• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bahasa tersendiri yang membedakannya dengan suku lain. Bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bahasa tersendiri yang membedakannya dengan suku lain. Bahasa"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan setiap suku bangsa mempunyai bahasa tersendiri yang membedakannya dengan suku lain. Bahasa yang dipergunakan setiap suku bangsa tersebut, disebut bahasa daerah. Bahasa daerah yang tersebar di seluruh tanah air merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa dan merupakan alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi, akan tetapi bangsa Indonesia juga memiliki satu bahasa nasional sebagai alat komunikasi yaitu bahasa Indonesia.

Bahasa resmi dan bahasa nasional, bahasa Indonesia itu disebut juga bahasa pemersatu yang diharapkan dapat mengikat dan mempersatukan semua warga negara Republik Indonesia. Demikian, sebagian besar anggota masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki dan menggunakan paling sedikit dua bahasa (bilingual), yakni bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah sangatlah penting dalam memperkaya kebudayaan nasional. Itulah sebabnya bahasa-bahasa daerah harus dipelihara dan dilestarikan agar tetap menjadi wadah pengekspresian budaya

(2)

Pembinaan dan pengembangan bahasa daerah tidak saja bertujuan menjaga kelestarian bahasa daerah itu, tetapi juga bermanfaat bagi pembinaan, pengembangan, dan pembakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Pembinaan bahasa nasional tidak bisa dilepaskan dari pembinaan bahasa daerah karena kedua-duanya mempunyai hubungan timbal balik yang erat.

Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan dalam kehidupan manusia. Bahasa digunkan oleh manusia dalam berkomunikasi sehari-hari untuk menjalankan segala aktivitas hidup, seperti penelitian, penyuluhan, pemberitaan bahkan untuk menyampaikan pikiran dan pandangan.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional atau bahasa kebangsaan bagi bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan undang-undang dasar 1945 pasal 36, yang didalamnya dinyatakan bahwa “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”.

Bahasa Indonesia dipakai diseluruh wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang social, budaya dan kebahasaan yang beraneka ragam. Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Melayu.

Bahasa Melayu adalah salah satu bagian dari bahasa daerah yang perlu dikembangkan dan dilestarikan, karena bahasa Melayu berpengaruh besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Kita mengetahui bahwa bahasa daerah yang paling dominan terhadap kosa kata bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu.

(3)

Oleh karena itu kita berkewajiban memelihara bahasa Melayu, tanpa harus melupakan pembinaan bahasa daerah lainnya yang juga merupakan pendukung berkembangnya bahasa Indonesia.

Ada beberapa dialek bahasa Melayu di Sumatera Utara, di antaranya adalah bahasa Melayu Deli, bahasa Melayu Langkat, bahasa Melayu Serdang, dan lainnya.

Bahasa Melayu Serdang, merupakan suatu bahasa daerah yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari dan juga dalam upacara adat. Bahasa daerah ini berbeda dalam pengucapan, seperti bunyi akhiran “a” dalam bahasa Indonesia diucapkan menjadi “o”, misalnya “ada” menjadi “ado”, “siapa” menjadi “siapo”.

Berbicara mengenai bahasa sebagai alat komunikasi akan terkait erat dengan semantik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna bahasa.

Selain semantik seluruh bidang kajian linguistik berkembang sangat pesat melalui penelitian-penelitian bahasa yang sering menghasilkan sejumlah teori dan konsep baru tentang bahasa pada umumnya, serta konsep baru tentang fonologi, morfologi dan sintaksis khususnya. Akibatnya bidang kajian semantik jauh tertinggal dari bidang kajian lainnya sehingga teori dan konsep semantik hanya mengandalkan teori dan konsep yang sama dalam kurun waktu yang cukup lama.

(4)

pertama (1957) tidak menyingung-nyinggung masalah makna. Baru kemudian dalam bukunya yang kedua (1965) beliau menyatakan, bahwa semantik merupakan salah satu komponen tata bahasa (dua komponen lain adalah fonologi dan sintaksis), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini, (Chaer, 1994 : 285).

Semantik sebagai salah satu bidang kajian linguistik, sebenarnya memegang peranan yang sangat penting dalam pengkajian bahasa karena tanpa makna bahasa tidak mungkin berfungsi dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan Parera sebagai berikut :

”[...] pembahasan linguistik tanpa mempersoalkan makna adalah tidak manusiawi. Bahasa adalah fenomena kemaknaan dalam Komunikasi antar manusia di manapun dia berada, kebermaknaan komunikasi inilah yang menjadi ciri khas bahasa sebagai satu isyarat komunikasi (Parera, 1990 : 12).

Penelitian tentang semantikpun tidak banyak dilakukan. Hal ini disebabkan antara lain oleh kaitan makna dengan penutur bahasa. Selain itu makna juga terkait erat tidak saja dengan struktur bahasa itu sendiri tetapi juga dengan sosial budaya masyarakat pengguna bahasa itu, sehingga adanya kesan bahwa makna itu bersifat subjektif.

Berdasarkan uraian di atas, maka dianggap perlu diadakan suatu penelitian tentang makna bahasa dari sudut pandang semantik, terutama semantik bahasa daerah, yaitu bahasa Melayu.

(5)

Pengkaji membahas tentang relasi makna atau sering juga kita sebut hubungan makna. Relasi makna adalah bermacam-macam hubungan makna yang terdapat pada sebuah kata atau leksem. Makna kata-kata itu membentuk pola tautan semantik atau relasi leksikal. Tautan antara kata-kata itu berwujud kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi).

Penelitian ini memaparkan relasi makna yang ada dalam bahasa Melayu Deli Serdang. Berdasarkan hal di atas, judul yang dipilih dalam penulisan skripsi ini adalah Relasi Makna Dalam Bahasa Melayu Desa Pantai Labu Baru, Kabupaten Deli Serdang (selanjutnya disingkat dengan BMS).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah Jenis-Jenis Relasi Makna dalam Bahasa Melayu Serdang di Desa Pantai Labu Baru, Kabupaten Deli Serdang ?

(6)

Berdasarkan permasalahan yang ada di atas, tujuan penelitian skripsi ini adalah : Mendeskripsikan Jenis-Jenis Relasi Makna dalam Bahasa Melayu Serdang di desa Pantai Labu Baru, Kabupaten Deli Serdang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis. Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian terhadap “Relasi makna dalam bahasa Melayu desa Pantai Labu Baru, Kabupaten Deli Serdang”, yaitu :

1. Sebagai sarana untuk menunjang pengembangan ilmu pengetahuan melalui penyediaan informasi yang berhubungan dengan analisis semantik.

2. Sebagai referensi dan pengembangan konsep bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut, analisis bahasa umumnya dan analisis semantik khususnya.

3. Mengembangkan dan membina kelestarian bahasa daerah khususnya tentang relasi makna.

4. Sebagai penambah pengetahuan dan penambah data kepustakaan di Departemen Sastra Daerah, khususnya program studi Bahasa dan Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara.

(7)

5. Melengkapi syarat ujian dan menempuh sarjana di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.5 Sosial Budaya Masyarakat Melayu Serdang

1.5.1 Letak Geografis Kecamatan Pantai Labu, Kab Deli Serdang

Penelitian dilakukan di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Pantai Labu merupakan daerah pesisir yang terletak di wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Pantai Labu memiliki luas wilayah 81,85 km2 atau 8.185 Ha. Secara administrasi Kecamatan Pantai Labu terdiri dari 19 desa dan 76 dusun dengan ibukota Desa Kelambir.

Secara geografis Kecamatan Pantai Labu terletak antara 2057’ – 3016’ Lintang Utara dan 98027’ Bujur Timur, serta berada pada ketinggian 0 – 8 meter dari permukaan laut, di mana Pantai Labu berbatasan langsung dengan Selat Malaka.

Pantai Labu beriklim tropis, di mana musim penghujan terjadi pada bulan Maret, April serta September sampai Desember. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Januari, Februari, serta Mei sampai Agustus. Pantai Labu beriklim cukup panas dengan suhu maksimum mencapai 340C dan minimum

(8)

Kecamatan Pantai Labu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Beringin

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Kecamatan Percut Sei Tuan

Berdasarkan keadaan letak dan geografisnya tersebut, posisi Pantai Labu memiliki nilai strategis sebagai salah satu akses dalam pemanfaatan potensi sumber daya perairan Pantai Timur Sumatera. Potensi perikanan tangkap, Pantai Labu juga memiliki potensi wisata bahari yang cukup potensial untuk dikembangkan.

1.5.2 Keadaan Penduduk

Penduduk Kecamatan Pantai Labu berjumlah 43.981 jiwa yang terdiri dari 22.448 jiwa laki-laki dan 21.533 jiwa wanita. Jumlah penduduk di tiap desa di Kecamatan Pantai Labu dapat dilihat pada tabel berikut:

No Desa Luas/km

1 Bagan Serdang 1.63

2 Binjai Bakung 3.11

3 Denai Kuala 4.50

(9)

5 Denai Sarang Burung 3.13 6 Durian 11.58 7 Kelambir 3.92 8 Kubah Sentang 1.28 9 Paluh Sibaji 2.06 10 P Labu Pekan 7.02

11 Pantai Labu Baru 1.10 12 Pematang Biara 4.04 13 Perkebunan Ramunia 8.43 14 Ramunia I 3.05 15 Ramunia II 1.33 16 Rantau panjang 4.70 17 Rugemuk 3.00 18 Sei Tuan 14.10 19 Tengah 1.20

Sumber : BPS sumatera Utara, kecamatan Pantai Labu dalam angka 2008

Keadaan Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Pantai Labu Tahun 2007

No Suku Bangsa Jumlah/jiwa

1 Melayu 16.874

2 Jawa 16.436

3 Toba 3.728

(10)

7 Mandailing 563

8 Karo 328

9 Minang 169

10 Aceh 144

11 Lainnya 326

Sumber : BPS sumatera Utara, kecamatan Pantai Labu dalam angka 2008

1.5.3 Kondisi Bahasa Melayu di Lokasi Penelitian

Bahasa Melayu Serdang (disingkat BMS) merupakan salah satu bahasa Melayu yang ada di daerah kabupaten Deli Serdang, yang masih dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari dan dalam upacara adat.

Saat ini, penutur asli BMS berkurang dibandingkan dengan jumlah pemakai BMS yang ada. Hal ini disebabkan pengaruh masyarakat pendatang seperti suku Banjar, Jawa, Mandailing dan lainnya. Kewajaran tersebut sesuai dengan fungsi BMS yang hanya terlihat dalam pergaulan sehari-hari dan dalam upacara adat masyarakat pendukungnya.

Pendidikan formal, BMS tidak lagi dipakai. BMS dipakai dalam lingkungan keluarga dan dalam upacara adat. Hal ini dapat dimaklumi karena bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau atau disingkat BMR. Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan formal di kabupaten Deli Serdang sudah mulai sejak awal abad 101 yang ditandai dengan berdirinya beberapa madrasah, SD, SMP, dan SMA-SMK.

(11)

Pemakaian BMS dalam kehidupan sehari-hari terlihat berdampingan dengan bahasa daerah pendatang seperti bahasa Banjar, Jawa, Minangkabau serta Karo masih terlihat pada daerah yang diteliti. Penelitian yang sudah dilakukan, orang pendatang sudah mulai bisa berbahasa Melayu Serdang dan sebaliknya. Yang perlu diperhatikan disini ialah masalah kelangsungan hidup BMS saat ini dan akan datang.

(12)

1.5.4 Peran Bahasa Melayu Serdang (BMS) di Lokasi Penelitian

Peranan BMS sangat fungsional pemakaiannya dalam pergaulan sehari-hari. Pemakaiannya tidak saja terbatas pada suku Melayu, akan tetapi juga pada suku pendatang.

Peranan BMS tampak dalam berbagai aspek kehidupan mereka, seperti dalam tutur sapa, berbasa basi sewaktu berjumpa di jalan atau di pasar, di sawah, dan lain sebagainya. Dapat terlihat dalam komunikasi lisan, bila dalam komunikasi tertulis, masyarakat lebih memakai bahasa Indonesia dan bahasa Arab.

Di daerah ini juga, penulis menemukan bahwa dalam upacara adat suku bangsa Melayu Serdang berkaitan dengan belief sistem ‘sistem kepercayaan’, nenek moyangnya yang masih dipercayai dan dilaksankan sampai saat ini. Kepercayaan tradisional yang ada di dalam masyarakat dituangkan dalam bentuk upacara-upacara adat, termasuk di dalamnya upacara meminang, perkawinan, memasuki rumah baru, jamu laut, melenggang perut atau mandi tian, membelah mulut, dan sebagainya. Dalam upacara tersebut, BMS sangat berperan.

Pemakaian BMS dalam upacara adat memperlihatkan corak tertentu, bila dibandingkan pemakainya dalam bahasa pergaulan sehari-hari. Yang dimaksud dengan corak tertentu di sini ialah adanya variasi yang terlihat berbeda dari penggunaan bahasa sehari-hari. Variasi itu terutama menyangkut pilihan kata,

(13)

istilah kekerabatan, dan bahasa bangsawan Melayu yang penggunaanya jarang dipakai secara umum.

Di upacara adat tersebut, masyarakat biasanya dipandang dari segi umur, bukan dari segi gelar kebangsawan Melayu. Saat upacara keagamaan peranan BMS tidak menonjol, seperti khotbah di mesjid, upacara penguburan mayat, dan akad nikah selain menggunakan bahasa Arab dipakai juga bahasa Indonesia.

Masyarakat Melayu Serdang juga memiliki sastra lisan, yang dimiliki oleh orang-orang yang dulunya pernah bekerja atau tinggal di sekitar Kesultanan Serdang.

1.5.5 Adat Budaya Melayu Serdang

Keanekaragaman bangsa Indonesia ditandai dengan adat istiadatnya masing-masing dan sesuai dengan kebudayaan yang dipatuhi dan dilaksanakan warganya. Umpamanya dalam pelaksanaan upacara perkawinan yang walaupun sudah dilaksanakan secara agama, namun masih harus diiringi dengan acara adat.

Anggapan bahwa adat itu sudah usang dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman adalah tidak tepat. Adat selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman bagi bangsa Indonesia adat merupakan nilai-nilai luhur yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari jiwa bagi bangsa Indonesia.

(14)

ketentuan ini selalu didasari oleh falsafah hidup yang merupakan nilai luhur dari masyarakat itu sendiri.

Masyarakat Melayu terkait erat dengan pilar utama peradatan budaya Melayu, yang berbunyi ”Adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan qitabullah”. Demikian pula konsep budaya bagi masyarakat Melayu tidak boleh bergeser dari konsep Islami. Bagi orang Melayu walaupun budaya dan agama saling mendukung dan terkait namun agama bukan merupakan bagian dari kebudayaan. Agama merupakan kehendak dan karunia dari Allah SWT, sedangkan budaya merupakan hasil karya manusia.

Masyarakat Melayu Serdang mempunyai kebiasaan-kebiasaan tertentu. Kebiasaan-kebiasaan ini ada yang sangat tebal, sehingga menjadi adat istiadat, ataupun menjadi adat atau kebiasaan yang diadatkan.

Kata adat berasal dari bahasa Arab, yaitu ”adhi”, akhiran ”i” mempunyai arti ”alam” atau tempat dimana ”adh” atau adat itu berlaku (Husny, 1972: 53). Menurut Koentjaraningrat (1985 : 11) adat adalah wujud ideal dari kebudayaan.

Pendiri-pendiri adat menurut zamannya sangat mementingkan alam sekitarnya sebagai sokoguru untuk masyarakat yang dibentuknya. Apa saja yang terdapat pada alam dipelajari, diselidiki dengan teliti, mulai dari kejadian dan sifat-sifat benda di alam, makhluk dan tumbuh-tumbuhan sampai pada hal-hal yang abstrak. Falsafah yang timbul dari pengetahuan dan pengalaman-pengalaman di alam sekitarnya, menjurus kepada ilmu-ilmu dan susunan hukum masyarakat yang berbudaya ”Larang” dan ”Suruh” serta kias dilambangkan dalam bentuk simbol benda yang mencerminkan gerak jiwa masyarakat adat yang bersangkutan. Masyarakat

(15)

Melayu mengatakan sesuatu dengan perumpamaan, seolah-olah menyuruh orang untuk berpikir.

1.5.6 Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang

Masyarakat Melayu Serdang upacara perkawinan merupakan upacara yang sangat sakral, upacara ini sangat penting dan merupakan bagian yang paling utama dalam ritus-ritus peralihan (rites of the passage). Sebagai makhluk yang berbudaya, manusia mengenal adat istiadat, salah satunya adat istiadat perkawinan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dalam kegiatan yang berkaitan dengan upacara perkawinan. Dalam upacara perkawinan adat istiadat masyarakat Melayu Serdang, adat istiadat berfungsi sebagai pengatur tingkah laku dalam melaksanakan upacara perkawinan.

Seseorang yang sudah melaksanakan upacara perkawinan akan mengalami perubahan status, yaitu dari bujangan berubah menjadi berkeluarga, dan di dalam masyarakat pasangan tersebut juga diperlakukan sebagai anggota penuh. Sistem perkawinan juga dapat merubah sistem kekeluargaan, dan bahkan dapat juga menggeser hak dan kewajiban anggota kerabat lainnya, misalnya kewajiban seorang abang yang harus melindungi adik perempuannya, setelah perkawinan kewajiban ini akan jatuh kepada suami si adik.

(16)

2. Jamu sukut 3. Meminang 4. Ikat janji

5. Mengantar bunga sirih 6. Akad nikah

7. Berinai

yang terdiri atas: a. Berinai tengah b. Berinai tengah

c. Berinai dan mandi berhias 8. Berandam dan mandi berhias 9. Bersanding

10. Nasi hadap-hadapan 11. Mandi berdimbar

12. Mandi selamat (lepas Halangan) (Basyarsyah II, 2005 : 52)

Zaman dahulu, semua, adat istiadat di atas musti dijalani satu persatu, tetapi pada zaman sekarang adat istiadat ini lebih disederhanakan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu pihak laki-laki dan pihak perempuan, hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Upacara-upacara yang dilakukan sebelum upacara pernikahan adalah, merisik, jamu sukut, meminang ikat janji dan, mengantar bunga sirih. Ini dilakukan sekaligus untuk mempersingkat waktu, pada acara merisik dan meminang ini pihak laki-laki dan perempuan menggunakan jasa telangkai, tugas telangkai ini adalah untuk menyampaikan maksud hati sang pemuda kepada pihak perempuan. Seperti yang dikatakan di depan bahwa masyarakat Melayu dalam menyampaikan maksud hati tidak pernah secara terang-terangan selalu menggunakan kiasan dan sindiran, dan ini dilakukan dengan cara petatah petitih dan berpantun. Ketika acara meminang ini pihak laki-laki membawa 1 tepak pembuka kata, 1 tepak sirih perisik, 1 tepak sirih peminang, 1

(17)

tepak sirih ikat janji dan 4 tepak sirih pengiring, dan semua tepak ini dibungkus dengan kain songket. Dan dari pihak perempuan juga sudah ada 1 tepak sirih menanti, 1 tepak sirih ikat janji dan 1 tepak sirih tukar tanda. Acara meminang kedua orang tua si gadis tidak hadir dalam perundingan.

Pada acara akad nikah dilakukan dengan amat sakral dan seluruhnya dilakukan dengan cara agama Islam tidak diganggu dengan adat. Sewaktu acara bersanding, sebelumnya dilakukan upacara-upacara adat, seperti upacara penyambutan pengantin pria dengan pencak silat, hempang batang/buluh, tukar tepak, tengah halaman, tukar payung, perang bertih/bunga rampai disambut tari persembahan dan hempang pintu. Upacara-upacara ini dilakukan di luar rumah. Upacara yang dilakukan di dalam rumah adalah hempang kipas di pelaminan bersanding, marhaban, doa, tepung tawar, makan nasi hadap-hadapan dan penyerahan pengantin laki-laki kepada pihak perempuan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melakukan penelitian tentang perbandingan morfem –ta dan –te ita pada verba bahasa Jepang, data diambil dari esai yang terdapat dalam buku yang memiliki judul

Jadi dapat dipahami dengan menggunakan teknik kepustakaan dapat dikumpulkan bermacam data yang dibutuhkan untuk menganalisis penggunaan dan makna fukushi せめて semete

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada pembaca, khususnya pembaca di bidang sastra berupa pemahaman mengenai kandungan makna mantra melaut suku Melayu Aras

Untuk mengetahui tindakan produsen keripik industri rumah tangga di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tentang label makanan tahun 2012. 1.4

kembali pasien penyalahguna NAPZA di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012..

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode yang dikemukakan Riffaterre dalam pemaknaan puisi, karena dari beragam semiotik yang dikemukakan oleh para ahli,

Apa makna praktik magis yang dilakukan masyarakat di Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau), Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli

Baterai dalam kondisi penuh 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian “Analisis Performa Endurance Pesawat Unmanned Aerial Vehicle UAV Tail Twin