• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASETIKA I

EMULSI

FINLAX

Disusun oleh :

Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064

Hari : Jumat

Tanggal Praktikum : 5 Maret 2010

Dosen Pengampu : Anasthasia Pujiastuti, S.Farm., Apt

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI

AKADEMI FARMASI THERESIANA

SEMARANG

2010

(2)

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI EMULSI

1. TUJUAN

Mahasiswa dapat mengenal dan memahami cara pembuatan dan evaluasi bentuk sediaan emulsi.

2. DASAR TEORI

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. (Anonim, 2004).

Larutan merupakan sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut digunakan air suling, kecuali dinyatakan lain. (Anief, M, 2005).

Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka zat padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20o, kecuali dinyatakan lain menunjukan 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu kamar. (Anief, M., 2005).

Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik, jika larutan diencerkan atau dicampur. (Anonim, 1995).

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam minyak (Anonim,1995).

Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan

(3)

akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (Surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. (Anonim, 1995).

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, di mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.

Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah.

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling agar memperoleh emulsa yang stabil.

Sebagai emulgator agar-agar dilarutkan dulu dalam air panas dan dibiarkan sehari semalam lalu didihkan lagi. Dalam air dingin agar-agar tidak larut tetapi mengembang dan larutannya 0,5% agar-agar masih berupa selai. Digunakan larutan agar-agar sebagai emulgator, adalah karena viskositas larutannya yang tinggi, maka itu penggunaannya sebagai emulgator adalah merupakan campuran dengan emulgator lain seperti, PGA, Span dan Tween, Tragacantha. Setelah dibuat larutan lalu dibuat emulsi dengan minyaknya dengan diaduk kuat-kuat dengan mixer (alat pencampur). (Anief, M., 1995).

Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu wemulsi tipe M/A di mana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana fase intern adalah air dan fase extern adalah minyak.

Zat pengemulsi adalah P.G.A., Tragacantha, Gelatin, Sapo, Senyawa Ammonium kwartener, Cholesterol, Surfactan seperti Tween, Spaan dan lain-lainnya. Untuk menjaga stabilnya emulsi perlu diberi pengawet yang cocok.

(4)

Emulsa dapat dibedakan dalam: 1. Emulsa Vera (Emulsi alam) dan 2. Emulsa Spuria (Emulsi buatan) Pembuatan emulsi minyak lemak biasanya dibuat dengan emulgator gom arab, dengan perbandingan untuk 10 bagian minyak lemak dibuat 100 bagian emulsi. Gom arab yang digunakan adalah separo jumlah minyak lemak. Sedangkan air yang digunakan adalah 1,5 x berat PGA. (Anief, M., 2005). Dalam perdagangan terdapat vitamin A dalam larutan minyak sebagai asetat atau palmitat dengan kadar 1.000.000 S.I., tiap 1 g larutan minyak.

Sedangkan vitamin D2 diperoleh sebagai kristal yang 1 g kristal

mempunyai daya antirachitis 40.000.000 S.I. (Anief, M., 2005).

Vitamin A dan D dapat larut dalam minyak. Untuk melarutkan vitamin A dan D dalam air dapat dilakukan dengan penambahan bahan Tween 80 sebanyak 3 kali jumlah minyak-vitamin. (Anief, M., 2005).

3. FORMULA

Parafin liq 12,5 Tween 80 6,25 Span 80 6,25 Aquadest ad 50

Buat 4 formula masing-masing 600 mL dengan perbandingan tween-span sebagai berikut :

I II III IV

Tween 75 50 25 35 Bagian Span 25 50 75 65 Bagian

(5)

4. PEMERIAN

PARAFIN LIQUIDUM

Cairan kental, transparan, tak berflourensi, tak bewarna hampir tak mempunyai rasa. Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol 95%, larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

Kegunaan : laxativum.

(Anonim, 1995).

TWEEN 80 = POLYSARBATUM 80

Cairan seperti minyak, jernih bewarna kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat. Sangat mudah larut dalam air, larutan tak berbau dan praktis tak bewarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat, tak larut dalam minyak mineral

Kegunaan : zat pengemulsi, emulgator.

(Anonim,1995).

SPAN 80 = SORBITON MOOLEATE

Sorbiton eters biasanya larut atau terdispersi oleh minyak, dia juga larut dalam banyak pelarut organik, dalam air, meskipun dia larut tetapi banyak yang terdispersi.

Kegunaan : zat pengemulsi, emulgator.

(6)

AQUA DESTILATA = AIR SULING

Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.

Kegunaan : Pelarut. .(Anonim, 1995)

5. PERHITUNGAN BAHAN

Formula I Tween 80 = 600/50 x 6,25 x 75 % = 56,25 Span 80 = 600/50 x 6,25 x 25 % = 18,75 HLB Tween80 = HLB Span 80 =

HLB campuran = HLB Tween 80 + HLB Span 80

= 11,25 + 1,075 = 12,325 Parafin = 600/50 x 12,5= 150 g Kadar Parafin =

= 150/600 x 100% = 0,25%

HLB Parafin = 0,25% x 12 =0,03

Jadi HLB Parafin < HLB campuran= 0,03 < 12,325 56,25____ 56,25 + 18,75 x 15 = 11,25 18,75____ 56,25 + 18,75 x 4,3 = 1,075 Jumlah parafin____

(7)

Formula II Tween 80 = 600/50 x 6,25 x 50 % = 37,5 Span 80 = 600/50 x 6,25 x 50 % = 37,5 HLB Tween 80 = HLB Span 80 = Parafin = 600/50 x 12,4 = 150 g Kadar Parafin = 150/600 x 100 % = 0,25 % HLB Parafin = 0,25 % x 12 = 0,03

Jadi HLB Parafin < HLB Tween Span = 0,03 < 9,65

Formula III Tween 80 = 600/50 x 6,25 x 25 % = 18,75 Span 80 = 600/50 x 6,25 x 75 % = 56,25 HLB Tween 80 = HLB Span 80 = Parafin = 600/50 x 12,4 = 150 g Kadar Parafin = 150/600 x 100 % = 0,25 % HLB Parafin = 0,25 % x 12 = 0,03

Jadi HLB Parafin < HLB Span = 0,03 < 6,975 37,5____ 37,5 + 37,5 x 15 = 7,5 x 4,3 = 2,15 37,5____ 37,5 + 37,5 18,75____ 18,75 + 56,25 x 15 = 3,75 56,25____ 18,75 + 56,25 x 4,3 = 3,225

(8)

Formula IV Tween 80 = 600/50 x 6,25 x 35 % = 26,25 Span 80 = 600/50 x 6,25 x 65 % = 48,75 HLB Tween 80 = HLB Span 80 = Parafin = 600/50 x 12,4 = 150 g Kadar Parafin = 150/600 x 100 % = 0,25 % HLB Parafin = 0,25 % x 12 = 0,03

Jadi HLB Parafin < HLB Span = 0,03 < 8,045

Jumlah Bahan : Paraffinum Liquidum : 150 gr Tween 80 : 26,25 gr Span 80 : 48,75 gr Aquadest : 600 – (150+26,25+48,75) 600 – 225 = 375 gr

6. CARA KERJA

Parafin liquidum ditambah tween dan span, dipanaskan dalam bekerglass sampai 700C

Air dengan suhu 700C dituangkan ke dalam minyak sedikit demi sedikit sambil diaduk x 15 = 5,25 26,25____ 26,25 + 48,75 48,75____ 26,25 + 48,75 x 4,3 = 2,795

(9)

Masukkan cairan ke dalam blender/mixer dan diaduk selama 30 detik

Campuran cairan dimasukkan kedalam bekerglass sambil diaduk hingga dingin

Masukkan emulsi ke dalam tabung yang berskala dan amati pemisahan yang terjadi

Tentukan viskositasnya dengan Viscometer Brookfield

7.

EVALUASI EMULSI

1. Pengamatan viskositas (kekentalan) dengan menggunakan Viscometer Brookfield.

2. Penentuan tipe emulsi dengan menggunakan metode :

a. Penambahan zat warna (sudan III dan methylen blue)

b. Menggunakan kertas saring.

3.Pengamatan stabilitas emulsi dengan pemanasan langsung dengan media air.

8.

PEMBAHASAN

a.

Problema dan Pemecahannya

 Pada pembuatan emulsi perlu ditambahkan bahan pengawet karena sediaan ini mengandung air dalam jumlah yang besar sehingga mudah ditumbuhi mikroorganisme yang dapat merusak kestabilan emulsi. Bahan pengawet yang digunakan adalah Nipasol dengan kadar 0,1 %. Bahan pengawet ini dipilih karena dianggap merupakan bahan pengawet yang tidak bereaksi dengan bahan-bahan penyusun emulsi yang dibuat.

(10)

 Pada sediaan emulsi salah satu hal yang mempengaruhi stabilitas emulsi adalah suhu. Maka dari itu dilakukan suatu evaluasi dengan memanaskan emulsi pada suhu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan sebagian emulsi yang dibuat ada yang pecah, tetapi ada juga yang stabil. Oleh karena itu diharapkan sediaan ini disimpan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (suhu kamar).

 Pemakaian emulgator yang sama tetapi dengan persentase yang berbeda akan mempengaruhi kestabilan dan kekentalan dari suatu emulsi. Perbedaan perbandingan ini terkait dengan perbedaan nilai HLB yang berpengaruh pada tipe emulsi yang doihasilkan. Span yang memiliki baris nilai HLB 1,8 – 8,6 dianggap lipofil dan umumnya membentuk emulsi A/M, sedangkan tween ada dalam baris nilai HLB 9,6 – 16,7 dianggap hidrofil dan umumnya membentuk emulsi M/A.

 Pada saat pencampuran fase minyak dengan fase air, dilakukan pada suhu 70o. Masing-masing fase harus dalam temperature yang sama. Karena perbedaan suhu yang terlalu besar akan berpengaruh pada terbentuk atau tidaknya emulsi.

Cara Menghitung Viskositas dengan menggunakan Viscometer

Brookfield (DV.E viscometer) :

1. Tekan tombol on/of yang terdapat dibagiam belakang hingga viscometer dalam keadaan on,

2. Periksa dahulu kedudukan “mata ikan” penunjuk apakah viscometer sudah dalam keadaan datar,

3. Tombol pengunci berfungsi agar kotakan tidak dapat turun dan naik saat kita pakai maka tombol pengunci harus diputar hingga benar – benar terkunci rapat,

(11)

4. Tombol putaran berfungsi untuk menurunkan dan menaikkan spindle ke dalam cairan

5. Spindle yang besar digunakan pada larutan yang cair/encer dan sebaliknya

6. Sebelum spindle di masukkan dalam cairan, maka harus dipasang dulu dengan memegang bagian atas kemudian dipasangkan pada viscometer bagian bawah diputar searah jarum jam. (spindle tidak boleh jatuh, cara memegangnya pada bagian atas karena bagian bawah sangat sensitif)

7. Setelah cairan dimasukkan dalam beker, spindle yang sudah terpasang dicelupkan dalam cairan dengan tombol putaran sampai ujung bagian bawah tenggelam dan penyangga mencapai dasar beker.

8. Tekan tombol on pada bagian belakang, kemudian nomor spindle yang digunakan disesuaikan dengan kekentalan cairan serta kecepatannya di atur sesuai dengan kecepatan yang diinginkan.

9. Selanjutnya, tekan tombol on pada bagian depan dan baca angka yang paling lama muncul, catatlah.

10. Jika spindle yang digunakan tidak sesuai dengan kekentalan zat cair maka data tidak akan dapat terbaca pada layar.

b. Data Hasil Praktikum

Data hasil pengukuran viscometer Viskometer Brookfield tipe DV-E CP : 3588

Rpm : 50 Autorange : 29,8% Spindle : 64

(12)

Pengukuran pH

Dilakukan dengan mencelupkan pH indicator ke dalam sediaan kemudian dibandingkan dengan tabel perubahan warna. Setelah dilakukan pengukuran, pH emulsi yang dibuat adalah 3.

Penentuan Tipe Emulsi

Dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Dengan menambahkan pewarna (Sudan III atau Methylen Blue) Setelah ditambahkan pewarna, didapat hasil emulsi berwarna biru. Hal ini menunjukan bahwa emulsi yang dibuat mempunyai tipe M/A (minyak dalam air)

2. Dengan menggunakan kertas saring

Dilakukan dengan meneteskan sedikit emulsi ke atas kertas saring. Setelah dilakukan, didapatkan hasil emulsi membentuk noda seperti air pada kertas saring. Hal ini menunjukan bahwa emulsi mempunyai tipe M/A (minyak dalam air)

Data Kelompok

Kelompok Spindle CP Autorange pH Alat

I 62 12,6 2,1% 4 Blender II 62 22,2 3,7% 4 Blender III 62 19,2 3,2% 4 Blender IV 64 3588 29,8% 3 Blender

(13)

9.

KESIMPULAN

Pada pembuatan emulsi pemilihan emulgator yang tepat sangat

berpengaruh pada hasil akhir emulsi. Pemilihan emulgator yang kurang tepat dan dengan perbandingan yang salah (terutama Tween dan Span) akan menyebabkan emulsi kurang stabil dan mudah pecah (fase air dan fase minyak terpisah)

Untuk mengetahui tipe emulsi dapat dilakukan evaluasi dengan beberapa

cara, antara lain adalah dengan menggunakan pewarnaan dan kertas saring. Emulsi dengan tipe M/A akan menunjukan warna biru (pewarna methylen blue) sedangkan tipe A/M akan menunjukan warna merah (pewarna sudan III). Dengan kertas saring adalah dengan cara meneteskan sedikit emulsi ke atas kertas saring. Emulsi tipe M/A akan meninggalkan noda seperti air, sedangkan tipe A/M akan meninggalkan noda seperti minyak.

Suhu pada saat pembuatan maupun pada saat penyimpanan sangat

berpengaruh pada kestabilan emulsi. Hal ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kesatbilan emulsi, dengan cara memanaskannya pada suhu tinggi.

(14)

10.

DAFTAR PUSTAKA

Anief M., 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta.

Anief M., 1987, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Semarang, 5 Maret 2010

Referensi

Dokumen terkait

Suspensi adalah sediaaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh

• Krim adalah sediaan dalam bentuk setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan yang sesuai (mengandung air..

• Sediaan homogen yang mengandung bahan obat cair ,minyak atau lemak yang terdispersi dalam vehikulum distabilkan dengan emulgator. Internal phase = bahan obat cair yang akan

Yang dimaksud dengan sediaan guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, suspensi atau emulsi yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam atau luar, digunakan dengan

 Obat dibuat suspensi karena obat – obat tertentu tidak stabil secara kimia, bila ada dalam larutan tapi stabil bila dibuat dalam bentuk suspensi, dan jika ada bahan

Suspensi menurut USP XXVII, suspensi oral adalah sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel padat terdispersi dalam suatu cairan pembawa cair atau flavouring

Pembahasan Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai mengandung air

Sediaan krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.. Krim adalah sediaan setengah