• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Peneliti mempertimbangkan untuk menggunakan teori corporate governance di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Peneliti mempertimbangkan untuk menggunakan teori corporate governance di"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

A. Teori Corporate Governance

Peneliti mempertimbangkan untuk menggunakan teori corporate governance di dalam penelitian ini. Ada beberapa orang yang mendefinisikan corporate governance, salah satunya adalah Monks dan Minow (2011) yang menyatakan corporate governance sebagai suatu hubungan diantara bermacam pihak (CEO, manajemen, pemegang saham, karyawan) untuk menentukan arah dan kinerja sebuah perusahaan. Lebih lanjut, Monks dalam tulisan lainnya yaitu Corporate governance : Past, Present and future menjelaskan bagaimana dasar dari pemikirannya mengenai corporate governance.

Dalam artikelnya, ia berangkat dari kondisi 3 dekade lalu di Inggris dimana ada kegagalan yang dialami sektor swasta dalam memanfaatkan keterlibatan pemerintah dalam dunia bisnis yang mengakibatkan banyak pihak yang menginginkan peran terbatas pemerintah di dalam sebuah perusahaan. Kegagalan ini pada masanya dianggap sebagai aib kepemimpinan perusahaan. Dalam kurun waktu selanjutnya, perusahaan membagi tanggung jawab perusahaan kedalam dua bentuk pemilikan. Pemilikan aktif bertanggung jawab untuk berkontribusi secara langsung dengan kegiatan operasional perusahaan sementara itu pemilikan pasif bertugas untuk mengawasi pemilik aktif dalam menjalankan perannya. Masing-masing bagian ini kemudian harus berfungsi secara harmonis dengan kepentingan-kepentingan publik.

Banyak pendapat mengenai apa itu corporate governance dan hal-hal apa saja yang harus dipenuhi agar sebuah perusahaan berpredikat memiliki good corporate

(2)

governance. Menurut prinsip corporate governance oleh OECD (2004) yang banyak diadopsi negara-negara di dunia, ada lima aspek yang harus dipenuhi perusahaan untuk mencapai tata kelola perusahaan yang baik. Aspek-aspek tersebut meliputi: Fairness (Keadilan), Transparency (Transparansi), Accountability (Akuntabilitas), Responsibility (Tanggung Jawab) , dan Independency (Independensi). Pilar-pilar inilah yang melandasi prinsip-prinsip corporate governance menurut OECD yaitu hak-hak pemegang saham, perlakuan yang adil kepada pemegang saham, peranan stakeholders dalam corporate

governance serta tanggung jawab dewan direksi.

Kinerja keuangan dalam teori corporate governance tidak dapat diukur berdasarkan pencapaian finansial atau pertumbuhan saham (Jarboui, S. Et al, 2015). Namun ada indikator non finansial yang memberikan efek langsung dan signifikan terhadap kinerja perusahaan (Lau, 2011). Ojulari (2012) juga menyatakan bahwa tingkat transparansi perusahaan dapat merangsang pertumbuhan investasi yang kemudian akan meningkatkan penerimaan dana perusahaan untuk mendorong aktivitas bisnis demi pencapaian kinerja perusahaan. Teori corporate governance dari Monks and Minow (2011) menyatakan kinerja sebuah perusahaan dipengaruhi oleh hubungan investasi yang dianalisis dari sudut pandang akuntabilitas direksi (Turnbull, S. 1997). Dengan demikian, kinerja sebuah perusahaan direfleksikan dari bagaimana elemen-elemen organisasi yang membentuk sebuah struktur saling berhubungan.

Teori ini memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai fungsi corporate

governance dalam menentukan kinerja keuangan sebuah perusahaan. Dari hasil survey

yang diselenggarakan ACGA (2012), corporate governance dan kinerja keuangan memiliki hubungan yang berbanding lurus. Perusahaan yang hanya memiliki kinerja

(3)

keuangan yang baik jika tidak didukung dengan tata kelola perusahaan yang baik maka dapat terlihat kurang baik. Oleh karena itu, penting bagi sebuah perusahaan untuk memperhatikan tata kelola perusahaannya dari berbagai aspek.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Bukan hanya untuk penilaian kinerja keuangan secara langsung, namun corporate governance sebuah perusahaan juga menyediakan penilaian mengenai efektifitas yang dapat mendorong aktivitas bisnis sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

B. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merupakan gambaran seberapa efektif dan efisien sebuah perusahaan dalam upayanya mencapai tujuan finansialnya (Bidhari, 2013). Arah tujuan finansial yang dimaksud diyakini oleh beberapa peneliti turut dipengaruhi oleh kinerja non finansial perusahaan. Wang dan Hyunh (2013) berpendapat bahwa banyak investor dan kreditor yang tertarik untuk mengetahui kinerja non finansial perusahaan sebelum mereka menilai kinerja keuangan perusahaan itu sendiri. Meskipun ada banyak ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan sebuah perusahaan, penilaian terhadap kinerja non finansial perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja.

Haniffa dan Hudaib (2006) menemukan bahwa kinerja sebuah perusahaan juga dapat tercermin dari bagaimana manajemen mengelola perusahaannya. Pengelolaan yang baik akan meningkatkan reputasi perusahaan baik dimata pemangku kepentingan juga di mata publik. Reputasi yang baik tersebut secara positif memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, investasi dan harga saham (Bear et al, 2010).

(4)

Menurut Tsoutsora (2004) penilaian kinerja keuangan dewasa ini lebih sederhana juga spesifik. Beberapa peneliti menggunakan ukuran pasar dan peneliti lainnya menggunakan ukuran akuntansi. Perbedaan perspektif akan hal ini didasari oleh implikasi teoritikal yang berbeda pula (Hilman dan Keim, 2001). Ada banyak ukuran rasio yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja keuangan diantaranya adalah

Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Return on Investment (ROI), dan Net

Profit Margin (NPM).

Penelitian ini menggunakan rasio ROA dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan. ROA merupakan indikasi dari kemampuan manajemen dalam mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan atau menekan biaya. Dalam hal ini, ukuran ROA sangat tepat apabila kinerja keuangan dikaitkan dengan corporate governance. Hal ini karena corporate governance merupakan cerminan dari pengelolaan sebuah perusahaan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian dari Haniffa dan Hudaib (2006) yang menjelaskan bahwa tingkat ROA sebuah perusahaan mengindikasikan penggunaan aset yang efektif sebagai salah satu bentuk dukungan kepentingan ekonomi pemegang saham. Selain itu, Horne dan Wachowicz (2005) mengungkapkan bahwa ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan.

Berdasarkan uraian mengenai ROA diatas, ROA dianggap layak untuk menjadi ukuran kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Selain itu, ROA juga lebih mudah dipahami oleh para pemakai laporan keuangan dan sifatnya yang sensitif

(5)

terhadap perubahan kondisi keuangan perusahaan membuat ROA menjadi alat pengukur prestasi manajemen yang efektif.

C. Pengungkapan lingkungan

Keharmonisan yang perlu dibangun antara pemilik aktif dan pemilik pasif dapat diwujudkan dari transparansi perusahaan kepada para pemangku kepentingannya. Transparansi tersebut direalisasikan melalui pengungkapan-pengungkapan baik wajib maupun sukarela yang ditujukan agar stakeholders memperoleh pertimbangan lebih banyak sebelum mengambil keputusannya. Meski pengungkapan terkait aktivitas ekonomi perusahaan menjadi perhatian utama stakeholders, pengungkapan terkait aktivitas pelestarian lingkungan juga tidak dapat dipungkiri menjadi hal wajib yang menjadi pertimbangan stakeholders dalam pengambilan keputusan. Hal ini karena semakin banyak pihak yang menyadari bahwa pelestarian lingkungan merupakan salah satu nilai tambah bagi keberadaan sebuah perusahaan.

Pengungkapan lingkungan merupakan salah satu komponen dalam pengungkapan tanggung jawab sosial secara keseluruhan. Pengungkapan lingkungan ini bertujuan untuk memperoleh perhatian, dukungan, maupun kepercayaan dari masyarakat agar perusahaan dapat tetap eksis (Brown dan Deegan, 1998). Pengukuran tingkat pengungkapan lingkungan pada penelitian ini mencoba menggunakan model

giudelines Global Reporting Initiative versi 3.1 yang memuat 30 komponen penilaian

terkait dengan indikator lingkungan. Model yang digagas oleh PBB melalui Coalition

(6)

menjadi pedoman umum bagi banyak negara dalam implementasi pengungkapan tanggung jawab sosial pada laporan tahunan perusahaan.

Dalam Lu (2014) pengungkapan lingkungan diibaratkan sebagai alat dialog antara perusahaan dan stakeholders yang menaruh perhatian terhadap aktivitas lingkungan. Aktivitas lingkungan yang dimaksud adalah kegiatan yang terkait dengan kegiatan alam, perlindungan lingkungan, dan pemakaian sumber daya alam (Jenkins, 2006). Mengingat begitu pentingnya perhatian perusahaan terhadap lingkungan dewasa ini, Azorin et al (2009) memandang perlu diadakannya suatu manajemen lingkungan. Diungkapkan dalam penelitiannya manajemen lingkungan ini berfungsi untuk mengendalikan biaya terkait lingkungan dan konsumsi energi.

D. Pengungkapan Sosial

Selain pengungkapan lingkungan, salah satu aspek yang juga sebaiknya diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan adalah aspek sosial. Banyaknya isu yang berkembang di masyarakat mengenai perilaku perusahaan terhadap lingkungan sosial di sekitarnya perlu menjadi perhatian khusus. Masyarakat yang semakin sadar akan kontribusi perusahaan perlu untuk mengetahui apakah keberadaan perusahaan memberikan keuntungan atau tidak dalam lingkungannya. Oleh karena itu, perusahaan akan melakukan pengungkapan informasi sosial dengan tujuan untuk membangun citra pada perusahaan dan mendapatkan pandangan yang baik dari masyarakat (Belkaoui dan Karpik, 1989).

Pengungkapan sosial merupakan sebuah cara untuk menunjukkan hal-hal yang dilakukan perusahaan terkait lingkungan sosialnya (Patten,1991). Lebih lanjut

(7)

dijelaskan bahwa pengungkapan sosial lebih besar dipengaruhi oleh tekanan publik dibanding ukuran profitabilitas. Tekanan publik tersebut merupakan penilaian kumulatif publik terhadap sebuah perusahaan. Opini publik yang terbentuk selanjutnya akan menentukan seberapa baiknya reputasi sebuah perusahaan (Fombrun dan Shaley, 1990).

Dalam penelitian mereka dijelaskan pula beberapa faktor lain yang turut berkontribusi terhadap reputasi perusahaan melalui pengungkapan sosial. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah nilai pasar, sorotan media, pemegang saham institusional, dan ukuran perusahaan. Sejumlah pendapat lain pun muncul berkaitan dengan hal ini. Bontis et al (2007) berpandangan kepuasan pelanggan juga menjadi faktor penentu reputasi perusahaan. Sementara itu Gardberg dan Fombrun (2006) berpendapat program sosial perusahaan termasuk kedalam faktor-faktor tersebut.

Dalam mengukur pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan, penelitian ini juga menggunakan model guidelines GRI versi 3.1 yang memuat 40 komponen penilaian. Komponen tersebut terdiri atas 3 sub komponen yaitu praktik tenaga kerja yang layak, Hak Asasi Manusia (HAM), dan masyarakat/sosial. Meski GRI telah merilis versi G4 pada 2013 lalu, penelitian ini tetap menggunakan GRI versi 3.1 yang rilis tahun 2011 karena penelitian ini menggunakan data longitudinal yang diperoleh sejak tahun 2011 hingga 2014.

E. Komisaris Independen

Dewan komisaris merupakan orang-orang yang ditunjuk oleh para pemegang saham dan berkewajiban hukum (Legal duty) untuk mewakili para pemegang saham dan melindungi kepentingan mereka (Hunger dan Wheelen, 2000). Dalam perspektif

(8)

corporate governance, dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer (Jensen, 1993).

Dewan komisaris dapat terdiri dari dua bagian yaitu komisaris non indepeden dan komisaris independen. Komisaris independen di Indonesia, sesuai dengan Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2006 adalah seseorang yang tidak berasal dari pihak terafiliasi. Lebih lanjut, jumlah komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip ini juga selaras dengan pedoman GCG di negara Malaysia dan Thailand yang mengharuskan adanya proporsi yang tepat pada dewan komisaris perusahaan publiknya. Keempat negara ini memiliki peraturan yang sama dalam menentukan proporsi komisaris independen, yakni sepertiga dari jumlah dewan direksi yang ada.

F. Komite Audit Independen

Komite audit merupakan badan yang dibentuk oleh dewan direksi untuk mengaudit operasi dan keadaan dimana badan ini bertugas memilih dan menilai kinerja perusahaan (Siegel, 1996). Komite audit berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi, dan pengendalian internal. Serupa dengan dewan komisaris, komite audit juga memiliki beberapa anggota yang bersifat independen. Keberadaan komite audit independen dianggap dapat memfasilitasi pengawasan terhadap manajemen secara objektif dan tanpa terlalu banyak negosiasi (Wang dan Huynh, 2013).

(9)

Terkait proporsi komite audit independen dalam jajaran komite audit, setiap negara memiliki peraturan berbeda dalam hal menentukannya. Namun, Klein (2002) menyatakan apabila komite audit independen mendominasi, kemungkinan besar komite audit tersebut sangatlah independen. Keuntungan lain dari dominasi ini menurutnya dapat dirasakan dari biaya agensi yang terminimalisasi.

G. Pengembangan Hipotesis

1. Perbedaan kinerja keuangan perusahaan perhotelan Indonesia, Malaysia dan Thailand

Hingga saat ini belum ada penelitian yang menghasilkan perbandingan kinerja keuangan perusahaan perhotelan untuk negara Indonesia, Malaysia dan Thailand. Namun perbandingan tersebut dapat dilihat dari hasil statistik yang ditunjukkan oleh masing-masing negara.

Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh Hortwath HTL pada tahun 2015 mengenai kinerja perusahaan perhotelan di Thailand ditemukan ada penurunan laba kotor sebanyak 4 % pada tahun 2014. Kondisi sebaliknya terjadi di Malaysia, statistik oleh JLL menunjukkan ada peningkatan kinerja sebesar 9,7% untuk industri perhotelan pada tahun 2014. Pada lembaga survey yang sama, Indonesia mencatat adanya penurunan kinerja keuangan pada perusahaan perhotelannya sebesar kurang lebih 9%.

Berdasarkan hasil statistik tersebut, maka hipotesis dapat disusun sebagai berikut:

(10)

H1. Ada perbedaan tingkat kinerja keuangan pada perusahaan perhotelan di negara Indonesia, Malaysia dan Thailand.

2. Pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan

Pengungkapan (disclosure) merupakan salah satu bentuk transparansi perusahaan kepada para stakeholders. Jika perusahaan melakukan pengungkapan lebih luas kepada stakeholders, kepercayaan investor akan semakin tinggi terhadap pengelolaan dana yang diinvestasikannya sehingga arus kas masuk dari kegiatan pendanaan juga akan semakin tinggi. Berdasarkan rumus penghitungan ROA, ketika total aset semakin banyak, maka nilai ROA akan semakin baik.

Penelitian mengenai hubungan pengungkapan lingkungan dan kinerja keungan telah banyak dilakukan sebelumnya. Azorin, et al (2009) yang meneliti pengaruh kegiatan berbasis lingkungan terhadap kinerja keuangan hotel di Spanyol menemukan ada hasil positif signifikan di dalam hubungan kedua variabel tersebut. Dijelaskan kemudian bahwa hotel-hotel yang proaktif terhadap kegiatan berbasis lingkungan di Spanyol mendapatkan respon yang lebih baik dari para pemangku kepentingan. Komitmen perusahaan yang mengedepankan kepentingan lingkungan diklaim oleh beberapa hotel di Spanyol telah meningkatkan rata-rata penerimaan per kamar.

Begitu pula penelitian dari Moreno, et al (2007) yang melakukan penelitian pada negara yang sama menghasilkan temuan bahwa hotel dengan manajemen lingkungan yang rendah cenderung memiliki kinerja yang rendah dimana penilaian ini salah satunya muncul dari keunggulan kompetitif. Perusahaan yang melakukan

(11)

manajemen lingkungan cenderung lebih unggul dalam persaingan di pasar. Berdasarkan kedua penelitian terdahulu mengenai hubungan antara pengungkapan lingkungan dan kinerja keuangan, maka peneliti menyusun hipotesis sebagai berikut:

H2. Ada pengaruh positif pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan

3. Pengaruh pengungkapan sosial terhadap kinerja keuangan

Lingkungan sosial merupakan salah satu aspek penting dalam keberlangsungan sebuah perusahaan. Salah satu hal yang biasanya perusahaan laporkan terkait lingkungan sosialnya adalah pengelolaan sumber daya manusia. Keberhasilan sebuah perusahaan bukan hanya bergantung pada kepiawaian manajer, tetapi juga pada kinerja karyawan. Oleh karenanya penting bagi sebuah perusahaan untuk membangun hubungan baik dengan lingkungan sosial dimana perusahaan berdiri.

Saat ini penelitian mengenai hubungan pengungkapan sosial dan kinerja keuangan pada perusahaan perhotelan masih sulit ditemui. Salah satu peneliti yang telah mencoba meneliti mengenai hubungan diantara dua variabel ini adalah Lee dan Park (2009). Dalam penelitian mereka ditemukan adanya pengaruh positif pengungkapan sosial terhadap kinerja keuangan bagi perusahaan perhotelan. Hal ini karena hotel cenderung lebih dikenal masyarakat karena partisipasi mereka dalam kegiatan CSR. Berdasarkan penelitian tersebut, maka peneliti menyusun hipotesis sebagai berikut:

(12)

4. Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap kinerja keuangan

Komisaris independen adalah salah satu elemen penting di dalam perusahaan. Meski berfungsi sebagai pengawas kegiatan perusahaan, komisaris independen tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hubungan antara proporsi komisaris independen dan kinerja keuangan sebelumnya pernah dilakukan oleh Fama dan Jensen (1983). Dalam penelitian tersebut mereka menemukan bahwa proporsi komisaris independen berhubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan. Hasil ini didasari pada persepsi bahwa pengawasan terhadap manajemen akan semakin baik apabila proporsi komisaris independen dalam dewan komisaris ditingkatkan. Pengawasan ini menurut mereka dapat mengendalikan perilaku manajemen dalam mengelola perusahaan agar kinerjanya meningkat.

Zahra dan Pearce (1989) secara umum juga meneliti hubungan antara komposisi dewan komisaris dan kinerja keuangan. Dengan model pendekatan

legalistic disebutkan bahwa komposisi dewan komisaris tidak mempengaruhi

kinerja perusahaan secara langsung. Logika yang disusun peneliti berdasar pada peran seorang komisaris untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen, dimana dewan komisaris tersebut tidak berperan terlalu aktif dalam penyusunan strategi dan pengembangan kebijakan dalam memenuhi target kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, maka peneliti menyusun hipotesis sebagai berikut:

(13)

5. Pengaruh proporsi Komite Audit terhadap kinerja keuangan

Perusahaan publik, khususnya di Indonesia wajib mengedepankan aspek independensi. Salah satunya adalah dengan membentuk komite audit dalam struktur perusahaan. Semakin besar proporsi komite audit dalam sebuah perusahaan, semakin baik kinerja yang dikerjakannya. Hal ini karena penilaian auditor independen memberikan cukup kepercayaan kepada stakeholders perihal aktivitas perusahaan.

Penelitian mengenai hubungan komite audit independen dan kinerja keuangan yang pernah dilakukan adalah milik Wang dan Huynh (2013) yang menemukan bahwa komite audit independen berhubungan positif dengan kinerja keuangan. Keberadaan komite audit independen tersebut dianggap dapat mengurangi biaya agensi perusahaan sehingga kinerja keuangan dapat meningkat.

Temuan lain mengenai hubungan antara komite audit independen dan kinerja keuangan terdapat pada penelitian dari Chang dan Li (2008). Dalam penelitian mereka ditemukan adanya hubungan positif signifikan antara komite audit independen dan kinerja keuangan. Hal ini berhubungan dengan istilah “rangkap jabatan” yang mungkin ada di beberapa perusahaan. Mereka berpendapat semakin banyak komite audit independen maka semakin baik kinerja perusahaan karena rangkap jabatan dapat terminimalisasi. Namun, Ali et al (2012) memiliki temuan berbeda dalam pengujian pengaruh komite audit independen dengan kinerja keuangan. Penelitiannya menemukan bahwa komite audit independen secara negatif mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Mereka berpendapat bahwa mereka

(14)

komite audit independen dianggap belum tentu dapat menjalankan peran yang dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Berdasarkan penelitian tersebut maka peneliti menyusun hipotesis sebagai berikut:

H5. Ada pengaruh positif proporsi anggota Komite Audit terhadap kinerja keuangan

H. SKEMA KONSEPTUAL

Berdasarkan uraian dan tinjauan literatur yang telah dikemukakan diatas, maka variabel-variabel yang terkait dengan penelitian ini dapat dirumuskan dalam skema konseptual sebagai berikut:

Step 1. Uji ANOVA

Kinerja keuangan di Indonesia Kinerja keuangan di Malaysia Kinerja keuangan di Thailand

(15)

Step 2. Uji Regresi

Corporate governance Kinerja Keuangan

H2 H3 H4 H5

TRANSPARANSI

 

Pengungkapan lingkungan

 

Pengungkapan sosial

Return On Assets

INDEPENDENSI

(ROA)

Proporsi komisaris

independen

Proporsi komite audit

independen

 

   

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 perencanaan kompetensi pedagogik dan kompetensi personal guru pendidikan agama islam dalam membentuk karakter religius, nasionalis,

Berdasarkan fakta diatas, dibutuhkan suatu sarana teknologi informasi berbasis website yang diharapkan dapat memberikan informasi- informasi kepada masyarakat dan anggota

logam dalam air kedalam sedimen sistem satu arah terutama dapat melalui, (1) partisi air-sedimen yaitu perpindahan logam dari bentuk terlarut ke dalam sedimen dengan melalui

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung potensi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari penimbunan sampah di TPA Benowo dan merekomendasikan program pengelolaan

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji hubungan customer relationship management (CRM) dengan peningkatan customer loyalty dari perusahaan sehingga

Walaupun interaksi konsentrasi urin sapi dan lama perendaman benih tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya kecambah, akan tetapi dilihat dari nilai

Kasi Perencanaan Prasarana Sarana dan Utilitas Umum mempunyai tugas sebagai perumusan konsep dan pelaksanaan kebijakan, pengoordinasian, pemantauan, evaluasi serta

Hal ini menandakan semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi perolehan laba yang berhasil diraih oleh perusahaan. Perspektif proses bisnis internal. Perusahaan