• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETIDAKADILAN GENDER DALAM TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETIDAKADILAN GENDER DALAM TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KETIDAKADILAN GENDER DALAM TRILOGI RONGGENG DUKUH

PARUK

KARYA AHMAD TOHARI

Ria Yunitha, Christanto Syam, Agus Wartiningsih

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Untan, Pontianak email : ria.yunitha@yahoo.com

Abstrak: Ketidakadilan Gender dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Penelitian ini bertujuan untuk pendeskripsian ketidakadilan gender berupa marginalisasi, stereotipe dan kekerasan yang dialami tokoh utama dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Metode yang digunakan adalah metode desktiptif dengan bentuk kualitatif dan pendekatan kritik sastra feminis. Berdasarkan hasil analisis data, maka dihasilkan simpulan sebagai berikut. 1) Tindakan ketidakadilan gender dalam marginalisasi terjadi di masyarakat, keluarga dan diri sendiri. 2) Tindakan ketidakadilan gender dalam

stereotipe terjadi di masyarakat. 3) Tindakan ketidakadilan gender dalam kekerasan terjadi di masyarakat berupa kekerasan fisik, psikologi, pelacuran, terselubung, pelecehan sekusal dan kekerasan akibat kekuasaan dan kekuatan sosial laki-laki.

Kata Kunci: ketidakadilan gender dan novel

Abstract: Gender Inequalities in trilogy Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari. This study aims to describe the form of marginalization of gender inequality, stereotyping and violence experienced by the main character in the novel Trilogy Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari. The method used is descriptive method with qualitative forms and approaches of feminist literary criticism. Based on the analysis of data, it generated the following conclusions. 1) The act of gender inequality in the marginalization in society, family and yourself. 2) The act of gender inequality in the stereotypes in society. 3) The act of gender inequality in the violence occurred in the form of physical, psychological, prostitution, disguised, harassment and violence due dominion and social power of men.

Keyword: gender inequality and novel

ender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan dalam peran, perilaku, mentalitas, dan karakter emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan, oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan taat nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada.

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun, ternyata perbedaan gender telah

(2)

melahirkan berbagai ketidakadilan, terutama terhadap kaum perempuan.Satu di antara novel yang mengangkat masalah ketidakadilan gender adalah novel berjudul Novel ini menceritakan pahit getirnya pengalaman hidup gadis belia yang mengganggap kehidupan seorang ronggeng bagaikan seorang putri raja, namun pada kenyataannya kehidupan seorang ronggeng jauh dari keceriaan dan kenyamanan,kerasnya hidup, pelecehan dan tindak ketidakadilan sering didapatinnya, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dan bertahan dengan keadaan.

Alasan peneliti mengambil ketidakadilan gender dalam penelitian ini adalah: pertama, ketidakadilan gender terlahir karena adanya pelestarian budaya partriarki, oleh sebab itulah laki-laki lebih berkuasa daripada kaum perempuan baik di masyarakat ataupun di rumah tangga yang mengakibatkan perempuan mengalami dikriminasi;kedua, ketidakadilan gender didasari pemahaman para laki-laki yang menganggap perempuan adalah makhluk yang lemah sehingga tidak dipercaya untuk mendapatkan peran sama sekali.

Penelitian ini difokuskan pada ketidakadilan gender yang dialami tokoh utama perempuan. Dikarenakan ada beberapa pertimbangan yaitu, peneliti ingin mengetahui dan mengungkap bentuk marginalisasi, bentuk stereotipe, dan bentuk kekerasan yang dialami tokoh utama perempuan dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Peneliti hanya memfokuskan tiga masalah dalam penelitian karena di dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk peneliti hanya menemukan ketiga masalah ketidakadilan gender berupa marginalisasi, stereotipe dan kekerasan.

Sejauh ini tidak ditemukan penelitian sebelumnya mengenai pengkajianketidakadilan gender dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk

karya Ahmad Tohari. Akan tetapi, pengkajian ketidakadilan gender dengan objek yang berbeda pernah dilakukan beberapa mahasiswa.Satu di antaranya bernama Sri Astuti (2012) dengan judul “Ketidakadilan Gender dalam Novel Mata Hari

karya Remy Sylado: Kajian Femenisme”dengan hasil penelitiannya adalah ketidakadilan gender yang dominan diterima tokoh perempuan adalah ketidakadilan dalam bentuk kekerasaan, hal itu terjadi karena faktor mitos, rasionalisasi, budaya patriarki dan sistem kapitalis.

Selanjutnya oleh Suwarti (2009) dengan judul “Ketidakadilan Gender dalam Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang: Kajian analitis”. Adapun hasil analisisnya disimpulkan bahwa bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang tercermin dalam novel Perempuan Kembang Jepun adalah marginalisasi terhadap perempuan, beban ganda terhadap perempuan, dan kekerasan terhadap perempuan. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang tercermin dalam novel PKJ tersebut, disebabkan oleh paham andosentris yang diwujudkan dengan kolonialisme Jepang, budaya Jawa dan tokoh laki-laki yaitu Sujoyo.

Penelitian ini memiliki perbedaandengan peneliti sebelumnya yaitu objek yang diteliti, pendekatan yang digunakan peneliti, dan judul yang dipilih peneliti.Penelitian ini objeknya adalah Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kritik sastra feminis.

(3)

Penelitian ini berkaitan dengan proses pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Keterkaitan itu tampak pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) di dalam Silabus bahasa Indonesia yaitu Mendengarkan: 5. Memahami pembacaan novel. 5.2Menjelaskanunsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel.

Istilah gender dalam Encyclopedia of Feminism diterangkan sebagai pembagian struktural sosial berdasarkan jenis kelamin. Pengertian gender perlu dibedakan dengan seks. Seks mengandung arti perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. Laki-laki memiliki jakun, bersuara berat, memiliki penis, testis, sperma yang berfungsi sebagai alat reproduksi. Perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, saluran-saluran untuk melahirkan, mereproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui. Alat biologis tersebut fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural yang cukup panjang (Fakih, 2007:7).

Menurut Fakih (2007:7) untuk memahami bagaimana perbedaan gender yang menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi ketidakadilan yang ada. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni: marginalisasi atau proses kemiskinan, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipeatau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), serta beban kerja lebih panjang atau lebih banyak (burden).

Selanjutnya Muniarti (2004:xx-xxi) menjelaskan ketidakadilan gender tersebut terdapat dalam berbagai wilayah kehidupan, yaitu dalam wilayah negara, masyarakat, organisasi atau tempat bekerja, keluarga dan diri pribadi. Ketidakadilan gender itu berupa marginalisasi, stereotipe, subordinasi, beban ganda dan kekerasan terhadap perempuan.

Marginalisasi adalah proses yang mengakibatkan kemiskinan, sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan, yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam, atau proses eksploitasi. Perempuan dicitrakan lemah, kurang atau tidak rasional, kurang atau tidak berani, sehingga tidak pantas atau tidak dapat memimpin.Akibatnya, perempuan selalu dinomorduakan apabila ada kesempatan untuk memimpin (Fakih, 2007:13).

Subordinasi adalah pandangan yang memposisikan perempuan dan karya-karyanya lebih rendah daripada laki-laki.Anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Perempuan dipandang kurang mampu, sehingga diberi tugas yang ringan dan mudah, sedangkan laki-laki mendapatkan kebebasan untuk memilih tugas yang menurutnya pantas dilakukan.Pandangan ini bagi perempuan menyebabkan mereka sudah selayaknya sebagai pembantu, sosok bayangan, dan tidak berani memperlihatkan kemampuannya sebagai pribadi (Fakih, 2007:15).

Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok

(4)

Satu di antara jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya selalu terjadi pada perempuan, yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilekatkan kepada mereka (Fakih, 2007:16).

Kekerasan adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritasi mental psikologi seseorang, dan beban ganda adalah pengalihan pekerjaan baik pekerjaan domestik dan publik kepada kaum perempuan. Sejalan dengan itu, Murniati (2004:222) menyatakan kekerasan adalah perilaku atau perbuatan yang terjadi dalam relasi antarmanusia, baik individu maupun kelompok, yang dirasa oleh satu pihak sebagai satu situasi yang membebani, tidak menyenangkan, tidak bebas. Situasi yang disebabkan oleh tindakan kekerasan ini membuat pihak lain sakit, baik secara fisik maupun psikis serta rohani. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.

Beban ganda adalah disebabkan laki-laki mengganggap bahwa kaum perempuam memiliki sifat rajin dan memelihara, serta tidak cocok untuk menjadi kepala keluarga sehingga semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab penuh perempuan. Beban kerja yang diakibatkan bias gender tersebut kerap kali diperkuat dan disebabkan adanya keyakinan/pandangan di masyarakat bahwa pekerjaan domestik dianggap sebagai jenis pekerjaan yang harus dikerjakan perempuan (Fakih, 2007:21-22).

Masih banyak kaum perempuan yang mengalami ketidakadilan gender yang merupakan hak mereka dalam memposisikan diri sama dengan laki-laki. Hal ini terbukti bahwa kaum laki-laki khususnya yang masih berada dalam lingkungan patriarki, mereka lebih banyak berperan sentral dalam segala urusan memilih jalan hidup yang salah satunya adalah tentang profesi. Kaum laki-laki bebas memilih profesi yang diinginkannya tanpa ada orang lain di sekitarnya yang peduli.

Menurut Homzah, dkk. (2010: 38). Sistem partiarki adalah satu di antara penyebab terjadinya ketertindasan dan ketidakadilan yang dialami perempuan. Tindakan ketidakadilan gender tidak akan pernah berakhir selama sistem patriarki digunakan sebagai acuan berfikir, bersikap dan berlaku pada masyarakat terutama kaum perempuan.Karena sistem patriarki berada dalam segala bidang kehidupan sejak dari keluarga, kekerabatan, masyarakat, agama, pendidikan, pekerjaan, berbagai kelembagaan negara, bahkan dunia.

Ketidakadilan yang dialami perempuan dikarenakan masih adanya kebudayaan dalam suatu masyarakat yang melestarikan konsep patriarki, sehingga segala kekuasaan dititikberatkan hanya kepada laki laki-laki. Hal tersebut merugikan perempuan karena perempuan selalu diposisikan sebagai pelengkap laki dan sehingga perempuan tidak bisa berkembang dan lebih maju dari laki-laki.

Homzah (2010:5) menyatakan bahwa feminisme merupakan sebuah gerakan pembebasan terhadap perempuan yang mengupayakan transformasi bagi satu pranata sosial yang secara gender lebih egalatif. Dengan demikian, feminisme merupakan suatu gerakan atau kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan permasalahan gender dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin.

(5)

Femenisme muncul sebagai sebuah upaya perlawanan atas berbagai upaya kontrol laki-laki di atas. Asumsi bahwa perempuan telah ditindas dan dieksploitas menghadirkan anggapan bahwa femenisme merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut (Fakih dalam Sugihastuti, 2010:95). Satu di antara alasan yang mendukung hal ini adalah kenyataan bahwa femenisme tidak hanya memperjuangkan masalah gender, tetapi juga masalah kemanusiaan.

Feminisme sebagai aliran yang mendasarkan pemikiran untuk menumbuhkan kesadaran akan adanya penindasan, kekerasan, dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat. Banyak perempuan yang sepakat menyatakan bahwa perempuan tertindas dalam banyak hal dan telah manjadi marginal dan obyek kekerasan selama berabad-abad lamanya. Oleh sebeb itu, dengan adanya gerakan feminisme diharapkan adanya proses transpormasi sosial atau proses demokrasi. Proses demokrasi itu merupakan alternatif bagi developmentalisme, karena pada kenyataannya developmentalisme merupakan perwujudan sistem yang secara ekonomi sesungguhnya sangat orienter dan ekspolitatif, secara politik sangat represif, dan secara kultural melahirkan dominasi (Fakih, 2007:109).

Aliran femenisme yang tepat untuk menghilangkan ketidakadilan gender adalah aliran femenisme sosial. Aliran ini merupakan sintesis antara aliran feminis marxis dan aliran feminis liberal. Asumsi dasar pemikirannya adalah bahwa hidup dalam masyarakat kapitalis bukan satu-satunya penyebab ketertinggalan perempuan. Aliran ini lebih memperhatikan keanekaragaman bentuk patriarki dan pembagian kerja secara seksual karena menurut mereka kedua hal ini tidak dapat dilepaskan dari aktivitas produksi.

Penelitian ini menggunakan aliran feminis sosial, alasannya karena feminisme sosial adalah gerakan untuk membebaskan para wanita melalui perubahan struktur patriarki. Perubahan struktur patriarki bertujuan agar kesetaraan gender dapat terwujud, sehingga tidak ada lagi ketidakadilan gender yang dirasakan oleh kaum perempuan. Perwujudan kesetaraan gender adalah salah satu syarat penting untuk terciptanya masyarakat tanpa kelas, egaliter, hierarki horizontal.

Kritik feminis dalam kesusastraan dikenal sebagai kritik sastra feminis. Yoder (dalam Sugihastuti, 2002: 23-24) menyebutkan bahwa kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Jenis kelamin ini membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang.

Tujuan umum penelitian ini adalah pendekripsian ketidakadilan gender dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Parukkarya Ahmad Tohari. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini ialah 1) pendeskripsian bentuk ketidakadilan gender berupa marginalisasi pada tokoh utama perempuan dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, 2) pendeskripsian bentuk

(6)

ketidakadilan gender berupa stereotipe pada tokoh utama perempuan dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, 3) pendeskripsian bentuk ketidakadilan gender berupa kekerasan pada tokoh utama perempuan dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.Metode ini digunakan karena sesuai dengan objek penelitian sekaligus sumber data yang berbentuk teks, yaitunovelTrilogi Ronggeng Dukuh Paruk

karya Ahmad Tohari. Selain itu, metode deskriptif digunakan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian ini yaitu pendeskripsikan bentuk ketidakadilan gender berupa marginalisasi, stereotipe dan kekerasan pada tokoh utama perempuan dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Jadi dalam penelitian ini, metode deskriptif difungsikan untuk memaparkan data maupun hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata ataupun kalimat dan bukan dalam bentuk angka-angka atau mengadakan perhitungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Semi (1993:24) bahwa penelitian bersifat deskriptif berarti terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-angka.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kritik sastra feminis. Pendekatan tersebut digunakan untuk membantu membongkar bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan yang ada di dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Adapun langkah-langkah untuk mengkaji sebuah karya sastra dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis ialah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita, dan mencari kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat.

2. Meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang kita amati.

3. Mengamati sikap penulis karya yang sedang dikaji (Djajanegara, 2000:51-54).

Sumber data penelitian ini adalah sebuah teks novel berjudul Trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang diterbitkan oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Umum setebal 406 halaman, cetakan kedelapan, Desember 2011. Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif maupun dialog), yang berkaitan dengan ketidakadilan gender yang dicerminkan dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Data tersebut sesuai masalah yang ditemukan berupa marginalisasi perempuan, stereotipe, dan kekerasan yang dialami tokoh utama perempuan.

Teknik pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumenter. Teknik studi dokumenter yang digunakan peneliti berupa dokumen yang akan dimanfaatkan untuk menguji dan menafsirkan data yang berhubungan dengan masalah penelitian yaitu, (1) masalah marginalisasi; (2) masalah stereotipe; (3) masalah kekerasan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Moleong (2010:217) “dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data

(7)

dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan”. Adapun cara pengumpulan data ialah: 1) peneliti membaca novel Trilogi Ronggeng Dukuh

Paruk karya Ahmad Tohari dengan cermat dan berulang-ulang, 2) peneliti mengidentifikasi data berdasarkan permasalahan yang diteliti, 3) peneliti mencatat semua data berdasarkan masalah yang diteliti yaitu: marginalisasi, stereotipe, dan kekerasan yang dialami tokoh utama perempuan dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, 4) peneliti mengelompokkan data sesuai dengan permasalahan yang ada, 5) peneliti mencatat data di kartu pencatat sesuai dengan masalah yang ada.

Pengumpul data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci dalam penelitian karena peneliti merupakan perencana, pelaksanam pengumpul data, penganalisis data, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelopor hasil penelitian. Selain peneliti sebagau instrumen kunci, alat pengumpul data yang juga digunakan oleh peneliti adalah kartu pencatat untuk mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi. Penggunakan teknik analisis isi karena menganggap objek yang diteliti sebagai sebuah teks yang memiliki unsur-unsur yang layak untuk dikaji. Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisisis data ialah: 1) membaca kembali data yang telah diklasifikasikan secara intensif, 2) mengidentifikasi tokoh lain yang memiliki keterkaitan dengan tokoh yang utama. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar peran tokoh lain untuk memperoleh gambaran lengkap tentang tokoh utama perempuan, 3) mengamati sikap penulis dengan karakteristik tokoh utama pada novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sikap penulis dalam menghadirkan tokoh utama perempuan yang kita amati dari kata-kata yang dituangkan pengarang dalam karya sastranya, 4) menganalisis dan menginterpretasikan tokoh utama sehingga memperoleh data yang berkaitan dengan marginalisasi, 5) menganalisis dan menginterpretasikan tokoh utama sehingga memperoleh data yang berkaitan dengan stereotipe, 6) enganalisis dan menginterpretasikan tokoh utama sehingga memperoleh data yang berkaitan dengan kekerasan, 7) Berkonsultasi kepada dosen pembimbing (Dr. Christanto Syam, M.Pd. dan Agus Wartiningsih, M.Pd.) mengenai hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti, 8) menyimpulkan hasil penelitian data sehingga diperoleh deskripsi tentang ketidakadilan gender pada novel Trilogi Ronggeng DukuhParuk karya Ahmad Tohari.

HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk pendekripsian ketidakadilan gender dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari serta pendeskripsian kemungkinan implementasi hasil penelitian dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia untuk peserta didik di sekolah. Terdapat tiga bentuk ketidakadilan gender yang terdapat di dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Parukkarya Ahmad Tohari. Bentuk-bentuk tersebut yaitu, 1) marginalisasi di lingkungan masyarakat, keluarga maupun pada diri sendiri. Tokoh utama menjadi korban, dia mengalami

(8)

pemiskinan berupa moral, pengetahuan, pendidikan, dan ekonomi, secara lahir dan batin dari beberapa orang yang memanfaatkan statusnya sebagai seorang ronggeng, 2) stereotipe yang dialami tokoh utama di lingkungan masyarakat berupa dikucilkan, direndahkan, dicemooh, dianggap murahan dan tidak terhormat, 3) kekerasan seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, kekerasan terselubung, kekerasam psikologis, kekerasan ekonomi, dan kekerasan karena kekuasaan dan kekuatan fisik laki-laki dialami tokoh utama perempuan dalam novel.

Pembahasan

Ketidakadilan gender yang dibahas dalam novel ini adalah seorang pemeran perempuan yang menjadi tokoh utama dalam novel. Setiap alur ceritanya perempuan selalu mengalami ketidakadilan gender berupa marginalisasi,

stereotipe, dan kekerasan dalam hidupnya. Perempuan tersebut adalah Srintil, gadis desa yang tidak berpendidikan dan tinggal di dukuh terpencil dan miskin. Srintil memiliki peranan yang protagonis yang sejak kecil sudah sering disakiti, dicemooh dan dimanfaatkan beberapa orang demi keuntungan pribadi.

Bentuk marginalisasi dalam novel ini adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh kaum laki-laki atau perempuan dengan tujuan tertentu. Proses marginalisasi tersebut dapat merugikan dan membuat korban mengalami kemiskinan dalam moral, pengetahuan, pendidikan, dan ekonomi, baik secara lahir maupun batin. Tindakan marginalisasi ini menempatkan atau memposisikan perempuan menjadi tidak berarti dan tidak memiliki kedudukan dalam kehidupan.

Marginalisasi yang dimaksud dapat terjadi dalam masyarakat, keluarga, dan diri sendiri. Marginalisasi dalam masyarakat sering dialami oleh perempuan, dengan adanya budaya patriarki perempuan sering mengalami ketidakadilan. Segala keputusan dititikberatkan kepada laki-laki, sedangkan pihak perempuan hanya melaksanakan segala keputusan yang ditentukan laki-laki. Marginalisasi dalam masyarakat terjadi pada peristiwa ritual bukak-klambu, sayembara jual-beli, pementasan ronggeng pada malam hari, perlakuan Kartareja dan istrinya serta perlakuan Bakar pada saat Srintil tampil pada acara Bakar.

Marginalisasi juga kerap terjadi di lingkungan keluarga, perempuan tidak diakui sebagai kepala keluarga. Perempuan tidak diperbolehkan memimpin dan memerintah di dalam suatu keluarga, budaya partriarki tetap mengutamakan laki-laki untuk segala hal. Karena kaum peremuan selalu dianggap lemah dan tidak diberi kepercayaan menjalankan segala hal atas dasar keinginannya. Marginalisasi dalam keluarga terjadi pada peristiwa bertayub, membalas budi kakek dan neneknya karena sudah merawatnya dari bayi, ritual bukak-klambu, di pasar Dawuan.

Selain marginalisasi dalam masyarakat dan keluarga, tindakan marginalisasi juga terjadi pada diri sendiri yang dialami oleh seseorang. Hal itu terjadi dikarenakan dalam diri perempuan sendiri timbul rasa tidak mampu, lemah, menyalahkan diri sendiri, menyingkirkan diri sendiri dan merasa tidak percaya diri. Adanya perasaan tidak yakin akan kemampuan diri sendiri menghipnotis seseorang untuk tidak bisa maju dan berkembang dalam hidup. Sikap seperti itu menjadikan seseorang tidak bisa berjuang dalam mempertahankan hidup, pendapat dan hak perempuan yang semestinya ada. Marginalisasi dalam diri

(9)

sendiri ini sangat merugikan dirinya sendiri, dan orang-orang disekitarnya. Marginaisasi dalam diri sendiri terjadi pada saat Srintil mulai putus asa, tidak mempunyai rasa percaya diri lagi dan menyerah menjadi dirinya sendiri karena begitu banyak cobaan dan masalah yang dialaminya.

Bentuk Stereotipe yang tampak pada novel ini adalah segala bentuk ucapan atau penilaian negatif seseorang terhadap tokoh utama perempuan. Hal itu menjadi penandaan yang merugikan korban yang belum tuntu penandaan tersebut sesuai dengan faktanya. Penandaan yang diberikan orang lain terhadap perempuan merupakan satu diantara bentuk diskriminasi yang dilekatkan pada diri perempuan. Stereotipeyang diberikan pada korban menimbulkan ketidakadilan di ruang lingkup masyarakat.

Stereotipe yang terjadi di dalam masyarakat tidak berdasarkan fakta yang sesungguhnya. Orang lain hanya memandang apa yang ada di depan matanya tanpa mencari tahu kebenarannya. Hal ini sangat merugikan perempuan yang menjadi korban Stereotipenya, dicap tidak baik, dicemooh sampai dipersalahkan akan terus dialami korban selama penandaan itu masih melekat pada dirinya.

Stereotipe dalam masyarakat terjadi pada saat seluruh masyarakat merendahkan warga Dukuh Paruk, saat Srintil berada di pasar Dawuan.

Bentuk kekerasan yang ada di dalam novel ini adalah ketidakadilan yang diekspresikan seseorang dalam bentuk tindakan, perkataan, atau sikap menyakiti korban secara fisik atau nonfisik yang didasarkan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki. Kekerasan dijadikan suatu perlakuan yang biasa saja, sangat keseharian dan tidak dianggap kejahatan, oleh karena itu masyarakat Dukuh Paruk tidak mempunyai keberanian untuk mempertanyakan, apalagi mempermasalahkannya. Untuk kalangan miskin dan bodoh seperti mereka tunduk dan patuh terhadap orang-orang yang mempunyai kekuasaan lebih baik daripada memberontak. Dalam situasi seperti itu, banyak orang memanfaatkan dirinya untuk melestarikan kekerasan itu terhadap kaum melarat, terutama kaum perempuan, seperti yang dialami Srintil. Kekerasan sering terjadi di ruang lingkup masyarakat.

Bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat tidak dapat dihindari, bermodalkan kekuasaan, kekuatan, dan kenekatan kekerasan itu bisa terjadi dan bisa menimpa siapa saja yang dianggap lemah. Budaya patriarki yang masih ada hingga sekarang menjadi salah satu faktor kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Kekerasan dalam masyarakat yang terjadi pada Srintil berupa kekerasan terselubung, fisik, psikologis, pelecehan sekual, kekerasan didasarkan kekuasaan emosi laki-laki dan kekerasan didasarkan kekuasaan sosial serta fisik laki-laki.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Pada bagian pendahuluan telah diungkapan bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan bentuk-bentuk ketidakadilan gender berupa marginalisasi, stereotipe dan kekerasan. Ketidakadilan gendermerupakan suatu tindakan yang lahir karena adanya pelestarian budaya partriarki, dengan begitu laki-laki lebih berkuasa daripada kaum perempuan baik di masyarakat ataupun di rumah tangga yang mengakibatkan perempuan mengalami dikriminasi.

(10)

Perempuan selalu lemah dihadapan laki-laki, oleh karena itu sering mengalami ketertindasan dan penyiksaan yang dengan sengaja atau tidak sengaja ditujukan untuk perempuan. Bentuk ketidakadilan gender yang terdapat di dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, yaitu 1) bentuk ketidakadilan gender yang dialami tokoh utama perempuan adalah marginalisasi. Tindakan marginalisasi dialami perempuan pada tokoh utama pada ruang lingkup masyarakat, keluarga dan diri sendiri, 2) tindakan Stereotipe juga dialami perempuan pada tokoh utama hanya pada ruang lingkup masyarakat, 3) tindakan kekerasan dialami perempuan pada tokoh utama pada ruang lingkup berupa kekerasan terselubung, kekerasan fisik, kekerasan psikologi, kekerasan dalam bentuk pelacuran, kekerasan pelecehan seksual dalam bentuk lelucon secara vulgar, kekerasan akibat kekuasaan dan kekuatan berdasarkan fisik, emosi serta sosial yang dimiliki laki-laki.

Saran

Penelitian ini disarankan untuk digunakan oleh guru Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mengajarkan apresiasi sastra pada jenjang SMA/MA kelas XII semester dua (genap). Hasil penelitian ini juga disarankan untuk dijadikan alternatif memberikan tindak lanjut terhadap peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah KKM. Caranya dengan memberikan hasil penelitian ini kepada peserta didik sehingga mereka mendapatkan pemahaman yang lebih dalam. Hal tersebut tentunya dilakukan dengan arahan dan bimbingan guru sebagai langkah pemberian remedial. Tidak kalah pentingnya hasil penelitian ini disarankan agar dijadikan sebagai acuan bagi peneliti berikutnya untuk Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dari segi yang berbeda. Penelitian ini juga menyampaikan saran kepada pembaca karya sastra sebaiknya bisa mengambil nila-nilai positif dalam karya sastra yang telah dibacanya dalam kehiidupan sehari-hari. Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk adalah novel yang bagus dan berkualitas, sehingga tidak ada salahnya jika membaca novel tersebut. Dan yang terpenting saran bagi kaum perempuan Indonesia dengan membaca novel ini akan memberikan sebuah pelajaran yang berharga kepada kaum perempuan, betapa pentingnya pendidikan dan harga diri untuk kaum perempuan agar tidak mudah terlena dengan janji mans para laki-laki, agar tidak mudah ditindas, ditipudaya dan dimanfaatkan laki-laki untuk tujuan tertentu. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan perbandingan dalam bertindak atau bertingkah laku agar bisa menjadi sosok perempuan yang lebih baik dari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Djajanegara, Soedarjati.2003. Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. Jakarta: Ikhar Mandiri.

(11)

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.

Fakih, Mansour. 2007. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Murniati, Nunuk P. 2004. Getar Gender (Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM).Magelang: Indonesiatera. Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengurus-Utamaanya Di Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Ramad Djoko. 2000. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Hadinita Graha Widya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar.

Sihite, Romany. 2007. Perempuan, Kesetaraan, Keadilan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sofia, Adib. 2009. Aplikasi kritis Sastra Feminis. Yoogyakarta: Citra Pustaka. Sugihastuti, Hadi Saptiawan. 2010. Gender & Inferioritas Perempuan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sugihastuti dan Suharto.2002. Kritik Sastra Feminis; Teori dan Aplikasinya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sulaeman, Munandar, dan Siti Homzah. 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan.

Referensi

Dokumen terkait

Komputer sebagai salah satu perangkat yang memanfaatkan teknologi digital, pada saat ini banyak digunakan untuk alat ukur yang memiliki

Disampaikan kepada masyarakat luas bahwa Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tegal melalui Pejabat Pengadaan Barang/Jasa telah melakukan proses Pengadaan Langsung pekerjaan

Situasi keamanan Suriah yang semakin memburuk akibat konflik bersenjata non internasional telah menyebabkan terjadinya tragedi kemanusiaan pada masyarakat sipil yang

Tahun Cetak / Pem- belian Harga (ribuan Rp) Ukuran Jumlah Asal usul Asal Daerah Barang Bercorak Kesenian /

Upaya-upaya khusus yang dilakukan Pe- merintah Sumatera Selatan adalah meningkat- kan komitmen kepala daerah dan stakeholder untuk dapat melaksanakan kegiatan penanaman

bottom ash (abu dasar) dan beberapa variasi waktu pengamatan. Sedangkan waktu pengamatan dilakukan setiap penambahan waktu 15 menit sampai waktu ikat akhir semen

Pada kasus ini telah terjadi di desa Sedayulawas yang mana seorang wanita janda memutus masa Iddah dengan menggugurkan kandunganya, agar segera menikah dengan laki-laki lain

Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu itu bersumber pada suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Dari pendapat