• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sambutan Presiden RI pd Peringatan Harlah ke-55, PMII, Surabaya, Jatim, tgl 27 Apr 2015 Jumat, 17 April 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sambutan Presiden RI pd Peringatan Harlah ke-55, PMII, Surabaya, Jatim, tgl 27 Apr 2015 Jumat, 17 April 2015"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Sambutan Presiden RI pd Peringatan Harlah ke-55, PMII, Surabaya, Jatim, tgl 27

Apr 2015

Jumat, 17 April 2015

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PERINGATAN HARLAH KE-55

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)

DI

MASJID NASIONAL AL AKBAR, SURABAYA, JAWA TIMUR

TANGGAL 17 APRIL 2015

Â

Assalamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakaatuh,

(2)

Yang saya hormati, para Alim Ulama, para Kyai, Bu Nyai,

Yang saya hormati, para Menteri Kabinet Kerja, Gubernur Jawa Timur, Gubernur Jambi, serta seluruh Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang pada malam hari ini hadir di sini,

"Salam Pergerakan!".

Saya tidak sampai apal seperti

Sahabat Aminuddin Ma'ruf tadi, semuanya disebut dan apal di luar kepala. Saya sudah tua, jadi nggak seapal kayak Ketua

Umum PMII.

Pertama-tama, marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhaanahu wata'ala yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian. Dan sholawat

dan salam tidak lupa kita haturkan kepada Nabi Besar Muhammad Sholallaahu'alaihi wasallam yang terus kita nantikan syafaatnya di hari kemudian.

Bapak-Ibu, Sahabat-sahabati,

Saya ingin menyampaikan sedikit mengenai permasalahan dan tantangan yang

kita hadapi ke depan dan juga masalah-masalah yang sekarang, dan mungkin setahun-dua tahun ini kita hadapi.

(3)

Negara sekarang ini dapat dikatakan sudah tanpa batas. Paspor di Uni Eropa sudah tidak dipake. KTP apalagi.

Sebentar lagi juga di ASEAN pada akhir tahun ini, awal 2016 juga sudah dibuka yang namanya Masyarakat Ekonomi ASEAN, ASEAN

Economic Community. Begitu nanti lalu-lalang, sisi ekonomi terutama, dan mungkin sisi ideoogi juga kalau kita tidak hati-hati yang akan tiap hari kita lihat. Oleh sebab itu, akan saya sampaikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keadaan kita saat ini.

Ini jumlah masyarakat Indonesia yang masih buta huruf dari, kita lihat, 2010, 2011, 2012, sampai 2013. Posisinya masih seperti ini. Sekali lagi, itu bukan angka yang sedikit. Angka 15,15% ini adalah angka yang besar. Padahal, sekali lagi, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan dibuka. Memang ini umurnya bisa dilihat, tetapi kenyataannya ini yang paling besar.

Kemudian juga fasilitas pendidikan yang kita punyai. Dari sekolah dasar, sekolah lanjutan, sekolah tingkat atas, sekolah di perguruan tinggi, juga sebetulnya kurang, di tingkat atas juga masih sangat kurang. Oleh sebab itu, ke depan kita ingin, kalau dulu ada SD Inpres, saya ingin di dalam Pemerintahan saya nanti akan ada SMK Inpres, SMA Inpres dan, baik yang umum maupun yang agama. Nanti, ini untuk mempercepat fasilitas agar pendidikan di tingkat atas ini bisa kita lakukan.

Jadi setelah lulus dari sekolah dasar, sekolah lanjutan, kemudian sekolah lanjutan atas, paling tidak ini kita lihat persentasenya. Kelihatan sekali seperti apa. Karena apapun, ke depan

pertarungannya adalah pertarungan kualitas Sumber Daya Manusia. Pertarungannya ada di situ. Bukan masalah kekuatan Sumber Daya Alam, tetapi ada di SDM, Sumber

Daya Manusia. Karena kalau kita lihat coba, Singapura punya apa? Jepang punya apa? Korea punya apa? Kita melimpah ruah. Alhamdulillah,

tetapi coba, apakah kita bisa menggunakan itu?

Ingat, tahun 70-an ada booming minyak,

minyak melimpah di kita tahun itu. Tahun-tahun 70-an. Kesempatan itu hilang, dan kita tidak bisa membuat sebuah pondasi pembangunan yang baik.

(4)

Tahun 80 kita ingat ada booming

kayu; tebang, tebang, tebang, tebang, tebang, kita lupa tidak membangun industri hilirnya, minyak juga kita tidak membangun industri hilirnya, lupa

lagi, tidak bisa membuat pondasi untuk pembangunan, untuk kesejahteraan rakyat kita. Diulang lagi ini, hampir diulang lagi ini. Minerba, coba dilihat,

batubara, bayangkan batubara, ini masalah SDM. Batubara, yang kita mempunyai

kekayaan yang sangat besar diekspor mentah-mentahan. Mentahan, raw materials semuanya. Padahal kalau di situ kita kunci, kita mempunyai kekuatan energi di situ.

Di ekspor ke negara yang lain, mereka membangun industri dengan batubara kita, produknya masuk ke Indonesia, kita membeli produk-produk mereka, betapa itu sebuah kesalahan menurut saya. Kenapa tidak kita kunci, kita miliki. "kalau kamu mau buat industri, buat industri di Indonesia. Batubaraku banyak di sini". Sehingga  akan ada keuntungan pajak, ada keuntungan

tenaga kerja akan ada keuntungan nilai tambah dan lain-lain akan banyak sekali.

Inilah yang akan kita lakukan, kita akan mulai stop satu persatu. Tidak

hanya masalah batubara, tidak hanya masalah nikel, tidak hanya masalah bauksit, tidak hanya masalah timah. Ini harus diolah, hilirisasinya harus ada di

Indonesia. Tidak, kita sudah tidak mau lagi kita kirim mentahan, diolah di sana, kembali ke sini kita beli. Coba, bener

tidak seperti itu? Siapa yang berani menjawab benar? Inilah kesalahan yang harus mulai kita stop. Udah, terus, ini

masalah pendidikan, masalah SDM.

Kemudian, posisi pekerja dan pengangguran di kita juga masih bukan angka yang kecil. Inilah kenapa, tadi, yang

namanya raw materials, bahan mentah, itu

harus diolah di sini karena kita ingin membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya. Itulah yang kita inginkan.

Tapi untuk menuju ke sana, transisinya memang memerlukan perubahan pola

(5)

Saya berikan contoh, kita sudah bertahun-tahun impor beras. Betul? 3,5

juta. Kemarin, waktu Desember - Januari sudah ada usul lagi kepada saya. Pak, ini posisi stok sudah berbahaya, kita harus impor. "Kita harus impor",

menyampaikan ke saya. "Sebentar, saya akan cek dulu stok kita seperti apa". Saya cek memang tinggal sedikit.

Tetapi setelah saya hitung, ini masih berani sampai nanti panen raya.

Tetapi dengan keputusan seperti itu, yang terjadi adalah spekulasi. Harga beras menjadi naik. Ini memang sebuah risiko yang harus saya ambil. Memang menjadi tidak populer saya. Tetapi, memang kita harus berani merubah itu. Kalau kita masih

impor 3,5 juta ton per tahun, saya meyakini, petani, pertanian kita, kita tidak

akan mau berproduksi. Untuk apa? Impor saja, lebih murah. Tetapi orang yang berproduksi menjadi malas. "Ngapain saya berproduksi". Inilah yang sering saya sulit menjelaskan. Tetapi memang harus ini dijelaskan secara gamblang.

Memang menahan-nahan seperti itu juga memang ada risikonya. Kalau kita tidak impor berarti harganya akan naik, tetapi kalau kita impor, ini akan, dari dulu sampai sekarang kita akan begitu terus. Impor, impor, terus impor dan petani menjadi tidak rajin untuk berproduksi. Jagung juga sama, berapa juta ton kita impor. Inilah yang terus kita tahan. Gula juga sama, kedelai juga sama. Inilah yang ingin kita benahi. Tetapi, sekali lagi, memerlukan perubahan pola pikir, memerlukan perubahan total dari cara-cara kita berproduksi.

Pada saat kita memutuskan pengalihan, pengalihan subsidi BBM dari yang

konsumtif kepada yang produktif, coba, semuanya demo. PMII nggak ada. Karena PMII ngerti. Karena kita ingin mengalihkan dari subsidi konsumtif kepada yang produktif. Ini

perlu saya jelaskan. Kita sudah berpuluh-puluh tahun menikmati subsidi itu tanpa terasa. Setahun Rp. 300 triliiun kita bakar dan hilang. Saudara bayangkan, Rp 300 triliun setiap tahun, dibakar, kemudian hilang. Kemudian, bayangkan kalau 10 tahun, berapa? Rp 3 ribu triliun. Bayangkan lagi.

Saya punya hitung-hitungan, untuk membangun jalur kereta api di Jawa,

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, sampai di Papua, itu hanya butuh duit Rp. 360 triliun. Tapi sampai saat ini kita tidak bisa membangun. Karena

(6)

Saya tahu. Saya sudah diingatkan oleh, saya sudah diingatkan oleh kanan-kiri kita. "Bapak, kalau itu nanti dialihkan, pengalihan subsidi dari yang konsumtif dipake kendaraan tiap

hari, kemudian dialihkan kepada sektor produktif, di pertanian, di perikanan, di infrastruktur, hati-hati, Bapak bisa jatuh popuaritasnya". Saya sampaikan, "itu risiko sebuah keputusan".

Karena, karena, coba kita lihat, Rp.300 triliun per tahun, kemudian yang

menikmati subsidi itu siapa? Saya cek data, 82 persen yang menkmati subsidi itu adalah yang punya mobil. Terus yang ini seperti apa? Subsidi ini untuk mereka dari mana? Saya mau tanya, dari mana? Apa nggak

terbalik? Yang punya mobil disubsidi, yang ini malah tidak. Inilah yang baru dalam proses kita tata untuk menuju ke subsidi yang produktif, subsidi ke tempat-tempat sasaran yang betul.

Tapi perlu perubahan pola pikir memang. Memang berat, saya ngerti memang berat karena juga sekarang ini ada tekanan ekonomi global. Ada tekanan dollar kepada rupiah. Ada tekanan

kemerosotan ekonomi dunia. Tetapi pilihan-pilihan itulah yang sekarang kita ambil.

Ini tantangan kemiskinan. Yang kedua, tantangan narkoba. Saya perlu

menyampaikan, di Indonesia sekarang ini meninggal, mati, karena narkoba sehari 50 orang. Sehari. Kalau setahun 18 ribu. Ada 1,2 juta, 1,2 juta, yang sudah tidak bisa direhabilitasi. Itu tinggal menunggu. 4,5 juta itu bisa

direhabilitasi. Ini juga angka yang sangat besar sekali. Saya sampaikan saat itu, "Indonesia darurat narkoba", dan kita harus perangi yang namanya narkoba. Sehingga grasi yang masuk ke meja saya, saya tandatangani "ditolak", semuanya saya tandatangani "ditolak".

Tetapi ada yang bertanya, "Pak, ini yang 11 kok nggak di-dor-dor terus ini?". Ini ada proses-proses hukum yang harus dilalui dengan cermat. Tidak

hanya, dan itu yang memutuskan adalah Kejaksaan Agung. Saya sudah tidak ikut-ikut. Wilayahnya ada di sana. Wilayah saya hanya, grasi ditolak Presiden, hanya itu. PMII mendukung ndak? Hukuman mati.

(7)

Terus, terus, ada yang mengatakan, ini Presiden ditekan dari internasional,

dari negara-negara lain, kanan-kiri, atas bawah, ya betul memang, bener, lho memang betul. Tiap hari saya ditelpon, bener. Saya ngomong apa

adanya. Dari Kepala Negara, dari Presiden, dari Perdana Menteri, dari Raja,

yang warga negaranya ada di sini, dieksekusi, yang akan dieksekusi. Surat dari Human Rights, dari Amnesti, banyak. Tetapi sekali lagi saya sampaikan, "ini adalah

kedaulatan negara kita". Ini adalah kedaulatan hukum kita. Selalu saya

sampaikan kepada mereka kalau pas telpon. Saya sampaikan. Tetapi, sekali lagi, ini ada prosesnya. Jadi jangan dipikir Presidennya nggak berani.

Kemudian juga ini. Tadi sudah disampaikan oleh Sahabat Aminuddin mengenai radikalisme, mengenai ISIS. Siapa yang bisa menangkal itu? PMII? Betul. PMII betul. Saya tadi sudah cerita banyak dengan Ketua Umum. "Saya siap Pak". Ya memang harus siap semuanya. Tidak bisa negara sebesar kita ini, bayangkan, negara sebesar kita, 300 lebih etnis dan bahasa daerah, dari ujung Barat sampai ujung Timur, Sabang sampai Merauke coba, 17 ribu pulau.

Saya setiap ketemu kepala negara, kepala pemerintahan, mereka saya terangkan 17 ribu pulau Indonesia, 300 etnis lebih, ada dua pertiga adalah air, 250 juta penduduknya. Banyak yang bertanya ke saya, "Mengelolanya seperti apa?" Betapa sangat sulitnya. Ya betul.

Oleh sebab itu, dengan NKRI, dengan kebhinnekaan kita, dengan mukadimah, tadi yang sudah disampaikan oleh Ketua Umum tadi. Sekali lagi, yang namanya

radikalisme, kemudian gerakan-gerakan ekstremisme ya memang tidak ada kompromi untuk mereka. Jangan ada kompromi dengan mereka. Wong

kita ini sering dipuji oleh negara-negara lain, negara-negara di Timur

Tengah, di Midle East, mereka kagum lho dengan kita. Betapa kita adem-ayem, dingin, tentrem. Padahal apa? Padahal kita ini bersuku-suku bangsa, bahasa daerah yang berbeda-beda, kok bisa, kita ini bisa bersatu, dewasa dalam berdemokrasi. Mereka kagum dengan kita.

(8)

Waktu di APEC juga sama. Saya diberi tempat duduk yang agak jauh dari tuan rumah, nggak mau. Saya nggak usah datang kalau seperti itu.

Sehingga waktu di APEC lihat ndak? Di sini ada tuan rumah, Presiden China,

Presiden Tiongkok, Presiden Xi Jinping, di sini Presiden Putin, di sini Presiden Jokowi, di sini Presiden Obama, ini. Obama, ini Presiden Obama, Presiden Jokowi, Presiden Xi Jinping, Presiden Putin. Ini baru yang namanya kita memang bangga dan harus bangga bahwa kita adalah negara besar. Bahwa tantangan-tantangan masih banyak, iya, itulah yang harus kita hadapi, itulah yang harus kita hadapi.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan saya mengucapkan selamat ulang tahun, selamat Harlah untuk PMII yang ke-55.

Salam pergerakan.

Terima kasih.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Standarisasin kapal juga merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran yang dilakukan oleh pihak pelabuhan dalam menjamin

Penanganan sampah dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat, termasuk anak-anak. Melibatkan anak usia dini merupakan langkah awal yang baik untuk pembelajaran penanganan

Kuncinya menurut saya memang jangan ada yang main-main, udah itu aja, kalau nggak ada yang main-main pasti sistem kita ini tidak akan rusak, sistemnya rusak karena ada yang

dimanfaatkan Kartu Indonesia Sehat yang sudah diberikan, Kartu Indonesia Pintar yang sudah diberikan, dan Kartu Keluarga Sejahtera yang bisa langsung uangnya mau diambil, yang

Kemudian juga masalah kemiskinan juga, pengangguran juga, ini tantangan-tantangan yang harus saya sampaikan karena memang inilah fakta yang tidak perlu kita tutup-tutupi..

Tetapi perlu saya sampaikan, setelah saya bertemu dengan pimpinan-pimpinan pemerintahan dan pemimpin negara, negara-negara ASEAN mereka semuanya juga takut, karena tidak

Untuk membangun Tanah Papua menjadi tanah harapan, kita perlukan mempersiapkan aparatur negera yang mampu menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan publik dengan

akhir tahun ini awal 2016 sudah dibuka Masyarakat Ekonomi ASEAN, ASEAN Economic Community  yang nanti lalu, lalu-lalang barang, lalu-lalang orang sudah tidak bisa dicegah lagi.