• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gangguan Kognitif Pasca Trauma Kapitis"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I PENDAHULUAN 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

II.1. TRAUMA KAPITIS 3

II.1.1. Definisi 3

II.1.2. Epidemiologi 3

II.1.3. Patofisiologi 3

II.1.4. Diagnostik pasca perawatan 4

II.2. GANGGUAN KOGNITIF PADA TRAUMA KAPITIS 4

II.2.1. Definisi 4

II.2.2. Patogenesis 5

II.2.3. Domain kognitif yang terganggu pada trauma kapitis 10

II.2.3.1. Memori 10

II.2.3.2. Bahasa 11

II.2.3.3. Konsentrasi dan atensi 11

II.2.3.4. Fungsi eksekutif 11

II.2.3.5. Visuospatial 11

II.2.4. Tes untuk menilai fungsi kognitif 11

II.2.5. Penatalaksanaan 12

II.2.5.1. Rehabilitasi kognitif 12

II.2.5.2. Terapi farmakologi 12

II.2.6. Prognosis 15

BAB III KESIMPULAN 16

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN

Trauma kapitis merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang penting. Setidaknya 10 juta kasus trauma kapitis cukup sering untuk menyebabkan kematian atau rawat inap terjadi setiap tahun. Di Amerika Serikat rata-rata sekitar 1,4 juta kasus trauma kapitis per tahun yaitu 1,1 juta yang datang ke unit gawat darurat, 235.000 ke rawat inap, dan 50.000 meninggal. Gangguan kognitif biasanya merupakan sekuel dari trauma kapitis sedang dan berat. Gangguan kognitif pasca trauma kapitis seperti gangguan memori dan konsentrasi, serta berkurangnya informatian processing speed dan gangguan fungsi eksekutif. Studi klinis menyatakan bahwa 15 % individu dengan trauma kapitis.1,5

Pada penelitian andi dkk (2013) mengenai gambaran status kognitif pada pasien cedera kepala yang telah diizinkan pulang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, didapatkan sebagian besar responden memiliki tingkat orientasi yang tidak penuh yaitu sebanyak 20 responden (66.7%). Berdasarkan kemampuan responden dalam registrasi didapatkan seluruh responden memiliki registrasi penuh yaitu 30 responden. Berdasarkan kemampuan responden dalam atensi atau perhatian didapatkan seluruh responden memiliki atensi atau perhatian penuh. Berdasarkan tingkat kemampuan mengingat kembali diketahui bahwa mayoritas responden memiliki kemampuan mengingat kembali yaitu 26 responden. Berdasarkan kemampuan dalam tingkat bahasa mayoritas responden memiliki kemampuan dalam meniru diketahui bahwa sebagian besar mayoritas responden memiliki kemampuan dalam bahasa yaitu 29 responden. Berdasarkan tingkat kemampuan dalam meniru diketahui bahwa sebagian besar responden tidak mampu yaitu 23 responden.2

Kebanyakan orang dengan trauma kapitis sedang sampai berat cenderung memiliki kesulitan dalam ketrampilan kognitif pada tahap awal. Umumnya, perbaikan terjadi selama beberapa tahun pertama setelah terjadinya trauma kapitis dan kemudian selanjutnya cenderung melambat. Meskipun sulit untuk memprediksi perbaikan alami yang terjadi, beberapa kasus penurunan kemampuan fungsi kognitif terjadi permanen setelah trauma kapitis.3

(3)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. TRAUMA KAPITIS II.1.1. Definisi

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer ataupun permanen.4

II.1.2. Epidemiologi

Insiden trauma kapitis di negara-negara berkembang adalah 200/100.000 populasi per tahun. Di Amerika serikat, sekitar 1,4 juta trauma kapitis terjadi setiap tahunnya. Di Indonesia kajadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera kepala sedang dan 10% termasuk cedera kepala berat.5,6

II.1.3. PATOFISIOLOGI

Patologi kerusakan otak akibat trauma kapitis dapat dikelompokkan atas dua stadium, utama yaitu cedera primer dan sekunder.4

1. Cedera otak primer (Primary Brain Injury)

Cedera otak primer merupakan hasil dari kerusakan mekanikal langsung yang terjadi pada saat kejadian trauma. Dapat terjadi akibat kecelakaan. Cedera primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak kandungan intrakranial oleh karena pergerakan yang tidak seimbang dari tengkoran dan otak.Patofisiologi cedera primer dapat dibedakan menjadi lesi fokal dan lesi difus. Cedera otak fokal (focal

brain injury) khas yang berhubungan dengan pukulan terhadap kepala yang

menimbulkan kontusio serebral dan hematoma. Cedera fokal mempengaruhi morbiditas dan mortalitas berdasarkan lokasi, ukuran, dan progresifitasnya. Cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) disebabkan oleh tekanan inersial yang sering berasal dari kecelakaan sepeda motor. Pada praktiksnya, diffuse axonal injury dan focal brain lessions sering terjadi bersamaan. Yang termasuk tipe cedera otak primer

(4)

4

ini diantaranya fraktur tengkorak, epidural hematom, subdural hematoma, intraserebral hematoma, dan diffuse axonal injury.4

2. Cedera otak sekunder

Cedera otak sekunder terjadi setelah trauma awal dan ditandai dengan kerusakan neuron-neuron akibat respon fisiologis sistemik terhadap cedera awal. Cedera sekunder melibatkan hasil kejadian vaskuler dan hematologi yang menyebabkan pengurangan dan perubahan cerebral blood flow (CBF) yang menimbulkan hipoksia dan iskemik. Faktor sekunder akan memberat cedera otak dikarenakan adanya laserasi otak, robekan pembuluh darah, spasme vaskuler, edem serebral, hipertensi intrakranial, pengurangan CBF, iskemik, hipoksia, dan lainnya yang dapat menimbulkan kerusakan dan kematian neuron.4

II.1.4. Diagnostik pasca perawatan4 1. Minimal (Simple Head Injury)

SKG 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada amnesia pasca trauma (APT), tidak ada defisit neurologi

2. Trauma kapitis ringan (Mild Head Injury)

SKG 13 – 15, Ct scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi operatif, rawat rumah sakit < 48 jam, APT < 1 jam.

3. Trauma kapitis sedang (Moderate Head Injury)

SKG 9 – 12 dan dirawat > 48 jam, atau SKG . 12 akan tetapi ada lesi operatif intrakranial atau abnormal Ct scan, pingsan > 30 menit – 24 jam, APT 1 – 24 jam. 4. Trauma kapitis berat (Severe Head Injury)

SKG < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24 jam, APT > 7 hari.

II.2. GANGGUAN KOGNITIF PADA TRAUMA KAPITIS II.2.1. Definisi

Fungsi kogntif adalah aktifitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan berbahasa. Fungsi kognitif meliputi kemampuan atensi serta eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi.7

(5)

5

II.2.2. Patogenesis

Derajat disfungsi kognitif pada trauma kapitis ditentukan oleh tingkat kerusakan pada otak baik kerusakan primer ataupun sekunder. Dampak langsung pada otak atau gaya geser (disebabkan oleh akselerasi atau deselerasi cepat) dari cedera primer menyebabkan kerusakan langsung pada neuron dan sel glia, pembuluh darah dan ketegangan akson. Insult primer mengaktivasi siklus dari efek cedera sekunder yang mencakup komplikasi sistemik dan mekanisme cedera seluler yang timbul selama jam sampai beberapa minggu setelah cedera primer. Gangguan sistemik termasuk edema, peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan perdarahan, semua berkontribusi terhadap penurunan alirah darah otak dan mengganggu metabolisme yang mengakibatkan iskemi. Iskemia yang disebabkan oleh gangguan sistemik ini memberikan kontribusi untuk inisiasi kaskade biokimia dan seluler termasuk eksitoksitas glutamat, kalsium yang berlebihan, pembentukan radikal bebas, disfungsi mitokondria, inflamasi, dan aktivasi gen pro-apoptosis. Proses cedera seluler mengakibatkan hilangnya sel neuronal oleh karena nekrosis (cepat, tidak terkontrol) dan keterlambatan program kematian sel. Program kematian sel terjadi oleh sejumlah mekanisme termasuk apoptosis, nekroptosis, dan autofagi. Banyaknya hilangnya sel pada trauma kapitis berkolerasi dengan defisit kognitif dan prognosis jangka panjang dalam studi klinis dan eksperimental.8

Selain hilangnya sel neuronal dan degenerasi aksonal, gangguan plastisitas sinaptik juga berkontribusi terhadap disfungsi kognitif terutama pada kasus trauma kapitis ringan dan sedang. Trauma kapitis menginduksi abnormalitas sistem neurotransmiter (misalnya kolinergik, monoaminergik, dan katekolamin) yang mana berperan penting dalam kogntif. Gangguan hemostasis kalsium pada trauma kapitis mempengaruhi sinyal pada protein kinase CaMKII dan MAPK, yang memaikan peranan penting dalam efektor fosforilasi yang terlibat dalam induksi long term potentiation (LTP) dan long term depression (LTD), kedua mekanisme molekuler yang medasari utama pembelajaran dan memori. Skema fase cedera primer dan sekunder pada trauma kapitis yang menyebabkan disfungsi kognitif terdapat pada gambar 1.8

(6)

6

Peningkatan ektraseluler glutamat adalah awal kejadian utama yang bertanggung jawab untuk intraseluler kalsium yang berlebihan dan kerusakan sekunder dari trauma kapitis. Kerusakan dari cedera primer membran sel yang mengakibatkan pelepasan glutamat kedalam ekstraseluler. Depolarisasi membran akibat cedera yang disebabkan ketidakseimbangan ion dapat mengakibatkan pelepasan vesikular dari glutamat. Sementara cedera yang disebabkan deplesi energi juga dapat menyebabkan kegagalan dalam penyerapan glutamat ekstraseluler oleh ATP-dependet glial gluatamate trasnporters. Secara bersama-sama mekanisme ini meningkatkan glutamat ekstraseluler pada trauma kapitis.8

Eksitositas menyebabkan cedera neuronal dalam dua fase. Pada tahap pertama ditandai dengan pembengkakan neuronal oleh sodium-dependent akibat aktivasi ionotropik reseptor glutamatergik mengakibatkan pembukaan kanal natrium sehingga masuknya ion Na+

(dan ion Ca++), keluarnya ion K+, yang kemudian diikuti oleh tertundanya calcium dependent

degenerasi neuronal. Masuknya ion Na+ yang menyebabkan depolarisasi membran, membuka

voltage dependent calcium channels, dan menghilangkan blok pada reseptor NMDA

menyebabkan masuknya lebih banyak dari kalsium ke sitosol. Masuknya kalsium lebih lanjut diperkuat oleh perubahan dalam komposisi subunit reseptor AMPA (hilangnya subunit GluR2) membuat lebih kalsium permeabel. Selain sebagai inotropik, reseptor gluatamat juga

(7)

7

dapat mengaktifkan metabotropik reseptor glutamat sehingga merangsang pembukaan voltaged gated calcium dan selanjutnya lebih meningkatkan masuknya kalsium. Proses masuknya kalsium dikombinasi dengan kegagalan energi menginisiasi pelepasan penyimpanan intraseluler ion kalsium (Gambar 2).8

Kadar kalsium intraseluler yang berlebihan memicu aktivasi kaskade sekunder biokimia, yang akhirnya mengakibatkan inisiasi kematian sel terprogram dan hilangnya neuron dan sinapsis didaerah otak yang rentan seperti hipokampus yang menghasilkan disfungsi kognitif. Peningkatan kalsium intraseluler menginisiasi banyak jalur seluler termasuk aktivasi fosfolifase seperti calcineurin (CaN), protease termasuk calpains dan caspases, faktor transkripsi seperti c-Fos, c-Jun, dan c-myc, Nitrit Oxide Syntase (NOS) serta

DNA degrading endonucleas. Overaktivasi atau overproduksi dari setiap molekul tersebut

dapat menyebabkan degradasi komponen sitoskeletal, disfungsi mitokondria, stres oksidatif, dan aktivasi gen pro-apoptosis (Gambar 2 ).8

(8)

8

Disfungsi mitokondria juga memainkan peranan penting dalam disfungsi kogntif pada trauma kapitis. Defisit dalam bioenergetika mitokondria terjadi cepat pada trauma kapitis (kurang dari 1 jam) dan dapat bertahan sampai 14 hari. Kerusakan struktural dan fungsional yang signifikan dari mitokondria menghasilkan kalsium yang berlebihan pada mitokondria. Setelah trauma, kalsium intraseluler yang berlebihan dapat melemahkan kemampuan penyangga mitokondria menyebabkan pembentukan mitochondrial permeability transport

pore (mPTP). Sebagai konsekuensi pembentukan mPTP adalah hilangnya potensial membran

mengakibatkan uncoupling transpor elektron dari produksi ATP dan pelepasan faktor proapoptosis (sitokrom c dan AIF) dan aktivasi dari jalur kematian sel. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa memblokir komponen penting dari pembentukan mPTP pada tikus eksperimen yang mengalama trauma kapitis menggunakan siklosporin A dan analog siklosporin seperti NIM811 dapat meningkatkan fungsi mitokondria dan kinerja kognitif.8

Selain itu, hasil pembentukan mPTP dalam produksi Reactive Oxygen Species (ROS) menghasilkan radikal bebas dan menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel-sel. Kerusakan oksidatif memainkan peran penting dalam aktivasi jalur kematian sel, cedera aksonal dan gangguan plastisitas sinaptik menyebabkan defisit kognitif pasca trauma kapitis. Reactive

Oxygen Species yang dihasilkan disfungsi mitokondria dan ROS yang dihasilkan melalui

aktivasi glutamate-mediated NMDAR dapat membentuk reactive species peroxynitrite, yang merupakan toksik untuk sel. Peroksinitrit menginduksi nitrasi protein, peroksidasi lipid dan fragmentasi peroksidasi DNA mengaktifkan caspase independent kematian sel apoptosis. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa pengurangan stres oksidatif dapat meningkatkan fungsi kognitif pada trauma kapitis.8

Trauma kapitis diinduksi neuroinflamasi adalah proses yang sangat kompleks dengan kedua komponen neuroprotektif dan neurotoksik. Pada trauma kapitis, astrosit dan mikroglia di sistem saraf pusat berespon terhadap gangguan sawar darah otak. Glia yang teraktivasi mengeluarkan berbagai sitokin proinflamasi dan kemokin yang neurotoksik. Sitokin pro inflamasi Tumor Necrosis Factor (TNF), Interleukin1β (IL-1β) dan Interleukin-6 (IL-6) telah terbukti meningkat dalam beberapa jam dari trauma kapitis. Peningkatan reseptor sitokin mengaktifkan sejumlah sinyal intraseluler termasuk c-Jun N-terminal kinase (JNK), p38 mitogen activated protein kinase (p38/MAPK) dan extracellular signaling-related kinase (ERK) yang memainkan peranan plastisitas sinaptik. Selanjutnya, sitokin yang terikat dapat mencetuskan kematian sel melalui aktivasi caspase. Selain mensekresikan sitokin, mikroglia telah dibuktikan mensekresikan zat tambahan termasuk ROS dan spesies nitrogen bersama dengan glutamat, yang dalam kondisi normal memainkan peran penting dalam transmisi saraf

(9)

9

namun menjadi dalam keadaan inflamasi yang selanjutnya berkontribusi terhadap kematian sel. Respon neuroinflamasi pada trauma kapitis terjadi persisten dengan terdeteksi inflamasi setidaknya satu tahun pasca cedera pada hewan dan bertahun-tahun pada manusia. Neuroinflamasi dan aktivasi mikroglia kronik telah terbukti berperan penting dalam disfungsi kognitif pasca trauma kapitis.8

Perbaikan pada tehnik pencitraan telah memungkinkan deteksi kerusakan white

matter yang luas pada kasus trauma kapitis ringan sampai sedang. Dahulu, kebanyakan teori

menyatakan bahwa pemisahan aksonal terjadi karena robeknya dan bergesernya akson selama cedera primer. Namun, sekarang diketahui bahwa trauma kapitis disebabkan degenerasi aksonal sebagai akibat sekunder aktivasi dari biokimia dan kaskade cedera seluler.8

Selanjutnya, reseptor dopamin (DA) yang banyak terdapat didaerah otak yang cedera akibat trauma kapitis, seperti korteks bagian frontal dan striatum, yang penting untuk fungsi kognitif. Hipokampus yang juga penting untuk fungsi kognitif tidak memiliki banyak ekspresi reseptor DA, tetapi tergantung pada aktivitas DA untuk memodulasi fungsi. Pada gambar 3 merupakan gambaran sistem saraf pusat pada tikus yang menunjukkan proses cedera yang terjadi pada trauma kapitis dan hubungan langsung terhadap dopaminergik yang penting untuk kognisi. Sebagai ilustrasi, trauma kapitis memiliki dampak yang luas pada anatomi dan fungsi otak didaerah dopaminergik. Jalur asending dopaminergik di sistem saraf pusat dapat dibagi menjadi dua sistem utama yaitu yang pertama jalurnigrostriatal (substasia nigra (SN) menginervasi striatum) dan jalur mesokortikolimbik (area ventral tegmental (VTA) memproyeksi ke korteks prefrontal (PFC), hipokampus, amigdala, dan nucleus

accumbens (NAcc).9

Striatum yang meliputi NAcc dan putamen kaudatus, sebagai bagian anatomi yang membantu fungsi terkait dengan dorsolateral projecting to the prefrontal cortex (DLPFC), namun juga menerima input dari berbagai area otak termasuk hipokampus dan korteks limbik. Dorsolateral projecting to the prefrontal cortex memproyeksikan ke kaudatus dan terdapat jalur balik ke DLPFC melalui talamus. Karena hubungan tersebut kompleks dengan struktur kortikal dan subkortikal melalui proyeksi Dopaminergik, striatum merupakan lokasi utama untuk mediasi fungsi kognitif manusia. Studi telah menunjukkan bahwa striatum dan DLPFC pengting untuk fungsi eksekutif dan working memory. Terdapat bukti bahwa sistem dopamin pada manusia berubah pada manusia setelah trauma kapitis berdasarkan laporan bahwa neurostimulan bermanfaat dalam terjadinya defisit kognitif dan data menunjukkan terjadi perubahan transporter binding dopamin setelah trauma kapitis.9

(10)

10

Gambar 3. Trauma kapitis menginduksi kerusakan sistem dopamin di otak tikus menunjukkan gangguan dalam struktur dopamin. Daerah yang terlibat asending dan desending jalur dopaminergik yang rusak setelah trauma kapitis.9

Pada penelitian Kinnunen dkk (2010) mengenai kerusakan white matter dan gangguan kognitif setelah trauma kapitis menyatakan bahwa fungsi kognitif yang biasanya terganggu adalah memori dan fungsi eksekutif tergantung pada aktivitas yang koheren dari luas didistribusikan jaringan otak. Jaringan otak tersebut dihubungkan oleh traktus white matter yang mungkin rusak pada trauma kapitis akibat diffuse axonal injury. Lokasi dari kerusakan white matter menentukan fungsi kognitif. Struktur forniks berkolerasi dengan pembelajaran dan memori, sementara struktur koneksi lobus frontal berhubungan dengan fungsi eksekutif. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara struktur white matter dengan kognitif.10

II.2.3. Domain kognitif yang terganggu pada trauma kapitis II.2.3.1. Memori

Gangguan memori setelah cedera otak termasuk kehilangan memori mengenai peristiwa dan informasi tentang kehidupan sebelum kejadian dan juga masalah belajar atau mengingat informasi baru.

1. Amnesia retrograd : hilangnya memori mengenai kejadian dan informasi yang mengarah ke cedera, yang dapat terjadi beberapa menit, jam, hari, minggu, atau tahun. 2. Post Traumatic Amnesia (PTA) adalah hilangya memori setelah cedera. Bisa terjadi dalam detik ke tahun, bahkan beberapa orang tidak memiliki pengembalian fungsi memori selamanya.

3. New learning adalah kesulitan dalam belajar dan mengingat informasi baru yang biasanya terjadi pada pasien trauma kapitis dan sering dapat mempengaruhi

(11)

11

kemampuan untuk mengingat informasi tentang diri sendiri, janji, peristiwa atau apa yang orang katakan. Meskipun beberapa orang masih memiliki ingatan jangka panjang yang baik (misalnya mengenai masa kanak-kanak dan riwayat keluarga).3

II.2.3.2 Bahasa

Kemampuan berbahasa pada orang dewasa dengan trauma kapitis telah dievaluasi menggunakan tes afasia. Tes ini standar menginditifikasi defisit bahasa dasar termasuk kefasihan, recall, penamaan, pengulangan, kompleksitas sintaksis dan kategorisasi.3

II.2.3.3. Konsentrasi dan atensi

Pada penelitian firdous dkk (2014) didapatkan gangguan atensi sebesar 26,7% pada pasien tiga bulan setelah trauma kapitis ringan sampai sedang.11

II.2.3.4. Fungsi eksekutif

Gangguan fungsi eksekutif pada trauma kapitis adalah pasien kesulitan untuk menyelesaikan masalah sehari-hari karena tidak dapat membuatb solusi sendiri, terkadang ada yang dapat membuat solusi namun tidak dapat memprediksi kapan masalah akan timbul, dan dapat juga mengalami kesulitan mengatur dan memprioritaskan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.12

II.2.3.5. Visuospatial

Pada penilitian firdous dkk (2014) didapatkan defisit visuospatial sebesar 50% pada pasien tiga bulan setelah trauma kapitis ringan sampai sedang.12

II.2.4. Tes untuk menilai fungsi kognitif

Penilaian fungsi kognitif umumnya digunakan dalam screening gangguan fungsi kognitif, menilai derajat keparahan dari gangguan fungsi kognitif dan atau memantau perjalanan penyakitnya.13

Ada banyak instrumen yang dapat digunakan dalam menilai fungsi kognitif. Instrumen-instrumen ini bervariasi dalam hal waktu pemeriksaan. Beberapa diantaranya dapat dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari 1 menit) dan yang lain merupakan suatu penilaian neurofisiologi formal yang dapat memakan waktu hingga beberapa jam. Penggunaan keduanya bergantung pada waktu pemeriksaan yang tersedia dan tujuan dari dilakukannya pemeriksaan.13

(12)

12

Pada penelitian Wong dkk tahun 2013 tentang validasi Montral Cognitive Assessment (MoCA) pada pasien trauma kapitis dengan perdarahan intrakranial didapatkan bahwa MoCA mudah diaplikasikan dan secara signifikan berkolerasi dengan outcomes yang baik pada pasien dengan perdarahan intrakranial.14

Pada penelitian de Guise dkk tahun 2013 yang membandingkan MoCA dengan Mini Mental State Examination (MMSE) pada pasien trauma kapitis didapatkan MoCA dan MMSE memiliki fungsi yang sama dalam memprediksi outcome.15

II.2.5. Penatalaksanaan II.2.5.1. Rehabilitasi kogntif

Rehabilitasi kognitif adalah suatu terapi yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan penerapan kognitif dalam kehidupan sehari-hari. Intervensi ini dapat membentuk kembali atau memperkuat keterampilan yang dipelajari sebelumnya, mengembangkan strategi kompensasi defisit kognitif, dan atau menfasilitasi adaptasi kognitif. Rehabilitasi kognitif meliputi General Cognitive Rehabilitation Interventions seperti intervensi pada domain kognitif tertentu.16

General Cognitive Rehabilitation Interventions

Rehabilitasi neuropsikologi komprehensif-holistik dianjurkan selama rehabilitasi pasca trauma kapitis untuk mengurangi kecacatan kognitif dan fungsional untuk pasien trauma kapitis sedang sampai berat. Pendekatan terapi meliputi rehabilitasi kognitif, terapi disiplin khusus (terapi fisik, okupasi, dan bicara) serta terapi individu dan kelompok yang diarahkan pada keterampilan metakognitif, emosional, interpersonal, dan fungsional. Dalam hal ini, psikoterapi individu dan kelompok menekankan fungsi emosional, perilaku, dan interpersonal yang dapat menfasilitasi keberhasilan dari intervensi kognitif spesifik.16

2.2.5.2. Terapi farmakologi

Farmakoterapi dari gangguan kognitif akibat sekunder dari trauma kapitis merupakan terapi adjuvan dari intervensi nonfarmakologi. Terdapat banyak obat yang berpontensi sebagai terapi gangguan kognitif pasca trauma kapitis. Namun, rekomendasi obat-obat tersebut relatif terbatas.16

1. Uncompetitive N-Methyl-D-Aspartate Receptor Antagonists

Amantadin dan memantin merupakan kelompok senyawa adamantanamine. Mekanisme utama obat tersebut adalah antagonis kompetitif kompleks reseptor NMDA melalui ikatan phencyclidine dalam kaitannya dengan kanal ion. Antagonis glutamatnergik inhibitor pada

(13)

13

presinaps neuron dopaminergik secara sekunder meningkatkan neurotransmisi dopamin. Agen ini juga diakui memiliki beberapa efek tambahan pada dopaminergik neurotransmisi, meningkatkan pelepasan dopamin, menurunkan reuptake presinaptik dopamin, stimulus reseptor dopamin, dan atau meningkatkan sensitivitas reseptor dopamin postsinaps.16

Pengobatan dengan amantadin dalam beberapa hari pertama setelah trauma kapitis meningkatkan arousal pada satu minggu pasca cedera. Efek klinis muncul karena trauma yang disebabkan eksitotoksitas glutamat selama periode pasca cedera awal dari pelepasan dopamin, yang mana gangguan fungsional tersebut mengganggu dopamin otak oleh neurotrauma biomekanik. Sebaliknya, amantadin memediasi pemulihan fungsi kogntif selama periode pasca cedera setelah trauma kapitis. Efek menguntungkan amantadin pada atensi, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif dan fungsi kogntiv umum selama subakut atau periode akhir pasca cedera pada trauma kapitis sedang sampai berat.16

Dosis standar 25 – 200 mg dua kali sehari (dosis harian tidak melebihi 400 mg per hati). Kontraindikasi pada kehamilan dan menyusui. Pasien dengan riwayat kejang harus hati-hati dipantau untuk perubahan aktivitas kejang. Pasien dengan gagal jantung kongestif juga perlu pemantauan. Amantadin dapat mempontensiasi efek dari agen antikolinergik dan psikostimulan lainnya. Triamterin / hidroklortiazid dapat menurunkan ekskresi ginjal dari amantadin. Efek samping sakit kepala, mual, diare, anoreksia, pusing, hipotensi ortostatik, ansietas, iritabilitas, depresi, halusinasi dapat terjadi selama penggunaan amantadin. Psikosis dan kebingungan dapat terjadi pada dosis tinggi.16

2. Catecholamine Augmentation

Metilphenidat seperti dekstroamfetamin dan garam amfetamin campuran lainnya, meningkatkan kada dopamin dan norepinefrin di otak melalui pelepasan dan pada dosis tinggi, blok monoamin reuptake dan menghambat monoamin oksidase. Selama periode subakut dan periode akhir pasca trauma kapitis, metilphenidat dapat meningkatkan

hypoarousal, atensi, processing speed, fungsi kognitif umum. 16

Dosis standar dimulai dari 5 mg dua kali sehari yang diberikan pagi hari dan tengah hari. Kontraindikasi pada pasien yang menggunakan MAOI, hamil, dan menyusui. Metilphenidat dapat mengeksarsebasi ansietas, psikosis, sindrom tourette’s, tics, glaukoma, hipertensi. Efek samping dari obat ini adalah ansietas, irritabilitas, insomnia, dan disforia. Metilphenidat mungkin menekan nafsu makan, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. 16

(14)

14

3. Bromokriptin

Bromokriptin bekerja langsung pada reseptor dopamin 2 (D2). Pada dosis rendah, bromokriptin bekerja sebagai reseptor D2 di presinaps, sehingga mengurangi pelepasan dopaminergik dan fungsi dopaminergik pada sistem neural. Bromokriptin meningkatkan fungsi eksekutif. Bromokriptin tidak menunjukkan perbaikan working memory atau atensi. 16

Dosis standar 2,5 – 7,5 mg dua kali sehari, dosis maksimal 100 mg per hari. Kontraindikasi pada hipertensi yang tidak terkontrol, hipersensitivitas terhadap alkaloid ergot, menyusui, kehamilan. Interaksi obat bromokriptin menurunkan efektifitas antidopaminergik. Efek samping obat ini adalah dizziness, mengantuk, sinkop, mual, muntah, kram perut, konstipasi, dan diare.16

4. Donepezil

Donepezil bekerja sentral sebagai inhibitor selektif asetilkoliesterase. Penggunaan donepezil dapat meningkatkan atensi dan memori yang terganggu selama periode subakut cedera kepala. Pada periode akhir cedera, donepezil meningkatkan atensi dan memori. 16

Dosis yang diberikan 5 – 10 mg perhari. Kontraindikasi hipersensitivitas donepezil dan turunan piperidin, kehamilan dan menyusui. Efek samping sakit kepala, diare, muntah, insomnia, kram otot, nyeri, mimpi buruk. 16

5. Rivastigmin

Rivastigmin menghambat asetilkolinesterase dan butirilkolinesterase. Mekanisme kerja obat ini pada fungsi kolinergik otak. Pengobatan dengan rivastigmin meningkatkan atensi dan

woking memory. 16

Dosis yang diberikan 1,5 – 6 mg dua kali sehari. Kontraindikasi pada hipersensitivitas dengan karbamat, kehamilan, dan menyusui. Efek samping obat sakit kepala, mual, diare, muntah, dizziness, berkeringat. 16

6. Cytidine 5′-Diphosphocholine (citicolin)

Cytidine 5’-diphosphocoline meningkatkan metabolisme otak, meningkatkan aktivitas ddopamin, norepinefrin, dan asetilkolin. Pengobatan dengan citicolin pada trauma kapitis sedang dan berat meningkatkan gangguan kognitif, gangguan motorik, dan gangguan psikiatri. 16

Dosis yang diberikan 1 -2 gram perhari. Kontraindikasi pada kehamilan, dan menyusui. Efek samping yang jarang terjadi insomnia, penglihatan kabur, sakit kepala, mual, diare, perubahan tekanan darah, dan nyeri dada. 16

(15)

15

II.2.6. Prognosis

Perbaikan pada fungsi kognitif dan neurobehavioral pada pasien dengan trauma kapitis sedang sampai berat terjadi pada 6 bulan pertama setelah cedera dan berlangsung selama 18 bulan atau lebih. Pasien dengan riwayat cedera kepala meningkatkan risiko terjadinya demensia dikemudian hari. 17

Disabilitas yang lebih tinggi ditemukan satu tahun setelah cedera kepala dengan gangguan kognitif yang muncul tiga bulan setelah cedera kepala. Gangguan kognitif pada fase awal dapat merupakan faktor risiko disabilitas pada masa yang akan datang. 1

(16)

16 BAB III

KESIMPULAN

Gangguan kognitif biasanya merupakan sekuel dari trauma kapitis sedang dan berat. Gangguan kognitif pasca trauma kapitis seperti gangguan memori dan konsentrasi, serta berkurangnya informatian processing speed dan gangguan fungsi eksekutif.

Derajat disfungsi kognitif pada trauma kapitis ditentukan oleh tingkat kerusakan pada otak baik kerusakan primer ataupun sekunder. Gangguan sistemik termasuk edema, peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan perdarahan, semua berkontribusi terhadap penurunan alirah darah otak dan mengganggu metabolisme yang mengakibatkan iskemi yang berkontribusi untuk inisiasi kaskade biokimia dan seluler termasuk eksitoksitas glutamat, kalsium yang berlebihan, pembentukan radikal bebas, disfungsi mitokondria, inflamasi, dan aktivasi gen pro-apoptosis. Banyaknya hilangnya sel pada trauma kapitis berkolerasi dengan defisit kognitif dan prognosis jangka panjang dalam studi klinis dan eksperimental.

Ada banyak instrumen yang dapat digunakan dalam menilai fungsi kognitif. MoCA mudah diaplikasikan dan secara signifikan berkolerasi dengan outcomes yang baik pada pasien dengan perdarahan intrakranial. Pada penelitian de Guise dkk tahun 2013 didapatkan MoCA dan MMSE memiliki fungsi yang sama dalam memprediksi outcome.

Terapi bertujuan untuk mengembalikan keterampilan yang hilang serta mengimbangi kemampuan yang telah diubah secara permanen. Terapi dalam gangguan kognitif pasca trauma kepala dibagi menjadi dua yaitu terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis.

Disabilitas yang lebih tinggi ditemukan satu tahun setelah cedera kepala dengan gangguan kognitif yang muncul tiga bulan setelah cedera kepala. Gangguan kognitif pada fase awal dapat merupakan faktor risiko disabilitas pada masa yang akan datang.

(17)

17 DAFTAR PUSTAKA

1. Skandsen T, Finnanger TG, Andersson S, Lydersen S, Brunner JF, and Vik, A. Cognitive impairment 3 months after moderate and severe traumatic brain injury: A prospective follow-up study. Arch Phys Med Rehabil. 2010. 91: 1904 – 1913.

2. Krisandi AE, Utomo W, dan Indriati G. Gambaran Status Kognitif pada pasien cedera kepala yang telah diizinkan pulang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. 2013. 1-8.

3. Wilson C. Cognitive Impairment Followin Brain Injury. Clinical Psychologist. Available from : www.wales.nhs.uk/.../Cognitive%20Impairment%20Following%20Head...

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi). Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma spinal. Perdossi. Jakarta. 2006.

5. Langlois JA, Brown WR, and Wald MM. The Epidemiology and Impact of Traumatic Brain Injury. Journal Head Trauma Rehabilitation. 2006; 21(5): 375-378.

6. Salmond CH, Chatfield DA, Menon DK, Pickard JD, and Sahakian BJ. Cognitive sequelae of head injury: involvement of basal forebrain and associated structures. Brain. 2005; 128: 189-200.

7. Strub RL, and Black FW. The Mental Status Examination in Neurology. 4thed. FA. Davis Company. Philadelphia. 2000.

8. Walker KR, and Tesco G. Molecular mechanisms of cognitive dysfunction following traumatic brain injury. 2013; 29(5): 1-25.

9. Bales JW, Wagner AK, Kline AE, and Dixon CE. Persistent cognitive dysfunction after traumatic brain injury: A dopamine hypothesis. Neurosci Biobehav Rev. 2009; 33(7): 981-1003.

10. Kinnunen KM, Greennwood R, Powell JH, Leech R, Hawkins PC, Bonnelle V, et all. White matter damage and cognitive impairment after traumatic brain injury. Brain. 2011: 134(2); 449-463.

11. War FA, Jamuna R, and Arivazhagan A. Cognitive ans sexual functions in patients with traumatic brain injury. Asian J Neurosurg. 2014: 9(1); 29–32.

(18)

18

12. Kennedy MR, Coelho C, Turkstra L, Ylvisaker M, Sohlberg MM, Yorkston K, et all. Intervention for executive functions after traumatic brain injury: A systematic review, meta-analysis and clinical recommendations. Neuropsychol Rehabil. 2008: 18(3); 257-299.

13. Woodford HJ, and George J. Cognitive assessment in the elderly: a rivew of clinical methods. Q J Med. 2007: 100;469-484.

14. Wong GK, Ngai K, Lam SW, Wong A, Mok V, and Poon WS. Validity of the Montreal Cognitive Assessment for traumatic brain injury patients with intracranial haemorrhage. Brain Inj. 2013: 27(4): 394-398.

15. de GE, Leblanc J, Champoux MC, Alturki AY, Lamooureux J, Desjardins M, et all. The mini-mental state examination and the Montreal Cognitive Assessment after traumatic brain injury: an early predictive study. Brain inj. 2013. 27(12); 1428-1434.

16. Wortzel HS, and Arciniegas DB. Treatment of Post Traumatic Cognitive Impairments. Curr Treat Options Neurol. 2012: 14(5); 493-508.

17. Vincent AS, Spencer TM, and Cernich A. Cognitive changes and dementia risk after traumatic brain injury: Implications for aging military personnel. Alzheimer & dementia. 2014: 174-187.

Referensi

Dokumen terkait

pertumbuhan dan produksi adalah pada air tanah kapasitas lapang.terdapat interaksi sangat nyata antara varietas dan kadar air tanah terhadap tinggi tanaman umur 45

Pengecualian dari instrumen ekuitas tersedia untuk dijual, jika, pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara

Selain itu, pelaksanaan program surveilans oleh unit kesehatan belum terintegrasi secara menyeluruh dan perlunya kehadiran petugas kesehatan di tengah-tengah

Formula ODTs pravastatin sodium dengan superdisintegrant crospovidone 4% : croscarmellose sodium 4% memiliki karakteristik fisik tablet yang paling baik sebagai ODTs dalam

Analisis isi adalah Teknik mengumpulkan dan menganalisis isi dari sebuah teks.27 Menurut Budd, analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan

diperlukan dengan beberapa alasan, yaitu : sanksi diberikan setelah semua cara lain yang digunakan tidak mampu merubah perilaku buruk siswa, pemberian sanksi harus hati-hati,

Oleh Ni Made Sinta Wedarini (2013) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh kualitas produk terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan telkom flexi yang mengatakan bahwa

Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : Apakah metode drill dapat meningkatkan penguasaan pendidikan agama Islam materi