• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SAJIAN DAN ANALISIS DATA. Berikut ini merupakan beberapa hasil temuan yang diperoleh oleh penulis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III SAJIAN DAN ANALISIS DATA. Berikut ini merupakan beberapa hasil temuan yang diperoleh oleh penulis"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

101

Berikut ini merupakan beberapa hasil temuan yang diperoleh oleh penulis melalui sajian dan analisis data untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan mengenai bagaimana praktik mediated voyeurism pada media sosial Path oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip UNS Surakarta angkatan 2010-2012 dan apa saja motif praktik mediated voyeurism tersebut.

Telah disebutkan dalam Bab I bahwa saluran atau media adalah alat yang digunakan oleh sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima (komunikan). Seiring dengan berkembangnya ilmu teknologi, komunikasi interpersonal dapat dilakukan tanpa bertatap muka. Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Uns Suakarta Angkatan 2010-2012 memanfaatkan Path untuk melakukan praktik mediated voyeurism. Mahasiswa memanfaatkan tidak adanya notifikasi visit apabila mereka mengunjungi akun orang lain. Media sosial digunakan agar komunikator (orang yang diintai) tidak mengetahui aktivitas tersebut. Pemakaian Path dapat meminimalisir jarak dan waktu, dimana narasumber tidak berada di tempat yang sama dengan komunikan dan berjauhan. Mediated voyeurism pada media sosial Path adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal melalui media (sarana).

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS Surakarta Angkatan 2010-2012 sebagai komunikan atau pihak yang menerima pesan yang diunggah dari komunikator melakukan pengintaian akun media sosial Path orang lain, mayoritas orang yang

(2)

diintai berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah teman, keluarga, pacar, mantan, dan orang baru yang ingin berteman pada media sosial Path.

Dikatakan sebagai komunikator, karena mahasiswa yang aktif bersosial media Path telah menerima pesan yang diunggah dalam Path berupa moment yaitu status, share location, share musik, film, buku, program acara televisi, foto/gambar, video, bersama siapa dan lain-lain. Narasumber menerima pesan berarti mereka membaca bahkan memberikan komentar yang menafsirkan moment yang diunggah berdasaran pengetahuan, perasaan, persepsi dan pola pikirnya.

Berdasarkan hasil temuan, narasumber menggunakan istilah cyberstalking atau stalking karena bagi mereka istilah tersebut lebih akrab di telinga. Bocij dan L. McFarlane (2002), cyberstalking adalah sekelompok perilaku di yang seorang individu, sekelompok individu atau organisasi menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk melecehkan salah satu atau lebih individu. Cyberstalking (Laughren, 2000; Ellison & Akdeniz, 1998; CyberAngels, 1999; Dean, 2000; Ogilvie, 2000) didefinisikan sebagai penggunaan komunikasi elektronik, termasuk pager, telepon seluler, email, dan internet, untuk mem-bully, mengancam, melecehkan, dan mengintimidasi korban. Cyberstalking tidak lebih buruk dari terror emosional. Hasil temuan yang ditemukan, lebih menitik beratkan pada perilaku seseorang yang melihat-lihat moment yang diunggah oleh orang lain yang dapat menjelaskan tentang aktivitas orang lain. fenomena tersebut lebih tepat dikatan sebagai praktik mediated voyeurism.

(3)

Mediated voyeurism, pada dasarnya merupakan ketertarikan seseorang terhadap aktivitas seksual orang lain. Namun pada voyeurism yang terjadi pada jejaring sosial, tidak hanya menjadi sebuah perilaku yang tertarik pada aktivitas seksual saja. Calvert mengungkapkan bahwa voyeurism sebagai sebuah ketertarikan berlebih yang dilakukan untuk melihat bagaimana target yang sebenarnya atau privasinya dari apa yang dia unggah di media sosial. Menurut nrasumber, praktik voyeurism lebih aman dan mudah dilakukan pada media elektronik yang termasuk di dalamnya media sosial Path yang didorong adanya perkembangan teknologi internet.

Path, sebuah media sosial sebagai jurnal pribadi bagi penggunanya memberikan fitur-fitur yang dapat memudahkan narasumber melakukan praktik mediated voyeurism. Fitur-fitur tersebut berupa share location, status, lagu, film, tv show, buku, bersama siapa, dll. Hal tersebut menjadikan narasumber (dengan catatan telah berteman pada media sosial Path dengan target) lebih mudah mengetahui apa saja yang menajdi aktivitas sehari-hari target. Menurut narasumber, pada media sosial Path tertera denga jelas dimana keberadaan target, bersama siapa dan apa yang sedang dipikirkan oleh target.

Menurut narasumber, adanya privasi bagi pengguna Path (dimana hanya yang telah berteman pada media sosial Path yang dapat mengunjungi laman akun pengguna lain), para target menjadi lebih terbuka untuk mengunggah moment pada media sosial Path. Kemudahan yang disediakan oleh Path, bagi narasumber tidak perlu lagi mencari informasi secara face-to-face kepada target tentang apa yang menjadi aktivitasnya karena target bisa saja tidak nyaman karena narasumber

(4)

memiliki ketertarikan berlebih untuk menggali informasi mengenai target. Dan, bagi narasumber, apabila target mengetahui mereka kepo akan timbul perasaan malu.

Selain itu, rasa aman dapat timbul karena dari pihak Path telah menghilangkan notifikasi visit. Bagi narasumber, hal tersebut menjadi kabar baik bagi mereka. Narasumber memiliki keberanian lebih kepercayaan diri yang lebih untuk mengunjungi laman akun orang lain. sebab, seberapa sering narasumber mengunjungi akun target, tidak aka nada notif yang dapat diketahui oleh taget bahwa akunnya sedang dikunjungiorang lain.

A. PRAKTIK MEDIATED VOYEURISM PADA MEDIA SOSIAL PATH OLEH MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI FISIP UNS SURAKARTA ANGKATAN 2010-2012

Berdasarkan hasil penelitian, praktik mediated voyeurism yang dilakukan oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Uns Surakarta Angkatan 2010-2012 adalah sebagai berikut.

1. Melakukan praktik mediated voyeurism dengan melakukan pengintaian langsung ke laman akun Path orang yang dituju

Narasumber mengunjungi laman akun orang lain yang dilakukan dengan niat dari awal membuka media sosial Path. Narasumber mencari akun orang yang dicari, dan kemudian mengunjungi laman akun tersebut, membuka dan membaca setiap moment yang diunggah orang tersebut.

(5)

“Kadang sih mbak, tapi aku stalking nya juga karena punya tujuan gitu, misalnya, aku mau pergi ke tempat makan dan temenku tuh pernah kesana ngepath disana biasanya aku lansung buka Path search nama dia aku scrolling timeline dia pas dia pernah ke tempat itu kaya gimana.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Gambar III. 1

Iis (21) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa dia langsung mencari akun nama orang yang ingin dia ketahui aktivitasnya.

“iya mbak aku kadang gitu (buka akun orang lain). Kan dulu ada kakak senior waktu sma aku penasaran aku pengen tau sekarang dia gimana kerja dimana aku buka di Path gitu aku cari aku stalking. Hehe.” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

(6)

Gambar III. 2

Iis juga mengungkapkan bahwa informasi dari teman-temannya tentang moment yang diunggah seseorang membuatnya ingin stalking dengan langsung melihat akun orang tersebut.

“…dari temen ngasih tau eh si ini lagi galau loh nyindir-nyindir orang lewat lagu gitu. Biasanya aku langsung cek gitu mbak.” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Lukas (23) juga langsung mencari akun si A orang yang ingin Lukas ketahui apa saja yang si A unggah ke media sosialnya.

(7)

“Emm A mel bakal s untuk Mahas 2015. Gambar Pemilik Paulin “…dik update Path, k Mahas 2015. m.. situasiona akukan sesu stalking dia beberapa s siswa Ilmu K r III. 3 akun disam na (21) juga m

kasih tau tem e, atau abis kalo aku pun siswa Ilmu K

al. Kalo ada uatu atau dia

update apa saat tentang Komunikasi markan mengungkap men-temen d dikirimin s nya Pathnya Komunikasi temen yang a update, aku a aja dan aka g update-an

i 2010 waw

Gambar II Pemilik ak pkan hal seru di grup kan n screenshoot a aku stalkin i 2012 waw g ngasih kab u sama teme an berdiskus si A itu.” wancara pada II. 4 kun disamar upa. ngasih tau m nya kan te ng akunnya.” wancara pada

bar kalo ada nku bakal ca si sama tem ” Lukas (23 a 7 Septemb rkan misal si X ab erus aku bu ” Paulina (2 a 8 Septemb si ari men 3), ber bis uka 1), ber

(8)

Gambar III. 5

Begitu juga Rere (21) yang juga membuka akun Path nya dang langsung memasuki akun orang yang ingin dia ketahui aktivitasnya.

“Kadang emang langsung gitu mbak emang niat buka Path buat stlking dia…” Rere (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 11 September 2015.

(9)

Gambar III. 6

Dan hal tersebut juga terjadi pula pada Wandha (21) yang merasakan dia ingin stalking seseorang maka dia akan langsung membuka akun orang tersebut pada media sosial Path.

“Biasanya lagi pengen kepo nya. Biasanya ‘aku pengen kepo ini’…… Iya mbak. Lebih seringnya kaya gitu sih (langsung buka akunnya).” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

(10)

Gambar III. 7

2. Praktik mediated voyeurism melalui halaman timeline

Narasumber membuka akun Path milik pribadi, men-scroll down timeline miliknya dan ketika telah menemukan moment atau nama akun orang lain yang bagi mereka menarik untuk ditelisik maka narasumber akan membuka halaman akun orang tersebut dan membaca apa saja yang diunggah oleh orang tersebut. Sehingga narasumber dapat mengetahui apa saja yang dilakukan, kemana saja, apa yang dipikirkan dan bersama siapa moment itu terjadi.

(11)

Seperti yang diungkapkan Anta, yang melakukan stalkng dari timeline dan terdapat moment yang menarik maka Anta akan masuk ke akun orang tersebut.

“Iya mbak, dari timeline ada moment yang menarik comment nya banyak aku stalking.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Gambar III. 8

Selain itu, Anta mengatakan bahwa hal tersebut membuatnya penasaran dalam satu moment memiliki banyak comment, sehingga dia penasaran apa saja yang dibicarakan di dalamnya.

“Haha kalo stalking liat foto misalnya ada yang ganti foto profilnya atau ada yang cantik aku stalking mbak. aku liat wajahnya dulu

(12)

kayak gimana. Kalo cantik aku stalking. Ya lihat-lihat dia kesehariannya gimana, ngeposting apa aja, dimana aja gitu-gitu. Posting lagu apa mungkin kan bisa lagu kesukaan dia. Terus ya kalo enggak stalking comment gitu mbak. jadi misalnya ada moment apa gitu comment nya sampai 20, 30 apa 40an gitu kan aku penasaran ngomongin apa gitu mbak makanya aku buka.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Gambar III. 9 tentang moment dengan jumlah komentar banyak

Menurut Chandra (22), menelisik akun Path orang lain yang dia lalukan berawal dari scrolling timeline. Ketika scrolling tersebut dia memiliki keinginan untuk mengetahui lebih banyak aktivias target maka dia akan buka akun orang tersebut.

“Biaasanya aku dari timeline mbak, scroll timeline ada yang pengen aku buka ya tak buka. Kayak temenku bikin status apa gitu mbak. meme apa gitu. Location juga. Kalo spontan pengen buka stalking akun seseorag sih enggak mbak.” Chandra (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 11 September 2015.

(13)

Gambar III. 10

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Daniel (22) yang stalking berawal dari scolling timeline dan ketika menemukan moment yang menarik dia akan membuka akun orang tersebut.

“Aku biasanya dari scrolling timeline kan mbak, aku liat ada yang menarik baru aku buka akun dia. Jadi bukan dari awal buka Path itu mau buka Path dia. Tidak direncanakan dan situasional mbak.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

(14)

Gambar III. 11 tentang mem-visit dari moment yang diunggah pada Timeline.

Menurutnya, Daniel tidak pernah membuka media sosial Path miliknya dengan niat ingin menelisik aktivitas orang lain.

“Cuma kepo kepo yang emang bener-bener niat pengen kepo orang itu sengaja buka Path buat buka akun dia hampir nggak pernah deh mbak.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Gigih (23), di mana dia akan melihat-lihat timeline terlebih dulu setelah itu dia akan visit akun orang yang dikehendaki.

“Biasanya buka timeline sik baru tak visit, Nggit. Apa ngerti update an temen apa gitu baru tak visit tak stalking.” Gigih (23),

(15)

akti sos Path teta ung mil Mahas 2015. Gamba Nama Menur ivitas orang ial Path nya h miliknya api, lain haln ggah ke med lik temannya siswa Ilmu K ar III. 12 akun disama rut Hilma (2 g lain terkad . Dia mengu dengan tuju nya jika dia dia sosial P a. Komunikasi arkan 22), keingin dang karena ungkapkan b uan utama la a membutuhk Path, Hilma i 2010 waw Gam Nam nan menelis a melihat ti ahwa dia tid angsung mem kan informa akan langsu wancara pada mbar III.13 ma disamarka ik lebih dal imeline pada dak pernah m mbuka akun asi yang per ung membu a 7 Septemb an lam mengen a akun med membuka ak n teman. Ak rnah temann uka akun Pa ber nai dia kun kan nya ath

(16)

“Ndak pernah buka Path dengan tujuan utama langsung stalking akun temen tuh aktivitasnya apa aja kayak gimana itu ndak pernah mbak. hehe. Kalo emang ada tujuannya ya stalking bukan karena yang iseng-iseng buka akun orang. Aku biasanya liat timeline baru stalking dengan tujuan tertentu. Jadi keinginan stalking itu ada terkadang karena buka timeline dulu liat nama seseorang baru stalking. Dan kalo pun bukan Path langsung mau stalking itu karena aku butuh informasi yang pernah dia update. Malahan tuh gini mbak, misal kan sama mantanku dulu ya, dia bilang mau pergi gitu mbak nanti malem, nah itu jadi aku punya keinginan lebih buat kepo dia mbak dia kemana sama siapa aja. Gitu sih.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

Gambar III. 14

Sementara itu, menurut Iis (21), ketika rasa penasaran muncul saat membaca moment teman yang muncul pada timeline akun media sosial Path miliknya, dan selanjutnya akan membuka akun teman untuk menggali informasi lebih banyak.

(17)

“Dan setiap buka Path gitu aku penasaran sama moment yang ada di timeline tuh aku pasti buka, kadang aku buka momennya itu aja, tapi kalo aku sampe penasaran banget sebelum-sebelumnya dia posting apa aja yang aku langsung buka ja akunnya langsung aku stalking.” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Gambar III. 15

Menurut Lukas (23), pada timeline media sosial Path miliknya, apabila orang yang ingin di stalking si A, dan ada orang lain yang mengunggah sebuah moment dan menurut Lukas unggahan tersebut menarik untuk ditelisik lebih dalam, maka dia akan masuk kea kun orang tersebut dan melihat apa saja yang moment yang diunggah sebelumnya.

“…aku scroll timeline dan kalo ada si A ini atau ada orang lain yang update dan menarik untuk ditelisik lebih banyak lagi ya baru aku masuk ke akunnya dia.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

(18)

Gambar III. 16

Nama peniliki akun disamarkan

Dan, Paulina (21) juga mengungkapkan hal yang sama seperti narasumber di atas yaitu stalking karena melihat timeline pada aku miliknya.

“Kebanyakan temen sih mbak. Itu juga dari scrolling timeline kan mbak kalo ada apa yang pengen aku stalking ya aku stalking. Iseng-iseng aja sih mbak……Paling Cuma liat-liat timeline. Stalking moment. Stalking dikit.” Paulina (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

(19)

Gambar III. 17

Praktik mediated voyeurism baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk mendapatkan informasi mengenai orang lain dilakukan narasumber dengan tiga cara atau strageti yang berbeda. Adapun strategi yang dimaksud adalah :

a. Strategi pasif

Narasumber hanya melakukan pengamatan pada moment yang diunggah oleh orang yang dia visit tanpa memberikan feedback apapun kepada orang tersebut maupun orang lain. Narasumber hanya bertindak sebagai komunikan yang pasif yang hanya melihat dan membaca moment yang diunggah oleh target secara diam-diam.

(20)

b. Strategi aktif

1) Obrolan pribadi kepada orang ketiga (bukan pengunggah moment) Narasumber menghubungi teman dari target yang akun media sosial Path diintai oleh narasumber apakah sedang bersama dengannya atau tidak dan menanyakan kepada teman terdekat tentang hal-hal yang berkaitan dengan moment yang diunggah. Narasumber melakukan obrolan pribadi kepada orang lain yang bukan penggunggah moment tersebut terhadap moment apa yang diunggah pada medi sosial Path komunikator.

Misalnya, Wanda (21), menanyakan sesuatu hal misalnya menyanyakan tempat langsung ke pesan pribadi tetapi bukan kepada orang yang dia lihat moment-nya tetapi kepada teman dekatnya.

“Tapi kalo location gitu misal Yellow Truck kan di Solo masih baru, aku biasanya tanya ke temen-temen deket itu tempatnya gimana.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

2) Timbul “stalking” baru

Setelah melakukan praktik mediated voyeurism akan timbul stalking baru kepada orang lain. menurut Hilma (22), ketika sedang stalking dan menemukan sesuatu yang menarik maka dia akan stalking lagi. Misalnya saja ketika stalking dan mengatahui siapa saja mutual friend nya atau berdasarkan moment yang diunggah ternayata orang yang dia stalking kenal dengan orang lain lagi.

(21)

“Kadang tuh dari stalking itu nemu sesuatu yang bisa di stalking-stalking lagi. Misalnya, dari mutual friends atau dari moment nya dia eh ternyata kenal ini temennya ini. Jadi stalking lagi deh.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

(22)

Gambar III. 20

3) Mencari informasi lewat alat pencari Google

Setelah memperoleh refrensi mengenai suatu tempat makan dan film, narasumbr dapat mencri informasi tambahan dari alat pencari Google. Hal tersebut menjadi alternatif lain selain memberikan komentar pada moment yang diunggah atau chat personal kepada yang bersangkutan. Mencari refrensi pada media pencari lain dapat menambah kaya informasi yang diinginkan.

Dalam hal ini, Daniel (22) mengungkapkan, dia sampai mencari pada mesin pencari google karena rasa penasaran dan untuk memperoleh informasi tentang sebuah lokasi dan refrensi film.

(23)

“Kalo enggak googling aja aku mbak. kadang kalo penasaran banget sampai searching di goole cari tau tempat itu dimana dan kayak gimana menunya harganya atau misalnya film itu ceritanya tentang apa kan bisa baca refrensi di internet.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

Gambar III. 21 pencarian tentang Queen of South Resort melalui mesin pencari Google

4) Membicarakan dengan teman sekelompok

Narasumber mendapat informasi mengenai aktivitas target dan tidak dapat dihindarkan adanya pertukaran informasi dengan teman sekelompoknya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Gigih (23), bahwa dia tidak mengunggah status atau moment yang lainnya, tetapi dia melakukan obrolan dengan teman-temannya. Obrolan tersebut membahas tentang target.

(24)

“Nek bikin status sih enggak apalagi chat personal, paling rasan-rasan sama temen-temenku sekelompok lah. Kan aku kan punya grup temen-temen yang biasanya bareng, Nggit, nati tuh pasti jadi obrolan bareng-bareng. Kan biasanya nanti pada capture to pada dikirim di grup dibahas di grup.” Gigih (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

c. Strategi interaktif

Dalam strategi ini, narasumber berkomunikasi dengan target misalnya memberikan komentar pada moment yang diunggah oleh target, memberikan like melakukan chat pribadi pada target untuk memperoleh wawasan atau pengertian. Selain itu, narasumber juga memberikan timbal balik sebagai bentuk mencari pengungkapan yaitu dengan mengunggah moment sebagai respon dari narasumber setelah mengintai unggahan orang tersebut, baik berupa status maupun lagu.

1) Memberikan komentar (comment)

Memberikan comment atau komentar pada moment yang diunggah untuk menjawab rasa penasaran dan ingin tahu narasumber tentang lokasi, film atau lagu terbaru.

Menurut Daniel (22), memberikan komentar ada moment yang diunggah oleh teman di Path lebih cepat direspon kembali oleh orang ang bersangkutan daripada harus chat personal.

“Langsung comment mbak, lebih cepet dibalesnya juga. Langsung Tanya dan penasarannya terbayar…… Temenku ada yang dia tuh suka nongkrong suka jajan-jajan gitu dia suka update di Path gitu aku Tanya di comment path dia. Itu gak cm

(25)

tempat sih yang film tadi juga mbak. Ada tuh temenku yang punya taste film bagus dan review film dari dia oke biasanya aku yang tertarik Tanya gitu dan itu juga bikin tertarik nonton mbak.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

Gambar III. 22

Lebih lanjut Daniel (22) mengungkapkan bahwa memberikan komentar pada moment teman menurutnya sebagai langkah crosscheck yang kebetulan tidak hanya dia yang mengunggah moment di lokasi yang sama dengan temannya atau di saat di mana dia ingin menghadiri suatu acara dan temannya sudah terlebih dulu datang. Dengan memberikan komentar Daniel lebih tau bagaimana acara tersebut.

“Iya mbak, tapi motifnya bukan yang pengen tahu kebenarannya kayak misalnya sama pacar kan crosschecknya “kamu tadi abis dari sini to?” enggak sih gak gitu. Biasanya kayak aku nge-Path check in di suatu tempat dan kebetulan

(26)

temenku check in di tempat yang sama biasanya aku temuin gitu. Atau kalau nggak, misalnya aku mau ke acara apa nih dan temenku udah kesana duluan jadi aku Tanya-tanya ke dia dulu acarany va gimana gitu. Jadi bukan yang insecure gitu mbak.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

Selain Daniel, Iis (21) juga memberikan komentar pada moment yang diunggah oleh temannya. Namun, tidak semua moment dia memberikan komentar. Dia hanya melihat-lihat saja dan ketika dia menemukan moment yang menarik misalnya lokasi tempat makan Iis hanya berani memberikan komentar apabila moment tersebut masih dalam hitungan satu hari.

“Kalo misalkan kaya aku abis stalking abis kepoin moment nya dia abis pergi kemana apa nonton film apa gitu aku berani buat comment tanya-tanya gimana film nya bagus enggak misalkan gitu masih sehari masih baru-baru aja aku berani comment, tapi kalo udah lama waktunya misalkan udah kemarin atau beberapa hari yang lalu aku enggak berani, nanti ketauan keponya dong mbak. hehe…… Berani comment kalo emang pengen kaya yang tadi update dimana aku tanya kemarin abis kesitu ya.” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

(27)

Gambar III. 23 2) Obrolan pribadi

Selain memberikan komentar langsung pada moment yang diunggah oleh objek stalking, Narasumber juga menayakan langsung melalui chat messenger personal. Menurut Anta, dia lebih memilih untuk chat personal LINE karena mengomentari pada moment yang diunggah, notifikasi akan masuk ke akunnya apabila ada orang lain lagi yang mengomentari atau orang yg bersangkutan yang membalas komentar dari Anta. Sehingga dia lebih memilih chat langsung ke objek stalkingnya.

“Emm aku gak sukanya kalo comment di Path tuh notifikasi nya masuk semua mbak ke akun kita kan mbak. hehe. Aku

(28)

biasanya lebih ke chat personal tanya ke dia lewat chat di Line mbak.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Anta menambahkan, dia tidak pernah mengungkapkan kembali perasaannya melalui status di sosial media karena hal tersebut dapat membuatnya ketahuan stalking oleh objek stalkingnya.

“Enggak mbak. Nanti ketauan dong kalo aku stalking mbak. hehe. Biasanya bikin status tuh kalo tanya nomer telpon temen karena kalo di Line di BBM slow respon, tapi dia update terus di Path.” Anta, Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Sama halnya dengan Anta, Hilma (22) juga memilih chat personal daripada memberikan komentar di moment yang diunggah temannya. hal itu dia lakukan apabila saat dia stalking sebuah location di Path tidak jelas detail alamatnya atau lokasinya dimana.

“Kalo harus banget personal tuh misalnya location di Path nya nggak jelas tuh aku baru tanya. Kan location di Path bisa di cari tau tempat-tempatnya detail alamatnya. Tapi kalo gak jelas ya aku baru tanya.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

Selain itu, Lukas (23) juga akan memberikan respon langsung melalui chat messenger atau mengomentari moment yang diunggah apabila dia stalking teman dekatnya.

“Kalo yang aku stalking temen deket biasanya lagsung aku Tanya personal ke dianya sih, Nggit. Atau kan bisa komentar lagsung di Path.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

(29)

Berbeda dengan narasumber di atas, berdasarkan hasil penelitian ditemukan narasumber yang memastikan kebenaran momen yang diunggah dengan mengirim pesan pribadi pada aplikasi messenger lainnya selain Path kepada orang lain yang bukan kepada objek stalkingnya.

Menurut Paulina (21), setelah stalking teman pacarnya atau pacarnya memperoleh informasi mengenai dimana keberadaan pacarnya, dia biasa bertanya langsung kepada teman yang ditandai oleh pacar Paulina pada moment yang diunggah untuk memastikan kebenaran pacarnya.

“Iya biasanya aku langsung bbm atau chat temen pacar aku, lagi disini sama si ini apa enggak, sama pacar apa enggak, gitu. Jadi ngecek aja bener enggaknya.” Paulina (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

(30)

Gambar III. 24 3) Memberikan like

Selain dengan mengunggah moment pada media sosial Path, ditemukan pula narasumber memberikan emoticon pada moment yang diunggah oleh target.

Seperti Chandra (22) yang memberikan emoticon pada moment yang diunggah oleh mantannya, bukan dengan membuat status atau mengunggah moment yang lainnya.

“Enggak mbak kalo aku. Aku kalo nge-share sesuatu itu karena emang kepengenanku sendiri bukan karena orang lain. jadi kalo sampai bikin status dan lain-lain sih enggak mbak. tapi biasanya tak frowned semua momentnya. Haha.” Chandra (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 11 September 2015.

(31)

Gambar III. 25

4) Mengunggah moment

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya respon dari narasumber adalah mengungkapkan pemikiran dan perasaannya melalui sebuah tulisan atau status di media sosial. Tindakan ini bertujuan untuk memberikan sindiran terhadap apa-apa saja yang diunggah oleh orang lain tersebut. Namun, narasumber tidak memberikan keterangan bahwa status tersebut diperuntukkan bagi yang mengunggah moment di Path.

Yaitu Lukas (23) yang mengungkapkan pemikirannya dengam membuat tulisan atau status pada media sosial.

“Emm.. aku biasanya nyetatus, Nggit. Harusnya kan negur langsung ke orangnya. Tapi aku kan orangnya agak frontal jadi

(32)

misalnya abis stalking gitu aku bikin status nyindir si dia yang aku stalking yang drama itu.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

Gambar III. 26 Gambar III. 27

Gambar III. 28

Selain dengan mengunggah status pada media sosial, ditemukan juga adanya unggahan berupa “listening to” yaitu sebuah fitur pada media sosial Path yang dapat mengunggah lagu. Fitur tersebut

(33)

digunakan untuk mewakili perasaan dalam bentuk lagu. Sehingga secara tidak langsung ditujukan kepada target.

Seperti halnya Lukas yang mengunggah sebuah lagu untuk memberikan semangat kepada gebetan. Lagu dapat dipilih sesuai dengan keinginan dan perasaan.

“Beda lagi kalo sama orang yang aku suka biasanya aku langsung ngepost listening music gitu, lagu yang kira-kira cocok, misalnya dia lagi sedih ya aku posting lagi yang ceritanya nyemangatin dia atau yang ceritanya aku akan selalu ada buat dia kalo lagi sedih. Hahaha.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

(34)

B. MOTIF MEDIATED VOYEURISM MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI FISIP UNS SURAKARTA ANGKATAN 2010-2012

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa setiap narasumber memiliki motif tersendiri yang mendorongnya melakukan praktik mediated voyeurism dan ingin memperoleh informasi atau pengetahuan lebih terhadap orang lain yang menjadi target melalui media sosial Path.

Berikut kemungkinan kebutuhan sosial dan motif dari praktik mediated voyeurism.1

a. Social Idenity

Social Identity bagian dari konsep diri individu yang berasal dari keanggotaannya dalam satu kelompok sosial dengan mencari konten media yang orang lain lihat dan berperilaku seperti mereka dan siapa saja yang satu kelompok dengannya. Setelah melakukan pengawasan terhadap apa yang diunggah oleh target pada media sosial Path, Narasumber dapat mengidentifikasi di kelompok mana yang sesuai dengannya dan di mana dia ingin berada dengan mengamati moment yang diunggah target.

Berdasarkan apa yang diunggah oleh target, yang mana narasumber tidak hanya mengamati satu akun media sosial Path saja, narasumber dapat mengidentifikasi dirinya berada pada kelas sosial yang mana.

1Ibid. hlm 15-20.

(35)

Social Identity mengacu pada sejauh mana seseorang mendefinisikan diri mereka dan dilihat oleh orang lain sebagai anggota kategori sosial tertentu. Seseorang yang terindikasi kuat dengan kelompok sosial mereka, mereka mungkin terdorong untuk bertindak sebagai anggota kelompok. Misalnya, narasumber yang melakukan praktik mediated voyeurism dengan melakukan pengamatan terhadap akum media sosial Path target karena terdorong atas informasi yang diberikan oleh anggota kelompoknya (geng) ataupun narasumber memberikan informasi mengenai apa yang dia ketahui setelah mengunjungi laman akun Path target kepada anggota kelompok yang lain. Tindakan tersebut dapat berupa screenshot moment yang diunggah oleh target untuk selanjutnya didiskusikan (rasan-rasan) dengan anggota kelompoknya.

Menurut salah satu narasumber, Paulina, alasannya stalking juga karena adanya faktor sosial dari teman-teman sekelompoknya yang mendorongnya stalking. Adanya obrolan grup yang menginformasikan tentang seseorang membuat Paulina men-stalking akun tersebut apabila dia memiliki akun tersebut.

“Kalo temen iseng mbak. Itu juga karena dikasih tau temen-temen di grup kan ngasih tau misal si A abis update, atau abis dikirimin screenshoot nya kan terus aku buka Path, kalo aku punya Pathnya aku stalking akunnya.” Paulina (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Lebih lanjut, menurut narasumber, setiap moment yang diunggah oleh target dan menjadi objek rasan-rasan bagi narasumber dan

(36)

kelompoknya, menjadikan pembelajaran baginya untuk tidak melakukan hal yang serupa seperti yang dilakukan oleh target. Misalnya, terlalu terbuka tentang kehidupan percintaan pada media sosial dan terlalu gamblang menceritakan masalah pribadi pada media sosial.

“Kalo orang jawa bilang itu rasan-rasan, Nggit, itu pasti lah wajar lah, Nggit. Nanti dibahas sama temen-temen lain yang kebetulan aku kan punya temen deket atau gengku kumpul lah git nanti dibahas lah itu, dan aku yo dadi punya pembelajaran aku jangan sampe kaya gitu. Dan aku kalo stalking kadang kan bertanya-tanya kenapa dia kaya gitu kaya yang aku terangin tadi Nggit, jadi aku bakal cari tau di Path postingan dia sebelum-sebelumnya dia itu kenapa atau hal apa yang buat dia kaya gitu. Jadi pertanyaan dan penasarannya terbayar.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

b. Social comparison

Social comparsion mengacu pada membandingkan kehidupan sosial pribadi denga kehidupan sosial orang lain. dalam penelitian ini, perbandingan dilakukan pada media sosial Path berdasarkan moment yang diunggah oleh orang lain.

Melalui moment yang diunggah oleh target, seperti status, foto, video, film, lagu, lokasi berserta caption dan bersama siapa target, menumbulkan dugaan dan persepsi tersendiri bagi narasumber yang membaca unggahan tersebut. Narasumber dapat menilai orang tersebut alay, lebay, temperamental, narasumber dapat menduga target sedang sedih karena mengunggah lagu yang memiliki lirik yang sedih atau patah hati,

(37)

sedang memiliki masalah ataupun sedang marah berdasarkan apa yang target unggah berupa kata-kata dengan nada tinggi maupun umpatan-umpatan.

Menurut Lukas, apa yang diunggah seseorang pada media sosial dapat mencerminkan bagaimana orang tersebut.

“O iya setelah stalking itu biasanya bisa menduga-duga kan ternyata si itu gitu to si ini gini to orangnya. Jadi kaya punya penilaian sendiri sama orang yang aku stalking. Ya mungkin menghakimi, karena kadang sikap dan sifat orang kan bisa tercermin dari apa yang dia posting atau apa yang dia uangkapkan di medsos. Jadi menurutku, tiap kita posting sesuatu tetep ada filternya, Nggit.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

Gambar III. 31 tentang moment yang diunggah oleh target Lukas yang menilai unggahan orang tersebut kurang difilter dan menurut Lukas moment tersebut menunjukkan dia seseorang yang drama karena lika-liku kehidupan pribadi terlalu diunggah di media sosial. Berdasarkan unggahan lokasi-lokasi yang mewah atau hits dan barang-barang mahal tidak jarang narasumber memberikan labeling orang

(38)

tersebut memiliki gaya hidup yang high class dan memiliki kelas sosial yang tinggi. Narasumber membandingkan kehidupan sosial orang lain yang sering mengunggah lokasi-lokasi atau moment lain yang dapat menunjukkan dia pada kelas sosial yang tinggi (high class) dibandingkan dengan moment yang diunggah oleh narasumber.

“Emm.. paling yang nge-Path dia check in di tempat-tempat yang katakanlah hits gitu kan Nggit. Yang gaya hidupnya sedang wow. Terus sama ada temen yang kalo update di Path itu bahsannya tentang pacarannya dia sama pacarnya yang menurutku bukan tempatnya dia share di medsos gitu. Kalo aku ya menurutku, Nggit. Tiap orang kan punya gaya hidupnya sendiri tp ada orang kalo check in atau update yang high-high banget gitu tertarik sih buat stalking.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

Selain Lukas, Iis secara tidak langsung melakukan labeling terhadap orang tersebut dikehidupan sehari-hari.

“Kalo aku pribadi pengaruh sih mbak, aku jadi lebih nge-label-in seseorang tapi diem-diem mbak buat aku sendiri sih. Soalnya aku ada nih mbak punya temen kan di Path dia suka upload foto gitu kan dengan caption yang panjang-panjang dengan kata-kata mutiara gitu mbak dan dia juga suka dengerin lagu terus captionnya tuh dikasih kata-kata mutiara gitu mbak, aku jadi ngelabelin dia yang galau lah, alay lah, yang baper-an mbak bawa perasaan gitu. Tapi kalo ketemu aku di kehidupan nyata tuh dia enggak baper-an mbak. Jadi, aku cenderng melabeli seseorang dari apa yang dia posting di Path. dia posting di tempat-tempat hits biar di kira dia anak hits” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

(39)

Gambar III. 32 Gambar III. 33

(40)

Namun, tidak selalu labeling berupa hal negatif. Bagi seorang narasumber memberikan label kepada seseorang dapat berupa label positif. Misalnya, seseorang yang memberikan inspirasi bagi orang lain melalui apa yang dia unggah ke media sosial dengan konten yang berbobot.

“Tp labeling ga selalu negatif ya mbak. Bisa aja labeling positif. Misalnya labeling orang sbg orang yg cerdas karena postingannya berbobot terus… Mungkin pengaruh yg lain bisa juga inspiring. Misalnya aku sering stalking Strategic Planner nya Leo Burnett, aku jd kepengen bisa kerja jd SP di LB gitu. Jadi menurutku stalking bisa berpengaruh positif atau negatif. Tinggal gimana niat awalnya aja sih, mbak.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara ada 3 September 2015.

Social comparison juga dapat dilihat dari narasumber yang secara tidak langsung membandingkan kehidupan pribadinya dengan target yang diunggah pada media sosial Path. misalnya, narasumber yang telah melakukan pengamatan terhadap moment yang diunggah oleh target, membandingkan dengan kehidupannya sendiri. Sehingga narasumber dapat menilai bahwa target terlalu berlebihan, terlalu drama dalam masalah percintaan dan mengunggah sesuatu ke media sosial Path. Hal tersebut membuat narasumber dan mungkin juga para viewer yang lain menilai apa yang dilakukan oleh target tidak sesuai bahkan tidak dilakukan oleh narasumber (mengunggah hal-hal yang terlalu pribadi ke media sosial dimana banyak orang melihat dan mengetahui hal tersebut. Oleh karena itu, narasumber membandingkan kehidupan sosial dan pribadi target dengan narasumber.

(41)

Narasumber memiliki kecenderungan akan mengetahui bagaimana cerminan sikap dan sifat target pada media sosial sehingga narasumber dapat memiliki penilaian tersendiri terhadap target dan narasumber dapat menentukan sikap selanjutnya kepada target, baik berupa sikap yang menujukkan kesukaan maupun ketidaksukaannya terhadapt target berdasarkan moment yang diunggah oleh target.

c. Surveillance

Fokus pada detail pribadi dengan tujuan mempengaruhi, melindungi dan manajemen kontrol. Pada media sosial lebih mudah melakukan pengawasan terhadap orang lain, mengumpulkan informasi dan memonitor kegiatan. Narasumber menggunakan media sosial Path untuk mengawasi target yaitu pacar, mantan pacar dan teman. Narasumber mengawasi akun target untuk mengetahui moment terbaru apa yang diunggah oleh target. Sehingga tidak terlewat satu moment pun.

Seperti yang diungkapkan oleh Iis (21) bahwa dengan stalking dapat membuat bersosial media menjadi lebih seru dan tidak ketinggalan moment orang lain.

“Ada mbak. Kalo nggak stalking tuh timeline kan gitu-gitu doang kan ya. Jadi kan kalo stalking kan jadi seru, jadi nggak ketinggalan berita tentang dia, mbak. haha. Soalnya aku jadi ingin tau ingin tau mbak orangya, biar seru dan gak bosen.” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

(42)

Narasumber lain mengungkapkan, pengawasan lebih mudah dilakukan melalui media sosial Path dikarenakan Path lebih aman dibandingkan bertanya langsung pada orang yang bersangkutan. Hal tersebut memicu perasaan malu bagi narasumber apabila target memberikan penolakan dan narasumber merasa hal tersebut tidak perlu diketahui oleh target.

“Iya lah mbak. Kan lebih privat, lebih terbuka, lebih keseharian jadi lebih masuk aja kalo stalking di Path. Dan aku kan kalo stalking mungkin orang lain juga gitu kan, aku tuh gengsi kalo sampai keliatan banget stalkingnya. Dengan nggak adanya notif visit ya sangat berpengaruh sekali mbak buat stalking. Dan lebih berani.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

Menurut Anta, praktik mediated voyeurism pada media sosial Path lebih mudah dan aman. Jika narasumber bertanya kepada teman, kecenderungannya orang tersebut akan melaporkannya kepada target.

““Jadi nggak ketauan mbak. kan kalo misalnya kita kepo-kepo ke orang kan bisa aja orang itu cerita ke orang yang kita kepoin kan mbak. Malu kalo sampai dianya tau. Hehe. Kalai di medsos apalagi Path kan tinggal buka akun dia kan udah langsung tau segala sesuatu yang di lakukan, dimana, sama siapa aja, dan lebih pribadi mbak, karena Cuma kita, Path dan Tuhan yang tau. Hahaha. Jadi dengan ada nya medsos Path itu memudahkan kita buat stalking kehidupan sosial orang lain. Terima kasih, Path. Hahaha.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Selain itu, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, narasumber merasa bahwa target akan lebih terbuka dan pasti akan mengunggah moment tertentu pada laman akun media sosial Path. Sehingga

(43)

untuk mengetahui kegiatan tersbut, narasumber melakukan pengawasan terhadap akun Path target. Misal, target tidak memberitahukan keberadaannya, pemikirannya dan bersama siapa dia berada kepada narasumber dengan alasan tertentu dan menggunggah kegiatannya ke media sosial Path miliknya. Maka, narasumber secara otomatis mengawasi pergerakan target pada media sosialnya.

“Terus kalo di Facebook dan Twitter kan kalo nggak berteman pun bisa lihat to kalo di Path kan harus add dulu baru bs liat timeline nya dia. Kan kalo kaya gitu kan kita jadi lebih terbuka kalo mau posting di Path soalnya itu bener-bener temen deket banget. Jadi lebih bebas, kan Path juga kaya diary gitu aktivitas sehari-hari…Ditambah lagi, orang cenderung lebih terbuka di medsos kan mbak.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

d. Uses and Gratifications

Pada Uses and gratification, pengguna media berusaha mencari sumber media paling tepat di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Narasumber memilih Pah sebagai media untuk melakukan praktik mediated voyeurism berdasarkan kelebihan yang dimiliki oleh media sosial Path.

Adapun kelebihlan Path yang menurut narasumber Path memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh media sosial lain. Narasumber menyebutkan Path sebagai media sosial yang privat dan ekslusif. Dikatakan privat yaitu hanya pengguna yang sudah dikonfirmasi pertemanannya yang dapat mengakses halaman akun Path seeorang. Path, media sosial yang eksklusif karena ada pembatasan pertemanan ada media sosial Path pada

(44)

awal munculnya hanya 150 pertemanan dan seiring dengan kepopuleran Path, pertemanan Path bertambah hingga 500 pertemanan. Menurut CEO Path sendiri, David Morin penambahan pertemanan tersebut tidak bertolak belakang dari tujuan awal diciptakan Path dan para penggunanya akan lebih selektif lagi dalam memilih siapa saja temannya.

“Kalo aku privasinya mbak. Dulu kan jumlah temennya dibatasi 150 orang kan. Meskipun sekarang jadi 500 orang kan kita bener-bener cari yang close friend kita mbak. Terus kalo di Facebook dan Twitter kan kalo nggak berteman pun bisa lihat to kalo di Path kan harus add dulu baru bs liat timeline nya dia.”Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Hal serupa juga disampaikan oleh Chandra (22) Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2011, menurut Chandra (22), salah satu kelebihan Path adalah pada privasi dan ekslusifitas yang dimilikinya.

“Kelebihannya menurutku, privat sih. Soalnya kan waktu Path awal-awal kan jumlah temennya dibatasi itu jadi aku nge-add temen-temen yang bener-bener kenal, sampai sekarang juga gitu. Di Path itu orang-orang yang bener aku kenal tok.” Chandra (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 11 September 2015.

“Emm.. dulu kan awal sebelum booming kan aku udah pakai Path. Itu aku tau dari temen. Terus aku bikin duluan jarang pakai. Abis udah booming dan temennya juga dulu dibatasi 150 orang kan. Dan Path itu menurut aku emang bener-bener temen-temen deket kan jadi lebih intim, lebih privat mbak.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

Daniel (22) menilai, dengan adanya Path yang privat dan ekslusif, hanya orang-orang terdekat yang berteman di Path yang dapat membuka

(45)

akun orang lain. tidak seperti media sosial lain seperti Twitter dan Facebook yang tidak berteman pun dapat membuka akun orang lain.

Paulina (21), mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2012, mengungkapkan bahwa ia tertarik menggunakan Path karena menurutnya Path lebih privat dibanding media sosial yang lain dan berisi teman-teman terdekatmya saja.

“O iya sama lebih privat juga kan soalnya isinya bener-bener temen deket aja mbak. Nggak kayak Facebook dan Twitter terlalu luas terus nggak berteman pun bisa buka-buka profil kita kan mbak.” Paulina (21) (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Seiring sejalan dengan Wandha (21), Angkatan 2012 ini mengungkapkan privasi dan ekslusifitas sebagai kelebihan Path. Menurutnya, jumlah pertemanan di Path tidak terlalu banyak seperti di Facebook, sehingga lebih privat.

“Terus lebih privat karena nggak kebanyakan orang yang jadi temen di Path. Terus abis itu kalo di Facebook banyak yang alay jadi pindah ke Path. Banyak iklan juga kalo di Facebook. Terus kalo di Path itu lebih deket sama temen yang lain. soalnya kalo nggak berteman kan gak bisa buka akunnya juga. Lebih bersih aja.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015..

Dan, menurut Hilma (22), Path berisi teman-teman dekat sehingga berbagi apapun di sana menjadi lebih nyaman karena Path adalah media sosial yang privat.

“Iya lah mbak. Kan lebih privat, lebih terbuka, lebih keseharian jadi lebih masuk aja kalo stalking di Path…Dan lebih berani. Dan prinsipku kalo di Path kalo nggak kenal-kenal banget enggak aku

(46)

add dan enggak aku accept kalo yang add aku. Hehe.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

Fitur Path yang variatif dan lengkap seperti profil, sticker shop, mengunggah moment berupa ststus, foto, video, musik, film, acara televisi, buku, lokasi, sleep and awake, dan dapat pula mencantumkan teman dalam moment yang diunggah, mengirim pesan obrolan, memberikan komentar dan like, selain itu narasumber dapat memilih inner circle dan privat moment serta setiap moment yang diunggah dapat disinkronkan pada media sosial lainnya seperti Facebook, Twitter, Tumblr, Wordpress dan Foursquare.

Daniel (22), sebagai pengguna Path yang aktif merasa sangat praktis sekali menggunakan Path karena didukung dengan banyaknya fitur yang tersedia dalam satu media sosial.

“Dan dari fitur udah banyak maksudnya path kaya diary bisa share status, lagi dimana, sama siapa, dengerin apa, nonton apa, check in dimana , ya bener-bener daily activity banget mbak.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

Menurut Daniel (22), fitur synchronize pada Path juga membantu apa bila dirinya atau ungkin pengguna lainnya masih ingin terlihat aktif di media sosial lainnya. Sehingga dari satu media sosial dapat terkoneksi dengan media sosial yang lain.

“Dan bisa disinkronkan ke medsos lain. kalau masih mau keliatan aktif di Twitter atau Facebook kan dari Path bisa di share juga di medsos itu.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

(47)

Selain itu, Gigih (23) mengetakan jika fitur-fitur pada Path lebih menyenangkan dan ditambah dengan emotikon yang menarik, lucu dan mudah di-download. Path juga dapat disinkronkan ke berbagai media sosial lain dalam satu klik, seperti Twitter dan Facebook.

“Mungkin fitur-fiture kali ya, Nggit. Fiture lebih menyenangkan. Haha. Terus emoticone lebih menarik menyenangkan. Isoh di download dan lucu. Sekali update Path isoh nge-link ke berbagai medsos. Jadi penak. Tinggal satu klik bisa ke sinkron ke Twitter, Facebook.” Gigih (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

Liliana (Iis (21)) juga mengungkapkan hal serupa mengenai fitur-fitur dalam media sosial Path.

“Kan di Path ada nonton apa, dengerin apa, sama siapa, fitur-fiturnya kan banyak, misalnya kayak ala-ala Foursquare gitu check in dimana.” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Sama seperti narasumber-narasumber sebelumnya, Paulina (21) juga sependapat dengan daya tarik fitir-fitur pada Path menjadi kelebihan bagi Path yang membuat mereka tertarik menggunakan Path. Menurutnya, fitur yang lengkap dan praktis digunakan karena dapat disinkronkan ke berbagai media sosial lain dalam satu wadah dan dalam satu klik saja.

“Karena jadi satu sih jadi bisa update dari satu medsos aja kan mbak. bisa disinkronkan di Facebook di Twitter. Misalnya lagi dimana, lagi dengerin lagu apa, atau lagi nonton film apa, bisa upload foto dan video juga dalam satu media sosial jadi lebih praktis mbak. Ya kan bisa bikin status bisa add location bisa tag temen juga, foto, video, lagu, sama film dalam satu wadah kan lebih

(48)

praktis aja.” Paulina (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Menurut Wandha (21), “Komplit. Di Path bisa share moment, dari status, foto, video, lagu, film, tempat, ada with nya juga.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

Ditambah lagi tidak adanya notifikasi apabila narasumber mem-visit akun orang lain sehingga mereka lebih berani untuk melihat apa saja yang diunggah, apa saja aktivitas orang tersebut. Narasumber merasa diuntungkan dengan dihilangkannya notifikasi visit apabila narasumber mengunjungi laman akun orang lain.

“ … Dengan nggak adanya notif visit ya sangat berpengaruh sekali mbak buat stalking. Dan lebih berani. Dan prinsipku kalo di Path kalo nggak kenal-kenal banget enggak aku add dan enggak aku accept kalo yang add aku. Hehe.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

“Kan sekarang juga gak ada notif kalo abis visit kan jadi enak kalo visit-visit.” Rere (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 11 September 2015.

“Dulu kan kalo visit orang ada notif tapi kalo aku biasa wae mbak. visit yo visit lah. Santai wae. Hahaha.” Chandra (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 11 September 2015.

“…Kan sekarang udah gak ada notif nya mbak, jadi lebih enak aja kalo mau visit. Jadi makin sering. Hehe…” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Menurut narasumber, Path adalah media sosial yang tidak terdapat iklan atau promosi didalamnya, sehingga menurut mereka tampilan Path menjadi lebih bersih dan tidak terganggu dengan adanya iklan. Path lebih

(49)

terfokus pada penggunanya dan kenyamanan penggunanya dalam menggunakan dan mengoperasikan Path.

“Banyak iklan juga kalo di Facebook kalo di Path enggak, lebih bersih.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

Dengan adanya berbagai kelebihan yang dimiliki oleh media sosial Path, narasumber diuntungkan. Media sosial memberikan keuntungan bagi orang-orang dan orang-orang menggunakan media sosial tersebut (utilitas). Keuntungan tersebut membawa kemudahan bagi narasumber untuk memperoleh infomasi karena Path sebagai jurnal pribadi yang berisi kegiatan sehari-hari pengguna, berupa status, share location, share musik, film, buku, program acara televisi, foto/gambar, video, bersama siapa dan lain-lain.

“Kalo perbedaan ya paling dari kedalaman info yg kita tahu ttg seseorang aja. Kalo stalking ya pasti tahu lebih banyak daripada yg ga stalking.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

Adapun Lukas (23) juga berpendapat sama, bahwa Lukas lebih tau banyak kegiatan yang dilakukan orang lain.

“Kalo stalking jadi mungkin bisa tau lebih banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan orang lain, Nggit. Kalo nggak stalking mungkin gak sebanyak info yang didapet pas stalking.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

(50)

Selain itu, Wandha (21) juga mengungkapkan hal yang serupa, bahwa stalking membuat Wandha memiliki lebih banyak informasi baru dan kegiatan orang yang Wandha stalking.

“Ada, Mbak. Bedanya lebih kayak pas stalking jadi lebih tau lebih banyak informasi baru daripada nggak stalking kan.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

Dengan menggunakan media sosial Path, narasumber memiliki kedalaman informasi yang lebih dibandingkan dengan menggunakan media sosial yang lainnya. Selama, narasumber berteman dengan target, maka akan dengan mudah narasumber dapat memperoleh infomasi berdasarkan apa saja yang diunggah oleh target. Narasumber dapat juga mengunjungi laman akun target untuk mengetahui aktivitas target yang telah lama dilakukan dan tentunya diunggh pada media sosial Path. Sehingga narasumber tidak kehilangan moment dari target. Bagi narasumber, terdapat rasa penasaran ketika mereka tidak melakukan voyeurism dengan memantau aktivitas target pada media sosial. Sebaliknya, narasumber akan memiliki perasaan takut apabila tidak memantau aktivitas target. Menurut mereka, akan terasa kurang puas dan dihantui oleh rasa penasaran.

“Kayak ada perasaan “kok aku baru tau ya” gitu. Tau lebih banyak tau kegiatan orang yang aku stalking juga.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

Dilihat dari intensitas membuka media sosial Path, jika seluruh jumlah membuka Path perhari para narsumber dibagi jumlah narasumber

(51)

maka rata-rata frekuensi membuka Path perhari narasumber adalah dua puluh kali sehari. Adapun perincian frekuensi narasumber yaitu, Anta, Gigih, Iis dan Lukas sebanyak 30 kali, Chandra , Daniel dan Rere sebanyak 20 kali, Wanda sebanyak 10 kali, Paulina sebanyak 7-8 kali dan Hilma sebanyak 5 kali dalam waktu sehari.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan motif lain melakukan praktik mediated voyeurism, yaitu :

a. Adanya rasa ingin tahu

Narasumber memiliki rasa ingin tahu yang berlebih tentang aktivitas apa saja yang dilakukan, apa saja yang sedang target pikirkan dan sedang berada di mana serta bersama siapa. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan apa-apa saja moment yang diunggah oleh target. Narasumber biasanya muncul rasa penasaran melihat moment pada timeline dan ingin mengetahui lebih banyak moment apa saja yang diunggah oleh orang tersebut.

“Kalo karena iseng-iseng aja sih mbak. Suka pengen tau aja mbak. Mungkin pengen tau dia lagi apa, lagi dimana, bersama siapa gitu sih mbak tapi itu juga iseng aja sekedar pengen tau aja mbak. kalo nggak ya mbak kalo abis nerima temen baru kan scrolling deh timeline nya dia. Hehe.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Lebih lanjut Anta juga mengungkapkan jika rasa penasaran juga membuatnya stalking teman.

(52)

“Haha kalo stalking liat foto misalnya ada yang ganti foto profilnya atau ada yang cantik aku stalking mbak. aku liat wajahnya dulu kayak gimana. Kalo cantik aku stalking. Ya lihat-lihat dia kesehariannya gimana, ngeposting apa aja, dimana aja gitu-gitu. Posting lagu apa mungkin kan bisa lagu kesukaan dia. Terus ya kalo enggak stalking comment gitu mbak. jadi misalnya ada moment apa gitu comment nya sampai 20, 30 apa 40an gitu kan aku penasaran ngomongin apa gitu mbak makanya aku buka..” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Anta dia tidak tertuju pada moment tertentu saja saat melakukan praktik mediated voyeurism.

“Ya moment nya mbak, entah itu dia check in dimana, sama siapa, statusnya apa aja, semuanya, fotonya, meme nya juga, sama mutual friends nya juga mbak. kadang tuh ‘oh ternyata temenan sama ini itu juga’ gitu.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

(53)

Gambar III. 36

Narasumber menunujukkan screenshot moment berupa gambar, lokasi, “with” yang diunggah oleh target.

Sama seperti Anta yang stalking orang lain karena ingin tahu kegiatan orang tersebut. Begitu pula dengan Chandra, bagi Chandra yang mengaku sebagai orang yang kepo, ingin tahu kegiatan mantan pacarnya setelah mereka putus dan juga kegiatan teman-temannya, oleh karena itu dia stalking.

“Ya aku pengen ngerti dia (mantan) ngapain aja. Nek sekarang temen, soalnya aku kan orangnya kepo. Dulu kan kalo visit orang ada notif tapi kalo aku biasa wae mbak. visit yo visit lah. Santai wae. Hahaha. Ya sama sih mbak, pengen tau dia (temen) lagi apa dimana sapa siapa ngapain aja.” Chandra (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 11 September 2015.

(54)

Chandra (22) yang melihat semua momentnya dan tidak tertuju pada satu moment tertentu saja.

“Semua momentnya sih mbak. ya location, ya apa yang dia pikirin. Ya foto, meme, lagu, film, dan with nya mbak, dengan siapanya. Haha.” Chandra (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 11 September 2015.

Gambar III. 37

Narasumber menunjukkan moment berupa foto dan status keluah kesah target pada moment yang diunggah.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Hilma, adanya rasa ingin tau terhadap keadaan atau kabar dari mantan yang sekarang jauh di Jakarta menjadi alasan bagi Hilma untuk men-stalking akun mantan pacarnya.

“Kalo mantan nggak juga sih tapi ya kadang mbak. soalnya masih berteman di Path juga kan mbak, kadang kalo nggak tau kabarnya ya aku stalking dari Path aja dia aktivitasnya ngapain aja, kabarnya gimana lagi sibuk apa gitu sih mbak dan itu pas dia update muncul di timeline aku baru aku liat aku stalking momentnya dia yg lain. kan jauh juga sekarang dia di Jakarta. Hehe.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

(55)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Iis yang stalking karena rasa ingin tahunya terhadap apa yang di posting oleh temannya.

“….Di Path kan juga menimbulkan rasa ingin tau. ” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Selain Iis, Lukas (23) juga memiliki rasa ingin tau terhadap gebetan melalui Path. Lukas mengemukakan stalking dilakukan saat dia memiliki perasaan pada orang tersebut dan ketika perasaan itu hilang dia sudah tidak melalukan stalking pada orang tersebut.

“… karena pengen tau dia dimana, sama siapa, lagi dengerin lagu apa atau pengen apa nonton apa ya sehari-harinya dial ah, Nggit.” Lukas (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

Gigih juga mengemukakan rasa ingintahu membawanya stalking. “Yo pengen ngerti wae. Orange lagi ngapain, dimana, sama siapa, gitu-gitu.” Gigih (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

Wandha, juga mengaku rasa ingin tahu membuatnya stalking Path pacar dan temannya.

“Kalo location ya aku pengen tau tempatnya dimana, kayak gimana menunya harganya mungkin rasanya kan kadang temen ada yang bikin review juga kalo tempatnya, makanannya, rasanya, harganya gini-gini gitu.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

(56)

Dan menurut Daniel, alasannya tertarik untuk stalking adalah karena rasa ingin tahu.

“Ya itu mbak tempat-tempat dia check in. misalnya aku baru tau apa tempat itu baru hits. Atau temen-temenku banyak yang check in di situ, kan jadi penasaran. terus itu mbak, kan ada tuh di Path yang share film yang lagi ditonton. Biasanya film-film terbaru gitu tau dari situ terus kaya penasaran filmnya gimana. Kadang kan temen ada yang ngasih komen bagus ada yang rekomendasiin ini itu.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

b. Memiliki tujuan tertentu

Narasumber melakukan praktik mediated voyeurism dengan tujuan ingin memperoleh kembali atau mencari moment yang telah dibaca sebelumnya sebagai pengingat atau sebagai informasi yang dibutuhkan saat ini. Oleh karena itu, narasumber mengunjungi laman akun target untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Narasumber dapat melihat kembali moment yang diunggah sehingga mereka mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

“Ya itu sih mbak, kaya yang aku bilang tadi kalo stalking emang karena hal penting yang bertujuan banget… Dari kesemuanya itu aku kalo stalking pasti ada tujuannya mbak… karena mau liat lagi yang pernah dia update, mau tempat, status, film gitu-gitu.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

Menurut Wandha (21), stalking menjadi cara untuk memenuhi tujuan membaca kembli moment dan artikel yang sebelumnya pernah dibaca. hal tersebut dia lakukan agar dapat memperoleh informasi dari artikel atau moment yang diunggah oleh temannya.

(57)

“Kalo yang ngepost gitu kan kadang ada meme-meme lucu, terus kalo kepo artikel itu karena artikelnya bener-bener penting jadi aku pengen baca lagi.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

c. Rasa percaya

Naarasumber memiliki rasa percaya dan keyakinannya terhadap target bahwa target akan mengunggah moment tertentu pada laman akun pribadinya. Narasumber percaya dengan mengunjungi akun target pada media sosial Path tentang apa yang sedang dilakukan dan dipikirkan oleh target terungkap dari apa yang diunggah oleh target. Dan tak jarang narasumber membuktikan kebenaran moment tersebut dengan mengkonformasi pada target atau orang lain yang sedang berada pada saat yang bersamaan dengan target.

“Pacar kadang gak update kalo pergi jadi ngawasin dari akun temennya… Jadi ngecek aja bener enggaknya.” Paulina (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

Menurut Paulina, praktik mediated voyeurism dilakukan untuk memeriksa kebenaran apa saja yang dilakukan, dimana saja dan bersama siapa saja dengan cara melakukan obrolan di chat personal dengan pacarnya. Sehingga dia tau kebenaran apa yang diunggah temannya sama dengan yang disampaikan oleh pacarnya sama atau tidak.

Selain Paulina, Rere (21) juga mengatakan hal yang serupa. Rere stalking utuk memeriksa apakah pacarnya sudah update apa belum. Rere

(58)

memiliki keyakinan atau kepercayaan bahwa pacarnya akan update saat persiar untuk memastikan benar atau salah kepercayaannya tersebut.

“Kan kalo aku nggak buka Path, terus pas sabtu minggu kan dia pesiar, mau liat dia udah update belom, mau ngecek aja… Soalnya kan kita jauh, LDR-an mbak. gak pasti ketemu……. kan kadang ada hal yang gampang kita tau ya dari sosial media…… jadi tau kebenarannya kalo ngecek di Path kan. Biar lebih gimana ya lebih meyakinkan aja. Kan ngecek aja sih……” Rere (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 11 September 2015. Bagi Rere lebih meyakinan kalau sudah memastikan di media sosial.

Sementara itu, menggali informasi aktivitas target mengunjungi laman akun Path oleh narasumber pada media sosial Path yaitu dari moment yang diunggah di media sosial. Aktivitas-aktivitas pengguna media sosial Path tertuang dalam moment yang mereka unggah, antara lain lokasi (check in), musik (lagu), film, status, dapat juga memasukkan link sebuah artikel atau lainnya, gambar atau foto, dalam moment tersebut juga dapat menandai teman yang lain (with), juga dapat menambahkan caption pada gambar (foto), lagu atau film yang diunggah, serta new friends atau teman baru yang ditambahkan juga akan tampil pada timeline.

Beberapa dari narasumber memperhatikan semua moment yang diuggah namun beberapa lainnya hanya terfokus pada salah satu moment tertentu.

(59)

Seperti Anta yang stalking moment orang lain dia tidak tertuju pada moment tertentu saja.

“Ya moment nya mbak, entah itu dia check in dimana, sama siapa, statusnya apa aja, semuanya, fotonya, meme nya juga, sama mutual friends nya juga mbak. kadang tuh ‘oh ternyata temenan sama ini itu juga’ gitu.” Anta (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 10 September 2015.

Gambar III. 38

Narasumber menunujukkan screenshot moment berupa gambar, lokasi, “with” yang diunggah oleh target.

Begitu pula dengan Chandra (22) yang melihat semua momentnya dan tidak tertuju pada satu moment tertentu saja.

(60)

“Semua momentnya sih mbak. ya location, ya apa yang dia pikirin. Ya foto, meme, lagu, film, dan with nya mbak, dengan siapanya. Haha.” Chandra (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 11 September 2015.

Gambar III. 39

Narasumber menunjukkan moment berupa foto dan status keluah kesah target padamoment yang diunggah.

Sama Seperti Anta dan Chandra, Gigih (23) juga men-stalking semua moment yang diunggah.

“Semua moment sih, Nggit. Ya location ya status ya film, foto, captionnya, semuanya Nggit. Pernah tu Nggit ada pengalaman dulu waktu stalking-in gebetan aku liat dia lagi pengen nonton salah satu film terus langsung aku ajak nonton. Hehe. Karena stalking jadi ngerti.” Gigih (23), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010 wawancara pada 7 September 2015.

(61)

Gambar III. 40

Narasumber menunjukkan moment berupa foto, lokasi dan bersama siapa saja target saat itu.

Gambar III. 41 Menunjukkan moment yang diunggah berupa status berupa ulasan mengenai film Captain America : Civil War.

(62)

Gambar III. 42

Menunjukkan moment berupa film yang sedang ditonton, lokasi dan deskripsi target tentang rekan nonton film bersama, serta unggahan lagu.

Gigih juga mengungkapkan visit akun Path orang lain membuatnya mengetahui apa yang diinginkan oleh target.

Dan Iis (21) juga mengungkapkan hal serupa bahwa dia tidak tertuju pada moment tertentu saja.

“Apa yah mbak, semua kontennya sih mbak, kaya misalnya ada temenku check in dimana sama siapa, terus kalo ada postingan meme atau foto yang lucu gitu biasanya aku stalking, atau nonton apa sama siap terus dengerin lagu apa buat siapa gitu-gitu aku bisa penasaran mbak. aku kan kadang selo juga kan.” Iis (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

(63)

Gambar III. 43

(64)

Gambar III. 44

(65)

Gambar III. 45

(66)

Gambar III. 46

Menunjukkan moment berupa lokasi, sedang menonton film, dan bersama siapa target saat itu.

(67)

Gambar III. 47

Menunjukkan moment berupa lagu yang sedang didengarkan oleh target.

Selain itu, hal tersebut juga dirasakan oleh Rere (21) seperti yang diungkapkan oleh narasumber-narasumber sebelumnya.

“Dia abis kemana, ngapain aja, dia abis acc siapa, berteman sama siapa, gitu doang.” Rere (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 11 September 2015.

(68)

Gambar III. 48

Menunjukkan lokasi (sedang berada dimana) dan bersama siapa target, serta adanya pertemanan baru.

(69)

Gambar III. 49

Menunjukkan moment foto yang diunggah oleh target, lokasi (sedang berada dimana) dan bersama siapa saja.

Adapun beberapa narasumber hanya terfokus pada moment tertentu saja. Seperti moment location sharing, beberapa narasumber lebih tertarik pada lokasi yang diunggah oleh orang lain. Seperti Daniel (22) yang tertarik dengan unggahan lokasi temannya di Path.

“Ya itu mbak tempat-tempat dia check in. misalnya aku baru tau apa tempat itu baru hits. Atau temen-temenku banyak yang check in di situ, kan jadi penasaran.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

(70)

Gambar III. 50

Menunjukkan moment berupaa lokasi.

Gambar III. 51

(71)

Sama halnya dengan Hilma (22) yang mem-visit moment berupa locationsharing-nya.

“Kebanyakan location sih mbak, soalnya kan bisa buat refrensi tempat nongkrong atau kumpul bareng temen.” Hilma (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 8 September 2015.

Gambar III. 52 Menunjukkan lokasi.

Serta Paulina (21) tertarik pada uanggahan location dimana teman pacarnya atau pacarnya checkin.

“Kalo temen pacar ke moment location check in dimana…” Paulina (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 8 September 2015.

(72)

Gambar III. 53

Juga Wandha (21) yang tertarik pada unggahan lokasi berupa tempat makan atau tempat nongkrong.

“…kalo nggak sih biasanya lokasi juga tempat makan atau nongkrong.” Wandha (21), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 wawancara pada 10 September 2015.

(73)

Gambar III. 54 Menunjukkan lokasi.

Selain lokasi check in, moment berupa unggahan film, juga menjadi salah satu moment. Bagi Daniel (22), Path membuat dia mengetahui film terbaru dari apa yng diunggah temannya dan mendapat review terhadap film tersebut.

“…terus itu mbak, kan ada tuh di Path yang share film yang lagi ditonton. Biasanya film-film terbaru gitu tau dari situ teru kaya penasaran filmnya gimana. Kadang kan temen ada yang ngasih komen bagus ada yang rekomendasiin ini itu.” Daniel (22), Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2011 wawancara pada 3 September 2015.

Gambar

Gambar III. 1
Gambar III. 5
Gambar III. 7
Gambar III. 10
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laporan yang dikirmkan pada babak penyisihan kedua harus valid, tidak mengada ada, sesuai dengan yang dibuat, berisi data yang dibutuhkan, dan menjelaskan bagaimana perkembangan

32 Maka dipanggil oleh Jesus akan murid-muridnja, lalu katanja, "Hatiku sangat kasihan akan orang banjak ini, karena sudah tiga hari lamanja mereka itu tinggal bersama-sama

Naskah kirim ulang sudah kami terima hari ini, untuk melengkapi naskah yang pernah dikirimkan ke kami sekitar Pebruari 2012.. Naskah tsb masih menunggu giliran untuk direview oleh

[r]

Hasil penelitian: bahwa (1) faktor-faktor yang menjadi dasar perjanjian Paroan (bagi hasil Pemeliharaan kerbau) Menurut Hukum Adat Lembak di Kecamatan Talang Empat

Maka tidak heran bila peneliti melihat para pecandu game online menganggap game centre sebagai rumah bahkan tempat tinggalnya sendiri terlihat dengan kebiasan

Akibatnya, pelaksanaan program dan kegiatan pada setiap tahun anggaran sering tidak sejalan dengan target yang direncanakan untuk mencapai visi dan misi yang telah

MTR kemudian diatur dan dijalankan dalam masa kepemeritahan Walikota Makassar 2014-2019 Dani Pumanto dan Samsul Rizal.Sebagai upaya yang dijalankan pemerintah daerah