• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDEKS GLIKEMIK GULA LONTAR CAIR, CETAK, DAN KRISTAL BELLA CARINA PUTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDEKS GLIKEMIK GULA LONTAR CAIR, CETAK, DAN KRISTAL BELLA CARINA PUTRI"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

INDEKS GLIKEMIK GULA LONTAR CAIR, CETAK,

DAN KRISTAL

BELLA CARINA PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Indeks Glikemik Gula Lontar Cair, Cetak, dan Kristaladalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2017 Bella Carina Putri NIM I14120076

(4)

ABSTRAK

BELLA CARINA PUTRI. Indeks Glikemik Gula Lontar Cair, Cetak, dan Kristal. Dibimbing oleh RIMBAWAN.

Gula lontar merupakan bahan pemanis yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma lontar (Borassus flabellifera Lin). Gula ini terdiri dari tiga jenis, yaitu bentuk cair, cetak, dan kristal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai indeks glikemik gula lontar dalam bentuk cair, cetak, dan kristal. Berdasarkan analisis proksimat dan gula sederhana, gula kristal memiliki kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, dan sukrosa yang tertinggi. Gula cetak memiliki kadar serat pangan yang tertinggi. Gula cair memilki kadar air, glukosa, dan fruktosa yang tertinggi. Nilai indeks glikemik gula lontar cair, cetak dan kristal secara berturut-turut yaitu sebesar 48.93, 49.99, dan 54.48. Uji t sampel bebas menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada indeks glikemik ketiga jenis gula lontar (p > 0.05). Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa karakteristik organoleptik yang disukai diantaranya beraroma agak khas, bertekstur agak kental/ lunak/ agak halus, berwarna kuning kecoklatan, dan berasa manis. Gula lontar kristal merupakan jenis gula yang paling dapat diterima berdasarkan pembobotan kesukaan panelis dan mutu hedonik.

Kata kunci: gula sederhana, indeks glikemik rendah, produk olahan nira palma

ABSTRACT

BELLA CARINA PUTRI. Glycaemic Index of Liquid, Molded, and Crystal Palmyra Sugar. Supervised by RIMBAWAN.

Palmyra sugar is a sweetener product resulted from the processing of palmyra tree sap, namely palmyra (Borassus flabellifera Lin) in the form of liquid, molded, and crystal. The study was aimed to analyze the glycaemic index of palmyra liquid sugar, molded sugar and crystal sugar. Based on proximate analysis and carbohydrate component analysis crystal sugar has the highest level of ash, protein, fat, carbohydrate, and sucrose. Molded sugar has the highest level of dietary fiber. Crystal sugar has the highest level of moisture, glucose and fructose. The glycaemic index of palmyra liquid sugar, molded sugar and crystal sugar measured by this study respectively were 48.93, 49.99, and 54.48. Independent sample t-test showed there was no significant difference between the glycaemic indexes of palmyra sugars (p > 0.05). Sensory evaluation showed that organoleptic characteristics which were accepted by panelist have slighltly typical-aroma, slightly grainy/ soft/ slightly viscous-textured, brownish yellow-colored, and sweet-flavored. Based on its hedonic quality and its panelist acceptance scoring, crystal sugar was choosen to be the most accepted product among the three types of Palmyra sugar.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

pada

Departemen Gizi Masyarakat

INDEKS GLIKEMIK GULA LONTAR CAIR, CETAK,

DAN KRISTAL

BELLA CARINA PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemberi Manfaat, yang telah melimpahkan rahmat dan syafaat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat kelulusan dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian penulis, yaitu Indeks Glikemik Gula Lontar Cair, Cetak, dan Kristal. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2016. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan bagi Penulis untuk menuntut ilmu di Departemen Gizi Masyarakat.

2. Javara yang telah memberikan kesempatan kerjasama penelitian.

3. dr Naufal Muharam Nurdin, S Ked, M Si, selaku pembimbing akademik, dan penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama masa perkuliahan dan penelitian.

4. Dr Rimbawan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan sangat baik dan sabar, memberikan arahan, pemikiran, dan waktunya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

5. Ibu Susi beserta Staf Laboratorium yang telah sangat membantu dan memberikan cerita-cerita kehidupan selama penelitian berlangsung.

6. Keluarga besar GM 49 yang telah memberikan do’a dan dukungannya.

7. Teman-teman seperjuangan Cassandra dan Agus yang telah semangat, saling membantu, menemani dan mengerti satu sama lain.

8. Sahabat-sahabat Jawaku (Ani, Juliana, dan Malikhah) yang telah menemani dan memberikan do’a dan semangatnya.

9. Teman terdekat Muhammad Ghozaly Salim yang senantiasa telah memberikan semangat, do’a, bantuan, dan dukungannya.

10.Mbak Suci dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Gzi Masyarakat.

11.Ibu (Nurkomala) ayah (Hendri), Eyang putri (Srianih), Kakak (Wida), dan Adik (Gita) kakak tercinta yang tiada hentinya memberikan segaladukungan, do’a, dan kasih sayangnya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung.

Penulis menyadari penelitian ini tidaklah luput dari segala kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi berkembangnyailmu pengetahuan indeks glikemik gula lontar. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017 Bella Carina. Putri

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2

Desain, Lokasi, dan Waktu 2

Alat dan Bahan 3

Tahapan Penelitian 3

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Analisis Zat Gizi Gula Lontar Cair, Cetak dan Kristal 6

Analisis Kandungan Gula Sederhana Gula Lontar 12

Analisis Indeks Glikemik Gula Lontar 15

Analisis Hasil Uji Organoleptik Gula Lontar 19

Penentuan Jenis Gula Lontar yang Paling Diterima 23

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 29

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kategori nilai indeks glikemik (Powell et al. 2002) 6 2 Kandungan zat gizi gula lontar cair, cetak dan kistal 7

3 Kandungan gula sederhana gula lontar 12

4 Karakteristik subjek penelitian 15

5 Luas daerah inkremental di bawah kurva 17

6 Nilai rata-rata hasil uji hedonik (kesukaan) 20

7 Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik (deskripsi) 20

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian 4

2 Kadar air gula lontar 7

3 Kadar abu gula lontar 8

4 Kadar protein gula lontar 9

5 Kadar lemak gula lontar 9

6 Kadar karbohidrat by difference gula lontar 10

7 Kandungan energi gula lontar (basis basah) 11

8 Kandungan energi gula lontar (basis kering) 11

9 Kadar serat pangan gula lontar 12

10 Kadar glukosa gula lontar 13

11 Kadar fruktosa gula lontar 13

12 Kadar sukrosa gula lontar 14

13 Kurva rata-rata respon gula darah gula lontar terhadap glukosa standar 16

14 Indeks glikemik gula lontar 17

15 Persentase hasil modus uji mutu hedonik aroma 21 16 Persentase hasil modus uji mutu hedonik tekstur 22 17 Persentase hasil modus uji mutu hedonik warna 22

18 Persentase hasil uji mutu hedonik rasa 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode analisis zat gizi 29

2 Surat persetujuan etik penelitian 34

3 Syarat mutu gula palma (SNI 01-3743-1995) 35

4 Formulir persetujuan responden (Informed Consent) 36

5 Hasil analisis proksimat gula lontar cair 37

6 Hasil analisis proksimat gula lontar cetak 38

7 Hasil analisis proksimat gula lontar kristal 39

8 Hasil analisis gula sederhana 40

9 Kromatogram HPLC standar glukosa, fruktosa, dan sukrosa 41

10 Kromatogram HPLC gula lontar 42

11 Hasil perhitungan luas inkremental di bawah kurva 42

12 Hasil analisis dan uji t terhadap nilai IG 42

(11)
(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gula merupakan salah satu bahan pangan yang hampir selalu digunakan dalam pengolahan makanan dan minuman. Para periode 2011-2012 Indonesia merupakan negara yang menempati peringkat ketujuh sebagai negara pengkonsumsi gula terbesar. Konsumsi gula nasional diperkirakan mencapai 5.7 juta ton gula per kapita pada tahun 2013 dan akan terus mengalami kenaikan 3.34% setiap tahunnya (Kurniasari et al. 2015). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah konsumsi gula oleh masyarakat merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

Kementrian Kesehatan RI (2014) meyebutkan bahwa kelebihan asupan makanan dan minuman kaya energi, lemak jenuh, gula dan garam tambahan akan meningkatkan risiko timbulnya kelebihan gizi dan terjadinya penyakit diabetes tipe-2. Sears & Bell (2003) melaporkan bahwa selama 20 tahun terakhir di Amerika Serikat, peningkatan asupan energi yang berasal dari karbohidrat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah individu yang memiliki berat badan berlebih dan penyakit kronis. Selain itu, di Indonesia Data Riskesdas menunjukkan bahwa selama tahun 2010-2013 terdapat peningkatan kecenderungan prevalensi obesitas pada laki-laki dewasa, yaitu dari 7.8% menjadi 19.7% dan pada perempuan dewasa dari 15.5% menjadi 32.9% (Kemenkes 2013). Oleh sebab itu, dibutuhkan pengaturan makanan (diet) yang baik dalam memenuhi kebutuhan zat gizi untuk mencapai kesehatan yang optimal.

Pengaturan makanan berdasarkan indeks glikemik merupakan salah satu konsep yang sudah cukup lama diterapkan oleh para praktisi kesehatan untuk mencapai kesehatan optimal melalui pencegahan dan penanggulangan terjadinya penyakit kronis, termasuk diabetes. Diet indeks glikemik rendah dapat memperbaiki kontrol glikemik pada penderita diabetes dan menurunkan lipid serum pada penderita hiperlipidemia (Jenkins et al. 2002). Berdasarkan prinsip diet tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah mensubstitusi gula pasir yang umumnya digunakan sebagai bahan pemanis dengan gula berindeks glikemik lebih rendah.

Gula lontar adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon lontar (Borassus flabellifera Linn). Lontar merupakan tanaman palma yang banyak terdapat di Indonesia dan tersebar di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur yang tersebar di Pulau Rote, Timor, Flores dan pulau lainnya. Tanaman lontar merupakan tanaman yang tumbuh pada daerah dataran rendah dengan kondisi kering dan tanah berpasir.

Penelitian IG dengan menggunakan hewan coba oleh Wedowati et al. (2015) menujukkan bahwa gula lontar tergolong kedalam pangan berindeks glikemik tinggi (IG ≥ 70), yaitu 72 untuk gula cetak, 75 untuk gula cair, dan 77 untuk gula kristal. Subjek hewan coba seringkali digunakan sebagai salah satu metode pendekatan terhadap tubuh manusia, akan tetapi masih terdapat perbedaan metabolisme zat gizi pada keduanya. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian lebih lanjut terkait indeks glikemik gula lontar dengan melihat langsung dampaknya terhadap kadar gula darah manusia.

(14)

2

Perumusan Masalah

Gula merupakan salah satu bahan pangan yang menyumbang asupan zat gizi energi dan karbohidrat dan konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan asupan karbohidrat dan pangan dengan indeks glikemik tinggi dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis seperti obesitas, penyakit jantung dan diabetes. Pengaturan makanan berindeks glikemik rendah dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit kronis.

Penelitian lain terkait indeks glikemik gula lontar menunjukkan nilai yang tinggi pada hewan coba. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui nilai indeks glikemik gula lontar terhadap kadar glukosa darah manusia. Selain itu, uji organoleptik, analisis proksimat, serta analisis kandungan gula sederhana gula lontar juga diteliti oleh peneliti.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai indeks glikemik gula lontar cair, cetak, dan kristal.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1.Mempelajari sifat kimia gula lontar cair, cetak, dan kristal meliputi kadar abu, air, karbohidrat total, protein, lemak, dan serat pangan.

2.Mempelajari kandungan gula sederhana pada gula lontar cair, cetak, dan kristal. 3.Mempelajari nilai indeks glikemik gula lontar cair, cetak, dan kristal.

4.Mempelajari sifat organoleptik pada gula lontar cair, cetak, dan kristal yang dapat mempengaruhi penerimaan panelis.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam pengembangan ilmu gizi mengenai nilai indeks glikemik pangan Indonesia, khususnya terkait bahan pangan pemanis alami. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat, khususnya penderita obesitas atau penyakit kronis dalam pemilihan gula dengan nilai indeks glikemik yang rendah.

METODE

Desain, Lokasi, dan Waktu

Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain eksperimental dan dilakukan dengan adanya persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia terhitung pada bulan Mei 2016.

(15)

3 Analisis sifat kimia gula lontar cair, cetak, dan kristal dilakukan di Laboratorium Saraswanti Indo Genetech, Jl. Rasamala No. 20, Taman Yasmin, Kota Bogor. Analisis kandungan gula sederhana dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Jl. Ir. Haji Juanda No.11, Paledang, Kota Bogor. Analisis indeks glikemik dilakukan di Klinik Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Analisis sifat organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Gula lontar cair, cetak, dan kristal penelitian didapatkan dari kios “J” yang terletak di Jakarta Pusat. Waktu pelaksanaan dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan, yaitu dimulai bulan Agustus 2016 hingga Desember 2016.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan diantaranya yaitu, gelas ukur, termometer, spatula, sendok stainless steel, cawan alumunium, pipet ukur, gelas piala, labu ukur, labu takar, sudip, erlenmeyer, labu semprot, botol timbang bertutup, eksikator, oven listrik, neraca analitik, cawan porselen, tanur listrik, gegep besi, KjelTech,

digestion block, program AN300, stirrer, penangas air, batu didih, pasir kwarsa,

kaca arloji, corong kaca, inkubator, kertas whatman No.42, oven, labu lemak, pompa vakum, penyaring milipore HV 0.45 µm, pipet volumetrik, Waters Alliance HPLC System dengan detektor RI (Refractive Index) Waters 2414, dan kolom karbohidrat NH2P-50 4D Shodex Asahipak, lancet, glukometer Easy Touch©GCU, strip gula darah Easy Touch©GCU.

Bahan kimia yang digunakan antara lain, kertas saring berlipat, selenium mix, asam sulfat pekat, asam klorida 0.01 N, asam borat 2%, natrium hidroksida 30%, HCl 25%, kertas saring Whatman No.42, kertas saring pembungkus (thimble), heksana, air panas, etanol 78%, etanol 95%, aseton, MES-TRIS (Bufer pH 8.2), α-Amilase, protease, asam klorida 0.561 N, amyloglukosidase, asetonitril, indikator MM-MB, akuabides-asetonitril 30:70, alcohol swab, air mineral, dan D-glucose anhydrous. Bahan pangan yang digunakan antara lain, gula lontar cair, gula lontar cetak, dan gula lontar kristal. Gula lontar kristal yang disebutkan dalam penelitian ini merupakan gula yang dibuat dari nira lontar melalui proses pemanasan sehingga berbentuk butiran atau granula, dan biasa disebut gula semut.

Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam (4) empat bagian penelitian. Bagian pertama terdiri dari analisis proksimat zat gizi gula lontar mencakup kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat pangan. Analisis kandungan gula sederhana terhadap gula lontar cair, cetak, dan kristal merupakan penelitian bagian kedua yang mencakup kadar glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Penelitian bagian ketiga yaitu penentuan nilai indeks glikemik gula lontar. Penelitian bagian keempat yaitu uji organoleptik terhadap gula lontar yang meliputi uji mutu hedonik (deskripsi pangan uji) dan uji hedonik (kesukaan). Diagram alir penelitian indeks glikemik gula lontar cair, cetak, dan kristal disajikan pada Gambar 1.

(16)

4

Gambar 1 Tahapan penelitian

Analisis kandungan zat gizi dan gula sederhana gula lontar cair, cetak, dan kristal

Tahap pertama dalam penelitian adalah menganalisis kandungan zat gizi secara proksimat dan serat pangan secara enzimatis. Kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu menganalisis kandungan gula sederhana pada gula lontar cair, cetak, dan kristal. Kedua tahapan penelitian tersebut dilakukan dengan dua kali ulangan. Analisis kadar zat gizi gula lontar cair, cetak, dan kristal yang dilakukan mencakup kadar air dengan metode oven (SNI 01-2891-1992 butir 5.1), kadar abu (SNI 01-2891-1992 butir 6.1), kadar protein dengan metode Kjeldhal (SNI 01-2891-1992 butir 7.1), kadar lemak dengan metode hidrolisis Weibull (SNI 01-2891-1992 butir 8.2), kadar karbohidrat dengan metode by difference (hasil selisih dari kadar air, abu, lemak dan protein), dan kadar serat pangan dengan metode enzimatis (AOAC 991.43 tahun 1995). Analisis kandungan gula sederhana mencakup kadar glukosa, fruktosa, dan sukrosa dilakukan dengan metode High Performance Liquid Chromathography (Hurst et al. 1979). Langkah-langkah analisis zat gizi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pengukuran dan penggolongan indeks glikemik gula lontar cair, cetak, dan kristal

Penentuan nilai indeks glikemik gula lontar cair, cetak, dan kristal dilakukan setelah terlebih dahulu melalui tahap perekrutan subjek penelitian. Subjek penelitian dipilih secara purposive sehingga subjek memenuhi kriteria yang diberikan. Subjek berjumlah sebanyak10 (sepuluh) orang yang terdiri dari 5 (lima) orang laki-laki dan 5 (lima) orang perempuan untuk menghindari adanya bias akibat jenis kelamin. Kriteria inklusi mencakup berusia dalam rentang 18-30 tahun, berindeks masa tubuh (IMT) normal dalam rentang 18.5 – 22.9 kg/m2

Analisis proksimat zat gizi

Pengukuran indeks glikemik gula lontar cetak 57 g

Analisis kandungan gula sederhana (glukosa, sukrosa, fruktosa)

Pengukuran indeks glikemik glukosa standar 50 g

Pengukuran indeks glikemik gula lontar kristal 55 g Pengukuran indeks glikemik gula lontar cair 65 g

(17)

5 (WHO untuk Asia Pasifik 2000), berkondisi sehat dan tidak merokok, tidak memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus dalam keluarga inti ataupun sedang mengalami gangguan pencernaan, menjalani pengobatan, menggunakan obat-obatan terlarang, meminum alkohol, serta subjek harus bersedia untuk diambil darahnya. Kriteria eksklusi selama penelitian berlangsung yaitu subjek dengan respon gula darah yang berada di luar rentang respon keseluruhan subjek.

Subjek terpilih kemudian akan diberikan penjelasan terkait prosedur penelitian, efek samping yang mungkin akan dirasakan selama penelitian berlangsung, insentif yang akan diterima, serta hak untuk mengundurkan diri dari penelitian. Subjek juga diberi penjelasan bahwa penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Langkah selanjutnya yaitu subjek diberikan informed consent dan apabila subjek bersedia maka seterusnya dapat dinyatakan sebagai subjek penelitian.

Penelitian kemudian dilanjutkan untuk menentukan nilai indeks glikemik, yaitu dengan melakukan pemberian pangan acuan berupa glukosa murni (IG:100) dan pangan uji (gula lontar cair, cetak, dan kristal) kepada subjek penelitian, untuk selanjutnya dikonsumsi dan dihitung indeks glikemiknya berdasarkan respon gula darah subjek. Pangan acuan akan diberikan pada minggu pertama penelitian sebanyak 50 gram yang sudah dilarutkan bersama air mineral 250 ml dan diminum dalam batas waktu konsumsi 5-10 menit. Pangan uji berupa gula lontar cetak akan diberikan pada minggu kedua penelitian, gula kristal akan diberikan pada minggu ketiga penelitian, dan gula cair akan diberikan pada minggu keempat penelitian. Jarak pemberian pangan acuan dan pangan uji lainnya adalah 7 hari. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko infeksi. Pangan uji dengan jumlah setara 50 gram available carbohydrate dilarutkan dalam air mineral 250 ml, dan selanjutnya diberikan kepada subjek. Jumlah porsi pangan uji dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut.

Jumlah porsi= 50 g ×100

Total Karbohidrat -Serat Pangan ×100

Setelah pangan uji dikonsumsi oleh subjek, langkah selajutnya adalah pengambilan sampel darah subjek untuk mengetahui respon gula darah terhadap gula lontar cair, cetak, dan kristal. Prosedur penentuan indeks glikemik pangan berdasarkan respon kadar gula darah adalah sebagai berikut (Brouns et al. 2005, Wolever et al. 2008).

a. Sampel darah sebanyak 1-2μL diambil dengan metode finger-prick capillary blood sample pada menit ke-0 (sebelum konsumsi pangan acuan/ pangan uji) b. Pangan acuan berupa glukosa murni setara dengan 50 gram available

carbohydrate dikonsumsi pada subjek penelitian yang telah menjalani puasa minimal 10-12 jam (overnight fasting), kecuali air putih.

c. Selama dua jam setelah pangan acuan dikonsumsi oleh subjek, sampel darah kemudian diambil pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, dan 120 secara berturut-turut dengan menggunakan set alat pengukur dula darah Easy Touch©GCU. d. Tujuh hari kemudian, hal yang sama dilakukan dengan memberikan pangan

(18)

6

e. Tujuh hari berikutnya diberikan pangan uji berupa gula lontar kristal sebanyak 55 g, dan tujuh hari berikutnya diberikan pangan uji berupa gula lontar cair sebanyak 65 g.

f. Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) kemudian ditebarkan pada dua sumbu, yaitu sumbu x (waktu dalam menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah) dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2010 sehingga membentuk suatu kurva.

g. Nilai indeks glikemik selanjutnya ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah inkremental di bawah kurva antara pangan uji (gula lontar) dengan pangan acuan (glukosa).

Kurva respon gula darah dihitung dengan menggunakan luas area inkremental bawah kurva (Incremental Area Under Curve). Pengukuran indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

IG = Luas area inkremental di bawah kurva pangan uji

Luas area inkremental di bawah kurva pangan acuan × 100

Pangan uji kemudian akan digolongkan berdasarkan hasil perhitungan tersebut ke dalam kategori indeks glikemik sebagai berikut.

Tabel 1 Kategori nilai indeks glikemik (Powell et al. 2002)

Nilai IG Keterangan

≤ 55 Rendah

56-69 Sedang atau medium

≥ 70 Tinggi

Analisis Data

Data pengukuran kadar glukosa darah dan data awal organoleptik diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Data hasil indeks glikemik kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Shapiro Wilk, uji homogenitas dan uji

Independent Sample t. Selain itu, data organoleptik kemudian diolah dengan

menggunakan uji beda Kruskal Wallis dan uji lanjut Mann Whitney. Uji statistika tersebut dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16.0

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Zat Gizi Gula Lontar Cair, Cetak dan Kristal

Komposisi suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi respon glikemik dalam tubuh selain faktor waktu konsumsi dan indeks glikemik (Arvidsson-Lenner 2004). Oleh sebab itu, analisis kimia dilakukan untuk mengetahui kadar zat gizi terkandung dalam gula lontar. Berikut hasil analisis zat gizi pada gula lontar secara lengkap disajikan dalam Tabel 2.

(19)

7 Tabel 2 Kandungan zat gizi gula lontar cair, cetak dan kistal

Parameter Lontar Cair Lontar Cetak Lontar Kristal Kadar air (%bb) 18.76 7.82 3.20 Kadar abu (%bb) 1.82 1.40 2.30 Energi (kkal/100g) (bb) 319 366 381 Energi (kkal/100g) (bk) 392 397 394 Protein (%bb) 1.07 1.02 1.47 Lemak total (%bb) 0.20 0.50 0.69 Karbohidrat total (%bb) 78.15 89.26 92.34 Karbohidrat total (%bk) 96.20 96.83 95.39 Total gula (%bb) (**) 63.80 86.14 92.24 Total gula (%bk) (**) 78.53 93.45 95.29 Serat pangan (%bb) 1.23 1.76 1.58

Keterangan: (%bb) Persentase basis basah (%bk) Persentase basis kering

(**) Total gula merupakan penjumlahan dari kadar gula sederhana (glukosa, fruktosa, dan sukrosa)

Air

Salah satu prosedur analisis kimia yang paling penting pada bahan pangan ialah analisis terhadap kandungan air didalamnya. Seperti halnya pada produk sirup gula, kadar air digunakan sebagai faktor yang menentukan kualitas produk (Nielsen et al. 2010). Berdasarkan uji kandungan air pada 3 (tiga) jenis gula, yaitu gula cair, gula cetak, dan gula lontar kristal, diperoleh hasil kandungan air pada setiap jenis gula seperti ditunjukkan pada Gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 2 Kadar air gula lontar

Kadar air gula lontar berkisar diantara 3.20%bb sampai dengan 18.76%bb. Secara langsung kadar air gula lontar dapat dilihat melalui bentuk dan konsistensi dari ketiga jenis gula, dimana gula cair berbentuk sirup, gula lontak cetak berbentuk padatan lunak, dan gula kristal berbentuk bubuk. Berdasarkan SNI 01-3743-1995 tentang gula palma, gula cetak pada Gambar 2 sudah memenuhi syarat mutu gula palma di Indonesia, yaitu dengan kandungan air maksimal sebesar

0 10 20 18.76 7.82 3.2 K ada r ai r (% bb) Jenis gula

(20)

8

10%bb, sedangkan gula lontar kristal masih lebih tinggi 0.2%bb dari syarat mutu gula palma di Indonesia, yaitu kandungan air maksimal sebesar 3.0%bb.

Gambar 2 menunjukkan bahwa kadar air pada gula cair berbeda dengan penelitian lain oleh Naknean & Meenune (2015) yang nilainya lebih tinggi rendah 6.24%. Selain itu, Gambar 2 juga menunjukkan bahwa gula cair memiliki kadar air tertinggi diantara ketiga jenis gula lontar dan terdapat kecenderungan menurun seiring dengan menurunnya kadar fruktosa. Hal ini diduga akibat sifat higroskopis dari fruktosa sehingga mampu menyerap air lebih cepat apabila dibandingkan dengan gula sederhana lainnya (White & Osberger 2001).

Abu

Kadar abu pada umumnya dapat mencerminkan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Bahkan beberapa bahan pangan mengandung kadar mineral yang tinggi pada jenis tertentu dan bahan pangan yang bersumber dari tanaman sering kali memiliki kadar mineral yang bervariasi. Selain itu, pengabuan merupakan salah satu bagian dari analisis proksimat dalam evaluasi zat gizi makanan (Nielsen et al. 2010). Berdasarkan uji kadar abu pada 3 (tiga) jenis gula, yaitu gula cair, gula cetak, dan gula lontar kristal, diperoleh hasil kandungan air pada setiap jenis gula seperti pada Gambar 3 sebagai berikut.

Gambar 3 Kadar abu gula lontar

Gula lontar mengandung abu yang berkisar diantara 1.40-2.30%bb. Gambar 3 menunjukkan bahwa gula kristal memiliki kandungan abu yang tertinggi. Hasil kandungan abu pada gula cair ini hanya lebih tinggi 0.04% dari penelitian lain oleh Luis et al. (2012). Selain itu, Balai Standardisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3743 tentang gula palma menyebutkan bahwa kadar abu maksimum yang diperbolehkan ada dalam gula palma adalah sebanyak 2.0%bb, gula cetak sudah memenuhi syarat tersebut, sedangkan gula lontar kristal belum memenuhi syarat, yaitu dengan kadar abu lebih tinggi 0.3%bb dari syarat yang ditetapkan. Hal ini diduga akibat adanya pemberian kulit manggis dan kalsium karbonat pada proses pembuatan gula lontar sehingga mempengaruhi kadar abu pada produk akhir, yaitu gula lontar kristal.

Protein

Protein merupakan salah satu zat gizi yang terdapat pada bahan pangan. Kadar protein menjadi penting dilakukan sebagai bagian dari analisis proksimat

0 0.5 1 1.5 2 2.5 1.82 1.4 2.3 Kad ar ab u ( %b b ) Jenis gula

(21)

9 terhadap bahan pangan. Selain itu, kadar protein dapat digunakan dalam pembuatan label zat gizi, meskipun produk gula sebagai pemanis bukanlah pangan sumber protein. Berdasarkan uji kandungan protein, diperoleh hasil kandungan karbohidrat total setiap jenis gula yang ditunjukkan pada Gambar 4 sebagai berikut.

Gambar 4 Kadar protein gula lontar

Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar protein gula lontar terendah mencapai 1.02%bb, sedangkan kadar tertinggi mencapai 1.47%bb pada gula kristal. Hasil ini lebih tinggi 0.55%bb pada gula cair, 0.77%bb pada gula cetak, dan 1.25%bb pada gula kristal apabila dibandingkan dengan penelitian lain terhadap gula lontar (Wedowati et al. 2015).

Lemak

Bahan pangan mengandung berbagai macam tipe lipid, seperti triacylglycerols cair atau minyak yang terdapat pada bahan pangan yang berasal dari tanaman. Analisis kadar lemak penting dilakukan untuk mendapatkan label zat gizi, dan menentukan kualitas suatu produk sesuai standar yang ada (Nielsen et al 2010). Berdasarkan uji kandungan lemak pada 3 (tiga) jenis gula lontar, diperoleh hasil kandungan lemak pada setiap jenis gula lontar seperti yang ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kadar lemak gula lontar

0 0.5 1 1.5 1.07 1.02 1.47 Kad ar p ro tein ( %b b ) Jenis gula

Cair Cetak Kristal

0 0.2 0.4 0.6 0.8 0.2 0.5 0.69 Kad ar lem ak to tal (%b b ) Jenis gula

(22)

10

Gula lontar memiliki kadar lemak dengan proporsi rendah berkisar antara 0.2%bb sampai dengan 0.69%bb. Hasil analisis zat gizi pada Gambar 5 menunjukkan bahwa diantara ketiga jenis gula yang diuji kandungan lemak tertinggi dimiliki oleh gula kristal diikuti oleh gula cetak dan cair. Hasil yang didapatkan berbeda dengan penelitian lain oleh Wedowati et al. (2015) dimana gula lontar uji memiliki kadar lemak terkandung yang lebih tinggi hingga 0.15%bb pada gula lontar cair, 0.46%bb pada gula lontar cetak, dan 0.63%bb pada gula kristal.

Karbohidrat Total

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang penting dalam bahan pangan sebagai sumber utama energi. Secara global terhitung bahwa dalam pengaturan makanan manusia lebih dari 70% energinya berasal dari karbohidrat (Nielsen et al. 2010). Hasil perhitungan by difference menunjukkan bahwa total karbohidrat gula lontar berkisar di antara 78.15%bb hingga 92.34%bb. Gambar 6 menunjukkan bahwa gula lontar kristal memiliki kandungan karbohidrat yang tertinggi diantara ketiga jenis gula. Hal tersebut dapat terjadi mungkin disebabkan oleh adanya penambahan bibit kristal berupa gula pasir (sukrosa) pada proses pengolahanya. Hasil ini serupa dengan penelitian lain oleh Wedowati et al. (2015) yang melaporkan bahwa urutan kandungan karbohidrat dari nilai terkecil yaitu gula cair (lebih rendah 5.04%/bb), gula cetak (lebih tinggi 1.04%bb), dan gula kristal (lebih tinggi 4.11%bb).

Gambar 6 Kadar karbohidrat by difference gula lontar

Berdasarkan Tabel 2, jenis karbohidrat utama yang terdapat pada gula lontar adalah gula sederhana yang terdiri dari glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Apabila persentase tersebut dibandingkan dengan kadar karbohidrat pada masing-masing pangan uji maka terdapat selisih 17.7%bk karbohidrat dalam gula cair, 3.4%bk pada gula cetak dan 0.10%bk pada gula kristal. Selisih tersebut diduga menunjukkan adanya jenis karbohidrat lain selain glukosa, fruktosa, dan sukrosa seperti yang dinyatakan oleh Tomomatsu et al. (1996) dalam penelitian lain bahwa pada gula palma Indonesia yang telah disimpan selama 3 (tiga) hari pada suhu ruang mengandung oligosakarida seperti fruktooligosakarida sebagai produk hasil 2 (dua) gula reduksi seperti glukosa dan fruktosa.

70 75 80 85 90 95 78.15 89.26 92.34 Kad ar k ar b o h id rat to tal (%b b ) Jenis gula

(23)

11 Energi Total

Kandungan energi pada setiap jenis gula dihitung berdasarkan konversi nilai dari karbohidrat, protein, dan lemak terkandung. Besarnya energi dari 1 g protein dan karbohidrat adalah 4 kkal, sedangkan besarnya energi dari 1 g lemak adalah 9 kkal (Almatsier 2006). Gambar 4 menunjukkan bahwa gula lontar kristal memiliki kandungan energi total yang tertinggi diantara ketiga jenis gula. Hasil perhitungan energi (basis kering) yang muncul pada masing-masing jenis gula lontar pada penelitian ini lebih tinggi 97 kkal/100g (bk) pada gula cair, 33 kkal/100g (bk) pada gula cetak, dan 6 kkal/100g (bk) pada gula kristal apabila dibandingkan dengan penelitian lain oleh Wedowati et al. (2015). Selain itu, pada Gambar 7 juga dapat terlihat terdapatnya perbedaan kandungan energi total basis basah dan basis kering di mana energi total basis kering cenderung lebih tinggi. Hal ini diduga akibat masih terdapatnya kandungan air pada energi total basis basah.

Gambar 7 Kandungan energi gula lontar (basis basah)

Gambar 8 Kandungan energi gula lontar (basis kering) Serat Pangan

Serat pangan merupakan gabungan dari berbagai komponen dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna. Sebagian besar serat pangan merupakan bagian dari dinding sel tanaman. Fakta bahwa komponen spesifik dalam serat pangan

250 300 350 400 318.68 365.62 381.45 Kad ar en er g i to tal (k k al/1 0 0 g ) (b b ) Jenis gula

Cair Cetak Kristal

385 390 395 400 392 397 394 Kad ar en er g i to tal (k k al/1 0 0 g ) (b k ) Jenis gula

(24)

12

dapat berhubungan dengan efek fisiologi tertentu menjadikan serat pangan merupakan salah satu analisis kimia yang penting untuk dilakukan (Nielsen et al. 2010). Berdasarkan uji kandungan serat pangan pada 3 (tiga) jenis gula lontar, diperoleh hasil kandungan serat pangan yang berkisar pada 1.23%bb hingga 1.76%bb. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kadar serat pangan tertinggi dimiliki oleh gula cetak, sedangkan kadar terendah terdapat pada gula cair seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9 sebagai berikut.

Gambar 9 Kadar serat pangan gula lontar

Analisis Kandungan Gula Sederhana Gula Lontar

Glukosa, fruktosa dan sukrosa merupakan bagian dari karbohidrat. Monosakarida atau gula sederhana merupakan satu-satunya jenis karbohidrat yang dapat langsung diserap oleh usus halus manusia. Sakarida dengan tingkatan yang lebih tinggi seperti oligosakarida dan polisakarida harus dicerna terlebih dahulu sebelum kemudian dapat diserap dan digunakan oleh tubuh (Nielsen et al. 2010). Oleh karena itu analisis terhadap gula sederhana menjadi penting dilakukan untuk mengetahui kandungan glukosa, fruktosa dan sukrosa bahan pangan. Berikut hasil analisis zat gizi pada gula lontar secara lengkap ditampilkan pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3 Kandungan gula sederhana gula lontar

Parameter Lontar Cair Lontar Cetak Lontar Kristal

Glukosa (%bb) 14.00 2.17 0.74

Fruktosa (%bb) 16.50 2.47 1.80

Sukrosa (%bb) 33.30 81.50 89.70

Glukosa

Glukosa merupakan gula sederhana yang pada dasarnya berada pada metabolisme manusia dan merupakan sumber energi primer bagi sel-sel tubuh. Menurut Preedy et al. (2012) bahan pemanis seperti madu memiliki kandungan gula sederhana glukosa setelah fruktosa. Berikut hasil analisis kandungan glukosa dalam ketiga jenis gula lontar seperti pada Gambar 10 sebagai berikut.

0 0.5 1 1.5 2 1.23 1.76 1.58 Kad ar s er at p an g an ( %b k ) Jenis gula

(25)

13

Gambar 10 Kadar glukosa gula lontar

Glukosa hasil analisis yang terdapat pada lontar cair memiliki hasil yang lebih tinggi 9.24%bb hingga 11.47%bb apabila dibandingkan dengan hasil penelitian lain oleh Naknean et al. (2009). Hal ini dapat terjadi diduga akibat adanya pemecahan molekul sukrosa selama proses penyimpanan gula. Naknean et al. (2013) juga menyatakan bahwa beberapa tingkatan hidrolisis sukrosa mungkin muncul selama proses pemanasan selama pembuatan gula terjadi, dan ketika terjadi proses fermentasi pada saat penyimpanan maka sukrosa akan berubah menjadi gula invert, yaitu gabungan glukosa dan fruktosa hasil dari hidrolisis sukrosa. Adanya proses fermentasi ini ditandai dengan terdapatnya aroma dan sedikit rasa asam pada gula cair.

Berbeda halnya dengan gula cair, hasil analis glukosa pada gula cetak (2.17 %) sesuai dengan hasil penelitian lain yang dilaporkan oleh Naknean (2010). Selain itu, hasil analisis glukosa pada gula lontar kristal juga sudah memenuhi syarat gula kristal di India menurut Nath et al. (2015).

Fruktosa

Fruktosa merupakan monosakarida utama yang dapat ditemukan dengan 3 (tiga) bentuk berbeda dalam makanan, sebagai fruktosa bebas (dalam buah-buahan dan madu), sebagai bagian dari sukrosa atau fruktan, dan sebagai polimer fruktosa dalam oligosakarida (dalam sayur-sayuran dan gandum). Umumnya rasa fruktosa dua kali lebih manis dari sukrosa (Preedy et al. 2012). Berikut hasil analisis kandungan fruktosa dalam ketiga jenis gula lontar secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Kadar fruktosa gula lontar

0 5 10 15 14 2.17 0.74 Kad ar g lu k o sa (g / 1 0 0 g ) (b b ) Jenis gula

Cair Cetak Kristal

0 5 10 15 20 16.5 2.47 1.8 Kad ar f ru k to sd a (g / 1 0 0 g ) (b b ) Jenis gula

(26)

14

Fruktosa hasil analisis pada gula lontar berkisar pada 1.8%bb hingga mencapai 16.5%bb pada gula lontar cair. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar fruktosa pada gula lontar cair memiliki hasil yang lebih tinggi 11.8%bb dibandingkan dengan hasil penelitian lain oleh Naknean et al. (2009). Sama halnya pada glukosa, hal ini terjadi diduga akibat adanya pemecahan molekul sukrosa selama proses pembuatan dan penyimpanan gula sehingga kadar fruktosa berlebih. Gula cetak memiliki hasil analisis fruktosa mencapai 2.47%. Hasil tersebut termasuk ke dalam rentang kadar fruktosa gula cetak pada penelitian lain yang dilaporkan oleh Naknean (2010). Fruktosa hasil analis pada gula lontar kristal juga sudah sesuai dengan standar gula lontar kristal berkualitas baik dengan nilai di bawah 10% (Nath et al. 2015).

Sukrosa

Sukrosa merupakan salah satu jenis gula yang terdiri dari dua molekul gula sederhana, yaitu satu molekul fruktosa dan satu molekul glukosa. Umumnya sukrosa terdapat pada gula meja, madu, sirup maple, buah-buahan dan sayur-sayuran (Insel et al. 2016). Sukrosa memiliki bentuk granula atau bubuk (Nix 2016). Hasil analisis kandungan sukrosa gula lontar ditunjukkan secara lengkap pada Gambar 12.

Sukrosa merupakan kandungan gula sederhana utama pada ketiga produk gula lontar dengan kisaran 33.3%bb pada gula lontar cair hingga 89.70%bb pada gula kristal. Analisis sukrosa pada gula cair menunjukkan hasil yang dua kali lebih rendah dari rentang kadar sukrosa yang dilaporkan oleh Naknean et al. (2009) pada penelitian lain. Namun, sukrosa tetap merupakan kandungan gula utama dibandingan dengan glukosa dan fruktosa pada produk gula lontar cair. Hal ini diduga terjadi akibat adanya pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa sehingga jumlahnya menurun. Hidrolisis sukrosa mungkin terjadi pada proses pemansan dan fermentasi ketika produk disimpan (Naknean et al. 2013).

Gambar 12 Kadar sukrosa gula lontar

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kadar sukrosa gula lontar cetak masih termasuk ke dalam rentang hasil penelitian lain yang disebutkan oleh Naknean (2010), sedangkan sukrosa pada gula kristal masih lebih rendah 1.1%bb dibandingkan dengan hasil yang disebutkan oleh Shrivastav et al. (2016) dalam penelitiannya. Selain itu, dapat juga dilihat bahwa baik gula cetak maupun gula kristal telah memenuhi syarat minimal sukrosa terkandung dalam gula palma berdasarkan SNI 01-3743 tahun 1995, yaitu 77%bb dan 90%bb.

0 50 100 33.3 81.5 89.7 Kad ar s u k ro sa (g / 1 0 0 g ) Jenis gula

(27)

15 Analisis Indeks Glikemik Gula Lontar

Karakteristik Subjek

Subjek total terpilih berjumlah 12 (dua belas) orang yang terdiri dari 6 (enam) orang laki-laki dan 6 (enam) orang perempuan. Akan tetapi, selama penelitian berlangsung terdapat 1 (satu) subjek perempuan yang mengundurkan diri dikarenakan alasan pribadi dan 1 (satu) subjek laki-laki yang dikerluarkan terkait dengan kriteria eksklusi sehingga total subjek menjadi 10 (sepuluh) orang. Jumlah subjek yang seimbang pada masing-masing jenis kelamin bertujuan untuk menghindari bias (Brouns et al. 2005). Karakteristik subjek yang secara lengkap ditampilkan pada Tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4 Karakteristik subjek penelitian Subjek JK (L/P) Usia (tahun) BB (kg) TB (cm) IMT (kg/m2) TD (mmHg) 1 L 21 55.2 165.5 20.2 126/72 2 L 22 58.5 167.8 20.8 113/71 3 L 21 62.5 171.2 21.3 123/67 4 L 22 59.2 173.5 19.7 119/83 5 L 21 62.0 165.8 22.6 127/76 6 P 22 44.5 150.1 19.8 91/63 7 P 21 50.0 151.3 21.8 127/83 8 P 21 50.6 159.4 19.9 118/69 9 P 22 52.5 155.4 21.7 116/75 10 P 21 53.5 157.3 21.6 120/62 Rata-rata 21 54.9 161.7 20.9 118/72

Keterangan: JK (Jenis Kelamin)

BB (Berat Badan) TB (Tinggi Badan)

IMT (Indeks Massa Tubuh) TD (Tekanan Darah)

Rata-rata subjek memiliki usia 21 tahun. Berat badan rata-rata subjek adalah 54.9 kg dengan tinggi badan 161.7 cm. Seluruh subjek memiliki status gizi baik menurut WHO Asia Pasifik (2000) dengan rentang 19.7-22.6 kg/m2 dan rata-rata 20.9 kg/m2. Tekanan darah seluruh subjek juga masih dalam kategori normal (sistol <120 dan diastol <80) dengan rata-rata 118/72 mmHg (Hurst 2008). Setelah menjalani pemeriksaan awal oleh dokter umum, subjek yang telah menandatangani informed consent kemudian menjalani rangkaian penelitian indeks glikemik gula lontar.

Pangan Acuan dan Pangan Uji

Indeks glikemik adalah respon gula darah terhadap makanan dibandingkan dengan respon gula darah terhadap glukosa murni (Sarwono 2002). Pangan acuan digunakan dengan pertimbangan bahwa kandungan karbohidrat dalam glukosa murni lebih terstandarisasi dibandingan dengan roti (Brouns et al. 2005). Selain itu, sampel yang diuji juga berupa gula yang telah dilarutkan dalam ±250mL air mineral sehingga baik pangan acuan dan pangan uji dikonsumsi oleh subjek dalam

(28)

16

bentuk yang sama yaitu cairan sehingga diharapkan dapat mengurangi variasi dalam data yang didapat.

Jumlah pangan uji yang diberikan kepada subjek setara dengan 50 gram

available carbohydrate. Available carbohydrate adalah karbohidrat yang diserap

dalam usus halus dan menyediakan karbohidrat untuk metabolism tubuh (Englyst, Liu, Englyst 2007). Jumlah tersebut dipilih dengan mempertimbangkan bahwa konsumsi karbohidrat <10 gram setelah berpuasa tidak menunjukkan respon glikemik yang signifikan, sedangkan konsumsi setara 25 gram karbohidrat hanya meningkatkan sedikit respon glikemik. Oleh karena itu, setara 50 gram karbohidrat merupakan referensi awal untuk pengujian indeks glikemik berdasarkan respon glikemiknya yang signifikan (Brouns et al. 2005). Jumlah porsi gula lontar setara 50 gram karbohidrat yang diberikan kepada subjek dihitung berdasarkan total karbohidrat dan serat pangan dalam bahan pangan, sehingga diperoleh 65 gram untuk gula lontar cair, 57 gram untuk gula lontar cetak dan 55 gram untuk gula lontar kristal.

Nilai Indeks Glikemik Pangan

Indeks glikemik dihitung berdasarkan respon glukosa yang ditunjukkan oleh subjek setelah mengkonsumsi pangan uji dibandingkan dengan setelah mengkonsumsi pangan acuan berupa standar. Respon glukosa didapatkan dari kadar glukosa darah yang diambil melalui pembuluh darah kapiler pada jari-jari tangan. Berikut perubahan respon glukosa rata-rata subjek terhadap pangan acuan dan pangan uji yang disajikan dalam Gambar 13.

Gambar 13 Kurva rata-rata respon gula darah gula lontar terhadap glukosa standar

Gambar 13 menunjukkan bahwa rata-rata respon gula darah dari 3 (tiga) jenis gula lontar berada di bawah kurva respon glukosa murni (standar). Peningkatan gula darah rata-rata tertinggi terjadi pada menit ke-30 kemudian menurun pada menit ke-45 hingga ke-120 untuk gula lontar. Berbeda halnya dengan glukosa murni yang peningkatan gula darah rata-rata tertingginya terjadi pada menit ke-45. Peningkatan kadar gula darah yang lebih cepat pada gula lontar cair diduga akibat adanya perbedaan daya osmotik pada kedua jenis larutan gula.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 0 15 30 45 60 90 120 m m o l/L Menit ke-Standar Cair Cetak Kristal

(29)

17 Penelitian oleh Arif, Budiyanto, dan Hoerudin (2013) menunjukkan bahwa konsentrasi padatan gula terlarut yang rendah pada jus buah akan meningkatkan penyerapannya dalam tubuh. Selain itu, natrium atau sodium merupakan zat yang meregulasi tekanan osmotik dalam tubuh. Menurut Sports Dietitians Australia (2007), keberadaan natrium pada dalam minuman olahraga dapat menstimulasi penyerapan baik karbohidrat maupun air pada usus halus. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini memungkinkan gula lontar dapat lebih cepat diserap dibandingkan dengan glukosa murni akibat konsentrasi padatan gula terlarut yang lebih rendah serta kandungan natrium yang terdapat pada gula lontar. Luas daerah inkremental di bawah kurva pangan pangan acuan dan pangan uji kemudian dihitung dengan metode IAUC yang hasilnya secara lengkap ditampilkan pada Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5 Luas daerah inkremental di bawah kurva

Jenis Gula IAUC

Glukosa standar 307.34 ± 65.31

Lontar cair 142.53 ± 54.64

Lontar cetak 149.22 ± 46.78

Lontar kristal 155.48 ± 67.02

Hasil perhintungan luas pada keempat kurva menunjukkan bahwa luas gula lontar 2-3 kali lebih kecil daripada glukosa standar. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan gula darah subjek pada gula lontar tidaklah tajam sehingga membentuk kurva yang lebih landai. Kurva yang landai menunjukkan bahwa gula lontar memiliki pengaruh yang lebih rendah terhadap kadar gula darah tubuh. Oleh karena itu, dapat diprediksi bahwa gula lontar akan memiliki nilai indek glikemik yang lebih rendah dari glukosa standar (IG=100). Luas inkremental di bawah kurva gula lontar sebagai pangan uji kemudian dibandingkan dengan luas daerah inkremental di bawah kurva glukosa standar sebagai pangan acuan untuk mendapatkan nilai IG seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14 sebagai berikut.

Gambar 14 Indeks glikemik gula lontar 0 10 20 30 40 50 60 70 80

(30)

18

Nilai indeks glikemik gula lontar hasil analisis cukup bervariasi dengan variasi yang cukup besar pada gula cetak. Gula lontar cair memiliki indeks glikemik dengan nilai minimum 27.65, nilai maksimum 61.31, dan rata-rata nilai indeks glikemik 48.93 dengan standar deviasi 12.04. Gula lontar cetak memiliki indeks glikemik dengan nilai minimum 20.25, nilai maksimum 70.04, dan rata-rata nilai indeks glikemik 49.99 dengan standar deviasi 15.60. Gula lontar kristal memiliki indeks glikemik dengan nilai minimum 31.94, nilai maksimum 74.38, dan rata-rata nilai indeks glikemik 54.48 dengan standar deviasi 15.93. Berdasarkan hal tersebut maka nilai indeks glikemik gula lontar cair, cetak dan kristal sudah dapat dinyatakan sebagai pengukuran yang dapat diterima (Wolever 2006).

Gambar 14 menunjukkan bahwa gula lontar cetak memiliki rata-rata nilai indeks glikemik yang terendah dibandingkan dengan kedua jenis gula lontar yang lain. Berdasarkan kategori indeks glikemik oleh Powell et al. (2002) ketiga jenis gula lontar merupakan bahan pangan dengan nilai indeks glikemik rendah karena rata-rata nilai indeks glikemiknya kurang dari 55. Nilai indeks glikemik gula lontar cukup bervariasi, namun hasil analisis uji t menunjukkan bahwa indeks glikemik ketiga jenis gula lontar tidak berbeda nyata (p > 0.05).

Menurut Rimbawan & Siagian (2004) keasaman pangan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik pangan. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa diantara tiga jenis gula lontar, hanya gula cair dengan nilai indeks glikemik terendah yang memiliki rasa asam. Rasa asam yang muncul pada gula cair diduga berasal dari asam laktat yang disebabkan oleh adanya proses fermentasi pada gula (Florou-Paneri et al. 2013). Asam laktat yang berperan sebagai asam organik kemudian akan menyebabkan nilai indeks glikemik bahan pangan cenderung menurun, seperti yang dilaporkan oleh Scazzina et al. (2009).

Selain itu, faktor yang juga diduga dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik gula lontar adalah terkait dengan gula sederhana seperti glukosa, fruktosa dan sukrosa. Penelitian oleh Atkinson, Foster-Powell, Brand-Miller (2008) menunjukkan bahwa rata-rata nilai indeks glikemik fruktosa hanya mencapai nilai 23, sedangkan glukosa mencapai nilai 100 dan sukrosa mencapai nilai 84. Hal ini menjelaskan rendahnya nilai indeks glikemik gula cair diduga merupakan akibat dari kandungan fruktosa yang tinggi.

Indeks glikemik gula lontar analisis menunjukkan hasil yang tidak serupa dengan penelitian lain yang dilakukan secara in vivo dengan subjek hewan coba. Wedowati et al. (2015) menyatakan bahwa gula lontar masih memiliki indeks glikemik yang tinggi. Hal ini terjadi diduga akibat berbedanya subjek penelitian, asal pangan uji, dan kadar zat gizi.

Penelitian dengan menggunakan hewan coba dilakukan sebagai metode pendekatan terhadap metabolisme manusia, namun menurut Andrikopoulos et al. (2008) hewan coba khususnya tikus memiliki sifat yang nokturnal sehingga secara relatif tikus menggunakan energinya pada malam hari dan memasuki fase istirahat pada siang hari. Keadaan ini sangat berbeda dengan manusia yang aktif pada siang hari, sehingga menyebabkan energi yang diperlukan oleh hewan coba lebih rendah jika dibandingkan dengan manusia. Selanjutya hal tersebut akan memicu kurva hewan coba cenderung lebih lama menurun, menghasilkan luas inkremental di

(31)

19 bawah kurva yang lebih besar, dan kemudian akan memiliki nilai indeks glikemik yang lebih tinggi.

Kandungan zat gizi seperti protein dan lemak juga dapat menurunkan nilai indeks glikemik pangan pada penelitian. Miller et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan protein dan lemak pada produk snackbar dapat menurunkan nilai indeks glikemik. Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan penelitian Wedowati et al. (2015), gula lontar penelitian memiliki kadar protein 0.77 - 4.08%bb yang lebih tinggi, serta kadar lemak 0.16 – 0.64%bb yang lebih tinggi. Selain itu, Moghaddam, Vogt, Wolever (2006) juga menyatakan bahwa protein dan lemak dapat menurunkan respon glikemik pada orang non-diabetic, dengan protein tiga kali lebih berpengaruh dalam menurunkan respon glikemik. Menurunnya respon gikemik oleh protein dan lemak berkaitan dengan adanya penundaan pengosongan lambung dalam proses pencernaan sehingga zat gizi lebih lambat mencapai peredaran darah.

Gula pasir memiliki indeks glikemik yang lebih tinggi daripada pangan uji, yaitu 65 (Atkinson, Foster-Powell, Brand-Miller 2008). Hal ini diduga akibat gula pasir merupakan bahan pangan berenergi dan berkarbohidrat tetapi tidak mengandung protein dan lemak (DKBM 2007) yang dapat menurunkan nilai indeks glikemik.

Analisis Hasil Uji Organoleptik Gula Lontar

Salah satu tujuan terpenting dalam industri pangan adalah mengetahui bagaimana produk pangan mempengaruhi indera konsumen. Hal ini juga merupakan perhatian utama para ahli gizi yang mengembangkan pengaturan makan sehat karena indera manusia bekerja seperti penjaga gerbang dimana makanan yang memiliki banyak manfaat kesehatan hanya bisa masuk apabila indera manusia dapat menerimanya. Evaluasi sensori merupakan metode ilmiah yang dilakukan dengan cara membangkitkan, mengukur, menganalisis dan menginterpretasikan respon-respon panelis terhadap informasi yang diterima melalui indera penciuman, peraba, penglihatan, perasa dan pendengaran (Choi 2013). Oleh karena itu, dilakukan beberapa pengujian sifat organoleptik yang dilakukan untuk mengevaluasi sensori panelis terhadap pangan uji. Uji organoleptik yang digunakan adalah analisis deskripsi atau uji mutu hedonik dan afektif analisis atau uji hedonik.

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui respon personal, dan preferensi penerimaan panelis terhadap pangan uji yaitu gula lontar cair, gula lontar cetak dan gula lontar kristal. Sedangkan uji mutu hedonik dilakukan untuk mendeskripsikan beberapa atribut karakteristik pangan uji dan mengukur intensitasnya (Svensson 2012). Atribut pangan uji yang diuji adalah aroma, tekstur, warna dan rasa dengan tingkatan nilai 1-5. Penilaian pada uji hedonik, semakin tinggi nilai yang diberikan maka tingkat kesukaan dan penerimaan panelis terhadap pangan uji semakin baik, sedangkan penilaian pada uji mutu hedonik menunjukkan intesitas atribut pangan uji. Hasil rata-rata uji hedonik disajikan pada Tabel 6 dan hasil rata-rata mutu hedonik disajikan pada Tabel 7.

(32)

20

Tabel 6 Nilai rata-rata hasil uji hedonik (kesukaan) Jenis Gula Lontar Atribut Organoleptik

Aroma Tekstur Warna Rasa

Cair 3.2a 3.4a 4.1a 2.8a

Cetak 3.4a 3.2a 3.8a 3.7b

Kristal 3.2a 3.8a,b 4.0a 3.9b

Keterangan: Berdasarkan uji Kruskal Wallis (p < 0.05) sehingga dilakukan uji lanjut. Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji lanjut Mann Whitney α= 5%)

Tabel 7 Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik (deskripsi)

Jenis Gula Lontar Atribut Organoleptik

Aroma Tekstur Warna Rasa

Cair 2.2a 3.4a 3.8a 1.7a

Cetak 3.1b 1.8b 3.3b 3.2b

Kristal 2.6a 3.1a 3.7a 3.7b

Keterangan: Berdasarkan uji Kruskal Wallis (p < 0.05) sehingga dilakukan uji lanjut. Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji lanjut Mann Whitney α= 5%)

Aroma

Indera penciuman berperan penting dalam mengevaluasi kualitas makanan. Volatilitas aroma sangat erat hubungannya dengan suhu. Molekul volatil dalam bentuk gas akan menimbulkan aroma. Selain itu, subjek manusia memiliki sensitifitas terhadap aroma yang bervariasi dipengaruhi oleh rasa lapar, kepuasan, suasana hati, konsentrasi, dan adanya ganggungan penciuman akibat infeksi (Choi 2013).

Berdasarkan Tabel 7 gula cair memiliki rata-rata aroma yang berada diantara tidak khas sampai agak khas, gula cetak memiliki rata-rata aroma yang berada pada agak khas sampai khas, dan gula kristal memiliki aroma yang berada diantara agak khas sampai khas gula merah. Selain itu, pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan aroma ketiga jenis gula lontar berada pada kisaran biasa sampai suka. Uji Kruskal Wallis dan uji lanjut Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada mutu aroma gula lontar, namun hal ini tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap gula lontar.

(33)

21

Gambar 15 Persentase hasil modus uji mutu hedonik aroma

Gambar 15 menunjukkan bahwa diantara ketiga jenis gula lontar tersebut gula dalam bentuk kristal memiliki aroma yang sangat khas gula merah/ palma dan gula dalam bentuk cair memiliki aroma yang tidak khas gula merah. Hasil uji mutu hedonik aroma pada gula lontar cair tidak sesuai dengan syarat mutu gula palma berdasarkan SNI Nomor 01-3743-1995 tentang Gula Palma yang menyebutkan bahwa gula palma dalam bentuk cetak dan butiran/granula memiliki aroma khas gula merah. Hal ini diduga terjadi akibat adanya aroma asam yang muncul pada produk gula lontar cair.

Tekstur

Tekstur adalah manifestasi sensorik dari struktur makanan dalam bagaimana reaksi yang ditimbulkan akibat tekanan. Tekstur juga tediri atas sifat rasa sentuhan yang diukur sebagai sifat geometris (seperti kasar, berpasir, kristal, dan bersisik) atau sifat cairan (basah, berminyak, lembap, kering) oleh saraf sentuhan di permukaan kulit tangan, bibir atau lidah (Choi 2013). Gula lontar uji terdiri dari 3 (tiga) bentuk yang berbeda, yaitu cairan, padatan dan bubuk. Oleh sebab itu, skala pada mutu hedonik tekstur juga dibedakan pada setiap pangan uji. Hasil mutu hedonik menunjukkan bahwa gula lontar cair memiliki rata-rata tekstur yang berada diantara agak kental sampai kental, gula lontar cetak berada diantara agak sangat lunak sampai lunak, dan gula lontar kristal berada diantara agak halus sampai halus seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7. Selain itu, pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan tekstur ketiga jenis gula lontar berada pada kisaran biasa sampai suka. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada atribut tekstur mutu hedonik dan kesukaan panelis terhadap gula lontar.

Gambar 16 menunjukkan bahwa mayoritas panelis menyatakan bahwa tekstur gula lontar cair adalah agak kental dan lunak untuk gula lontar cetak. Gula palma pada umumnya memiliki tekstur yang padat dan agak keras. Menurut Maharani et al. (2014) terjadinya penurunan tekstur pada gula palma cetak dapat disebabkan oleh terdapatnya gula pereduksi seperti fruktosa, kadar air, kadar protein dan pektin serta kadar lemak dalam gula palma.

1. Sangat tidak khas gula merah 2. Tidak khas gula merah 3. Agak khas gula merah 4. Khas gula merah 5. Sangat khas gula merah

(34)

22

Gambar 16 Persentase hasil modus uji mutu hedonik tekstur Warna

Warna merupakan salah satu kualitas pertama yang ditangkap oleh penglihatan manusia. Warna secara akurat dapat menunjukkan kematangan, kekentalan dan seberapa lama makanan telah dipanaskan. Warna digunakan untuk mengevaluasi keinginan dan penerimaan terhadap suatu makanan (Choi 2013). Warna gula lontar dipengaruhi oleh karamelisasi yang disebabkan oleh suhu dan lama pemasakan nira lontar selama proses produksi.

Hasil mutu hedonik pada Tabel 7 menunjukkan bahwa gula lontar memiliki rata-rata warna yang berada diantara coklat muda sampai kuning kecoklatan, yaitu kuning kecoklatan untuk pangan uji gula lontar cair (47%) dan gula lontar cetak (64%) serta coklat muda untuk gula lontar kristal (60%). Selain itu, pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan warna pada ketiga jenis gula lontar berada pada kisaran biasa sampai sangat suka. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada kesukaan panelis terhadap warna gula lontar. Namun, hasil menujukkan adanya kecenderungan peningkatan kesukaan warna gula lontar seiring dengan meningkatnya mutu hedonik warna gula lontar.

Gambar 17 Persentase hasil modus uji mutu hedonik warna Cair/ Cetak/ Kristal 1. Sangat cair/ lunak/ kasar 2. Cair/ lunak/ kasar

3. Agak kental/ keras/ halus 4. Kental/ keras/ halus 5. Sangat kental/ keras/ halus

1. Coklat kehitaman 2. Coklat gelap 3. Coklat muda 4. Kuning kecoklatan 5. Kuning

(35)

23 Gambar 17 menunjukkan bahwa ketiga jenis gula lontar memiliki warna yang seragam yaitu kuning kecoklatan untuk pangan uji gula lontar cair dan cetak serta coklat muda untuk pangan uji cetak. Selain itu, hasil uji mutu hedonik warna pada ketiga jenis gula lontar tersebut sudah memenuhi syarat mutu gula merah yaitu kuning kecoklatan sampai coklat (BSN 1995).

Rasa

Rasa merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pemilihan makanan seseorang. Namun, rasa merupakan sifat organoleptik dengan variasi yang cukup tinggi pada setiap individunya. Selain dapat disebabkan oleh variasi genetik, persepsi atas seberapa jelas komponen rasa manis, berlemak, dan pahit yang ada pada makanan tersebut juga dapat memperngaruhi penilaian rasa bahan pangan (Choi 2013).

Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata nilai mutu hedonik rasa gula lontar cetak dan kristal berada diantara agak manis sampai manis, sedangkan pada gula lontar berada diantara manis agak asam sampai manis agak pahit. Selain itu, terdapat Tabel 7 yang menunjukkan bahwa tingkat kesukaan gula lontar cetak dan kristal berada diantara biasa sampai suka, sedangkan gula lontar cair berada diantara tidak suka sampai biasa. Hasil uji hedonik dan mutu hedonik ini menunjukkan bahwa rasa asam pada gula cair (Gambar 18) cenderung tidak dapat diterima oleh panelis. Selain itu, uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap mutu rasa gula lontar dan kesukaan panelis. Akan tetapi, berdasarkan rata-rata nilai mutu hedonik dan kesukaan terlihat bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kesukaan rasa gula lontar seiring dengan meningkatnya tingkat kemanisan rasa gula lontar.

Gambar 18 Persentase hasil uji mutu hedonik rasa Penentuan Jenis Gula Lontar yang Paling Diterima

Jenis gula lontar terbaik ditentukan dengan mempertimbangkan variabel mutu hedonik dan hedonik beserta atribut didalamnya, yaitu aroma, tekstur,

1. Manis agak asam 2. Manis agak pahit 3. Agak manis 4. Manis

(36)

24

warna, dan rasa dengan persentase yang sama. Hal ini mengingat bahwa pemilihan gula palma seringkali dilakukan berdasarkan kualitas/mutu yang dapat dinilai secara langsung dan kesukaan panelis, sehingga pembobotan diberikan 50% untuk penilaian mutu hedonik dan 50% untuk penilaian hedonik. Selain itu, hasil analisis nilai indeks glikemik juga menunjukkan bahwa ketiga jenis gula lontar tidak memiliki hasil yang berbeda secara signifikan (p > 0.05). Berdasarkan hal tersebut, gula lontar kristal memperoleh penilaian terbaik dan terpilih menjadi produk terbaik dengan nilai 14.1, sedangkan penilaian gula lontar cair dan cetak secara berturut-turut hanya mencapai 12.4 dan 12.8 dari nilai maksimum 20.0. Penilaian pada gula lontar untuk menentukan gula terbaik secara lengkap ditampilkan pada Tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8 Penentuan gula lontar terbaik

Parameter Gula Cair Gula Cetak Gula Kristal

Mutu Hedonik Aroma 2.2 3.1 2.6 Tekstur 3.4 1.8 3.1 Warna 3.8 3.3 3.7 Rasa 1.7 3.2 3.7 Total Skor 1 11.1 11.4 13.1 Hedonik Aroma 3.2 3.4 3.2 Tekstur 3.4 3.2 3.8 Warna 4.1 3.8 4.0 Rasa 2.8 3.7 3.9 Total Skor 2 13.5 14.1 14.9 Proporsi Skor 1 (50%) 5.6 5.7 6.6 Proporsi Skor 2 (50%) 6.8 7.1 7.5 Total Skor 1 + 2 12.4 12.8 14.1

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil analisis proksimat dan serat pangan menunjukkan bahwa gula lontar kristal memiliki kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat total yang tertinggi diantara ketiga jenis gula lontar. Namun, kadar serat pangan tertinggi terdapat pada gula lontar cetak dan kadar air tertinggi terdapat pada gula lontar cair. Sukrosa merupakan komponen gula sederhana yang utama. Kadar glukosa dan fruktosa tertinggi terdapat pada gula lontar cair dan kadar sukrosa tertinggi terdapat pada gula lontar kristal. Kadar glukosa gula lontar berada pada rentang 0.74-14%bb, fruktosa 1.8-16.5%bb, dan sukrosa 33.3-89.7%bb.

Hasil analisis indeks glikemik menunjukkan bahwa gula lontar merupakan bahan pangan dengan nilai indeks glikemik rendah (IG < 55). Gula lontar kristal memiliki indeks glikemik tertinggi (54.48 ± 15.93), diikuti oleh gula lontar cetak

(37)

25 (49.99 ± 15.60) dan gula lontar cair (48.93 ± 12.04). Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai indeks glikemik ketiganya tidak berbeda nyata (p > 0.05).

Hasil analisis sifat organoleptik menunjukkan bahwa ketiga jenis gula lontar memiliki sifat yang beragam. Gula lontar kristal merupakan jenis gula yang paling disukai, diikuti oleh gula lontar cetak dan gula lontar cair. Hasil uji Kruskal Wallis menujukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada atribut mutu aroma, tekstur, warna dan rasa ketiga jenis gula lontar (p < 0.05), namun tidak perbedaan ini tidak menimbulkan adanya perbedaan kesukaan panelis pada atribut aroma dan warna gula lontar. Selain itu, berdasarkan penilaian mutu hedonik dan kesukaan gula lontar kristal terpilih menjadi gula lontar yang paling dapat diterima dengan nilai tertinggi, yaitu 14.1 dari nilai maksimum 20.0.

Saran

Gula lontar tegolong ke dalam bahan pangan pemanis dengan indeks glikemik rendah apabila dikonsumsi tunggal tanpa bahan pangan lain. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut terkait indeks glikemik apabila gula lontar dijadikan sebagai bahan pangan dalam makanan dan efeknya terhadap perubahan gula darah manusia. Penelitian lebih lanjut terkait kadar abu, karbohidrat, total gula, dan nilai indeks glikemik nira lontar juga perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan variabel tersebut akibat proses pembuatan gula lontar. Selain itu, analisis lanjutan terhadap kadar natrium pada gula lontar juga diperlukan terkait pengaruhnya terhadap kecepatan dalam peningkatan gula darah. Kemudian terkait munculnya selisih kadar karbohidrat dan kandungan gula sederhana dalam gula lontar, dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait jenis-jenis karbohidrat yang mungkin terkandung dalam ketiga jenis gula lontar.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2006. Penuntun Diet. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama. Andrikopoulos S et al. 2008. Evaluating the glucose tolerance test in mice. Am J

Physiol Endocrinol Metab. 295(6): E1323-32. doi: 10.1152/ajpendo.90617. 2008.

Arif A, Budiyanto A, dan Hoerudin. 2013. Nilai indeks glikemik produk pangan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. J. Litbang Pert. 32(03): 91-99. [Internet]. [04 Februari 2017]. Dapat diunduh dari: http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jppp/article/viewFile/1347/1121. Arvidsson-Lenner et al. 2004. Glycaemic Index. Scandinavian Journal of

Nutrition. 48 (2): 84-94. [Internet]. [12 November 2016]. doi:

10.1080/11026480410033999.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist, 14th Ed. Airlington [US]: AOAC Inc.

(38)

26

Atkinson FS, Foster-Powell K, Brand-Miller JC. 2008. International tables of glycemic index and glycemic load values:2008. Diabetes Care. 31 (12):2281-2283 548-552. [Internet]. [11 November 2016]. doi: 10.2337/dc08-1239. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI

01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Indonesia.

____________________________. 1995. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 01-3743-1995. Syarat Mutu Gula Merah. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Indonesia.

Brouns F et al. 2005. Glycaemic index methodology. Nutrition Research Reviews. 18:145-171. doi: 10.1079/NRR2005100.

Choi SE. 2013. Chapter 3: Sensory Evaluation. Di dalam: Edelstein S, editor. Food Science: An Ecological Approach. Sudbury (CA): Jones and Bartlett Publisher.

[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2007. Jakarta (ID): LIPI.

Englyst KN, Liu S, Englyst HN. 2007. Nutritional characterization and measurement of dietary carbohydrates. Eur J Clin Nutr. 61(1): S9-S39. doi: 10.1038/sj.ejcn.1602937.

Florou-Paneri P, Christaki E, Bonos E. 2013. Lactic acid bacteria as source of functional ingridients. Di dalam: Kongo JM, editor. Lactic Acid Bacteria - R & D for Food, Health and Livestock Purposes. [Internet]. [04 Februari 2017]. doi: 10.5772/47766.

Hurst M. 2008. Hurst Reviews: Pathophysiology Review. Mississippi (US): The McGraw-Hill Companies, Inc.

Hurst WJ, Martin RA, Zoumas BL. 1979. Aplication of HPLC to characterization of individual carbohydrates in foods. J Fd Science. 44: 892-895.

Insel P et al. 2016. Nutrition Sixth Edition. Burlington (US): Jones & Bartlett Learning.

Jenkins DJA, Kendall CWC, Augustin LSA, Franceschi S, Hamidi M, Marchie A, Jenkins AL, Axelsen M. 2002. Glycemic index: overview of implications in health and disease. Am J Clin Nutr. 76(1): 266-273. [Internet]. [26 Maret 2016]. Dapat diunduh dari: http://ajcn.nutrition.org/content/ 76/1/266S.full.pdf+html. [Kemenkes] Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas

2013. Jakarta (ID): Kemenkes RI.

__________. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Kemenkes RI.

Kurniasari RI, Darwanto DH, Widodo S. 2015. Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. Ilmu Pertanian. 18 (1): 24-30. [Internet]. [23 Januari 2016]. Dapat diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article =322370&val=302&title=Permintaan%20Gula%20Kristal%20Mentah%20Ind onesia.

Luis G et al. 2012. Palm tree syrup; nutritional composition of a natural edulcorant. Nutr Hosp. 27 (2): 548-552. [Internet]. [11 November 2016]. doi: 10.3305/nh.2012.27.2.5586.

Maharani DW et al. 2014. Pengaruh suhu pemasakan nira dengan kecepatan pengadukan terhadap kualitas gula merah tebu. Jurnal Teknologi Pertanian. 15 (3): 149-158.

Gambar

Gambar 1  Tahapan penelitian
Tabel 1  Kategori nilai indeks glikemik (Powell et al. 2002)
Gambar 2  Kadar air gula lontar
Gambar  4  menunjukkan  bahwa  kadar  protein  gula  lontar  terendah  mencapai  1.02%bb,  sedangkan  kadar  tertinggi  mencapai  1.47%bb  pada  gula  kristal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok umur yang ditemukan pada kerang pokea jantan dan betina di Sungai Lasolo terdistribusi dari kelompok anak, dewasa dan tua, karena ukuran dengan nilai

Lähdin liikkeelle siitä uskomuksesta, että mitä enemmän tiedämme toisen sukupolven siteistä heidän vanhempiensa kotimaahan, sitä paremmin voimme ymmärtää

Salah satu solusinya adalah dengan mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana serta memberikan alternatif bagi

Dimana kedua jenis kapal memiliki beberapa ruangan yang sama, namun kebiasa- an nelayan pada kapal-kapal di Pinrang yang menyimpan alat tangkap diatas dek hal ter- sebut

Gagasan kerja sama dan atau solidaritas lintas agama tersebut tentu saja, pada saat yang sama, menuntut Esack untuk menggeser paradigma (shifting paradigm) teologi

 PT Keramika Indonesia Assosiasi Tbk (KIAS) akan meningkatkan penjualan ekspor tahun ini hingga 30% dari total produksi.  Hal itu ditempuh untuk mengatrol

Setelah barang yang tersedia, operator akan menginformasikan pengemudi untuk kapal barang ke pelanggan bersama dengan salinan pertama dari faktur dan bill of lading