• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wahyu Catur Adinugroho Ismed Syahbani Mardi T.Rengku Zainal Arifin Mukhaidil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wahyu Catur Adinugroho Ismed Syahbani Mardi T.Rengku Zainal Arifin Mukhaidil"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Wahyu Catur Adinugroho

Ismed Syahbani

Mardi T.Rengku

Zainal Arifin

Mukhaidil

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan bagi kami untuk melaksanakan penelitian dan menyelesaikannya serta menyusun Laporan Hasil Penelitian Teknik Estimasi Kandungan Karbon Hutan Sekunder Bekas Kebakaran 1997/1998 di PT.Inhutani I Batuampar, Kalimantan Timur. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan tim peneliti PSDA Loka Litbang Satwa Primata dari sumber dana Anggaran DIPA Tahun 2006.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Dody setiabudi selaku kepala Loka Litbang Satwa Primata yang telah banyak memberikan dukungan moral, arahan dan saran selama pelaksanaan kegiatan penelitian maupun dalam penyusunan laporan

2. Bapak Dr.Ir.Chairil A. Siregar, M.Sc selaku koordinator penelitian UKP Teknologi dan Kelembagaan Pemanfaatan Hutan sebagai Penyerap Karbon yang telah memberikan masukan dan meluangkan waktunya untuk diskusi 3. Bapak Dr.Kade Sidiyasa selaku ketua Kelti PSDA Loka Litbang Satwa

Primata yang telah memberikan arahan dan masukan selama pelaksanaan kegiatan penelitian maupun dalam penyusunan laporan.

4. Bapak Irawan selaku manajer PT.Inhutani I Batuampar, Unit Bangkirai, Kalimantan Timur beserta stafnya yang telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian di Kawasan PT.Inhutani.

5. Keluarga besar Loka Litbang Satwa Primata yang telah memberikan dukungan moral dan meluangkan waktu untuk berdiskusi

6. Semua pihak yang tidak disebutkan satu per satu, semoga kerja samanya dapat menyempurnakan hasil penelitian ini sehingga dapat bermanfaat bagi upaya pemanfaatan jasa hutan sebagai penyerap karbon untuk mendukung pembangunan kehutanan Indonesia secara lestari.

Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan sumbangsaran dan informasi dari semua pihak untuk penyempurnaan hasil penelitian ini sebelum dipublikasikan lebih lanjut.

Samboja, Desember 2006 Tim Peneliti

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar... vii

I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2 C. Sasaran ... 2 D. Rumusan Masalah ... 2 E. Ruang Lingkup... 2 F. Luaran (Output) ... 2 II. METODOLOGI ... 3 A. Kerangka Pendekatan... 3 1. Batasan ... 3

2. Membangun Persamaan Alometrik ... 4

B. Pengumpulan Data ... 4

1. Alat dan Bahan ... 4

2. Pohon Contoh ... 4

C. Jenis Data Yang Dikumpulkan dan Cara Pengumpulannya ... 4

1. Jenis Data ... 4

2. Cara Pengumpulan Data ... 4

D. Pengolahan Data ... 11

1. Perhitungan Biomassa ... 11

2. Perhitungan Nilai BEF ... 11

3. Perhitungan Nilai R/S ... 11

4. Perhitungan Nilai Soil Bulk Density ... 11

E. Analisis Data ... 12

(4)

2. Penyusunan Model Penduga Biomassa ... 12

3. Pemilihan Model Terbaik ... 13

4. Pendugaan Kandungan Karbon ... 13

III. KEADAAN UMUM LOKASI ... 14

A. Letak ... 14

B. Topografi ... 14

C. Geologi dan Tanah ... 15

D. Iklim ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

A. Keanekaragaman Vegetasi di Plot Penelitian ... 17

1. Tingkat Understorey ... 18

2. Tingkat Pancang ... 19

3. Tingkat Pohon ... 20

B. Penyusunan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa, Nilai BEF dan R/S ... 21

C. Kandungan Karbon Hutan Sekunder pada Plot Penelitian ... 25

1. Carbon stock pada Vegetasi tingkat Understorey ... 26

2. Carbon stock pada Vegetasi tingkat Pohon ... 26

3. Carbon stock pada Serasah (Fine litter) ... 28

4. Carbon stock pada Necromass ... 29

5. Carbon stock pada Tanah ... 30

V. KESIMPULAN ... 35

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN

(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

1 Jenis Vegetasi dan Suku Yang Ditemukan Pada Plot Penelitian

17

2 Jenis Vegetasi Tingkat Understorey 18

3 Rekapitulasi Nilai INP Vegetasi Tingkat Pancang di Lokasi Penelitian

19 4 Rekapitulasi Nilai INP Vegetasi Tingkat Pohon di Lokasi

Penelitian

20 5 Jumlah Vegetasi Pada Tiap Kelas Diameter di Plot

Penelitian

20 6 Sebaran Data Jumlah Pohon Contoh Menurut Jenis dan

Diameter

21 7 Matrik Korelasi (r) Sederhana Antar Peubah Pohon

Contoh

23

8 Persamaan Biomassa Terpilih 24

9 Nilai Carbon Stock pada Vegetasi Tingkat Understorey 26 10 Nilai Carbon Stock pada Vegetasi Tingkat Pohon 27

11 Nilai Carbon Stock pada Serasah 28

12 Nilai Carbon Stock pada Necromass 29

13 Nilai Carbon Stock pada Tanah 32

14 C-stock Hutan Sekunder Bekas Kebakaran 1997/1998 di PT. Inhutani I Batuampar, Kalimantan Timur

(6)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

1 Design Plot 5

2 Kegiatan Pembuatan Plot 5

3 Pembersihan Areal di Sekitar Pohon Contoh yang Akan Ditebang

6

4 Penebangan Pohon Contoh 6

5a Pengumpulan Daun 7

5b Penimbangan Daun 7

6a & 6b Pengumpulan Cabang 7

6c & 6d Penimbangan Berat Basah Cabang 7

7a Pemotongan Batang Utama 8

7b Batang Utama yang Telah Dipotong-potong 8

7c Penimbangan Batang Bagian Ujung 8

8a Penggalian Akar 8

8b Penimbangan Akar 8

9a Pengumpulan Sampel Tumbuhan Bawah dan Serasah 9 9b Penimbangan Berat Basah Tumbuhan Bawah dan Serasah 9

10a & 10b Kegiatan Pengumpulan Necromass 10

10c Contoh Necromass 10

10d Penimbangan Necromass 10

11 Design Titik Soil Sample 10

12a Posisi Ring Soil Pada Kedalaman 0-5 cm & 5-10 cm 11 12b Posisi Ring Soil Pada Kedalaman 10-20 cm & 20-30 cm 11

12c Posisi Ring Soil Pada Kedalaman 30-50 cm 11

13a Peralatan Yang Digunakan Dalam Pengambilan Sampel Tanah

11 13b Sampel Tanah Yang Telah Dipak Untuk Dianalisis 11

13c Kegiatan Pengambilan Sampel Tanah 11

14 Areal Lokasi Penelitian 14

15 Grafik Nilai Persentase Rata-rata Biomassa Bagian Pohon Contoh

(7)

16 (Atas) 4 Titik Profil Tanah Sampai Kedalaman 60 cm pada Plot 1, (Tengah) 4 Titik Profil Tanah Sampai Kedalaman 60 cm pada Plot 2, (Bawah) 4 Titik Profil Tanah Sampai Kedalaman 60 cm pada Plot 3

30

17 Grafik Persentase C-stock pada Berbagai Komponen Hutan

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90 % biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan, dan jasad renik (Arief, 2005). Biomassa ini merupakan tempat penyimpanan karbon dan disebut rosot karbon (carbon sink).

Namun, pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi, telah mengganggu proses tersebut. Akibat dari itu, karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke dalam atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Selain akibat tersebut, intensitas Efek Rumah Kaca (ERK) akan ikut naik dan meyebabkan naiknya suhu permukaan bumi. Hal inilah yang memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropik telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).

Pemanasan global ini akan mempunyai dampak yang besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya, bahkan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam di belahan dunia, seperti kenaikan permukaan laut, meningkatnya badai atmosferik, bertambahnya jenis dan populasi organisme penyebab penyakit, dll (Soedomo, 2001). Sebagian peneliti bahkan mengatakan jika pemanasan global ini terus meningkat, dalam waktu 50 tahun lagi, seperempat atau lebih dari kehidupan di muka bumi ini mungkin akan binasa (Soemarwoto et al, 1992).

Salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon melalui pengembangan sink program, dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesa akan disimpan dalam biomassa tegakan hutan atau pohon berkayu. Dalam rangka pengembangan program ini diperlukan data-data pengestimasian kandungan karbon, sehingga tersedianya model yang memudahkan dalam pengestimasian kandungan karbon sangat diperlukan.

(9)

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai BEF (Biomass Expansion Factors, nilai R/S (Root to Shoot Ratio) dan model alometrik untuk menduga biomassa serta dihasilkannya informasi kandungan karbon pada hutan sekunder.

C. Sasaran

Tersedianya teknik estimasi dan informasi kandungan karbon di Hutan Sekunder sehingga dapat mendukung pemerintah Indonesia berpartisipasi dalam perdagangan karbon dan upaya menekan perubahan iklim global melalui peningkatkan fiksasi karbon dalam biomassa hutan.

D. Rumusan Masalah

Meningkatnya kegiatan manusia dan kerusakan alam yang berupa perubahan tata guna lahan, deforestasi, limbah industri, dan kebakaran hutan telah menyebabkan tingginya tingkat emisi karbon di atmosfer dan memicu terjadinya proses pemanasan global. Hal tersebut akan berdampak besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya, bahkan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam di belahan dunia, seperti kenaikan permukaan laut, meningkatnya badai atmosferik, bertambahnya jenis dan populasi organisme penyebab penyakit, dll. Salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon melalui pengembangan sink program, dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesa akan disimpan dalam biomassa tegakan hutan atau pohon berkayu. Dalam rangka pengembangan progr ini diperlukan data-data pengestimasian kandungan karbon, sehingga tersedianya teknik yang memudahkan dalam pengestimasian kandungan karbon sangat diperlukan.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah meliputi pengestimasian kandungan karbon bagian atas pohon, akar, serasah, necromass dan tanah pada hutan alam sekunder.

F. Luaran (Output)

Paket teknik pengestimasian dan informasi kandungan karbon pada hutan alam sekunder.

(10)

II. METODOLOGI A. Kerangka Pendekatan

1. Batasan

Terdapat beberapa karbon pool yang harus diperhatikan dalam penentuan kandungan karbon, yaitu life vegetasi (Above ground dan Below ground), Fine litter, Understorey, Necromass dan Soil. Penentuan kandungan karbon pada life vegetasi, understorey, necromass dan Fine litter digunakan pendekatan biomassa, dimana 40-50% biomassa merupakan karbon (Brown, 1997).

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown, 1997). Adapun komponen-komponen penyusunnya adalah :

 Biomassa batang utama + kulit : total berat kering bagian batang utama keseluruhan beserta kulit.

 Biomassa cabang + kulit : total berat kering bagian cabang keseluruhan.

 Biomassa daun : total berat kering bagian daun yang berada diatas pohon keseluruhan.

 Biomassa akar + Kulit : total berat kering bagian akar keseluruhan.

 Biomassa Serasah (Fine litter) : total berat kering fine litter diatas permukaan tanah

 Biomassa Tumbuhan bawah (understorey) : total berat kering understorey

 Biomassa necromass : total berat kering necromass

Pengukuran biomassa pada masing-masing komponen biomassa dihitung dengan melakukan penimbangan secara langsung.

Biomassa yang diperoleh dari pohon contoh, dikembangkan untuk menyusun persamaan alometrik, nilai BEF dan R/S. Persamaan alometrik yang diperoleh nantinya dapat digunakan untuk menghitung biomassa suatu tegakan hutan sekunder. BEF yaitu rasio antara biomassa pohon bagian atas (biomassa batang, biomassa cabang, biomassa daun) dengan biomassa pada bagian batang utama. Nilai R/S merupakan rasio antara biomassa bagian bawah (akar) dengan biomassa bagian atas pohon

(11)

2. Membangun Persamaan Alometrik

Persamaan-persamaan biomassa yang digunakan sama seperti halnya persamaan volume. Asumsi yang diambil bahwasannya ada korelasi yang cukup tinggi antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan besarnya biomassa pohon. Adapun dimensi-dimensi tersebut secara langsung diukur di lapangan

B. Pengumpulan Data

1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, tally sheet, haga, pita ukur, timbangan digital, timbangan, karung, chain saw, oven, golok, kampak dan komputer. Bahan yang digunakan adalah tegakan hutan sekunder, contoh bagian daun, cabang, batang, akar pohon, vegetasi undergowth, serasah, necromass dan contoh tanah

2. Pohon Contoh

Yang dimaksud pohon contoh adalah tegakan berdiameter > 2 cm yang akan digunakan untuk menyususn sebuah model. Pohon-pohon contoh diambil secara purposif diharapkan dapat mewakili ketersebaran diameter dan jenis yang ada di lokasi.

C. Jenis Data Yang Dikumpulkan dan Cara Pengumpulannya

1. Jenis Data

Data yang digunakan adalah data primer hasil pengukuran lapangan. Adapun data yang diambil adalah data dari pohon berdiri dan pohon yang sudah rebah. Pada pohon berdiri data yang dikumpulkan meliputi diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang. Sedangkan pada pohon yang sudah rebah adalah data diameter dan panjang setiap batang utama, tunggak, berat daun, ranting, cabang dan batang. Selain itu diambil juga data berat understorey, berat fine litter, berat necromass dan soil sample.

2. Cara Pengumpulan Data

Pada tahap pertama dilakukan pembuatan plot ukuran 20mx20m sebanyak 3 ulangan, didalamnya dibuat sub plot dengan ukuran 5mx5m sebanyak 5 ulangan dan ukuran 1m x 1m. Pada penelitian ini plot I terletak pada koordinat 01o00’43” LS, 116o51’25,5” BT, plot II terletak pada koordinat

(12)

01o00’44,4” LS, 116o51’23,2” BT dan plot III terletak pada koordinat 01o00’47,2” LS, 116o51’23,2” BT. Selanjutnya dilakukan pengambilan data primer dengan melakukan sensus di seluruh plot meliputi identifikasi jenis tumbuhan bawah, sapling, pohon dan pengukuran diameter.

Gbr 2. Kegiatan Pembuatan Plot

Guna mendapatkan sebaran diameter, maka pada plot 20mx20m dilakukan sensus pengkuran diameter tegakan yang masuk kriteria pohon (D>10cm) sedangkan pada tiap sub plot 5mx5m dilakukan sensus pengukuran diameter tegakan yang masuk kriteria pancang (D<10cm). Pada sub plot 1m x 1m dilakukan pengamatan vegetasi understorey, necromass, fine litter dan soil.

Setelah mendapatkan gambaran komposisi vegetasi dan sebaran diameter maka dipilih 63 pohon contoh secara purposif yang diharapkan dapat mewakili ketersebaran diameter dan jenis yang ada di lokasi. Kemudian dilakukan pengukuran diameter pohon setinggi dada (1,3 m di atas permukaan tanah) dengan menggunakan pita ukur dan tinggi pohon dengan menggunakan haga

(13)

pada saat pohon berdiri. Selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa dengan menggunakan metode destructive sampling, yaitu melakukan penebangan kemudian penimbangan berat basah secara langsung pada tiap bagian komponen vegetasi (daun, cabang, batang dan akar) dan mengkonversinya menjadi berat kering (biomassa) menggunakan berat kering tiap contoh bagian vegetasi pada tiap pohon contoh. Contoh daun diambil sebanyak ± 100 gr sedangkan contoh bagian cabang, batang dan akar jika memungkinkan diambil contoh dengan ukuran ± 2 cm x 2 cm x 2 cm pada bagian pangkal, tengah da ujung.

Adapun tahapan-tahapan yang dapat dilakukan adalah melakukan pembersihan areal di sekitar pohon contoh dan penebangan.

Selanjutnya dilakukan pemisahan bagian-bagian pohon (daun, cabang, batang dan akar).

- Daun

Guna Penghitungan biomassa daun pohon contoh maka pada setiap pohon contoh yang telah ditebang dikumpulkan keseluruhan daun tersebut kemudian dilakukan penimbangan berat basah, selanjutnya diambil sampel sebanyak ±100 gr untuk penghitungan berat kering.

Gbr 3. Pembersihan areal sekitar pohon contoh yang akan ditebang

(14)

- Cabang

Pada setiap pohon contoh dipisahkan bagian cabang dari batang utama, dikumpulkan kemudian ditimbang berat basahnya. Setelah dilakukan penimbangan berat basah, diambil contoh pada bagian pangkal, tengah dan ujung cabang pada seluruh contoh guna penghitungan berat kering di laboratorium.

- Batang

Pada setiap batang utama dipotong-potong untuk memudahkan penimbangan berat basah serta dipisahkan batang utama bebas cabang dan setelah cabang.

Gbr 5a. Pengumpulan Daun Gbr 5b. Penimbangan Daun

Gbr 6a & 6b. Pengumpulan Cabang

(15)

Setelah dilakukan penimbangan berat basah keseluruhan batang utama, diambil contoh batang pada bagian pangkal, tengah dan ujung cabang untuk penghitungan berta kering di laboratorium.

- Akar

Untuk memudahkan pengambilan akar maka sebelum pohon ditebang dilakukan penggalian akar-akar yang besar sehingga saat pohon rebah akar akan terangkat. Setelah itu keseluruhan akar dikumpulkan kemudian dilakukan penimbangan berat basah. Untuk penghitungan berat kering yang dilakukan di laboratorium maka diambil sampel pada bagian pangkal, tengah dan ujung akar.

Gbr 7. (a) Pemotongan batang utama, (b) Batang Utama yang telah dipotong-potong, (c) Penimbangan Batang bagian ujung

(16)

Pada petak 1m x 1m (15 petak) dilakukan pembabatan tumbuhan bawah kemudian dikumpulkan dan ditimbang berat basahnya. Begitupun juga dengan serasah, serasah yang terdapat dalam petak 1m x 1m (15 petak) dikumpulkan dan ditimbang berat basahnya kemudian diambil contoh sebanyak ± 100 gr untuk pengukuran berat kering contoh.

Necromass merupakan kayu-kayu yang telah lapuk, necromass ini juga merupakan salah satu komponen didalam hutan yang mempunyai potensi sebagai penyimpan karbon. Untuk pengambilan sample necromass dilakukan pada petak ukur 2 x 2m pada tiap plot sebanyak 5 ulangan. Keseluruhan necromass yang terdapat dalam petak ukur dikumpulkan kemudian ditimbang berat basahnya, setelah itu diambil sampel sebanyak kurang lebih ±100 gr untuk penghitungan berat kering di laboratorium.

Gbr 9 (a) pengumpulan sampel tumbuhan bawah dan serasah, (b) penimbangan berat basah tumbuhan bawah dan serasah

(17)

Gbr 10. (a) & (b) Kegiatan pengumpulan necromass, (c) Contoh necromass, (d) Penimbangan necromass

Untuk perhitungan karbon tanah diambil contoh tanah pada tiap plot sebanyak 4 ulangan pada 5 tingakat kedalaman, yaitu : 0-5 cm, 5-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-50 cm. Dimana pada tiap contoh tanah ini dilakukan pengukuran berat tanah, volume dan kandungan karbon tanah.

(18)

D. Pengolahan Data

1. Perhitungan Biomassa

Berat kering total dari masing-masing bagian pohon, vegetasi understorey, fine litter, necromass dihitung dengan formula sebagai berikut

(Hairiah et al, 1999)

2. Perhitungan Nilai BEF (Biomass Expansion Factor) Nilai BEF ditentukan dengan rumus (Brown, 1997) : 3. Perhitungan Nilai R/S (Root to Shoot Ratio)

Nilai R/S ditentukan dengan rumus (Brown, 1997) : 4. Perhituangan Nilai Soil Bulk Density

Nilai Bulk Density (BD) ditentukan dengan rumus : Contoh Basah Berat Contoh Kering Berat Basah x Berat Total Kering Berat Total  Batang Biomasa Pohon Atas Bagian Biomasa BEF

Berat Contoh Tanah BD =

Volume Contoh Tanah

Gbr 12 . (a) Posisi ring soil pada kedalaman 0-5cm & 5-10cm, (b) Posisi ring soil pada kedalaman 10-20cm & 20-30cm, (c) Posisi ring soil pada kedalaman 30-50cm.

Gbr 13. (a) Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sample tanah, (b) Sample tanah yang telah dipak untuk dianalisis, (c) Kegiatan pengambilan sample tanah

Pohon Atas Bagian Biomassa Akar Biomassa R/S

(19)

E. Analisis Data

1. Hubungan Antar Peubah Dimensi Pohon dengan Biomassa

Asumsi yang mendasari penyusunan model penaksiran biomassa adalah terdapatnya hubungan yang erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassa. Besarnya keeratan hubungan antar 2 peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) (Walpole, 1993).

Hubungan linear sempurna terdapat antara nilai y dan x dalam contoh, bila nilai r mendekati +1 atau -1 maka hubungan kedua peubah itu kuat dan disimpulkan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya.

2. Penyusunan Model Penduga Biomassa

Untuk pendugaan biomassa diatas permukaan tanah maka dilakukan penyusunan model penduga biomassa yang terdiri dari : model penduga biomassa daun, model penduga biomassa ranting, model penduga biomassa cabang, model penduga biomassa batang dan model penduga biomassa tunggak serta model penduga biomassa pohon diatas permukaan tanah. Model umum persamaan yang dipakai untuk menyusun sebuah model penduga biomassa bagian-bagian pohon dan biomassa total pohon menggunakan model-model yang telah dipakai oleh beberapa peneliti sebelumnya.

Model yang diujicobakan terdiri dari 6 model dengan menggunakan satu dan dua peubah bebas dalam bentuk linear dan non linear. Peubah bebas yang digunakan yaitu diameter, diameter dan tinggi total, diameter dan diameter kuadrat. Model umum tersebut yaitu :

 Model dengan satu peubah bebas a. B=aDb (Brown, 1997; Ola-dam, 1993) b. B=a + bD + cD2 (Brown et a1., 1989) c. B=e(a+b In D) (Brown et a1.,1989)

 Model dengan dua peubah bebas d. B=aDbHtotC (Ogawa et a1.,1965) e. B=a + bD2Htot (Brown et a1., 1989) f. B=e(a+bln(D^2Htot)) (Brown et a1., 1989)

dimana : B = biomassa ; D = diameter ; Htot = tinggi total ; Hbc = tinggi bebas cabang ; a,b dan c = konstanta

(20)

Penyusunan model menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan koefisien regresi metode OLS (Ordinary Least Squares) atau metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil merupakan metode untuk memilih garis regresi yang membuat jumlah kuadrat jarak vertikal dari titik y pengamatan ke garis regresi sekecil mungkin (Walpole, 1993). Metode kuadrat terkecil menghasilkan rumus untuk menghitung koefisien regresi sehingga jumlah kuadrat semua simpangan itu minimum (Walpole, 1993). Metode kuadrat terkecil ini dapat digunakan jika asumsi-asumsi regresi terpenuhi, yaitu setiap nilai variabel bebas independen terhadap variabel bebas lainnya, nilai sisaan bersifat acak serta berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan variannya konstan (Sembiring, 1995).

3. Pemilihan Model Terbaik

Menurut Draper dan Smith (1992), untuk memilih atau membandingkan model matematik yang baik (regresi linear) harus memperhatikan standar kriteria perbandingan model, yaitu : koefisien determinasi (R2), nilai sisaan (s). Selain itu ada satu kriteria tambahan dalam pengambilan keputusan model terpilih yaitu nilai predicted residual sum of squares (PRESS) sebagai uji validasi untuk memilih persamaan terbaik. Dari 3 kriteria diatas model yang baik adalah R2 besar, PRESS dan sisaan yang kecil. Model yang baik akan dapat digunakan jika memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan keaditifan model (Kuncahyo, 1991). Nilai- nilai R2, s, PRESS, uji kenormalan sisaan, uji keaditifan model dan keberartian persamaan regresi dihitung dan dianalisa dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS dan miniTAB.

4. Pendugaan Kandungan Karbon

Kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoleh dari persamaan alometrik ataupun nilai BEF dimana 50% dari biomassa adalah karbon yang tersimpan.

(21)

III. KEADAAN UMUM LOKASI A. Letak

Penelitian dilaksanakan di areal PT. INHUTANI I Batuampar, plot rehabilitasi permudaan alam dimana pada plot ini merupakan areal bekas pembalakan dan bekas kebakaran Tahun 1997/1998. Pada lokasi ini dibuat 3 plot pengamatan mengikuti arah topografi, yaitu Plot 1 terletak pada koordinat 1'00'43" LS dan 116'51'25.5" BT, Plot 2 terletak pada koordinat 1o00'44.4" LS dan 116o51'23.2" BT, Plot 3 terletak 1'00'47.2" LS, 116'51'23.2" BT.

Secara administratif, PT.INHUTANI I Batuampar terletak pada wilayah administrasi Propinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kecamatan Samboja. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Kutai Kertanegara, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur.

Gbr14 . Areal Lokasi Penelitian

B. Topografi

Berdasarkan hasil interpretasi potret udara dan peta topografi, serta pengamatan di lapangan (PT. Inhutani I, 1997), areal PT. Inhutani I bentuk wilayahnya datar sampai berbukit dengan titik tertinggi 160 mdpl (di perbukitan sekitar Gunung Mentawir), dan titik terendah ± 5 mdpl (pada suatu titik di sepanjang Sungai Semoi). Berdasarkan Peta Kontur Areal Unit HTI Batu Ampar – Mentawir PT. Inhutani Unit I Skala 1 : 50.000, plot pengamatan penelitian

(22)

bentuk wilayahnya berombak dengan variasi lereng 3% - 8% yang pada umumnya dipisahkan oleh lembah yang sempit dan punggung bukit kecil dengan perbedaan tinggi antara 5 m – 15 m.

C. Geologi dan Tanah

Berdasarkan Peta Geologi Areal Unit HTI Batu Ampar – Mentawir PT. Inhutani Unit I Skala 1 : 100.000, plot penelitian termasuk kedalam formasi Bebuluh (Tmb), berumur Miosen Tengah, bagian atas terdiri dari perselingan batu pasir silikat dan batu lempung lanauan. Batu pasir silikat berwarna putih kecoklatan, rapuh, berbentuk butiran sedang sampai kasar, struktur silang siur dan bersusun, mengandung mineral kuarsa, fedlspar, oksida besi, serisit dan klorit. Batu lempung lanauan berwarna kelabu, bersifat lunak, mengandung karbonat dengan sisipan tipis batu bara dan lignit setebal 20 – 50 cm. Selain itu, dijumpai pula serpih dengan sisipan napal, batu gamping dan batu bara.

Keadaan tanah areal PT. Inhutani I Batu Ampar – Mentawir yang disusun berdasarkan klasifikasi tanah sistem Pusat Penelitian Tanah (1983) serta padanannya menurut sitem USDA Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1987) dan FAO/UNESCO (1987) terdapat 16 Satuan Peta Tanah (SPT) yang terdiri dari jenis-jenis tanah aluvial, gleisol, kambisol dan podsolik, yang masing-masing menurunkan satu atau lebih macam tanah (sub group) (PT. Inhutani I, 1997). Sedangkan keadaan tanah plot penelitian berdasarkan peta tanah Areal Unit HTI Batu Ampar – Mentawir PT. Inhutani Unit I Skala 1 : 50.000 berasal dari bahan induk Batu liat dan Batu pasir termasuk kedalam klasifikasi Kambisol Distrik (Dystropepts, Distric Cambisols), sedang sampai agak dalam, lapisan atas lempung dan liat, berlempung di lapisan bawah, sangat masam, Kapasitas Tukar Kation (KTK) Sedang, Kejenuhan Basa (KB) sangat rendah.

D. Iklim

Keadaan iklim di areal PT. Inhutani I Batu Ampar – Mentawir termasuk dalam tipe iklim Afa menurut Koppen, yaitu iklim tropis berhujan tanpa bulan kering yang nyata, dengan curah hujan tahunan berkisar antara 1.640 mm – 2.696 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi tipe curah hujan menurut Schmidt dan

(23)

Ferguson, termasuk tipe curah hujan A dengan nilai Q = 14.3 % dan digolongkan sebagai daerah basah. Sedangkan menurut klasifikasi oldeman termasuk zone agroklimat C, dengan bulan basah (curah hujan bulanan > 200 mm) selama 5 bulan – 6 bulan, bulan kering (curah hujan bulanan < 100 mm) selama < 2 bulan.

(24)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keanekaragaman Vegetasi di Plot Penelitian

Komposisi vegetasi di plot penelitian dicirikan oleh 69 jenis vegetasi pada berbagai tingkat yaitu tumbuhan bawah (Understorey), Semai, Pancang dan Pohon, 61 marga dan 37 suku. Beberapa jenis tumbuhan ini menjadi ciri khas hutan sekunder yaitu sebagai tumbuhan pioner seperti jenis macaranga, mallotus, trema, melastoma dan leea. Jenis vegetasi, marga dan suku yang ditemukan di lokasi plot penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Vegetasi Dan Suku Yang Ditemukan Pada Plot Penelitian

No Suku Jenis No Suku Jenis

1 Anacardiaceae Semecarpus glaucus 36 Liliaceae Smilax sp. 2 Annonaceae Artabotrys sp. 37 Marantaceae Pacelophrynium sp.

3 Araceae Alocasia sp. 38 Stachiphrynium borneensis

4 Celastraceae Salacia sp. 39 Donax caniformis

5 Combretaceae Combretum nigrescens 40 Melastomataceae Melastoma malabathricum

6 Compositae Mikania scandens 41 Clidemia hirta

7 Vernonia arborea 42 Meliaceae Aglaia sp.

8 Connaraceae Agelaea borneensis 43 Moraceae Artocarpus lanceifolius

9 Agelaea trinervis 44 Artocarpus rigidus

10 Convolvulaceae Merremia sp. 45 Ficus grassularoides

11 Cyperaceae Cyperus Sp 46 Ficus obscura

12 Scleria sp. 47 Ficus sp.

13 Dilleniaceae Dillenia reticulata 48 Myrsinaceae Embelia sp.

14 Tetracera sp. 49 Myrtaceae Syzygium sp.

15 Dipterocarpaceae Hopea rudiformis 50 Nephrolepidaceae Nephrolepis sp.

16 Euphorbiaceae Baccaurea tetrandra 51 Olacaceae Scorodocarpus borneensis

17 Glochidion obscurum 52 Strombosia javanica

18 Glochidion sp. 53 Piperaceae Piper aduncum

19 Macaranga gigantea 54 Rubiaceae Ixora sp.

20 Macaranga pearsonii 55 Psychotria sp.

21 Mallotus paniculatus 56 Uncaria sp.

22 Omphalea bracteata 57 Rutaceae Melicope glabra

23 Grinae Centotheca lappacea 58 Sapindaceae Dimocarpus longan

24 Dinochloa sp. 59 Schizaeceae Lygodium sp.

25 Imperata cylindrica 60 Ulmaceae Symplocos fasciculata

26 Hypericaceae Cratoxylum sumatranum 61 Trema tomentosa

27 Lauraceae Actinodaphne glabra 62 Verbenaceae Clerodendron adenophysum

28 Alseodaphne elmeri 63 Clerodendron sp.

29 Dehaasia sp. 64 Vitaceae Cissus sp.

30 Eusideroxylon zwageri 65 Zingiberaceae Alpinia sp.

(25)

32 Litsea sp. 67 Hornstedtia sp.

33 Leeaceae Leea indica 68 Labiatae Hyptis capitata

34 Leguminosae Fordia splendidissima 69 Solanaceae Solanum torvum

35 Spatholobus sp.

Dari Tabel 1. memperlihatkan bahwa beberapa jenis tumbuhan yang terdapat dalam plot pengamatan menjadi ciri khas hutan sekunder yaitu sebagai tumbuhan pioner seperti jenis macaranga, mallotus, trema, melastoma dan leea. Beberapa jenis pioner ini juga ditemukan dalam penelitian komposisi dan struktur vegetasi hutan bekas terbakar di Wanariset Samboja Kalimantan Timur oleh Saridan dan Jansen (1987).

1. Tingkat Understorey

Pada tingkat understorey (semai, liana, paku, rumput, terna, bambu, epifit) yang ditentukan berdasarkan kriteria tinggi < 1,5 m, di lokasi penelitian ditemukan 35 jenis vegetasi yang tergolong kedalam 24 suku. Daftar jenis dan family ini dapa dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan pengamatan secara visual, tingkat ini di dominasi oleh jenis Imperata cylindrica, Stachiphrynium borneensis, Scleria sp.

Tabel 2. Jenis vegetasi dan suku tingkat Understorey

No Suku Jenis No Suku Jenis

1 Annonaceae Artabotrys sp. 18 Liliaceae Smilax sp. 2 Araceae Alocasia sp. 19 Marantaceae Pacelophrynium sp.

3 Celastraceae Salacia sp. 20 Stachiphrynium borneensis

4 Combretaceae Combretum nigrescens 21 Donax caniformis 5 Compositae Mikania scandens 22 Melastomataceae Melastoma malabathricum

6 Connaraceae Agelaea borneensis 23 Clidemia hirta

7 Agelaea trinervis 24 Myrsinaceae Embelia sp.

8 Convolvulaceae Merremia sp. 25 Nephrolepidaceae Nephrolepis sp.

9 Cyperaceae Cyperus Sp 26 Piperaceae Piper aduncum

10 Scleria sp. 27 Rubiaceae Psychotria sp.

11 Dilleniaceae Tetracera sp. 28 Uncaria sp.

12 Euphorbiaceae Macaranga pearsonii 29 Schizaeceae Lygodium sp.

13 Omphalea bracteata 30 Vitaceae Cissus sp.

14 Grinae Centotheca lappacea 31 Zingiberaceae Alpinia sp.

15 Dinochloa sp. 32 Etlingera sp.

16 Imperata cylindrica 33 Hornstedtia sp.

17 Leguminosae Spatholobus sp. 34 Labiatae Hyptis capitata 35 Solanaceae Solanum torvum

(26)

2. Tingkat Pancang

Pada tingkat pancang dengan kriteria tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm di lokasi penelitian ditemukan 34 jenis vegetasi yang tergolong kedalam 18 suku. Vegetasi pada tingkat ini di dominasi oleh jenis Piper aduncum, Leea indica, Macaranga gigantea, Macaranga pearsonii, Ficus obscura, Melastoma malabathricum, Trema tomentosa. Tingkat dominasi ini ditentukan berdasarkan nilai INP yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Nilai INP Vegetasi tingkat Pancang di Lokasi Penelitian

No Jenis Jml Ind K KR Jml Plot F FR LBDS D DR INP

(Ind) (ind/ha) (%) Ditemukan (%) (cm2) (m2/ha) (%) (%)

1 Piper aduncum 128 3413 49.04 15 1.000 16.67 706.18 1.883 37.40 103.11 2 Leea indica 32 853 12.26 10 0.667 11.11 38.47 0.103 2.04 25.41 3 Macaranga gigantea 9 240 3.45 5 0.333 5.56 223.19 0.595 11.82 20.83 4 Macaranga pearsonii 9 240 3.45 6 0.400 6.67 104.09 0.278 5.51 15.63 5 Ficus obscura 6 160 2.30 5 0.333 5.56 80.64 0.215 4.27 12.13 6 Melastoma malabathricum 10 267 3.83 6 0.400 6.67 25.34 0.068 1.34 11.84 7 Trema tomentosa 3 80 1.15 2 0.133 2.22 141.69 0.378 7.50 10.88 8 Mallotus paniculatus 2 53 0.77 2 0.133 2.22 123.16 0.328 6.52 9.51 9 Fordia splendidissima 7 187 2.68 4 0.267 4.44 33.76 0.090 1.79 8.91 10 Dimocarpus longan 8 213 3.07 3 0.200 3.33 44.23 0.118 2.34 8.74 11 Clerodendron adenophysum 5 133 1.92 2 0.133 2.22 39.46 0.105 2.09 6.23 12 Cratoxylum sumatranum 3 80 1.15 3 0.200 3.33 13.73 0.037 0.73 5.21 13 Litsea sp. 3 80 1.15 2 0.133 2.22 28.78 0.077 1.52 4.90 14 Ficus sp. 2 53 0.77 2 0.133 2.22 31.44 0.084 1.67 4.65 15 Artocarpus rigidus 6 160 2.30 1 0.067 1.11 19.40 0.052 1.03 4.44 16 Glochidion sp. 2 53 0.77 2 0.133 2.22 25.45 0.068 1.35 4.34 17 Semecarpus glaucus 3 80 1.15 2 0.133 2.22 13.36 0.036 0.71 4.08 18 Alseodaphne elmeri 2 53 0.77 1 0.067 1.11 40.85 0.109 2.16 4.04 19 Eusideroxylon zwageri 2 53 0.77 2 0.133 2.22 13.48 0.036 0.71 3.70 20 Syzygium sp. 4 107 1.53 1 0.067 1.11 14.98 0.040 0.79 3.44 21 Litsea cf. angulata 2 53 0.77 1 0.067 1.11 28.46 0.076 1.51 3.38 22 Symplocos fasciculata 1 27 0.38 1 0.067 1.11 31.16 0.083 1.65 3.14 23 Artocarpus lanceifolius 1 27 0.38 1 0.067 1.11 17.34 0.046 0.92 2.41 24 Ficus grassularoides 1 27 0.38 1 0.067 1.11 15.90 0.042 0.84 2.34 25 Actinodaphne glabra 1 27 0.38 1 0.067 1.11 12.56 0.033 0.67 2.16 26 Aglaia sp. 1 27 0.38 1 0.067 1.11 9.07 0.024 0.48 1.97 27 Strombosia javanica 1 27 0.38 1 0.067 1.11 2.83 0.008 0.15 1.64 28 Clerodendron sp. 1 27 0.38 1 0.067 1.11 2.27 0.006 0.12 1.61 29 Hopea rudiformis 1 27 0.38 1 0.067 1.11 2.27 0.006 0.12 1.61 30 Vernonia arborea 1 27 0.38 1 0.067 1.11 2.01 0.005 0.11 1.60 31 Baccaurea tetrandra 1 27 0.38 1 0.067 1.11 1.77 0.005 0.09 1.59 32 Dehaasia sp. 1 27 0.38 1 0.067 1.11 0.38 0.001 0.02 1.51 33 Glochidion obscurum 1 27 0.38 1 0.067 1.11 0.20 0.001 0.01 1.50 34 Ixora sp. 1 27 0.38 1 0.067 1.11 0.13 0.000 0.01 1.50 JUMLAH 261 6960 100.00 90 6.000 100.00 1888.02 5.035 100.00 300.00

(27)

3. Tingkat Pohon

Pada vegetasi tingkat pohon dengan kriteria vegetasi tinggi > 1,5 m dan diameter > 10 cm ditemukan 11 jenis vegetasi yang tergolong kedalam 8 family. Dalam plot penelitian, vegetasi tingkat pohon didominasi oleh jenis Trema tomentosa, Macaranga gigantea, Vernonia arborea, Scorodocarpus borneensis, Mallotus paniculatus, tingkat dominasi ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi nilai INP vegetasi tingkat Pohon dalam Plot Penelitian

No Jenis

Jml Ind K KR Jml Plot F

FR LBDS D DR INP

(Ind) (ind/ha) (%) Ditemukan (%) (cm2) (m2/ha) (%) (%)

1 Trema tomentosa 14 117 35.90 3 1.000 17.65 2804.22 2.337 38.63 92.17 2 Macaranga gigantea 8 67 20.51 3 1.000 17.65 920.54 0.767 12.68 50.84 3 Vernonia arborea 4 33 10.26 3 1.000 17.65 693.65 0.578 9.55 37.46 4 Scorodocarpus borneensis 1 8 2.56 1 0.333 5.88 1244.03 1.037 17.14 25.58 5 Mallotus paniculatus 4 33 10.26 1 0.333 5.88 464.17 0.387 6.39 22.53 6 Melicope glabra 3 25 7.69 1 0.333 5.88 327.81 0.273 4.52 18.09 7 Strombosia javanica 1 8 2.56 1 0.333 5.88 346.82 0.289 4.78 13.22 8 Litsea cf. angulata 1 8 2.56 1 0.333 5.88 175.88 0.147 2.42 10.87 9 Macaranga pearsonii 1 8 2.56 1 0.333 5.88 133.84 0.112 1.84 10.29 10 Dillenia reticulata 1 8 2.56 1 0.333 5.88 86.70 0.072 1.19 9.64 11 Ficus sp. 1 8 2.56 1 0.333 5.88 62.42 0.052 0.86 9.31 JUMLAH 39 325 100.00 17 5.667 100.00 7260.07 6.050 100.00 300.00

Sebaran jumlah vegetasi pada tiap kelas diameter pada plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Vegetasi Pada Tiap Kelas Diameter di Plot Penelitian

Plot Kelas Diameter (cm)

<2 2-<4 4-<6 6-<8 8-<10 10-<12 12-<14 14-<16 16-<18 20-<22 24-<26 >30 I 38 30 10 3 5 9 6 2 1 II 45 39 12 1 1 1 3 1 1 2 1 1 III 31 31 14 2 5 2 2 1 Jumlah (Ind) 114 100 36 4 8 15 11 5 1 4 1 1 Kerapatan (Ind/ha) 3040 2667 960 107 213 125 92 42 8 33 8 8

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa komposisi vegetasi pada plot penelitian merupakan vegetasi muda dengan diameter kecil dimana secara umum semakin besar diameter suatu vegetasi jumlahnya akan semakin menurun.

(28)

B. Penyusunan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa, Nilai BEF dan R/S

Persamaan alometrik penduga biomassa disusun dari 63 vegetasi contoh tingkat pancang dan pohon. Persamaan alometrik ini digunakan untuk menduga biomassa total vegetasi tingkat pancang dan pohon atau vegetasi dengan kriteria tinggi > 1,5 m. Adapun rekapitulasi data pohon contoh dapat dilihat pada Lampiran 1. Pohon contoh dipilih secara purposif berdasarkan komposisi vegetasi dengan mengutamakan keterwakilan kelas diameter yang ada dalam plot penelitian. Sebaran data jumlah pohon contoh yang ditebang berdasarkan jenis dan kelas diameternya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran Data Jumlah Pohon Contoh Menurut Jenis dan Diameter

Jenis Kelas Diameter (cm) 2-<4 4-<6 6-<8 8-<10 10-<12 12-<14 14-<16 16-<18 18- <20 20-<22 22- <24 24-<26 Jml Actinodaphne glabra 1 1 Aglaia sp. 1 1 Alseodaphne elmeri 1 1 Artocarpus lanceifolius 1 1 Artocarpus rigidus 1 1 Clerodendrum adenophysum 2 2 Cratoxylum sumatranum 1 1 Dillenia reticulate 1 1 Dimocarpus longan 1 1 2 Ficus grassularoides 1 1 Ficus obscura 1 1 1 3 Ficus sp. 1 1 Fordia splendidissima 1 1 2 Glochidion sp. 1 1 Litsea cf. angulata 1 1 2 Litsea sp. 1 1 2 Macaranga gigantea 1 1 1 1 1 1 1 1 8 Macaranga pearsonii 2 1 1 1 5 Mallotus paniculatus 1 1 2 Melastoma malabathricum 2 2 Melicope glabra 1 1 2 Piper aduncum 6 2 8 Semecarpus glaucus 1 1 Symplocos fasciculata 1 1 Syzygium sp. 1 1 Trema tomentosa 1 1 1 1 1 1 1 7 Vernonia arborea 2 1 3 23 14 2 5 5 6 2 2 1 1 1 1 63

(29)

Biomassa daun 6% Biomassa batang 58% Biomassa Cabang 20% Biomassa Akar 16%

Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa pohon contoh yang ditebang sebanyak 63 pohon dari berbagai kelas diameter dan jenis, terbanyak diambil jenis macaranga, piper dan trema karena jenis ini merupakan jenis yang paling banyak dijumpai di plot pengamatan dan sebagai ciri khas vegetasi hutan sekunder. Dari tabel ini juga dapat dilihat bahwa berdasarkan diameter pohon contoh yang diambil paling banyak pada diameter kecil hal ini sesuai dengan sebaran diameter pada plot pengamatan sebagai populasi seperti terlihat pada Tabel 5.

Secara umum biomassa tiap bagian pohon contoh terbesar diperoleh pada pohon berdiameter yang paling besar (24.2 cm) sebesar 471.140 kg. Hal ini disebabkan biomassa berkaitan erat dengan proses fotosintesis, biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dari proses fotosintesis, hasil fotosintesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horisontal dan vertikal.

Biomassa bagian pohon terdiri dari biomassa daun, biomassa cabang, biomassa batang dan biomassa akar. Pada Gambar 1. disajikan grafik persentase nilai biomassa tiap bagian pohon.

Gbr 15. Grafik Nilai Persentase Rata-rata Biomassa Bagian Pohon Contoh Dari Grafik nilai persentase rata-rata biomassa bagian pohon dapat dilihat bahwa bagian batang mempunyai persentase terbesar karena batang merupakan bagian berkayu dan tempat penyimpanan cadangan hasil fotosintesis untuk pertumbuhan.

(30)

Persamaan alometrik biomassa disusun berdasarkan adanya hubungan peubah dimensi pohon dan Biomassa. Pada Tabel 7. disajikan matrik korelasi sederhana antara peubah dimensi pohon dengan biomassa.

Tabel 7. Matrik korelasi (r) sederhana antar peubah pohon contoh

D HTOT B_DAUN B_CABANG B_BATANG B_AKAR B_TOTAL

D 1 .891(**) .767(**) .866(**) .859(**) .867(**) .883(**) HTOT .891(**) 1 .593(**) .756(**) .816(**) .765(**) .808(**) B_DAUN .767(**) .592(**) 1 .798(**) .640(**) .730(**) .724(**) B_CABANG .866(**) .756(**) .803(**) 1 .928(**) .930(**) .965(**) B_BATANG .859(**) .816(**) .655(**) .928(**) 1 .961(**) .991(**) B_AKAR .867(**) .765(**) .740(**) .930(**) .961(**) 1 .978(**) B_TOTAL .883(**) .808(**) .738(**) .965(**) .991(**) .978(**) 1

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Keterangan : D (diameter setinggi dada), HTOT (Tinggi total), B_DAUN (biomassa daun), B_CABANG (biomassa cabang), B_BATANG (biomassa batang), B_AKAR (biomassa akar), B_TOTAL (biomassa total).

Secara umum biomassa bagian-bagian pohon (Biomassa daun, biomassa cabang, biomassa batang dan biomassa akar) berkorelasi positif dengan diameter dan tinggi total pohon tersebut. Korelasi positif biomassa bagian pohon lebih besar terjadi dalam hubungannya dengan diameter pohon dibandingkan dengan tinggi totalnya. Dari korelasi positif tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan diameter pohon atau tinggi total pohon akan diikuti pula dengan peningkatan biomassa pada setiap bagian-bagian pohon tersebut.

Penaksiran biomassa menggunakan teknik regresi dengan model persamaan yang baik adalah sangat disarankan, karena relatif sederhana, menghapuskan unsur subyektifitas daripada metode lain dan memungkinkan mengetahui adanya kesalahan yang terlihat dalam uji statistik. Persamaan alometrik biomassa terpilih adalah persamaan yang memiliki nilai R-sq yang besar (mendekati 100%), nilai s dan PRESS yang paling kecil (Sembiring, 1995). Selain kriteria tersebut terdapat kriteria lain yang diperhatikan yaitu kepraktisan model, semakin banyak peubah bebas maka semakin bagus menerangkan model namun demikian, pengukuran pohon memerlukan lebih banyak waktu, biaya dan tenaga serta mempunyai banyak kemungkinan kesalahan sehingga kurang praktis dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, maka

(31)

setinggi dada merupakan bentuk kompromi persyaratan ketelitian dan kemungkinan praktis dilapangan. Hal ini didukung oleh laporan Ola-Adams (1993) yang menyatakan bahwa pendugaan biomassa menggunakan satu variabel diameter (D) mempunyai nila R2 yang tidak jauh berbeda ketika menggunakan dua variabel D dan tinggi (H). Selain alasan tersebut hanya dipilihnya varibel D dalam suatu model tanpa memasukkan unsur tinggi pohon dapat juga dijelaskan dari nilai korelasi Tabel 7. Dapat dilihat bahwa nilai korelasi terbesar didapat dalam hubungannya diameter dengan biomassa dibanding variabel tinggi dengan biomassa, diameter juga mempunyai korelasi yang kuat dengan tinggi pohon sehingga tinggi pohon dapat diterangkan menggunakan diameter.

Berdasarkan kriteria tersebut persamaan alometrik biomassa terpilih disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Persamaan Biomassa Terpilih

Biomassa Persamaan Alometrik R-sq s PRESS

Biomassa Daun Bdaun = 0.0263027D1.79 65.5% 0.3978 10.2397 Biomassa Cabang Bcab = 0.0165959D2.44 83.0% 0.3392 7.37279 Biomassa Batang Bbtg = 0.0977237D2.20 94.9% 0.1557 1.57058 Biomassa Akar Bakar = 0.0457088D1.98 86.7% 0.2372 3.65184 Biomassa Total Btot = 0.199986D2.14 93.4% 0.1741 1.95678

Keterangan : D (diameter setinggi dada), Bdaun (biomassa daun), Bcab (biomassa cabang)

Bbtg (biomassa batang),Bakar (biomassa akar),Btot (biomassa total).

Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa persamaan alometrik yang dihasilkan untuk menduga biomassa tiap bagian pohon merupakan bentuk power function (Y=aDb) dimana Y= biomassa, D=diameter yang diukur setinggi dada, a dan b=konstanta. Bentuk persamaan ini juga telah digunakan oleh Brown untuk menduga biomassa pohon di hutan alam primer daerah kering, lembab dan basah (Brown, 1997). Dari perbandingan persamaan biomassa total hasil penelitian dengan persamaan Brown pada daerah lembab dan basah (B = 0.118D2.53 dan B = 0.092D2.60) dengan menggunakan uji t setelah ditransformasi kedalam persamaan linear didapatkan bahwa persamaan biomassa total dalam penelitian dan persamaan Brown mempunyai nilai intersep dan slope yang berbeda nyata. Nilai slope garis persamaan regresi pada persamaan yang dihasilkan penelitian untuk menduga kandungan biomassa pada hutan sekunder bekas kebakaran lebih

(32)

kecil daripada persamaan Brown di hutan alam primer hal ini menunjukkan bahwa pendugaan biomassa hutan sekunder akan menghasilkan biomassa yang lebih kecil dibandingkan hutan alam primer terutama pada vegetasi berdiameter besar. Hal ini dapat dijelaskan karena kejadian kebakaran dan pembalakan telah menyebabkan sebagian biomassa hilang.

Brown (1997) mendefinisikan Biomass Expansion Factor (BEF) sebagai rasio antara berat kering bagian pohon bagian atas (daun, batang dan cabang) dengan berat kering batang. Nilai BEF hutan sekunder yang dihasilkan dari 63 pohon contoh yaitu 1.49. Nilai BEF ini digunakan untuk menghitung nilai biomassa total bagian atas dari data inventarisasi hasil hutan berupa data volume dengan cara mengkonversi biomassa batang ke biomassa total bagian atas (Above ground biomass). Biomassa total bagian atas dapat dihitung dengan rumus : VOB x WD x BEF, dimana VOB = volume kayu, WD = kerapatan kayu dan BEF = Biomass Expansion Factor (Brown, 1997).

Nilai R/S dapat digunakan untuk menentukan biomassa bagian bawah pohon (akar) (Below ground biomass) dimana nilai ini merupakan rasio dari biomassa akar dengan biomassa atas pohon. Nilai R/S hutan sekunder yang dihasilkan dari 63 pohon contoh yaitu 0.25.

Nilai BEF dan R/S ini dapat digunakan untuk menduga Total C-Stock tegakan dengan rumus : C = (VxWDxBEF)x(1+R/S)xCF, dimana C adalah total C-stock (ton/ha), V adalah Volume tegakan (m3/ha), WD adalah rata-rata kerapatan kayu (ton/m3), BEF adalah rasio biomassa atas dengan biomassa batang, R/S adalah rasio biomassa akar dengan biomassa atas dan CF adalah nilai kandungan karbon dalam biomassa (IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme, 2003).

C. Kandungan Karbon Hutan Sekunder pada Plot Penelitian

Kandungan Karbon (Carbon Stock) dihitung dengan menggunakan pendekatan biomassa dengan asumsi 50 % dari biomassa adalah karbon yang tersimpan.

(33)

1.Carbon stock pada Vegetasi tingkat Understorey

Vegetasi tingkat Understorey adalah vegetasi tingkat semai termasuk herba, terna, perdu, liana, epifit, rumput. Carbon stock pada tingkat vegetasi ini sebesar 1.21194 ton/ha, secara rinci nilai Carbon stock pada tingkat ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Carbon Stock pada Vegetasi Tingkat Understorey Plot Sub Plot Biomassa C-stock

(kg/m2) (kg/m2) 1 A 0.30956044 0.15478022 B 0.181598402 0.090799201 C 0.200199203 0.100099602 D 0.212662014 0.106331007 E 0.154183267 0.077091633 Rata-rata 0.211640665 0.105820333 StdDev 0.05900026 0.02950013 2 A 0.064121756 0.032060878 B 0.169721116 0.084860558 C 0.170629371 0.085314685 D 0.4864 0.2432 E 0.393187251 0.196593625 Rata-rata 0.256811899 0.128405949 StdDev 0.175677728 0.087838864 3 A 0.340268924 0.170134462 B 0.26940239 0.134701195 C 0.279441675 0.139720837 D 0.306 0.153 E 0.098443114 0.049221557 Rata-rata 0.258711221 0.12935561 StdDev 0.093698728 0.046849364 Total Plot

Biomassa : 2.423879 Ton/ha StdDev : 1.132608 Ton/ha Karbon : 1.21194 Ton/ha StdDev : 0.566304 Ton/ha

2.Carbon stock pada Vegetasi tingkat Pohon

Yang dimaksud vegetasi pada tingkat ini adalah semua vegetasi dengan tinggi > 1,5 m atau yang sering dikenal vegetasi tingkat pancang dan pohon. C-stock pada tingkat vegetasi ini adalah sebesar 19.27894 ton/ha. Penentuan kandungan pada tingkat vegetasi ini ditentukan berdasarkan nilai biomassa yang diperoleh melalui persamaan penduga biomassa yang telah dihasilkan

(34)

sebelumnya. Secara rinci nilai C-stock pada tingkat vegetasi ini dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Carbon Stock pada Vegetasi Tingkat pohon

JENIS

KERAPATAN C-stock (ton/ha)

Daun Cabang Batang Akar Total

Trema tomentosa 0.24957 0.94205 2.84444 0.72673 4.76279 Piper aduncum 0.2491 0.33359 1.47705 0.53591 2.59565 Macaranga gigantea 0.14396 0.38694 1.32406 0.37947 2.23443 Scorodocarpus borneensis 0.08012 0.5543 1.34817 0.28038 2.26297 Mallotus paniculatus 0.07304 0.21433 0.71432 0.19863 1.20032 Vernonia arborea 0.05495 0.20967 0.63173 0.16074 1.05709 Macaranga pearsonii 0.04499 0.09337 0.34903 0.10929 0.59668 Strombosia javanica 0.02665 0.11773 0.33613 0.08134 0.56185 Melicope glabra 0.0272 0.08604 0.27923 0.07568 0.46815 Litsea cf. angulata 0.02328 0.06616 0.21989 0.06188 0.37121 Ficus obscura 0.02489 0.05084 0.19213 0.06041 0.32827 Ficus sp. 0.01565 0.03203 0.1214 0.03816 0.20724 Dimocarpus longan 0.01539 0.02146 0.0937 0.03353 0.16408 Alseodaphne elmeri 0.01296 0.02359 0.09394 0.0307 0.16119 Clerodendrum adenophysum 0.01379 0.01867 0.08286 0.02993 0.14525 Symplocos fasciculata 0.00946 0.01974 0.07473 0.02331 0.12724 Leea indica 0.01621 0.01237 0.06767 0.02969 0.12594 Fordia splendidissima 0.01199 0.01576 0.0702 0.02563 0.12358 Dillenia reticulata 0.00739 0.0215 0.07199 0.02007 0.12095 Litsea sp. 0.00985 0.0142 0.06158 0.02178 0.10741 Glochidion sp. 0.00839 0.01366 0.05655 0.01919 0.09779 Melastoma malabathricum 0.00971 0.01 0.04891 0.01939 0.08801 Artocarpus rigidus 0.00723 0.00815 0.03847 0.0148 0.06865 Artocarpus lanceifolius 0.0056 0.00966 0.03922 0.01305 0.06753 Ficus grassularoides 0.00518 0.00869 0.03565 0.01198 0.0615 Syzygium sp. 0.00555 0.00636 0.02987 0.01142 0.0532 Eusideroxylon zwageri 0.00452 0.00698 0.02947 0.01018 0.05115 Cratoxylum sumatranum 0.00482 0.00654 0.02883 0.01041 0.0506 Semecarpus glaucus 0.00488 0.00581 0.02695 0.01017 0.04781 Actinodaphne glabra 0.00419 0.00652 0.02751 0.00948 0.0477 Aglaia sp. 0.00314 0.00438 0.01924 0.00687 0.03363 Clerodendrum sp. 0.00091 0.00081 0.00419 0.00174 0.00765 Hopea rudiformis 0.00091 0.00081 0.00419 0.00174 0.00765 Baccaurea tetrandra 0.00072 0.0006 0.00318 0.00136 0.00586 Dehaasia sp. 0.00019 0.00009 0.00059 0.0003 0.00117 Glochidion obscurum 0.0001 0.00004 0.00028 0.00015 0.00057 Ixora sp. 0.00007 0.00002 0.00017 0.0001 0.00036 JUMLAH 1.17656 3.32345 10.84752 3.06563 18.41312

(35)

Dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa jenis Trema tomentosa, Piper aduncum, Macaranga gigantea, Scorodocarpus borneensis, Vernonia arborea, Mallotus paniculatus mempunyai kerapatan Carbon stock yang lebih besar dibandingkan jenis-jenis lainnya, hal ini disebabkan karena jenis-jenis ini merupakan jenis yang banyak terdapat di hutan sekunder. Dalam kaitannya karbon yang tersimpan pada komponen pohon, dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa kandungan karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 10.84752 ton/ha (58.91%) karena sebagian besar hasil fotosintesis disimpan pada bagian batang untuk pertumbuhan baik horisontal maupun vertikal. Total kandungan karbon vegetasi hutan sekunder pada tingkat sapling dan pohon di lokasi penelitian sebesar 18.41312 ton/ha. Nilai dugaan ini lebih kecil dibandingkan karbon stock yang terdapat pada Hutan Primer di Kalimantan Timur, dimana sebuah penelitian di hutan primer di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa total biomassa tegakan hutan primer sekitar 492 ton/ha (Ruhiyat, 1995) dengan asumsi 50% biomassa adalah C-stock maka C-stock pada hutan primer di Kalimantan Timur tersebut adalah 246 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian kebakaran telah menyebabkan banyak karbon terlepas dan berpotensi meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer.

3.Carbon stock pada Serasah (Litter)

Serasah merupakan salah satu komponen di dalam hutan yang juga dapat menyimpan karbon. Serasah didefinisikan sebagai daun atau ranting kecil yang telah jatuh dan berada di lantai hutan. Carbon stock pada serasah ini sebesar 1.870885 Ton/ha, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Carbon stock pada serasah Plot Sub Plot Biomassa C-stock

(kg/m2) (kg/m2) 1 A 0.7776 0.3888 B 0.5171642 0.25858209 C 0.5465669 0.273283433 D 0.294006 0.147002997 E 0.3213 0.16065 Rata-rata 0.4913274 0.245663704 StdDev 0.1959056 0.097952793

(36)

2 A 0.5294118 0.264705882 B 0.1991517 0.099575848 C 0.2147557 0.107377866 D 0.3731437 0.186571856 E 0.1475 0.07375 Rata-rata 0.2927926 0.146396291 StdDev 0.1568544 0.078427212 3 A 0.6356 0.3178 B 0.3918544 0.195927218 C 0.1578287 0.078914343 D 0.2544323 0.127216135 E 0.2925075 0.146253746 Rata-rata 0.3464446 0.173222289 StdDev 0.1820881 0.091044063 Total Plot

Biomassa : 3.768549 Ton/ha StdDev : 1.884274 Ton/ha Karbon : 1.870885 Ton/ha StdDev : 0.935443 Ton/ha

4.Carbon stock pada Necromass

Necromass didefinisikan sebagai komponen dari vegetasi yang telah mati dan mengalami proses pelapukan. Pada lokasi penelitian banyak ditemukan tunggak dan batang pohon sisa pembalakan dan kebakaran, sehingga komponen ini merupakan juga salah satu komponen penympan karbon di dalam hutan. Dalam penelitian ini Carbon stock pada Necromass sebesar 11.31744 Ton/ha, secara rinci nilai Carbon stock ini dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Carbon stock pada Necromass Plot Sub Plot Biomasa C-stock

(kg/m2) (kg/m2) 1 A 0.3561431 0.178071557 B 4.772122 2.386060976 C 0.4306604 0.215330189 D 2.3876944 1.19384721 E 0.250075 0.125037481 Rata-rata 1.639339 0.819669482 StdDev 1.9629006 0.981450302 2 A 1.6527049 0.826352459 B 0.922201 0.461100478 C 0.7855416 0.392770793 D 3.2668553 1.633427657 E 2.8898467 1.444923372 Rata-rata 1.9034299 0.951714952 StdDev 1.1299662 0.564983108

(37)

3 A 4.2948694 2.147434701 B 4.2398242 2.119912118 C 0.4124875 0.206243769 D 1.7213115 0.860655738 E 5.5699861 2.784993036 Rata-rata 3.2476957 1.623847873 StdDev 2.1120001 1.056000074 Total Plot

Biomassa : 22.63489 Ton/Ha StdDev :17.47393 Ton/Ha Karbon : 11.31744 Ton/Ha StdDev : 8.736965 Ton/Ha

5.Carbon stock pada Tanah

Keseluruhan total contoh tanah yang diambil dalam 3 plot sebanyak 60 contoh tanah, pada setiap titik pengambilan contoh tanah mempunyai penampakan profil tanah yang berbeda-beda, seperti terlihat dalam Gambar 3.

Gbr 16 . (Atas) 4 titik Profil tanah sampai kedalaman 60cm pada Plot 1, (Tengah) 4 titik Profil tanah sampai kedalaman 60cm pada Plot 2,

(38)

Berdasarkan Peta Tanah Areal Unit HTI Batu Ampar – Mentawir PT. Inhutani Unit I Skala 1 : 50.000, jenis tanah dalam plot penelitian termasuk kedalam klasifikasi Kambisol Distrik. Tanah berkembang dari bahan induk batu liat dan batu pasir dan sudah menunjukkan perkembangan profil dengan susunan horizon Ah – B2 (kambik) – C, epipedon okrik dan kambik lapisan bawah, solum tanah dalam. Tanah lapisan atas berwarna coklat tua keabuan (10 YR 4/2) dan coklat kekuningan (10 YR 5/4), tekstur lempung berliat, struktur lemah sampai cukup, halus sampai sedang, gumpal agak bersudut, konsistensi gembur (lembab), tidak lekat dan tidak plastis (basah), pori mikro, meso dan makro sedang. Tanah lapisan bawah berwarna kuning kecoklatan (10 YR 6/6 – 6/8), tekstur liat sampai lempung, berliat, struktur cukup, sedang, gumpal agak bersudut, konsistensi teguh (lembab), agak lekat dan agak plastis (basah), pori mikro banyak, pori meso dan makro sedikit, perakaran halus sedikit.

Hasil analisis menunjukkan nilai bobot isi tanah (Bulk Density, BD) pada plot penelitian sampai kedalaman 50 cm yaitu plot 1 sebesar 1.070 gr/cm3 – 1.251 gr/cm3, plot 2 sebesar 1.125 gr/cm3 – 1.361 gr/cm3, plot 3 sebesar 1.123 gr/cm3 – 1.423 gr/cm3 dan jika 3 plot ini dirata-ratakan maka nilai BD nya berkisar antara 1.106 gr/cm3 – 1.345 gr/cm3 dengan nilai Std Deviation 0.068 dan 0.096. Nilai BD ini tidak jauh beda dengan analisa tanah yang telah dilakukan oleh PT. Inhutani I (PT. Inhutani I, 1997) yaitu sebesar 1.19 gr/cm3 – 1.41 gr/cm3 dalam lapisan atas pada lokasi yang sama. Kisaran nilai ini menunjukkan bahwa di lokasi penelitian memiliki kondisi tanah yang normal, karena apabila bobot isinya > 1.50 gr/cm3 biasanya tanah terlalu padat. Secara lengkap data nilai BD pada tiap plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Porositas tanah di lokasi penelitian memiliki porositas yang cukup baik karena memiliki ruang pori total 46.8 % - 55.1 % dari massa tanah dalam lapisan atas yang merupakan ruang pori yang dapat diisi oleh air dan udara, sedangkan lapisan bawah menunjukkan kisaran ruang pori total yang relatif lebih kecil, yaitu 42.6 % - 50.9% (PT. Inhutani I, 1997).

Hasil analisis tekstur tanah menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian mempunyai kandungan liat cukup tinggi yaitu 34% - 77%, ditinjau dari keadaan struktur tanah, lapisan atas mempunyai struktur dan konsistensi yang baik,

(39)

sedangkan pada lapisan bawah cenderung ke arah gumpal, dan konsistensinya menjadi agak teguh sampai teguh.

Tanah-tanah dalam areal PT.Inhutani I mempunyai kandungan bahan organik sangat tinggi sampai tinggi (3.49% - 6.40%) pada lapisan atas sedangkan lapisan bawah termasuk sangat rendah (0.12% - 0.47%). Kandungan N-total termasuk rendah sampai sedang (0.10% - 0.29%) dalam lapisan atas dan lapisan bawah termasuk rendah sampai sedang (0.11% - 0.29%) sedangkan di plot penelitian, kandungan N-Total pada lapisan bawah sangat rendah (0.03% - 0.09%). Kandungan P dan K total tergolong sangat rendah sampai rendah (2 – 18.6 mg P2O5/100 gr dan 4 – 19.5 mg K2O/100 gr dalam semua lapisan. Reakasi tanah pada plot penelitian tergolong sangat masam (pH : 4.0 – 4.3) dalam semua lapisan. Kandungan basa total dapat ditukar (Ca, Mg, Na dan K) tergolong sangat rendah sampai rendah dalam semua lapisan, sedangkan di plot penelitian memiliki unsur Na sedang sampai tinggi dalam semua lapisan. Kapasitas Tukar Kation (KTK) diartikan sebagai kapasitas tanah untuk dapat menahan unsur hara atau kation-kation lain, KTK dalam areal PT. Inhutani I termasuk rendah dalam semua lapisan (PT. Inhutani I, 1997).

Di dalam tanah juga tersimpan C-organik, sehingga tanah juga berfungsi sebagai penyimpan karbon. Pada lokasi penelitian didapatkan nilai Carbon stock pada Tanah kedalaman 0-5 cm dari permukaan tanah sebesar 13.254 Ton/ha, kedalaman 5-10 cm sebesar 7.569 Ton/ha, kedalaman 10-20 cm sebesar 10.694 Ton/ha, kedalaman 20-30 cm sebesar 8.921 Ton/ha, kedalaman 30-50 cm sebesar 16.020 Ton/ha. Secara rinci nilai Carbon stock pada tanah ini dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai Carbon stock pada Tanah Plot

Batas Horison BD (gr/cm3) Biomassa (ton/ha) C-Organik (%) C-stock (Ton/ha)

atas-bawah Rata-rata

Std

Dev Rata-rata Std Dev

Rata-rata

Std

Dev Rata-rata Std Dev 1 0 - 5 cm 1.070 0.040 535.000 19.886 2.208 0.278 11.831 1.710 5 - 10 cm 1.156 0.073 577.752 36.729 1.128 0.098 6.535 0.905 10 - 20 cm 1.179 0.068 1178.669 68.036 0.745 0.102 8.800 1.446 20 - 30 cm 1.225 0.094 1225.427 94.421 0.570 0.089 7.013 1.377 30 - 50 cm 1.251 0.094 2502.064 187.762 0.500 0.063 12.584 2.337 Jumlah 6018.911 46.765

(40)

2 0 - 5 cm 1.125 0.111 562.532 55.366 2.745 0.446 15.269 1.218 5 - 10 cm 1.264 0.143 632.207 71.475 1.323 0.246 8.269 1.029 10 - 20 cm 1.303 0.069 1303.051 68.731 0.928 0.158 12.041 1.782 20 - 30 cm 1.358 0.050 1358.312 49.867 0.763 0.115 10.360 1.624 30 - 50 cm 1.361 0.048 2721.873 96.445 0.663 0.155 17.996 4.146 Jumlah 6577.975 63.935 3 0 - 5 cm 1.123 0.018 561.443 9.206 2.398 0.214 13.472 1.364 5 - 10 cm 1.335 0.030 667.538 14.828 1.185 0.132 7.903 0.807 10 - 20 cm 1.376 0.076 1375.516 75.708 0.825 0.207 11.241 2.217 20 - 30 cm 1.408 0.061 1408.312 61.034 0.668 0.123 9.390 1.713 30 - 50 cm 1.423 0.050 2845.299 99.852 0.618 0.166 17.480 4.189 Jumlah 6858.108 59.485 Total Plot 0 - 5 cm 1.106 0.068 552.992 33.819 2.450 0.377 13.524 1.964 5 - 10 cm 1.252 0.115 625.832 57.524 1.212 0.177 7.569 1.139 10 - 20 cm 1.286 0.106 1285.745 106.407 0.833 0.166 10.694 2.202 20 - 30 cm 1.331 0.103 1330.684 103.069 0.667 0.129 8.921 2.047 30 - 50 cm 1.345 0.096 2689.745 191.974 0.593 0.142 16.020 4.177 Jumlah 6484.998 56.728

Dari beberapa komponen dalam Hutan sekunder yang berfungsi menyimpan karbon tersebut diatas, maka Total Carbon stock pada Hutan Sekunder bekas kebakaran dan pembalakan pada plot penelitian ini sebesar 89.541425 Ton/ha, dimana secara rinci dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. C-stock Hutan Sekunder Bekas Kebakaran 1997/1998 di PT. Inhutani I Batuampar, Kalimantan Timur.

Karbon pool Total Biomassa

(Ton/Ha) C-org (%) Total C-stock (Ton/Ha) - Trees Above ground Daun Cabang Batang Below ground Akar 36.82632 30.69506 2.35312 6.6469 21.69504 6.13126 6.13126 50 (est) 50 (est) 50 (est) 50 (est) 50 (est) 50 (est) 50 (est) 18.41316 15.34753 1.17656 3.32345 10.84752 3.06563 3.06563 Understorey 2.423879 50 (est) 1.21194 Litter 3.768549 50 (est) 1.870885 Necromass 22.63489 50 (est) 11.31744 Soil 0-5 cm (BD=1.106 gr/cm3) 5-10 cm (BD=1.252 gr/cm3) 10-20 cm (BD=1.286 gr/cm3) 20-30 cm (BD=1.331 gr/cm3) 30-50 cm (BD=1.345 gr/cm3) 2.450 1.212 0.833 0.667 0.593 56.728 13.524 7.569 10.694 8.921 16.020 TOTAL 89.541425

(41)

Komponen C-stock pada necromass mempunyai nilai yang cukup besar karena pada lokasi ini merupakan areal bekas kebakaran dan pembalakan sehingga banyak ditemukan batang, cabang dan tunggak pohon yang telah mati dan mengalami proses pelapukan. Persentase C-stock pada berbagai komponen hutan sekunder dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gbr 17.

Gbr. 17. Grafik Persentase C-stock pada Berbagai Komponen Hutan Trees 21% Necromass 13% Soil (0-50 cm) 63% Litter 2% Understorey 1%

(42)

V. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, yaitu : pada plot penelitian ditemukan 69 jenis vegetasi pada berbagai tingkat yaitu tumbuhan bawah (Understorey), Semai, Pancang dan Pohon, 61 marga dan 37 suku yang didominasi oleh jenis Piper aduncum, Leea indica, Macaranga gigantea. dan, Trema tomentosa.

Persentase rata-rata biomassa bagian pohon terbesar adalah bagian batang yaitu sebesar 58%, biomassa cabang sebesar 20%, biomassa akar sebesar 16% dan biomassa bagian pohon terkecil adalah biomassa daun yaitu sebesar 6%.

Persamaan alometrik yang dihasilkan untuk menduga biomassa bagian pohon pada hutan sekunder bekas kebakaran 1997/1998 dan pembalakan di Areal Rehabilitasi Hutan Alam PT.Inhutani Unit I Batuampar, Kalimantan Timur merupakan bentuk fungsi Y=aDb (Power function) : Biomassa daun (Bdaun)= 0.0263027D1.79 , Biomassa cabang (Bcab)= 0.0165959D2.44, Biomassa batang (Bbtg)= 0.0977237D2.20, Biomassa akar(Bakar)= 0.0457088D1.98, Biomassa total : (Btot)= 0.199986D2.14 dimana D adalah diameter setinggi dada. Nilai BEF yang diperoleh sebesar 1.49, sedangkan nilai R/S adalah sebesar 0.25.

Total C-stock pada vegetasi hutan sekunder tingkat sapling dan pohon di lokasi pengamatan sebesar 18.41316 ton/ha sedangkan karbon yang tersimpan pada tiap komponen vegetasi adalah daun (1.17656 ton/ha), cabang (3.32345 ton/ha), batang (10.84752 ton/ha) dan akar (3.06563 ton/ha).

C-stock pada tingkat Understorey sebesar 1.21194 Ton/ha, pada komponen serasah sebesar 1.870885 Ton/ha, pada komponen necromass sebesar 11.31744 Ton/ha sedangkan pada komponen soil sampai kedalaman 50 cm sebesar 56.728 Ton/ha sehingga total C-stock pada lokasi penelitian ini sebesar 89.541425 Ton/ha.

Dari hasil penelitian ini juga disarankan bahwa persamaan alometrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk menduga kandungan karbon pada hutan sekunder dengan hasil yang baik jika karakteristik hutan sekunder yang akan diduga mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik plot dimana dihasilkannya persamaan.

Gambar

Tabel 1. Jenis Vegetasi Dan Suku Yang Ditemukan Pada Plot Penelitian
Tabel 2. Jenis vegetasi dan suku tingkat Understorey
Tabel 3. Rekapitulasi Nilai INP Vegetasi tingkat Pancang di Lokasi Penelitian
Tabel 4. Rekapitulasi nilai INP vegetasi tingkat Pohon dalam Plot Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan disusunnya analisis peta mutu pendidikan (capaian Standar Nasional Pendidikan) Provinsi Bali adalah untuk mengetahui gambaran ketercapaian mutu pendidikan Provinsi Bali

Sampel pada penelitian ini ialah 46 perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2016 yang diambil dengan mengunakan

Alhamdulilah Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Contoh dalam disiplin waktu seperti, Masuk dan pulang sekolah tepat waktu pada jam yang telah ditentukan, tidak masuk sekolah dengan mengunakan keterangan, mengerjakan

Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik berhubungan dengan objek atau situasi spesifik adalah tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain,

Setiap objek akan direpresentasikan dengan menggunakan pergerakkan banyak titik fitur. Maka dua buah titik fitur akan berada pada objek yang sama bila memiliki pergerakkan yang

Importir meminta kepada bank devisanya (Opening Bank) untuk membuka sebuah Letter of Credit (L/C) sebagai dana yang dipersiapkan untuk melunasi hutangnya kepada eksportir,

Jumlah operasi elektif dalam satu bulan  100%  100% Metodologi pengumpulan Metodologi pengumpulan data data Sensus harian Sensus harian Cakupan. Cakupan data data Total