• Tidak ada hasil yang ditemukan

343856243-Laporan-Suspensi.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "343856243-Laporan-Suspensi.docx"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL I

MODUL I

SUSPENSI

SUSPENSI

I. I. TUJUANTUJUAN

Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasi sediaan suspensi dan Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasi sediaan suspensi dan melkukan kontrol kaualitas (evaluasi) sediaan suspensidan pengaruh tipe alat terhadap stabilitas melkukan kontrol kaualitas (evaluasi) sediaan suspensidan pengaruh tipe alat terhadap stabilitas suspensi.

suspensi.

II.

II. DASAR TEORIDASAR TEORI

Suspensi farmasi adalah disperse kasar, dimana partikel padat yang tak larut terdispersi dalam Suspensi farmasi adalah disperse kasar, dimana partikel padat yang tak larut terdispersi dalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang sebagian besar lebih dari 0,1 mikron. medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang sebagian besar lebih dari 0,1 mikron. Beberapa partikel terlihat dibawah mikroskop menunjukan geraka brown bila dispersinya Beberapa partikel terlihat dibawah mikroskop menunjukan geraka brown bila dispersinya mempunyai viskositas yang rendah.

mempunyai viskositas yang rendah.

Suspense dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara : Suspense dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara : 1.

1. Injeksi intramuscular ( Suspense Penicilin G )Injeksi intramuscular ( Suspense Penicilin G ) 2.

2. Tetes mata ( Suspense Hidrokortison Asetat )Tetes mata ( Suspense Hidrokortison Asetat ) 3.

3. Melalui mulut ( Suspense Sulfat/Kemicetin )Melalui mulut ( Suspense Sulfat/Kemicetin ) 4.

4. Memalui rectum ( Suspense Paranitro Sulfathiazole )Memalui rectum ( Suspense Paranitro Sulfathiazole )

Dalam pembuatan suspensi dikenal 2 macam system, yaitu system flokulasi dan system Dalam pembuatan suspensi dikenal 2 macam system, yaitu system flokulasi dan system deflokulasi. Dalam system flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah, cepat mengendap deflokulasi. Dalam system flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah, cepat mengendap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan pada system deflokulasi, dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan pada system deflokulasi,  partikel

 partikel terdeflokulasi terdeflokulasi mengenap mengenap perlahan-lahan perlahan-lahan dan dan akhirnya akhirnya membentuk membentuk sedimen sedimen dan dan terjaditerjadi agregasi dan selanjutnya cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.

agregasi dan selanjutnya cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.

Pada system flokulasi biasanya mencegah pemisahan yang sungguh-sungguh tergantung pada Pada system flokulasi biasanya mencegah pemisahan yang sungguh-sungguh tergantung pada kadar partikel padat dan derajat flokulasinya d

kadar partikel padat dan derajat flokulasinya dan pada suatu waktu flokulasi kelihatan kasarr akibaan pada suatu waktu flokulasi kelihatan kasarr akiba tt terjadi flokul. Dalam system deflokulasi, partikel tersdispersi baik dan mengenap sendirian, tapi terjadi flokul. Dalam system deflokulasi, partikel tersdispersi baik dan mengenap sendirian, tapi lebih lambat daripada system flokulasi, tapi partikel deflokulasi berkehandak

lebih lambat daripada system flokulasi, tapi partikel deflokulasi berkehandak membentuk sedimenmembentuk sedimen atau cake yang terdispersi kembali.

atau cake yang terdispersi kembali.

( Anief, 1993 ) ( Anief, 1993 ) Teknologi Pembuatan

(2)
(3)

Pembuatan sediaan obat suspensi dibedakan menjadi empat fase, yaitu : Pembuatan sediaan obat suspensi dibedakan menjadi empat fase, yaitu : a.

a. Pendistribusian atau penghalusan fase terdispersi.Pendistribusian atau penghalusan fase terdispersi.  b.

 b. Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam bahn Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam bahn pendispersi.pendispersi. c.

c. Stabilisasi untuk mencegah atau mengurangi pemisahna fase.Stabilisasi untuk mencegah atau mengurangi pemisahna fase. d.

d. Homogenisasi, yang diartikan sebagai perataan fase terdispersi dalam bahanHomogenisasi, yang diartikan sebagai perataan fase terdispersi dalam bahan  pendispersi.

 pendispersi.

Setelah penghalusan sampai ukuran partikel yang dikehendaki, bahan padat mula-mula Setelah penghalusan sampai ukuran partikel yang dikehendaki, bahan padat mula-mula digerus homogen dengan sejumlah kecil bahan pendispersi, kemudian sisa cairan dimasukkan digerus homogen dengan sejumlah kecil bahan pendispersi, kemudian sisa cairan dimasukkan sebagian demi sebagian. Jika pembawa terdiri dari beberapa cairanmaka untuk menggerus sebagian demi sebagian. Jika pembawa terdiri dari beberapa cairanmaka untuk menggerus digunakan cairan dengan viskositas yang tertinggi atau yang memiliki daya pembasahan paling digunakan cairan dengan viskositas yang tertinggi atau yang memiliki daya pembasahan paling  baik terhadap partikel terdispersi.

 baik terhadap partikel terdispersi.

Pengujian Ukuran Partikel, Dispersitas dan Pengujian Lainnya Pengujian Ukuran Partikel, Dispersitas dan Pengujian Lainnya

Penetuan ukuran partikel body padat tersuspensi dilakukan melalui pengukuran secara Penetuan ukuran partikel body padat tersuspensi dilakukan melalui pengukuran secara mikroskopik. Pengerjaan dipermudah dengan menggunakan mikroskop proyeksi (Lanameter), mikroskopik. Pengerjaan dipermudah dengan menggunakan mikroskop proyeksi (Lanameter), dimana objek mengalami perbesaran yang sangat kuat yang ditampilkan pada sebuah layar dimana objek mengalami perbesaran yang sangat kuat yang ditampilkan pada sebuah layar  berskala.

 berskala. Penentuan Penentuan orientasi orientasi partikel partikel dapat dapat dilakukan dilakukan dengan dengan GREENDOMETER. GREENDOMETER. TingkatTingkat dispersitas jika diperlakukan dapat diterapkan dengan mikroskopik, atau dengan pipet ANDREAS dispersitas jika diperlakukan dapat diterapkan dengan mikroskopik, atau dengan pipet ANDREAS atau yang lebih mudah lagi dengan penghitungan paretikel elektrolit(COULTER atau atau yang lebih mudah lagi dengan penghitungan paretikel elektrolit(COULTER atau GRANULOTER). Beberapa cara untuk memetukan ukuran partikel telah diuraikan dalam bagian GRANULOTER). Beberapa cara untuk memetukan ukuran partikel telah diuraikan dalam bagian 2.1.5. Disamping itu, informasi yang sangat diperlukan adalah hasil pengukuran RHEOLOGIS. 2.1.5. Disamping itu, informasi yang sangat diperlukan adalah hasil pengukuran RHEOLOGIS.

Untuk lotion misalnya dilakukan pengujian terhadap daya ikat lapisan yang telah mengering Untuk lotion misalnya dilakukan pengujian terhadap daya ikat lapisan yang telah mengering saeta evaluasi daya pekatnya untuk mendukung kandungan bahan aktif didalam suspensi sebagai saeta evaluasi daya pekatnya untuk mendukung kandungan bahan aktif didalam suspensi sebagai tolak ukur evaluasi kualitasnya yang dapat dilakukan langsung setelah pengocokan suspensi. tolak ukur evaluasi kualitasnya yang dapat dilakukan langsung setelah pengocokan suspensi.

( Voight, 1971 ) ( Voight, 1971 ) Pengemasan dan Penyimpanan

Pengemasan dan Penyimpanan

Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kebanyakan suspensi harus memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan, dan disimpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan, dan cahaya. Suspensi perlu dikocok

cahaya. Suspensi perlu dikocok tiap kali sebelum digunakan. Untuk menjamin dtiap kali sebelum digunakan. Untuk menjamin distribusi zat padatistribusi zat padat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam.

(4)

Sifat-Sifat Yang Diinginkan Dalam Suatu Suspensi Farmasi Sifat-Sifat Yang Diinginkan Dalam Suatu Suspensi Farmasi

Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu suspense farmasi Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu suspense farmasi yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dari komponen-komponen forrmulasi, yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dari komponen-komponen forrmulasi, kelenggangan sediaan dan bentuk estetika dari sediaan sifat-sifat yang diinginkan dalam semua kelenggangan sediaan dan bentuk estetika dari sediaan sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi dan sifat-sifat lain yang spesifik untuk suspense farmasi :

sediaan farmasi dan sifat-sifat lain yang spesifik untuk suspense farmasi : 1.

1. Suatu suspensi fSuatu suspensi farmasi yang armasi yang dibuat dengan tepat dan cepat dibuat dengan tepat dan cepat mengendap mengendap secarasecara lambat dan harus rata lagi bila dikocok.

lambat dan harus rata lagi bila dikocok. 2.

2. Karakteristik suspensi harus sedemikan rupa sehingga ukuran partikel dariKarakteristik suspensi harus sedemikan rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.

suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan. 3.

3. Suspense harus bias dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.Suspense harus bias dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.

( Ansel, 1989 ) ( Ansel, 1989 )

III.

III. Alat dan BahanAlat dan Bahan ALAT

ALAT 

 Alat volumetricAlat volumetric 

 Alat-alat pembuatan suspensi (mixer)Alat-alat pembuatan suspensi (mixer) 

 Tabung reaksi 20 ml (minimal 20 buah)Tabung reaksi 20 ml (minimal 20 buah) BAHAN BAHAN   SulfadiazinaSulfadiazina   SulfamerazinaSulfamerazina   SulfadimidinaSulfadimidina 

 Asam sitratAsam sitrat 

 CMC NaCMC Na 

 Metil parabenMetil paraben    NaOH NaOH   GulaGula   EtanolEtanol

(5)

 Sodium Lauril SulfatSodium Lauril Sulfat 

  

IV.

IV. Cara Kerja SkematisCara Kerja Skematis A.

A. Menghitung derajat flokulasiMenghitung derajat flokulasi

Buat disperse Sulfadiazina dengan formula sebagai berikut : Buat disperse Sulfadiazina dengan formula sebagai berikut :

Formula Formula A A B B C C D D EE Sulfadiazina Sulfadiazina 6 6 gr gr 6 6 gr gr 6 6 gr gr 6 6 gr gr 6 6 grgr SLS SLS 60 mg 60 mg 60 60 mg mg 60 60 mg mg 60 60 mg mg 60 60 mgmg - - 6 6 mg mg 12 12 mg mg 18 18 mg mg 30 30 mgmg Aquadest Aquadest 60 60 ml ml 60 60 ml ml 60 60 ml ml 60 60 ml ml 60 60 mlml Cara pembuatan Cara pembuatan

Larutkan SLS ke dalam sebagian aquadest Larutkan SLS ke dalam sebagian aquadest

↓ ↓

Didispersikan serbuk Sulfadiazina ke dalam larutan yang mengandung SLS Didispersikan serbuk Sulfadiazina ke dalam larutan yang mengandung SLS

↓ ↓

Di aduk sampai semua serbuk terbasahi,jika oerlu tambahkan sedikit aquadest Di aduk sampai semua serbuk terbasahi,jika oerlu tambahkan sedikit aquadest

↓ ↓

Ditambahkan

Ditambahkan larutan larutan secara secara seksama seksama pada pada formula-formula formula-formula B,C,D B,C,D dan dan E E aduk aduk sampaisampai homogen dan terjadi suatu disperse terflokulasi

homogen dan terjadi suatu disperse terflokulasi ↓

Disperse kemudian dituang ke dalam tabun

Disperse kemudian dituang ke dalam tabung reaksi berskala (sekitar 10-12 ml) ditambahg reaksi berskala (sekitar 10-12 ml) ditambah aquadest samapai 60 ml digojong homogeny

aquadest samapai 60 ml digojong homogeny ↓

Ditempatkan tabung dalam rak catat tinggi pengendapan pada waktu tertentu 0,5,10,15,20,25,30 Ditempatkan tabung dalam rak catat tinggi pengendapan pada waktu tertentu 0,5,10,15,20,25,30 dan 60 menit amati pula supernatannya

dan 60 menit amati pula supernatannya ↓

(6)

Ditentukan suspense yang diflokulasi dan suspense yang

Ditentukan suspense yang diflokulasi dan suspense yang flokulasi serta buat grafik waktu vsflokulasi serta buat grafik waktu vs harga F untuk kelima formula tsb

harga F untuk kelima formula tsb ↓

Dihitung derajat flokulasi suspense dengan rumus

Dihitung derajat flokulasi suspense dengan rumusyaitu β= F/Fyaitu β= F/F

˷

˷

B.

B. Mengenal metode pembuatan suspense :Mengenal metode pembuatan suspense : Formula : Tiap 5 ml mengandung :

Formula : Tiap 5 ml mengandung : R/ R/ Sulfadiazina Sulfadiazina 167 167 mgmg Sulfamerazina Sulfamerazina 167 mg167 mg Sulfadimidina Sulfadimidina 167 167 mgmg Asam

Asam sitrat sitrat 200 200 mgmg CMC

CMC Na Na 50 50 mgmg

Metal

Metal paraben paraben 5 5 mgmg  NaOH

 NaOH 100 mg100 mg

Sirup

Sirup simplex simplex 1,5 ml1,5 ml Etanol

Etanol 50 50 µlµl

Aquadest

Aquadest ad ad 5 5 mlml

Tiap formula dibuat sebanyak 300 ml.Jadi,setiap bahan dikalikan 60 Tiap formula dibuat sebanyak 300 ml.Jadi,setiap bahan dikalikan 60

Metode pembuatan suspense Metode pembuatan suspense

1.

1. Cara presipitasiCara presipitasi

Disuspensikan CMC Na dalam air panas distirer dengan kecepatan 120 rpm Disuspensikan CMC Na dalam air panas distirer dengan kecepatan 120 rpm

↓ ↓

Ditambahkan air dingin (air es) dan didinginkan samapai

Ditambahkan air dingin (air es) dan didinginkan samapai temperature (25° C).aduk selama 60temperature (25° C).aduk selama 60 menit atau

menit atau hingga terbentuk hingga terbentuk larutan jernilarutan jernihh ↓

(7)

Dilarutkan metal paraben/nipagin dalam etanol ↓

Dicampurkan ketiga sulfa di atas ↓

Ditambahkan (a) sambil diaduk,kemudian (b) dan homogenkan .Lalu tambahkan sirup simplex (sirup simplex dibuat dahulu gula dan air dengan perbandingan 65:35 pemanasan jangan teralu

tinggi. ↓

Diaduk kemudian tambahkan asam sitrat ke dalam campuran ↓

Ditempatkan suspense dalam tabung reaksi yang telah diberi skala untuk pengamatan

2. Cara disperse

Dilakukan langkah yang sama dengan cara presipitasi yaitu langkah a,b dan c ↓

Ditambahkan campuran sulfa ke dalamlarutan CMC Na sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogeny.Ditambahkan juga larutan metal paraben,sirup simplex,larutan asam sitrat dan

larutan NaOH sambil dihomogenkan ↓

Ditempatkan ssupensi dalam tabung reaksi yang telah diberi skala untuk pengamatan

3. Dilakukan evaluasi suspense yang meliputi :

 Organoleptisnya  Volume sedimentasi

 Diameter rata-rata partikel

 Gambar bentuk Kristal pertikel suspense

 Bandingkan hasil perolehan dengan cara presipitasi dan cara disperse  Redispersibilitas

(8)

 Ukur pH

V. Pembahasan cara kerja

Menghitung derajat flokulasi

Yang pertama kali dilakukan ialah menimbang masing-masing bahan kemudian larutkan SLS ke dalam sebagian aquadest lalu serbuk SLS dilarutkan ke dalam sebagian aquadest kemudian didispersikan serbuk Sulfadiazina ke dalam larutan yang mengandung SLS lalu di aduk sampai semua serbuk terbasahi,jika perlu tambahkan sedikit aq uadest selanjutnya ditambahkan

larutan secara seksama pada formula-formula B,C,D dan E aduk sampai homogen dan terjadi suatu disperse terflokulasi lalu disperse kemudian dituang ke dalam tabung reaksi  berskala (sekitar 10-12 ml) ditambah aquadest samapai 60 ml digojong homogeny selanjutnya

ditempatkan tabung dalam rak catat tinggi pengendapan pada waktu tertentu 0,5,10,15,20,25,30 dan 60 menit amati pula supernatannya setelah itu nditentukan suspense yang diflokulasi dan suspense yang flokulasi serta buat grafik waktu vs h arga F untuk kelima formula tsb dan terakhir dihitung derajat flokulasi suspense dengan rumus yaitu β= F/F

˷

 .

Cara presipitasi

Hal pertama yang dilakukan ialah disuspensikan CMC Na dalam air panas kemudian aduk kuat dengan perputaran searah dengan kecepatan 120 rpm kemudian

ditambahkan air dingin (air es) dan didinginkan sampai temperature (25° C).aduk selama 60 menit atau hingga terbentuk larutan jernih selanjutnya dilarutkan metil paraben/nipagin dalam etanol lalu dicampurkan ketiga sulfa di atas setelah itu ditambahkan (a) sambil diaduk,kemudian (b) dan homogenkan .Lalu tambahkan sirup simplex (sirup simplex dibuat dahulu gula dan air dengan  perbandingan 65:35 pemanasan jangan teralu tinggi.kemudian diaduk kem udian tambahkan asam

sitrat ke dalam campuran lalu ditempatkan suspense dalam tabung reaksi yang telah diberi skala untuk pengamatan.

Cara dispersi

Hal pertama yang dilakukan ialah disuspensikan CMC Na dalam air panas kemudian aduk kuat dengan perputaran searah dengan kecepatan 120 rpm kemudian ditambahkan air dingin (air es) dan didinginkan sampai temperature (25° C).kemudian diaduk selama 60 menit atau hingga terbentuk larutan jernih selanjutnya dilarutkan metil paraben/nipagin dalam etanol lalu

(9)

dicampurkan ketiga sulfa di atas setelah itu ditambahkan campuran sulfa ke dalamlarutan CMC  Na sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen.Ditambahkan juga larutan metal  paraben,sirup simplex,larutan asam sitrat dan larutan NaOH sambil dihomogenkan lalu

ditempatkan ssupensi dalam tabung reaksi yang telah diberi skala untuk pengamatan.

Evaluasi suspensi

Yang dilakukan pertama kali dalam evaluasi ini ialah Organoleptis dengan melakukan  pengamatan berupa warna (intensitas warna),bau (terjadinya perubahan bau),rasa (perubahan mouthfell) setelah itu dilakukan pengamatan volume sedimentasi dalam pengamatan ini  pengukuran volume sedimentasi yang dihasilkan dari suspense bias digunakan untuk mengevaluasi suspense kemudian diameter rata-rata partikel dapat dilakukan dengan cara mengamati malalui mikroskopamati hasil endapan dengan menggunakan gambar bentuk kristal  partikel suspense kemudian bandingkan hasil perolehan dengan cara presipitasi dan cara disperse

setelah itu redispersibilitas hal ini dilakukan jika suspense meghasilkan endapan,maka ia harus mudah didispersikan kembali dengan pengocokan yang minimal untuk menghasilkan sediaan yang seragam.

Kemudian ukur viskositas dengan alat viscometer setelah itu ukur pH menggunaka stik pH lalu cocokkan dengan warna indicator pH.

VI. Hasil dan Perhitungan

Menghitung derajat flokulasi ( ) Tinggi suspensi awal (Ho) = 12,0 cm Waktu

(menit)

Tinggi endapan (Hu) untuk formula (cm)

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 E1 E2 E3 0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 5 11,8 12,0 11,7 12,0 11,8 12,0 11,9 11,7 11,8 11,2 11,2 11,5 11,6 11,7 11,7 10 11,8 11,9 11,7 11,8 11,8 11,8 11,8 11,7 11,8 10,8 10,9 11,0 11,3 11,5 11,5 15 11,7 11,7 11,7 11,8 11,7 11,8 11,6 11,7 11,7 10,7 10,8 10,5 11,1 11,2 11,3 20 11,7 11,7 11,7 11,7 11,6 11,7 11,6 11,5 11,6 9,7 9,8 10,0 10,9 11,0 11,2 25 11,6 11,6 11,7 11,7 11,6 11,7 11,4 11,4 11,5 9,3 9,5 9,8 10,8 11,0 11,1

(10)

30 11,5 11,6 11,6 11,6 11,5 11,6 11,3 11,3 11,4 9,1 9,2 9,5 10,8 11,0 11,1 60 11,4 11,5 11,5 11,5 11,3 11,4 11,2 11,2 11,3 8,5 8,2 8,7 10,6 10,8 11,0

β 1,05 1,04 1,04 1,04 1,06 1,05 1,07 1,07 1,06 1,41 1,46 1,3 1,13 1,1 1,09

1. Menghitung derajat flokulasi (β)

F =

a. Formula A1

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,8 0,983 10 12,0 11,8 0,983 15 12,0 11,7 0,975 20 12,0 11,7 0,975 25 12,0 11,6 0,967 30 12,0 11,5 0,958 60 12,0 11,4 0,950  b. Formula A2

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 12,0 1 10 12,0 11,9 0,992 15 12,0 11,7 0,975 20 12,0 11,7 0,975 25 12,0 11,6 0,967 30 12,0 11,6 0,967 60 12,0 11,5 0,958 c. Formula A3

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

(11)

5 12,0 11,7 0,975 10 12,0 11,7 0,975 15 12,0 11,7 0,975 20 12,0 11,7 0,975 25 12,0 11,7 0,975 30 12,0 11,6 0,967 60 12,0 11,5 0,958 d. Formula B1

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 12,0 1 10 12,0 11,8 0,983 15 12,0 11,8 0,983 20 12,0 11,7 0,975 25 12,0 11,7 0,975 30 12,0 11,6 0,967 60 12,0 11,5 0,958 e. Formula B2

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,8 0,983 10 12,0 11,8 0,983 15 12,0 11,7 0,975 20 12,0 11,6 0,967 25 12,0 11,6 0,967 30 12,0 11,5 0,958 60 12,0 11,3 0,942 f. Formula B3

(12)

0 12,0 12,0 1 5 12,0 12,0 1 10 12,0 11,8 0,983 15 12,0 11,8 0,983 20 12,0 11,7 0,975 25 12,0 11,7 0,975 30 12,0 11,6 0,967 60 12,0 11,4 0,950 g. Formula C1

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,9 0,992 10 12,0 11,8 0,983 15 12,0 11,6 0,967 20 12,0 11,6 0,967 25 12,0 11,4 0,950 30 12,0 11,3 0,942 60 12,0 11,2 0,933 h. Formula C2

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,7 0,975 10 12,0 11,7 0,975 15 12,0 11,7 0,975 20 12,0 11,5 0,958 25 12,0 11,4 0,950 30 12,0 11,3 0,942 60 12,0 11,2 0,933

(13)

i. Formula C3

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,8 0,983 10 12,0 11,8 0,983 15 12,0 11,7 0,975 20 12,0 11,6 0,967 25 12,0 11,5 0,958 30 12,0 11,4 0,950 60 12,0 11,3 0,942  j. Formula D1

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,2 0,933 10 12,0 10,8 0,900 15 12,0 10,7 0,892 20 12,0 9,7 0,808 25 12,0 9,3 0,775 30 12,0 9,1 0,758 60 12,0 8,5 0,708 k. Formula D2

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,2 0,933 10 12,0 10,9 0,908 15 12,0 10,8 0,900 20 12,0 9,8 0,817 25 12,0 9,5 0,792 30 12,0 9,2 0,767

(14)

60 12,0 8,2 0,683

l. Formula D3

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,5 0,958 10 12,0 11,0 0,917 15 12,0 10,5 0,875 20 12,0 10,0 0,833 25 12,0 9,8 0,817 30 12,0 9,5 0,792 60 12,0 8,7 0,725 m. Formula E1

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,6 0,967 10 12,0 11,3 0,942 15 12,0 11,1 0,925 20 12,0 10,9 0,908 25 12,0 10,8 0,900 30 12,0 10,8 0,900 60 12,0 10,6 0,883 n. Formula E2

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1

5 12,0 11,7 0,975

10 12,0 11,5 0,958

15 12,0 11,2 0,933

(15)

25 12,0 11,0 0,917

30 12,0 11,0 0,917

60 12,0 10,8 0,900

o. Formula E3

Menit Ke- Ho (cm) Hu(cm) F

0 12,0 12,0 1 5 12,0 11,7 0,975 10 12,0 11,5 0,958 15 12,0 11,3 0,942 20 12,0 11,2 0,933 25 12,0 11,1 0,925 30 12,0 11,1 0,925 60 12,0 11,0 0,917

Grafik Volume Pengendapan vs Waktu (menit) Derajat Flokulasi (β)

β=

Formula Derajat Flokulasi (β)

F60 F0 β A1 11,4 12,0 1,05 A2  11,5 12,0 1,04 A3  11,5 12,0 1,04 B1  11,5 12,0 1,04 B2  11,3 12,0 1,06 B3 11,4 12,0 1,05 C1  11,2 12,0 1,07

(16)

C2  11,2 12,0 1,07 C3  11,3 12,0 1,06 D1  8,5 12,0 1,41 D2  8,2 12,0 1,46 D3  8,7 12,0 1,3 E1  10,6 12,0 1,13 E2  10,8 12,0 1,1 E3  11,0 12,0 1,09

Mengetahui cara pembuatan dan evaluasi suspensi 1. Organoleptis

Uji Presipitasi Dispersi

Rasa Pahit Pahit

Bau Tidak berbau Tidak berbau

Warna Putih susu Putih susu

2. Volume sedimentasi

Tinggi suspensi awal (Ho) = 12 cm

Hari ke Tinggi endapan (cm)

Presipitasi Dispersi

0 Tidak ada endapan Tidak ada endapan

1 10,48 10,20 2 9,20 9,68 3 8,40 8,20 3. Diameter partikel Range diameter partikel (µm) Jumlah partikel Presipitasi Dispersi

Hari 1 Hari 3 Hari 1 Hari 3

0-10 - 90 - 3 10-20 - 81 - 9 20-30 - 70 - 14 30-40 - 65 - 22 40-50 - 57 - 36 50-60 - 47 - 47 60-70 - 35 - 58 70-80 - 24 - 68 80-90 - 18 - 70 90-100 - 10 - 85 >100 - 3 - 90

(17)

a. Suspensi presipitasi Rata-rata Hari ke-1 : -Rata-rata Hari ke-3 : 45,455  b. Suspensi dispersi

Rata-rata Hari ke-1 : -Rata-rata Hari ke-3 : 45,636

4. Bentuk Kristal (Gambarkan sesuai proporsinya)

Presipitasi Dispersi

5. Uji Redispersibilitas (Lakukan setelah terjadi endapan)

Hari ke Replikasi Waktu terdispersi kembali

Presipitasi Dispersi

1

1 Tidak terjadi endapan Tidak terjadi endapan 2 Tidak terjadi endapan Tidak terjadi endapan 3 Tidak terjadi endapan Tidak terjadi endapan 3

1 Sudah terjadi endapan Sudah terjadi endapan 2 Sudah terjadi endapan Sudah terjadi endapan 3 Sudah terjadi endapan Sudah terjadi endapan 6. Viskositas dan PH

Uji Presipitasi Dispersi

Viskositas :

Hari 1 Tidak ada endapan Tidak ada endapan

Hari 3 Terjadi cake Sedikit mengeras

PH :

Hari 1 6 6

Hari 2 6 6

7. Prediksi stabilitas dengan cara disentrifugasi Tinggi suspensi awal (Ho) = 10 cm

Hari ke Tinggi endapan (cm)

(18)

0 Tidak ada endapan Tidak ada endapan

3 8 7,5

Prediksi stabilitas Cukup stabil Cukup stabil

VII. Pembahasan

Pada percobaan ini, diharapkan praktikan mampu melakukan kontrol kualitas sediaan suspensi meliputi menghitung derajat flokulasi, perbedaan metode pembuatan suspensi dan pengaruh tipe alat terhadap stabilitas suspensi. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Jika dikocok endapan harus segera terdispersi kembali.

Pada pengukuran derajat flokulasi (β) dibuat disperse sulfadiazine dengan 5 formula yaitu A,B,C,D, dan E yang berisi bahan-bahan seperti sulfadiazine, SLS , AlCl3 dengan penambahan yang berlainan, dan aquadest. AlCl3 yang ditambahkan pada formula A,B,C,D, dan E berurutan dari yang jumlah penambahan tidak ada/paling sedikit sampai paling banyak penambahannya.pada formula ini AlCl3  merupakan bahan pembentuk flokulasi (floculating agent) dan sulfadiazine sebagai zat aktif/ fase dispersnya.Kemudian digunakan SLS (Sodium Lauril Sulfat) sebagai surfaktan yang berfungsi membantu pembentukan suspense (suspending agent) serta aquadest sebagai medium dispers.

Formula A merupakan suspense terdeflokulasi, karena tidak ditambahkannya AlCl3  yang  berfungsi sebagai flocculating agent. Suspense yang terdeflokulasi partikelnya mengenap  perlahan-lahan dan akhirnya membentuk ‘cake’ yang keras dan sukar untuk tersuspensi kembali. Sedangkan formula B,C,D dan E merupakan suspense terflokulasi karena ditambahkannya AlCl3 ke dalam formula. Suspense terflokulasi partikelnya terikat lemah, cepat mengenap, pada  penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.

Penghitungan derajat flokulasi untuk menilai kestabilan suspense selama proses  penyimpanan. Jika harga derajat flokulasi (β) =1 maka tidak terjadi flokulasi dalam system. Dari hasil keseluruhan 5 formula, diperoleh derajat flokulasi (β) > 1. Sehingga hasil percobaan untuk formula B,C,D dan E tidak sesuai dengan teori di mana seharusnya suspense yang terbentuk adalah system flokulasi.

(19)

Percobaan selanjutnya yaitu cara pembuatan dan evaluasi suspense. Pada pembuatan suspense ini dibuat formula dengan bahan aktif sulfadiazine, sulfamerazina, dan sulfadimidina. Terdapat  pula asam sitrat sebagai antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi pada suspense,

CMC-Na sebagai surfaktan, metil paraben sebagai bahan pengawet suspense yang berfungsi mencegah pertumbuhan mikroba selama penyimpanan, larutan NaOH sebagai pelarut sulfa (zat aktif), sirup simplek sebagai perasa, etanol sebagai pelarut metal paraben, dan aquadest sebagai medium disperse formula tersebut.

Pada pembuatan formula suspense ini digunakan 2 metode yaitu metode presipitasi dan disperse. Perbedaan pada kedua metode tersebut yaitu pada metode presipitasi penambahan larutan  NaOH dilakukan diawal sebagai pelarut sulfa. Prinsip metode presipitasi yaitu usaha mengubah  partikel zat terdispersi menjadi lebih halus dengan penambahan larutan NaOH terlebih dahulu agar  partikel sulfa menjadi lebih kecil dan dapat memudahkan dalam homogenisasi dengan bahan lainnya. Sedangkan untuk metode disperse penambahan larutan NaOH pada akhir, setelah semua  bahan tercampur. Prinsip metode disperse yaitu perubahan partikel secara fisik dengan cara obat

dihaluskan lalu ditambah wething agent.

Untuk hasil uji organoleptis, pada suspensi presipitasi dan disperse hasil yang diperoleh sama yaitu rasa pahit, tak berbau, dan berwarna putih susu. Selanjutnya pada uji volume sedimentasi tinggi suspense awal yaitu 12 cm, pada hari ke 0 tidak terbentuk endapan pada kedua metode suspense tersebut. Kemudian pada hari 1 sampai 3 terbentuk endapan dengan selisih yang hampir sama pada kedua metode suspense tersebut, yaitu pada hari ke 3 suspensi presipitasi dengan tinggi endapan 8,40 cm dan disperse 8,20 cm. Pada uji diameter partikel, suspensi presipitasi memiliki diameter partikel yang lebih kecil dibanding suspen si disperse. Untuk pengamatan bentuk Kristal, suspense presispitasi berbentuk kristal bulat kecil-kecil sedangkan suspense disperse berbentuk menyerupai jarum.

Pada uji redispersibilitas, pada hari pertama belum terbentuk endapan dari kedua suspense tersebut. Kemudian untuk hari ke 3 sudah terbentuk endapan dari kedua suspense tersebut, dengan waktu terdispersi kembali sekitar 1 menit. Suspense yang baik yaitu suspense yang tidak cepat mengenap dan mudah didispersikan kembali.

Pada uji viskositas dan pH, viskositas pada kedua suspense dari hari pertama sampai ketiga tidak terjadi endapan. Selanjutnya untuk pH pada hari pertama sampai kedua diperoleh hasil pH yang sama antara kedua suspense tersebut yaitu 6. Untuk uji prediksi stabilitas dengan cara

(20)

sentrifuge, tinggi endapan pada suspense presipitasi hari ketiga yaitu 8 cm, sedangkan suspensi disperse 7,5 cm.

VIII. Kesimpulan

 Semakin banyak AlCl3 (floculating agent) maka semakin banyak endapan yang terbentuk  Derajat flokulasi (β) =1, berarti tidak terjadi flokulasi

 Formula A termasuk suspense terdeflokulasi, sedangkan formula B,C,D, dan E termasuk suspense terflokulasi

 Hasil ke 5 formula β>1

 Volume pengendapan presipitasi lebih besar dibanding disperse

 Metode presipitasi lebih baik dibanding metode disperse dalam pe mbuatan suspense.

IX. Daftar Pustaka

Ansel Howard C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Moh.Anief, 1993, Farmasetika,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Voight.R, 1971, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Teknologi dan Formulasi Sediaan Cair dan

Semi Solid

 November 24, 2014Uncategorized

Teknologi dan Formulasi Sediaan Cair dan Semi Solid “ Sirup,Eliksir,Krim dan Litio ”

Disusun oleh :

 Nama : Restika M.Nora  NRI : 121015042

(21)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PPENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas tuntunan-Nya sehingga  penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini di buat dengan maksud

memenuhi tugas mata kuliah Teknologi dan Formulasi Sediaan Cair dan Semi Solid. Makalah ini  berisi tentang beberapa sediaan cair dan semi solid yang digunakan dalam pelayanan

kefarmasian dalam memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya pasien untuk proses pengobatan yang diambil dari berbagai sumber mulai dari buku dan media sosial.

Dengan terselesainya makalah ini penyusun menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun ke arah ini sangat harapkan dari  pembaca terlebih Dosen Paulina V.Y.Yamlean,S.Farm.,M.Kes,Apt. Sebagai Dosen matakuliah

Teknologi dan Formulasi Sediaan Cair dan Semi Solid.

Manado, September 2014 Penyusun DAFTAR ISI Kata Pengantar ……….. i Daftar Isi ………. ii BAB I Pendahuluan ……….………….. 1 1. Latar Belakang ……….. 1 2. Rumusan Masalah……….. 1 3. Batasan Masalah………..………….. 1 BAB II Pembahasan ……….. 2

(22)

A. Sirup ……… 2-8 B. Eliksir ………..………. 8-11 C. Krim ………. 11 -16 D. Lotio……….. 17 -21

BAB III Penutup ……… 22 A. Kesimpulan ………. 22 REFERENSI ……… 23 ii. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Seiring berkembangnya kemajuan teknolgi dan Ilmu pengethauan diberbagai bidang, tidak dapat disangkal bahwa dunia kefarmasian juga berkembang pesat dengan kata lain Profesi kefarmasian telah mengalami berbagai perubahan, khususnya dalam kurun waktu kira-kira 40 tahun terakhir, yaitu sejak tahun 1960-an,dimana seorang farmasis tidak hanya sebagai petugas kesehatan yang yang bertugas memberikan setiap kebutuhan obat yang dibutuhkan pasien melalui resep yang ditulis oleh dokter tetapi seiring berjalannya waktu,di Indonesia sendiri dengan dikeluarkannya SK Mentri kesehatan No.436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis,atau yang lebih dikenal dengan Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian dengan jangkauan pelayanan farmasi klinis meliputi konseling,Monitoring efek samping obat,Pencampuran obat suntik secara aseptis,Menganalisis efektivitas biaya,Penentuan kadar obat dalam darah,penanganan obat sitostatika,Penyiapan total peranteral

nutrisi,Pemantauan penggunaan obat dan Pengkajian penggunaan obat.

Hal di atas menegaskan bahwa pentingnya seorang famsis sebelum terjun dalam dunia pelayanan kefarmasian , mengetahui sediaan-sediaan farmasi sehingga seorang farmasis mampu memilih sediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kedaan pasien.

2. Rumusan Masalah

a. Apa defenisi dari sediaan Sirup,Eliksir,Krim dan Litio ?

 b. Apa kelebihan dan kekurangan sediaan Sirup,Eliksir,Krim dan Litio ? c. Bagaimana cara atau proses pembuatan Sirup,Eliksir,Krim dan Litio ? 3. Batasan Masalah

Ruang lingkup bahasan makalah ini difokudkan pada Teknologi dan Formulasi Sediaan Cair dan Semi Solid seperti Sirup,Eliksir,Krim(Cremores),Litio,”

1. BAB II

PEMBAHASAN A. SIRUP

1. Definisi

(23)

sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (Anonim, 1995). Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang ditambah obat atau zat

 pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis. Sirup adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50% sakarosa (Ansel et al., 2005).

Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian mengenai sirup. Sirup adalah sediaan cair  berupa larutan yang mengandung sakarosa (Anonim, 1979). Sirup adalah sediaan cairan kental

untuk pemakaian dalam, yang minimal mengandung 90% sakarosa (Voigt, 1984). Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi sebagai : 1. Obat, misalnya : chlorfeniramini maleatis sirupus.

2. Corigensia saporis, misalnya : sirupus simplex Corigensia odoris, misalnya : sirupus aurantii

Corigensia coloris, misalnya : sirupus Rhoedos, sirupus rubi idaei

3. Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup karena konsentrasi gula yang tinggi mencegah pertumbuhan bakteri.

2.

2. Komponen Sirup a. Pemanis

Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori rendah. Adapun pemanis

 berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa sdangkan yang berkalori rendah seperti laktosa.

 b. Pengawet antimikroba

Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat bertahan lebih lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba atau jamur.

c. Perasa dan Pengaroma

Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan yang berasal dari alam untuk membuat sirup mempunyai rasa yang enak. Karena sirup adalah sediaan cair,

 pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Pengaroma ditambahkan ke dalam sirup untuk memberikan aroma yang enak dan wangi. Pemberian pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan sirup, misalkan sirup dengan rasa jeruk diberi aroma citrus.

d. Pewarna

Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan

keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna  biasanya dibuat konsisen dengan rasa.

Juga banyak sediaan sirup, terutama yang dibuat dalam perdagangan mengandung pelarut- pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengental dan stabilisator.

3. Sifat Fisika Kimia Sirup a. Viskositas

(24)

untuk mengalir.Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya.Untuk menentukan

3.

kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran sediaan farmasi.Suhu dipertahankan dalam batas idak lebi dari 0,1C.

 b. Uji mudah tidaknya dituang

Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup. Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan cairan akan smakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat fiik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama

 penyimpanan.Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat penstabil yang terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan sukar dituang.

c. Uji Intensitas Warna

Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada warna sirup mulai minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna pada minggu 0. Uji ini  bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan Selama waktu tertentu.

4. Pembuatan Sirup

Kecuali dinyatakan lain, Sirup dibuat dengan cara sebagai berikut :

Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.

Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glukosida antrakinon, di tambahkan natrium karbonat sejumlah 10% bobot simplisia.pada pembuatan sirop simplisia untuk

 persediaan di tambahkan Nipagin 0,25% b/v atau pengawet yang cocok.sirop disimpan dalam wadah tertutup rapar,dan di tempat yang sejuk.

a. Metode Kerja :

1) Melarutkan bahan- bahan dengan bantuan pemanasan Sirup yang dibuat dengan cara ini apabila :

• Dibutuhkan pembuatan sirup secepat mungkin

• Komponen siru p tidak rusak atau menguap oleh pemanasan

Pada cara ini umumnya gula ditambahkan ke air yang dimurnikan dan dipanaskan sampai larut. Contoh : sirup akasia, sirup cokelat

4.

2) Melarutkan bahan-bahan dengan pengadukan tanpa pemanasan

Metode ini dilakukan untuk menghindari panas yang merangsang inverse sukrosa. Prosesnya membutuhkan waktu yang lebih lama tetapi mempunyai kestabilan yang maksimal. Bila bahan  padat akan ditambahkan ke sirup, yang paling baik adalah dengan melarutkann ya dalam

sejumlah air murni dan kemudian larutan tersebut digabungkan ke dalam sirup. Contoh : sirup ferro sulfat.

3) Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang diberi rasa (Colatura).

Ada kalanya cairan obat seperti tingtur atau ekstrak cair digunakan sebagai sumber obat dalam  pembuatan sirup. Banyak tingtur dan ekstrak seperti itu mengandung bahan-bahan yang larut

(25)

dalam alcohol dan dibuat dengan pembawa beralkohol atau hidroalkohol. Jika komponen yang larut dalam alcohol ibutuhkan sebagai bahan obat dalam pembuatan sirup, beberapa cara kimia umum dapat dilakukan agar bahan-bahan tersebut larut dalam air, campuran dibiarkan sampai zat-zat yang tidak larut dalam air terpisah sempurna dan menyaringnya dari campuran. Filtratnya adalah cairan obat yang kepadanya kemudian ditambahkan sukrosa dalam sediaan sirup. Pada kondisi lain, apabila tingtur dan ekstrak kental dapat bercampur dengan sediaan berair, ini dapat ditambahkan langsung ke sirup biasa atau sirup pemberi rasa sebagai obat. Contoh : Sirup sena 4) Maserasi dan Perkolasi

• Maserasi adalah cara penarikan sari dari simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut

dalam cairan penyari pada suhu biasa yaitu pada suhunya 15-25 0C. Contoh : Sirupus Rhei, Althaeae sirup

• Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut perkolator, yang simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Contoh :Sirupus cinnamomi, sirup aurantii corticis.

 b. Persyaratan Mutu Dalam Pengerjaan Sirup

1) pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon di tambahkan  Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia.

Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil  paraben 0,25 % b/v atau pengawet lain yang cocok.

5.

2) Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.

3) Bj sirup kira-kira 1,3.

4) Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah menjadi glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih cepat.

5) Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan terjadinya gula invert. 6) Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar bidang

 polarisasi kekiri.

7) Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah berjamur dan  berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat.

8) Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati.

9) Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.

10) Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya nipagin.

11) Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan sirupus Iodeti ferrosi.Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi bentuk ferri. Gula invert disini dipercepat pembuatann ya dengan memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.

12) Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.

(26)

c. Penjernihan Sirup

Ada beberapa cara menjernihkan sirup :

1) Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan sambil diaduk, zat 6.

 putih telur akan menggumpal karena panas.

2) Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup akan melekat ke kertas saring.

5. Kestabilan Sirup dalam Penyimpan a. Cara Memasukkan Sirup Dalam Botol

Cara memasukkan sirup ke dalam botol penting untuk kestabilan sirup dalam penyimpanan, supaya awet (tidak berjamur ) sebaiknya sirup disimpan dengan cara :

1) Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada pendinginan ada kemungkinan terjadinya cemaran sehingga terjadi juga penjamuran.

2) Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas ( karena sterilisasi ) sampai penuh sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi sebagian gabusnya, lalu sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum yang menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.

3) Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah tidak berakibat terjadinya gula invert.

Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang panambahan metil paraben 0, 25% atau pengawet lain yang cocok.Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang terbaik adalah cara ketiga.

 b. Penetapan kadar sakarosa

1) Timbang seksama + 25 gram sirup dalam labu terukur 100 ml, tambahkan 50 ml air dan sedikit larutan Aluminium hidroksida p. Tambahkan larutan timbal ( II ) sub asetat p tetes demi tetes hingga tetes terakhir tidak menimbulkan kekeruhan.

2) Tambahkan air secukupnya hingga 100,0 ml saring, buang 10 ml filtrat pertama. Masukkan + 45,0 ml filtrat kedalam labu tentukur 50 ml, tambahkan campuran 79 bagian volume asam

klorida p dan 21 bagian vol. Air secukupnya hingga 50,0 ml. Panaskan labu dalam tangas air  pada suhu antara 68 o dan 70 oC selama 10 menit, dinginkan dengan cep at sehingga suhu lebih

kurang 20 oC.

3) Jika perlu hilangkan warna dengan menggunakan tidak lebih dari 100 mg arang penyerap. 4) Ukur rotasi optik larutan yang belum di inversi dan sesudah inversi menggunakan tabung 22,0 cm pada suhu pengukur yang sama antara 10 o dan 25 o C. Hitung kadar dalam %, C12H22O11 dengan rumus :

C = 300 x ( 10 - 20 ) 7.

( 144 –  0,5 t )

C = Kadar sacharosa dalam %

1 = rotasi optik larutan yang belum di inversi

2 = rotasi optik larutan yang sudah di inversi, t = suhu pengukuran. B. ELIKSIR

1. Defenisi

Menurut farmakope indonesia edisi III 1979, eliksir adalah sediaan berupa larutan yang

(27)

dan pengawet, digunakan secara oral. Pelarut utama biasanya etanol, bisa juga ditambahkan gliserol, sorbitol, dan propilenglikol. Eliksir atau elixir adalah sediaan farmasi yang berbentuk cair yang mengandung air dan alkohol (hidroalkohol), defenisi lainnya menyebutkan eliksir adalah sediaan cair hidroalkohol, jernih dan manis, untuk penggunaan oral.Eliksir merupakan : Cairan jernih, rasa manis, larutan hidroalkohol

Digunakan untuk pemakaian oral

Umumnya mengandung flavouring agent untuk meningkatkan rasa enak 2. Pengelompokan ekliksir

 Non medicated eliksir,digunakan sebagai bahan tambahan Medicated eliksir,mengandung bahan berkhasiat obat

Dibandingkan dengan sirup, eliksir kurang manis dan kurang kental. Hal tersebut berkaitan dengan kandungan gulanya sehingga kemampuannya menutupi rasa tidak enak semakin kecil.Kemampuan eliksir untuk menjaga kelarutan lebih baik jika dibandingkan dengan sirup.Eliksir merupakan sediaan yang stabil.Proporsi jumlah alkohol yang dikan dungnya  bervariasi, tergantung pada keperluan. Zat aktif yang sukar larut dalam air dan

8.

larut dalam alkohol diperlukan jumlah alkohol yang lebih besar.Selain alcohol, digunakan juga gliserin dan propilenglikol sebagai pemanis, dapat pula digunakan sorbitol di samping sukrosa,  bahkan pemanis buatan.Alkohol yang terdapat dalam eliksir berkisar antara 10-12%, tetapi ada

yang menggunakan hanya 3% saja dan yang tertinggi 44 % 3. KEUNTUNGAN ELIKSIR :

Mudah ditelan dibandingkan tablet atau kapsul Rasanya enak

Larutan jernih, tidak perlu dikocok lagi 4. KEKURANGAN ELIKSIR

Alkohol kurang baik untuk kesehatan anak.

Karena mengandung bahan yang mudah menguap, maka harus disimpan dalam botol bertutup kedap dan jauh dari sumber api

 NON MEDICATED ELIKSIR

Biasanya ditambahkan pada sediaan dengan tujuan :

Meningkatkan rasa atau menghilangkan rasa dan sebagai bahan pengencer eliksir yang mengandung bahan aktif obat

Pemilihan cairan pembawa bagi zat aktif obat dalam sediaan eliksir harus mempertimbangkan kelarutan dan kestabilannya dalam air dan alkohol.

Bila non medicated elixir akan digunakan sebagai bahan pengencer, kandungan akhir dari alkohol dalam sediaan harus diperhitungkan.

Karakteristik flavor dan warna yang terdapat dalam non medicated elixir jangan ebrtentangan dengan medicated elixir secara umum dan dengan seluruh komponen yang terdapat dalam formula

Untuk menjaga kerusakan sediaan dan mikroorganisme perlu ditambahkan perserpativ :

Eliksir yang mengandung vesikel lebih dari 20% yang terdiri dari alkohol, propilenglikol, atau gliserol, perlu ditambah anti jamur dan anti ragi. Demikian pula yang kandungan sirup di dalamnya tinggi, walaupun dapat menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi tidak bagi ragi dan  jamur, perlu ditambahkan anti ragi dan anti jamur.

(28)

LINCTUS

Sediaan yang mempunyai rasa yang manis

umumnya digunakan untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan batuk dan 9.

luka di daerah mulut, biasanya pada mulut bayi.

sebagian mengandung obat yang berkhasiat antiseptik dan sebagian lagi ekspektoran. Sebagai pembawa biasanya sirup.

Bila digunakan, jangan ditelan sekaligus, jadi harus sedikit demi sedikit.

Bedanya dengan eliksir, linctus tidak mengandung alkohol sama sekali. Oleh sebab itu,

walaupun kandungan gulanya tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri tetapi pertumbuhan ragi dan jamur tetap perlu dihambat.

Sediaan yang mengandung gula tinggi dapat membentuk Kristal pada dinding tutup botol,

sehingga perlu ditambahkan bahan pelembab (humectan) seperti sorbitol, propilenglikol, tween, dll.

Linctus mengandung flavouring agent agar menarik Contoh resep eliksir

Phenobarbital eliksir R/ Luminal 4 Propilenglikol 100 Alkohol 200 Larutan sorbitol 600 Zat warna q.s Aq.dest ad 1 liter S1dd h.s.c1

5. CARA PEMBUATAN ELIKSIR

Mencampur zat padat dengan pelarut atau campuran pelarut sambil diaduk hingga larut. Bahan yang larut dalam air dilarutkan terpisah dengan zat yang larut dalam pelarut alkohol. Larutan air ditambahkan ke dalam larutan alkohol agar penurunan kekuatan alkohol dalam larutan secara gradien mencegah terjadinya pemisahan/ endapan.

Dapat pula digunakan campuran pelarut ( kosolven ).

Terdapatnya gliserin, sirup, sorbitol, dan propilenglikol dalam eliksir memberikan kontribusi  pada kestabilan zat terlarut dan dapat meningkatkan viskositas.

Dilakukan evaluasi terhadap eliksir yang mencakup evaluasi organoleptik (warna, rasa, bau), pH, kejernihan, berat jenis, viskositas, dan volume terpindahkan. Dari hasil

10.

 pengamatan organoleptik tidak terjadi perubahan warna, rasa ataupun bau. Hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan eliksir cukup stabil, pH yang didapat dari sediaan adalah 7. Pengontrolan pH sangat penting karena untuk meningkatkan kelarutan zat aktif. Profil laju

katalis asam spesifik dengan stabilitas maksimumnya pada jarak pH 5 -7 (Connors, et, al., 1986). Pada pembuatan sediaan eliksir ini digunakan pelarut campur (kosolven) untuk menaikkan kelarutan. Untuk memperkirakan kelarutan suatu zat dalam pelarut campur harus dilihat harga konstanta dielektriknya (KD). Dimana semakin tinggi harga konstanta dielektriknya,

kepolarannya semakin tinggi.

Adapun sediaan eliksir di pasaran antara lain : 1) Elixir De Spa

(29)

3) Bisolvon Kidds

4) Suplemen Makanan KIDDI 5) Curcuma Plus

C. KRIM 1. Defenisi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Menurut Formularian Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi m/a (krim berair) atau emulsi a/m (krim berminyak). (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)

Secara tradisional, istilah krimdigunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsentrasi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak dalam air (m/a).

1. krim tipe minyak dalam air (M/A)

yaitu air terdispersi dalam minyak, Contoh : Cold cream adalah sediaan kosmetika 11.

yang digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim  pembersih, berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam  jumlah besar.

2. krim tipe air dalam minyak (A/M).

yaitu minyak terdispersi dalam air. Contoh: Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/film pada ku lit.

Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A) ditujukkan untuk penggunaan kosmetik dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian melalui vagina.

2. Formula Dasar Krim

1) fase minyak ,yaitu bahan obat larut dalam minyak bersifat asam.Contoh: asam stearat, parafin liq, cetaceum, cera, vaselin dan lain-lain.

2) fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.Contoh: Natr. Tetraborat (borax,  Na. Biborat), TEA, NaOH, KOH, gliserin dan lain-lain.

a. Bahan-bahan Penyusun Krim 1) Zat berkhasiat

2) Minyak 3) Air

4) Pengemulsi

5) Bahan Pengemulsi

 b. Bahan-bahan tambahan dalam sediaan krim

1) Zat pengawet, untuk meningkatkan stabilitas sediaan 2) Pelembab

3) Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh. 12.

(30)

3. Stabilitas krim

Krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan komposisi, misalnya adanya penambahan salah satu fase secara berlebihan. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai dengan pengenceran yang cocok yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.

Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikendaki. Sebagai  bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, setasiun, setilalkohol,

stearilalkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan sabun.

Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya adalah metilparaben (nipagin) 0,12 –  0,18% dan propilparaben (nipasol) 0,02 –  0,05%.

4. Metode pembuatan krim :

1) Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan d an proses emulsifikasi

2) komponen tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di  penangas air pada suhu 70-75 °C

a. semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak

 b. larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak

c. campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental

d. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair.

13.

5. Pengemasan

Sediaan krim dikemas sama seperti sediaan salep yaitu d alam botol atau tube 6. Evaluasi krim

Agar system pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu ditaati. Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setia pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standard an spesifikasi yang telah ada. 1) Organoleptis

Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden ( dengan kriteria tertentu ) dengan menetapkan kriterianya pengujianya ( macam dan item ), menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

2) Evaluasi pH

Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.

14.

3) Evaluasi daya sebar

Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1 –  2

(31)

menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan  berhenti menyebar ( dengan waktu tertentu secara teratur ).

4) Uji Homogenitas Alat : objek glass

Cara : jika dioleskan pada sekeping objek glass lalu di timpa dengan objek glass yang lain harus menunjukkan susunan yang homogen. Pengamatan: kedua Krim yang dihasilkan homogen. 5) Evaluasi penentuan ukuran droplet

Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan –  tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.

6) Uji aseptabilitas sediaan.

Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut

7) Uji Type Cream

 Cream dilarutkan dalam air

Cara: sebagian krim di larutkan dengan air ke dalam beaker glass, diaduk. Pengamatan : Krim tidak larut dalam air

 Cream ditambahkan metil biru

Cara: sebagian krim dilarutkan dengan air dan ditetesi dengan metal biru, diaduk. Sebagian lgi diletakkan di atas objek glass dan ditetesi metil biru, homogenkan. Tutup dengan cover glass dan lihat dibawah mikroskop. Pengamatan :Krim I biru tidak

15.

homogen dan dilihat dibawah mikroskop terdapat bulatan- bulatan besar yang tidak merata.  Cream diletakkan sedikit diatas kertas saring

Cara: teteskan sedikit krim di atas kertas saring, amati. Pengamatan :Krim tetesan krim tidak menyebar.

7. Kelebihan Sediaan Krim 1) Mudah menyebar rata 2) Praktis

3) Mudah dibersihkan atau dicuci

4) Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat 5) Tidak lengket terutama tipe m/a

6) Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m 7) Digunakan sebagai kosmetik

8) Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun. 8. Kekurangan Sediaan Krim

1) Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas 2) Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas.

3) Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.

(32)

D. LOTIO 1. Defenisi

Lotion menurut FI III adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi, digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk sebuk halus dengan bahan

 pensuspensiyang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air (o/w atau m/a) dengan surfaktan yang cocok.

Lotion menurut The British Pharmaceutical Codex adalah persiapan cair ditujukan untuk aplikasi ke kulit, atau menggunakan bulu sebagai mencuci untuk irigasi aural, hidung, mata, lisan, atau uretra. Mereka biasanya mengandung zat kimia tertentu dalam suspensi atau larutan di dalam kendaraan (pembawa) air.

2. Kegunaan Lotion

Lotion dapat diaplikasikan ke kulit dengan kandungan obat/agen yang berfungsi sebagai:  Antibiotik

 Antiseptik

 Anti jamur (anti fungi)  Kortikosteroid

 Anti- jerawat

 Menenangkan, smoothing (pelembut), pelembab atau agen pelindung (seperti calamine )  Pijat

 Memperbaiki kulit (estetika)

 Selain penggunaan untuk medis, lotion banyak digunakan untuk perawatan 17.

kulit serta kosmetik. 3. JENIS Lotion

1) Larutan detergen dalam air

2) Emulsi tipe M/A atau O/W (tipe emulsi dimana tetes minyak terdispersi merata ked alam fase air)

4. Proses Pembuatan Lotion

Proses pembuatan Lotion secaca garis besar adalah mencampurkan fase minyak dengan fase air (emulsifikasi).

1) Fase air dan emulgator dihomogenkan.

2) Ditambahkan Fase minyak. Kedua fase masing-masing dipanaskan hingga larut kemudian  baru dicampur.

3) Setelah keduanya tercampur baru ditambahkan pengawet (sebagai anti mikroorganisme)dan  pewangi. Pengawet & Pewangi ditambahkan setelah suhu camp. turun hingga 40o sd. 30o C.

5. Macam Fase Minyak & Air Fase minyak:

Asam stearat

Gliseril mono stearat Cetil alkohol

Petrolatum USP Minyak mineral

(33)

Isopropil palmitat Fase air:

Air bebas ion Gelatin

Gliserin

Triethanolamine 99%

Bahan Tambahan dalam pembuatan Lotion

Zat Aktif ( vitamin, ekstrak, whithening/pemutih, dsb) 18.

Pengental Pengawet Pewangi Pewarna

Bahan Pengental dalam Lotion Gum xanthan

Gum guar Karbomer

PEG-6000 distearat

PEG-120 metil glukosa dioleat Gelatin

Petroleum jelly

Tujuan ditambahkan bahan pengental: Membuat kental campuran

Penstabil terhadap perubahan panas dan pH Memperbaiki viskositas

6. Kelebihan Beberapa Bahan dalam pembuatan Lotion dibandingkan bahan lain

1) Gelatin selain sebagai bahan pengental juga berfungsi sebagai pengemulsi, penstabiI, pengikat air dan pembentuk gel.

2) Selain itu pemakaian gelatin sebagai bahan pengental juga dapat mengurangi resiko pennyakit kanker kulit yang ditimbulkan dari penggunaan bahan pengental golongan akrilamid dalam

 jangka waktu panjang

3) Glicerin untuk mencegah pengeringan berlebih (tetap lembab untuk jangka waktu yang cukup).

4) Alkohol untuk meningkatkan pengeringan dan pendingin. Bahan PENGAWET

Bahan pengawet penting ditambahkan, dengan tujuan agar tidak terjadi: Penguraian oleh mikroorganisme

Perusakan oleh mikroorganisme 7. BSO Lotion

19.

1) Solutio (=larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan lain pelarutnya adalah air suling)

2) Mixtura Agitanda (mengandung lebih dari satu zat/bahan aktif terlarut)

3) Suspensi (sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa)

(34)

4) Emulsi (sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan  pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok)

Contoh formula Lotion: R/ Calamin …gr  Zn oksida …gr  Bentonit …gr   Na sitrat …gr  Gliserol …gr  Add air

Calamine Lotion adalah suatu lotion untuk topikal yang menggabungkan seng oksida dan besi (III) oksida untuk menghasilkan lotion yang digunakan untuk membantu mengurangi iritasi terkait kontak dermatitis.

Menurut The British Pharmaceutical Codex Lotio dapat digolongkan berdasar penggunaan 1) Lotion untuk irigasi aural

dimaksudkan untuk menjadi syringe lembut ke telinga digunakan pada suhu tidak lebih dari 55o C

diberikan untukmenghindari injeksi udara 2) Lotion untuk mencuci mulut

digunakan dengan air hangat/panas

dipertahankan selama beberapa menit di dalam mulut

3) Lotion untuk irigasi hidung, diterapkan dengan douche kaca/jarum suntik dengan konstruksi yang cocok

4) Lotion untuk uretra dan vaginal,disuntikkan dengan menggunakan jarum suntik 6. KEUNTUNGAN sediaan LOTION

Lebih mudah digunakan (penyebaran lotion lebih merata daripada krim) 20.

Lebih ekonomis (Lotion menyebar dalam lapisan tipis) Umumnya dosis yang diberikan lebih rendah

Kerja sistemnya rendah

7. KERUGIAN sediaan LOTION Bahaya alergi umumnya lebih besar

Penyimpanan BSO Lotion tidak tahan lama BSO kurang praktis dibawa kemana-mana 8. ANALISA dalam pembuatan Lotion

Adalah analisa terhadap proses dan setalah menjadi produk jadi, meliputi: 1) Stabilitas emulsi 2) Viskositas 3) Nilai pH 4) Total mikroba 5) Penyusutan berat. 21.

(35)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Menurut Farmakope Indonesia III, Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.

2. Komponen Sirup adalah Pemanis,Pengawet antimikroba,Perasa,Pengaroma dan Pewarna. 3. Menurut farmakope indonesia edisi III 1979, eliksir adalah sediaan berupa larutan yang

mempunyai rasa dan bau yang sedap, mengandung obat dan selain obat seperti pemanis, pewangi dan pengawet, digunakan secara oral.

4. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. 5. Lotion menurut FI III adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi, digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk sebuk halus dengan bahan

 pensuspensiyang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air (o/w atau m/a) dengan surfaktan yang cocok.

22.

REFERENSI

Anief. Farmasetika .Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed 4.Universitas Indonesia Press: Jakarta. Anonim.1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Depkes RI : Jakarta Anonim .1979 .

Farmakope Indonesia Ed . III . Depkes RI : Jakarta

A nonim. 1911. The British Farmaceutical Codex. Diterbitkan oleh Dewan Pharmaceutical Society of Great Britain. (didownload melalui Google 7/11/2010).

http://dprayetno.wordpress.com/emulsi-shampo-lotion-clensing-cream. 23.

(36)

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN “SUSPENSI”

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID

DAN LIQUID

“SUSPENSI”

Ummu Choridah Ummah (14040057)

LABOLATORIUM FARMASETIKA SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG Jl. Syech Nawawi ( Raya Pemda Tigaraksa) Matagara No. 13 Km.14 Tangerang Banten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Untuk zat aktif yang tidak stabil dalam pembawaan air, kestabilan zat aktif dapat dipertahankan karena kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mendispersikan zat padat dalam medium pendispersi pada saat akan digunakan. Beberapa obat dengan berbagai efek samping yang menyebabkan gangguan pada organ lain setelahnya membuat ahli farmasi memikirkan secara mendalam tentang pengmbangan sediaaan obat yang mudah terabsorbsi dan memiliki efek samping yang lebih sedikit.

Suspensi atau yang bias kita sebut dalam bahasa latin suspensiones dalam pembuatannya pembasahan partikel dari serbuk yang tidak larut didalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang-kadang adalah sukar mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain-lain kontaminan.

(37)

Serbuk tadi tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ nya mereka mengambang pada permukaan cair. Sedangkan pada serbuk yang halus mudah kemasukan udara dan sukar dibasahi meskipun ditekan dibawah permukaan dari suspensi medium.

Mudah dan sukar terbasahinya serbuk dapat dilihat dari sudut kontak yang dibentuk serbuk dengan permukaan cairan. Serbuk dengan kontak ± 900akan menghasilkan serbuk yang terapung keluar dari cairan. Sedangkan serbuk yang mengambang dibawah cairan mempunyai sudut kontak yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukan tidak adanya sudut kontak.

Dalam pembuatan suspensi penggunaan surfaktan (wetting agent) adalah sangat berguna dalam penurunan tegangan antara muka antara partikel padat dan cairan pembawa. Sebagai akibat turunnya tegangan antar muka akan menurunkan sudut kontak, dan pembasahan akan dipermudah.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa fsaktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah ukuran partikel, kekentalan (viskositas), jumlah partikel (konsentrasi) dan sifat atau muatan partikel.

Praktikum ini dilakukakan untuk dapat mengetahui stabilitas dan viskositas suspensi dengan menghitung drajat flokulasi, metode pembuatan susoensi dengan cara presipitasi dan dispersi.

B. Tujuan

Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasi sedian suspensi dan melakukan kontrol kualitas (evaluasi) sediaan suspensi meliputi :

1. Menghitung derajat flokulasi

2. Prbedaan metode pembuatan suspensi

3. Pengaruh tipe alat terhadap stabilitas suspensi.

C. Manfaat

1. Bagi mahasiswa

a. Menyelesaikan tugas mata kuliah Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Semi Solid dan Liquid b. Memberikan pengalaman baru untuk bidang fomulasi

2. Bagi Masyarakat

a. Sebagai referensi pembuatan formulasi suspensi b. Pengetahuan baru tentang suspensi.

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian suspensi

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair.

Yang terdispersi dalam fase cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan., sedangkan yang lain berupa campuran padat dalam bentuk halus yang harus dikontitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai, segera sebelum digunakan. Sediaan ini disebut “Untuk Suspensi Oral”.

Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit . losion eksternal harus mudah menyebar didaerah pemakaian, dan cepat kering membentuk lapisan film pelindung. Beberapa

suspensi yang diberi etiket sebagai “Lotio” termasuk dalam kategori ini.

Supensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.

Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea, suspensi obat mata tidak boleh digunakan jika terdapat masa yang mengeras at au terjadi pengumpalan.

(39)

Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum suntiknya (syringe ability) serta tidaka disuntikkan secara intra vena atau kedalam larutan spiral.

Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

B. Stabilitas Suspensi

Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbulan partikel serta menjaga homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang memengaruhi stabilitas suspensi ialah:

C. Ukuran partikel

Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandinga terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partiker semakin besar luas penampangnya (dalam volume yang sama). sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya tekanan keatas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk mengendap sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

D. Kekentelan (Viskositas)

Kekentalan suatu cairan memengaruhi pula kecepatan aliran aliran tersebut, seakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan memengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Hal ini dapat dibuktikan denganHukum Stokes.

Gambar

Grafik Volume Pengendapan vs Waktu (menit) Derajat Flokulasi (β)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok..

Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang

Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen yang

mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari,. tidak mengandung benzoin, stirak, dan bahan sejenis

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang

partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata. 4) Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.. Emulsi

Dasar Teori Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk