• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

8   

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN

MODEL PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan tentang data berupa literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini. Bagian ini terdiri dari: kajian pustaka, kerangka berpikir, konsep, landasan teori, dan model penelitian. Kajian pustaka menguraikan tentang penelitian-penelititan terdahulu terkait dengan studi penelitian yang akan dilakukan. Landasan teori dan konsep berperan sebagai background knowledge. Model penelitian menggambarkan peran teori dalam memecahkan rumusan masalah studi penelitian yang disajikan dalam bentuk skema.

2.1 Kajian Pustaka

Terdapat beberapa hasil penelitian baik berupa jurnal, atau tesis, oleh para peneliti didalam maupun luar negeri, yang berkaitan dengan topik penelitian yang akan dilaksanakan. Penelusuran dilakukan untuk dapat membandingkan dan juga mengetahui korelasi antara penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian yang akan dilaksanakan.

2.1.1 Kriteria Pemanfaatan Ruang Kota Berlandaskan Tata Nilai Tradisional Bali di Kawasan Warisan Budaya di Pusat Kota Denpasar

Penelitian ini merupakan tesis dari Mayun (2002), dari Universitas Diponegoro Semarang. Tesis ini diangkat sebagai penelitian mengingat pusat Kota Denpasar yang sudah berkembang sedemikian pesatnya, yang mengakibatkan terjadinya perkembangan kebutuhan manusia. Hal ini

(2)

9   

mengakibatkan terjadinya fungsi-fungsi ruang kota yang bersifat modern. Pada satu sisi banyak fungsi-fungsi tradisional yang harus dipertahankan. Untuk mengatasi konflik tersebut dilakukanlah penelitian ini yang pada akhimya dapat menemukan kriteria-kriteria yang dapat digunakan memanfaatkan ruang kota berlandaskan tata nilai tradisional Bali di kawasan warisan budaya di pusat Kota Denpasar.

Dalam penelitian ini digunakan penelitian secara kualitatif dengan alat analisis deskriptif kualitatif dan Metode Delphi. Metode Delphi adalah teknik komunikasi terstruktur yang pada awalnya dikembangkan sebagai metode peramalan sistematis dan interaktif yang bergantung pada sekelompok pakar. Nama metode ini diambil dari nama Orakel Delfi, pendeta-pendeta wanita dari Yunani yang terkenal dengan ketepatan ramalan mereka.

Metode Delphi dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa ramalan atau putusan yang berasal dari kelompok individu yang terstruktur lebih akurat daripada yang berasal dari kelompok yang tidak terstruktur (Wright, 2001).

Dalam deskriptif kualitatif diuraikan mengenai kawasan warisan budaya, kehidupan berbudaya masyarakat dan perkembangan fungsi-fungsi modern di pusat Kata Denpasar. Metode Delphi digunakan untuk memanfaatkan ruang kota berlandaskan tata nilai tradisional Bali. Dari analisis ini akan didapat output

berupa kriteria-kriteria pemanfaatan ruang kota berlandaskan tata nilai tradisional Bali di kawasan warisan budaya di pusat Kota Denpasar. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat sembilan kriteria, yaiitu: pembagian pusat kola secara makro, pembagian secara mikro dalam desa adat, kawasan pempatan agung,

(3)

10   

mempertahankan identitas kota, mempertahankan permukiman tradisional, melestarikan kegiatan ritual, pembagian zona bersifat fleksibel, melibatkan peran serta pemerintah dan masyarakat serta menyediakan ruang peralihan berupa ruang kosong.

Dari kriteria-kriteria yang telah didapat, dicoba untuk diimplementasikan ke dalam ruang kota di pusat Kota Denpasar. Maka didapat pembagian ruang kota secara makro dibagi mulai dari core area sebagai zona utama dan diikuti dengan zona madya dan nista pada zona berikutnya. Pembagian secara mikro berdasarkan pola nyatur desa pada setiap desa adat. Diperhatikan juga agar menggunakan identitas kota berkaitan dengan Kota Denpasar sebagai kota budaya.

Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan bahwa dengan semakin berkembangnya jaman dan kebutuhan manusia, mengakibatkan perubahan yang terjadi dari fungsi tradisional ke fungsi modem. Tetapi ada pula fungsi-fungsi tradisional yang harus tetap dipertahankan (dikonservasi ) karena keberadaan fungsi-fungsi tersebut sangat berpengaruh terhadap keberadaan Iingkungan atau kawasan sekitamya.

Fungsi-fungsi tradisional yang harus tetap bertahan, yaitu: puri (tempat tinggal kaum bangsawan), yang merupakan salah satu elemen dari perempatan agung serta pura dalam satu kawasan desa adat, karena keberadaan pura

(4)

  Fu (sudah m perkantora atau pengi pertokoan dipertahan fungsi tra karena keb 2.1.2 Ca Ca tetapi suat tersendiri Ga   ungsi-fungs mengalami k an atau bank inapan . Al u n. Tetapi nkan sebag adisional da beradaanny atuspatha, K atuspatha di tu simpang dan disepa ambar 2.1 Has si tradision konversi), k. Pasar ber un-alun seb keberadaa gai ruang t apat beruba a menjadi t Konsep, Tr i Bali diarti g empat (cr dankan den sil Penelitian P (Sum nal yang su seperti m rubah menj bagian besar an alun-a terbuka kot ah menjadi olok ukur a ransformas ikan bukan rossroads) y ngan pempa Pempatan Ag mber: Mayun, udah beruba misalnya: W jadi perkant r telah men alun yang a. Dapat d fungsi mod atau prinsip d

si, dan Peru

sekedar sim yang memil atan agung. gung Catur Mu , (2002) ah menjadi Wantilan b toran, kawa ngalami peru masih disimpulkan dem, kecual dalam suatu ubahan mpang empa liki nilai sa Di zaman uka dan Puri S

i fungsi m berubah me asan perdaga ubahan me bertahan n bahwa fu li pura dan u kawasan. at atau pem akral dan m kerajaan di Satria 11  odem enjadi angan enjadi agar ungsi-n puri, mpatan makna i Bali

(5)

12   

catuspatha sebagai pusat ibukota kerajaan dan berarti catuspatha adalah pusat negara. Sementara itu sejak pendudukan Belanda di di Bali, ada kecendrungan untuk menempatkan elemen-elemen estetika sebagai vocal point atau landmark

suatu kota pada pusat suatu catuspatha dan kecendrungan ini dilanjutkan oleh pemerintah republik pada masa kemerdekaan (Putra, 2005, dalam jurnal ‘Natah’ Agustus 2005; 62 – 101, Fakultas Teknik Universitas Udayana Denpasar).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap konsep catuspatha,

transformasi konsep, perubahan-perubahan ekspresi catuspatha pusat kerajaan dari masa kerajaan ke masa republik dan dampak perubahan yang terjadi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan observasi terhadap sembilan catuspatha

warisan masa kerajaan di wilayah Bali. Penelitian dokumen, rekonstruksi melalui wawancara analisis di lapangan, wawancara terhadap para sulinggih dari unsur- unsur pendeta siwa, budha, bujangga, dan unsur lainnya serta dilakukan pula penelahan tekstual berupa literatur, hasil penelitian, dan babad.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terjadi perubahan gagasan dimana pandangan tentang pusat catuspatha yang kosong berubah menjadi elemen estetika kota yang disamping berperan sebagai rambu-rambu lalu lintas juga sebagai orientasi. Dalam konteks politik, terjadi dampak terhadap keutuhan nilai-nilai tradisi dalam catuspatha dimana simbol-simbol kekuasaan kerajaan yang terekspresi dalam tatanan puri dengan fasilitas pusat kutaraja-nya, berubah menjadi kantor bupati/walikota dengan perangkat unit-unit bawahannya. Dalam konteks teknologi transportasi, juga terekspresi lampu-lampu lalu lintas untuk mengatur arus lalu lintas di catuspatha.

(6)

13   

2.1.3 Iklan Luar Ruang, antara Kepentingan Ekonomi dengan Kepentingan Publik

Kepentingan ekonomi masih mendominasi siklus penempatan iklan luar ruang sehingga kepentingan publik dikorbankan. Pemerintah Kabupaten Sleman telah memiliki peraturan perundangan berkaitan dengan perijinan, pajak, dan penataan iklan luar ruang namun kepentingan ekonomi yang terkandung di dalamnya masih tinggi (Wicaksono, 2008). Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta. Tulisan ini dimuat pada Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008. Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Sleman yang telah memiliki peraturan perundangan yang mengatur tentang perijinan dan pajak tetapi belum memiliki master plan sehingga penataan masih bersifat dan dilakukan perkawasan. Dengan tidak adanya masterplan berakibat pada seluruh iklan dapat dipasang selama di lokasi dirasa memungkinkan untuk pemasangan iklan. Efek yang ditimbulkan dari banyaknya iklan yang dipasang adalah kesemrawutan penataan iklan. Meskipun disadari pendapatan ekonomi memiliki nilai nominal yang tinggi, namun hal tersebut mengorbankan kepentingan publik khususnya bagi pengguna jalan.

Agensi Periklanan dan pihak yang bersangkutan dalam pemasangan dan produksi iklan luar ruang mempertimbangkan peraturan yang berlaku, klien, serta masyarakat meski dalam intensitas yang rendah. Apabila peraturan pemerintah mendukung dalam penempatan iklan luar ruang dan klien setuju, maka iklan luar ruang dapat dipasang. Pemasangan iklan luar tersebut juga mempertimbangan masyarakat sebagai sasaran iklan, namun kepentingan publik masih terkesampingkan akan pendapatan iklan yang relatif tinggi. Terdapat tiga kategori

(7)

14   

masyarakat dalam merespon iklan luar ruang di JalanAffandi, yaitu: masyarakat yang tidak setuju dengan penataan iklan luar ruang seperti saat ini, masyarakat yang setuju dengan penataan iklan luar ruang seperti saat ini, dan kelompok masyarakat yang tidak peduli dengan penataan iklan luar ruang.

Namun masyarakat, khususnya pengguna jalan sebagian besar tidak setuju akan penataan iklan luar ruang seperti saat ini. Sebagian masyarakat merasa mulai terganggu dan tidak nyaman dengan adanya iklan dalam intensitas yang banyak yang menimbulkan timpang tindih dan kesemrawutan. Sikap yang kemudian muncul adalah keinginan masyarakat agar pemerintah melakukan penataan ulang iklan-iklan luar ruang khususnya di JalanAffandi, Sleman, Yogyakarta. Penataan iklan yang berada di JalanAffandi menimbulkan sebuah anti klimaks terhadap pesan iklan yang disampaikan, artinya pesan iklan yang sudah sesuai dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat bisa jadi menjadi tidak efektif lagi ketika penataannya menjadi berantakan karena terlalu banyak iklan yang ditempatkan

Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif secara singkat dapat didefinisikan sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi motivasi, tindakan, dan sebagainya, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata–kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005: 6).

Teknik yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif. Dalam penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata– kata atau gambar, bukan

(8)

15   

merupakan angka–angka seperti halnya dalam penelitian kuantitatif. Semua data yang dikumpulkan selalu berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Data diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen pribadi catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Dari keseluruhan data yang diperoleh akan dianalisis sesuai kebutuhan penelitian.

2.1.4 Persepsi Masyarakat tentang Penggunaan Media Iklan Luar Ruang Terhadap Estetika Kota Samarinda

Artikel ini adalah untuk medeskripsikan dan meganalisa persepsi masyarakat tentang Pengunaan Iklan media luar terhadap estetika kota Samarinda yang berjalan hingga saat ini (Noviandi, 2014, dalam Jurnal lmu Komunikasi, 2014, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman).

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penekanan penelitian dalam penelitian adalah persepsi masyarakat yang terkait dengan empati, persuasi, dampak/impact dan komunikasi, dan estetika kota yang meliputi keindahan, kebersihan, dan kerapian kota. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunkan teknik sampling kebetulan/aksidental dan purposif.

Sumber data yang diambil adalah informan dari masyarakat kota Samarinda dan Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu riset kepustakaan, penelitian lapangan, dan pengambilan melalui internet. Teknik analisis data yang digunakan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa persepsi masyarakat kota Samarinda tentang penggunaan iklan media luar ruang terhadap estetika kota.

(9)

16   

Masyarakat kota Samarinda tidak menyukai kondisi iklan media luar ruang saat ini. Penggunaan iklan media luar ruang dinilai belum memperhatikan kaidah-kaidah estetika kota.

2.1.5 Pengelolaan Ruang Publik di sekitar Persimpangan Jalan

Persimpangan jalan adalah tempat strategis yang sering memiliki conflict of interests yang sangat tinggi. Masyarakat, pemerintah/penguasa dan pengusaha dengan berbagai cara berusaha memanfaatkan tempat tersebut sesuai dengan keinginan dan persepsinya (Cahyono, 2012, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, dalam Jurnal RUAS, Volume 10 N0 2, Desember 2012). Fokus pembahasan pada pemanfaatan ruang publik di sekitar persimpangan, dengan mengambil kasus beberapa persimpangan di Surakarta dan sekitarnya. Keruwetan dan kekacauan lalulintas sering terjadi, sehingga kenyamanan dan keamanan berlalu lintas sangat terganggu, terutama bagi pejalan kaki.

Begitu juga secara visual, kota juga menjadi tidak indah dan tidak menyenangkan. Di persimpangan jalan selain terdapat jalur kendaraan, jalur pejalan kaki, penunjuk arah dan alat pengatur lalu lintas, sering juga terdapat gardu jaga polisi/ormas, pedagang kaki lima, tempat istirahat, pangkalan becak/taksi, parkir, patung, monumen, tugu, gapura, dan iklan outdoor. Perlu adanya penanganan yang serius mengenai ruang publik di sekitar persimpangan jalan dengan melibatkan masyarakat agar lebih memahami dan mengutamakan kenyamanan pejalan kaki dan kelancaran lalu lintas serta keindahan kota. Aspek perilaku secara societal perlu diperhatikan dan di terapkan dalam pengelolaan ruang kota yang sangat penting.

(10)

17   

Peninjauan teori, konsep dan preseden tentang persimpangan jalan diperoleh melalui kajian literatur dari pustaka baik secara on-line maupun off-line. Lokasi penelitian adalah Daerah Surakarta, yaitu Kota Solo dan sekitarnya. Penentuan contoh persimpangan yang diteliti berdasarkan purposive sampling, yang dikelompokkan dalam persimpangan besar dan kecil. Pengaturan dan pengelolaan ruang publik di persimpangan dengan berbasis masyarakat memerlukan pemahaman bersama bahwa persimpangan jalan memiliki fungsi utama sebagai sarana lalulintas kendaraan dan orang/pejalan kaki. Selain itu persimpangan jalan memiliki fungsi estetika, fungsi sosial-budaya dan fungsi ekonomi. Persimpangan jalan bisa dikelompokkan dalam persimpangan besar dan persimpangan kecil.

Untuk persimpangan besar, diperlukan pembuatan marka dan pulau-pulau untuk mengatur jalur kendaraan dan perlindungan terhadap pejalan kaki. Perlu menghindari penanaman pohon, taman yang mengganggu pandangan pengguna jalan. Pengadaan jalur untuk pejalan kaki bisa dengan lebih leluasa dan dengan kapasitas besar. Penanganan estetika untuk bangunan sudut menjadi lebih megah, jarak pandang cukup. Fungsi sosial-budaya dan ekonomi lebih besar. Memungkinkan berfungsi sebagai plaza, dan pemajangan patung/karya seni. Cukup luas space untuk pemasangan iklan outdoor, dengan mengoptimalkan keberadaan dan kondisi bangunan sudut, untuk menjaga keindahan arsitekturnya.

2.1.6 Publik dan Reklame di Ruang Kota Jakarta

Penelitian ini ditulis oleh beberapa orang, yakni Handayani,dkk (2013). Diterbitkan oleh Ruang Rupa, Jakarta (2013). Tulisan pertama membahas rencana

(11)

18   

pemerintah Jakarta pada 2013 yang hendak mengganti reklame billboard dengan reklame LED, untuk melihat kembali sejauh mana rencana itu akan memengaruhi wajah kota Jakarta. Tulisan kedua membahas seluk-beluk penyelenggaraan reklame yang selama ini tak banyak diketahui oleh warga Jakarta, menilik kembali persoalan reklame dalam ruang publik kota, dan mencoba melihat bagaimana sesungguhnya berbagai sengkarut penyelenggaraan reklame di Jakarta pada akhirnya merugikan banyak pihak.

Keberadaan praktik baru bereklame yang tak hanya dengan leluasa menyelinap di ruang publik, namun juga merambah ruang-ruang privat warga dipaparkan pada tulisan ketiga. Tulisan keempat membahas sejauh mana posisi publik selama ini dalam peraturan perundang-undangan sembari melihat pada celah mana warga dapat turut serta mengatur ruang kotanya. Setelah hiruk-pikuk keberadaan reklame di ruang kota Jakarta dibahas dalam tiga tulisan pertama, lalu pembahasan ditarik pada ranah peraturan perundang-undangan. Tulisan terakhir mengajak kita kembali berjalan-jalan keliling Jakarta sembari melihat satu demi satu hubungan antara warga kota, demokratisasi, dan konsumerisme di tengah semarak reklame yang berkelindan dengan berbagai kepentingan.

Buku ini membahas secara detail mengenai rencana penataan media periklanan manual reklame seperti billboard, menjadi media periklanan elektronik seperti LED. LED atau Light-Emitting Diode merupakan teknologi pencahayaan mutakhir pada layar digital. LED dibedakan dengan sumber cahaya lain adalah penggunaan teknologi diode yang membuat LED memiliki cahaya

(12)

19   

lebih terang, dengan warna dan kontras yang lebih jelas sekalipun berada dalam siraman cahaya matahari. Daya listrik yang ada pada teknologi diode lebih rendah dan memiliki waktu hidup lebih lama. Semua itu membuat gambar- bergerak pada layar LED tampak lebih atraktif daripada layar elektronik lain— apalagi jika dibandingkan dengan billboard yang cuma berupa gambar cetakan pada sebuah panel yang disinari lampu.

Disebutkan juga bahwa jika disandingkan kembali reklame LED dengan

billboard, reklame LED punya kekhususan sendiri, seperti halnya reklame video lainnya, yaitu faktor durasi dan frekuensi tayang. Kelebihan LED dalam menampilkan banyak iklan video dengan kualitas warna dan kontras lebih baik, bisa jadi juga merupakan kekurangan jika dibandingkan dengan

billboard. Untuk menyerap informasi dari gambar bergerak, otak manusia membutuhkan waktu lebih lama, dibandingkan untuk menyerap konten gambar-diam seperti yang ada pada billboard. Sementara untuk reklame LED, terutama yang menyasar pengemudi kendaraan bermotor di jalan, tak banyak waktu tersisa untuk memperhatikan reklame itu.

(13)

20   

Tabel 2.1 Kedudukan Penelitian Kini dan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Topik Penelitian Metode Hasil Kedudukan Penelitian

1 AAIA. Gangga Devi Mayun, (2002)

Kriteria Pemanfaatan Ruang Kota Berlandaskan Tata Nilai

Tradisional Bali Di Kawasan Warisan Budaya Di Pusat Kota Denpasar

Menggali kriteria-kriteria untuk menentukan kawasan warisan budaya berdasarkan nilai tradisional Bali di Pusat Kota Denpasar

Kualitatif Mengeluarkan beberapa kriteria sebagai acuan menentukan kawasan warisan budaya Kota Denpasar, yakni Puri dan Pura, dengan beberpa fungsi lain disekitarnya mengalami alih bentuk dan fungsi.

Persamaan:Lokus yang sama yakni Kota Denpasar, dengan obyek budaya sebagai ciri khusus lokasi penelitian.

Perbedaan: Fokus kepada kriteria kriteria tradisional Bali dalam menentukan kawasan budaya Kota Denpasar.

2 I.Gusti Made Putra (2005)

Catuspatha, Konsep, Transformasi, Dan Perubahan

Konsep catuspatha, transformasi konsep, perubahan-perubahan ekspresi catuspatha pusat kerajaan dari masa kerajaan ke masa republik dan dampak perubahan yang terjadi

Kualitatif Perubahan gagasan dimana pandangan tentang pusat catuspatha yang kosong berubah menjadi elemen estetika kota yang disamping berperan sebagai rambu-rambu lalu lintas juga sebagai orientasi. Juga perubahan dalam konteks politik, dan konteks teknologi transportasi.

Persamaan:Lokus yang sama yakni Kota Denpasar, dengan persimpangan jalan (catuspatha,) sebagai ciri khusus lokasi penelitian.

Perbedaan: Fokus terhadap persimpangan jalan yang bernilai khusus, tidak membahas faktor estetika dan komersial.

3 Endarso Wicakson o / M. Edy Susilo / Puji Lestari (2008)

Iklan Luar Ruang, Antara Kepentingan Ekonomi Dengan Kepentingan Publik

Kepentingan ekonomi dan kepentingan publik yang mendasari pemasangan iklan luar ruang di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Kualitatif Tingginya pengaruh kepentingan ekonomi dibanding kepentingan publik, yang berakibat wajah kota dan fasilitas publik tidak tertata dengan baik/ semrawut.

Persamaan: Fokus terhadap iklan uar ruang, dan faktor-faktor kepentingan dibelakangnya

Perbedaan : Tidak meneliti faktor lokasi sebagai penentu berdirinya iklan luar ruang.

(14)

21   

4 Noviandi (2014)

Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan Media Iklan Luar Ruang Terhadap Estetika Kota Samarinda

Persepsi masyarakat tentang pengunaan iklan media luar terhadap estetika kota Samarinda yang berjalan hingga saat ini. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.

Kualitatif Persepsi masyarakat kota Samarinda tentang penggunaan iklan media luar ruang terhadap estetika kota yang tidak menyukai kondisi iklan media luar ruang saat ini. Penggunaan iklan media luar ruang dinilai belum memperhatikan kaidah-kaidah estetika kota.

Persamaan :Membahas iklan luar ruang dan persepsi masyrakat berkaitan dengan estetika kota.

Perbedaan : Hanya fokus terhadap persepsi, tanpa menggali fakotr lain yang berkaitan dengan estetika, seperti kepentingan lainnya dan budaya tempat penelitian dilakukan.

5 6 Samsudin A. Rahim, dkk Amalia Handayan i, dkk (2013)

Pengelolaan Ruang Publik Di Sekitar Persimpangan Jalan

Publik Dan Reklame Di Ruang Kota Jakarta

Pemanfaatan ruang publik di sekitar persimpangan, dengan mengambil kasus beberapa persimpangan di Surakarta dan sekitarnya.

Buku yang membedah permasalahan reklame terkait konteks keberadaannya di ruang kota ketimbang konten reklame itu sendiri, yang tak kalah penting juga untuk dibahas pada lain waktu.

Kuantitatif

Kualitatif

Pengaturan dan pengelolaan ruang publik di persimpangan dengan berbasis masyarakat memerlukan pemahaman bersama bahwa persimpangan jalan memiliki fungsi utama sebagai sarana lalulintas kendaraan dan /pejalan kaki, selain memiliki fungsi estetika, fungsi social-budaya dan fungsi ekonomi. Permasalahan reklame di Kota Jakarta, terasuk rencana penggunaan LED pengganti billboard, juga disertai penelitian pembanding dari kota-kota besar lainnya di dunia.

Persamaan : Membahas ruang publik dan persimpangan jalan.

Perbedaan :Tidak membahas media periklanan secara spesifik.

Persamaan : Fokus pada iklan luar luar yakni reklame, serta kepentingan publik yang harus diwadahi.

Perbedaan : Lokus kota besar, tanpa adanya unsur budaya yang kental sebagai penentu wujud media periklanan/reklame.

7 IGN Bagus Kusuma Putra (2015)

Penataan Media Periklanan Pada Persimpangan Jalan Utama Di Kota Denpasar

Permasalahan pada persimpangan jalan utama yang

dimanfaatkan sebagai wadah media periklanan akibat terjadinya benturan kepentingan komersial dan citra kota budaya

Kualitatif Konsep penataan media reklame pada persimpangan jalan utama Kota Denpasar, agar menampung kepentingan komersial dan citra budaya wilayahnya.

(15)

22   

2.2 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan hasil abstraksi dan sintetis dari teori yang dikaitkan dengan masalah penelitian yang dihadapi untuk menjawab dan memecahkan masalah penelitian. Terdiri dari tahapan-tahapan penelitian dimulai dari latar belakang untuk menentukan fokus/masalah penelitian, merumuskan tujuan dan sasaran penelitian, tahap mengumpulkan data hingga didapatkan konsep, kemudian dilanjutkan pada proses selanjutnya, menentukan teori yang digunakan, kemudian menganalisis data, hingga memperoleh suatu hasil penelitian, dan terakhir merumuskan kesimpulan, rekomendasi studi dan saran.

Gambar 2.2 Diagram Kerangka Berpikir

PERMASALAHAN - Pemanfaatan persimpangan jalan sebagai wadah media periklanan,

- Menggangu fungsi utama persimpangan jalan sebagai ruang publik di Kota Denpasar

- Kesemrawutan pemasangan media periklanan di persimpangan jalan sebagai ruang publik di Kota Denpasar

- Tampilan fasade dan citra Kota Denpasar yang berwawasan budaya, dipengaruhi pemanfaatan persimpangan jalan sebagai media periklanan

PEMAHAMAN - Persimpangan Jalan Utama - Media Periklanan Luar Ruang - Citra Kota Berwawasan Budaya

DATA SEKUNDER - Studi litelatur/buku/

regulasi

- Hasil penelitian sejenis - Artikel di media cetak

dan eletronik DATA PRIMER -Pengamatan awal/ grandtour dan observasi terhadap persimpangan jalan, media periklanan, penentuan lokasi, penemuan kasus,

eksplorasi kasus KONSEP PENELITIAN

RUMUSAN MASALAH 1 Bagaimana wujud

pemanfaatan persimpangan jalan utama sebagai wadah media periklanan luar ruang di Kota Denpasar?

RUMUSAN MASALAH 2 Permasalahan apakah yang muncul sebagai akibat dimanfaatkannya

persimpangan jalan utama sebagai wadah media periklanan luar ruang dikaitkan dengan fasade Kota Denpasar yang berwawasan budaya?

RUMUSAN MASALAH 3 Bagaimana alternatif konsep penataan media periklanan luar ruang pada persimpangan jalan utama di Kota Denpasar, yang mensinergikan fungsi media periklanan, peran persimpangan jalan sebagai ruang publik, dan penataan fasade kota yang

berwawasan budaya? TUJUAN PENELITIAN

(16)

23   

2.3 Konsep

Konsep memberikan batasan atau peristilahan dalam penelitian ini, dan konsep memberikan batasan terhadap terminologi teknis yang merupakan komponen dari kerangka teori.

2.3.1 Persimpangan Jalan Utama sebagai Ruang Publik dalam Konteks Perancangan Kota

Persimpangan jalan merupakan salah satu bagian dari ruang publik, karena merupakan bagian dari infrastruktur kota, berada di ranah publik, sebagai bagian dari arteri kota. Jalan-jalan adalah bagian penting dari ruang publik terbuka di kota. Bagi banyak kaum urban, jalanan adalah adalah bagian yang sangat penting dari publik eksternal informal yang alam, diakses untuk semua, ruang ini merupakan ruang publik dalam bentuk yang paling murni (Carmona et al., 2003, hal. 111). Orang tergantung pada jalan-jalan untuk melakukan kegiatan sosial dan rekreasi fungsional, untuk pertemuan wisata, belanja, bermain, serta interaksi dengan orang lain, bahkan relaksasi Jalan memegang tempat khusus dalam literatur pada publik ruang dan keduanya secara harfiah dan metaforis simbol paling pas dari ranah publik (Jacobs, 1961). Perlu dicatat bahwa dengan privatisasi ruang publik, pusat perbelanjaan, perusahaan plaza, dan sejenisnya telah menggantikan ruang publik tradisional dan jalan utama (Rybczynski, 1993).

Untuk kategori jalan yang membentuk persimpangan jalan, dikutip beberapa peraturan. Peraturan Walikota Denpasar Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame di Kota Denpasar menyebutkan Penyelenggaraan reklame menurut kelas jalan adalah penyelenggaraan reklame yang diletakkan pada sepanjang jalur jalan tertentu, yaitu:

(17)

24   

1. Jalan Protokol (Kelas Utama) adalah jalan dengan lebar sama atau lebih dari 8 (delapan) meter.

2. Jalan Ekonomi (Kelas I) adalah jalan dengan lebar dibawah 8 (delapan) meter. 3. Jalan Lingkungan (Kelas II) adalah jalan dengan lebar dibawah 4 (empat)

meter dan jalan yang ada di Kota Denpasar selain yang termasuk dalam kategori Kelas Utama dan Kelas I.

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011 – 2031, Jaringan jalan kolektor primer yang bisa dijadikan acuan penentuan kategori persimpangan jalan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas ruas jalan sebagai berikut:

1. Jalan kolektor primer dengan status nasional, terdiri atas ruas jalan: Simpang Cokroaminoto – Jalan Sutomo; Simpang Pesanggaran – Jalan Diponegoro – Jalan Thamrin – Jalan Wahidin – Jalan Setiabudi; Jalan Gunung Agung – akses kargo; dan Jalan Iman Bonjol (Denpasar – Tuban).

2. Jaringan jalan kolektor primer status jalan provinsi terdiri atas ruas jalan: Jalan Gajah Mada-Simpang Catur Muka – Jalan Surapati – Jalan Hayam Wuruk– Simpang Renon – Simpang Renon – Jalan Hang Tuah – Pantai Sanur (Denpasar – Sanur); Simpang Niti Mandala – Jalan Dewi Sartika-Teuku Umar-Simpang Imam Bonjol (Sp Niti Mandala-Sp Imam Bonjol); Simpang Teuku Umar – Batu Belig; Simpang Catur Muka – Jalan Veteran – Jalan Pattimura – Jalan WR Supratman – Simpang Tohpati (Denpasar – Sp Tohpati); Jalan Ahmad Yani. Jalan-jalan utama di Kawasan Niti Mandala

(18)

25   

(Jalan Raya Puputan, Jalan Tantular, Jalan Cok Agung Tresna, Jalan. DI Panjaitan, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Juanda, Jalan M. Yamin, Jalan Cut Nya Dien, Jalan Kusumaatmaja, Jalan DR Muwardi dan Jalan S. Parman); Jalan Gunung Agung – Jalan Gunung Sanghyang; 8. Jalan Udayana – Jalan Hasanudin; Jalan Diponegoro; dan Jalan Kapten Agung, Jalan Kapten Regug, Jalan Sugianyar, Jalan Beliton.

3. Jaringan jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas ruas jalan: Jalan Sulawesi, Jalan Melati, Jalan PB Sudirman, Jalan Nangka, Jalan Suli, JalanKamboja, Jalan Batanghari, Jalan Barito, Jalan Nusa Kambangan, Jalan Komodo, Jalan Buton, Jalan Pulau Kawe, Jalan P. Belitung, Jalan Trengguli, Jalan Terenggana dan Jalan Gunung Rinjani.

Sebagai bagian dari ruang publik, persimpangan jalan dibentuk untuk mewadahi beberapa fungsi. Berikut merupakan beberapa fungsi yang diwadahi, yaitu:

1. Fungsi sosial-budaya, ekonomi, dan politik

Sudut jalan adalah pertemuan jalur kendaraan dan jalur pejalan kaki, dan karena itu biasanya lebih mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada ruang perkotaan lainnya. Setiap persimpangan dapat menjadi tempat yang mudah dikenali dan diingat dengan baik, sehingga menjadi tempat yang penting dan strategis untuk perusahaan komersial dan fungsi sosial. Di sistem pergerakan sekunder perkotaan, sudut jalan dapat mengundang interaksi sosial yang intensif. Pada tingkat dasar seperti itu persimpangan dapat

(19)

  berkemba atau menj K menyedia taman, a memungk dan kurs diakomod menikma Sebuah p ang menjad njadi simpul Kota-kota p akan temp lun-alun, d kinkan bagi si diletakk dasi sehin ati makanan G plaza yang tel

di plaza atau l perdagang paling man at bagi or i sepanjang ian depan kan sampai gga tempa n kecil samb Gambar 2.3 Pi lah berfungsi (Sum u alun-alun an di jantun nusiawi se rang untuk g promenad café tumpah i ke publi at duduk bil duduk (A iazza Signoria selama tujuh mber: Thomas, yang dikeli ng komersia elalu dipen berkumpu de jalan. Jal h keluar ke ic place. publik da Alexander et a, Florence, Ita ratus tahun , 2002) ilingi oleh al kota (Tho nuhi café ul di persim lan-jalan ya trotoar, seh Penjual m apat diman t.al, 1977). aly sebagai ruan lembaga pu omas, 2002 jalanan y mpangan ja ang sibuk h hingga set m makanan h nfaatkan un ng publik. 26  ublik ). yang alan, harus meja harus ntuk

(20)

  2. Fung Ar dapat dij pada lin dijadikan penempa P terhadap sebagai p bisa saja Para arsi pada sua Dalam h yang bes ruang ko Ga   gsi Estetika rea di sekita jadikan seb ngkungan da n unsur yan atan orname ermasalahan ruang yan penghubung a tidak diy itek dan pe atu persimp al ini, sudu sar untuk ta (Marpaun ambar 2.4 Pus me ar persimpa bagai tanda an tata ruan ng penting n-ornamen. n yang dik ng akan dir g dua elem yakini oleh erancang ko pangan seb ut jalan pad mengenalka ng, 2003). sat Kota Johan

miliki makna angan merup yang berfu ng suatu ko karena be kwatirkan ad rancang, kh men yang te perancang ota harus m bagai sebua da persimpa an ornamen nnesburg, Afri a dari kebebasa .(Sumber: pakan ruang ungsi untuk ota. Kebera erkaitan era dalah apabi hususnya s egas dalam nya sebaga merespons de ah masalah angan harus n-ornamen ika Selatan: s an ekonomi un Thomas, 200 g publik ya memperkay daan persim at dengan ila peranca sudut suatu sebuah ru ai masalah engan posit h desain da s memberik dekorasi k ebagai tempat ntuk masyarak 2) ang penting ya kesan vi mpangan se keindahan ang tidak p u persimpan uang kota y pokok des tif bahwa s an hasil ka kan kesemp ke dalam s t perdagangan kat urban 27  dan isual ering dan peka ngan yang sain. udut arya. patan uatu n jalanan,

(21)

  3. Fungs Ko bahwa p jalan ke (major/pr persimpa antara pe B beberapa yang dise menghan pendekat cukup u mempuny khusus un H Gamba si Lalu Lint onsep-konse persimpanga e jalan lai rimer) tidak angan itu h ergerakan-p Beberapa a hal, perta ediakan cuk ntam kerb; t pada pers untuk dipak yai desain ntuk orang-Hal kedua ya ar 2.5 Bangu sebag tas ep dasar pe an dapat me innya dan k tergangg arus terang pergerakan y persyaratan ama adanya kup memad tidak ada simpangan kai berbel yang tepat -orang tidak akni adanya unan Eks Bank gai bangunan s (Su rencanaan p engalirkan a membiark gu. Untuk m g dan jelas yang ada (M n teknis p a geometri dai untuk halangan dilengkapi ok kendar t untuk ke k mampu ja a pulau jala k Modern Med sudut , mendu umber: Marpa persimpang aliran lalu li kan perger melakukan h s dengan p Marpaung, persimpang persimpang kendaraan pohon-poh i dengan l raan-kendar enyamanan alan an. Pembuat dan pada masa ukung makna p

aung, 2003)

gan jalan ya intas dengan rakan pada hal ini, bag pandangan 2003). an yang gan jalan. R sehingga r on dekat p lajur ruang raan; lajur pejalan kak tan pulau d a kolonial Bel persimpangan ang baik ad n baik dari a jalan ut gan dan ope

yang baik baik meli Radius berp roda ban t pada garis g simpan y pejalan ki dan laya di persimpan landa dirancan . 28  dalah satu tama erasi k di iputi putar tidak tepi; yang kaki anan ngan ng

(22)

29   

jalan dapat mengurangi perilaku pengemudi yang jelek seperti pemotongan sudut dan penutupan lajur; menghindari ketidakpastian pengemudi untuk mengambil keputusan pada aliran lalu lintas; pulau jalan cukup ruang untuk tempat berhentinya pejalan kaki ketika menyeberang jalan dan aksesibel untuk orang-orang cacat; tidak ada penghalang visual di pulau jalan, seperti pohon dan taman. Hal ketiga adalah adanya rambu jalan. Penempatan rambu jalan bisa dilihat dengan baik dan tidak terhalang ranting pohon; tidak ada papan reklame dan objek lain di tepi jalan raya yang menggangu sehingga membingungkan para pengemudi.

Terdapat marka jalan. merupakan hal keempat yang harus diperhatikan. Diperlukan marka yang benar terutama pada persimpangan yang lebar/luas; perlu disediakan marka jalan pada pendekat henti dan pendekat give way, seperti juga marka tengah dan tepi jalan. Hal kelima yang harus ada adalah lampu lalu lintas. Lampu lalu lintas ditempatkan dengan baik, sehingga bisa dilihat dengan jelas oleh para pengemudi; fase lampu hijau disesuaikan dengan jumlah kendaraan; perlu disediakan lampu untuk pejalan kaki. Faktor keenam adanya perhatian terhadap jarak pandang (bebas halangan visual/tembus pandang). Jarak pandang pada persimpangan jalan dari jalan minor memiliki jarak pandang yang baik untuk berbelok, sehingga pengemudi itu berada di dalam situasi yang aman dari kendaraan lain atau pejalan kaki. Permukaan perkerasan pada persimpangan mempunyai kelandaian yang standar, untuk mengalir ke dalam parit drainase. Perlu pemeliharaan yang cukup sehingga parit-parit itu dapat mengalirkan air jalan.

(23)

30   

Salah satu alat untuk mengontrol desain urban adalah “design review”. Design review membantu dalam mengatur bagian-bagian dari lingkungan yang dibangun secara visual, karakter, dan fungsional sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan dari “community of interests”, seperti kenyamanan pejalan kaki dan keindahan bangunan sebagai sebuah alat control secara menyeluruh (Shirvani, 1981). Dari proses urban design review

didapatkan banyak keuntungan, di antaranya adalah meningkatkan peluang pembangunan ekonomi, memastikan arus lalu lintas yang aman, harmonis arsitektur antara bangunan dan lansekap, menempatkan utilitas bawah tanah, mengurangi tanda dan kekacauan visual(Shirvani, 1981).

2.3.2 Media Periklanan

Media periklanan merupakan suatu alat yang mewadahi proses komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif (Liliweri, 1992). Media periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan suatu perusahaan untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen. Media periklanan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek. Iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan dan konsumen, dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi persaingan.

(24)

31   

Media periklanan yang biasa digunakan oleh produsen dalam beriklan produk atau jasa sangat beragam. Adapun jenis-jenis periklanan yang dapat digunakan (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia-Dewan Periklanan Indonesia, 2005), antara lain: iklan media cetak yang terdiri dari surat kabar, majalah, tabloid. Iklan media elektronik terdiri dari televisi dan radio. Iklan media online terdiri dari internet. Media luar ruang terdiri dari poster, billboard, spanduk, reklame, brosur, booklet, catalog, surat penawaran melalui direct mail.

Pemberian sponsor dengan penekanan pada tujuan pemasaran dan periklanan, dan bentuk-bentuk iklan khusus seperti tas belanja.

2.3.3 Media Periklanan Luar Ruang

Media periklanan luar ruang adalah bentuk komunikasi periklanan yang paling tua. Meski hanya menampilkan bentuk visual, namun saat ini iklan outdoor

mengalami banyak perubahan. Berbagai inovasi dilakukan oleh para penyedia media (vendor), selain gambar juga dilengkapi dengan efek gerakan, hiasan, dan efek mencolok. Agar iklan media luar ruang tersebut efektif dalam menjangkau semua lapisan masyarakat dan mempunyai daya tarik tersendiri, media ini harus mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu.

Peraturan Walikota Denpasar Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame di Kota Denpasar menyebutkan ada beberapa jenis media periklanan luar ruang, antara lain:

1. Reklame Megatron adalah reklame yang bersifat tetap (tidak bisa dipindahkan) menggunakan layar monitor maupun tidak dengan gambar dan atau tulisan yang dapat diubah-ubah, terprogram dan menggunakan

(25)

32   

tenaga listrik. Termasuk di dalamnya Videotron dan Large Electric Display (LED).

2. Reklame Papan dan Billboard adalah reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan). Terbuat dari papan kayu,seng, template, colibrite, vynil, aluminium, fiberglass, kaca, batu, tembok atau beton, logam atau bahan lain yang sejenis, dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau digantung atau ditempel atau dibuat pada bangunan, tembok, dinding, pagar, tiang, dan sebagainya, baik bersinar, disinari, maupun yang tidak disinari.

3. Relame Baliho adalah reklame yang terbuat dari papan, kayu atau bahan lain dan dipasang pada konstruksi yang tidak permanen dan tujuan materinya mempromosikan suatu event atau kegiatan yang bersifat insidentil

4. Reklame Kain adalah reklame yang bertujuan materinya jangka pendek atau mempromosikan suatu event atau kegiatan yang bersifat insidentil dengan menggunakan bahan lain, termasuk plastik atau bahan lain yang sejenisnya. Termasuk di dalamnya adalah spanduk, umbul-umbul, bendera, flag chain (rangkaian bendera), tenda, krey, banner, giant banner

dan standing banner.

5. Reklame Melekat/Stiker adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas diselenggarakan dengan cara ditempelkan, dilekatkan, dipasang, atau digantung pada suatu benda.

(26)

33   

6. Reklame Berjalan/Kendaraan adalah reklame yang ditempatkan pada kendaraan atau benda yang dapat bergerak, yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa/didorong/ditarik oleh orang. Termasuk di dalamnya reklame pada gerobak/rombong, kendaraan baik bermotor maupun tidak.

7. Reklame Selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantung pada suatu benda lain, termasuk di dalamnya adalah brosur,

leafcat, dan reklame dalam undangan.

8. Reklame Udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan balon, gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.

9. Reklame Apung adalah reklame insidentil yang diselengarakan di permukaan air atau di atas permukaan air.

2.3.4 Peraturan tentang Media Periklanan di Tingkat Lokal dan Nasional

Peraturan penataan media periklanan adalah suatu arahan pengendalian pelaksanaan berupa ketentuan tata cara pelaksanaan atau manajemen pelaksanaan tentang penataan iklan luar ruang agar iklan tersebut tidak menggangu keindahan kota, kepentingan publik yang lain dan juga dapat mendatangkan keuntungan bagi daerah tersebut dengan adanya pemungutan pajak daerah.

1. Peraturan Pemerintah Daerah

Beberapa kebijakan penataan yang masih digunakan sampai dengan saat ini adalah Peraturan Walikota Denpasar Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Tata

(27)

34   

Cara dan Persyaratan Permohonan Ijin Reklame di Kota Denpasar. Hasil menunjukkan bahwa kebijakan saat ini belum sepenuhnya melingkupi elemen-elemen yang perlu diperhatikan dalam penataan reklame Namun sebaiknya juga aturan lain dari lembaga periklanan resmi dijadikan pedoman dan acuan demi mendapat hasil yang lebih baik.

Peraturan Walikota Denpasar Nomor 17 Tahun 2007, Tentang tata Cara dan Persyaratan Permohonan Ijin Reklame di Kota Denpasar menyebutkan bahwa adanya larangan memasang media periklanan pada fasilitas-fasilitas umum, sosial, budaya, dan pemerintahan seperti: tempat-tempat ibadah, sekolah, kantor-kantor pemerintahan, rambu-rambu lalu lintas dan traffic light, tiang listrik, gardu listrik, tiang telepon kecuali tiang LPJU pad ataman median Jalan

Bypass Ngurah Rai Denpasar (Tanah Kilap, Suwung Kauh–Tohpati); Pemasangan reklame yang menempel pada bangunan tidak diperkenankan sampai menutupi bangunan melainkan dapat dipasang maksimum 30% dari medan / ruang yang ada dan pemasangannya tetap sejajar dengan arah badan jalan

Terdapat ketentuan wajib, meliputi warna/untuk cat yang diopergunakan tidak boleh memantulkan cahaya yang menyilaukan; Tiang-tiang harus kokoh dan kuat serta dipasang sejajar dengan arah jalan, kecuali pada tempat-tempat tertentu yang menunjang kebersihan dan keindahan, serta dilengkapi dengan atap (sirap/ijuk/genteng); Pemasangan/ penempatan reklame mengunakan tanah milik perseorangan, perusahaan atai instansi lainnya, maka yang bersangkutan harus memperoleh ijin terlebih dahulu dari pemilik tanah tersebut; Untuk

(28)

  Pemasa meter p 6x12m. Da Tentang Reklam reklame ditentuk informa Te Penyeleng dari perat secara rin angan Rekla persegi); U . alam Kepu g Penetapan me di Kota D e yang suda kan acuan b atif, indah, s (sumb erdapat Pera ggaraan Rek turan sebelu nci hal-hal y ame Baliho Ukuran Bilb utusan Wa n Pola Pen Denpasar di ah ditentuk bentuk pap serta sesuai Gambar 2.6 er: Keputusan aturan Wal klame di K umnya (Pe yang telah maksimal d board yang alikota Den nyebaran Pe icantumkan an pada Ko an reklame i fasade orn Acuan Bentu n Walikota De likota Denp Kota Denpa erwali No diuraikan diijinkan se g diperkena npasar Nom eletakan Re n adanya zo ota Denpasa sesuai uku amental bud uk Reklame di enpasar Nomo pasar Nomo sar yang m 17 Tahun pada peratu luas 24m2 ( ankan maks mor 188.4 eklame dan onasi serta ar berjumlah uran yang m daya Bali. i Kota Denpas or 188.45/568/ or 3 Tahun merupakan 2007) dan uran sebelu (duapuluh e simal beruk 45/568/HK/2 Peletakan titik penyeb h 204 titik. memenuhi s sar /HK/2014) n 2014 Ten penyempur lebih men umnya, mel 35  empat kuran 2014, Titik baran Juga syarat ntang rnaan ngulas liputi:

(29)

36   

jenis, bentuk reklame, tata cara pendirian, regulasi, penindakan, serta perijinan yang sudah menampung tentang pendirian reklame manual dan yang langsung menempel pada bangunan melalui IMB-R.

Dalam peraturan Walikota Denpasar Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame di Kota Denpasar secara ukuran (dimensi) disebutkan antaralain jenis reklame dengan ukuran luas bidang reklame sampai dengan 8 m, jenis reklame dengan ukuran luas bidang reklame lebih dari 8 m2 sampai dengan 24 m2, jenis reklame dengan ukuran luas bidang reklame diatas 24 m2, batas tinggi dan ketinggian reklame ditetapkan dalam batasan teknis tersendiri dengan mempertimbangkan aspek keindahan, keagamaan, kesopanan, ketertiban, keamanan, kesusilaan, dan kesehatan.

Secara konstruksi ada beberapa jenis, antara lain: kaki tunggal (single pole) adalah sarana reklame yang sistem kaki konstruksinya terdiri atas satu tiang, kaki ganda (double pole) adalah sarana reklame yang sistem kaki konstruksinya terdiri atas dua tiang, rangka adalah sarana reklame yang sistem kaki konstruksinya berbentuk rangka dengan mempertimbangkan estetika, menempel adalah sarana reklame yang konstruksinya menyatu pada bagian bangunan dengan memakai konstruksi tambahan yang menyatu dengan konstruksi bangunan tersebut.

Penataan pada penyelenggaraan reklame di lokasi persil pada kawasan penataan reklame harus mengikuti ketentuan sebagai berikut. Pemasangan reklame dengan tiang yang diselenggarakan pada jarak sampai dengan 6 (enam) meter dari garis pagar yang berbatasan dengan jalan hanya diperbolehkan dengan

(30)

37   

ketinggian tidak melebihi ketinggian bangunan di persil tersebut dan paling tinggi 9 (sembilan) meter dengan luas biang reklame tidak boleh melebihi 24 m2 (dua puluh empat meter persegi). Pemasangan reklame pada tiang yang diselenggarakan pada jarak lebih dari 6 m (enam meter) dari garis pagar yang berbatasan dengan jalan hanya diperbolehkan dengan ketinggian tidak melebihi 15 m ( lima belas meter).

Reklame yang diselenggarakan menempel pada bangunan tidak boleh melebihi bidang bangunan dan ukuran tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari luas keseluruhan bidang bangunan yang dipergunakan untuk pemasangan reklame. Dalam satu persil dapat diselenggarakan lebih dari satu titik reklame dengan ketentuan antara titik reklame satu dengan lainnya diselenggarakan secara sejajar dengan arah pandangan jalan atau reklame yang dipasang dengan cara menempel pada bangunan.

Pemasangan reklame pada persil yang belum terdapat bangunan, yang diselenggarakan pada jarak sampai 6 m (enam meter) dari garis pagar yang berbatasan dengan jalan, ketinggian reklame tidak melebihi 9 m (sembilan meter). Pemasangan reklame pada persil yang belum terdapat bangunan, yang diselenggarakan pada jarak lebih dari 6 m (enam meter) dari garis pagar yang berbatasan dengan jalan, ketinggian reklame tidak melebihi 15 m (lima belas meter), dan tidak boleh melebihi ketinggian bangunan di persil tersebut.

2. Peraturan Lembaga Periklanan

Peraturan penempatan iklan luar ruang yang sesuai harus berdasarkan pada etika dan estetika yang berlaku. Etika penempatan iklan luar ruang akan

(31)

38   

dilihat dari aspek Etika Pariwara Indonesia. Etika Pariwara Indonesia mempunyai hakikat yang unik karena menggabungkan moralitas dan hukum sekaligus. Pada satu sisi, kode etik adalah aturan moral, tetapi berbeda dengan aturan moral pada umumnya. Etika Pariwara Indonesia juga mirip dengan hukum dan karena itu keberlakuannya ditunjang oleh sanksi atau hukuman, tidak seperti etika pada umumnya.

Penempatan iklan luar ruang yang tidak mengganggu dan juga tidak melanggar norma dalam Etika Pariwara Indonesia yaitu: hanya dapat dipasang pada lokasi atau tempat yang telah memperoleh ijin dari pihak yang berwenang. Wajib menghormati atau menjaga bangunan atau lingkungan yang dipelihara, dilindungi, atau dilestarikan oleh pamong atau masyarakat seperti bangunan atau monument bersejarah, taman nasional, atau panorama alam, termasuk segala fasilitas dan akses langsungnya. Iklan luar griya tidak boleh ditempatkan sedemikaian rupa sehingga menutupi sebagian atau seluruh iklan luar griya yang lain yang sudah ada lebih dulu di tempat itu. Tidak boleh ditempatkan bersebelahan atau sangat berdekatan dengan iklan produk pesaing. Pondasi, konstruksi dan panel pada iklan luar griya yang berbentuk papan iklan harus sesuai dengan standar perhitungan sipil, dan mekanika yang menjamin keselamatan dan ketentraman masyarakat sekitarnya.

Konstruksi maupun bidang iklan harus tampil harmonis secara fisik maupun estetika terhadap bangunan, lingkungan atau kota sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku. Iklan luar griya yang berbentuk papan iklan tidak didirikan di median, separator atau pulau jalan. Iklan luar griya tidak boleh

(32)

39   

menutupi pandangan pelalulintas, baik terhadap rambu dan marka lalu lintas, perlintasan kereta api, maupun segala jenis perangkat pengatur lalu lintas lainnya. Penataan pencahayaan media luar griya tidak boleh menyilaukan mata pelalulintas. Iklan media luar griya tentang minuman keras hanya boleh dipasang pada lokasi atau tempat dengan khalayak khusus dewasa (Dewan Periklanan Indonesia, 2005: 37). Visualisasi iklan dan isi iklan yang tidak melanggar etika dalam beriklan yang dimaksud dalam penelitian ini lebih mengarah pada iklan luar ruang yang visual dan juga isinya tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pesan-pesan yang disampaikan dalam iklan luar ruang tersebut tidak mengandung unsur SARA yang dapat berdampak negatif bagi khalayak yang melihatnya.

3. Etika dan Estetika Iklan Luar Ruang

Iklan luar ruang harus memperhatikan segi etika maupun estetika dalam hal keindahan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, karena iklan merupakan salah satu dari bentuk komunikasi khususnya periklanan yang bertujuan untuk mempromosikan produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen kepada khalayak sasarannya.

Etika adalah suatu nilai atas norma yang berlaku di masyarakat yang fungsinya untuk mengatur tingkah laku. Menurut K. Berten etika mempunyai beberapa arti . Kata “Etika” bisa dipakai dalam arti : nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangang seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Secara singkat, arti ini bisa dirumuskan juga

(33)

40   

sebagai sistem nilai, dan boleh dicatat lagi, “sistem nilai” itu bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan atau taraf sosial.

Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik. Fungsi direktif dan imperative iklan disampaikan melalui media suara (audio), media gambar (visual), dan media bahasa (verbal).

2.4 Landasan Teori

2.4.1 Ruang Publik

Ruang Publik secara singkat merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya (Darmawan, 2003). Menurutnya pula bahwa ruang tersebut berada di antara bangunan. Ruang publik adalah suatu tempat yang dapat menunjukkan perletakan sebuah obyek. Tempat ini dapat diakses secara fisik maupun visual oleh masyarakat umum. Dengan demikian ruang publik dapat berupa jalan, trotoar, taman kota, lapangan dan lain-lainnya (Darmawan, 2003)..

Menurut Darmawan (2003) mengatakan bahwa ruang publik dibagi menjadi beberapa tipe dan karakter diantaranya: taman umum (public parks),

lapangan dan plaza (squares and plazas), peringatan (memorial), pasar (markets),

jalan (streets), tempat bermain (play ground), ruang komunitas (community open space), jalan hijau dan jalan taman (greenway and parkways), atrium/pasar di dalan ruang (atrium/ indoor market place), ruang lingkungan rumah (found/neighborhood spaces), dan water front.

Taman umum (public parks) berupa lapangan/taman di pusat kota dengan sekala pelayanan yang beragam sesuai dengan fungsinya. Bentuknya berupa ruang

(34)

41   

terbuka yang memiliki empat macam tipe: taman nasional (national parks), taman pusat kota (downtwon parks), taman lingkungan (neightborhood parks), dan taman kecil (mini parks), tempat bermain (play ground), ruang komunitas (community open space), jalan hijau dan jalan taman (greenway and parkways).

Dikatakan pula bahwa, lapangan dan alun-alun (squares and plazas) merupakan bagian dari pengembangan sejarah ruang publik kota, alun-alun, atau lapangan, yang dikembangan sebagai bagian dari perkantoran atau bangunan komersial. Dapat dibedakan menjadi lapangan pusat kota (central square), dan plaza pengikat (corporate plaza).

2.4.2 Setting Spasial dalam Konteks Perancangan Kota

Menurut Rapoport (1982), setting merupakan tata letak dari suatu interaksi antara manusia dengan lingkungannya, setting mencakup lingkungan tempat manusia (komunitas) berada (tanah, air, ruangan, udara, pohon, makhluk hidup lainnya) yaitu untuk mengetahui tempat dan situasi dengan apa manusia berhubungan, sebab situasi yang berbeda mempunyai tata letak yang berbeda pula. Dalam konteks ruang, setting dapat dibedakan atas setting fisik dan setting

kegiatan/aktifitas. Berdasarkan elemen pembentuknya, setting dapat dibedakan atas: (Rapoport, 1982) fixed elemen, nonfixed element, dan semifix element. Elemen fixed, merupakan elemen yang pada dasarnya tetap atau perubahannya jarang. Secara spasial elemen-elemen ini dapat di organisasikan ke dalam ukuran, lokasi, urutan dan susunan.Tetapi dalam suatu kasus fenomena, elemen-elemen ini bisa dilengkapi oleh elemen-elemen yang lain, meliputi: bangunan dan perlengkapan jalan yang melekat.

(35)

42   

Elemen semi fixed, merupakan elemen-elemen agak tetap tapi tetap berkisar dari susunan dan tipe elemen, seperti elemen jalan, tanda iklan, etalase toko dan elemen-elemen urban lainnya. Perubahannya cukup cepat dan mudah. Meliputi: pedagang kaki lima, parkir dan sistem penanda. Elemen non fixed, adalah non environmental elemen, merupakan elemen diluar elemen-elemen fisik. Elemen non fixed berhubungan langsung dengan tingkah laku atau perilaku yang di tujukan oleh manusia itu sendiri yang selalu tidak tetap. Menjelaskan pergerakan dari individu atau kelompok yang membentuk suatu aktivitas tertentu.

2.4.3 Urban Design pada Persimpangan Jalan dan Media Periklanan sebagai Elemen Perancangan Citra Kota

Elemen-elemen urban design process review atau perancangan kota (Shirvani, 1985), adalah penggunaan lahan (land use). Tiap kawasan, guna lahannya berbeda-beda sesuai dengan: daya tampung, aksesbilitas, sistem penggerakkan dan penggunaan lahan individual. Penggunaan lahan mengacu kepada kebijaksanaan pemerintah dan menjadi pedoman dari pembangunan fungsi kawasan. Permasalahan selama ini: perencanaan guna lahan kurang optimal dari memanfaatkan ruang yang ada serta kurang memperhatikan faktor lingkungan dan fisik alam.

Bentuk dan massa bangunan (building form dan massing ). Bentuk dan massa bangunan dapat menjadi ciri kawasan. Memperhatikan kesesuaian dengan lingkungan sekitar. Berorientasi pada pembentukan citra kawasan, manusiawi dan sesuai dengan fungsi/aktifitasnya. Sirkulasi dan parkir (circulation and parking). Membuat arah pengembangan serta mengendalikan pola aktivitas kota melalui sistem jaringan jalan, jalur pejalan kaki dan transit/perhentian.

(36)

43   

Ruang terbuka (open space). Bisa menyangkut lansekap; elemen keras (hardscape yang meliputi : jalan, trotoar) serta elemen lunak (softscape) berupa taman dan ruang rekreasi dikawasan kota. Elemen-elemen terbuka juga menyangkut lapangan hijau, ruang hijau kota, pohon-pohonan, pagar, tanam-tanaman air, penerangan, paving, kios-kios, tempat-tempat sampah, air minum, sculpture, dan jam.

Jalur pejalan kaki (pedestrian ways). Mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan di pusat kota. Lingkungan menjadi lebih nyaman dan manusiawi. Menciptakan kegiatan pendukung: Pedagang kaki lima dan perdagangan eceran

(window shopping ).Penunjang kegiatan (activity support). Meliputi semua kegiatan yang membantu memperkuat penggunaan ruang publik, seperti: PKL, bazaar serta festival. Berfungsi untuk menghidupkan kawasan setiap waktu dan menunjang terciptanya interaksi para pelaku. Penandaan (sinages). Sebagai penunjuk arah/fungsi bangunan (termasuk billboard/baliho). Penandaan dapat pula melalui pembedaan bentuk atau ciri visual lain, seperti melalui warna, tekstur dan lain-lain.

Pelestarian (preservation). Meliputi upaya pelestarian lingkungan yang telah ada dan ruang-ruang kawasan yang sudah terbentuk, khususnya yang memiliki nilai historis. Preservasi juga dilakukan terhadap aktivitas yang sudah berlangsung dengan memperhatikan aspek sejarah kawasan serta relevansinya dengan tuntutan modernitas.

Selain kedelapan elemen rancang kota di atas, terdapat beberapa elemen lain yang penting diperhatikan dalam perancangan kota. Citra pada kawasan

(37)

44   

perkotaan adalah gambaran pertama yang sangat kuat tentang rasa tempat yang dimiliki kota tersebut, dan tidak dimiliki ditempat lain. Citra terbentuk dari struktur pemukiman dengan legenda sejarahnya, aktifitas setempat, bentukan arsitektur dengan ekspresi komponen pendukung seperti bentuk, jalan, massa, dan lain lain. Pengaruh citra terhadap ruang publik tidak terlepas dari kualitas visual

pembentuk ruang publik itu sendiri, dimana kualitas visual ini memunculkan kesan yang signifikan (bermakna), yaitu mudah dikenali oleh elemen-elemen pembentuknya. Misalnya dengan adanya patung–patung, dan pola jalan yang jelas (The Image of The City,Kevin Lynch, 1986). Kevin Lynch menyatakan bahwa image/citra kota dibentuk oleh 5 (lima) elemen pembentuk wajah kota, yaitu:

1. Paths, adalah suatu garis penghubung yang memungkinkan orang bergerak dengan mudah. Paths berupa jalur, jalur pejalan kaki, kanal, rel kereta api, dan yang lainnya.

2. Edges, adalah elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupapaths yang merupakan batas antara 2 jenis fase kegiatan. Edges berupa dinding, pantai, hutan kota, dan lain-lain.

3. Districts, hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari luar apabila memiliki kesan visual. Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.

4. Nodes, adalah berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang berbeda. Sebuah titik konsentrasi dimana transportasi memecah, paths menyebar dan tempat mengumpulnya karakter fisik.

(38)

45   

5. Landmark, adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan fisik buatan seperti menara, gedung, sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.

2.4.4 Praktek-praktek dalam Penataan Media Periklanan

Untuk referensi penataan media periklanan di persimpangan jalan utama, Negara-negara asia tetangga terdekat seperti Singapura, dan Jepang dijadikan bahan pertimbangan karena memiliki kedekatan secara wilayah, kedekatan secara kultural, serta memiliki kesamaan memperhatikan budaya sebagai elemen kuat tampilan media periklanan. Untuk referensi penataan pada negara-negara maju, diambil studi kasus pada Kota Toronto Kanada, serta negara amerika latin seperti Kota Sao Paulo Brazil.

Singapura

Penataan media periklanan/reklame pada persimpangan jalan utama dan ruang publik di Singapura pada dasarnya mengikuti lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan pengamatan pada beberapa persimpangan jalan di Singapura melalui survey langsung, diperoleh hasil secara bentuk sebagaian besar selaras menyerupai bentuk di sekitarnya. Hampir semua media periklanan yang ditemukan terutama yang berukuran besar menempel pada bangunan di sekitarnya. Jika bangunan di sekitarnya melengkung, bentuk media periklanan akan mengikuti lengkung.

(39)

  Se Jika berup bangunan bangunan media per karena jar tidak terla pandang a berdekatan sendiri pa tidak kont G Gam perti yang pa bidang d di sekitarn sekitar pad riklanan (G rak antara b alu jauh m akan tetap n n. Selain m ada area kos tras dengan ambar 2.8. M mbar 2.7. Med terlihat pad atar, media nya. Penggu da persimpa Gambar 2.10 angunan de mengikuti ja nyaman kar menempel pa song, namu lingkungan edia periklana dia periklanan da kawasan periklanan unaan akse angan akan 0). Hal ters engan arah p arak sempa rena ketingg ada bangun un memiliki n di sekitarn an selarasan d Sumber: p n pada kawasa Sumber: p Orchard d n akan terpa s kedaeraha diikuti pen sebut bisa pandang pe adan seperti gian dan po nan, beberap bentuk yan nya (Gamba dengan lingkun penulis an Orchard dan penulis dan Suntec asang searah an seperti a nggunaan ak diaplikasik engguna per i di Kota osisi penggu pa media pe ng selaras, ar 2.11). ngan sekitar d n Suntec City City Singa h, selaras de akses chine ksen serupa an di Sing rsimpangan Denpasar. una jalan r eriklanan b dan unik n di Singapura y di Singapura 46  apura. engan ese di pada apura jalan Jarak relatif erdiri amun

(40)

47   

Untuk jenis media periklanan sebagian besar bersifat permanen, berukuran besar, baik konvensional gambar tidak bergerak dan gambar bergerak/elektronik

(LED). Kuantitas media diatasi dengan penggunaan teknologi.

Jepang

Kyoto terletak di bagian selatan dari Prefektur Kyoto. Di dalam kota mengalir beberapa sungai seperti Kamogawa di timur, Katsuragawa di barat, dan Ujigawa di selatan. Posisinya berada di Lembah Kyoto (disebut juga Lembah Yamashiro). Bagian pusat kota didesain terkotak-kotak seperti papan catur, dengan bentuk jalan yang sebagian besar lurus. Setiap jalan memiliki nama-nama tersendiri, dan sebagian besar persimpangan diberi nama sesuai dengan nama jalan yang bertemu. Saat ini pusat bisnis berada di bagian selatan dari Kyoto Gosho, dengan bagian utara yang lebih tidak berpenduduk memiliki suasana lebih hijau. Penataan di Kota Kyoto , Jepang media periklanan miliki area khusus untuk iklan, seperti vendhing machine, eskalator bahkan bus. Biasanya ukurannya kecil dan jumlahnya tidak terlalu banyak, tapi punya desain menarik. Billboard di Kyoto tidak pernah ditempel langsung di gedung, karena warga Kyoto menganggap bangunan tersebut memiliki nilai sejarah tinggi (Narumi, 1998).

Kota-kota di Jepang telah menerapkan pelarangan reklame komersial pada trotoar hanya pada dinding-dinding toko. Penataan reklame di Tokyo hanya mengijinkan pendirian reklame gigantic atau raksasa pada atap-atap bangunan, itu pun dengan nilai pajak yang hampir setara dengan harga bangunan tempat reklame itu dibangun. Di tengah Kota Tokyo, Jepang, reklame gigantic tidak

(41)

  diperkenan gedung. R Swedia, K Pa 2013) ter meneliti pengganti terhadap p penelitian Research pengemud biasa. Mer kehadiran Di nkan berd Reklame Sei Kanada dan ada buku P rdapat hasil tentang pr reklame d penggunaan yang dila Institute di di lebih terg rujuk pada reklame LE Toronto, diri. Kalau ko misalnya Gam n Brazil ublik dan l penelitian ro-kontra p di beberapa n LED sebag akukan oleh i Swedia, m ganggu ket penelitian t ED. Kanada, upun ada a, tarifnya b mbar 2.9 Citra (Sumber: Reklame d n lain yang penggunaan negara. M gai media p h Swedis menunjukka tika melewa tersebut, pe reklame maka h bisa setara d a Kota Kyoto : Wikipedia) di Ruang K g ditampilk n LED se Masyarakat periklanan p h Nationa an bahwa s ati reklame emerintah S LED juga harus dipa dengan harg Jepang Kota Jakarta kan pada b ebagai med Swedia cen pengganti re al Road ecara signi e LED ketim wedia kemu a ditolak asang di ga bangunan a (Handay buku ini, y dia perikla nderung ko eklame. Seb and Transp fikan perha mbang rekl udian melar oleh seba 48  atas n. yani; yang anan ontra buah sport atian lame rang agian

(42)

49   

masyarakatnya sendiri (Handayani; 2013). Pada medio 2011, pemerintah Toronto berencana menghilangkan billboard dan menggantinya dengan reklame

LED—seperti di Jakarta pada 2013. Menanggapi rencana ini, Toronto Public Space Initiative (TPSI), lembaga independen di Toronto, berinisiatif melakukan gerakan publik untuk menentang keberadaan reklame LED di Toronto. Sekalipun hingga saat ini gerakan itu belum berhasil sepenuhnya, pernyataan Dave Meslin, anggota dari TPSI, menarik untuk diperhatikan. “We’ve already banned cellphones in cars. You’re not allowed to watch your own personal TV screens in cars. So why would we install electronic signs on the highway? It’s just a bad idea (Kita sudah dilarang menggunakan ponsel ketika mengemudi. Anda juga dilarang untuk menyalakan televisi di dalam mobil. Jadi kenapa sekarang memasang reklame elektronik di jalan raya? Ini adalah ide yang buruk).” Lewat pernyataan ini, Meslin ingin mengingatkan tentang tingkat gangguan yang tinggi dari kehadiran reklame LED di jalanan (Graeme Bayliss, “LED Billboards Threaten Safety and Public Space, Say Critics,” Torontoist.com, 13 Desember 2013 dalam Handayani 2013)

Ketika Kota São Paulo di Brazil membabat semua reklame di kotanya pada 2006, sebagian warga São Paulo merasa aneh, bingung, dan tersesat karena sebagian masyarakat merasa kehilangan “penanda tempat” berupa

billboard yang sebelumnya hadir di sana. Namun lama kelamaan warga São Paulo mulaimengenali kembali wajah kota yang selama ini tertutupi oleh papan-papan iklan tersebut. “It’s weird, because you get lost, so you don’t have any references any more. My reference was a big Panasonic billboard. But now my

(43)

50   

reference is art deco building that was covered through this Panasonic. So you start getting new references in the city. The city’s got now new language, a new identity (Aneh, karena selain tersesat, juga tidak punya referensi lagi. Referensi sebelumnya adalah billboard besar Panasonic. Tapi kini referensinya adalah bangunan bergaya Art Deco yang sebelumnya ditutupi oleh Panasonic itu. Jadi masyarakat mulai mendapatkan referensi baru di dalam kota. Kota ini sekarang punya bahasa baru, identitas baru),” ungkap Vinicius Galvao, seorang reporter São Paulo. Dengan menghilangkan reklame, warga São Paulo kini dapat menikmati identitas kota yang sesungguhnya. Pada 2011, ketika diadakan survei kepuasan publik, sebanyak 70 persen warga São Paulo setuju untuk melanjutkan peraturan ini (Handayani; 2013).

2.4.5 Persimpangan Jalan dalam Tata Nilai Tradisional Bali

1. Asta Bumi

Norma-norma dalam prinsip Asta Bumi yang terkandung dalam tata cara mengatur pekarangan dan tata letak bangunan dalam suatu ruang atau areal permukiman dilatar belakangi oleh filosofis Tri Hita Karana, dengan konsep-konsepnya, antara lain terdiri dari: Konsep wadah ( Tri Mandala ): utama, madya, nista (kepala, badan, kaki), Konsep TTri loka: b hwur, bwah, swah (bawah, tengah, atas). Konsep Hirarki Tata Nilai: utama, madya, nista (ulu, tengah, teben), arah mata angin (Dewata Nawa Sanga).

2. Perempatan Agung / Catus Patha

Menurut Gelebet (1981) stilah catuspatha berasal dari bahasa Sanskerta catus

(44)

51   

berarti jalan yang bercabang empat atau simpang empat. Di Bali, catuspatha

diartikan bukan sekedar simpang empat atau pempatan tetapi suatu simpang empat (crossroads) yang memiliki nilai sakral dan makna tersendiri dan disepadankan dengan pempatan agung. Dengan demikian setiap simpang empat di Bali adalah pempatan, namun tidak seluruh pempatan merupakan pempatan agung. Di zaman kerajaan di Bali catuspatha bukan sekedar simpang empat yang sakral tetapi terkait pula dengan statusnya sebagai pusat ibukota kerajaan. Sebagai pusat ibukota, dan ibukota adalah pusat wilayah negara, maka

catuspatha adalah pusat negara. Negara dalam budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu adalah suatu kosmos kecil yang merupakan replika atau miniatur alam raya (makrokosmos). Dalam kedudukannya sebagai pusat negara, maka catuspatha mengandung unsur-unsur: puri sebagai keraton atau pusat pemerintahan merangkap sebagai rumah jabatan; pasar sebagai pusat perdagangan/tempat transaksi; bangunan wantilan sebagai pusat budaya/hiburan khususnya sabungan ayam (tajen); dan ruang terbuka umum yang digunakan untuk taman rekreasi yang kadang- kadang ada yang dilengkapi dengan satu bangunan terbuka yang panjang (bale lantang).

Catuspatha memiliki bentuk dasar palang (+) dalam istilah Bali disebut juga dengan tampak dara yang mitologinya terdapat dalam Lontar Catur Bumi. Orang-orang Yunani Kuno menyebut tampak dara dengan istilah

gammadion. Tampak dara mengilhami koordinat Cartesius dalam matematika dan menjadi dasar swastika. Bila swastika merupakan simbol perputaran alam semesta, maka tampak dara (sumbu salib) merupakan simbul alam semesta.

Gambar

Tabel 2.1 Kedudukan Penelitian Kini dan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Diagram  Kerangka Berpikir  PERMASALAHAN  -  Pemanfaatan persimpangan jalan sebagai wadah media periklanan,
Tabel 2.2  Peninggalan Pusaka Budaya Kota Denpasar (Sumber Dokumen Pelaksanan Program dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Denpasar – 2013)
Gambar 2.11. Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mengkaji peresapan air kedalam tanah / infiltrasi akibat perubahan penggunaan atau tata guna lahan dari daerah resapan ke daerah pengembangan di bukit

Ciljevi i zadaće istraživanja odnose se na istraživanje obranjenih diplomskih radova studenata učiteljskoga studija te prepoznavanje različitih istraživačkih pristupa i

Mereka harus menyadari bukan sebagai individu, tidak ter- organisasi, dan massa secara kuantitatif, namun lebih sebagai kelompok sosial atau lembaga yang berkaitan dalam

BERAGAM CARA// SALAH SATUNYA SEPERTI YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA UNY// MEREKA. MENGGELAR PAMERAN SENI RUPA DAN FOTOGRAFI DI

Dari hasil uji coba yang dilakukan , alat pencuci dan pengering tangan dengan menggunakan mikrokontroller AT89S51 dapat bekerja sesuai yang di harapkan ketika tangan

Regulasi • Belum adanya national policy yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral dan law enforcement lemah.. Kelembagaan

Proses perubahan energi pada turbin ulir yaitu energi tekanan dan kinetik dalam air yang menumbuk blade (sudu ulir) akan menimbulkan gaya-gaya hidrodinamis pada blade

4.2.2 Proses Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Angkasa Lanud Sulaiman