• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAKAN EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

STEPHANIE SITUMORANG NIM : 110200539

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

TINDAKAN EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

STEPHANIE SITUMORANG NIM : 110200539

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

DR. Chairul Bariah, S. H., M.Hum NIP: 195612101986012001

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H Arif, SH, M.Hum NIP. 19620713198801003 NIP. 196403301993031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

ABSTRAK

Stephanie Situmorang*

* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II Departemen Hukum Pidana Upniverisitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Suhaidi, SH,.M.H** Arif, SH, M.H***

Indonesia merupakan Negara maritim yang letaknya sangat strategis sehingga mempunyai kekayaan alam yang melimpah dari berbagai sumber daya alam yang terdapat diwilayah perairannya. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi incaran kapal-kapal asing yang ingin mengambil hasil kekayaan laut Indonesia yaitu dengan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang sangat merugikan Negara bahkan merusak kelestarian laut. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut hukum internasional dan menurut hukum nasional serta penegakan hukum atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut hukum nasional dan hukum internasional diikuti dengan upaya penyelesaian sengketa terhadap hukum laut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang melakukan analisa hukum atas peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim yang berhubungan dengan judul skripsi. Data yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library research ) yaitu dengan melakukan penelitian dari berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, majalah-majalah, pendapat para sarjana dan juga bahan-bahan kuliah lainnya.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan rahmat yang tak terhingga yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada kedua orang tua, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENEGAKAN HUKUM ATAS EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERAIRAN DI WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM INTERNASIONAL”.

Setelah sekian lama akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sebagai manusia biasa tidak akan pernah luput dari kesalahan, kekurangan dan kekhilafan, baik dalam pikiran maupun perbuatan. Berkat bimbingan dari Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum USU.

(5)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.,M.H,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

4. Bapak O.K Saidin, SH.,M.H, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Dr. Chairul Bariah, SH.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional;

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.,M.H, selaku Dosen Pembimbing I penulis yang banyak membantu dan memberikan saran dalam penyiapan judul di awal pembuatan skripsi ini, dan membimbing penulis dalam menyiapkan skripsi ini serta membantu penulis dikala mengalami kesulitan;

7. Bapak Arif, SH.,M.H, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang banyak membantu dan memberikan saran dalam penyiapan judul diawal pembuatan skripsi ini, dan membimbing penulis dalam menyiapkan skripsi ini serta membantu penulis dikala mengalami kesulitan;

8. Bapak Dr. Jelly Leviza SH.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum USU.

9. Bapak Ramli Siregar SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis selama perkuliahan.

10.Untuk semua Dosen dan staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terutama Dosen Jurusan Hukum Internasional.

(6)

dukungannya serta kasih sayang tiada batas yang diberikan sepanjang hidup yang diberikan kepada penulis selama ini dari membesarkan hingga mendapatkan gelar Sarjana Hukum ini, hanya ucapan terima kasih dan doa yang dapat penulis berikan.

12.Kepada kakak dan adik terkasih, Deffi Arrester Putri Situmorang, SH,M.Kn, Lulu Justice Situmorang, dan Yusuf Hamonangan Situmorang yang selalu mendukung memberikan doa dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Kepada Tante Elsye Renatha Pasaribu, Tante Stevi Pasaribu serta Uda Ray Armando Hutabarat yang selalu mendukung, memberi doa dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

14.Kepada Christin Tobing dan Via Situmorang sahabat saya dari awal semester yang selalu mendukung, memberi doa dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

15.Kepada yang terkasih teman doa ku Guntur Sukarno Gultom yang telah membantu dalam mencari bahan-bahan untuk penyelesaian skripsi ini. Terimakasih juga buat doa dan dukungan serta motivasi yang diberikan sampai akhirnya skripsi ini selesai.

16.Kepada Rika Anggita Sitompul, Novita Sari Sihaloho, Mutiara Rizki, Christin Tobing dan Via Situmorang sahabat yang selalu ada, membantu dan memberikan semangat.

(7)

18.Kepada sahabat Lantam-ers, Ravicky Sikumbang dan Novilliana Hasanah Siregar. Terima kasih untuk dukungan dan kebersamaannya selama ini.

19.Kepada sahabat Rumpi Orang Kaya, Dian Agustina, Ravicky Sikumbang dan Novilliana Siregar. Terima kasih untuk dukungan dan kebersamaannya selama ini.

20.Kepada sahabat CIA, Mutiara Rizki, Pudja Eka Prayudha, Meirani Solafide Purba, Faisal Dalimunthe, Dhimas Adiputra, Ravicky Sikumbang dan Novilliana Siregar. Terima kasih untuk dukungan dan kebersamaannya selama ini.

21.Seluruh teman-teman Grup F yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih untuk kebersamaannya.

22.Seluruh teman-teman ILSA yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk kebersamaannya.

23.Seluruh teman-teman PERMAHI yang yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk kebersamaannya.

(8)

25.Kepada sahabat SMA, Rita Maria Rosana Sitorus, Tiffany Valencia Wahab, Kelvin, Prigodigdo Sagala, dan Robertus Andhika. Terima kasih untuk dukungannya selalu.

Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bukan hanya kepada penulis , tetapi juga kepada masyarakat.

Medan, Mei 2015 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. ... Latar Belakang ... 1 B. ... Peru

musan Masalah ... 6 C. ... Tujua

n dan Manfaat Penulisan ... 6 D. ... Keasl

ian Penulisan ... 7 E. ... Tinja

uan Kepustakaan ... 8 1. ... Peng

ertian Zona Ekonomi Eksklusif ... 8 2. ... Peng

ertian Sumber Daya Alam ... 8 3. ... Peng

ertian Kapal Asing... 10 4. ... Peng

(10)

F. ... Meto de Penelitian ... 13 G. ... Siste matika Penulisan ... 15

BAB II PENGATURAN ATAS EKSPLOITASI SUMBER DAYA

PERIKANAN DI WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. ... Batas -batas, Zona dan Wilayah/Kawasan Maritim ... 18 1... Perai

ran Pedalaman ... 18 2... Laut

Teritorial ... 19 3.... Jalur

Tambahan ... 21 4.... Land

as Kontinen ... 22 5.... Kepu

lauan ... 23 6... Laut

Lepas ... 24 7... Dasar

Samudera Dalam ... 24 8.... Zona

(11)

B. ... Ekspl oitasi dan Sumber Daya Perikanan dalam Hukum Internasional ... 28

1.... Sumb er Daya Alam ... 28 2.... Maca

m-macam Sumber Daya Alam... 29 3... Peng

aturan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan di Wilayah ZEE menurut Hukum Internasional ... 31 C. ... Kapa

l Asing dalam Hukum Internasional ... 35 1.... Hak Lintas Damai menurut Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 ... 39 2... Hak

Lintas Damai menurut Konvensi Hukum Laut PBB 1982 ... 47

BAB III PENGATURAN ATAS EKSPLOITASI SUMBER DAYA

PERIKANAN DI WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM NASIONAL

A. ... Peng aturan Sumber Daya Perikanan menurut Hukum Nasional... ... 55 B. ... Kapa

l Asing dalam Hukum Nasional ... 71 1.... Hak Lintas Kapal Asing di Indonesia... 72 2.... Peng

(12)

C. ... Efekt ivitas Pengaturan Sumber Daya Perikanan di Wilayah Laut ZEE oleh Kapal Asing menurut Hukum Nasional ... 84

BAB IV PENEGAKAN ATAS EKSPLOITASI SUMBER DAYA

PERIKANAN DI WILAYAH ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL

A. ... Tang gung Jawab Hukum oleh Negara Indonesia dan Hukum Internasional ... 89

1... Tang gung Jawab oleh Negara Indonesia ... 94

a... Pene gakan Peraturan Perundang-undangan Nasional di ZEE ... 94

ngan dan Kompleksitas Penegakan Hukum di Laut ... 104 2... Tang

gung Jawab Oleh Hukum Internasional ... 105 a.... Pene

gakan Hukum dalam Hukum Internasional ... 105 b. ... Kete

(13)

1. ... Pelan ggaran dalam Hukum Nasional ... 108 2. ... Pelan ggaran dalam Hukum Internasional ... 110 C. ... Upay

a Penyelesaian Sengketa ... 112 1. ... Peny

elesaian Perselisihan Tidak Mengikat ... 113 2. ... Peny

elesaian Perselisihan Mengikat ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. ... Kesi mpulan ... 127 B. ... Saran

... 129

(14)

ABSTRAK

Stephanie Situmorang*

* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II Departemen Hukum Pidana Upniverisitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Suhaidi, SH,.M.H** Arif, SH, M.H***

Indonesia merupakan Negara maritim yang letaknya sangat strategis sehingga mempunyai kekayaan alam yang melimpah dari berbagai sumber daya alam yang terdapat diwilayah perairannya. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi incaran kapal-kapal asing yang ingin mengambil hasil kekayaan laut Indonesia yaitu dengan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang sangat merugikan Negara bahkan merusak kelestarian laut. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut hukum internasional dan menurut hukum nasional serta penegakan hukum atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut hukum nasional dan hukum internasional diikuti dengan upaya penyelesaian sengketa terhadap hukum laut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang melakukan analisa hukum atas peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim yang berhubungan dengan judul skripsi. Data yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library research ) yaitu dengan melakukan penelitian dari berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, majalah-majalah, pendapat para sarjana dan juga bahan-bahan kuliah lainnya.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah

di berbagai sektor sumber daya alam.† Selain negara kepulauan Indonesia merupakan negara kelautan dan wilayah perairannya lebih luas daripada wilayah daratannya. Indonesia sendiri mempunyai perairan laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2 dengan potensi lestari sumber daya ikan sebesar 6.11 juta ton per tahun.‡

Berdasarkan luas perairan laut tersebut di atas, maka secara langsung Indonesia memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas wilayah perairannya serta kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya perikanan baik untuk kegiatan penangkapan maupun pembudidayaaan ikan sekaligus meningkatkan kemakmuran dan keadilan guna pemanfaatan sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa dan negara dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungan serta kesinambungan pembangunan perikanan nasional. Potensi sumber daya laut

Perairan kepulauan, perairan teritorial maupun zona Ekonomi Eksklusif memiliki banyak kekayaan alam hayati maupun non hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan suatu bangsa untuk mencapai kesejahteraan warga negaranya.

Muhammad Faiz Aziz, 2014, Presiden Baru Dan Penyelesaian Batas Kelautan (online),

Maret 2015).

Siti Puspita,

(16)

Indonesia menjadi modal dasar dalam upaya mensejahterahkan rakyat termasuk kekayaan sumber daya perikanan dan biota laut lainnya sebagai bahan pangan atau untuk flora-fauna hias. Potensi lestari perikanan laut Indonesia ditaksir sekitar 6,4 juta ton. Isu pokok dalam pengelolaan sumber daya kelautan dari dahulu sampai sekarang masih berkutat pada persoalan yang sama, yakni penangkapan ikan ilegal oleh nelayan asing, tindakan perusakan atau eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya kelautan baik oleh nelayan lokal maupun asing, pencemaran laut, penyelundupan, perdagangan illegal di laut, dan sengketa batas wilayah teritorial dengan negara tetangga maupun batas wilayah antar-provinsi atau kabupaten§

Konsep Indonesia tentang zona ekonomi eksklusif (ZEE) diawali dengan paham wawasan nusantara yang termuat dalam Deklarasi Djuanda 1957 yang kemudian dituangkan dalam UU No 4/Prp./1960 tentang Perairan, yang menyatakan bahwa Teritorriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 diganti dengan Wawasaan Nusantara atau Archipelago Principle. Paham ini

diperjuangkan dalam berbagai konferensi laut internasional antara lain dalam Konferensi Jenewa tahun 1977. Konferensi ini berhasil menyusun konsep satu paket persetujuan umum, yang dikenal sebagai Informal Compesite Negotiating Text (ICNT). Walau bukan persetujuan resmi, namun ICNT menjadi referensi

penting dalam perundingan-perundingan selanjutnya mengenai hukum laut. Melalui Konferensi itu telah diakui prinsip wilayah laut teritorial yang lebarnya 12 mil ditambah 188 mil Zona Ekonomi, sehingga seluruhnya berjumlah 200 mil dihitung dari garis dasar laut negara bersangkutan. Kemudian pengumuman

.

(17)

tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.**

**

Agis Ardhiansyah, 2008, Pengelolaan Dan Pelestarian Sumber Daya Alam Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Online),

Wilayah laut Indonesia yang berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif merupakan wilayah laut yang mempunyai potensi kekayaan yang terbesar bagi Indonesia. Berdasarkan hal tersebut pentingnya potensi-pontensi sumber kekayaan di laut pemerintah telah mengeluarkan berbagai jenis produk hukum dalam mengatur, melindungi serta melakukan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia khususnya di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI serta produk-produk hukum terkait untuk melindungi wilayah ZEEI. Wilayah laut Indonesia memiliki nilai strategis dalam segala bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Menciptakan wilayah laut yang aman, lestari, menjaga serta memanfaatkan segala potensi besar yang dimiliki oleh laut Indonesia merupakan hal terpenting dan mutlak harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Potensi-potensi kekayaan laut Indonesia yang ada di ZEEI sudah pasti menarik pelaku-pelaku tidak bertanggung jawab untuk mengambil kekayaan tersebut, ini dapat dirasakan dengan adanya kasus-kasus penyimpangan di wilayah perairan Indonesia yang sering terjadi, salah satunya adalah meningkatnya kapal penangkap ikan asing juga lokal yang tidak memiliki izin yang masuk ke wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang tentu sangat merugikan Negara Indonesia juga merugikan rakyat.

(18)

Berdasarkan hal tersebut menuntut pemerintah untuk melaksanakan dan melakukan perlindungan serta penegakan hukum untuk menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara maritim di mata dunia. Langkah apapun yang ditempuh oleh Indonesia tentu saja harus mengacu pada sumber-sumber hukum yang berlaku. Dikarenakan wilayah perbatasan Indonesia meliputi wilayah laut (teritorial) maka dari itu sumber atau kaidah hukum yang dapat dijadikan acuan atau landasan adalah hukum laut internasional yang diantaranya adalah Konvensi Hukum Laut 1982 atau ketentuan-ketentuan hukum laut lainnya yang mengatur tentang batas laut wilayah suatu negara .

Berdasarkan UNCLOS 1982 yang berlaku sejak 16 November 1994, konsepsi archipelagic state yang diperjuangkan oleh bangsa Indonesia sejak Deklarasi Juanda tahun 1957, dan kemudian dituangkan dalam UU No. 4 Prp tahun 1960 dan akhirnya diakui oleh dunia internasional. UNCLOS juga menjadi landasan hukum terkait penarikan lebar laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen. Persoalan banyaknya kapal asing yang masuk ke wilayah perairan laut Indonesia tidak lepas dari potensi laut Indonesia. Posisi Indonesia yang sangat strategis menjadi daya tarik bagi kekuatan asing untuk memanfaatkan laut secara ilegal.

(19)

penangkap hasil laut tersebut. Pencurian ikan ini dilakukan secara besar-besaran dan pukat harimau yang digunakan kapal asing tersebut dapat merusak kelestarian bawah laut perairan tersebut dan mengakibatkan kerugian yang besar bagi Negara. Melalui kasus ini penulis terdorong untuk meneliti permasalahan mengenai pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut hukum internasional dan menurut hukum nasional serta penegakan hukum atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut hukum nasional dan hukum internasional diikuti dengan upaya penyelesaian sengketa hukum laut.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan mengenai pengeksploitasian sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tersebut dengan mengangkat judul : TINDAKAN EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI WILAYAH LAUT ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE) OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM INTERNASONAL.

B. Rumusan Masalah

(20)

2. Bagaimana pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Nasional ?

3. Bagaimana penegakan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional dan Nasional ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penulisan

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional.

2. Untuk mengetahui pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Nasional.

3. Untuk mengetahui penegakan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Nasional.

2. Manfaat Penulisan

Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisannya. Manfaat secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.

a. Manfaat teoritis

(21)

memperluas wawasan mengenai penegakan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum

Internasional. b. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penulisan skripsi ini adalah menjadi acuan dalam kerangka berpikir bagi upaya dan solusi penyelesaian di wilayah laut Natuna Anambas, Riau.

D. Keaslian Penulisan

Judul skripsi ini ialah “Penegakan Hukum atas Eksploitasi Sumber Daya Perikanan di Wilayah Laut ZEE oleh Kapal Asing menurut Hukum Internasional”. Penelitian difokuskan pada cara penegakkan hukum yang paling tepat atas eksploitasi sumber daya alam di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional. Skripsi ini ditulis berdasarkan ide, gagasan, serta pemikiran Penulis dengan menggunakan berbagai referensi, sehingga bukan dari hasil penggandaan karya tulis orang lain dan oleh karena itu keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. Penulisan skripsi ini juga diperoleh dari buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak dan media elektronik. Jika ada kesamaan dan kutipan, hal itu semata-mata digunakan sebagai referensi dan penunjang yang Penulis perlukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif

(22)

perselisihan di antara keduanya. Perselisihan dapat bermula dari berbagai hal berupa perbatasan, eksploitasi sumber daya alam oleh kapal asing, kerusakan lingkungan, dan lain-lain. Pada zona ekonomi eksklusif (ZEE) sering terjadi eksploitasi sumber daya alam oleh kapal asing yang sangat merugikan negara, oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dari hukum internasional dan nasional sangat berperan penting di dalamnya.

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu zona selebar tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal. Di zona ini negara pantai memiliki hak-hak berdaulat yang eksklusif untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam serta yurisdiksi tertentu terhadap :

a. Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalansi dan bangunan; b. Riset ilmiah kelautan;

c. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;††

2. Pengertian Sumber Daya Alam

Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat fisik tetapi juga non-fisik.

Sumber daya ada yang dapat berubah (berubah ke bentuk yang lain, baik menjadi semakin besar maupun hilang maupun ada pula sumber daya yang kekal (selalu tetap). Sumber daya hayati adalah salah satu sumber daya dapat pulih (renewable resources). Sumber daya hayati secara harafiah dapat diartikan sebagai sumber daya yang mempunyai kehidupan dan dapat mengalami

††

(23)

kematian. Jenis-jenis sumber daya non-hayati diantaranya adalah bahan mineral, air dan udara.

Macam-macam Sumber Daya Alam

Sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan sifat, potensi, dan jenisnya.

a. Berdasarkan sifat

Menurut sifatnya, sumber daya alam dapat dibagi 3, yaitu sebagai berikut : 1. Sumber daya alam yang terbarukan (renewable), misalnya: hewan,

tumbuhan, mikroba, air dan tanah. Disebut terbarukan karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi (pulih kembali).

2. Sumber daya alam yang tidak terbarukan (non-renewable), misalnya : minyak tanah, gas bumi, batu tiara dan bahan tambang lainnya.

3. Sumber daya alam yang tidak habis, misalnya : udara, matahari, energi pasang surut, energi laut.

b. Berdasarkan potensi

Menurut potensi penggunaannya, sumber daya alam dibagi beberapa macam, antara lain sebagai berikut :

1. Sumber daya alam materi, merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya, misalnya : batu besi, emas, kayu, serat kapas, rosela, dan sebagainya.

(24)

3. Sumber daya alam ruang, merupakan sumber daya alam yang berupa ruang atau tempat hidup, misalnya : area tanah (daratan) dan angkasa. c. Berdasarkan Jenisnya

Menurut jenisnya, sumber daya alam dibagi dua sebagai berikut :

1. Sumber daya alam non-hayati (abiotik); disebut juga sebagai sumber daya alam fisik, sumber daya alam yang berupa benda-benda mati, misalnya : bahan tambang, tanah, air, dan kincir angin.

2. Sumber daya alam hayati (biotik); merupakan sumber daya alam yang berupa mahluk hidup, misalnya : hewan, tumbuhan, mikroba, dan manusia.‡‡

3. Pengertian Kapal Asing

Pasal 1 Angka 39 UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran menyatakan bahwa kapal asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia.§§

Lintas harus dilaksanakan secara terus menerus, langsung serta secepat mungkin, namun demikian lintas mencakup berhenti dan buang jangkar, tetapi Pada kapal asing terdapat aturan Hak lintas damai yang harus dipatuhi oleh setiap kapal. Hak lintas damai sesuai dengan Pasal 18 dan 19 UNCLOS 1982 memiliki pengertian sebagai berikut:

Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman.

pukul 18:00 WIB.

§§

(25)

hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena force majeure atau mengalami kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan.

4. Pengertian Hak Lintas Damai

Suatu lintas disebut lintas damai sesuai dengan Pasal 19 UNCLOS 1982 adalah sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan Negara pantai.

Bentuk bentuk lintas yang merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan Negara Pantai terdiri dari:

1. setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan pelanggaran asas hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;

2. setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun;

3. setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan Negara pantai;

4. setiap perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan Negara pantai;

5. peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal; 6. peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan

(26)

7. bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter Negara Pantai;

8. setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah yang bertentangan dengan ketentuan Konvensi ini;

9. setiap kegiatan perikanan; 10.kegiatan riset atau survey;

11.setiap perbuatan yang bertujuan mengganggu setiap sistem komunikasi atau setiap fasilitas atau instalasi lainnya Negara pantai;

12.setiap kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan lintas

Pelaksanaan lintas damai ada ketentuan khusus bagi kapal selam yaitu lainnya diharuskan melakukan navigasi di atas permukaan air dan menunjukkan benderanya sesuai dengan Pasal 20 UNCLOS 1982.

Pelaksanaan Hak Lintas Damai ini, suatu Negara pantai, tanpa diskriminasi formil atau diskriminasi nyata di antara kapal asing, dapat menangguhkan sementara dalam daerah tertentu laut teritorialnya lintas damai kapal asing apabila penangguhan demikian sangat diperlukan untuk perlindungan keamanannya, termasuk keperluan latihan perang /senjata. Namun harus ada pemberitahuan terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UNCLOS 1982.***

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

(27)

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukan analisa hukum atas peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim dalam penulisan ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang mengatur tentang kedaulatan suatu negara di wilayah laut dan upaya penyelesaian sebagaimana yang terdapat dalam perangkat hukum internasional maupun perjanjian internasional.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu metode penelitian yang menggambarkan semua data yang kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan selanjutnya mencoba memberikan pemecahan masalahnya.

2. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang

merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Piagam PBB 1945, Konvensi Hukum Laut 1982.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang dan memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal ilmiah dan pendapat para ahli hukum internasional.

(28)

diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir.††† 3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode Library

research (Penelitian Kepustakaan) yakni dengan melakukan penelitian dari

berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, majalah-majalah, pendapat para sarjana dan juga bahan-bahan kuliah maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, yang merupakan data sekunder. Adapun data skunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk Peraturan Perundang-undangan.‡‡‡

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis Data

†††

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. hlm 117.

‡‡‡

(29)

Data yang terdapat dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisis data kulitatif adalah proses kegiatan yang meliputi, mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan, dan mensitesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan menemukkan pola, hubungan-hubungan, dan memaparkan temuan-temuan dalam bentuk deskriptif naratif, bagan, flow chart, matriks maupun gambar-gambar yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain.

G. Sistematika Penulisan

Penulis dalam memudahkan penyusunan dan pemahaman skripsi ini, membuat suatu sistematika penulisan ini secara teratur dari berbagai hal dan bagian yang semuanya mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. Sistematika penulisan tersebut dibagi dalam beberapa bab dan diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub-sub bab. Skripsi ini dirancang dengan tujuan agar terhindar dari kesimpangsiuran sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) antar satu hal dengan yang lain sehingga karenanya disusun secara sistematis dalam bentuk sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Merupakan kerangka yang terdiri dari latar belakang penulisan,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,

tinjauan kepustakaan, metode penulisan (jenis penelitian, sumber data,

metode pengumpulan data, analisis data), sistematika penulisan.

(30)

Dalam Bab II ini dibahas mengenai konsep pengaturan eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional yang didalamnya juga di bahas mengenai batas-batas, zona, wilayah/kawasan maritim untuk lebih memahami batasan-batasan dalam wilayah laut. Bab ini juga membahas mengenai pandangan hukum internasional mengenai eksploitasi, sumber daya alam laut serta pengaturannya dalam Hukum Internasional.

BAB III : Pengaturan Atas Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut ZEE Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Nasional.

Dalam Bab III ini dibahas mengenai pengaturan eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Nasional. Selain itu bab ini juga membahas mengenai pandangan hukum nasional mengenai eksploitasi, sumber daya alam laut, pengaturannya dalam Hukum Nasional serta efektivitas pengaturan eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing dalam hukum internasional.

BAB IV : Penegakan Hukum Atas Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut ZEE Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Nasional Dan Internasional.

(31)

pembahasan mengenai kasus pelanggaran yang terjadi di wilayah Indonesia atau pun di negara lain. Bab ini juga berisi tentang upaya yang dilakukkan untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapi.

BAB V : Penutup

Bab ini terdiri dari kesimpulan serta penutup dan saran. Merupakan bagian akhir dari skripsi, maka dalam bab ini dirangkum intisari dari penelitian yang telah dilakukkan, serta memberikan saran terhadap penegakkan hukum terhadap eksploitasi yang dilakukan oleh kapal asing di wilayah ZEE.

BAB II

PENGATURAN ATAS EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL

A.Batas-Batas, Zona dan Wilayah/Kawasan Maritim 1. Perairan Pedalaman

(32)

batas terluar dari perairan pedalaman suatu negara.§§§ Garis pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis terendah, di mana pada keadaan seperti ini tentunya tidak terdapat perairan pedalaman namun dalam keadaan-keadaan tertentu dapat digunakan garis pangkal yang lain, yang akan menimbulkan adanya perairan pedalaman.****

a. Apabila garis pangkal sangat menjorok ke dalam atau apabila terdapat jajaran pulau-pulau di sepanjang pantai, suatu garis pangkal lurus dapat ditarik dari titik-titik tertentu pada pantai atau pulau-pulau tersebut. Garis pangkal lurus harus mengikuti arah umum namun dari pantai dan perairan ke arah darat dari garis ini yang akan membentuk perairan pedalaman harus sangat erat kaitannya dengan daratan.

Keadaan-keadaan tersebut adalah :

††††

b. Apabila sebuah sungai langsung bermuara ke laut, garis pangkal dapat ditarik melintasi mulutnya dengan melintasi mulutnya dengan menghubungkan titik-titik pada garis air rendah di tepi muara tersebut.‡‡‡‡

c. Apabila daratan sangat cekung ke dalam sehingga dapat dikatakan adanya perairan yang dilingkupi oleh daratan (dalam keadaan di mana daerah lekukan lebih besar dari setengah lingkaran dengan diameter yang sama lebarnya dengan lebar mulut lekukan tersebut), laut teritorial dapat diukur dari garis penutup yang ditarik pada mulut lekukan, dengan ketentuan bahwa garis penutup tersebut panjangnya tidak boleh melebihi 24 mil laut. Perairan

§§§

Albert W. Koers, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut, UGM Press, Yogyakarta, 1991. hlm. 5.

****

United Nations Convention On The Law Of The Sea, 1982. Pasal 5.

††††

United Nations Convention On The Law Of The Sea, 1982.Pasal 7.

‡‡‡‡

(33)

yang berada pada arah darat dari garis penutup tersebut juga mempunyai status sebagai perairan pedalaman.§§§§

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas dalam Konvensi ini pada umumnya mengambil alih ketentuan-ketentuan Konvensi 1958 tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan yang telah di uraikan di atas. Kedudukan negara pantai tetap dipertahankan sebagai pemilik kedaulatan penuh atas laut/perairan pedalamannya. Kedaulatan ini pun tidak disertai dengan keharusan untuk menjamin hak lintas damai bagi kapal asing sebagaimana halnya di laut teritorial.

2. Laut Teritorial

Pasal 2 Konvensi menentukan bahwa kedaulatan negara pantai meliputi laut teritorialnya, termasuk ruang udara di atasnya dan dasar laut di bawahnya. Dalam hukum laut yang baru ini kedaulatan negara tetap dibatasi dengan hak lintas damai bagi kapal asing.

Selain ketentuan mengenai garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial (garis air rendah, garis pangkal lurus, dan garis penutup) sebagaimana telah disebutkan di atas, Konvensi memuat ketentuan yang lebih terinci mengenai beberapa keadaan khusus yang dapat mempengaruhi penetapan garis pangkal, seperti instalasi pelabuhan, tempat berlabuh di tengah laut dan evelasi surut dan yang lebih penting lagi adalah adanya kenyataan di mana telah dicapai

kesepakatan mengenai batas terluar laut teritorial yaitu 12 mil laut diukur dari garis pangkal sesuai dengan pasal 4 UNCLOS. Artinya, ini merupakan pemecahan terhadap suatu masalah yang belum terselesaikan pada Konferensi Hukum Laut yang pertama dan kedua, yang diadakan pada tahun 1958 dan 1960. Beberapa

§§§§

(34)

negara tertentu batas 12 mil ini merupakan perluasan laut teritorialnya, sedangkan untuk beberapa negara lainnya hal ini diartikan sebagai kegagalan Konvensi untuk mengesahkan tuntutan mereka yang lebih luas lagi. Belanda termasuk ke dalam kelompok pertama, dan peraturan perundang-undangan yang memperluas laut teritorialnya hingga 12 mil telah disahkan dan mulai berlaku pada tahun 1985.*****

Lebih jauh lagi, lebar laut teritorial 12 mil ini mengakibatkan beberapa selat yang menurut hukum laut klasik termasuk ke dalam pengaturan laut lepas, kini tunduk pada pengaturan laut teritorial; kebebasan berlayar yang dahulu dinikmati di laut lepas kini tidak diperoleh lagi di selat-selat tersebut. Mengenai hal ini Konvensi mencantumkan beberapa ketentuan khusus untuk selat-selat tertentu, di mana hak lintas damai dianggap tidak mencukupi lagi. Akhirnya Konvensi memuat ketentuan-ketentuan untuk penetapan batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan dan berdampingan, apabila tidak ada persetujuan yang menyatakan sebaliknya, tidak satu negara pun yang berhak untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah, yaitu garis yang titik-titiknya sama jarak dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial masing-masing negara seperti yang diatur dalam pasal 15 UNCLOS.†††††

3. Jalur Tambahan

Pasal 33 menegaskan jalur yang lebarnya tidak melebihi 24 mil dari garis-garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial, negara pantai dapat melakukkan tindakan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan pada wilayahnya atau pada laut teritorialnya dan

*****

Albert W. Koers, Op.cit. hlm. 6.

†††††

(35)

sekaligus juga dapat menerapkan hukumnya, maka lebar laut jalur tambahan ini juga telah diperluas apabila dibandingkan dengan lebar jalur tambahan menurut hukum laut klasik.‡‡‡‡‡

a) Mencegah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan masalah bea-cukai, fiskal, imigrasi, atau sanitasi yang dilakukkan dalam wilayah atau laut teritorialnya;

Pasal 33 ayat 1 dan 2 Konvensi secara umum menyatakan, bahwa zona tambahan adalah suatu zona perairan yang berbatasan dengan laut teritorial yang lebar maksimumnya adalah 24 (dua puluh empat) mil laut diukur dari garis pangkal darimana laut teritorial itu diukur. Pada zona tambahan, negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang dibutuhkan untuk :

b) Menghukum pelaku pelanggaran atas peraturan perundang-undangan tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.§§§§§

4. Landas Kontinen

Pasal 76 UNCLOS menyatakan Landas Kontinen adalah daerah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar laut teritorial yang merupakan

kelanjutan alamiah dari daratan sampai ke batas terluar tepian kontinen (continental margin) atau sampai jarak 200 mil laut diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut tertorial apabila sisi terluar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Menurut Konvensi Jenewa 1958 tentang Landas Kontinen di mana batas terluar landas kontinen sampai kedalaman 200 meter dan kriteria eksploitabilitas, digantikan oleh kriteria geologis (batas terluar tepian kontinen) serta kriteria jarak (batas 200 mil). Pasal 76 merupakan

pencerminan dari kompromi antara negara-negara pantai yang memiliki landas

‡‡‡‡‡

Albert W. Koers, Op.cit. hlm. 7.

§§§§§

(36)

kontinen luas (seperti Canada) yang mendasarkan pada kriteria eksploitabilitas sebagaimana termuat dalam Konvensi Jenewa 1958 dan tetap mempertahankan posisi bahwa mereka memiliki hak-haknya di seluruh landas kontinennya, dengan negara-negara yang menginginkan kawasan internasional seluas mungkin.******

Konvensi juga menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai penetapan batas landas kontinen antara negara-negara yang pantainya berbatasan atau berhadapan. Ketentuan dalam pasal 83 UNCLOS ini identik dengan ketentuan mengenai hal yang sama di zona ekonomi eksklusif. Ketentuan lainnya yang identik adalah ketentuan dalam pasal 121 UNCLOS yaitu mengenai pulau yang tidak mendukung adanya kehidupan manusia atau kehidupan perekonomian yang tidak dapat memiliki landas kontinennya sendiri.††††††

5. Kepulauan

Pengaturan mengenai landas kontinen di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.

Zona ekonomi eksklusif bukanlah satu-satunya perluasan yang drastis dari hak-hak negara-negara pantai di dalam Konvensi, rezim kepulauan yang baru pun menunjukkan hal yang sama. Pasal 46 mengartikan suatu kepulauan sebagai kelompok pulau-pulau dan perairan yang menghubungkannya yang saling berkaitan erat, sehingga membentuk kesatuan geografis, ekonomi dan politik atau yang secara historis telah dianggap demikian. Suatu negara kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan. Negara-negara ini dapat menarik garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada

******

Albert W. Koers, Op.cit. hlm. 7.

††††††

(37)

pulau-pulau terluar dari gugusan kepulauan tersebut, dengan pulau utama termasuk ke dalam garis-garis pangkal tersebut, dengan perbandingan antara perairan dan daratan tidak melebihi 9 : 1 dengan suatu pengecualian, panjang garis pangkal tidak boleh melebihi 100 mil laut dan tidak boleh menyimpang dari kofigurasi umum kepulauan sesuai dengan Pasal 47.

Pasal 48 menegaskan lebar laut teritorial, jalur tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen diukur dari garis-garis pangkal tersebut. Ini berarti bahwa kedaulatan negara kepulauan meliputi perairan yang dikelilingi oleh garis-garis pangkal tersebut, termasuk udara di atasnya serta dasar laut di bawahnya. Namun demikian tidaklah dapat disimpulkan bahwa perairan kepulauan ini sama dengan perairan pedalaman. Perbedaannya adalah bahwa perairan kepulauan tunduk kepada suatu rezim khusus tentang pelayaran dan lintas penerbangan.‡‡‡‡‡‡

6. Laut Lepas

Laut lepas terbuka bagi semua negara, baik negara yang berpantai maupun yang tidak berpantai, dan kebebasan di laut lepas ini, antara lain adalah; (a) kebebasan berlayar; (b) kebebasan untuk terbang di atasnya; (c) kebebasan untuk meletakan kabel dan pipa bawah laut; (d) kebebasan untuk membangun pulau-pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya; (e) kebebasan menangkap ikan; dan (f) kebebasan melakukkan riset ilmiah. Kebebasan-kebebasan ini harus dilaksanakan oleh negara dengan mempertimbangkan kepentingan negara-negara lain, serta hak-hak yang tercantum dalam Konvensi mengenai eksploitasi kawasan dasar laut dalam sesuai dengan Pasal 87. Laut lepas harus digunakan

‡‡‡‡‡‡

(38)

hanya untuk maksud-maksud damai, dan tidak ada satu negara pun dapat menyatakan kedaulatannya terhadap bagian dari laut lepas ini.§§§§§§

7. Dasar Samudera Dalam

Pasal 1 konvensi menetapkan dasar laut dalam ini dengan istilah “Kawasan”, yang diartikan sebagai dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar batas-batas yuridiksi nasional. Ini berarti “Kawasan” adalah dasar laut di luar zona ekonomi eksklusif, kecuali daerah dasar laut di luar batas tersebut termasuk ke dalam bagian dari landas kontinen suatu negara pantai.

Menurut pasal 36 Konvensi ini, “Kawasan” dan sumber kekayaan alam di dalamnya dinyatakan sebagai warisan bersama seluruh umat manusia. Tidak satu negara pun dapat menyatakan kedaulatannya ataupun hak berdaulatnya terhadap bagian dari “Kawasan” ini, ataupun terhadap sumber kekayaan alamnya. Semua hak-hak atas sumber kekayaan alam ini diserahkan kepada umat manusia secara keseluruhan, sesuai dengan Pasal 137. Rezim hukum yang dibentuk oleh Konvensi ini memberikan akibat praktis bagi prinsip-prinsip yang akan dirinci secara mendalam kemudian.*******

8. Zona Ekonomi Eksklusif

Pembukaan Konferensi Hukum Laut III tampak adanya dua kubu yang berbeda, banyaknya negara-negara (khususnya negara-negara yang sedang berkembang) menunjukkan dirinya sebagai pembela dari kelompok yang menghendaki suatu perluasan hak negara pantai secara drastis, di pihak lain (khususnya negara-negara industri) menginginkan sesedikit mungkin pengurangan

§§§§§§

Albert W. Koers, Op.cit. hlm. 12.

*******

(39)

kebebasan di laut lepas. Seperti biasanya pendirian ini didasari oleh kepentingan masing-masing. Negara-negara yang sedang berkembang mengharapkan

keuntungan yang lebih besar dari eksploitasi perairan sekitar pantainya (misalnya dengan mensyaratkan semacam pembayaran kepada kapal-kapal ikan asing), sementara negara-negara industri memiliki kepentingan untuk tetap

mempertahankan kebebasan seluas mungkin karena biar bagaimanapun mereka memiliki kemampuan teknologi dan modal untuk menggunakan kebebasan tersebut secara efektif.†††††††

Zona ekonomi eksklusif dapat diartikan sebagai suatu daerah di luar laut teritorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial. Menurut pengertian Pasal 56, di zona ekonomi eksklusif negara pantai dapat menikmati :‡‡‡‡‡‡‡

Pembukaan Konferensi Hukum Laut III tersebut, dua pendapat yang sangat ekstrem, yaitu di satu pihak berupa usul yang menginginkan ditetapkannya lebar laut teritorial 3 mil dengan hak perikanan yang terbatas bagi negara pantai di luar batas laut teritorial tersebut, sedangkan di pihak lain ada suatu usul yang menghendaki perluasan laut teritorial sampai 200 mil dari pantai. Akhirnya dicapai suatu kompromi yang menetapkan lebar laut teritorial 12 mil, dan di luar itu terdapat zona ekonomi eksklusif yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil laut dari pantai.

a. Hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi konservasi dan pengelolaan segala sumber daya kekayaan alam di dasar laut dan tanah di bawahnya serta pada perairan di atasnya. Demikian pula terhadap semua

†††††††

Albert W. Koers, Op.cit. hlm. 7.

‡‡‡‡‡‡‡

(40)

kegiatan yang ditujukan untuk tujuan eksploitasi secara ekonomis dari zona tersebut (seperti produksi energi dari air, arus dan angin).

b. Yurisdiksi, sebagaimana yang ditetapkan dalam Konvensi ini, atas pendirian dan penggunaan pulau-pulau buatan, riset ilmiah kelautan serta perlindungan lingkungan laut.

c. Hak-hak dan kewajiban lain sebagaimana yang ditetapkan dalam Konvensi.

Zona ekonomi eksklusif tidak tunduk sepenuhnya dengan kedaulatan penuh negara pantai. Negara pantai “hanya” menikmati hak-hak berdaulat dan bukan kedaulatan. Bahwa zona ekonomi eksklusif bukan laut teritorial dapat dilihat pada Pasal 58 yang menyatakan bahwa, di zona ekonomi eksklusif semua negara dapat menikmati kebebasan berlayar dan terbang di atasnya serta

kebebasan untuk meletakan pipa dan kabel bawah laut, dan juga penggunaan sah lainnya yang berkenaan dengan kebebasan tersebut. Sesuai dengan ketentuan ini, aspek-aspek kebebasan di laut lepas berlaku juga di zona ekonomi eksklusif, dapat disimpulkan bahwa zona ekonomi eksklusif adalah laut lepas, merupakan suatu masalah yang tidak dapat dijawab secara tegas oleh Konvensi. Tampaknya

kemungkinan paling besar adalah bahwa zona ekonomi eksklusif merupakan zona yang paling “sui generis”.§§§§§§§

Konvensi juga berisikan pengaturan tentang penetapan batas zona ekonomi eksklusif antara negara-negara yang pantainya berhadapan maupun

berdampingan. Penetapan batas tersebut harus ditetapkan melalui perjanjian yang didasarkan pada hukum internasional untuk mendapatkan suatu penyelesaian yang

§§§§§§§

(41)

adil. Apabila tidak dicapai suatu persetujuan, maka negara-negara yang bersangkutan harus menyelesaikannya melalui prosedur yang ditetapkan Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa dalam Pasal 74. Pasal 121 juga penting untuk penetapan batas zona ekonomi eksklusif ini, karena dalam pasal tersebut dinyatakan “batu karang” (dengan kata lain, pulau) yang tidak

mendukung adanya kediaman manusia atau kehidupan ekonomi tidak berhak untuk memiliki zona ekonomi eksklusif.********

B. Sumber Daya Alam dan Eksploitasi dalam Hukum Internasional Indonesia sendiri terhadap zona ekonomi eksklusifnya memiliki pengaturan tersendiri, yaitu diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia).

1. Sumber Daya Alam

Suryanegara mengatakan bahwa secara definisi sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam, baik fisik maupun hayati yang diperlukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna meningkatkan kesejahteraan hidup.††††††††

Menurut Katili sumber daya alam adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia.‡‡‡‡‡‡‡‡

(42)

Sumber Daya Alam, menurut Isard mendefinisikannya sebagai keadaan lingkungan dan bahan-bahan mentah yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kesejahteraannya.*********

Sumber daya alam diartikan sebagai semua bahan yang ditemukan manusia di alam yang dapat dipakai untuk kepentingan hidupnya tertentu dalam suatu kehidupan.†††††††††

Sumber daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga non-fisik. Sumber daya ada yang dapat berubah (berubah ke bentuk yang lain, baik menjadi semakin besar maupun hilang maupun ada pula sumberdaya yang kekal (selalu tetap). Sumber daya hayati adalah salah satu sumber daya dapat pulih (renewable resources). Sumber daya hayati secara harafiah dapat diartikan sebagai sumber daya yang mempunyai kehidupan dan dapat mengalami kematian. Jenis-jenis sumber daya non-hayati diantaranya adalah bahan mineral, air dan udara.

2. Macam-macam Sumber Daya Alam

Sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan sifat, potensi, dan jenisnya.

a. Berdasarkan sifat

Menurut sifatnya, sumber daya alam dapat dibagi 3, yaitu sebagai berikut : 1. Sumber daya alam yang terbarukan (renewable), misalnya: hewan,

tumbuhan, mikroba, air dan tanah. Disebut terbarukan karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi (pulih kembali).

†††††††††

(43)

2. Sumber daya alam yang tidak terbarukan (non-renewable), misalnya : minyak tanah, gas bumi, batu tiara dan bahan tambang lainnya.

3. Sumber daya alam yang tidak habis, misalnya : udara, matahari, energi pasang surut, energi laut.

b. Berdasarkan potensi

Menurut potensi penggunaannya, sumber daya alam dibagi beberapa macam, antara lain sebagai berikut :

1. Sumber daya alam materi, merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya, misalnya : batu besi, emas, kayu, serat kapas, rosela, dan sebagainya.

2. Sumber daya alam energi, merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan energinya, misalnya : batu bara, minyak bumi, gas bumi, air terjun, sinar matahari, energi pasang surut, kincir angin, dan lain-lain. 3. Sumber daya alam ruang, merupakan sumber daya alam yang berupa

ruang atau tempat hidup, misalnya : area tanah (daratan) dan angkasa. c. Berdasarkan Jenisnya

Menurut jenisnya, sumber daya alam dibagi dua sebagai berikut :

(44)

2. Sumber daya alam hayati (biotik); merupakan sumber daya alam yang berupa mahluk hidup, misalnya : hewan, tumbuhan, mikroba, dan manusia.‡‡‡‡‡‡‡‡‡

3. Pengaturan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan di Wilayah ZEE menurut Hukum Internasional

Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 telah mengatur perikanan atau penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif, yaitu diatur oleh ketentuan Pasal 56 yang menyatakan bahwa setiap negara mempunyai hak berdaulat (sovereign rights) untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan mengelola

sumber daya alam baik sumber daya alam hayati (living resources) maupun non hayati (non-living resources). Sumber daya alam hayati inilah di mana bidang perikanan yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi setiap negara karena dapat digunakan sebagai lapangan kerja bagi masyarakat suatu negara dan juga mendatangkan devisa negara dengan adanya ekspor ikan ke luar negeri.

Pada pasal 61 ayat (1) Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 menyatakan bahwa negara pantai harus menentukan jumlah tangkapan sumber hayati yang dapat diperbolehkan (allowable catch of the living resources) di zona ekonomi ekslusif, sedangkan pada ayat (2)-nya mengingatkan agar negara pantai untuk memperhatikan bukti ilmiah terbaik (the best scientific evidence) guna menjamin konservasi dan pengelolaan yang tepat, sehingga sumber hayati di zona ekonomi eksklusif tidak dieksploitasi berlebihan (over-exploration).

(45)

Konservasi dan pengelolaan tersebut dimaksudkan untuk memanfaatkannya pada tingkat hasil maksimum berkelanjutan (maximum sustainable yield-msy) bagi ekonomi masyarakat nelayan dan negara berkembang di mana negara pantai harus memperhatikan hal-hal seperti:

1. Pola penangkapan ikan, 2. Persediaan ikan, dan

3. Bekerja sama dengan organisasi internasional baik sub regional, regional, atau global.

Negara pantai harus memperhatikan jenis-jenis ikan yang boleh ditangkap, mempunyai informasi ilmiah, statistika penangkapan, usaha perikanan, kerja sama internasional yang maksudnya adalah untuk konservasi perikanan.

a. Hak Daerah Yang Berada Dalam Yurisdiksi Negara Pantai

Pantai perairan pedalaman dan laut teritorial dengan sendirinya perikanan tunduk kepada yurisdiksi eksekutif negara pantai. Hal ini mengikuti kedaulatan negara atas perairan tersebut. Ini tidak berarti bahwa kapal ikan asing tidak dapat menangkap ikan di sana, namun tergantung dari kebijaksanaan negara pantai apakah hal ini dijamin atau tidak.

Pasal 56 menyatakan dalam zona ekonomi eksklusif, negara pantai menikmati “hak berdaulat” antara lain, atas sumber kekayaan hayati. Dengan demikian negara pantai mempunyai hak-hak yang lebih kecil jangkauannya daripada di perairan pedalaman atau di laut teritorial. Hal ini tampak jelas dengan kenyataan di mana Konvensi mengenakan kewajiban-kewajiban tertentu kepada negara pantai mengenai perikanan di zona ekonomi eksklusif.§§§§§§§§§

§§§§§§§§§

(46)

Negara pantai diharuskan menentukan jumlah tangkapan yang dibolehkan sumber kekayaan hayati di zona eksekutifnya, dengan didasari bukti-bukti ilmiah, serta harus melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah eksploitasi yang berlebihan sumber kekayaan hayati tersebut. Tindakan-tindakan tersebut harus ditetapkan agar populasi ikan berada pada tingkat yang dapat memberikan hasil tangkapan lestari (maximum sustainable yield). Pasal 61 KHL menyebutkan dalam mengambil tindakan tersebut, negara-negara pantai dan organisasi internasional yang kompeten bekerja sama dan mempertukarkan informasi-informasi ilmiahnya.**********

Pasal 62 Konvensi Hukum Laut Tagun 1982 mengharuskan negara pantai untuk menggalakan pemanfaatan optimal sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusifnya, untuk itu negara diharuskan menetapkan kemampuan memanen sumber kekayaan hayati tersebut, dan apabila kemampuan tersebut tidak cukup untuk memanen jumlah tangkapan yang dibolehkan, maka kapal-kapal ikan asing harus diberi akses di zona ekonomi eksklusifnya agar mengeksploitasi kelebihan jumlah tangkapan yang dibolehkan.

Jaminan pemberian akses kepada kapal-kapal ikan asing harus dengan perjanjian dan dengan memperhatikan beberapa faktor, serta khusunya hak-hak khusus negara-negara yang tidak berpantai dan yang secara geografis tidak menguntungkan (untuk yang terakhir ini diartikan sebagai negara-negara yang untuk makanannya tergantung kepada zona ekonomi eksklusif negara tetangganya dan negara-negara yang tidak memiliki zona ekonomi eksklusif sendiri).

**********

(47)

Kapal-kapal ikan asing yang mempunyai hak akses pada zona ekonomi eksklusif suatu negara pantai harus mentaati peraturan perundang-undangan negara pantai yang bersangkutan, yang dapat berisikan kewajiban-kewajiban dan persyaratan-persyaratan mengenai berbagai macam hal, seperti perizinan,imbalan keuangan, kuota, tindakan-tindakan konservasi, informasi, riset, peninjau, pendaratan tangkapan, persetujuan-persetujuan kerja sama, dan lain sebagainya. Apabila suatu cadangan ikan berada dalam dua zona ekonomi eksklusif negara pantai atau lebih, negara-negara yang bersangkutan harus membuat persetujuan untuk langkah-langkah konservasinya. Pasal 63 konvensi menegaskan bahwa apabila suatu cadangan ikan berada di zona ekonomi eksklusif dan di luar itu, negara pantai dan negara-negara yang menangkap cadangan ikan yang sama di luar zona ekonomi eksklusif mempunyai kewajiban yang sama.††††††††††

Pada zona ekonomi eksklusifnya, suatu negara pantai dapat mengambil tindakan-tindakan untuk menjamin ditaatinya peraturan-peraturan yang telah dikeluarkannya, termasuk untuk menghentikan, memeriksa, menahan dan menuntutnya secara hukum, namun kapal yang ditahan harus dibebaskan setelah dibayarkan uang jaminan. Pasal 73 konvensi ini menyatakan negara pantai tidak boleh mengenakan pemenjaraan atau hukuman badan lainnya terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di zona ekonomi eksklusif.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

b. Hak Negara Tidak Berpantai dan Negara yang Geografisnya Tidak Menguntungkan

Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 tidak hanya mengatur persoalan ikan sebagai sumber daya hayati yang menguntungkan negara pantai saja, tetapi

††††††††††

Albert W. Koers, Op.cit. hlm. 36.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

(48)

konvensi memberikan peluang atau hak akses terhadap ikan bagi negara yang tidak mempunyai pantai (right of landlocked states) dan bagi negara yang secara geografis tidak beruntung (right of geographically disadvantaged states).

Pasal 69 Konvensi menyatakan bahwa negara tidak berpantai mempunyai hak untuk berperan serta atas dasar keadilan dalam penangkapan ikan dari surplus sumber daya hayati di zona ekonomi eksklusif negara-negara pantai. Hak negara tidak berpantai melakukan penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif suatu negara pantai selanjutnya berdasarkan persetujuan antara kedua negara tersebut. Demikian juga negara-negara yang secara geografis tidak beruntung mempunyai hak untuk berperan serta dalam penangkapan ikan di zona ekonomi ekslusif negara pantai berdasarkan keadilan dan kesepakatan antara keduanya sesuai dengan ketentuan pasal 70 Konvensi Hukum Laut Tahun 1982.

Negara berpantai dan negara yang secara geografis tidak beruntung tidak dapat melaksanakan haknya tersebut apabila negara pantai yang ekonominya sangat bergantung pada eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi ekslusif tersebut. Oleh karena itu, semuanya bergantung dan berdasarkan kesepakatan antaera negara pantai dengan kedua jenis negara tersebut, yaitu negara tidak berpantai dan negara yang secara geografis tidak beruntung.§§§§§§§§§§

C. Kapal Asing Dalam Hukum Internasional

Kapal Asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia.***********.

(49)

laut lepas, laut masih bebas untuk dimanfaatkan oleh siapa pun tanpa ada pembatasan yang bermakna. Umumnya, pemanfaatan atas laut pada waktu itu hanyalah untuk pelayaran, baik untuk tujuan lalu lintas perdagangan, lalu lintas perpindahan orang, maupun untuk tujuan penangkapan ikan. Bahkan status hukum dari laut itu sendiri tidak pernah dipersoalkan. Laut dipandang sebagai entintas yang tidak dimiliki siapa pun (res nullus), dan karena itu, siapa pun dapat memanfaatkannya untuk apa pun, contohnya berlayar ataupun mencari nafkah.†††††††††††

Ketika status hukum atas laut tersebut dipersoalkan, yang melahirkan pranata hukum laut baru adalah laut teritorial dan laut lepas. Untuk mengatasi dilema ini, ditempuh semacam jalan tengah, yakni laut teritorial tetap merupakan bagian wilayah dan kedaulatan negara pantai, tetapi kepada kapal-kapal asing diberikan hak untuk berlayar di laut teritorial dan negara pantai yang bersangkutan. Hak bagi kapal-kapal asing untuk berlayar di laut teritorial suatu negara pantai inilah yang kemudian populer dengan sebutan hak lintas damai (right of innoncent passage). Hak Lintas Damai (Innocent passage) bermula lahir dalam praktek negara-negara di Eropa sesudah abad pertengahan dan dalam perkembangannya mendapat perumusan dalam KHL 1958.

Hak lintas damai adalah hak semua negara untuk melintasi atau melayarkan kapalnya melalui perairan laut teritorial suatu Negara pantau sesuai dengan ketentuan Hukum Laut Internasional dan peraturan perundang-undangan Negara Pantai. Adapun rumusan dalam KHL 1958 antara lain :

†††††††††††

(50)

a. Kapal asing yang diberikan hak melintas harus berlayar secara terus menerus tanpa berhenti kecuali dalam keadaan darurat.

b. Dilarang melakukan kegiatan bongkar muat. c. Dilarang melakukan penangkapan ikan.

d. Dilarang melakukan kegiatan penelitian ilmiah. e. Dilarang melakukan kegiatan latihan militer.

f. Dilarang melakukan kegiatan keamanan, keselamatan, kedaulatan Negara pantai.

g. Kapal asing hanya boleh melintas pada alur laut yang telah ditentukan Negara pantai.

Negara pantai tidak boleh menghalangi kegiatan hak lintas damai Negara-negara kapal asing kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu. Terkait dengan implementasi hak lintas damai bagi kapal asing tersebut, Negara pantai berhak membuat peraturan yang berkenaan dengan keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut, perlindungan alat bantuan serta fasilitas navigasi, perlindungan kabel dan pipa bawah laut, konservasi kekayaan alam hayati, pencegahan terhadap pelanggaran atas peraturan perikanan, pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran, penelitian ilmiah kelautan dan survei hidrografi dan pencegahan pelanggaran peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.

(51)

1. Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan pelanggaran atas hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikataan Bangsa-Bangsa;

2. Setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun;

3. Setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan negara pantai;

4. Setiap perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan negara pantai;

5. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal;

6. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan militer;

7. Bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter negara pantai;

8. Setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan serius yang bertentangan dengan Konvensi ini;

9. Setiap kegiatan perikanan; 10.Kegiatan riset atau survey;

(52)

12.Setiap kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan lintas.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

1. Hak Lintas Damai Menurut Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958

Adanya teknologi yang semakin berkembang, termasuk teknologi kelautan pada sebelum sampai masa antara Perang Dunia I dan II atau paruh pertama abad ke-20, dan perkembangannya yang semakin bertambah pesat setelah Perang Dunia II, mulailah dipandang perlu ada pembedaan antara jenis-jenis kapal tersebut dalam rangka menikmati hak lintas damai di laut teritorial suatu negara. Oleh Komisi Hukum Internasional (International Law Commission), pandangan ini ditampung dan dirumuskan di dalam Rancangan Naskah Konvensi Hukum Laut Jenewa pada tahun 1958.§§§§§§§§§§§

a. Peraturan yang Berlaku Bagi Semua Kapal

Pasal 14 ayat 1 Konvensi menegaskan tentang kapal dari semua negara, baik negara berpantai maupun tidak berpantai, menikmati hak lintas damai di laut teritorial negara lain, tetapi harus tunduk pada peraturan-peraturan yang terdapat di dalam pasal-pasal dari bagian ini. Selanjutnya ayat 2 menegaskan tentang pengertian “lintas” atau “melintasi” (passage), yaitu pelayaran melalui laut teritorial untuk tujuan, baik untuk melintasi saja laut teritorial tanpa memasuki perairan pedalaman, maupun untuk memasuki perairan pedalaman, bisa juga untuk menuju ke laut lepas dari perairan pedalaman negara pantai yang bersangkutan. Dalam pengertian “lintas” atau “melintasi”, kapal tersebut harus berlayar secara terus menerus tanpa berhenti (stopping) ataupun membuang sauh (anchoring). Akan tetapi sesuai dengan ayat 3, berhenti ataupun membuang sauh

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Suhaidi, Op cit, hlm 166-167

§§§§§§§§§§§

(53)

diperkenankan apabila terjadi insiden pelayaran ataupun keadaan terpaksa atau keadaan yang berbahaya yang semuanya ini merupakan faktor yang mengganggu kelancaran pelayaran.************

Pasal 14 ayat 4 menegaskan tentang suatu “lintas” atau “melintasi” yang dipandang damai (passage is innoncent), yaitu sepanjang tidak ada dugaan bahwa kapal itu menganggu kedamaian (peace), ketertiban (good order), dan keamanan (security) dari negara pantai. Jadi kapal tersebut harus menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal tentang hak lintas damai dalam Konvensi ini ataupun kaidah-kaidah hukum internasional yang lainnya. Secara konkret, perilaku kapal-kapal yang sedang menikmati hak lintas damai di laut teritorial suatu negara pantai misalnya, dalam pelayaran tersebut kapal itu sambil melakukan penangkapan ikan, atau jika kapal tersebut adalah kapal perang, mengarahkan senjatanya ke daratan dari negara pantai yang bersangkutan, atau melakukan jual beli barang-barang (legal ataupun illegal) dengan kapal-kapal di tengah laut teritorial negara yang bersangkutan. Bahkan khusus mengenai kapal-kapal ikan atau kapal-kapal nelayan asing (foreign fishing vessels) yang sedang berlayar di laut teritorial negara pantai berdasarkan atas hak lintas damai, akan dianggap tidak damai apabila kapal-kapal tersebut tidak menghormati hukum dan peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan oleh negara pantai yang bertujuan mencegah kapal-kapal ikan dan nelayan asing melakukkan penangkapan ikan di laut teritorialnya. Ayat 6 mewajibkan kapal-kapal selam yang berlayar di laut teritorial berdasarkan hak lintas damai, untuk berlayar di atas permukaan air laut serta wajib mengibarkan bendera nasionalnya. Kewajiban ini sudah sewajarnya

************

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan yurisdiksi negara Indonesia terhadap kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia adalah Indonesia dapat menegakan hukum nasionalnya

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah ini yang berjudul: Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Penegakan Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Di Wilayah Negara Republik

Dalam penyelesaian hukum terhadap kapal ikan asing yang melakukan tindak pidana perikanan di ZEE Indonesia untuk menghindari terjadinya protes, gugatan hukum dan/atau

Penelitian yang berjudul Upaya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Dalam Penegakan Hukum Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Terhadap Kapal Ikan Asing bertujuan Pertama

kepada kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia.. Negara Republik Indonesia memiliki undang undang perikanan

(3) Pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan, penanggung jawab perusahaan perikanan, dan/atau operator kapal perikanan yang dengan sengaja di wilayah

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tindakan pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing secara yuridis tidak sesuai dengan

ix Keamanan Laut Di Wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI Studi Kasus: Pencegahan Tindakan Illegal Fishing Kapal Ikan Asing Di Kepulauan Tambelan Tahun 2014-2015 Oleh: