• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia (MP3EI), Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi yang masuk ke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indonesia (MP3EI), Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi yang masuk ke"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

1 PENDAHULUAN

Dalam kerangka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam koridor ekonomi Papua-Maluku yang akan berperan sebagai pusat pengembangan pangan, perikanan, energi dan pertambangan nasional. Program kegiatan pembangunannya dituangkan ke dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.

Untuk mendukung kelancaran program MP3EI di Provinsi Papua Barat dibutuhkan data komprehensif sumber daya sektor pertambangan untuk menarik para investor dan status pemanfaatan ruang di suatu wilayah yang akan dipromosikan. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan melakukan survei potensi secara komprehensif dari berbagai bidang keilmuan, sejauhmana komoditas tambang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi dilihat dari nilai manfaat, nilai jual serta bagaimana infrastruktur dapat mendukung terlaksananya kegiatan usaha di sektor pertambangan, terutama transportasi, energi listrik dan air bersih. Setiap wilayah (kabupaten/kota) diharapkan saling mendukung, untuk menyediakan apa yang bisa disediakan untuk wilayah lainnya. Dengan demikian akan terjadi sinergitas (resultant) guna memberikan daya dorong percepatan pembangunan di wilayah masing-masing dalam kerangka pengembangan wilayah Provinsi Papua Barat.

Sektor pertambangan dan penggalian belum memberikan peran yang signifikan terhadap perekonomian Papua Barat karena kontribusi dari sektor ini pada tahun 2010 hanya sebesar 0,76% (BPS Papua Barat, 2011). Kecilnya kontribusi sektor ini dikarenakan belum tergalinya potensi sumber daya sektor pertambangan dan penggalian di wilayah ini.

Keterbatasan data dan informasi yang lengkap dan komprehensif tentang keterdapatan bahan galian dan penyebarannya di wilayah provinsi ini menjadi salah satu kendala kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini.

Salah satu upaya untuk meningkatkan peran/kontribusi sektor pertambangan di wilayah ini adalah dengan memanfaatkan semua potensi sumber daya mineral logam dan non logam di wilayah ini secara optimal dalam rangka mendukung pengembangan

(2)

2 wilayah yang berwawasan lingkungan sehingga tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Kajian Pengembangan wilayah di wilayah ini berdasarkan pendekatan sektoral yaitu sektor pertambangan yang memanfaatkan keruangan, agar bersinergi dengan sektor lainnya.

Tujuan kajian pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan ini adalah Menyusun konsep pengelolaan sumber daya sektor pertambangan yang meliputi inventarisasi sektor pertambangan, pengukuran peran/kontribusi sektor pertambangan, penetapan kawasan usaha pertambangan, prioritas pengusahaan, profil investasi dan strategi pengembangan usaha sektor pertambangan.

Penyusunan laporan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan atau kerangka konsep bagi kebijakan nasional dan daerah berdasarkan isu-isu strategis sektor pertambangan yang diwujudkan dalam konsep pengembangan wilayah secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat menjadi pedoman daerah dalam menyusun rencana pembangunan.

2 METODOLOGI

Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kajian ini meliputi penetapan lokasi kawasan pertambangan, penentuan komoditas tambang yang prioritas untuk diusahakan, penentuan komoditas tambang yang unggul secara ekonomi dan simulasi penetapan kawasan pengolahan sektor pertambangan dalam kerangka pengembangan wilayah.

3 KONDISI UMUM PROVINSI PAPUA BARAT 3.1 Kondisi Geografis dan Kewilayahan

Secara Geografis, Provinsi Papua Barat mempunyai batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik,

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda dan Provinsi Maluku,

 Sebelah Barat beratasan dengan Laut Seram dan Provinsi Maluku,

 Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Papua.

Provinsi Papua Barat memiliki luas sekitar 97.024 Km2, empat daerah yang disusul kemudian oleh Kabupaten Kaimana (16,74%), Manokwari (14,69%) dan Fakfak (11,37%),

(3)

3 yang luasnya paling kecil adalah Kota Sorong dengan luas hanya 657 Km2 atau 0,68% dari luas Provinsi Papua Barat.

Berdasarkan hasil sensus penduduk, jumlah penduduk Papua Barat hingga tahun 2010 sekitar 789.013 jiwa, sedangkan pada tahun 2000 penduduknya berjumlah 529.689 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk antara tahun 2000 hingga 2010 naik rata-rata sebesar 3,07% per tahun.

BPS Papua Barat mencatat bahwa angkatan kerja di daerah ini pada tahun 2011 berjumlah 369.619 orang, bertambah 26.731 orang dibandingkan dengan tahun 2010 atau meningkat 7,79%. Jumlah penduduk yang telah bekerja pada tahun 2011 tercatat 336.588 orang, sedangkan yang menganggur mencapai 33.031 orang. Apabila dilihat dari penyebarannya, sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian 163.164 orang (48,48%), perdagangan 56.325 orang (16,73%), jasa kemasyarakatan 58.588 orang (17,45%) dan sektor lainnya hanya mampu menyerap di bawah 10% termasuk sektor pertambangan yang hanya menyerap 2,65%.

3.2 Perekonomian Provinsi Papua Barat

Perkembangan perekonomian Papua Barat pada tahun 2011 yang ditunjukan melalui PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 mencapai 11,92 triliun rupiah, dibandingkan dengan tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 37,19 persen. Laju pertumbuhan PDRB Papua Barat selama kurun waktu 2005 – 2011 terus mengalami peningkatan yang sangat cepat, setiap tahun rata-rata naik sebesar 15,06%. Tingginya kenaikan pertumbuhan ekonomi Papua Barat ini dipicu oleh adanya kegiatan eksploitasi dan pengolahan gas alam cair Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni. Jika tanpa sektor minyak dan gas, laju pertubuhan PDRB Papua Barat hanya 7,99%.

Selama kurun waktu 2005-2011, sektor industri pengolahan adalah sektor yang paling tinggi laju pertumbuhan ekonominya yaitu sebesar 46,40% disusul kemudian oleh sektor keuangan (15,49%), sektor jasa (15,08%), penggalian (12,94%), konstruksi (12,91%), pengangkutan (12,28%) dan yang lainnya di bawah 10%.

Hingga tahun 2009, struktur PDRB Papua Barat didominasi oleh sektor pertanian (27,70%). Namun memasuki tahun 2010 sektor industri pengolahan mengambil alih peran tersebut dan pada tahun 2011 kontribusi sektor ini tercatat sebesar 41,61%, sedangkan

(4)

4 subsektor penggalian hanya berkontribusi sebesar 0,63%. Ternyata keberadaan eksploitasi gas alam di Papua sangat berpengaruh terhadap perekonomian di daerah ini.

Kabupaten Teluk Bintuni sebagai penghasil gas alam Tangguh menjadi daerah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Papua Barat dengan kontribusi sebesar 38,70%, disusul kemudian Kabupaten Sorong 16,90%, Kota Sorong 14,25% dan Kota Manokwari sebesar 11,31%. Sedangkan kontribusi daerah lainnya terhadap PDRB Papua Barat berada di bawah 6,00%.

Selama kurun waktu tahun 2005-2011, Kabupaten Teluk Bintuni menjadi daerah yang paling cepat laju pertumbuhan ekonominya, dengan rata-rata kenaikan sebesar 62,02% per tahun, Teluk Wondama sebesar 13,73% dan daerah lainnya kenaikannya berada di bawah 10,00%. Empat daerah yang paling lambat pertumbuhan ekonominya adalah Kabupaten Sorong Selatan, Sorong, Raja Ampat dan Tambrauw, setiap tahun rata-rata hanya naik sebesar 2,19%, 3,76%, 1,57% dan 4,89%.

PDRB per kapita Papua Barat pada tahun 2011 atas dasar harga konstan tahun 200 (adhk 2000) mencapai Rp15,10 juta, meningkat dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 yang besarnya Rp12,32 juta.

Kabupaten Teluk Bintuni adalah daerah dengan PDRB per kapita tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya yakni sebesar Rp103,93 (adhk 2000), disusul kemudian oleh Kabupaten Sorong Rp26,88 juta dan Raja Ampat sebesar Rp12,79 juta. Sedangkan daerah yang paling rendah PDRB per kapitanya adalah Kabupaten Maybrat yakni Rp2,55 juta atau Rp212.500 per bulan. Bandingkan dengan Kabupaten Teluk Bintuni yang besarnya Rp8,66 juta per bulan, ternyata masih terdapat perbedaan yang nyata antara daerah di Papua Barat. Kesenjangan ini dapat diperkecil apabila potensi bahan galian di daerah tertinggi dapat dioptimalkan.

4 POTENSI SUMBER DAYA BAHAN GALIAN 4.1 Geologi

Peta Geologi Bersistem Indonesia sklala 1 : 250.00 yang mencakup wilayah Propinsi Papu Barat dari selatan ke utara meliputi lembar lembar Pulau Karas/ Pulau Adi, Omba, Kaimana, Eranotali, Fak fak, Steenkool, Misool, Tanimabuan, Ransiki, Sorong, Mar,

(5)

5 Manokwari dan Waigeo. Berdasarkan keterangan dari lembar-lembar peta geologi tersebut batuan penyusun wilayah Propinsi Papua Barat meliputi batuan beku, batuan sedimen, batuan malihan dan endapan alluvium yang berumur dari Silur sampai Kwarter. Batuan beku merupakan batuan hasil letusan gunungapi dan batuan terobosan yang tersingkap ke permukaan, batuan sedimen hasil pengendapan dalam suatu cekungan yang telah mengalami pembatuan dikelompokkan dalam satuan stratigrafi resmi yang disebut formasi, batuan malihan merupakan batuan ubahan dari batuan beku, batuan sedimen dan batuan malihanmenjadi batuan malihan tertentu karena panas, tekanan atau keduanya di wilayah Propinsi Papua Barat umumnya merupakan batuan tertua yang berumur Paleozoikum sedangkan batuan termuda diendapkan jaman Kwarter berupa endapan alluvium dan litoral yang masih merupakan material lepas dan belum mengalami proses pembatuan.

Pada kala Oligosen terjadi aktifitas tektonik besar pertama di Irian Jaya, yang merupakan akibat dari tumbukan lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisi benua membentuk Jalur “Metamorf Rouffaer” (TD) yang di wilayah Kontrak Karya Blok “B” dikenal sebagai “Metamorf Derewo”. Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah (penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur malihan dan membentuk jalur Ofiolit Irian jaya (M).

Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Irian Jaya adalah Orogenesa Melanesia yang berawal dipertengahan Miosen dan mengakibatkan tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen karbon- Miosen (CT), dan membentuk jalur Aktif Irian Jaya. Kelompok Batugamping new Guinea kini terletak pada ketinggian 3.000 – 5.000m dalam Wilayah Kontrak Karya. Jalur ini dicirikan oleh system yang komplek dengan kemiringan kearah Utara, sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah dan kemiringan sayap kearah Selatan. Orogenesa Melanesia diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah.

Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cengkungan molase (TQ) berkembang baik ke Utara maupun Selatan dari jalur Aktif Irian Jaya. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detrius yang diendapkan

(6)

dicekungan-6 cekungan sehingga mencapai ketebalan antara 3.000 – 12.000 meter. Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsung menyebabkan deformasi bantuan dalam cekungan molase tersebut.

Fase magmatis tertua terdiri dari batuan terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Derewo. Fase ketiga berupa diorite berkomposisi alkalin, terlokalisir dalam kelompok kembelangan pada sisi selatan Patahan Orogenesa Melanesia “Derewo” (sepanjang Patahan D1) yang berumur Miosen akhir sampai Pliosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa intrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol oleh Patahan D2, yang aktif mulai Pliosen Tengah samapai kini.

Batuan-batuan intrusi ini menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping “New Guinea”, dimana endapan porfiri Cu-Au dapat terbentuk seperti tembagapura dan OK Tedi di Papua Nugini. Batuan terobosan daerah tembagapura berumur 3 juta tahun, sedangkan batuan terobosan Ok Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6 - 1,1 juta tahun.

Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinyapenerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan pelipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat-tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkirakan terdapat di daerah Kepala Burung terdapat di aisijur dan kali sute. Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik group) yang terdiri dari Waigeo Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo volc), memungkinkan terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.

4.2 Potensi bahan galian menurut kabupaten/kota Kabupaten Raja Ampat

Daerah kepulauan di bagian Provinsi Papua Barat berbatasan dengan Provinsi Maluku dan provinsi Maluku Utara banyak ditemui prospok endapan lateritic logam yang

(7)

7 berhubungan dengan batuan ultrabasa terutama di Pulau Gag dan Pulau Waigeo, beberapa lokasi bahkan sudah dieksploitasi (KESDM, 2009). Diantaranya :

 Pulau Gag, Kecamatan Waigeo Barat, Sumberdaya Tereka : 135.000.000 ton bijih, Terunjuk 93.000.000 ton bijih, terunkur 12.000.000 ton bijih, kadar Fe = 30% - 34%; Co – 0,07% - 0,09% Ni = 1,35% ( PT BHP, 2000);

 Pulau Waigeo, Kecamatan Waigeo selatan, sumberdaya Terukur sebesar 76.103.000 ton bijih, kadar Ni = 1,41% Fe = 38,65% dan Co = 0,16%.

Batugamping, dijumpai di daerah Pulau Batanta, Desa Yensawai dan Pulau Salawati, Desa Solol, Kecamatan Samate, Teluk Mayalibit, Desa Kabilol dan Pulau Gam, Desa Kabui, Kecamatan Waigeo Selatan. Warna abu-abu kusam, sebagian kristalin, batugamping dari Batugamping Dayang, CaO = 52,51% - 54,90%.

Batubara dengan nilai kalori sedang (nilai kalori antara 5100 – 6100 kal/gr, adb) terdapat di daerah Salawati, dengan total sumber daya sebesar 76,40 juta ton. Formasi pembawa batubara yang berkembang di Kabupaten Raja Ampat adalah Formasi Atkari dan Klasaman. Penyelidikan batubara pada kabupaten ini telah dilakukan oleh Diktorat Inventaris Sumber Daya Mineral (KESDM, 2009).

Selain itu, di daerah ini (Distamben Papua Barat; 2012) banyak pula dijumpai kromit dan kobalt (Distrik Waigeo Selatan), mangan (Waigeo Utara dan Samate), tembaga (Waigeo Selatan, Waigeo Utara dan Samate), fosfat dan opal (Distrik Misol).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat, tercatat ada 19 perusahaan yang telah memiliki IUP. Hampir seluruh IUP adalah untuk usaha pertambangan nikel, hanya satu perusahaan untuk usaha batugamping.

Kabupaten Fakfak

Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Fakfak, didapatkan bahan galian non logam berupa batugamping, tanah liat, oniks, pasirkuarsa dan sirtu.

Batugamping, dijumpai di daerah Kecamatan Kokas, Kramomongga, Fakfak Barat, Fakfak Kota, Fakfak Tengah, Fakfak Timur, dan Teluk Patipi, hasil analisa batugamping menunjukan kandungan kimia : CaO : 44,36-55,70%, SiO2 : 0,24-15,33%, Al2O3 : 0,07-1,71%, Fe2O3 : 0.00-0,38%, MgO : 0,05-1,04%, K2O : 0.00-0,14% dan P2O5 : 0,04-0,19%.

(8)

8 Tanah liat, dijumpai di daerah Kecamatan Kramomongga, dan Bomberai. Tanah liat, berwarna abu-abu sampai putih kecoklatan, licin,plastis, mudah dibentuk, terdapat pada Formasi Steen kool. Tanah liat dijumpai pula di Distrik Kokas dengan sumber daya mencapai 864 juta ton (Distamben Papua Barat, 2012).

Oniks, dijumpai di daerah kecamatan Kokas, dan Teluk Patipi, membentuk perlapisan tipis warna abu-abu muda hingga coklat muda, membentuk lensa setebal 50 cm dalam batugamping.

Pasir kuarsa, dijumpai di daerah Kecamatan Bomberai, pasirkuarsa berwarna putih-putih kecoklatan, sampai putih kekuningan, kurang kompak dan mudah hancur, berbutir halus, terdapat pada endapan Aluvium. Sirtu, dijumpai di daerah Kecamatan Kokas, Bomberai, Fakfak Tengah, dan Teluk Patipi, Sirtu darat yang menempati perbukitan landai dekat Sungai Bemberai, komponen berukuran pasir, kerikil dan kerakal, berdiameter 2 – 10 cm, berupa batupasir, batuan beku (basal) dan kuarsit, telah ditambang dipergunakan untuk menimbun jalan.

Formasi pembawa batubara yang berkembang di kabupaten Fakfak adalah Formasi Steenkool. Potensi kandungan batubaranya sampai saat ini belum diketahui karena belum adanya penyelidikan di kabupaten ini. Namun informasi dari Distamben Papua Barat (2012) menyebutkan bahwa batubara terdapat di Distrik Teluk Etna, Teluk Arguni, Buruway, Kokas dan Fak-Fak Timur. Dolomit tesebar di sisi utara kabupaten. Sedangkan emas di Distrik Teluk Etna, Ubadari, Kokas dengan kadar sekitar 0,05 gram/ton. Di Kabupaten Fakfak, sebagian besar usaha sektor pertambangan yang memiliki KP/IUP bergerak di usaha penambangan bahan galian golongan C seperti batu, tanah liat atau gamping, jumlahnya sekitar 28 perusahaan.

Kabupaten Manokwari

Batugamping di Kabupaten Manokwari terdapat pada Formasi Maruni dan Formasi Manokwari (Abdullah dkk; 2012). Batugamping Formasi Maruni berumur Tersier, merupakan batugamping kristalin, padu, keras dan berongga, ditemukan di Desa Maruni dan Desa Tanahmerah Kecamatan Warmare serta Desa Watariri Kecamatan Oransbari Kabupaten Manokwari. Batugamping Formasi Maruni di sebelah utara Danau Kabori telah ditambang masyarakat sebagai bahan bangunaan. Bahkan di Daerah Maruni

(9)

batu-9 gamping ini telah diusahakan menjadi kapur tohor. Sedangkan batugamping Formasi Manokwari berumur Tersier yang senasabah dengan batugamping Kais, ditemukan di Desa Andai, Kecamatan Manokwari, Kabupaten Manokwari. Batugamping Desa Tanahmerah Kecamatan Manokwari mempunyai sumber daya batugamping 70.312.500 m3. Batugamping Desa Andai Kecamatan Manokwari mempunyai sumber daya batugamping 90.375.000 m3.

Tanah liat, di Kabupaten Manokwari, tanah liat ditemukan di Desa Saowi Kecamatan Manokwari, mempunyai sumber daya hipotetik 37.500.000 m3, ditambang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Besarnya kebutuhan masyarakat setempat tidak termonitor dengan baik.

Granit ditemukan di Desa Nuhuai, Kecamatan Oransbari, Kabupaten Manokwari, granit Anggi berumur Trias. Sumber daya hipotetik batuan granit Nuhuai 200.000.000 m3. Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Manokwari, didapatkan bahan galian non logam berupa batugamping, kuarsit, tanah liat, marmer, dan sirtu (KESDM, 2009).

Batugamping, dijumpai di daerah Bukit Tuanwowoi-Maruni Kecamatan Manokwari dan Yamboi, Kecamatan Ransiki, hasil analisa batugamping menunjukan kandungan kimia : CaO = 48,06-54,77 MgO=0,50-2,60%.

Kuarsit, dijumpai di daerah Sesum, Kecamatan Ransiki. Tanah liat, dijumpai

di daerah Rendami-Sowi Kecamatan Warmere, dan gaya Baru, Kecamatan Ransiki.

Marmer, dijumpai di daerah Gaya baru, Kecamatan Ransiki. Sirtu, dijumpai di

daerah Prafi kecamatan Manokwari, dan Sabri, Kecamatan Ransiki.

Potensi kandungan batubaranya sampai saat ini belum diketahui karena

belum adanya penyelidik di kabupaten ini. Formasi pembawa batubara yang

berkembang di kabupaten ini adalah formasi Ainim dan Steenkool.

Berdasarkan informasi(Distamben Papua Barat; 2012) terdapat pula

sumber daya timbal, seng, tembaga, molibdenum dan timah putih (Distrik

Amberbaken dan Anggi) dan emas di Distrik Amberbaken. Pasir kuarsa di Distrik

Kebar dengan sumber daya dipekirakan sekitar 137,5 juta ton dengan kadar SiO

2

(10)

10

77,6%, Al

2

O

3

– 13,7% dan Fe

2

O

3

– 0,8%. Diorit di Distrik Warmare, sumber daya

sekitar 27 miliar ton.

Potensi panas bumi di Kabupaten Manokwari, terdapat di dua daerah yaitu

Ransiki dan Kebar. Potensi panas bumi yang dimiliki oleh kedua daerah ini

termasuk dalam kelas sumber daya spekulatif, masing-masing sebesar 25 MWe

dengan status survei pendahuluan awal, dengan demikian total potensi panas

bumi Kabupaten Manokwari adalah sekitar 50 Mwe.

Di Kabupaten Manokwari terdapat 8 perusahaan pertambangan yang telah

memiliki IUP/KP antara lin untuk izin penambangan batubara, emas dan nikel.

Namun seluruh izin yang dimiliki tersebut masih dalam tahap penyelidikan umum

dan eksplorasi.

Kota Sorong

Batugamping Kota Sorong terdapat di Kampung Asoka, umumnya berupa bongkah-bongkah berukuran 25 - 100 m2 dan tersebar secara tidak beraturan dalam bancuh tak terpisahkan, sehingga besarnya sumber daya pada penyelidikan kali ini tidak dapat dihitung (Abdullah dkk; 2012).

Luas sebaran serpentinit diduga 5 (lima) hektar, ketinggian rata-rata dari pemukiman penduduk 10 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik 500.000 m3. Tanah liat tersingkap di tepi jalan Teminabuan– Weigo di Kampung Werwit, Kecamatan Teminabuan, berwarna abu-abu kehitaman, ketebalan yang tersingkap 1,75 meter.

Bahan galian tanah liat di Kabupaten Sorong sebarannya sangat luas terdapat pada Formasi Steenkool, terdapat di sebelah selatan Teminabuan menerus sampai sebelah selatan Aitinyu. Pada penyelidikan kali ini yang dijadikan uji petik di Kampung Keyen, Kecamatan Teminabuan dengan luas sebaran 1.000 hektar, ketebalan yang teramati di lapangan 1,75 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik 17.500.000 m3. Bahan galian ini telah dimanfaatkan untuk pembuatan bata merah. Selain itu, berdasarkan sumber daya lainnya adalah bahan galian non logam berupa andesit, batugamping, granit dan sirtu, lihat (SDG, ESDM; 2009).

(11)

11 Potensi mineral non logam yang telah dilakukan oleh Abdullah dkk (2012) di Kabupaten Sorong, menunjukan bahwa di daerah ini banyak mengandung batugamping, fosfat dan sabastone (Abdullah dkk; 2012). Berdasarkan Geologi Lembar Teminabuan batugamping ini sebarannya mulai baratlaut Teminabuan sampai Weigo, namun yang teramati dengan baik di daerah Teminabuan– Weigo, luas sebarannya diduga 1.500 hektar dengan ketinggian puncak rata-rata 50 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik 375.000.000 m3.

Batugamping di Kecamatan Aitinyu berdasarkan Geologi Lembar Teminabuan sebarannya sangat luas menerus sampai sebelah utara Teminabuan, berarah baratlaut– tenggara, namun yang teramati pada penyelidikan kali ini adalah batugamping yang terdapat di sekitar Kampung Yaksoro - Kampung Airsirih. Luas sebaran diduga 3.000 hektar dengan ketinggian puncak rata-rata 50 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik 750.000.000 m3.

Batugamping Kecamatan Makbon termasuk batugamping dalam Sistim Sesar Sorong, merupakan daerah bancuh. Namun demikian berdasarkan pengamatan di lapangan keberadaanya relatif menerus sepanjang 3 (tiga) km, luas sebaran yang teramati dalam penyelidikan kali ini adalah 30 hektar, ketinggian puncak rata-rata 25 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik 7.500.000 m3.

Potensi endapan batugamping di Kabupaten Sorong yang terinventarisir adalah seluas 640 hektar dengan sumber daya hipotetik sebesar 272.250.000 m3. Cadangan ini adalah sebagian kecil dari sumber daya batugamping yang terdapat di wilayah Kabupaten Sorong.

Bahan galian fosfat yang terdapat di Kabupaten Sorong terdapat dalam tanah hasil pelapukan batuan gamping di sekitar lokasi. Konsentrasi tanah pelapukan terdapat di lembah-lembah sekitar aliran sungai yang sebarannya cukup luas. Namun demikian pada uji petik kali ini sebaran tanah pelapukan yang diamati 10 hektar, ketebalan tanah berdasarkan sumur uji di daerah tersebut 4,15 meter, sehingga sumber daya hipotetik 415.000 m3.

Pasir dan batu ini terdapat di distrik Makbon, berasal dari lapisan batupasir kompak, membentuk perbukitan terjal yang dimanfaatkan sebagai pasir timbun untuk

(12)

12 pengrasan jalan. Tersebar pada areal seluas 1.500 ha dengan tebal rata-rata 50 m, maka sumber daya hipotetik sebesar 750.000.000 m3.

Kuarsit adalah batuan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bata tahan api dan keramik tinggi. Batuan ini ditemukan di Kampung Klasouf, Distrik Makbon, pada areal seluas 50 ha x 50 m, sumber daya hipotetik ± 25.000.000 m3

Batuan ultrabasa di wilayah in telah terlapukan, menjadi serpentinit, dan magnesit, dapat digunakan sebagai pupuk magnesium. Sebaran batuan ultrabasa meliputi sebagian wilayah Distrik Makbon (Ub. 01, 02, 03 dan 04), diperkirakan mencapai 35 ha, ketebalan 50 m, sumber daya hipotetik sekitar 175.000.000 m3.

Indikasi nikel dijumpai tidak jauh dari lokasi dimana batuan Ultrabasa ada yaitu di Distrik Makbun, Indikasi nikel dijumpai dalam batuan Ultrabasa yang mengalami lateritisasi pada ketinggian sekitar 50-100 meter. Hasil analisa menunjukkan kandungan CO 492 ppm, Ni 8963 ppm , Fe 414,7 % sedangkan Chrom 3300 ppm. Adapun Mg adalah 0,57 %.

Tanah liat silikaan, dijumpai di Kampung Baingkete, Distrik Makbon DAN Kampung Batulubang. Batuan ini memiliki warna hitam berukuran sangat halus dengan ukuran tanah liat bersifat karbonan (tidak mengandung mangan), berwarna hitam, rapuh, mengandung bongkahan kuarsa, seluas tersingkap 5 m x 10 m.

Endapan pasir besi dijumpai di bagian utara daerah penyelidikan atau di Kampung Batulubang, Distrik Makbon, merupakan endapan pantai, dengan penyebaran mengikuti garis pantai dengan panjang penyebaran 400 m, lebar 50 m dan tebal 10 cm maka sumber daya pasir besi ini sebesar 2.000 m3.

Batubara banyak dijumpai di wilayah selatan Kabupaten Sorong dengan penyebaran diperkirakan cukup luas yaitu diantaranya di Distrik Salawati. Adapun formasi pembawa batubara tersebut diperkirakan adalah Formasi Konglomerat Sele, namun sebagian formasi ini tertutup oleh endapan aluvial.

Dari singkapan-singkapan batubara yang dapat dijumpai dengan ketebalan yang bervariasi mulai yang paling tipis 0,40 m sampai 2 m. Berdasarkan data dari penyelidik terdahulu dan penyebaran formasi pembawa batubara, diperkirakan sumber daya batubara ini dapat mencapai ratusan juta metrik ton. Batubara dengan nilai kalori sedang (nilai kalori antara 5100-6100 kal/gr, adb) dijumpai sekitar daerah Klamono, dengan

(13)

13 sumber daya sebesar 13,00 juta ton. Formasi pembawa batubara yang berkembang dikabupaten ini adalah formasi Klasman dan Steenkool. Terdapat 1 (satu) penyelidikan batubara yang telah dilakukan pada kabupaten ini.

Potensi panas bumi di Kabupaten Sorong hanya terdapat di daerah Makbon, potensi panas buminya termasuk kelas sumber daya spekulatif, yaitu sebesar 25 MWe dengan status survey pendahuluan awal. Total potensi panas bumi Kabupaten Sorong hanya sekitar 25 MWe.

Selain itu, potensi bahan galian lain yang dimiliki Kabupaten Sorong ((Distam Papua Barat; 2012) adalah tembaga (Distrik Sausapor), emas (Distrik Sausapor dan Salawati), Kromit (Distrik Salawati), batubara (Distrik Salawati, Ayata dan Klamono), batu mulia (sisi barat) dan pasir besi di pantai utara bagian timur.

Kabupaten Maybrat

Potensi sumber daya bahan galian di Kabupapen Maybrat seperti juga di daerah lainnya tergantung pada kondisi geologi dan tektoniknya, berdasarkan kedua kondisi tersebut potensi bahan galiannya meliputi batubara, batugamping, nikel, dan emas.

Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Maybrat didapatkan bahan galian non logam berupa batugamping dan tanah liat. Batugamping, dijumpai di daerah Skendi Kecamatan Ayamaru, kandungan CaO = 50,44-55,53% dan MgO= 0,54-0,86%. Tanah liat, dijumpai di daerah Konda, Kecamatan Aitinyo, kandungan Al203=5,29,37%. Jumlah sumber daya hipotetik masing-masing lokasi adalah 270 juta ton dan 21 juta ton.

Batubara dengan nilai kalori sedang (nilai kalori antara 5100- 6100 kal/gr, adb) dijumpai sekitar daerah Teminabuan dengan sumber daya sebesar 1,91 juta ton. Formasi pembawa batubara yang berkembang di kabupaten ini adalah formasi Klasman dan steenkool.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dara Dinas Pertambangan dan Energi Papua Barat menyebutkan bahwa terdapat sekitar 10 perusahaan yang tercatat telah memiliki IUP untuk kegiatan usaha pertambangan emas dan batubara. Diantara sejumlah perusahaan tersebut baru satu perusahaan saja yang telah berproduksi, yang lainnya masih dalam tahap eksploitasi.

(14)

14 Kabupaten Teluk Bintuni

Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Teluk Bintuni Kaolin, dijumpai di daerah Desa Baruna Kecamatan Aranday. Tanah liat, dijumpai di daerah Kampung Kalikodok Kecamatan Idoor, Kampung Jagiro Kecamatan Moskona Selatan dan Kampung Wasiri Kecamatan Timbuni. Sirtu, dijumpai di daerah Sungai Tembuni Kecamatan Bintuni, Kampung Kalikodok Kecamatan Idoor dan Desa Bartuna Kecamatan Aranday.

Di kabupaten ini penyelidikan telah dilakukan oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral dan pihak swasta. Batubara dengan nilai kalori sedang (nilai kalori antara 5100- 6100 kal/gr, adb) terdapat di daerah Ayata, dengan total sumber daya sebesar 29,00 juta ton. Batubara dengan nilai kalori tinggi (nilai kalori antara 6100 - 7100 kal/gr, adb) dijumpai sekitar daerah Persada, Permata dan Muli (Kecamatan Bintuni), dengan sumber daya 5,38 juta ton. Batubara dengan nilai sangat tinggi (nilai kalori lebih dari 7100 kal/gr, adb) dijumpai sekitar daerah Merdey, dengan total sumber daya 25,53 juta ton. Formasi pembawa batubara yang berkembang di kabupaten ini ini adalah Formasi Ainim dan Steenkool.

Kabupaten Teluk Wondama

Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Teluk Wondama didapatkan bahan galian non logam berupa batugamping dan granit.

Batugamping, dijumpai di daerah Kecamatan Rumberpon, Wamesa, Wasior, dan Wasior Utara. Granit, dijumpai di daerah Pulau Marsabandi Kecamatan Wasior Utara. Felspar terdapat di pantai timur bagian utara, sedangkan mika banyak dijumpai di Distrik Wasior dengan sumber daya sekitar 90,11 ton (Dinas Pertambangan dan Energi Papua Barat, 2012, Data Potensi Sumber Daya Bahan Galian Provinsi Papua Barat Tahun 2010/2011).

Selain itu, di daerah ini terdapat pula potensi batubara yang tersebar di Mawes, Nikiwar, Windesi, Kuri Wamesa, Kampung Ambumi, Dusner, Nanimori dan Simiei. Tidak kurang sekitar 11 perusahaan yang sudah terdaftar dengan status kuasa pertambangan (KP) dan izin usaha pertambangan (IUP), luasnya mencapai 148.810 ha. Namun sejauh ini belum ada perusahaan yang melakukan eksploitasi, masih sebatas penyelidikan umum dan eksplorasi.

(15)

15 Jumlah prusahaan pemilik KP dan IUP sektor pertambangan di Teluk Wondama pada tahun 2011 tercatat sebanyak 11 perusahaan, sebagian besar lokasinya berada di Wamesa, Nikiwar, Windesi, Kuir Wamesa, Ambesa, Dusner. Nanimori dan Simiei.

Kabupaten Kaimana

Berdasarkan informasi (Dinas Pertambangan dan Energi Papua Barat, 2012), di daerah ini terdapat batubara yang tersebar di utara pegunungan Buru. Formasi pembawa batubara yang berkembang dikabupaten ini adalah Formasi Steenkool. Potensi kandungan batubaranya sampai saat ini belum diketahui karena belum adanya penyelidik di kabupaten ini.

Batugamping di sekitar kota Kaimana dan pegunungan Buru sebagian telah diusahakan dan dijual untuk memenuhi kebutuhan daerah setempat dan digunakan untuk pengerasan jalan. Diorit berada di sekitar hulu sungai Omba, sedangkan batu mulia terapat di bagian tengah kabupaten ini. Diantara sumber daya yang dimiliki oleh daerah ini belum ada satupun yang ditindaklanjuti ke arah pengusahaan, saat ini yang sudah diusahakan hanya bahan galian golongan C saja.

5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan superimpose, ternyata ada beberapa lokasi pengamatan berada dalam kawasan lindung, sehingga hal ini menjadi bahan pertimbangan dalam pengusahaannya agar tidak terjadi konflik kepentingan.

Setelah dilakukan tumpang tindih antara kawasan tambang dengan kawasan lindung, ternyata kawasan pertambangan yang memiliki peluang untuk ditambang luasnya sekitar 49.041 km2 (atau 50,55% dari luas daratan Provinsi Papua Barat).

5.1 Penentuan komoditas unggulan kawasan usaha sektor pertambangan Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa luas kawasan sektor pertambangan yang memiliki peluang untuk diusahakan sekitar 49.041 km2, aspek lain yang harus dipertimbangkan adalah apakah kawasan pertambangan ini berada di kawasan budidaya lain. Selain itu, penetapan komoditas unggulan sektor pertambangan dapat diusahakan apabila telah memenuhi aspek lainnya seperti potensi sumber daya, nilai jual, nilai manfaat, aksesibilitas jalan dan lain-lain.

(16)

16 Berdasarkan hasil perhitungan terhadap berbagai jenis potensi sektor pertambangan yang berada di Provinsi Papua Barat, dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Kabupaten Fakfak dapat dijadikan sebagai basis usaha pertambangan bahan galian pasir kuarsa, batugamping, tanah liat dan oniks.

 Kabupaten Kaimana memiliki keunggulan untuk mengusahakan komoditas batugamping.

 Kota Sorong dapat dijadikan kawasan usaha bahan galian kobal, batugamping, sirtu, andesit dan granit.

 Kabupaten Manokwari memiliki keunggulan pengusahaan bahan galian batugamping, tanah liat, kuarsit, marmer dan sirtu.

 Kabupaten Maybrat dapat diandalkan sebagai daerah pengusahaan bahan galian batubara, batugamping dan emas.

 Kabupaten Raja Ampat dapat dijadikan sebagai daerah andalan untuk mengusahakan bahan galian besi laterit, nikel, kobal, dan batugamping.

 Kabupaten Sorong memiliki komoditas unggulan bahan galian nikel, batubara, batugamping dan sirtu untuk diusahakan.

 Kabupaten Sorong Selatan memiliki keunggulan dalam bidang usaha bahan galian sirtu, batugamping dan tanah liat.

 Kabupaten Tambraw dapat dijadikan sebagai daerah unggulan untuk pengusahaan tambang emas.

 Kabupaten Teluk Bintuni sangat cocok untuk mengusahakan bahan galian batubara dan sirtu.

 Kabupaten Teluk Wondama memiliki komoditas batubara dan batugamping untuk dijadikan usaha pertambangan.

5.2 Profil investasi usaha komoditas unggulan sektor pertambangan

Profil investasi usaha pertambangan ini merupakan gambaran secara umum yang relatif masih kasar mengingat keterbatasan data yang diperoleh di lapangan sehingga diperlukan data sekunder dari berbagai sumber yang sifatnya prediktif. Untuk mengetahui gambaran secara detail maka perlu adanya studi-studi lanjutan yang lebih spesifik lagi.

(17)

17 a. Profil investasi usaha pertambangan batubara

Perhitungan investasi usaha pertambangan batubara dengan asumsi kapasitas produksi 1,2 juta ton/tahun, harga Rp.600.000/ton, masa operasional selama 16 tahun, striping ratio = 1:6 dan dengan investasi sebesar Rp303,495 miliar.

Kriteria Penilaian :

Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 31,37% per tahun

Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 30,88 % per tahun.

Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan.

b.

Profil investasi usaha pertambangan pasir kuarsa

Perhitungan investasi usaha pertambangan pasir kuarsa dengan asumsi kapasitas produksi 18.000 ton/tahun, harga Rp.850.000/ton, masa operasional selama 16 tahun dengan investasi sebesar Rp21,40 miliar.

Kriteria Penilaian :

Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 17,21 % per tahun.

Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 12,22 % per tahun.

Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan.

(18)

18 Perhitungan investasi usaha pertambangan andesit dengan asumsi kapasitas produksi 60.000 ton/tahun, harga Rp.275.000/ton, masa operasional selama 16 tahun dengan investasi sebesar Rp14,03 miliar.

Kriteria Penilaian :

Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 30,21 % per tahun.

Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 29,02 % per tahun.

Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan.

d.

Profil investasi usaha pertambangan batugamping

Perhitungan investasi usaha pertambangan andesit dengan asumsi kapasitas produksi 15.000 ton/tahun, harga Rp.550.000/ton, masa operasional selama 15 tahun dengan investasi sebesar Rp.6,13 miliar.

Kriteria Penilaian :

Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 28,90 % per tahun.

Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 27,46 % per tahun.

Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan.

e.

Profil investasi usaha pertambangan sirtu

Perhitungan investasi usaha pertambangan andesit dengan asumsi kapasitas produksi 100.000 ton/tahun, harga Rp.200.000/ton, masa operasional selama 16 tahun dengan investasi sebesar Rp.22,31miliar.

(19)

19 Kriteria Penilaian :

Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 31,45 % per tahun.

Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 30,51 % per tahun.

Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan

f.

Profil investasi usaha pertambangan tanah liat

Perhitungan investasi usaha pertambangan andesit dengan asumsi kapasitas produksi 3.000.000 ton/tahun, harga Rp.1.100.000/ton, masa operasional selama 16 tahun dengan investasi sebesar Rp.1,38 miliar.

Kriteria Penilaian :

Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 35,42 % per tahun.

Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 35,00 % per tahun.

Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan

5.3 Manfaat investasi pengusahaan sektor pertambangan terhadap pendapatan masyarakat, tenaga kerja dan pemerintah

Dengan melakukan kegiatan investasi di wilayah Provinsi Papua Barat ini diharapkan akan dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah ini. Beberapa manfaat positif yang akan timbul dengan adanya kegiatan investasi diantaranya adalah akan memberikan manfaat : sosial, ekonomi, fiskal, maupun penerimaan PAD dari

(20)

20 hasil kegiatan investasi itu sendiri yang dapat dimanfaatkan membiayai pembangunan di wilayahnya sehingga perkembangan wilayah bisa lebih cepat terlaksana sesuai harapan yang direncanakan. Dampak positif lainnya yang akan ditimbulkan adalah akan terbukanya lapangan kerja baru sehingga diharapkan dengan adanya investasi baru tersebut akan dapat mengurangi pengangguran di wilayah ini. Selain itu, kegiatan ini akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan memicu munculnya kegiatan ekonomi baru yang menunjang kegiatan usaha sektor pertambangan tersebut.

Apabila tujuh jenis bahan galian potensial yang tersebar di Provinsi Papua Barat dapat menarik para investor dan diusahakan, maka kegiatan usaha ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sekitar 1.425 orang. Manfaat finansial yang diperoleh dalam bentuk upah dan gajih sekitar Rp56,25 miliar setelah dipotong pajak (Tabel 1).

Manfaat bagi pengusaha

Dengan menginvestasikan modalnya di sektor usaha pertambangan ini, maka pengusaha akan mendapatkan surplus usaha Rp254,09 miliar ditambah pendapatan dari uang yang disimpan (bunga) sebesar Rp11,76 miliar, sehingga total keuntungan yang akan diperoleh dalam satu tahun sebesar Rp265,85 miliar.

Manfaat bagi pemerintah

Dampak positif lain dengan adanya kegiatan usaha pertambangan ini adalah diperolehnya berbagai penerimaan negara dari berbagai jenis pajak maupun bukan pajak yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan baik di pusat maupun daerah.

Besarnya penerimaan pemerintah tersebut sekitar Rp201,13 miliar yang diperoleh dari berbagai jenis pajak pendapatan, iuran pertambangan, pajak bumi dan bangunan serta pajak penghasilan.

Tabel 1 Manfaat penanaman modal dan kegiatan usaha sektor pertambangan di Provinsi Papua Barat per tahun

Manfaat Batubara Pasir

kuarsa Andesit Marmer Batugamping Sirtu darat

Tanah

liat Jumlah

Manfaat dari sisi tenaga kerja

Tenaga kerja (Orang) 1.039 77 48 72 90 75 24 1.425 Manajemen 135 13 11 10 10 9 5 193 Tak langsung 904 64 37 62 80 66 19 1.232

(21)

21 Upah dan gaji (juta Rp)

Tenaga kerja 48.048 1.681 1.153 1.952 2.191 3.528 652 59.205 Manajemen 8.664 397 349 302 361 1.698 202 11.973 Tak langsung 39.384 1.284 804 1.650 1.830 1.830 450 47.232

Pph (5%) tenaga kerja 2.402 84 58 98 110 176 33 2.960

Upah dan gaji netto 45.646 1.597 1.095 1.854 2.081 3.352 619 56.245

Manfaat dari sisi pengusaha (Juta Rp.)

Investasii 303.495 21.391 14.034 4.273 4.850 22.307 1.377 371.727 Surplus usaha 224.949 4.412 6.377 3.070 2.631 11.419 1.232 254.089 Pendapatan bunga 11.025 236 322 41 82 24 33 11.763

Manfaat yang

diperoleh 235.974 4.647 6.699 3.111 2.714 11.443 1.264 265.852

Manfaat terhadap pemerintah pusat dan daerah (juta Rp) Ppn 10% dari nilai penjualan 72.000 1.530 1.950 900 825 2.400 330 79.935 Iuran pertambangan 34.387 765 98 90 248 1.200 15 36.802 PBB 32 1.750 1,18 0,83 1,03 1,60 0,38 1.787 Pph Badan 74.983 726 4.275 439 376 1.631 176 82.605 Jumlah 181.402 4.771 6.324 1.429 1.450 5.233 521 201.130

Nilai tambah (juta Rp.) 465.424 9.351 16.028 7.302 6.354 20.129 2.438 527.026 Tenaga kerja 45.646 1.597 1.095 1.854 2.081 3.352 619 56.245 surplus usaha dan

pendapatan bunga investor 235.974 4.647 6.699 3.111 2.714 11.443 1.264 265.852 Penerimaan pajak dan

bukan pajak 183.804 3.107 8.234 2.337 1.559 5.335 554 204.930 Kontribusi terhadap PDRB

Nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di sektor pertambangan tersebut di Provinsi Papua Barat dalam kurun waktu satu tahun diperkirakan mencapai Rp527,03 miliar yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha dan pajak tak langsung.

Apabila pertumbuhan PDRB Papua Barat tanpa keberadaan investasi usaha pertambangan 7 komoditas tambang tersebut, maka laju pertumbuhannya akan naik sebesar 15,06% per tahun. Sebagai contoh, maka PDRB Papua Barat pada tahun 2013 naik sebesar Rp15,78 triliun saja. Akan tetapi, jika kegiatan usaha pertambangan untuk 6 komoditas mulai beroperasi dengan masing-masing satu perusahaan maka PDRB diperkirakan akan meningkat menjadi Rp15,99 triliun. Artinya bahwa keberadaan usaha ini

(22)

22 akan membantu mendongkrak PDRB sebesar 1,35%. Pertumbuhan PDRB akan terus mengalami peningkatan apabila jumlah perusahaan dan investasi meningkat, dengan asumsi apabila hingga tahun 2020 jumlah perusahaan bertambah menjadi 16 perusahaan dari 6 komoditas tambang tersebut maka PDRB Papua Barat akan meningkat sebesar Rp44,89 triliun lebih besar 6,57% dibandingkan dengan tidak adanya kegiatan usaha ini yang hanya sebesar Rp42,12 triliun. Laju pertumbuhan PDRB dengan adanya kegiatan usaha pertambangan ke enam komoditas ini akan menjadi 15,91% per tahunnya.

Apabila usaha penambangan batubara (dua perusahaan) mulai beroperasi pada tahun 2014, maka PDRB Papua Barat diperkirakan akan bertambah sebesar Rp930,85 miliar atau naik 5,02% sehingga menjadi Rp19,47 triliun dari sebelumnya (Rp18,54 triliun), lihat Gambar 1. Apabila perkembangan investasi di penambangan batubara pada tahun 2020 bertambah hingga menjadi 16 perusahaan, maka PDRB Papua Barat diperkirakan akan menjadi Rp56,06 triliun. Artinya bahwa kegiatan usaha penambangan batubara akan memberikan sumbangan sebesar 33,09% papada struktur PDRB Papua Barat pada saat itu. Proyeksi laju pertumbuhan PDRB dari tahun 2012-2020 dengan adanya kegiatan usaha pertambangan ke enam komoditas ditambah dengan batubara akan meningkat sebesar 19,20% per tahunnya.

Dengan beroperasinya kegiatan usaha di sektor pertambangan ini, hingga tahun 2020 diperkirakan akan mampu menyerap tenaga hingga 20.954 orang pertahun. Jumlah tersebut diharapkan mampu mengurangi jumlah pengangguran yang jumlahnya mencapai 33.031 orang.

Dalam jangka pendek, pemilihan lokasi yang akan dijadikan kegiatan usaha pertambangan batubara sebaiknya ditetapkan berdasarkan skala prioritas, yaitu dengan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi di daerah yang memiliki potensi batubara tersebut antara lain antara pendapatan/kapita, kontribusi PDRB, indek pembangunan manusia (IPM).

Dalam jangka pendek ini, sebaiknya konsentrasi penambangan batubara dilakukan di Kabupaten Maybrat dan Teluk Wondama mengingat selain karena potensi sumber daya yang dimiliki cukup besar, namun kontribusi terhadap PDRB Provinsi Papua Barat yang rendah. Keberadaan usaha pertambangan batubara di dua daerah ini juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan per kapita yang saat ini (tahun 2011) Rp2,55

(23)

23 juta/kapita dan Rp7,60 juta/kapita (Provinsi Papua Barat Rp15,10 juta/kapita), serta rendahnya indeks pembangunan masyarakat yaitu 66,43 dan 66,06 (Provinsi Papua Barat 69,65).

Alasan kenapa tahun 2014 kegiatan produksi batubara ini mulai dilakukan, karena apda tahun 2013 pemerintah pusat/daerah harus mempersiapkan infrastruktur jalan dan kebijakan lainnya yang mendukung terselenggaranya kegiatan ini. Mempersiapkan infarstruktur jalan sangat mendesak mengingat di kedua daerah ini kondisi infrastruktur jalan masih minim, karena rasio panjang jalan per luas wilayah standar adalah >5 km/km2 (Widiantono, 2010). Berarti bahwa infarstruktur jalan di Provinsi Papua Barat masih sangat minim, sehingga banyak masyarakat dalam kegiatannya memanfaatkan transportasi sungai. 85,99% kondisi jalan di Papua Barat masih kerikil dan tanah sehingga harus segera ditingkatkan mejadi jalan aspal agar percepatan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai dan untuk mengatasi keterisolasian daerah terpencil. Kedua kabupaten ini dikategorikan masuk dalam kawasan terisolir karena secara umum hampir sebagian besar wilayah di kabupaten ini belum memiliki aksesibilitas terhadap sumber daya pembangunan, baik infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan.

Langkah berikutnya adalah mempertimbangkan pengusahaan batubara di Kabupaten Manokwari dan Sorong dengan mendorong para pengusaha untuk meningkatkan izinnya dari eksplorasi ke kegiatan eksplorasi mengingat hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan yang melakukannya.

5.4 Konsep Pengembangan Wilayah

Langkah-langkah kebijakan pembangunan pertambangan di Provinsi Papua Barat dalam kerangka pengembangan wilayah dalam mendukung pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut :

• Penataan fungsi kawasan hutan melalui perubahan tata ruang wilayah Papua Barat melalui penurunan kriteria sesuai kondisi kawasan hutan saat ini.

• Mendorong pembangunan industri pengolahan guna memperluas kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan multiplier effect lainnya. Industri-industri yang memiliki prospek baik tersebut antara pengolahan untuk nikel, mangan, batugamping, kromit dan aspal.

(24)

24 • Mengembangkan kawasan industri pertambangan nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.

(25)

25 Catatan : 6 komoditas tambang tersebut adalah pasir kuarsa, andesit, marmer, batugamping, sirtu darat.

Gambar 1 Realisasi dan proyeksi PDRB Papua Barat, 2005-2011 dan 2012-2020 (triliun rupiah) . 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 PD R B ( tr ili u n r u p iah ) Tahun

PDRB belum ada kegiatan usaha tambang PDRB dengan kegiatan usaha 6 komoditas tambang

PDRB dengan kegiatan usaha 6 komoditas tambang ditambah dengan batubara

(26)

26 MP3EI diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya.

Kebijakan pengembangan sektor pertambangan dan penggalian memperhatikan hal-hal berikut :

- Berorientasi pada kekuatan pasar (market driven), melalui pemberdayaan masyarakat dan kemitraan;

- Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan usaha sektor pertambangan;

- Komoditas yang dikembangkan bersifat export base (luar negeri dan antar pulau) bukan row base.

Prioritas pengembangan usaha sektor pertambangan dalam kerangka pengembangan wilayah di Provinsi Papua Barat berdasarkan hasil perhitungan analisis faktor. Prioritas pengembangan usaha ini berdasarkan pula pada sumber daya yang dimiliki, tingkat permintaan, manfaat hilir/keterkaitan hilir, nilai ekonomi dan harga.

Pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan ini diwujudkan dalam bentuk konsep sebagai berikut :

- Emas, nikel, batugamping dan batubara kuarsa adalah komoditas tambang yang menjadi prioritas utama untuk diusahakan karena memiliki keterkaitan hilir yang tinggi terhadap sektor industri seperti industri logam, konstruksi/bangunan, pembangkitan dan lain-lain.

- Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih lembar tata guna lahan

disarankan untuk diusahakan dalam mendukung industri pengolahan antara lain di Kota Sorong, Kabupaten Maybrat, Teluk Bintuni, Teluk Wondama dan Manokwari.

(27)

27

- Mengingat besarnya manfaat dari kelima komoditas tersebut perlu dibangun industri

pengolahan dan penentuan lokasi yang dapat dijadikan kawasan industri tersebut, yaitu di kawasan industri pengolahan kapur dan semen di Manokwari.

- Kota Sorong sebagai kawasan industri pengolahan pertambangan seperti pabrik pengolahan nikel, bahan bakunya dapat dipasok dari Kabupaten Raja Ampat. Di daerah ini juga dapat dikembangkan sebagai kawasan pabrik pengolahan kapur yang bahan baku dipasok dari berbagai daerah penghasil batugamping. Produknya dapat digunakan untuk berbagai keperluan di berbagai industri seperti pertanian, konstruksi dan lain-lain.

- Kabupaten Maybrat, Teluk Wondama dan Teluk Bintuni selain sebagai lokasi

pertambangan minyak bumi, gas, batubara dan emas juga disarankan sebagai kawasan industri pengolahan kapur dan penambangan batubara, karena di daerah ini pemilik IUP batubara jumlahnya cukup banyak.

- Hasil tambang dan pengolahan bahan tambang dari berbagai kawasan tersebut tidak

hanya untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi, melainkan dapat di jual ke luar daerah (antar pulau/provinsi) atau ke luar negeri (ekspor).

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis di dalam Bab 5, dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan, antara lain :

1) Sumber daya sektor pertambangan di Papua Barat cukup melimpah dan variatif, namun sampai sejauh ini belum dimanfaatkan secara optimal sehingga kontribusi terhadap PDRB Papua Barat sangat rendah.

2) Komoditas sektor pertambangan yang memiliki peluang untuk diusahakan dan memiliki prospek untuk dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hilir sektor lainnya.

3) Penataan ruang wilayah sektor pertambangan yang mengacu pada tata ruang wilayah Papua Barat diharapkan mampu mendorong pemanfaatan ruang sektor pertambangan yang optimal. Selanjutnya dinamika kegiatan pembangunan wilayah

(28)

28 kabupaten bersifat global yang berwawasan lingkungan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat secara menyeluruh dan transparansi. 4) Sesuai dengan arahan MP3EI yang menyatakan bahwa Papua Barat merupakan

kawasan Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional. Oleh karena itu, seluruh potensi sumber daya sektor pertambangan harus dimanfaatkan secara optimal agar dapat menunjang percepatan pembangunan Papua Barat dan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai.

5) Hasil pengolahan bahan tambang dari berbagai kawasan tersebut tidak hanya untuk

memenuhi kebutuhan di dalam provinsi tersebut, melainkan dapat di jual ke luar daerah (antar pulau/provinsi) atau ke luar negeri (ekspor).

6) Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan ekonomi khusus yang berbasiskan pada komoditas unggulan dan strategis di sektor pertambangan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua Barat.

7) Pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang berfokus kepada komoditas unggulan di sektor pertambangan & penggalian.

8) Komoditas yang sangat potensial untuk diusahakan di Provinsi Papua Barat adalah nikel, batubara, besi laterit, kobal, batugamping, emas dan bijih besi.

6.2 Saran

1) Energi (listrik) merupakan salah satu unsur pendukung terpenting dalam industri pengolahan sektor pertambangan. Kebutuhan energi di Provinsi Papua Barat sangat tergantung pada pembangkit diesel, jumlahnya terbatas dan mahal. Oleh karena itu, perlu dibangun pembangkit listrik seperti PLTU batubara atau PLTA dengan memanfaatkan potensi sungai-sungai yang ada di Provinsi Papua Barat.

2) Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih lembar tata guna lahan

disarankan untuk diusahakan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat.

3) Disamping sistem informasi bahan tambang masih minim, keterbatasan sumberdaya manusia dan modal serta teknologi dalam memanfaatkan potensi alam yang berlimpah, sehingga mempengaruhi rendahnya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya di sektor pertambangan tersebut.

(29)

29 4) Untuk mempermudah gerak roda perekonomian Provinsi Papua Barat prlu dibangun infrastruktur jalan, mengingat aksesibilitas antar wilayah terbatas, sebagian hanya bisa dicapai dengan laut atau udara.

Daftar Pustaka

___________, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, 2010, Master Plan Pembangunan Ketenagalistrikan 2010 S.D. 2014, Jakarta.

___________, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sorong, Inventarisasi Bahan Galian Di Kabupaten Sorong (2012).

___________, Badan Pusat Statistik, 2012, Produk Domestik Regional Bruto Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha, hal xxi-xxii, Jakarta.

Abdullah, S., Kusnardi, A., Haim, S., Turdjaja, D., Sarino, Turkana, D., 2012, Inventarisasi Dan Evaluasi Mineral Non Logam Di Kabupaten Sorong Dan Manokwari Propinsi Papua, Subdit. Mineral Non Logam, Badan Geologi, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung. Arsyad, Lincolin. 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE,

Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Baho, Arkilaus, 2012, http://westpapua-arki.blogspot.com/2012/03/perusahan-cina-bangun-pabrik-semen-di.html

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua Barat, 2012, Data Potensi Sumber Daya Bahan Galian Provinsi Papua Barat tahun 2010/2011.

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua Barat, 2012, Daftar KP, IUP di Provinsi Papua Barat tahun 2007 - 2010.

Dillon W. R. Goldstein M. 1984. Multivariate analysis methods and applications. New York Wiley

Hasan, R.S, 1998, Mineral Kromit Di Indonesia, Puslitbang Geologi, Bandung.

KESDM, 2009, Sumber Daya Geologi Indonesia, Buku 7 : Kepulauan Maluku dan Papua, hal. 61 – 80.

KESDM, 2009, Sumber Daya Geologi Indonesia, Buku 7 : Kepulauan Maluku dan Papua, hal. 61 – 80.

Kuswadi, 2007, Analisa Keekonomian Proyek, CV. Andi Offset, Yogyakarta, hal. 37-44. Kurniawan, A. R., 2011, Materi Bahan Bangunan, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.

Prawiroharjono, Sutrisno, 1988, Evaluasi Proyek, PT. Karunika, Jakarta, hal. 26-38.

Pudjosumarto, Muljadi, 1988, Evaluasi Proyek Edisi Kedua, Liberty, Yogyakarta, hal. 16-54. Suparmoko, 1989, Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Pusat Antar

Universitas-Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Umar, Husein, 2007, Studi Kelayakan bisnisedisi-3, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widiantono, Doni, Kebijakan dan Strategi Penanganan Kemacetan Lalulintas di

Perkotaan, Kasi Kebijakan PR Nasional, Ditjen Penataan Ruang, hal 1.

Gambar

Tabel    1  Manfaat  penanaman  modal  dan  kegiatan  usaha  sektor  pertambangan  di  Provinsi Papua Barat per tahun
Gambar 1  Realisasi dan proyeksi PDRB Papua Barat, 2005-2011 dan 2012-2020 (triliun rupiah)

Referensi

Dokumen terkait

Dari perencanaan ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:  Unit pengolahan yang diperlukan untuk mengolah air banjir di Surabaya menjadi air minum adalah unit

Tile baru GRANITO The New Salsa dengan 4 pilihan warna yang berbeda, cocok sekali bila dipadukan dengan koleksi Mosaic, misalnya Grafitti.. Stone

Bahwa dalil Pemohon sebagaimana dalam permohonannya tentang telah terjadi pelanggaran-pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif pada proses Pemilihan

Penelitian ini menggunakan instrumen SGRQ versi Indonesia sebagai alat pengumpul data untuk mengukur kualitas hidup pada pasien yang sedang mengalami kontrol PPOK di

yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. /apat pula terjadi perubahan pleura parietal. =ika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan keluar, maka

Kegiatan belajar siswa dengan menggunakan media pembelajaran atau alat bantu belajar/alat peraga, hasilnya akan jauh lebih berkesan dan bermakna, khususnya pada konsep

 90 % dari draf yang disiapkan pemerintah mengalami perubahan yang sangat mendasar, baik dari segi substansi maupun formulasi rumusannya, yang disepakati pada

Muhammad Hasan Siswadi 47 Th Ketua PCM Wajak g.. Sudirham (mantan mudin Wajak)