A.Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini krisis lingkungan telah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memiliki gaya hidup sehat dan hemat. Desakan dari kerusakan lingkungan tersebut membuat suatu perubahan pola hidup masyarakat yang kini lebih memperhatikan lingkungan, seperti misalnya saat berbelanja di supermarket tidak lagi menggunakan tas plastik tetapi menggunakan tas yang ramah lingkungan, dan terlebih lagi masyarakat melakukan pola makan sehat yang dimulai dari mengonsumsi makanan organik. Banyak dari masyarakat kini mulai mempercayai bahwa produk yang komposisinya berasal dari bahan alami merupakan produk yang baik dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Kualitas mutu kesehatan dan trend hidup sehat telah memotivasi masyarakat untuk lebih memperhatikan manfaat dari mengkonsumsi suatu produk dan menjadikan masyakat untuk memulai gerakan gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi produk-produk organik yang baik bagi kesehatan tubuhnya (Thio, 2008).
Menyadari permasalahan pangan yang telah menjadi keprihatian dunia khususnya di Indonesia, maka tuntutan oleh beberapa konsumen untuk mendapatkan hak keamanan pangan menjadi meningkat. BPOM sepanjang tahun 2014 menyatakan menerima sedikitnya 4.105 pengaduan dari masyarakat terkait adanya makanan yang menganding zat berbahaya dari masyarakat terkait adanya makanan yang mengandung zat berbahaya hasil olahan industri rumah tangga. Kemananan pangan yang diharapkan
konsumen ialah adanya jaminan bahwa makanan tersebut tidak akan memiliki dampak buruk bagi konsumen apabila dikonsumsi (Alamsyah, 2015).
Data penelitian Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak higienis adalah diare, gastro enteritis dan keracunan makanan (Suwondo, 2004). Penyebab terjadinya penyakit akibat makanan berdasarkan data nasional yang ada pada tahun 2004 menyebutkan 16% berasal dari mikroba pathogen dan 2% oleh senyawa kimia (BPOM, 2004). Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), 40-44% jajanan mengandung bahan berbahaya atau bahan pangan tambahan yang kadarnya melebihi batas. BPOM mendata bahwa sepanjang 2014 terjadi 540 kasus keracunan makanan dan 515 keracunan minuman (Verbeek, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Budiono dan kawan-kawan (2008) pada penjamaah makanan di keluruhan Tembalang, Semarang Jawa Tengah menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai higienis dan sanitasi makanan banyak yang masih berada dalam kategori kurang yaitu sebesar 63,9%. Masyarakat kurang menyadari pentingnya memilih makanan yang baik dan sehat untuk dirinya. resiko terkena pernyakit menjadi lebih besar. Menurut Judhiastuty dan Iswarawanti dalam Rahma Savitri (2009) diare merupakan gejala umum dari penyakit bawaan makanan yang mudah dikenali. Data survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI menunjukan bahwa selama tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar di 6 Propinsi, 8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7 orang. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6 KLB Diare yang tersebar di 5 propinsi, 6 kabupaten/kota,
dengan jumlah penderita 2.549 orang dengan kematian 29 orang. (Profil Kesehatan Indonesia 2014, 2015)
Kesadaran terhadap kesehatan dan lingkungan mengantarkan kerjasama antar negara-negara sebagai bentuk keprihatinan dan kepeduliaan pada kondisi saat ini. Semakin banyaknya virus dan bakteri yang berkembang, makanan yang kita konsumsilah dinyatakan salah satu penyebab utamanya resiko terkena dampak penyakit. Sebagian masyarakat dinilai masih memiliki kesadaran kesehatan yang kurang dan gaya hidup yang tidak sehat terbukti dari hasil penelitian yang menunjukan tingkat penyebaran penyakit meningkat akibat dari makanan yang dikonsumsi mengandung bakteri berbahaya.
Sebagai bentuk dari tuntutan konsumen yang menginginkan kesehatan dan bentuk keprihatian akibat meningkatnya penyebaran penyakit yang disebabakan makanan, maka produsen makanan memuculkan produk dengan jenis makanan organik sebagai makanan yang sehat, tanpa bahan kimia tambahan dan aman untuk dikonsumsi. Istilah “back to nature dan go green “ menjadi misi yang digiatkan di dunia dan menjadi budaya yang kembali dimunculkan di masyarakat. Jenis makanan organik menjadi salah satu isu yang kembali dipublikasikan karena berhubungan dengan kesehatan manusia dan kepedulian lingkungan (Sukma, 2012).
Jenis makanan organik menjadi salah satu isu yang kembali dipublikasikan karena berhubungan dengan kesehatan manusia dan kepedulian lingkungan. Dalam buku data statistik pertanian organik Indonesia (SPOI) 2010 menuliskan adanya peningkatan luas area lahan pertanian organik ditahun 2010 sebesar 10 % dari tahun
sebelumnya (2009) dengan luas 238,872.24 Ha. Tentu hal ini menjadi perkembangan yang menggembirakan bagi masyarakat konsumen yang mengharapkan masa depan produk makanan akan semakin lebih sehat dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.
Media Organik di Inggris memberitakan bahwa pedagang yang menjual makanan organik di Asia meningkat 20 % setiap tahunnya salah satunya Indonesia dan Hero adalah pusat perbelanjaan yang mendapatkan keuntungan dari peningkatan permintaan produk organik. Makanan organik ialah semua jenis bahan pangan yang berasal dari organisme hidup (hewan dan tanaman) yang tidak mempunyai kandungan kimia tambahan, (pestisida, insektisida, dan hormon). Setelah sekian tahun makanan cepat saji menjadi menu favorit bagi kebanyakan orang, saatnya makanan organik menjadi pilihan bagi seseorang yang menginginkan hidup sehat. Menurut pakar naturopati dr. Amarullah Siregar (http://health.kompas.com)
“Sejak dahulu, manfaat makanan organik sudah diteliti mampu meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan proses degeneratif, mencegah terjadinya paparan radikal bebas, regenerasi sel dan optimalisasi antibodi. "Bahkan beberapa penelitian menunjukkan, susu organik mempunyai lebih dari 60-80 persen kandungan nutrisi dibandingkan susu konvensional. Sedangkan, seperti tomat, kentang, bawang, kubis mempunyai 20-40 persen lebih kandungan antioksidan dibandingkan buah dan sayuran konvensional,".
Sehingga, menjadi harapan bagi masyarakat lebih mengutamakan organik untuk menjaga kondisi tubuh karena kandungan gizi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan makanan bukan organik. Konsumen yang menyadari kesehatannya tentu akan merasa terfasilitasi dengan kemunculan makanan organik pada saat ini.
Fenomena tersebut menimbulkan situasi yang sangat kondusif bagi terbentuknya kelompok konsumen corak baru yang menamakan dirinya konsumen hijau (green
consumer) (Wibowo 2011). Dampak positif gerakan konsumen hijau ini bukan hanya dalam pola konsumsi sehari-hari dan membangun masyarakat yang sehat semata, karena pendapat dan opini konsumen hijau juga mempengaruhi keputusan akhir dari sosok produk manufaktur, perilaku berbisnis, dan kebijakan ekonomi pemerintah. Hal inilah yang kemudian memunculkan istilah-istilah seperti greenmarketing dan greenproduct
Produk organik merupakan suatu produk yang lebih memperhatikan lingkungan, produk yang diolah dan dibuat dengan lebih mengurangi efek-efek yang dapat mencemari atau merusak lingkungan, baik dari produksi, penempatan ataupun mengkonsumsinya (Putri dan Suparna, 2014). Tingkat konsumsi masyarakat pada produk organik di berbagai negara memiliki perkembangan yang cukup baik beberapa tahun terakhir. Perkembangan tersebut juga terjadi di Indonesia khususnya di Bali, tercatat tahun 2008 sampai tahun 2009 kenaikan sebesar 2,38%, tahun 2009 sampai tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 4,65%, tahun 2010 sampai tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 20%, dan tahun 2011 sampai tahun 2012 juga mengalami kenaikan terbesar yaitu mencapai 22,22% (Suardika dkk, 2014).
Budaya hidup sehat dan kembali ke alam (back to nature) saat ini menjadi trend baru di masyarakat. Menyadari akan arti pentingnya kesehatan, lambat laun pikiran masyarakat menjadi terbuka untuk menghindari bahan makanan yang mengandung pestisida. Bahaya residu yang disebabkan oleh kandungan pestisida tersebut akan terasa dampaknya dalam jangka panjang seperti berbagai macam penyakit yang akan timbul, misalnya kanker. Tingginya tingkat kesadaran masyarakat membuat mereka sedikit demi sedikit beralih pada konsumsi produk-produk pangan yang sifatnya organik.
Walaupun terpaut harga yang jauh lebih tinggi, bahan pangan organik menjanjikan manfaat yang lebih baik daripada bahan pangan non organik yaitu keunggulan nutrisi.
Produk pangan organik, terutama sayuran organik dipercaya dapat lebih menghasilkan makanan yang bermutu tinggi dan bergizi serta berkualitas daripada sayuran non organik. Kandungan nutrisi beberapa sayuran organik dan konvensional dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1. Kandungan Nutrisi Beberapa Sayuran Organik dan Konvensional (Setiap 100 gram, berat kering)
Jenis Kalsium (mg) Magnesium (mg) Potassium (mg) Sodium (mg) Thiamin (mg) Zat Besi (mg) Buncis Organik Buncis 40,5 15,5 14,8 60 99,7 29,1 8,6 < 1 60 2 227 10 Kol Organik Kol 60 17,5 43,16 15 148,3 53,7 20,4 < 1 13 2 94 20 Tomat Organik Tomat 23 4,5 59,2 4,5 28,6 148 6,5 < 1 68 1 193,8 1 Bayam Organik Bayam 96 47,5 203,9 46,9 257 84 69,5 < 1 117 1 158,4 19 Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, 2014
Dapat diketahui dari Tabel 1.1 bahwa semua sayuran organik memiliki kandungan nutrisi yang jauh lebih tinggi dibandingkan sayuran non organik. Hal ini membuat sebagian besar masyarakat mengalihkan konsumsi mereka pada sayuran organik meskipun secara perlahan. Menurut Sutanto (2002), konsumsi dunia dari hasil pertanian organik mencapai US$ 27 juta, tetapi belum termasuk Indonesia.
Saat ini sayuran organik telah populer dan mempunyai prospek yang cukup baik di masa mendatang, terutama untuk masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan kesehatan, walaupun masih dalam jumlah terbatas karena harganya yang sangat mahal. Dalam jangka panjang, seiring kesadaran masyarakat tersebut, permintaan terhadap
bahan pangan terutama sayuran organik akan terus meningkat, walaupun produsennya masih sangat terbatas. Dengan semakin banyaknya konsumen hijau yang menguasai pasar produk pertanian organik, baik di tingkat internasional maupun nasional, serta dengan semakin berkembangnya gerakan zero emisions, maka pertanian organik memperoleh momentum penting dan dukungan besar dari pasar global yang mendambakan produk-produk pertanian akrab lingkungan (Sutanto, 2002).
Pasar produk pertanian berkembang pesat seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Semula petani umumnya menjual kepada pedagang pengumpul yang kemudian dijual ke pasar tradisional dimana konsumen membeli produk pertanian. Pada saat ini produk pertanian mengalami perkembangan, yaitu menuju pasar modern antara lain dengan hadirnya supermarket di berbagai daerah.
Berikut ini tabel konsumsi per kapita dalam rumah tangga untuk sayuran, diambil dari pertanian.go.id. dimana menunjukkan adanya peningkatan konsumsi sayuran setiap tahunnya.
Tabel 1.2 Konsumsi per Kapita dalam Rumah Tangga Setahun
URAIAN TAHUN 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Bayam 3,754 3,963 3,806 3,65 3,494 3,546 Kangkung 4,432 4,589 4,328 4,224 3,963 4,067 Kol/kubis 1,564 1,616 1,825 1,46 1,251 1,356 Sawi Putih(Petsai) 0,678 0,574 0,886 0,73 0,782 0,886 Sawi Hijau 1,408 1,147 1,251 1,251 1,304 1,408 Buncis 0,834 0,834 0,886 0,782 0,782 0,834 Tomat sayur 19,71 19,345 20,909 18,771 17,155 18,824 Mentimun 1,825 1,721 1,773 1,564 1,564 1,616 Sumber: penelitian.go.id
Mengacu pada tabel diatas menunjukkan minat konsumen pada sayuran tergolong stabil dari tiap tahunnya fluktuasi konsumsi per kapita tidak begitu memperlihatkan pergerakan yang signifikan, akan tetapi minat masyarakat mengenai produk organik semakin tinggi sehingga sasaran produksi dari sayuran organik mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini
Tabel 1.3 Sasaran Produksi Pertanian Organik 2008-2015
Sumber:Kementan diolah GIH Tripod Green Consultant
Tabel di atas menunjukkan bahwa adanya peningkatan produksi sayuran setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa minat masyarakat atas sayuran organik sangat tinggi. Salah satunya adalah pasar modern, makanan segar (fresh foods) memiliki peluang cukup besar karena penjualannya belum maksimal. Selama ini, konsumen Indonesia masih menjadikan pasar tradisional menjadi pilihan utama untuk membeli barang-barang segar seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging ayam, sapi, dan ikan. Persaingan ini menimbulkan banyak perdebatan seputar kepentingan mempertahankan pasar tradisional sebagai pasar rakyat bermodal kecil dengan pasar modern yang bermodal besar.
Keputusan untuk membeli suatu produk juga dipengaruhi oleh perceived quality. Perceived quality merupakan penilaian konsumen terhadap kualitas produk secara
keseluruhan berkenaan dengan karakteristik produk yang diharapkan (Ambrawati, 2006). Semakin tinggi nilai yang diperoleh oleh konsumen maka minat beli produk tersebut juga semakin tinggi. Perceiveid quality dipengaruhi oleh dua dimensi, yaitu dalam bentuk kualitas produk dan kualitas jasa (Lindawati, 2005).
Persepsi seseorang dapat berbeda-beda dalam waktu yang sama, hal ini disebabkan karena adanya proses seleksi dari rangsangan yang ada. Dengan adanya merek dan persepsi kualitas yang baik menjadi dasar untuk mempengaruhi minat beli konsumen. Konsumen seringkali membentuk preferensi terhadap salah satu merek atau perusahaan karena image-nya. Dari preferensi itulah konsumen akan menentukan minatnya untuk membeli suatu produk atau tidak. Proses pemikiran dan pembelajaran yang dilakukan oleh konsumen dapat membentuk perilaku minat beli. Minat beli merupakan suatu tahap penting yang harus diperhatikan oleh para pemasar. Hal ini dikarenakan suatu kondisi yang mendahului sebelum individu mempertimbangkan atau membuat keputusan dalam memilih sebuah produk atau jasa.
Secara umum, minat beli diartikan sebagai kecenderungan tindakan pribadi yang berkaitan dengan produk (Sihombing, 2004). Menurut Assael (2002), minat beli (purchase intent) juga merupakan minat pembelian yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Secara khusus, minat beli dalam penelitian ini diartikan sebagai minat beli berulang terhadap produk sayuran organik.
Seringkali konsumen yang berbelanja merasa kurang puas dengan produk yang ditawarkan. Peneliti-peneliti perilaku konsumen mengkaji risiko ketidakpastian dalam benak konsumen sehingga berakibat merugikan konsumen dalam bertransaksi
pembelian suatu produk yang saat ini dikenal dengan istilah risiko yang dipersepsikan (perceived risk). Adapun konsekuensi negatif yang diterima konsumen bersifat psikologis, hukum, dan ekonomis.
Permasalahan psikologis yang dimaksud adalah konsumen takut tertipu, produk yang dibeli tidak sesuai dengan ekspektasi konsumen. Konsumen berpikiran akan mengalami kerugian dengan permasalahan tersebut. Permasalahan ini disebabkan karena adanya keraguan atas kebenaran data dan informasi karena pihak konsumen masih banyak yang tidak mengerti ciri-ciri dari produk organik . Padahal masalah kepercayaan (trust) penting dalam menjaga kelangsungan pembelian produk tersebut.
Pada saat ini pertumbuhan supermarket akan mengikuti perkembangan klaster dengan penduduk dengan golongan pendapatan tinggi yang membutuhkan kenyamanan dan pelayanan yang lebih baik serta mampu membayar dengan tingkat harga yang lebih tinggi. Disamping itu pasar fresh foods yang selama ini terdapat di pasar-pasar tradisional, terbatas jam pelayanannya, karena biasanya pasar tradisional hanya buka pada pagi hingga siang hari. Konsumen yang biasa bekerja sampai sore hari biasanya memilih ritel yang dipercaya dan lebih nyaman untuk memenuhi kebutuhannya dengan membeli di saat sore atau malam hari, dimana ritel-ritel tersebut masih buka dan melayani penjualan hingga malam hari.
HERO Supermarket Bintaro merupakan salah satu supermarket yang menjual sayuran organik di wilayah Jakarta. Dimana pertumbuhan memperlihatkan permintaan akan sayuran organik meningkat setiap tahunnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Manajer Operasional Sariyo yang mengatakan pasar di Indonesia semakin berkembang
dan Tasmania sebagai tetangga yang terdekat, memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan. "Permintaan dari konsumen kami semakin terus bertambah," ujar Sariyo. "Mereka semakin membutuhkan makanan yang bergizi tinggi dan sekarang mereka pun ingin tahu dari mana produk yang mereka beli ini didapat." Untuk itu guna meningkatkan keuntungan serta membantu pemenuhan kebutuhan konsumen akan sayuran organik diperlukan serangkaian analisis terkait dengan karakteristik dan perilaku konsumen sayuran organik di HERO Supermarket Bintaro
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Luviana, 2014) memperlihatkan bahwa persepsi terhadap produk organik yang terbentuk dari kepedulian lingkungan, kesadaran kesehatan, dan etika diri pengaruh identitas konsumen niat pembelian. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Waskito dan kawan-kawan, 2014 yang menunjukkan hasil bahwa konsumen di Yogyakarta memiliki persepsi yang tinggi mengenai makanan organik dimana makanan tersebut baik untuk kesehatan karena memiliki nutrisi yang lebih tinggi, serta dapat menjaga dan meningkatkan kekebalan tubuh. Selanjutnya adalah Menurut Tedjakusuma, Hartini, dan Muryani (2001), untuk produk yang merupakan kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman, konsumen sangat mempertimbangkan kualitasnya. Karena merupakan kebutuhan pokok dan sangat berhubungan dengan kesehatan manusia, maka kualitas produk sangat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian produk
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengangkat judul “Pengaruh Kesadaran Kesehatan, Pengetahuan Konsume, Risiko yang dipersepsikan, dan Persepsi
Harga terhadap Persepsi Kualitas dan Minat Beli atas produk sayuran organik di Jakarta”
B.Rumusan Masalah
Penjabaran sebelumnya yang menguraikan tentang munculnya kesadaran kesehatan dan mulai muncul kesadaran mengkonsumsi produk organik, maka penelitian ini mengangkat permasalahan berikut:
1. Apakah kesadaran kesehatan memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap minat beli dari Sayuran Organik di Jakarta?
2. Apakah kesadaran kesehatan memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap persepsi resiko dari Sayuran Organik di Jakarta?
3. Apakah risiko yang dipersepsikan memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap persepsi kualitas dari Sayuran Organik di Jakarta?
4. Apakah pengetahuan konsumen memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap persepsi kualitas dari Sayuran Organik di Jakarta?
5. Apakah persepsi harga memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap minat beli dari Sayuran Organik di Jakarta?
6. Apakah persepsi harga memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap minat beli dari Sayuran Organik di Jakarta?
7. Apakah persepsi kualitas memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap minat beli dari Sayuran Organik di Jakarta?
C.Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berikut ini:
a. Kesadaran kesehatan memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap minat beli dari Sayuran Organik di Jakarta
b. Kesadaran kesehatan memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap persepsi kualitas dari Sayuran Organik di Jakarta
c. Pengetahuan kosnumen memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap persepsi kualitas dari Sayuran Organik di Jakarta
d. Risiko yang dipersepsikan memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap persepsi kualitas dari Sayuran Organik di Jakarta
e. Persepsi harga memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap persepsi kualitas dari Sayuran Organik di Jakarta
f. Persepsi harga memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap minat beli dari Sayuran Organik di Jakarta
g. Persepsi kualitas memiliki pengaruh positif dan signifkan terhadap minat beli dari Sayuran Organik di Jakarta
2. Kontribusi Penelitian a. Kontribusi Praktis
Kontribusi penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan kualitas dan product knowledge atas produk organik khususnya sayuran organik dengan didasari atas kesadaran kesehatan masyarakat itu sendiri serta juga bisa menjadi pengembangan segmentasi pasar khususnya wilayah Jakarta, dimana konsumsi sayuran organik mengalami peningkatan permintaan
b. Kontribusi Akademis
Kontribusi Penelitian ini sebagai penambah literatur atas konsep pemasaran hijau khusunya tentang produk sayuran organik yang dewasa ini semakin dicari, serta menjadi syarat kelulusan perkuliahan Sarjana Ekonomi