• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luluk Masluchah: Hubungan Antara Perilaku Prososial Dengan Kekatifan Kader Posyan du HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PROOSIAL DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Luluk Masluchah: Hubungan Antara Perilaku Prososial Dengan Kekatifan Kader Posyan du HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PROOSIAL DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal @Trisula LP2M Undar edisi 4 Vol. 1/Agustus-2016 ISSN. 2442-3238, e-ISSN. 2527-5364

|345

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PROOSIAL

DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU Luluk Maslichah

lulukmasluchah@undar.ac.id Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perilaku prososial dengan keaktifan kader Posyandu di Kecamatan Kabuh. Dengan sampel 30 orang yang aktif ikut serta dalam kegiatan posyandu dan dengan menggunakan metode Purposive Sampling dan dengan perhitungan product moment, diperoleh ada korelasi positif yang signifikan antara Perilaku prososial dengan Keaktifan kader posyandu pada kader Posyandu di kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang yang termanifestasi dalam : 1) mempunyai Internal

Locus of Control, 2) mempunyai pandangan bahwa dunia merupakan tempat terbuka dan dapat diramalkan,

3) mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi, 4) mempunyai komponen empati yang lebih tinggi dalam konsep diri, 5) egosentrismenya rendah, maka keaktifan kader mengikuti kegiatan Posyandu semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya semakin rendah perilaku prososial kader maka semakin rendah pula keaktifan kader di Posyandu.

Pendahuluan

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, yang paling utama untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

Untuk mensukseskan kegiatan tersebut diperlukan partisipasi masyarakat, terutama kader-kader Posyandu. Kader merupakan relawan yang berasal dari masyarakat yang mempunyai peranan bes ar dalam penyampaian informasi kesehatan kepada masyarakat. Kader-kader posyandu pada umumnya adalah relawan yang berasal dari tokoh masyarakat yang dipandang memiliki kemampuan lebih dibanding anggota masyarakat lainnya. Kader inilah yang memiliki peranan besar dalam memperlancar proses pelayanan kesehatan primer. Namun keberadaan kader relatif labil karena partisipasinya bersifat sukarela sehingga tidak ada jaminan bahwa para kader akan tetap menjalankan fungsinya dengan baik seperti yang diharapkan. Jika ada kepentingan keluarga atau kepentingan lainnya maka kader akan lebih memilih untuk meninggalkan tugasnya.

Keberadaan kader dianggap penting karena sesuai dengan perkembangan paradigma pembangunan telah ditetapkan arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004 – 2009 Bidang Kesehatan, yang lebih mengutamakan pada upaya preventif, promotif dan pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan (Depkes RI, 2006).

Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui pusat-pusat kesehatan masyarakat, pos pelayanan terpadu serta berbagai kegiatan masyarakat lainnya. Dengan demikian perlu dikembangkan sistem kesehatan nasional yang terpadu yang dapat mendorong partisipasi masyarakat termasuk swasta u ntuk mewujudkan tingkat kesehatan yang lebih baik (Depkes RI, 1992).

Bagi kader keaktifannya di kegiatan Posyandu diharapkan mampu mengembangkan perilaku prososial. Menurut Sears (1994), prososial adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncana kan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Faktor yang menentukan perilaku prososial menurut Mahmudah (2010) seperti situasi sosial, karateristik orang yang terlibat, faktor-faktor internal tertentu atau mediator internal, dan latar belakang kepribadian. Kesadaran akan pentingnya menolong sesama terkadang kurang disadari oleh seseorang itu sendiri. Terkadang masyarakat tidak menyadari bahwa disekelilingnya, disekitarnya banyak orang yang membutuhkan uluran tangan. Perilaku p rososial yang dimiliki oleh seseorang dengan sendirinya akan muncul jika dihadapkan pada suatu peristiwa yang memancing emosinya untuk bersikap prososial.

Menurut Hemas (2005), pada beberapa tahun terakhir ini, tingkat kinerja dan partisipasi kader posyandu dirasakan menurun, hal ini disebabkan antara lain karena krisis ekonomi, kejenuhan kader karena

(2)

kegiatan yang rutin, kurang dihayati sehingga kurang menarik, atau juga mungkin karena jarang dikunjungi petugas. Sedangkan posyandu merupakan institusi strategis, karena melalui posyandu berbagai permasalahan kesehatan seperti gizi dan KB dapat diketahui sejak dini, termasuk jika ada anak balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang.

Bagi kader yang aktif menjalankan program Posyandu akan membuka wawasan dan keilmuwan diberbagai bidang dan juga pastinya akan menunjang untuk ketahanan keluarga. Selain itu kader juga harus dapat mensosialisasikan program-program Posyandu kepada masyarakat sehingga membuat kader harus berinteraksi dengan masyarakat, sehingga aktifitas Posyandu menuntut kesadaran diri kader untuk mampu memberikan pertolongan secara sukarela dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan masyarakat .

Pekerjaan sebagai Kader Posyandu bukanlah pekerjaan mudah sebab sebagai seorang relawan kader tidak mendapatkan bayaran, sehingga hanya individu yang memiliki jiwa penolonglah yang mampu bertahan dan aktif menjalankan tugas ini dengan baik. Bagi kader yang kura ng memiliki perilaku prososial, menjadi seorang sukarelawan tentunya akan menghambat aktivitasnya, sebab akan berpikir untuk ruginya buat dirinya, sedangkan kader yang memiliki perilaku prososial yang baik akan senantiasa berorientasi kepada orang lain, sehingga semakin banyak dia melakukan aktivitas yang memberikan kebahagiaan pada orang lain, dirinya juga merasa bahagia.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara perilaku prososial dengan keaktifan kader Posyandu di Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang? Dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku prososial dengan keaktifan kader Posyandu di Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang.

Tinjauan Pustaka A. Posyandu

Posyandu merupakan salah satu wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan yaitu menciptakan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes RI, 2009). Pelayanan yang diberikan adalah meliputi lima program yaitu kesehatan Ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, imunisasi dan diare.

Menurut DepKes RI (2003) kegiatan bulanan di Posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk :

a. Memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). b. Memberikan konseling gizi.

c. Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar.

Kegiatan posyandu dikenal dengan kegiatan 5 meja, yaitu kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pada hari buka posyandu. Meja 1 sampai 4 dilaksanakan oleh para kader, sedangkan meja 5 oleh petugas sektor yaitu petugas kesehatan, PLKB, PPL atau yang lainnya.

Kegiatan 5 meja bukan berarti benar-benar harus ada 5 meja karena ini hanyalah merupakan istilah. Kegiatan 5 meja artinya 5 jenis kegiatan, dan bisa saja tidak semua kegiatan menggunakan meja yang sesungguhnya. (Dep Kes RI, 2009). Strategi pemasarannya adalah menggunakan kegiatan 5 meja dengan langkah-langkahnya yaitu:

a. Langkah di meja I

1) Kader mendaftar bayi/balita (bawah lima tahun) yang dibawa ibu -ibu yaitu nama bayi/balita tersebut ditulis pada secarik kertas yang kemudian diselipkan pada KMS (Kartu Menuju Sehat) nya. Apabila balita merupakan peserta baru berarti KMS baru diberikan, nama anak ditulis pada KMS dan secarik kertas yang kemudian diselipkan pada KMS nya.

2) Selain itu kader juga mendaftar ibu hamil, yaitu nama ibu hamil tersebut ditulis pada formulir atau register ibu hamil. Apabila ibu hamil tidak membawa balita, langsung dipersilahkan menuju kemeja 4

b. Langkah meja 2

1) Kader di meja 1, meminta ibu-ibu untuk membawa bayi/balitanya dan menyerahkan KMS kepada kader dimeja 2.

2) Kader di meja 2 menimbang dan mencatat hasil penimbangan bayi/balita tersebut pada secarik kertas yang diselipkan dalarn KMS.

(3)

Setelah ditimbang, kader dimeja 2 merninta ibu-ibu menyerahkan KMS dan kertas catatan kepada kader-kader dimeja 3. Kader di meja 3 memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari secarik kertas kedalam KMS anak tersebut. Kader menyerahkan KMS kepada lbu yang kemudian menuju ke meja 4. d. Langkah di meja 4:

1) Kader dimeja 4 menerima KMS anak dari ibunya. Kader membaca data KMS anak tersebut dan membacakannya/menjelaskan data KMS tersebut.

2) Kader kernudian memberikan penyuluhan kepada ibu, baik dengan mengacu pada data KMS, maupun pada hasil pengamatan terhadap anaknya.

3) Apabila tidak ada petugas kesehatan di meja 5, kader dapat melakukan rujukan ke tenaga kesehatan, bidan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) atau puskesmas apabila ditemukan masalah pada balita, ibu hamil atau ibu menyusui.

4) Sela in itu, kader juga akan me mberikan penyuluhan gizi atau pertolongan dasar misalnya Pernberian Makanan Tambahan (PMT), tablet tambah darah, vitamin A, oralit dan sebagainya.

e. Langkah di meja 5:

Khusus dimeja 5 hanya dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, bidan, atau PLKB yang memberikan layanan antara lain:

1) Imunisasi

2) Keluarga Berencana (KB)

3) Pemberian tablet tambah darah, vitamin A dan obat-obatan. B. Kader Posyandu

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perorangan maupun masyarakat, serta bekerja di tempat yg dekat dengan pemberian pelayanan kesehatan (Syafrudin & Hamidah, 2007).

Tugas mereka meliputi pelayanan kesehatan dan pembangunan masyarakat, tetapi hanya terbatas pada bidang-bidang atau tugas -tugas yang pernah diajarkan kepada mereka. Mereka harus benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang mereka miliki. Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya. Namun, mereka diharapkan mampu menyelesaikan masalah umum yang terjadi dimasyarakat dan mendesak untuk di selesaikan. Perlu di tekankan bahwa para kader kesehatan masyrakat itu tidak bekerja dalam sistem tertutup, tetapi mereka bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku kesehatan . Oleh karena itu, mereka harus di bina, di tuntun, serta di dukung oleh pembimbing yg terampil dan berpengalaman (Syafrudin & Hamidah, 2007).

Kenyataannya tidak semua kader telah mendapatkan pelatihan dan kader sering berganti-ganti sehingga menurunkan kualitas kegiatan pemantauan pertumbuhan anak di Posyandu. Kader juga sering tidak aktif sehingga kegiatan di Posyandu tidak terlaksana sesuai yang diharapkan. Kendala tersebut mengakibatkan upaya-upaya promosi kesehatan dan pencegahan gizi buruk atau kurang pada balita menjadi kurang efektif, sehingga mungkin gizi buruk menjadi tinggi (Depkes RI, 2003).

Peranan kader dalam penyelenggaraan posyandu meliputi:

a. Memberitahukan hari dan jam buka posyandu kepada para ibu pengguna posyandu (ibu hamil, ibu usia subur serta ibu yang mempunyai bayi dan anak balita).

b. Menyiapkan peralatan untuk penyelenggaraan posyandu sebelum posyandu dimulai seperti timbangan, buku catatan, KMS, dan alat peraga penyuluhan.

c. Melakukan pendaftaran bayi, balita, ibu hamil, dan ibu usia subur yang hadir di posyandu. d. Melakukan penimbangan bayi dan balita.

e. Mencatat hasil penimbangan KMS.

f. Melakukan penyuluhan perorangan kapada ibu -ibu dimeja IV, dengan isi penyuluhan sesuai permasalahan yang dihadapi ibu yang bersangkutan.

g. Melakukan penyuluhan kelompok kepada ibu-ibu sebelum meja I atau setalah meja V.

h. Melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan balita serta pasangan usia subur, untuk menyuluh dan mengingatkan untuk datang keposyandu (Syakira, 2009).

Keaktifan berasal dari kata aktif yang memiliki arti giat, gigih, dinamis dan bertenaga atau sebagai lawan statis atau lamban dan mempunyai kecenderungan menyebar atau berkembang (Suharso dan Retnoningsih, 2005). Keaktifan merupakan suatu perilaku yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan

(4)

seorang untuk aktif dalam kegiatan. Keaktifan kader Posyandu merupakan suatu perilaku atau tindakan nyata yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seorang kader dalam berbagai kegiatan Posyandu.

Posyandu yang mempunyai kader aktif merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang berhasil. Dengan adanya kader yang aktif diharapkan cakupan pelayanan kesehatan dapat lebih baik sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat. Pos yandu sangat dipengaruhi oleh keaktifan dan partisipasi kader, karena dapat menentukan kualitas dan fungsi posyandu (Depdagri, 2001).

Keaktifan kader diposyandu dapat mempengaruhi terhadap kemampuan dalam mengisi kartu menuju sehat (KMS). Hal ini kemungkinan disebabkan pada kader yang aktif akan mendapat kesempatan yang lebih banyak untuk mengikuti pembinaan rutin atau mengikuti kursus gizi, termotifasi untuk lebih aktif dan akan lebih lama menjadi kader. Dengan demikian kader yang aktif mempunyai kesempata n yang lebih banyak untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan memperoleh pengalaman jika dibandingkan dengan kader yang tidak aktif (Depdagri, 2001).

Hal-hal yang dapat mempengaruhi keaktifan kader antara lain adanya dukungan dari petugas kesehatan, bimbingan dan pembinaan secara terus menerus, adanya perhatian petugas kesehatan terhadap kesejahteraan kader dan keluargannya (berobat gratis), adanya dukungan dana prasarana dari pihak/organisasi lain, pendapatan, ketersediaan waktu, peran serta pemerintah dan tokoh masyarakat (Tim Penggerak PKK Jateng, 2001).

Hal-hal yang mempengaruhi ketidak aktifan kader adalah kurang minat (merasa diwajibkan menjadi kader), tidak ada waktu, pengetahuan program terbatas, tidak adanya inisiatif, kurang ada perhatian dari tokoh masyarakat, pamong desa dan petugas kesehatan (Tim Penggerak PKK Jateng, 2001).

C. Perilaku Prososial

Baron & Byrne (2005) mengatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong.

Staub (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengatakan bahwa perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. Perilaku prososial juga didefinisikan sebagai perilaku sukarela yang diharapkan bermanfaat bagi orang lain dengan mengabaikan motif individu untuk menguntungkan orang lain. Fenomena prososial pada manusia sangatlah kompleks, karena manusia dalam intereaksinya membutuhkan kehadiran orang lain dan perilakunya selalu berorientasi pada tindakan-tindakan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan pribadi maupun kebutuhan dan kepentingan orang lain. Pada dasarnya manusia tidak ada yang sepenuhnya egois (selfish) dan sepenuhnya altruistik. Jadi perilaku manusia berada di antara kedua hal, yaitu berorientasi pada diri sendiri dan berorientasi pada orang lain. Ia bekerja antara untuk menguntungkan diri sendiri dan membantu orang lain.

Menurut Allyn and Bacon (dalam Harmadi, 2007), ada lima karakt eristik yang merupakan komponen dari perilaku prososial, yaitu :

a. Mempunyai internal locus of control (pengendalian diri dari dalam) yang lebih tinggi, aspek yang termasuk dalam faktor ini adalah adanya perasaan yang mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, kemampuan mempengaruhi lingkungannya atas usahanya sendiri. Karena perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh unsur dari dalam, atau kekuatan sendiri, di samping itu manusia juga dapat menentukan dirinya sendiri.

b. Mempunyai pandangan bahwa dunia merupakan tempat terbuka dan dapat diramalkan, yaitu bahwa perilaku yang baik akan diberi pahala dan perilaku yang buruk akan mendapat hukuman. Orang yang memberi pertolongan pertama merasa bahwa ia melakukan sesuatu yang benar dan akan memperoleh keuntungan dari perbuatan tersebut.

c. Mempunyai tanggung jawab sosial yang lebih tinggi. Mereka tertarik dan terlibat dalam bidang kemasyarakatan, serta mempunyai kepekaan terhadap kewajiban.

d. Mempunyai komponen empati yang lebih tinggi dalam konsep diri. Mereka mempunyai skor yang tinggi dalam hal tanggung jawab dan sosialisasi, punya kontrol diri, ingin membuat kesan yang baik, mencapai tujuan dengan cara konformitas dan toleran.

e. Egosentrismenya rendah. Orang-orang yang sangat peduli dengan dirinya sendiri sering berada d alam kompetisi yang tinggi dan kurang mau menolong orang lain. Mereka mempunyai nilai-nilai sosial dan

(5)

lebih menekankan pada kerja sama akan lebih suka menolong dibandingkan dengan mereka yang mempunyai nilai-nilai individualistik dan kompetitif.

Perilaku Prososial dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan dengan, predisposisi, motif-motif maupun karakteristik individual meliputi:

a. Faktor Biologis, pandangan ini berpendapat bahwa perilaku seseorang lebih dipengaruhi oleh komposisi hormonal. Hal ini didukung oleh Money & Ehrhardt (dalam Harmadi, 2007) ada hal yang membuktikan bahwa kecenderungan orang dewasa untuk menolong anak karena dipengaruhi oleh faktor hormonal. b. Faktor kognisi, perilaku prososial sangat berkaitan dengan konsep dan keyakinan moral seseorang, dan

perkembangan moral sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognisi. Selain itu dalam melakukan suatu tindakan prososial, seseorang akan melihat kondisi dari korban, apakah perlu ditolong atau tidak. Pengenalan terhadap kondisi korban ini, dan perlu-tidaknya memberikan bantuan sangat ditentukan oleh pengenalan dan pemahaman keadaan, dan hal ini melibatkan kognisi. Di samping itu juga di dasari oleh konsep moral dan keyakinan yang perkembangannya sangat dipengaruhi oleh perkemb angan kognisi (Kohlberg, dalam Harmadi, 2007)).

c. Faktor harga diri (prestise) dan kebanggaan, faktor ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tendensi seseorang bertindak prososial semata-mata hanya untuk mendapatkan pengakuan, sanjungan atau agar dipuji orang lain dan dikatakan sebagai orang yang murah hati, dermawan dan lain -lain. Tendensi demikian bertujuan untuk meningkatkan harga diri atau mencari prestise di mata orang lain (Harmadi, 2007).

d. Faktor kepuasan yang berkaitan dengan peroleh an diri (self-gains), seseorang menolong orang lain karena memperoleh kepuasan batin. Kepuasan batin ini bersumber pada prinsip seseorang yang merasa mempunyai arti terhadap hidup orang lain. Walaupun demikian ada juga seseorang yang melakukan tindakan prososial semata-mata hanya untuk memperoleh pujian dan sanjungan dari orang lain (Harmadi, 2007).

Faktor eksternal bersumber dari kondisi lingkungan dan situasi-situasi yang dapat membangkitkan perilaku menolong, beberapa faktor eksternal ini antara lain :

a. Faktor belajar, pandangan kaum behaviorist menyatakan bahwa perilaku manusia adalah hasil belajar dari pengalaman yang diperoleh sebelumnya dari lingkungan. Perilaku prososial merupakan hasil dari proses belajar juga, Hoffmans (dalam Harmadi, 2007) mengatakan bahwa dalam bertumbuhnya "rasa" seorang anak dalam perkembangannya, merupakan hasil belajar dan internalisasi dari orang lain sebagai suatu pengalaman yang menimbulkan empati. Kemampuan menimbulkan rasa empati dapat mengembangkan suatu konsep tentang kesejahteraan orang lain atau seseorang yang mengalami penderitaan. Jadi perilaku prososial dapat ditumbuhkan dari proses belajar.

b. Faktor situasional, situasi sosial sangat berpengaruh terhadap tindakan prososial seseorang. Misalnya pada pagi saat semua orang berangkat kerja, terjadi kecelakaan lalu-lintas, jika ada seorang pengendara menghentikan mobil/motornya untuk memberikan pertolongan pada korban, maka kemungkinan pengendara lain atau orang-orang disekitarnya akan melakukan hal yang sama untuk memberikan pertolongan kepada korban. Tetapi ada juga dalam situasi yang lain, seseorang bersikap apatis dan melihat saja korban, karena mereka mempunyai pendapat bahwa pasti ada orang yang akan menolongnya, jadi masing-masing orang meletakkan tanggung jawab pribadinya pada orang lain sehingga korban tidak ada yang menolong, kondisi seperti ini disebut sebagai bystander effect. Sebaliknya jika dalam situasi yang tidak ada kehadiran orang lain, maka kemungkinan besar seseorang akan cepat memberikan pertolongan pada korban.

c. Norma sosial, suatu hal yang sangat dipengaruhi oleh evolusi sosial, menurut penjelasan Campbell (Sears dkk, 1994) dari perkembangan historis dan kebudayaan atau peradaban manusia, secara bertahap dan selektif masyarakat manusia mengembangkan keterampilan, keyakinan dan teknologi yang menunjang kelompok tersebut. Hal tersebut pada umumnya dipandang bermanfaat bagi masyarakat, maka perilaku prososial menjadi bagian dari aturan atau norma masyarakat. Tiga norma yang paling penting bagi perilaku prososial adalah :

1) Norma tanggung jawab sosial, menentukan bahwa menolong orang lain merupakan suatu kewajiban. Hukum, peraturan dan norma sosial yang berlaku merupakan salah satu cara untuk menekan orang bahwa mereka mempunyai kewajiban untuk menolong orang la in. Hukum, peraturan dan norma sosial berfungsi untuk meningkatkan rasa tanggung jawab pribadi setiap orang sebagai makhluk sosial dalam kelompoknya.

(6)

2) Norma keadilan sosial, sesuai dengan perkembangan sosiobudaya, manusia juga mengembangkan norma keadilan sosial. Norma ini menentukan aturan-aturan tentang keadilan dan pembagian sumber daya yang sama. Salah satu prinsip keadilan adalah kesamaan hak dan kewajiban bagi semua orang untuk mendapat perlakuan yang sama.

3) Norma timbal balik, menyatakan bahwa kita harus menolong orang yang menolong kita. Hasil penelitian Berkowitz, Wilke & Lanzetta (dalam Sears dkk, 1994) menunjukkan bahwa orang lebih cenderung untuk membantu orang yang pernah membantu mereka. Hasil penelitian Regant pada tahun 1968 (dalam Sears dkk, 1994) menyatakan gagasannya bahwa pemberian bantuan bersifat timbal balik.

Prososial, sebagai tindakan yang berorientasi pada kesejahteraan orang lain di dalamnya juga terkandung motif-motif untuk memenuhi kebutuhan pribadi si pelaku. Perilaku prososial berkisar dari tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai tindakan yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri. Franken (dalam Harmadi 2007) menyatakan bahwa pada dasarnya manusia tidak ada yang sepenuhnya egois (selfish) dan sepenuhnya altruistik. Menurut pendapat tersebut berarti orientasi perilaku manusia berada ditengah -tengah dua kutub atau dalam kontinum selfish-altruistic, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1: Kontinum Prososial antara kutub Selfish-Altruistic

Berdasarkan orientasinya, maka fenomena prososial dapat dibedakan menjadi: oriented,

self-others-oriented, dan others-oriented. Self-oriented, adalah tindakan prososial yang dilandasi oleh motif-motif selfish, semata-mata berorientasi untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dan merugikan pihak lain.

Prososial jenis ini merupakan instrumen untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau pihak-pihak tertentu, dalam terminologi sosio-biologi hal ini disebut simbiosis yang dapat bersifat parasitisme atau komensalisme, yaitu hubungan yang hanya menguntungkan satu pihak, sedangkan pihak lain kadang -kadang tidak merasa telah dirugikan. Misalnya, korupsi dan suap yang terjadi pada instansi-instansi pemerintahan yang dikemas dalam bentuk "biaya administrasi" di luar ketentuan biaya resmi pengurusan dokumen -dokumen.

Kedua, adalah self-others-oriented merupakan tindakan prososial yang memberikan keuntungan pada kedua belah pihak atau tidak ada yang merasa dirugikan, bentuk ini disebut sebagai simbiosis mutualisme dan komensalisme. Dalam pendekatan social exchange theory, dalam menjalin suatu hubungan kedua belah pihak berusaha menjaga keseimbangan antara cost dan profit, atau memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kerugian. Hal ini banyak dijumpai dalam hubungan bisnis, dan hubungan sosial sehari-hari, misalnya hubungan klien-konselor, klien-advokat, pasien-dokter, penjual-pembeli dan sebagainya. Terakhir, adalah others-oriented, yaitu prososial yang dilandasi oleh nilai-nilai altruistik dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Orientasi tindakan altruistik ini semata -mata ditujukan untuk memelihara kesejahteraan orang lain walaupun harus mengorbankan kepentin gan pribadi, waktu, tenaga dan biaya. Misalnya, tindakan Suster Theresia untuk merawat, memelihara orang -orang miskin dan terlantar di Kalkuta India.

a. Prososial rasional logik, merupakan suatu tindakan yang mempertimbangkan kesejahteraan orang lain, tetapi tindakan ini dilandasi oleh adanya motif-motif tertentu berdasarkan logika atau yang bersifat rasional dari si pelaku. Motif-motif yang mendasari tindakan ini misalnya untuk memperoleh imbalan atau balas jasa, penghargaan, pengakuan dan sejenisnya. Sifat rasional disini melibatkan juga kondisi-kondisi dari si pelaku dalam melakukan tindakan prososial, misalnya faktor situasional, ada -tidaknya ikatan emosi antara si pelaku dengan penerima tindakan.

b. Prososial Altruistik, adalah suatu tindakan yang berorientas i pada kesejahteraan orang lain tanpa pamrih, semata-mata hanya didasari oleh rasa cinta kasih, rasa kewajiban sosial moral dan tanpa mempunyai tendensi apapun atas tindakan tersebut. Altruisme, menolong dan perilaku prososial adalah istilah yang sama yang mengacu pada kecenderungan perilaku untuk menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan

Selfish

Altruisti

(7)

kesejahteraan orang lain atau sesuatu yang berkaitan dengan hal itu. Prososial jenis ini lebih dikenal sebagai altruisme, karena tindakan seseorang lebih berorientasi pada orang lain dibanding pada dirinya sendiri. Adanya kecenderungan yang berorientasi pada orang lain ini memberikan dampak kerugian bagi penolong. Kerugian yang dibayar oleh si penolong dapat berupa waktu, tenaga maupun biaya. Di sisi lain si penolong memperoleh kepuasan batin yang tidak dapat dinilai dengan materi, karena apa yang telah dilakukan bermanfaat bagi orang lain, hidupnya sangat berarti bagi orang lain tanpa merasa memberatkan orang lain yang ditolongnya.

Pada dasarnya kedua jenis fenomena prososial tersebut mempunyai jenis tindakan yang sama, yaitu berupa tindakan-tindakan seperti menolong (helping), merawat/memelihara (nurturance), memperhatikan (care), memberi informasi, nasehat (advocating), beberapa tindakan sentimen seperti menyumbang

(donating), berbagi (sharing). Berdasarkan uraian di atas, maka alat ukur intensi prososial dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan keenam indikator tersebut, dan dibedakan menurut motif-motif yang mendasari kecenderungan tindakan prososial ini.

D. Hipotesis

Berdasar landasan teori yang ada dapat ditaris sebuah hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara perilaku sosial dengan keaktifan kader Posyandi di Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang.

Metodologi Penelitian

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling denganciri-ciri yang harus dipenuhi oleh subyek untuk menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Kader Posyandu yang minimal sudah tergabung selama 1 tahun. Dengan variabel bebas perilaku prososial (X) dan variabel tergantung keaktifan kader (Y). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala Likert untuk mengungkap Perilaku Prososial dan Keaktifan Kader oleh Allyn and Bacon (dalam Harmadi, 2007) yang mengatakan bahwa Perilaku Prososial meliputi aspek : 1) mempunyai Internal Locus of Control, 2) mempunyai pandangan bahwa dunia merupakan tempat terbuka dan dapat diramalkan, 3) mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi, 4) mempunyai komponen empati yang lebih tinggi dalam konsep diri, 5) egosentrismenya rendah.

Keaktifan kader dalam penelitian ini menggunakan data dokumenter yaitu arsip tentang kegiatan Posyandu di masing-masing desa, sehingga dengan melihat kehadiran kader dalam buku absensi tersebut akan diperoleh data lebih akurat mengenai keaktifan kader dalam menjalankan fungsinya. Adapun indikator yang digunakan sebagai kriteria penilian antara lain:

a. Kehadiran dalam setiap kegiatan Posyandu dalam 12 bulan terakhir b. Mengikuti pelatihan di kecamatan dalam 12 bulan terakhir

c. Mengikuti kegiatan pelatihan di tingkat kabupaten dalam 12 bulan terakhir

Pelaksanaan pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 3 sampai dengan 8 September 2012 pada kader Posyandu di Desa Sumbergondang kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Langkah awal penelitian ini adalah memilih responden berdasarkan data kader yang ada di Puskesmas, kemudian ditetapkan 30 sampel.

Tipe penelitian ini adalah penelitian korelasional, dimana mempunyai tujuan mencari korelasi antara satu variabel bebas yang bergejala kontinum yaitu Perilaku Prososial dengan satu variabel tergantung yang bergejala kontinum yaitu Keaktifan Kader. Perhitungan analisis statistik ini dilakukan dengan komputer komputer Seri Program Statistik (SPS-2000) Edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih Universitas Gadjah Mada hak cipta (c) 2001 modul Analisis Dwivariat. Berdasarkan variabel-variabel di atas, maka rancangan statistik yang tepat untuk penelitian ini adalah ko relasi Product Moment.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian berupa hasil analisis statistik Korelasi Product moment (Momen Tangkar Pearson) yang perhitungannya menggunakan bantuan komputer progran SPSS (Seri-seri Program Statistik), edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Modul

(8)

Dwivariat Menu Program : Moment Tangkar. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4

Hasil Korelasi Product moment

Sumber r p Kesimpulan Signifikansi

xy 0,404 0,025 p < 0,05 Signifikan

Keterangan :

r = Indeks Korelasi x = Perilaku prososial

y = Keaktifan kader posyandu p = Peluang Ralat

Interpretasi

Hasil Analisis korelasi product moment didapatkan bahwa rxy = 0, 404 dengan p = 0,025 (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara Perilaku prososial dengan Keaktifan kader posyandu pada kader Posyandu di kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Artinya semakin tinggi Perilaku prososial kader maka semakin tinggi pula Keaktifan kader mengikuti kegiatan Posyandu, demikian juga sebaliknya semakin rendah Perilaku prososial maka akan semakin rendah pula Keaktifan kader dalam kegiatan Posyandu. Jadi hipotesis diterima.

B. Pembahasan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perilaku prososial kader yang termanifestasi dalam : 1) mempunyai Internal Locus of Control, 2) mempunyai pandangan bahwa dunia merupakan tempat terbuka dan dapat diramalkan, 3) mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi, 4) mempunyai komponen empati yang lebih tinggi dalam konsep diri, 5) egosentrismenya rendah, maka keaktifan kader mengikuti kegiatan Posyandu semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya semakin rendah perilaku prososial kader maka semakin rendah pula keaktifan kader di Posyandu.

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan das ar, yang paling utama untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

Untuk mensukseskan kegiatan tersebut diperlukan partisipasi masyarakat, terutama kader-kader Posyandu. Kader merupakan relawan yang berasal dari masyarakat yan g mempunyai peranan besar dalam penyampaian informasi kesehatan kepada masyarakat. Kader-kader posyandu pada umumnya adalah relawan yang berasal dari tokoh masyarakat yang dipandang memiliki kemampuan lebih dibanding anggota masyarakat lainnya. Kader inilah yang memiliki peranan besar dalam memperlancar proses pelayanan kesehatan primer. Namun keberadaan kader relatif labil karena partisipasinya bersifat sukarela sehingga tidak ada jaminan bahwa para kader akan tetap menjalankan fungsinya dengan baik sepert i yang diharapkan. Jika ada kepentingan keluarga atau kepentingan lainnya maka kader akan lebih memilih untuk meninggalkan tugasnya.

Karena kader merupakan tenaga sukarelawan yang tidak mendapatkan apa -apa dari aktifitas menjalankan Posyandu, maka dibutuhkan kader-kader yang memiliki jiwa sosial yang tinggi atau istilahnya memiliki perilaku prososial. Menurut Sears (1994), prososial adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Faktor yang menentukan perilaku prososial menurut Mahmudah (2010) seperti situasi sosial, karateristik orang yang terlibat, faktor-faktor internal tertentu atau mediator internal, dan latar belakang kepribadian. Kesadaran akan pentingnya menolong sesama terkadang kurang disadari oleh seseorang itu sendiri. Terkadang masyarakat tidak menyadari bahwa disekelilingnya, disekitarnya banyak orang yang membutuhkan uluran tangan. Perilaku prososial yang dimiliki oleh seseorang dengan sendirinya akan muncul jika dihadapkan pada suatu peristiwa yang memancing emosinya untuk bersikap prososial.

(9)

Sedangkan pengertian perilaku prososial menurut Baron dan Byrne (2005) adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keun tungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong.

Perilaku prososial juga didefinisikan sebagai perilaku sukarela yang diharapkan bermanfaat bagi orang lain dengan mengabaikan motif individu untuk menguntungkan orang lain. Fenomena prososial pada manusia sangatlah kompleks, karena manusia dalam intereaksinya membutuhkan kehadiran orang lain dan perilakunya selalu berorientasi pada tindakan-tindakan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan pribadi maupun kebutuhan dan kepentingan orang lain. Pada dasarnya manusia tidak ada yang sepenuhnya egois (selfish) dan sepenuhnya altruistik. Jadi perilaku manusia berada di antara kedua hal, yaitu berorientasi pada diri sendiri dan berorientasi pada orang lain. Ia bekerja antara untuk menguntungkan diri sendiri dan membantu orang lain.

Menurut Gerungan (1991) perilaku prososial mencakup perilaku yang menguntungkan orang lain yang mempunyai konsekuensi sosial yang positif sehingga akan menamba h kebaikan fisik maupun psikis. Perilaku prososial merupakan tindakan yang menguntungkan orang lain.

Menurut Allyn and Bacon (dalam Harmadi, 2007), ada lima karakteristik yang merupakan komponen dari perilaku prososial, yaitu :

f. Mempunyai internal locus of control (pengendalian diri dari dalam) yang lebih tinggi, aspek yang termasuk dalam faktor ini adalah adanya perasaan yang mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, kemampuan mempengaruhi lingkungannya atas usahanya sendiri. Karena perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh unsur dari dalam, atau kekuatan sendiri, di samping itu manusia juga dapat menentukan dirinya sendiri.

g. Mempunyai pandangan bahwa dunia merupakan tempat terbuka dan dapat diramalkan, yaitu bahwa perilaku yang baik akan diberi pahala dan perilaku yang buruk akan mendapat hukuman. Orang yang memberi pertolongan pertama merasa bahwa ia melakukan sesuatu yang benar dan akan memperoleh keuntungan dari perbuatan tersebut.

h. Mempunyai tanggung jawab sosial yang lebih tinggi. Mereka tertarik dan terlibat dalam bidang kemasyarakatan, serta mempunyai kepekaan terhadap kewajiban.

i. Mempunyai komponen empati yang lebih tinggi dalam konsep diri. Mereka mempunyai skor yang tinggi dalam hal tanggung jawab dan sosialisasi, punya kontrol diri, ingin membuat kesan yang baik, mencapai tujuan dengan cara konformitas dan toleran.

j. Egosentrismenya rendah. Orang-orang yang sangat peduli dengan dirinya sendiri sering berada dalam kompetisi yang tinggi dan kurang mau menolong orang lain. Mereka mempunyai nilai-nilai sosial dan lebih menekankan pada kerja sama akan lebih suka menolong dibandingkan dengan mereka yang mempunyai nilai-nilai individualistik dan kompetitif.

Berdasarkan keterangan di atas tampak bahwa individu yang memiliki perilaku prososial yang tinggi justru merasa bahagia hidupnya jika bisa membantu orang lain, aktifitas yang dilakukan tidak pamrih. Bagi dirinya memberikan bantuan dan memberikan kemanfaat kepada orang lain dapat memberikan kepuasan batin, sehingga walaupun kader Posyandu tidak mendapatkan gaji atau insentif dari pelaksanaan tugasnya, namun karena pekerjaan tersebut berkaitan dengan kesejahteraan orang lain membuat dirinya menjadi sangat bergairah dalam menjalankan aktifitasnya sebagai kader Posyandu. Kader yang memiliki perilaku prososial yang baik menyukai tindakan-tindakan seperti menolong (helping), merawat/memelihara (nurturance), memperhatikan (care), memberi informasi, nasehat (advocating), beberapa tindakan sentimen seperti menyumbang (donating), berbagi (sharing).

Kondisi tersebut tentunya akan berbeda dengan kader yang kurang memiliki perilaku prososial, sebab aktifitasnya didasarkan pada kepentingan individual, menghitung untung ruginya atau nilai kemanfaat yang diperolehnya jika melakukan kegiatan tertentu, sehingga jika kegiatan p osyandu kurang memberikan manfaat pada dirinya, maka akan membuat dirinya tidak bergairah menjalankan kegiatan tersebut. Individu yang kurang memiliki perilaku prososial tidak dapat bertahan pada aktivitas yang senantiasa berkaitan dengan membantu orang lain, sehingga semakin lama aktivitasnya dalam kegiatan posyandu jadi berkurang.

Hasil penghitungan mean hipotetik variabel Perilaku prososial didapatkan MH = 75, dengan SD = 15, sedangkan mean empiris didapatkan ME= 92,067. Hal ini menunjukkan Perilaku prososial kader posyandu di Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang pada kategori tinggi. Artinya Perilaku prososial sampel penelitian tergolong tinggi.

(10)

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : ada korela si positif yang signifikan antara Perilaku prososial dengan Keaktifan kader posyandu pada kader Posyandu di kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Artinya semakin tinggi perilaku prososial kader yang termanifestasi dalam : 1) mempunyai Internal Locus of Control, 2) mempunyai pandangan bahwa dunia merupakan tempat terbuka dan dapat diramalkan, 3) mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi, 4) mempunyai komponen empati yang lebih tinggi dalam konsep diri, 5) egosentrismenya rendah, maka keaktifan kader mengikuti kegiatan Posyandu semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya semakin rendah perilaku prososial kader maka semakin rendah pula keaktifan kader di Posyandu. Jadi hipotesis diterima.

Daftar Pustaka

Aritonang, I. (2000). Pemantauan Pertumbuhan Balita. Petunjuk Prak tis Menilai Status Gizi Dan Kesehatan . Yogyakarta: Kanisius.

Azwar, Saifuddin. (2001). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Baron, R. A & Byrne, D. (2005). Psik ologi Sosial/Edisi k esepuluh/Jilid 2 . (Alih bahasa oleh Ratna Djuwita, et al.). Jakarta: Penerbit Erlangga

Dayakisni, T. & Hudaniah (2003). Psik ologi Sosial (Edisi Revisi). Malang: UMM. Press

Depkes RI dan Unicef. (1992). Pedoman Pengelolaan Pentaloka Pelatihan / Pembinaan dan Pelatihan Kader

Posyandu UPGK. Jakarta.

Depkes RI. (1998). Buk u Kader Posyandu Dalam Usaha Perbaik an Gizi Keluarga . Jakarta ---. (1998). Pedoman Pelak sana: Program Pelayanan Kesehatan Pusk esmas. ---. (2006). Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta.

---. (2009). Pelatihan Bagi Petugas Pusk esmas Untuk Revitalisasi Posyandu . Jakarta Gerungan, W. A. (1991). Psik ologi Sosial. Bandung : Eresco.

Gunarsa, Singgih & Gunarsa, Singgih. (2010). Psik ologi Perk embangan Anak dan Remaja . Jakarta : Gunung Mulia.

Hadi,Sutrisno. (1991). Analisis Butir Untuk Instrumen. Yogyakarta : Andi Offset Hadi, S. (2001). Metodologi Research I. Yogyakarta: Andi Offset.

Harmadi. (2007). Kesesuaian Nilai Moral Personal-Sosial, Pengaruhnya Pada Intensi Prososial Dan Prasangka Sosial. Tesis. Surabaya : Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945

Kartono, Kartono (2003). Patologi Sosial : Jilid 1. Jakarta : Rajawali Pers

Mahmudah, Siti. (2010) Psik ologi Sosial Suatu Pengantar. Malang : UIN Maliki Press

Monks, Knoers, dan Rahayu Siti. (2002). Psik ologi Perk embangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya . Yogjakarta. UGM Press.

Mutadin, Zainun, (2002). Penyesuaian Diri remaja. http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp

Retnoningsih, Ana dan Suharso. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux. Semarang: Widya Karya Sears, D.O., Freedman, J.L., & Peplau, L.A. (1992). Psik ologi Sosial Jilid I. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Yusuf, Syamsu. (2011). Psik ologi Perk embangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Gambar

Gambar  1:  Kontinum  Prososial  antara  kutub   Selfish-Altruistic  Berdasarkan  orientasinya,  maka  fenomena  prososial  dapat  dibedakan menjadi:  oriented,  self-others-oriented, dan others-oriented

Referensi

Dokumen terkait

23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga bagi Anggota Dharma Wanita Kec.. Judul : Upaya penanggulangan Domestic Violence melalui Peningkatan Pemahaman

Dengan melihat gaya belajar dari sebagian besar mahasiswa IT di UKM yang Extroversion – Intuition dan gaya belajar yang Individu “visual” maka proses

1) Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien selama dirawat

agar memutarkan iklan tersebut pada program siaran yang sudah di pesan oleh pemasang. iklan, dan log sheet yang telah di tulis marketing tadi, diberikan pada

Hasil pengujian dengan lampu UV menunjukkan bahwa nanokomposit dapat mengurai biru metilena 12,5 mg/L, ditunjukkan dengan filtrat hasil pengujian yang tidak berwarna dan

1. Setiap perusahaan yang berkedudukan dan bekerja di wilayah negara Republik Indonesia diharuskan mendaftarkan perusahaannya pada kantor pendaftaran perusahaan

Dalam penelitian mengenai pengaruh terapi musik terhadap tingkat depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, tahun 2013, telah dilakukan sebuah

Untuk menilai kepuasan pada konsumen baru kecap manis SRK, ketika konsumen baru menikmati kecap tersebut dengan rasa yang enak dan harga yang murah tetapi botol kemasannya