• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permintaan ikan yang meningkat memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki potensi perairan yang cukup luas dan potensial untuk pengembangan perikanan. Tuntutan pemenuhan kebutuhan akan ikan sebagai sumber protein hewani maupun sebagai penyumbang devisa negara akan diikuti oleh tekanan eksploitasi sumberdaya ikan. Jika kegiatan perikanan tidak dikelola secara bijaksana dikhwatirkan pemanfaatan sumberdaya ikan secara intensif akan mendorong usaha perikanan pada pengurasan stok bahkan dapat menyebabkan kepunahan dan terjadinya berbagai konflik pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut.

Potensi sumberdaya ikan yang besar pada suatu wilayah perairan, belum cukup untuk menggambarkan bahwa kegiatan perikanan pada daerah tersebut akan berkembang baik, apabila sarana dan prasarana perikanan belum memadai, keterbatasan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, karakteristik sumberdaya ikan, teknologi pemanfaatan, kemampuan investasi dan permodalan yang minim merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat keberhasilan pembangunan perikanan pada suatu daerah.

Pemanfaatan sumberdaya ikan yang dilakukan secara benar akan menyebabkan kelimpahan sumberdaya ikan dan keanekaragaman hayatinya dapat dipertahankan pada tingkat optimum dan memberikan jaminan kelangsungan usaha penangkapan ikan. Pemanfaatan sumberdaya ikan secara bertanggungjawab berarti memanfaatkan sumberdaya tersebut secara benar sesuai dengan daya dukungnya sehingga tercapai manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta menjamin kelestariannya.

Kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia pada umumnya belum memperhatikan code of conduct for responsible fisheries. Hasil tangkapan ikan yang didaratkan sebagian besar ditangkap oleh nelayan dengan mempergunakan alat tangkap yang sangat beragam dan umumnya tidak ramah lingkungan misalnya: arad (mini trawl), bagan tancap, dogol/cantrang dan lain sebagainya.

(2)

Meskipun berbagai kebijakan telah dibuat dan diberlakukan, namun karena lemahnya pengawasan dan kurangnya kesadaran akan arti kelestarian sumberdaya perikanan dan juga karena lebih kepada tuntutan hidup yang harus dijalani nelayan akibat kemiskinan struktural, maka mengakibatkan terancammya kelestarian sumberdaya dan rusaknya lingkungan (Imron, 2008).

Pengembangan teknologi penangkapan ikan harus memenuhi kriteria berwawasan lingkungan serta ditujukan untuk menangkap ikan yang tergolong komoditi unggulan. Persoalan umum yang selalu dihadapi dalam menangkap ikan adalah diperolehnya ikan hasil tangkapan yang tidak diinginkan (by-catch). Berbagai percobaan penangkapan telah dilakukan dengan mempergunakan berbagai macam alat tangkap yang ditujukan untuk mendapatkan alat tangkap yang ramah lingkungan, namun dalam kenyataanya masih banyak dijumpai alat tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan.

Tantangan bagi pengelola adalah menciptakan suatu kerangka kerja institusional dan legal melalui perundang-undangan atau peraturan-peraturan dimana tingkat upaya penangkapan ikan yang dikehendaki dapat dilaksanakan. Teknik pengelolaan perikanan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya (Widodo dan Suadi, 2006) :

1) Pengaturan ukuran mata jaring yang digunakan,

2) Pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan atau dipasarkan,

3) Kontrol terhadap musim penangkapan ikan (opened or closed seasons), 4) Kontrol terhadap daerah penangkapan (opened or closed areas),

5) Pengaturan terhadap alat tangkap serta perlengkapannya di luar pengaturan ukuran mata jaring (mesh size),

6) Perbaikan dan peningkatan stok ikan (stock enhancement),

7) Pengaturan hasil tangkapan total per jenis ikan dan kelompok jenis ikan, 8) Pengaturan setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi

semua jenis ikan dan sumberdaya hayati lainnya dalam wilayah perairan. Penangkapan berlebih atau over fishing sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia. Menurunnya stok perikanan menyebabkan masalah keberlanjutan sumberdaya perikanan yang penting untuk dibahas. Hal ini

(3)

juga sesuai dengan penerbitan ”Code of Conduct for Responsible Fisheries” (CCRF) pada tahun 1995 oleh Food and Agricultural Organization (FAO) dimana terjadinya pergeseran paradigma tentang pendekatan pengelolaan perikanan yang mengarah pada pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan.

Sibolga yang terletak di pantai Barat Sumetera Utara merupakan salah satu daerah perikanan yang memiliki aktivitas penangkapan ikan yang cukup tinggi. Tingginya aktivitas perikanan yang ada di Sibolga dapat dilihat dari keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta keberadaan tangkahan-tangkahan (pelabuhan swasta) yang mampu menampung hasil tangkapan nelayan yang kemudian dipasarkan untuk pemenuhan kebutuhan perikanan lokal, luar daerah bahkan ekspor.

Perairan di sepanjang pantai Barat Pulau Sumatera yang dibatasi oleh barisan kepulauan antara lain Pulau Simelue, Kepulauan Banyak, Pulau Nias, Pulau Pini, Kepulauan Batu, Kepulauan Mentawai, Pulau Pagai dan Pulau Enggano merupakan daerah penangkapan sumberdaya ikan. Salah satu komoditas perikanan di pantai Barat Sumatera yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah ikan-ikan demersal. Pemanfaatan ikan demersal yang dilakukan oleh nelayan Sibolga biasanya mempergunakan alat tangkap berupa perangkap (traps) dan pancing.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 45/men/2011 menyatakan bahwa potensi produksi perikanan demersal yang dapat dihasilkan di WPP 572 yaitu Barat Sumatera sebesar 68.900 ton/tahun (Purwanto dan Wudianto, 2011). Potensi sumberdaya ikan yang sangat besar ini mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya.

Sumberdaya ikan demersal dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan kategori nilai ekonomisnya (Dwiponggo 1989 dalam Isnaniah 2009) antara lain:

1) Kelompok komersial utama : terdiri dari ikan kerapu (Ephinephelus sp), bambangan (Lutjanus spp), bawal putih (Pampus spp), kakap (Lates calcarifer), mayung (Arius spp) dan kuwe (Carangoides spp).

2) Kelompok komersial kedua: terdiri dari ikan bawal hitam (Formio niger), kurisi (Nemipterus spp), layur (Trichiurus savala), kurau (Eletheronema

(4)

tetredactylum), ketang-ketang (Drepane punctata) dan baronang (Siganus spp).

3) Kelompok komersial ketiga: terdiri dari ikan pepetek (Leiognathidae), beleso (Saurida, spp), kuniran (Upeneus sulphureus), mata merah (Priacanthus spp), kerong-kerong (Therapon spp) dan sidat (Muraenesox sp)

Dwiponggo et al., 1992 dalam Rijal 2004 menyatakan bahwa beberapa jenis ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting antara lain kakap putih (Lates calcarifer), kerapu (Serranidae), kakap merah (Lutjanus spp) dan gerot-gerot (Pomadasys spp).

Keberadaan sumberdaya ikan demersal dalam pembangunan kelautan mempunyai potensi yang cukup besar. Apabila potensi sumberdaya tersebut dimanfaatkan secara optimal maka akan memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pendapatan nelayan maupun bagi pembangunan. Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan eksploitasi yang intensif pada wilayah tertentu, yang apabila tidak dikendalikan dengan baik dapat mengancam kelestarian sumberdaya. Secara bio-ekologi jenis ikan-ikan demersal umumnya memerlukan pemulihan sekitar 1,4-4,4 tahun atau dikategorikan memiliki daya lenting (resilience) tingkat menengah terhadap dampak eksploitasi (Froese dan Pauly, 2011). Sebagai konsekuensinya pada kegiatan perikanan yang banyak mengeksploitasi jenis-jenis ikan yang dapat pulih memerlukan manajemen penangkapan yang tepat yang memungkinkan jenis-jenis tersebut pulih. Hal ini juga menjadi salah satu alasan untuk mengadakan kajian ilmiah demi menciptakan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang efisien dan menghasilkan strategi untuk pengembangannya. Untuk mempertahankan keberlanjutan perikanan demi pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya ikan masa depan perlu diadakan penelitian dengan judul Pemanfaatan dan Strategi Pengembangan Perikanan Demersal di Sibolga Provinsi Sumatera Utara.

(5)

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan perikanan yang cenderung semakin mengarah kepada pemanfaatan yang tidak mengenal kesepakatan batas-batas wilayah pengelolaan maupun penggunaan teknologi yang tidak sejalan dengan konsep ramah lingkungan menyebabkan pengelolaan perikanan tangkap saat ini bukan lagi pada mencari pilihan tetapi cenderung berada pada kondisi tidak ada pilihan.

Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan peningkatan kesejahteraan bagi sebagian penduduk Indonesia sehingga perikanan perlu dikelola dengan berorientasi jangka panjang (sustainability management).

Beberapa permasalahan dalam pengembangan perikanan di Sibolga, yaitu: 1) Sibolga yang berada pada daerah pantai Barat Sumatera memiliki potensi

sumberdaya ikan yang potensial untuk dimanfaatkan. Kapasitas stok sumberdaya ikan demersal belum diketahui dengan baik.

2) Usaha perikanan tangkap yang dikembangkan nelayan lebih didasarkan pada kebiasaaan turun temurun. Kebanyakan nelayan tidak memiliki pengetahuan tentang sumberdaya perikanan demersal sehingga dalam operasi penangkapan tidak memperhatikan aspek-aspek penting dari ikan yang menjadi target tangkapan. Sehingga ukuran hasil tangkapan semakin menurun dan daerah penangkapan ikan juga semakin jauh.

3) Alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan Sibolga sangat bervariasi dan belum diketahui teknologi yang paling tepat dipergunakan untuk menangkap ikan demersal.

4) Kegiatan pengelolaan perikanan di Sibolga belum berjalan dengan efektif dan efisien, hal ini disebabkan karena kurangnya koordinasi yang baik diantara lembaga perikanan yang ada.

5) Belum adanya kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh nelayan.

Dari perumusan masalah yang ada maka beberapa pertanyaan yang muncul berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Seberapa besar potensi lestari ikan demersal yang dapat dimanfaatkan di Sibolga;

(6)

2) Berapa ukuran ikan demersal yang didaratkan nelayan Sibolga; 3) Bagaimana pola pertumbuhan ikan demersal di Sibolga;

4) Strategi apa yang perlu dilakukan untuk pengembangan perikanan demersal di Sibolga.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mengestimasi potensi lestari sumberdaya ikan kakap merah, ikan kakap putih, ikan kerapu sunu dan ikan kuwe;

2) Mengetahui ukuran ikan demersal yang didaratkan dengan alat tangkap bubu dan pancing;

3) Mengestimasi pola pertumbuhan ikan hasil tangkapan bubu dan pancing; 4) Menyusun strategi pengembangan teknologi penangkapan ikan demersal

yang berkelanjutan di Sibolga. 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1) Pengembangan perikanan demersal di Sibolga;

2) Pemerintah Kota Sibolga dalam membuat kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan demersal;

3) Pengembangan IPTEKS perikanan demersal di Sibolga. 1.5 Kerangka Pemikiran

Untuk mendukung pengembangan perikanan tangkap dalam menciptakan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan perlu memperhatikan berbagai aspek dalam pengelolaannya. Permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah pemanfaatan yang bersifat open access sehingga semua orang bebas memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada di alam tanpa memperhatikan daya dukung dari alam tersebut sehingga hasil tangkapan nelayan semakin menurun dan daerah fishing ground semakin jauh, kurangnya pengetahuan nelayan dalam menerima perkembangan teknologi sehingga dalam memanfaatkan sumberdaya alam hanya mengandalkan pengetahuan turun

(7)

temurun tanpa mengadopsi kemajuan teknologi yang sudah berkembang serta kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan nelayan kecil.

Adanya strategi pengembangan perikanan tangkap akan dapat membantu pengelolaan perikanan, sehingga tingkat keberhasilannya akan lebih terukur. Hal ini sesuai dengan pendapat Charles (2001) yang menyatakan bahwa di dalam pengelolaan perikanan, penetapan tujuan-tujuan yang jelas merupakan hal yang penting untuk keberhasilan upaya-upaya dalam pengembangan perikanan.

Dalam model Charles terdapat empat indikator keberlanjutan perikanan antara lain: 1) Keberlanjutan ekologi, memperhatikan data perkembangan hasil tangkapan ikan dan keseimbangan ekosistem untuk menghindari penipisan stok sumberdaya ikan; 2) Keberlanjutan sosial ekonomi, berfokus pada pertahanan atau peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi dalam jangka panjang; 3) Keberlanjutan komunitas, terfokus pada ide yang menyatakan bahwa perikanan berkelanjutan berjalan untuk pemenuhan kesejahteraan masyarakat dan seluruh warga negara; 4) Keberlanjutan kelembagaan, mengacu pada lembaga yang mengelola perikanan baik nelayan, pemerintah atau masyarakat.

CCRF menyediakan asas dan standar yang bisa diterapkan pada konservasi, pengelolaan dan pembangunan perikanan. CCRF juga mencakup penangkapan, pengolahan, dan perdagangan ikan serta produk perikanan, operasi penangkapan, akuakultur/budidaya, penelitian perikanan dan keterpaduan perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir (FAO, 1995). Sasaran dari CCRF adalah untuk : 1) Menetapkan asas, sesuai dengan aturan hukum internasional yang terkait, bagi penangkapan ikan dan kegiatan perikanan yang bertanggungjawab, dengan memperhatikan seluruh aspek biologi, teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan komersial yang relevan; 2) Menetapkan asas dan kriteria bagi penjabaran dan pelaksanaan kebijakan nasional untuk konservasi sumberdaya perikanan dan pengelolaan serta pembangunan perikanan yang bertanggungjawab; 3) Berfungsi sebagai sebuah perangkat rujukan untuk membantu negara-negara dalam menetapkan atau meningkatkan kerangka kelembagaan dan hukum yang diperlukan bagi berlangsungnya perikanan yang bertanggungjawab dan dalam perumusan serta pelaksanaan langkah yang sesuai; 4) Menyediakan tuntunan yang bisa digunakan, bila diperlukan; dalam perumusan dan pelaksanaan

(8)

perjanjian internasional berikut perangkat hukum lain, baik yang bersifat mengikat maupun sukarela; 5) Memberi kemudahan dan memajukan kerjasama teknis, pembiayaan dan lainnya dalam konservasi sumberdaya perikanan dan pengelolaan serta pembangunan perikanan; 6) Meningkatkan kontribusi perikanan bagi ketahanan pangan dan mutu pangan, memberikan prioritas untuk kebutuhan gizi komunitas lokal; 7) Meningkatkan upaya perlindungan sumberdaya hayati akuatik serta lingkungannya dan kawasan pesisir; 8) Menggalakkan perdagangan ikan dan produk perikanan sesuai dengan aturan internasional yang relevan dan menghindari penggunaan langkah yang merupakan hambatan terselubung bagi perdagangan tersebut; 9) Memajukan penelitian mengenai perikanan demikian pula mengenai ekosistem terkait dan faktor lingkungan relevan; 10) Menyediakan standar pelaksanaan untuk semua sektor yang terlibat dalam perikanan. Kerangka pemikiran pemanfaatan sumberdaya ikan demersal dan strategi pengembangannya di Sibolga dapat dilihat pada Gambar 1.

(9)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Output Permasalahan Perikanan demersal

Permasalahan perikanan di Sibolga berdasarkan hasil wawancara dan survei antara lain:

1) Potensi sumberdaya ikan yang belum

dimanfaatkan secara optimal.

2) Kurangnya pengetahuan nelayan tentang

sumberdaya perikanan.

3) Ukuran hasil tangkapan semakin menurun. 4) Daerah penangkapan ikan juga semakin jauh. 5) Pengelolaan perikanan belum berjalan dengan

efektif dan efisien.

6) Belum efektifnya kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh nelayan.

Landasan teori:

1) Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF, FAO 1995), 2) Pembangunan perikanan

berkelanjutan secara ekologi, sosial ekonomi, komunitas dan institusi (Charles, 2001). Aspek pemanfaatan sumberdaya ikan demersal Aspek hasil tangkapan Aspek pengembangan perikanan Input Kelayakan sumberdaya ikan demersal Kelayakan biologis hasil tangkapan Kelayakan pengembangan perikanan

Strategi pengembangan perikanan Tujuan

Proses 1) FPI 2) CPUE 3) MSY 1) Panjang 2) Berat SWOT

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

sidalyti idėjomis ir įžvalgomis apie Lietuvos pasakojimo mokykloje probleminius aspektus, istorijos bei lietuvių kalbos ir literatūros moky -.. mo jungtis, telkti lituanistų

Hasil penelitian menyatakan (1) kesulitan aspek bahasa yaitu beberapa siswa membaca soal kurang tepat sehingga terjadi kesalahan penafsiran, sulit memahami bahasa

Buat temen-temenku yang TEWUR termasuk aku sendiri diantaranya: Adi Fitrah (tahu) Tewur, Hannes Tewur, Rendi Marcel Tewur, Andri Pithut Tewur, Yanuar tewur, Cimot

Analisis univariat dalam penelitian ini adalah melihat gambaran karakteristik responden berupa jenis kelamin, umur, serta data variabel status gizi dan kelelahan

Pada kursus Electric Guitar ini sebaiknya dimulai pada usia 11 dan 12 tahun, dimana pada awalnya disesuaikan dengan kemampuan jari pada siswa tersebut dan

Keterlibatan dan kepatuhan dengan CBAT dipengaruhi oleh intrinsik dipengaruhi oleh intrinsik (misalnya, keinginan untuk mencapai skor yang lebih tinggi), dan ekstrinsik (misalnya,

Pada penelitian ini, algoritma Dijkstra dimplementasikan untuk menghitung bobot berdasarkan nilai similarity sebuah konten yang user post dalam bentuk tweet, yang mana

Penelitian ini mengintegrasikan empat aspek, yaitu aspek ketahanan bahan (menggunakan metode Taguchi untuk desain eksperimen pemilihan bahan baku keramba), aspek