai oleh edema interstisial, perdarahan dan edema alveolar, kolaps alveolar, kongesti kapiler paru, dan pembentukan membran hialin (Gambar 4). Perubahan- perubahan histologis tidak spesifik dan tidak memberikan informasi yang

(21)

Gambar 4. Photomicrograph dari pasien ARDS. Gambar menunjukkan ARDS dalam tahap eksudatif 5

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ARDS terdiri atas penatalaksanaan terhadap penyakit dasar yang dikombinasi dengan penatalaksanaan suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi fungsi hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja dengan baik bila terjadi gagal multiorgan. Penatalaksanaan penyakit dasar sangat penting, misalnya  penatalaksanaan hipotensi dan eradikasi sumber infeksi pada sepsis. Khas pada ARDS, hipoksemia yang terjadi refrakter terhadap terapi oksigen dan hal ini kemungkinan diakibatkan adanya shunting (pirau) darah melalui daerah paru yang tidak terventilasi yang disebabkan alveoli terisi eksudat protein dan terjadi atelektasis.4

Prinsip Manajemen ARDS4

 Lakukan penentuan klinis dini kesulitan pernapasan.

 Lakukan penilaian obyektif dengan gas darah arteri dan radiografi dada.

 Menyediakan oksigen, saturasi memantau, dan menyelidiki faktor-faktor risiko untuk

ARDS.

 Tentukan kebutuhan untuk intubasi dan ventilasi mekanik.

 Gunakan volume tidal yang rendah, tekanan dataran rendah, paru-pelindung strategi

(22)

 Optimalkan status cairan, nutrisi, dan toilet paru, dan mengobati komplikasi.

Pertimbangkan transfer ke pusat-pusat tersier untuk uji klinis dan teknik canggih.

Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan berbagai cara. Dengan menurunkan tekanan arteri pulmonal berarti dapat membantu mengurangi kebocoran kapiler paru. Caranya ialah dengan restriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonar (nitric oxide/NO). Pada prinsipnya  penatalaksanaan hemodinamik yang penting yaitu mempertahankan keseimbangan yang optimal antara tekanan pulmoner yang rendah untuk mengurangi kebocoran ke dalam alveoli, tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan perfusi jaringan dan transport O2 yang optimaI. Kebanyakan obat vasodilator arteri pulmonal seperti nitrat dan antagonis kalsium juga dapat menyebabkan vasodilatasi sistemik sehingga dapat sekaligus menyebabkan hipotensi dan perfusi organ yang terganggu. Obat-obat inotropik dan vasopresor seperti dobutamin dan noradrenalin mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah sistemik dan curah jantung yang cukup terutama pada pasien dengan sepsis (vasodilatasi sistemik). Inhalasi NO telah digunakan sebagai vasodilator arteri pulmonal yang selektif. Karena diberikan secara inhalasi sehingga terdistribusi pada daerah di paru-paru yang menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi yang terjadi pada alveoli yang terventilasi akan memperbaiki disfungsi ventilasi/perfusi sehingga dengan demikian fungsi pertukaran gas membaik. NO secara cepat diinaktivasi oleh hemoglobin mencegah reaksi sistemik.3,4

ARDS seringkali menyebabkan deplesi volum intravaskular akibat terapi diuresis, inisiasi PPV yang mengurangi aliran balik vena, atau mungkin akibat sepsis. Pada keadaan ini, yang paling penting ialah monitoring volume vaskular,  jangan sampai dehidrasi atau hipervolemia. Pada keadaan ARDS, meskipun

terdapat edema alveolar, infus tetap diberikan jika diperlukan untuk mengembalikan perfusi perifer, keluaran urin, serta menstabilkan tekanan darah. Karena pengobatan yang terpenting ialah menjaga volum intravaskular,  pemantauan pasien difokuskan pada perfusi kulit, status mental, keluaran urin,

(23)

hipoksemia, serta tekanan vena sentral secara intensif. Dalam mengukur volum infus, digunakan kateter Swan-Ganz terutama jika terdapat ventilasi buatan dengan PEEP. Dalam penanganan emergensi yang intensif ini sebaiknya pasien dijaga dalam keadaan 'kering', yakni dalam kondisi diuresis dan restriksi cai ran.6

Jika terjadi sepsis akibat ARDS, terapi empirik antibiotik mesti dimulai selagi kultur dikerjakan. Kultur yang dipakai bisa berasal dari sputum atau aspirasi trakea. Kultur ini membantu mendeteksi superinfeksi paru secara dini serta memantau terapi antibiotik. Untuk memperkuat imunitas pencernaan, sebaiknya dalam 48 hingga 72 jam pasien sudah harus dibiasakan makan dengan saluran pencernaan normal alias jalur enteral.4,6

Tidak ada bukti kortikosteroid bisa memberi keuntungan dalam menangani ARDS akut. Malah kortikosteroid membuka peluang terjadi infeksi paru. Sedangkan sampai sekarang belum ditemukan terapi yang benar-benar efektif dalam melawan ARDS, semisal antibodi monoklonal terhadap endotoksin, antibodi monoklonal terhadap tumor necrosis factor , antagonis reseptor interleukin-1, profilaksis PEEP, oksigenasi membran ekstrakorporeal serta mengurangi CO2 ekstrakorporeal, IV albumin, obat-obatan untuk ekspansi volum dan kardiotonik untuk oksigenasi, kortikosteroid untk ARDS akut, ibuprofen  parenteral untuk menghambat siklooksigenase, prostaglandin E1, serta  pentoxifylline.1,4,6

Demi menjaga efektivitas pernapasan ARDS, telah terbukti bahwa posisi  pasien yang dibaringkan secara tengkurap akan mengalami perbaikan yang  berarti. Kemungkinan posisi ini memperbesar perfusi dan pertukaran gas seperti  pada keadaan normal. Meski menelungkupkan pasien juga tidak mudah dikerjakan, namun posisi seperti ini telah lama diaplikasikan dan membawa hasil yang tidak buruk bagi pasien. Ketokonazol terbukti bermanfaat untuk pasien ARDS karena bisa mensupresi makrofag dalam pelepasan tumor necrosis factor . Pemberian surfaktan sintetik tidak memberi hasil yang memuaskan, sementara surfaktan alami terbukti memberi efek yang sangat baik meskipun tergolong  jarang digunakan.1,4

(24)

Kebanyakan pasien memerlukan intubasi endotrakea dan ventilasi buatan dengan ventilator mekanis. Intubasi endotrakea dan PPV  face mask   mesti dikerjakan jika frekuensi napas lebih dari 30 kpm atau jika FiO2 lebih besar dari 60%. Tindakan ini dapat menjaga PO2 arteri tetap berada sekitar 70 mmHg selama lebih dari beberapa jam. Sebagai alternatif intubasi, continous positive airway  pressure (CPAP) dapat memberikan PEEP pasien ARDS sedang atau berat secara efektif. Pemasangan masker napas ini mesti dipertimbangkan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran karena berisiko aspirasi dan mesti digantikan dengan ventilator jika pasien mengalami perburukan gejala ARDS.1,4

Pengaturan ventilator secara konvensional pada ARDS ialah kisaran volum tidal 10 hingga 15 mL/kg, PEEP 5-10 cm H2O, FiO2 ≤60%, dengan mode  pengontrolan yang dipicu oleh pasien ( patient-triggered assisted-control mode). Ventilasi dilakukan secara intermiten dengan irama awal sebesar 10 hingga 12 napas permenit tentunya dengan PEEP.1,4

Terdapat beberapa pendapat yang menyakan bahwa ventilator dengan tekanan dan volum yang tinggi dapat memperburuk keadaan paru pasien ARDS, namun sampai sekarang pendapat ini belum bisa dibuktikan dengan baik. Justru PEEP yang terlalu rendah yang dapat merusak paru karena menyebabkan bagian distal paru yang tidak stabil dipaksa untuk terbuka dan tertutup berulang-ulang.4

Masalah ini dapat diatasi dengan penyetelan volum tidal yang rendah (hanya 6 sampai 8 mL/kg) namun PEEP yang lebih tinggi (antara 10 hingga 18 cm H2O). Tujuan penyetelan volum tidal yang kecil ialah mencegah pernapasan  berlebih yang dipaksa oleh ventilator akibat titik infleksi (defleksi) yang melebihi  batas kurva tekanan napas pasien tersebut, keadaan ini bisa juga menyebabkan overdistensi paru. Akibatnya, paru-paru tetap akan bertambah kaku, serta terjadi  peningkatan tekanan plateau ventilator karena tekanan yang diperlukan untuk menjaga paru dan inflasi dinding dada telah habis terpakai. Untuk alasan teknis, titik infleksi atas paru sering tidak dihitung secara langsung. Taktiknya, dengan menyetel tekanan plateau ventilator tidak lebih dari 25 hingga 30 cm H2O, insya Allah pasien tidak akan tersiksa akibat ventilator ini. Apalagi dengan penurunan volum tidal paru, frekuensi napas dari ventilaor dapat ditingkatkan untuk

(25)

mengatur pH dan PCO2  yang cukup. Jika pH arteri turun di bawah 7.20, akan terjadi infusi bikarbonat secara perlahan-lahan. Beberapa pasien mungkin akan menunjukkan hiperkapina dan asidosis respiratorik, namun biasanya keadaan ini dapat terkompensasi dengan baik. Daripada ambil risiko menyetel pernapasan  pasien terlalu tinggi dengan paksa, lebih baik menurunkan setelan namun tetap

dijaga dengan pemantauan yang intensif.4

Secara teoretis, PEEP yang dipilih mesti beberapa cm H2O di atas titik infleksi bawah kurva tekanan napas pasien. Tindakan ini bertujuan agar makin  banyak alveolus yang bisa berfungsi lagi serta mencegah inflasi yang berlebihan. Jika titik bawah infleksi masih tidak bisa ditentukan secara langsung, dibutuhkan PEEP dengan nilai 10 hingga 15 cm H2O. Jika telah ditentukan nilai PEEP yang tepat, FiO2 ventilator biasanya akan turun hingga ke batas yang normal <50 atau 60%. Artinya, akan tercapai PaO2 yang memuaskan, yakni ≥60% atau saturasi O2 ≥90%. Untuk perfusi O2 yang adekuat ke jaringan, indeks kardiak mesti ≥3 L/min/m2, bahkan kadang-kadang infusi volum atau obat-obatan kardiotonik  parenteral dibutuhkan.4

Ventilator dapat dilepas jika fungsi paru sudah membaik (misalnya kebutuhan O2  dan PEEP sudah berkurang), hasil röntgen sudah menunjukkan  perbaikan, serta sudah tidak ada takipnea. Biasanya, pasien yang memang tidak

memiliki riwayat penyakit paru yang parah sebelumnya, akan lebih mudah dilepas. Kesulitan pelepasan alat bantu napas biasanya akibat adanya infeksi yang  baru atau infeksi lama yang tidak diterapi dengan baik, overhidrasi,  bronkospasme, anemia, gangguan elektrolit, disfungsi kardiak, atau status gizi yang sangat jelek yang menyebabkan kelemahan otot. Jika penyulit-penyulit tersebut berhasil diperbaiki, ventilator dapat dilepas perlahan-lahan dengan  penyetelan ventilator intermiten, frekuensi napas yang diturunkan, sering pula dengan ventilasi yang didukung oleh pengaturan tekanan napas, atau dilepas  begitu saja dengan meletakkan pipa T pada pipa endotrakeal. Pada proses ini disetel PEEP yang rendah (sekitar 5 cm H2O) agar nantinya pasien bisa bernapas kembali dengan normal. Untuk penanganan lebih detail serta rawat jalan yang  baik, setelah fase emergensi selesai, terapi difokuskan pada etiologi yang

(26)

menyebabkan pasien menjadi ARDS. Dengan demikian dapat mencegah kemungkinan timbulnya episode ARDS serupa di kemudian hari.4

10. Komplikasi

Superinfeksi bakteri paru berupa bakteri gram negatif ( Klebsiella,  Pseudomonas, dan Proteus spp) serta bakteri gram positif Staphylococcus aureus yang resisten merupakan penyebab utama meningkatnya mortalitas dan morbiditas akibat ARDS. Tension pneumothorax juga bisa terjadi akibat  pemasangan kateter vena sentral dengan positive pressure ventilation (PPV) serta  positive end-expiratory pressure (PEEP). Pasien ARDS yang dirawat dengan  bantuan ventilasi mekanis akan mengalami penurunan volume intravaskular serta  penekanan curah jantung hingga berakibat penurunan transpor O2 dan kegagalan organ. Lemah, lesu, tak bergairah, seakan di ambang kematian, merupakan gejala umum yang dirasakan pasien ARDS.3

11. Pencegahan

Meskipun faktor risiko untuk ARDS telah banyak diketahui, namun tidak ada tindakan pencegahan yang ditemukan. Manajemen cairan yang tepat pada  pasien dengan risiko tinggi dapat membantu mencegah terjadinya ARDS karena  pneumonitis aspirasi merupakan faktor risiko untuk ARDS. Tindakan yang tepat untuk mencegah aspirasi (misalnya, mengangkat kepala tempat tidur) juga dapat mencegah beberapa kasus ARDS.4

12. Prognosis

Survival rate  pasien dengan ARDS parah yang mendapatkan perawatan ialah 60%. Sedangkan jika ARDS dengan hipoksemia hebat tidak dikenali dan ditangani dengan cepat, hampir 90% pasien akan mengalami cardiac arrest . Pasien yang mendapatkan pengobatan efektif biasanya tidak mengalami disfungsi kapasitas residual paru, meskipun pasien yang memerlukan ventilator dalam waktu lama dengan FiO2>50% cenderung akan mengalami fibrosis paru.

(27)

Sedangkan pasien-pasien ARDS lainnya lama-kelamaan juga akan mengalami fibrosis paru.3

Biasanya, pasien mulai pulih dalam waktu dua minggu sejak onset ARDS. Angka kematian keseluruhan di ARDS sekarang sekitar 32 sampai 45 persen, dibandingkan dengan 53-68 persen pada tahun 1980. Ada kemungkinan bahwa cedera yang disebabkan ventilator bisa telah menyumbang angka kematian yang tinggi. Pengelolaan agresif terhadap kedaan klinis, infeksi yang timbul dan dukungan nutrisi juga memainkan peran dalam menurunkan angka kematia n.1

Populasi yang dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi adalah orang tua, pasien dengan imunosupresi dan pasien dengan penyakit kronis. Umur kurang dari 55 tahun dan etiologi trauma diprediksi memberikan outcome lebih menguntungkan. Pada ARDS, kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan organ multisystem yang progresif daripada kegagalan pernapasan. Kebanyakan  pasien yang membaik dapat menjalani kehidupan yang cukup normal. Obstruksi ringan sampai moderat, difusi, dan kelainan restriktif dapat bertahan, dan follow up diperlukan. Uji neuropsychologic dapat menunjukkan defisit yang signifikan  pada pasien yang mengalami hypoxemia. parah dan berlarut-larut.1

(28)

DAFTAR PUSTAKA

1. Udobi KF, Touijer K. Acute Respiratory Distress Syndrome. Am Fam Physician. 2003 Januari 15; 67 (2) :315-322.

2. Harman EM. Acute Respiratory Distress Syndrome Overview. Updated: Juli 2011. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview

3. Farid. Acute Respiratory Distress Syndrome. Maj Farm 2006;4: 12

4. Ware LB, Matthay MA. The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med 2000; 342:1334-1349

5. Harman EM. Acute Respiratory Distress Syndrome Work Up. Updated: Juli 2011. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/165139-workup

6. Harman EM. Acute Respiratory Distress Syndrome Treatment & Management. Updated: Juli 2011. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/165139-treatment

7. Indonesian Journal of Chest Critical and Emergency Medicine, Acute Respiratory Distress Syndrome. Vol.3, no.2 Apr-jun 2016.

8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, 2003.

9. Slamet, Burhan. Erlina dkk. Pedoman tatalaksana klinis Infeksi Saluran Pernafasan Akut suspek MERS CoV, kemenkes RI, 2013.

(29)

Gambar

Foto Thorax
Tabel 1.1 Kriteria ALI dan ARDS 1
Tabel 1.2 Kondisi Klinis yang berkaitan dengan kejadian ARDS 1
Gambar 1.Awal fase ARDS menunjukkan perubahan interstisial dan  bercak infiltrat 1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomoi- 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

[r]

When designing a custom battery, design engineers need to understand cell technology for an application based on what is the best technical fit, which, in some cases, can have

Merujuk kepada asal usul penciptaan dan penggunaan tulisan jawi dalam masyarakat Melayu, sekali lagi kita terpaksa berterima kasih dengan sumbangan ulama

Duration of storage time of beef with soy protein hydrolysate increased the peroxide value, and the color, texture, flavor, juiciness, tenderness, and the acceptability scores

Laporan Pasien Bulanan dan Laporan Diagnosa Penyakit Per Bulan. Universitas

Multimedia interaktif juga telah terbukti berkesan dalam membentuk serta mengekalkan maklumat untuk tempoh masa yang panjang dan ianya boleh dicapai kembali dalam masa yang

Tata cara perceraian diatur dalam Pasal 14 s/d Pasal 18 PP Nomor 9 Tahun 1975 juncto Pasal 28 dan 29 Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 Tentang Kewajiban Pegawai Pencatat