• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan zakat di masyarakat: studi tentang model amil zakat di Kabupaten Ponorogo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan zakat di masyarakat: studi tentang model amil zakat di Kabupaten Ponorogo."

Copied!
252
0
0

Teks penuh

(1)

vi

ABSTRAK

Judul : PENGELOLAAN ZAKAT DI MASYARAKAT

(Studi Tentang Model Amil Zakat Di Kabupaten Ponorogo) Penulis : Mulyono Jamal

Promotor : Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, M.A. Promotor : Prof. Dr. H. Zainul Arifin, M.Ag.

Kata kunci : Pengelolaan, Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat.

Pelaksanaan syariat zakat di kabupaten Ponorogo telah ada sejak lama, 50 tahun atau lebih, terutama zakat fitrah dan sebagian zakat mal. Kegiatan zakat itu semula dikelola oleh perseorangan (fardiy) oleh masing-masing muzaki. Kemudian ada pengelolaan zakat oleh lembaga secara korporatif (jama>’iy) oleh Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat dan panitia zakat. Kabupaten Ponorogo yang mayoritas penduduknya muslim dan dari tinjauan statistik ekonomi mempunyai angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang relatif tinggi, diperkirakan memiliki potensi zakat yang juga relatif besar.

Penelitian ini mengungkap pengelolaan zakat di masyarakat Ponorogo, untuk menemukan tipologi model pengelolaan zakat, kelebihan dan kekurangan tiap model, dan mencari prospek model yang paling tepat, efektif dan efisien yang bisa diterapkan khususnya di masyarakat Ponorogo.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, tidak berangkat dari sebuah teori tetapi dituntun oleh fakta-fakta yang ditemukan di lapangan. Kerangka teoretik yang dipakai teori fenomenologi dan grounded reaserch. Pengumpulan data dari sumber-sumbernya penulis lakukan dengan menggunakan tehnik wawancara yang mendalam, observasi lapangan, dan dokumenter. Untuk menganalisis dan menarik kesimpulan digunakan metode deduktif, induktif dan komparatif. Analisis data dilakukan sejak saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan (Miles & Huberman).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan : 1) Model pengelolaan zakat yang berkembang saat ini di kabupaten Ponorogo ada dua, yaitu model perseorangan, (fardiy)yang masih terus berjalan sampai saat ini, dan model kelembagaan (jama>’iy). Sampai pada tahun (2015) di Ponorogo ada 8 lembaga pengelola zakat yang keseluruhannya memiliki kesamaan dalam fungsi dan tugasnya mengumpulkan dana zakat infak dan sedekah dari muzaki, mendistribusikannya kepada mustahiknya dan mendayagunakannya. Namun demikian delapan lembaga pengelola zakat ini bervariasi dalam beberapa hal, di antaranya usia keberadaannya, status legalitas kelembagaannya, kelengkapan sarana- prasarananya, profesionalitas kinerjanya dan hasil yang dicapainya. 2) Masing-masing model memiliki kelebihan dan kekurangannya. Model korporatif adalah model yang paling efektif dan lebih dekat kepada maqa>sid al-shari>‘ah dalam zakat. Model korporatif mandiri dan korporatif berafiliasi juga mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. 3) Model pengelolaan zakat yang paling efektif dan efisien yang bisa diterapkan di masyarakat Ponorogo khususnya adalah model pengelolaan yang bersifat kelembagaan korporatif, mempunyai payung hukum legal formal dan kinerja yang profesional sesuai dengan kaedah-kaedah hukum syari’ah tentang pengelolaan zakat sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

(2)
(3)

viii

ABSTRACT

Title : MANAGEMENT OF ZAKAT IN THE COMMUNITY

(Study of Models of Zakat Workers In Ponorogo District)

Writer : Mulyono Jamal

Promotor : Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, M.A.

Prof. Dr. H. Zainul Arifin, M.Ag.

Key word : Zakat management, Board of zakat workers, Foundation of Zakat workers. The implementation of zakat law in Ponorogo district had been running since few years ago, especially zakat fitri and some of wealth zakat. This activities of zakat were formerly exuted individually by every muzaki. Then the management of zakat was performed corporately by board or foundation of zakat workers or committee of zakat. Majority of Ponorogo population are muslims.and in the economy statistic they have relatively high rate of Bruto Regional Domestic Product (BRDP) that their power rate of zakat is also high.

The purpose of this study is to discover management of zakat in Ponorogo community, and aimed at finding out the types of zakat workers.and deciding the most effective and efficient model of zakat management.

This study is qualitative research, that does not start from certain theory, but led by facts found in the field. The theoretical frames work used in this research were phenomenological approach and grounded research theory.To collect datas from resourses the researcher used the in depth interview, observation method and documentary method. To analyse and take conclusion the writer used deductive, inductive and comparative method of thinking. Data analysing was done since the data collecting begin and after finishing (Miles & Huberman)

The researcher comes to the conclusions that 1) The two types of zakat management that are running to be performed are individual management that is still in progress in Ponorogo, and on the other hand corporative management. In 2015 there are 8 boards or foundations of zakat manajement.which commonly have same task in funding and distributing zakat infaq and sadaqah. Beside that they have some differences among them, in age of existence, legality status of institution, infrastructures they have, professionalism of performance and result of work in fundraising. 2) The most effective and efficient type of zakat management is corporative management, which hold legal and formal institution, professional performance according to shari’ah law of zakat.

(4)

xii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...i

Halaman Prasyarat...ii

Halaman Pernyataan keaslian...iii

Halaman Persetujuan Promotor ...iv

Pedoman Transliterasi Arab-Indonesia...v

Abstrak...vi

Ungkapan Syukur dan Terima Kasih...vii

Daftar isi...xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar belakang...1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah...8

C. Rumusan Masalah...9

D. Tujuan Penelitian...10

E. Kegunaan Penelitian...10

F.Kerangka Teoretik...11

G Penelitian Terhahulu...16

H. Metode Penelitian...25

I. Sistematika Pembahasan...31

(5)

xiii

A. Zakat dan Hikmahnya...33

B. Pengelolaan Zakat ...61

1. Sejarah Pengelolaan...63

2. Pengelola Zakat...77

3. Kriteria Pengelola Zakat...80

4. Fungsi dhjan Tugas Pengelola Zakat ...83

5. Pelembagaan Pengelola Zakat...85

6. Peranan Pemerintah dan Ulama Dalam Pengelolaan Zakat...93

BAB III: SETING SOSIAL DAN EKONOMI KABUPATEN PONOROGO A. Letak Geografis...99

B. Sejarah...102

C. Seni Budaya... ...106

D. Agama...109

E. Pendidikan ...111

F. Perekonomian ...113

BAB IV: PENGELOLAAN ZAKAT DI PONOROGO A. Peta Potensi Zakat di Kabupaten Ponorogo ...116

B. Paparan Data dan Temuan Penelitian ...119

1. Badan Amil Zakat Nasional Daerah Kabupaten Ponorogo...119

(6)

xiv

3. LAIZ Nahdlatul Ulama’ ...143

4. LAZ Umat Sejahtera...153

5. LAZ NAS Baitul Maal Hidayatullah…….……….... 161

6. Laziswaf Unida Gontor ………..……….…...173

7. LAZIS Mari Berzakat ………..……....179 8. Panitia Zakat Desa Jintap ……….…………...187

BAB V: MODEL PENGELOLAAN ZAKAT DI PONOROGO KELEBIHAN & KEKURANGANNYA . A. Klasifikasi Model Pegelolaan Zakat ………....203

B. Kelebihan dan Kekurangan...222

C. Formulasi Tipe Ideal Pengelolaan Zakat ………...227

BAB VI: PENUTUP A. Kesimpulan ………...……...232

B. Implikasi Teoretik ………....……... 235

C. Rekomendasi ………...238

D. Penutup. ……….….…...239

DAFTAR PUSTAKA... 241

(7)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah agama yang benar, universal, abadi, sesuai dengan akal

manusia di setiap zaman dan generasi. Allah pencipta alam semesta ini telah

mengutus rasul nabi akhir zaman Muhammad SAW. untuk menyampaikan agama

Islam yang sempurna itu, untuk menuntun manusia kepada jalan Allah, dan

menunjukkan mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.1

Islam sebagai penutup agama-agama samawi datang untuk memenuhi

kebutuhan ruhani dan jasmani manusia, mengatur seluruh aspek kehidupan

manusia dalam perjalanannya untuk menggapai kebahagiaan di dunia sampai

akhirat2. Disebutkan dalam al-Qur’an,16 (al-Nah}l): 89. :

ىَرْشُبَو ًةََْْرَو ىًدَُو ٍءْيَش ِّلُكِل ًًاَيْ بِت َباَتِكْلا َكْيَلَع اَنْل زَ نو

َنِمِلْسُمْلِل

Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.3

Syariat Islam yang bersumber dari Kitab suci al-Qur’an dan Sunnah

Rasulullah, meliputi hukum aqidah, hukum akhlaq, dan

hukum-hukum ‘amaliyyah. Hukum-hukum ‘amaliyyah mencakup hukum-hukum tentang

1Shaykh H{asan Mans}u>r, Shaykh Abd al-Wahha>b Khayr al-Di>n, Shaykh Mustafa> ‘Ina>niy, Kita>b

al-Di>n al- Isla>miy (Gontor: Darussalam Press, 2004), 1.

2 H{asan Sirriy, al-Iqtisa>d al-Isla>miy Maba>di’ wa Ahda>f wa Khas}a>is} (Mekah, t.p., 1991), 12.

3

(8)

2

hubungan vertikal manusia dengan Allah, yang biasanya disebut mu‘a>mala>t ma‘a

Alla>h atau ‘iba>da>t, dan hukum-hukum tentang hubungan manusia dengan sesamanya, ataumu‘a>mala>t ma‘a al-na>s.4

Lima rukun Islam merupakan pilar utama ‘ibadat atau mu‘a>mala>t ma’a Allah. Zakat, salah satu rukun Islam, ialah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan atau

diambil – secara umum - dari golangan kaya untuk dibagikan kepada golongan

miskin yang berhak menerimanya.5 Perintah zakat di dalam al-Qur’an, sering

digandengkan dengan perintah shalat. Contoh-contoh ayat zakat Surat

al-Muzzammil : 20, Surat al-Baqarah: 43, dan Surat al-Tawbah: 103

اًنَسَح اًضْرَ ق َ َا اوُضِرْقَأَو َةاَك زلا اوُتآَو َة ََ صلا اوُميِقَأَو

.

Dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat, dan berikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.6

اوُتآَو َة ََ صلا اوُميِقَأَو

َنِعِكا رلا َعَم اوُعَكْراَو َةاَك زلا

Dan dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-

orang yang ruku’.7

ْذُخ

ْمََُ ٌنَكَس َكَت َََص نِإ ْمِهْيَلَع ِّلَصَو اَِّ ْمِهيِّكَزُ تَو ْمُُرِّهَطُت ًةَقَدَص ْمَِِاَوْمَأ ْنِم

ُ َاَو

ٌميِلَع ٌعيََِ

.

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka.

4Abd al-Wahha>b Khalla>f, Ilm Us}u>l al-Fiqh (Kuwait: Da>r al-Kuwaytiyyah li al-T}iba>~‘ah wa

alNashr wa al-Tawzi>‘, 1968), 32-33.

5 Aly Ahmad al-Sa>lu>s, Mawsu>‘at al-Qad}a>ya> al-Fiqhiyyah al-Mu‘a>s}irah wa al-Iqtis}a>d al-Isla>miy

(Mesir: Maktabah Da>r al-Qur’a>n, 2003), 502. 6.

Kementerian AgamaRI, al-Qur’an dan Terjemah, 2012, 576.

7

(9)

3

Sesungguhnya do’a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan

Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.8

Golongan yang berhak menerimanya pun telah ditentukan pula dalam

al-Qur’an, Surat al-Tawbah : 60.:

ُتاقدَصلا اَ َِإ

ِباَقِّرلا َِو ْمُهُ بوُلُ ق ِةَف لَؤُمْلاَو اَهْ يَلَع َنِلِماَعْلاَو ِنِكاَسَمْلاَو ِءاَرَقُفْلِل

ٌميِكَح ٌميِلَع ُ َاَو ِ َا َنِم ًةَضيِرَف ِليِب سلا ِنْباَو ِ َا ِليِبَس َِو َنِمِراَغْلاَو

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang

diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.9

Zakat memang merupakan bagian dari ‘iba>dah mah}d{ah10 sejajar dengan

shalat, tetapi pada hakikatnya merupakan bagian dari sistem keuangan dan

sosial Islam.11Di balik kewajiban zakat ada tujuan dan sasaran yang merupakan

hikmah dari kewajiban itu. Hikmah zakat dan manfaatnya itu kembali kepada

kehidupan individual orang yang berzakat (muzaki) maupun kehidupan sosial

pihak yang menerima zakat (mustahik) secara menyeluruh, serta harta yang

dikeluarkan zakatnya. Hikmah zakat itu di antaranya secara ringkas dapatlah

dipaparkan sebagai berikut:

8

Ibid., 204. 9

Ibid., 288.

10 Mah}d}ah secara etimologi berarti murni. Iba>dah mah}d{ah maksudnya ibadah murni yang tidak

rasional atau tidak rasionable atau ghayr ma’qu>lat al-ma’na. dan biasanya bersifat tawqi>fy yang berarti tergantung adanya nas} dalil. Sedangkan mu‘amalat dicirikan sebagai ibadah yang rasional atau rasionable atau ma’qu>lat al-ma’na.

11Yu>suf al-Qarada>wiy, Fiqh Zaka>h Dira>sah Muqa>ranah Li’ahka>mih wafalsafatih fi> D}au’i

(10)

4

1. Bagi individu muzaki sendiri zakat itu memberi manfaat moral yang luas. Ia

merupakan bentuk ketaatannya kepada Allah, sebagai ungkapan syukur atas

nikmat-Nya, membersihkan dirinya dari sifar kikir12, mengobati hati dari

penyakit cinta dunia tamak harta, menumbuhkan sifat dermawan, cinta kasih

sesama manusia dan akhlaq rabba>niy.13

2. Bagi mustahik atau penerimanya, zakat mengangkat harkat kemanusiaan,

membebaskannya dari belitan kebutuhan hidup yang berat. Bagi fakir miskin,

gha>rim, dan ibn al-sabi>l menjadi santunan mencukupi kebutuhan sandang

pangannya, yang pada gilirannya akan meningkatkan kebahagian.

3. Dalam kaitannya dengan kehidupan sosial, zakat merupakan bentuk konkret

dari pada sistem jaminan sosial islami bagi golongan ekonomi lemah di

masyarakat, sedangkan bagi penerimanya zakat akan membersihkan mereka

dari iri dengki, antipati, individualisme dan permusuhan antara kaya dan

miskin dalam masyarakat. 14 Hal itu menjadi sarana merealisasikan

kesejahteraan sosial yang merupakan sandaran bagi kehidupan umat dan

kebahagiannya.15

Syariat zakat sebagai lembaga keuangan umat mempunyai potensi besar yang

bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat. Zakat dapat menjadi

salah satu sumber dana dalam kepemilikan umum (

mas}a>dir

milkiyyah

12Abu> Bakr Ja>bir al-Jaza>’iriy, Minha>j al-Muslim (Madi>nah Munawwarah: Maktabat

al-‘Ulu>m wa al-hukm, 1995), 240.

13Yu>suf al-Qarada>wi>, Fiqh al-Zaka>h, 756 764. 14 Ibid., 879 887.

(11)

5

‘a>mmah) bersama dengan sumber-sumber lain seperti wakaf, sumber daya alam dsb.16 , sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana umum untuk

umat seperti sarana ibadah, pedidikan, dakwah, kesehatan, sosial ekonomi dan

sekaligus sebagai sarana pengembangan sumber daya manusai.

Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim mempunyai potensi zakat

yang sangat besar. Salah seorang pengurus Forum Zakat Indonesia, Sri Adi

Bramasetia, di Jakarta menyatakan bahwa jika dikelola serius, potensi zakat di

Indonesia, dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, bisa mencapai Rp

300 triliun per tahun. Namun dari potensi yang besar itu, baru tercapai sekitar Rp

1,8 triliun pertahun. Ia mengatakan meski jumlah zakat yang terhimpun di

Indonesia naik tiap tahun, namun tidak pernah mencapai potensi yang sesung-

sesungguhny. 17 Data lain menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia

mencapai Rp 220 triliun atau sekitar 4 % dari produk domestik bruto (PDB)

nasional. Sampai tahun 2012, zakat yang tergali dari masyarakat hampir Rp 3

triliun.18

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga yang

diamanatkan Undang-Undang No 23 Tahun 2011 untuk pengelolaan zakat,

menjadi pengelola zakat nasional diharapkan bisa memperlihatkan peranannya.

Didin menjelaskan pada tahun 2011, zakat, infak, dan sedekah yang terkumpul

dari semua organisasi pengelola zakat baru mencapai Rp 1,73 triliun. Menurut

16 H}asan Sirry, Al-Iqtis}a>d al-Isla>miy..., 85.

17

http:www.voaindonesia.com/conten/potensi-zakat-bisa-capai-rp-300t-per-tahun/1455819.html.

(12)

6

hasil penelitian BAZNAS yang bekerjasama dengan IPB pada tahun 2011 lalu,

angka Rp 1,73 triliun hanya 0,8 persen dari potensi zakat di seluruh Indonesia.

Harusnya, jika benar-benar dioptimalkan, dana yang terkumpul dari zakat bisa

mencapai Rp 217 triliun per tahun.19 Laporan BAZNAS terbaru bulan September

2013 menyebutkan bahwa jumlah penerimaan BAZNAS sampai September 2013

Rp 48.059.878.299,38; dari proyeksi penghimpunan zakat tahun 2013, sebesar

Rp 3 triliun. Sedangkan jumlah penyalurannya Rp 29.058.642.22.20 Data ini

secara umum menunjukkan bahwa di Indonesia yang mayoritas penduduknya

muslim, pengelolaan zakatnya masih sangat minim. Data potensi zakat di

Indonesia secara nasional itu menjadi indikator yang kuat bahwa pengelolaan

zakat di daerah kabupaten Ponorogo Jawa Timur tidak banyak berbeda dengan

kenyataan nasional itu.

Ponorogo sebagai sebuah kabupaten yang jumlah penduduknya pada tahun

2014 mencapai 1.294.570 jiwa,21 mayoritas (98,11 %) beragama Islam. Indikator

tingkat keagamaannya dapat dilihat dari jumlah masjid pada tahun 2013 mencapai

1448 buah dan mushola 2754 buah.22 Di kabupaten ini juga banyak lembaga

pendidikan Islam, pondok pesantren salaf dan modern, di antaranya Pondok

Modern Darussalam Gontor. Pelaksanaan kewajiban zakat sebenarnya sudah ada

sejak dahulu dan potensi zakat sebenarnya cukup besar. Namun berdasarkan

informasi yang diperoleh dari survei kepada beberapa lembaga amil zakat dan

19

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/02/mkmz20-potensi-zakat-umat-muslim -indonesia-belum-dimaksimalkan, (Selasa, 2 April 2013, 23:27 wib.)

20

http//:pusat.baznas.go.id/laporan-bulanan/?did=19 21

http//:ppsp.nawasis.info, sumber: Ponorogo Dalam Angka 2014. 22

(13)

7

perorangan, ternyata pengelolaan zakatnya masih sangat minim. Badan Amil

Zakat Daerah (BAZDA) yang secara kelembagaan sudah terbentuk atas amanat

Undang-undang Zakat dan dikelola oleh unsur-unsur Sekertaris Pemerintah

Daerah Kabupaten Ponorogo, selama ini belum banyak memainkan perannya

dalam mengelola zakat, bahkan yang dilaksanakan baru tahapan menarik infak

bulanan dari PNS yang besarnya berkisar antara Rp 500,00 sampai Rp 2.000,00

disesuaikan dengan golongan kepangkatan.23 Unit Pelaksana Zakat (UPZ) di

Kementerian Agama yang merupakan salah satu unsur dari BAZDA sudah

mengelola zakat profesi dari PNS di kalangan khusus Kementerian Agama saja.24

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya kurangnya pemahaman

terhadap kewajiban zakat, sedikitnya kesadaran melaksanakan kewajiban itu, dan

pengelolaannnya yang yang belum maksimal.

Walaupun kegiatan zakat di Ponorogo itu belum maksimal, tetapi pola

pengelolaan yang telah ada itu bervariasi. Ada zakat yang dikelola oleh muzaki

perorangan, dikeluarkan dihitung sendiri dan dibagikan kepada yang dianggap

berhak menerimanya. Ada zakat yang dikelola oleh kelompok atau panitia yang

dibentuk oleh lingkungan masjid di tingkat dusun atau desa. Ada pula belakangan

lembaga resmi atau badan yang didirikan khusus untuk mengelola dana zakat dan

dana lain seperti infak, sedekah dan wakaf, yang biasanya disebut lembaga amil

zakat (LAZ) atau badan amil zakat (BAZ) atau LAZIS, BAZIS dan LAZIZWAF.

23 Slamet Purnomo (Kasi Keagamaan Kesra Kabupaten Ponorogo), wawancara, Ponorogo, 19

Desember 2013.

24 Hayat Prihono Wiyati (Penyelenggara Syariah Kemenag Ponorogo), wawancara, Ponorogo, 19

(14)

8

Di antara lembaga zakat yang ada di Ponorogo ialah Lembaga Amil Zakat Umat

Sejahtera, Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama (LAZISNU), Lembaga Amil

Zakat Muhammadiyah (LAZISMU) dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA)

yang ditangani oleh jajaran pemerintah daerah dengan sejumlah kementerian

terkait seperti kementerian agama, kementerian sosial dsb. Hal ini menarik untuk

diteliti bagaimana pengelolaan zakat dan pendayagunaannya di masyarakat.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Membayar zakat sebagai rukun Islam biasa dilakukan oleh wajib zakat di

daerah tempat tinggalnya. Pengelolaan harta zakat dilakukan oleh individu dan

kelompok atau lembaga. Di beberapa negara Islam seperti Arab Saudi, Qatar,

Kuwait ada lembaga-lembaga amil zakat yang mengelola zakat dengan

manajemen modern. Di antaranya Bayt al-Zaka>h al-Kuwaytiy. Di Indonesia pun

sebenarnya banyak lembaga pengelola zakat dan dana lainnya seperti infak,

sedekah dan wakaf, baik itu lembaga yang didirikan pemerintah, organisasi

keagamaan, maupun lembaga swasta yang independen.

Peneliti setelah melakukan observasi ke beberapa lembaga amil zakat di

Ponorogo.dan beberapa orang muzaki yang sudah sejak lama melaksanakan zakat

menemukan sejumlah permasalahan terkait pelaksanaan zakat di antaranya:

1. Di Ponorogo sebenarnya sudah ada beberapa lembaga amil zakat, kepanitiaan

zakat termasuk amil zakat fitrah yang merupakan panitia tahunan di

(15)

9

Amil Zakat Infak dan Sedekah Muhammaiyah (LAZISMU), Lembaga Amil Zakat

dan Sedekah Nahdlatul Ulama’ (LAZISNU), Badan Amil Zakat Nasional Daerah

Kabupaten Ponorogo.Masing-masing lembaga mempunyai pola yang

berdeda-beda dan tidak ada kordinasi sesama mereka. Pengelolaan zakat oleh

lembaga-lembaga itu diperkirakan belum maksimal.

2. Pelaksanaan zakat oleh perorangan juga banyak. Ada juga beberapa orang atau

kelompok yang peduli dengan masalah pengumpulan zakat. Mereka dari kalangan

jamaah masjid, mushola atau lingkungan RT, RW, dusun atau desa, membentuk

panitia pengumpulan zakat dan pembagiannya. Mereka berusaha mengelola zakat

fitrah dan zakat ma>l. Ada yang mengumpulkan zakat kemudian langsung

membagikannya kepada mustahik-nya. Ada yang mengumpulkan zakat hasil

pertanian pada waktu panen, lalu disimpan untuk dibagikan pada waktu-waktu

paceklik, sebagai zakat konsumtif. tetapi hal itu memunculkan permasalahan

antara lain, seberapakah pengetahuan fiqih mereka tentang zakat; seberapa

kesadaran mereka untuk melaksanakan kewajiban zakat.dan jika telah melakukan

apakah yang mereka lakukan sudah sesuai dengan yang seharusnya.

3. Undang-undang Republik Indonesia tentang zakat sudah lama diundangkan,

tetapi bagaimana implemantasinya dan pengaruhnya dalam pelaksanaan dan

pengelolaan zakat di masyarakat belum terlihat nyata.

4. Bagaimana dan seberapa tanggung jawab pemerintah dalam hal ini

Kementerian Agama Republik Indonesia dalam mensosialisasikan undang-undang

(16)

10

Sebenarnya problematika pelaksanaan zakat di masyarakat tidak terbatas

hanya yang tersebut di atas, namun penelitian ini hanya akan menfokuskan

bahasannya pada dua pokok masalah, yaitu (1) menggali fenomena model-model

pengelolaan zakat di Ponorogo, yang dilaksnakan oleh amil perorangan, kelompok

kepanitiaan, maupun lembaga dan berupaya menemukan segi-segi kelebihan dan

kekurangan dari masing-masing model (2). menemukan formula model yang

efektif dan efisien yang bisa diterapkan khususnya di masyarakat Ponorogo

maupun yang lain.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini

menfokuskan kajiannya hanya pada masalah berikut:

1. Model-model pengelolaan zakat yang bagaimanakah yang berkembang di

Kabupaten Ponorogo?

2. Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing model?

3. Bagaimana model pengelolaan zakat yang efektif dan efisien yang bisa

diterapkan khususnya di Ponorogo?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan secara mendalam, menginventarisir ragam model

pengelolaan zakat, baik yang berupa perorangan, maupun lembaga,

(17)

11

2. Mengidentifikasikan segi-segi kelebihan dan kekurangan masing-masing

model.

3. Menemukan formula model yang paling efektif efisien dari pengelolaan

zakat yang sesuai dengan masyarakat Ponorogo khususnya dan dijadikan

acuan bagi masyarakat lain.

E. Kegunaan Penelitian

Realisasi penelitian ini diharapkan dapat memberikan guna dan manfaat yang

berarti dalam pengembangan keilmuan secara teoritis dan praktis.

1. Kegunaan Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk:

a. Menambah khazanah keilmuan tentang praktek pengelolaan zakat di

masyarakat.

b. Hasil penelitian ini dapat berguna untuk mengembangkan kajian

teori-teori fiqh terutama dalam bidang pengelolaan zakat oleh lembaga atau

badan amil zakat.

2. Kegunaan Secara Praktis

Sebagaimana tersebut dalam kegunaan secara teoretik, penelitian ini

diharapkan bisa berimpliksi secara praktis berikut:

a. Agar konsep-konsep atau teori fiqh amil zakat dari al-Qur’an dan

Sunnah itu benar-benar dapat dijadikan pedoman oleh amil zakat dalam

(18)

12

b. Agar masyarakat dapat mengelola zakatnya secara efektif dan efisien

dengan mudah dan benar sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan

Sunnah secara konsisten, sehingga dengan demikian dapat memberi

manfaat yang optimal baik bagi muzaki maupun mustah}}ik.

F. Kerangka Teoretik

Dalam penelitian kualitatif ini ada dua kerangka teoretik yang dipergunakan,

yaitu Teori Fenomenologi dan Grounded Research.

1. Teori Fenomenologi

Fenomenologi (Inggris Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani

phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti

memperlihatkan. Kata phenomenon mengalami perkembangan arti dari

phenomenology of illusion, kepada phenomenology of mind, hingga

perkembangan yang terakhir berarti fact atau z}a>hirah. Menurut Husserl

perkembangan arti phenomenologi terjadi dalam tiga fase, yaitu dalam fase

matematik, fase psikologi dan fase transendental phenomenology atau yang

dikenal dengan first philosophy.25 Sedangkan logos berarti kata, ucapan,

rasio, pertimbangan. Dalam bahasa Inggris Phenomenon bentuk pluralnya

phenomena berarti to show. Secara istilah fenomena merujuk kepada teori

yang menyatakan bahwa pengetahuan itu terbatas pada fenomena fisik dan

fenomena mental. Fenomena fisik berupa objek persepsi sedangkan fenomena

(19)

13

mental menjadi objek introspeksi. Menurut Runes dalam Dictionary Of

Philosophy susunan Peter A. Angeles : Fenomena adalah objek persepsi atau

objek yang bisa dipahami; fenomena adalah objek dari sense experience,

yakni objek pengalaman indera, fenomena adalah sesuatu yang hadir ke

dalam kesadaran, fenomena adalah setiap fakta atau kejadian yang dapat

diobservasi.26 Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan

sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak.

Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi.

Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang-gejala-gejala atau apa saja

yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang

menammpakkan diri pada kesadaran kita.27 Secara harfiah fenomenologi atau

fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomena

(gejala) adalah sumber pengetahuan atau sumber kebenaran. Tokoh penting

dalam aliran fenomenologi antara lain adalah Edmund Husserl (1859 - 1938) ,

Max Scheller (1874 -1928), dan Hartman (1882 - 1950).28

Istilah fenomenologi memiliki tiga konsep. Pertama, ia merupakan salah

satu nama teori sosial mikro yang secara garis besar konsepnya adalah setiap

gejala atau peristiwa apa saja yang muncul tidak pernah berdiri sendiri.

Dengan kata lain, selalu ada rangkaian peristiwa lain yang melingkupinya.

26

Tim PPS IAIN Surabaya, Hermeneutika dan Fenomenologi dari Teori ke Praktik, Surabaya ;t.p.

,2007, 6. 27

http://teguhimanprasetya.wordpress.com/2008/09/25/fenomenologi-1/ 28

Ali Maksum, Pengantar Filsafat : Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme (Yogyakarta :

(20)

14

Selain itu, menurut fenomenologi, yang tampak bukan merupakan fakta atau

realitas yang sesungguhnya, sebab ia hanya merupakan refleksi dari yang ada

di baliknya. Kedua, fenomenologi merupakan jenis paradigma penelitian

sebagai kontras dari positivistik. Jika positivistik merupakan akar-akar

metode penelitian kuantitatif, maka fenomenologi merupakan akar-akar

metode penelitian kualitatif. Jika positivistik lebih memusatkan perhatian

pada data yang empirik dan mencari hubungan antar-variabel, maka

fenomenologi sebaliknya berfokus pada data abstrak dan simbolik dengan

tujuan utama memahami gejala yang muncul sebagai sebuah kesatuan utuh.

Ketiga, fenomenologi merupakan jenis penelitian kualitatif yang konsep

dasarnya adalah kompleksitas realitas atau masalah itu disebabkan oleh

pandangan atau perspektif subjek. Karena itu, subjek yang berbeda karena

memiliki pengalaman berbeda akan memahami gejala yang sama dengan

pandangan yang berbeda. Lewat wawancara yang mendalam, peneliti

fenomenologi berupaya memahami perilaku orang melalui pandangannya,29

sehingga yang membedakan dengan jenis penelitian kualitatif yang lain,

adalah bahwa fenomenologi menggunakan orang sebagai subjek kajian,

bukan teks atau organisasi.

Mazhab fenomenologi adalah mazhab yang melihat fenomena sebagai

sesuatu hal yang dapat diamati dengan indera dan diteliti secara ilmiah,

tentang gejala atau peristiwa yang penting atau sangat menarik perhatian.

29 Abdullah Muhammad al-Shari>f, Mana>hij al-Bah}th al-‘Ilmiy Dali>l al-T}a>lib fi> Kita>bat al-Abh}a>th

(21)

15

Mazhab ini lebih mengutamakan pemahaman terhadap perilaku manusia dari

sudut pandang orang-orang yang bersangkutan, sehingga metode dan teknik

pengumpulan datanya dilakukan dengan observasi partisipasi, dan dengan

melakukan wawancara yang memakai catatan pertanyaan sebagai pegangan,

dan mungkin juga akan menganalisis uraian kualitatif dokumen pribadi.

Teori fenomenologi dalam pengumpulan data melakukan pendekatan

kualitatif dalam arti untuk mendapatkan data deskriptif dari jawaban atau

keterangan informan secara lisan atau tertulis dan prilakunya dalam

kenyataan. Mazhab ini lebih sesuai untuk penelitian yang lokasi penelitiannya

terbatas dengan subjek penelitian terbatas pula. Dalam penelitian ini

Fenomenologi yang merupakan jenis penelitian kualitatif ini dijadikan

sebagai alat untuk mengkaji tentang macam-macam pengeloaan zakat p\ada

amil zakat di Ponorogo.

2. Grounded research.

Grounded research atau grounded theory adalah metode penelitian

kualitatif yang dicetuskan oleh Glaser dan Strauss sejak tahun 1967.

Grounded berasal dari kata ground yang berarti tanah. Arti grounded adalah

yang beralasan (mendasar). Grounded research adalah penelitian yang

diawali dari kondisi empirik menuju kondisi yang umum atau sering

dikatakan penelitian dengan pendekatan induktif.30 Grounded theory sebagai

strategi atau metode umum dalam analisis komparatif diimplementasikan

30

Masyhuri dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian, Pendekatan Praktis dan Aplikatif

(22)

16

untuk bisa dipakai membuat prediksi, eksplanasi, interpretasi dan aplikasi

yang relevan.31 Teori ini diimplementasikan dalam penelitian kualitatif ini

karena peneliti berpartisipasi dalam perilaku sosial yang diteliti. Maka dari

itu, untuk meneliti tentang pengelolaan zakat di Kabupaten Ponorogo ini

dipilih grounded researh, dengan mengikuti prosedur yang berlaku serta

tahapan-tahapannya , mulai dari observasi awal secara intensif terhadap

gejala sosial pada sasaran penelitian, kemudian mencari data pendukung

(sekunder). Prosedur ini dilakukan di sejumlah lembaga amil zakat yang ada

di Ponorogo. Selanjutnya merumuskan masalah, mengidentifikasikannya dan

menajamkan tujuan dst. Diikuti observasi lanjutan dan revisi tehadap

tahap-tahap pertama dan kedua.Tahapan berikutnya membaca gejala sosial yang

diteliti dengan tepat agar mampu menyusun kategori dan rumusan masalah

yang akurat, hipotesis yang tajam dan argumentasi yang kuat. Hal itu

dilakukan, dengan cara lansung ke lapangan mengumpulkan data-data

empirik yang diperlukan dalam penelitian, dengan pendekatan utama yang

dilakukannya adalah pendekatan induktif.

G. Penelitian Terdahulu.

Kajian tentang zakat selama ini sudah banyak dilakukan oleh para sarjana dan

ulama fiqh dalam karya mereka dalam ilmu fiqh melalui berbagai pendekatan.

31

(23)

17

1. Yu>suf al-Qarad}a>wiy dalam bukunya Fiqh al-Zaka>h, Dira>sah Muqa>ranah

li’ah}ka>miha> wa falsafatiha> fi> D}aw’ al-Qr’a>n wa al-Sunnah setebal 1228 halaman itu merupakan studi komparatif hukum zakat dan filsafat

hukum-nya dengan acuan al-Qur’an dan Sunnah. Beliau mengupas. dengan rinci

dan luas hukum zakat dengan pendekatan komparatif, filosofis sosiologis,

dan normatif berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Khusus berkenaan dengan

pengelolaan zakat, ia jelaskan bab amil zakat. Ia menekankan pentingnya

eksistensi amil sebagai instrument manajemen zakat, syarat-syarat amil

zakat secara umum. Dalam hal pelaksanaan zakat ia menekankan pada

hubungan zakat dengan negara dan tanggung jawab negara untuk mengelola

zakat. Ia tidak merinci aplikasi pengelolaan zakat secara khusus untuk suatu

tempat, wilayah atau negara.32

2. A>ya>t Allah al-‘Uz}ma> H{usain ‘Aliy al-Muntaz{iriy, dalam karyanya Kita>b

al-Zaka>h, yang ditulisnya dalam dua jilid masing-masing setebal 368

halaman dan 440 halaman, menguraikan hukum-hukum fiqh zakat secara

kemprehensif, namun belum banyak menyentuh isu-isu kontemporer

berkenaan dengan perkembangan aspek-aspek zakat.33

3. Syechul Hadi Permono dalam karyanya Pendayagunaan Zakat Disamping

Pajak dalam Rangka Pembangunan Nasional, dengan pendekatan normatif,

sosiologis dan historis, memfokuskan pada kajian tentang pendayagunaan

32 Yu>suf al-Qarad{a>wy, Fiqh Zakah... , 1205 1225.

(24)

18

zakat di samping pajak dalam rangka pembangunan nasional dalam arti luas

menurut fiqh, dan bahwa pengelolaan zakat bagian dari tugas bernegara.34

4. Abdullah ibn Mans}u>r al-Ghafi>liy dalam disertasinya di Universitas

Muhammad ibn Sa‘u>d al-Isla>miyyah yang kemudian diterbitkan dalam bukunya setebal 623 halaman, Nawa>zil al-Zaka>h Dira>sah Fiqhiyyah

Ta’s}i>liyyah Limustajidda>t al-Zaka>h, memaparkan fiqih zakat kontemporer yang meliputi masalah-masalah modern tentang konsep harta yang wajib

dizakati, reinterpetasi as}na>f thama>niyyah penerima zakat, investasi harta

zakat sampai kepada reaktualisasi zakat fitrah.35

5. Fu’a>d Abdullah al-‘Umar, dalam bukunya Ida>rat Mu’assasat Zaka>h fi>

al-Mujtama‘a>t al-Mu‘a>s}irah, Dira>sah Tah}li>liyyah Muqa>rinah Ma‘a Bayt al-Zaka>h fi> Dawlat al-Kuwayt, menjelaskan prinsip-prinsip dasar dan pokok

pikiran tentang urgensi pendirian lembaga atau komite zakat nasional.

Dalam studinya ia menggunakan pendekatan histori, yang dimulai dari

permulaan pengalaman umat Islam dalam mendirikan lembaga-lembaga

zakat di masa lalu hingga pengalaman mereka di bidang tersebut di masa

kini.36

6. Muhammad Hadi dalam disertasinya yang berjudul Zakat Profesi dan

Implementasinya Bagi Pegawai Negeri Sipil di Tulungagung Jawa Timur,

34

Sjechul Hadi Permono, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1992), 84.

35 Abdullah ibn Mans}u>r al-Ghafi>liy, Nawa>zil al-Zaka>h Dira>sah Fiqhiyyah Ta’s}i>liyyah

Limustajidda>t al-Zaka>h (Riyad}: Da>r al-Mayma>n linnashr wa al-tauzi>’, 1429 H / 2008), 615 – 623. 36Fu’ad Abdullah al

(25)

19

menemukan adanya rekonseptualisasi implementasi zakat dan pola-pola

tindakan pegawai dalam pembayaran zakat di Badan Amil Zakat

Tulungagung, atas dasar pemahaman tentang kewajiban zakat, terbitnya

SK Bupati dan interpretasi ulama yang merupakan faktor penentu dalam

mengimplementasikan zakat profesi.37

7. Fakhruddin dalam disertasinya Zakat Produktif di Kota Malang, Studi

Tentang Respons Mustahik Kota Malang Terhadap Zakat Kredit

Perspektif Behaviorisme, meneliti tentang respons mustahik zakat di kota

Malang terhadap zakat produktif yang berupa modal bergulir, dan

menemukan beberapa varian respons mereka tehadap zakat zakat produktif

berupa kredit bergulir tersebut.38

8. Saifuddin Zuhri dalam tesisnya yang berjudul Konsep al-Qur’an Tentang

Kesejahteraan Masyarakat Melalui Zakat Infak Dan Shodaqoh dan

Implementasinya pada BAZIS dan Konsepsi Baytul Mal Mu’amanah Di

Desa Salam Kanci Kec. Bandongan Kab. Magelang. menekankan kajiannya

pada penerapan konsep al-Qur’an tentang kesejahteraan masyarakat melalui

pemanfaatan dana zakat di masyarakat desa.39

37 Muhammad Hadi, “Zakat Profesi dan Implementasinya bagi Pegawai Negeri Sipil di Tulungagung Jawa Timur‛ (Disertasi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009, viii.

38Fakhruddin, “Zakat Produktif di Kota Malang, Studi tentang Respons Mustahik kota Malang

terhadap zakat produktif perspektif behaviorisme” (Disertasi IAIN Surabaya, 2012), v.

39

Saifudin Zuhri, “Konsep al-Qur’an Tentang Kesejahteraan Masyarakat Melalui Zakat Infak Dan

Shodaqoh Dan Implementasinya Pada BAZIS Dan Konsepsi Baytul Mal Mu’amanah Di Desa

Salam Kanci Kec. Bandongan Kab. Magelang”(Tesis Filsafat Islam IAIN Sunan Kalijaga

(26)

20

9. Moh. Toriquddin dalam disertasnya yang berjudul Pengelolaan Zakat

Produktif di EL-ZAWA Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Ibrahim Malang Perspektif Maqa>sid al-Shari>‘ah Ibnu ‘Ashu>r.40Dalam

penelitiannya ini ia menyimpulkan di antaranya bahwa pengelolaan dana

zakat di el-Zawa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan cara

diproduktifkan sesuai dengan maqa>s}id al-shari>‘ah Ibnu ‘A>shu>r, dan bahwa alasan pendistribusian secara produktif sesuai dengan maqa>s{id al-shari>‘ah Ibnu ‘A>shu>r walaupun masih ada mustahik nakal dan tokoh masyarakat

yang tidak amanah.

10.Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mah}d}ah dan Sosial. Dalam

kajiannya ini ia menekankan posisi amil sebagai mediator antara muzaki

dan mustahik, BAZIZ mumudahkan muzaki, dan pemerintah harus

bertanggung jawab menegakkan keadilan di segala bidang termasuk

sosial.41

11.Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, dengan

pendekatan normatif dan religius zakat dalam perspektif ekonomi modern,

menemukan bahwa pengelolaan zakat di masyarakat masih rendah dan

prioritas penyalurannya masih terbatas pada fakir miskin.42

Penelitian-penelitian di atas bila diklasifikasikan menurut cakupan

bahasannya maka dapat dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama empat

40

Moh. Toriquddin, Ringkasan Disertasi Pengelolaan Zakat Produktif di EL-ZAWA Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014, v-vi.

41 Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mah}d}ah dan Sosial ,(Jakarta: Raja Grafindo, 1990).

42

(27)

21

kajian yang masing-masing cakupannya sangat luas dan komprehensif,

meskipun dengan spesifikasi dari tiap peneliti. Penelitian Yu>suf al-Qarad}awiy

dengan Fiqh al-Zaka>h-nya merupakan merupakan studi komparatif hukum

zakat dengan pendekatan filosofis al-Qur’an dan Sunnah. A>ya>t Allah al-‘Uz}ma>

H{usayn ‘Aliy al-Muntaz{iriy, dalam karyanya Kita>b al-Zaka>h, menekankan aspek fiqh klasik secara umum dan belum banyak membahas hal-hal yang

bersifat kekinian. Abdullah ibn Mans}u>r al-Ghafi>liy dengan Nawa>zil al-Zaka>h

Dira>sah Fiqhiyyah Ta’si>liyyah Limustajidda>t al-Zaka>h, menekankan kajiannya kepada hal-hal yang kontemporer terkait semua hukum zakat. Fu’a>d Abdullah

al-‘Umar, dalam bukunya Ida>rat Mu’assasat al-Zaka>h fi> al-Mujtama‘a>t al

-Mu‘a>s}irah, Dira>sah Tah}li>liyyah Muqa>rinah Ma‘a Bayt al-Zaka>h fi> Dawlat al-Kuwayt, menekankan kajiannya pada manajemen lembaga zakat di beberapa

negara Islam yang dikomparasikan dengan manajemen zakat di rumah zakat

Kuwait. Kelompok kedua dua kajian umum tentang zakat secara normatif

dalam konteks ekonomi makro Indonesia. Syechul Hadi Permono dengan

Pendayagunaan Zakat disamping Pajak Dalam Rangka Pembangunan

Nasional, dalam kajiannya telah mengaitkan pendayagunaan zakat dengan

pajak yang merupakan pilar pembangunan ekonomi nasional Indonesia. Didin

Hafidhuddin, dengan Zakat Dalam Perekonomian Modern nya, menyoroti

pengelolan zakat secara nasional yang belum optimal dan keterbatasan

pendayagunaan penyalurannya pada fakir miskin. Sedangkan kelompok ketiga

(28)

22

Indonesia. Muhammad Hadi meneliti pelaksanaan zakat profesi di kalangan

pegawai negeri sipil di BAZNAS Daerah Tulungagung atas dasar pemahaman

mereka terhadap kewajiban zakat. Saifuddin Zuhri meneliti implementasi

konsepsi al-Qur’an tentang kesejahteraan masyarakat pada LAZIS dan BMT

Mu’ammanah di Kabupaten Magelang. Fakhruddin dalam disertasinya tentang

zakat produktif, meneliti respons mustahik kota Malang -dalam perspektif

behaviorisme- terhadap zakat produktif berupa modal bergulir bagi mustahik

zakat di kota Malang. Abdurrahman Qadir dalam karyanya Zakat dalam

Dimensi Mah}d}ah dan Sosial, menekankan posisi BAZIS sebagai mediator

antara muzaki dan mustahik, di manaBAZIS mumudahkan muzaki, sedangkan

pemerintah harus bertanggung jawab menegakkan keadialan di segala bidang

termasuk sosial. Moh. Toriquddin dalam disertasinya meneliti pengelolaan

zakat produktif di El-ZAWA UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan

kesesuaiannya dengan maqa>s}id al-shari>‘ah Ibnu ‘A>shu>r.

Penelitian terdahulu tersebut dapat dipetakan sebagai berikut:

Kelompok Cakupan Peneliti dan karyanya

Pertama Umum

komprehensif , dengan pendekatan al-Qur’an

dan Sunnah sebagai dasar

1. Yusuf al-Qarad{awiy: Fiqh al-Zaka<<h.

2. A>ya>t Allah al-‘Uz}ma> H{usain ‘Aliy al -Muntaz{iriy: Kita>b al-Zaka>h.

3. Abdullah ibn Mans}u>r al-Ghafi>liy:

(29)

23

filosofi. Ta’s}i>liyyah Limustajidda>t al-Zaka>h. 4. Fu’a>d Abdullah al-‘Umar: Ida>rat

Mu’assasat al-Zaka>h fi> al-Mujtama‘a>t

al-Mu‘a>s}irah, Dira>sah Tah}li>liyyah Muqa>rinah Ma‘a Bayt al-Zaka>h fi> Dawlat al-Kuwayt.

Kedua Umum

normatif

da-lam konteks

ekonomi

Indonesia.

1. Syechul Hadi Permono:

Pendayaguna-an Zakat Disamping Pajak dalam

Rangka Pembangunan Nasional,

2. Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam

Perekonomian Modern,

Ketiga Zakat

aplikatif

lokal

kedaerahan

terkait BAZ

dan LAZ.

1. Muhammad Hadi: Zakat Profesi dan

Implementasinya Bagi Pegawai Negeri

Sipil di Tulungagung Jawa Timur.

2. Fakhruddin: Zakat Produktif di Kota

Malang, Studi Tentang Respons

Mustahik Kota Malang Terhadap Zakat

Kredit Perspektif Behaviorisme.

3. Saifuddin Zuhri dalam tesisnya yang

berjudul Konsep al-Qur’an Tentang

(30)

24

Zakat Infak Dan Shodaqoh dan

Implementasinya pada BAZIS dan

Konsepsi Baytul Mal Mu’amanah Di

Desa Salam Kanci Kec. Bandongan Kab.

Magelang.

4. Moh. Toriquddin: Pengelolaan Zakat

Produktif di EL-ZAWA Universitas Islam

Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim

Malang Perspektif Maqa>sid al-Shari>‘ah

Ibnu ‘Ashu>r.

5. Abdurrahman Qadir: Zakat dalam

Dimensi Mah}d}ah dan Sosial.

Perlu ditambahkan bahwa penelitian yang secara khusus membahas tentang

kegiatan zakat pada segmen daerah Kabupaten Ponorogo, yang ada selama ini

berbentuk skripsi untuk program studi sarjana strata satu, di salah satu atau dua

lembaga amil zakat yang aktif dan produktif, seperti Lembaga Amil Zakat

Umat Sejahtera dan Lembaga Amil Zakat Baytul Maal Hidayatullah, seperti

skripsi Syamsuri (2007) menekankan penelitiannya pada peranan dalam

manajemen zakat yang dilaksanakan LAZ-Umat Sejahtera; dan Miptahudin

(2012) di lembaga yang sama yang menekankan penelitiannya, pada

(31)

25

Berbeda dari penelitian-penelitian di atas, maka penelitian ini secara spesifik

membahas fenomena ragam model pengelolaan zakat oleh amil zakat di

masyarakat Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini diharapkan mampu

mendiskripsikan tipologi pengelolaan zakat oleh para amil zakat di kabupaten

Ponorogo, kelebihan dan kekurangan masing-masing tipe, kemudian menemukan

formula tipe atau model pengelolaan zakat yang paling efektif dan efisien yang

lebih sesuai untuk dikembangkan dan diimplementasikan khususnya di Ponorogo

atau di tempat lain.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini jenis penelitian kualitatif, dan pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis, grounded researh. Dua

pendekatan ini diambil karena dirasa lebih tepat untuk meneliti fenomena

pengelolaan zakat sebagai perilaku sosial keagamaan. Menurut Robert Bogdan

dan Steven J. Tylor, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati,43 juga merupakan studi tentang fenomena kehidupan

masyarakat.44 Sebelum melakukan penelitian dengan fokus kajian sebagaimana

telah ditentukan di atas, peneliti telah mengobservasi pengelolaan zakat. Peneliti

sudah terlibat dalam kepengurusan Lembaga Amil Zakat Umat Sejahtera

43

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan ( Bandung : Remaja

Rosdakarya,2004) , 3. 44

(32)

26

Ponorogo, duduk sebagai anggota dewan Syari’ah, sehingga peneliti sedikitnya

telah memiliki sejumlah sumber informasi yan dapat dijadikan password atau

referensi awal untuk memasuki proses pengumpulan data tentang masalah yang

dikaji. Mereka di antaranya direktur Lembaga Amil Zakat Umat Sejahtera

Ponorogo dan pengurus lainnya, yang dapat dihubungi dan diwawancarai.

Meskipun demikian, sebagaimana lazimnya penelitian kualitatif, posisi peneliti

adalah sebagai orang yang sedang belajar mengenai masalah pengelolaan zakat,

dan belum semua data di lokasi penelitian telah dikuasai dan diketahui. Maka

peneliti terus berusaha menggali permasalahan dari pihak terkait.

2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data penelitian kualitatif secara umum, ialah tindakan dan perkataan

manusia dalam suatu latar belakang yang bersifat alamiah. Diantara sumber

datanya adalah : bahan pustaka, seperti :buku-buku, dokumen, arsip, koran,

majalah, jurnal ilmiah, laporan tahunan. Foto dan video yang menggambarkan

suasana alamiah juga bisa menjadi sumber data.45 Sumber data dalam

penelitian kualitatif ini ada dua, yaitu sumber data primer dan sumber data

sekunder.

a. Sumber Primer: adalah sumber pokok yang berasal dokumen, catatan, arsip,

laporan, yang diperoleh dari observasi dan wawancara46. Data primer ini

dapat diperoleh dari observasi dan wawancara dengan pengurus lembaga atau

45

U.Maman Kh., et.al., Metodologi Penelitian Agama, Teori Dan Praktek (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada,2007), 80.

46

(33)

27

badan amil zakat, panitia atau tim pengelola zakat, para kiyai, tokoh

masyarakat, dan perorangan yang berkecimpung dalam pengelolaan zakat di

masyarakat Kabupaten Ponorogo; juga kitab-kitab tafsir al-Qur’an atau tafsir

ayat al-ahkam yang membahas zakat dan amil zakat, kitab hadis dan syarhnya

khususnya al- Kutub al-Sittah, dan kitab-kitab Fiqh terutama yang membahas

zakat.

b. Sumber Sekunder: adalah sumber data yang berasal dari beberapa buku terkait

amil zakat atau lembaga, berupa jurnal atau laporan dari

lembaga-lembaga zakat di luar negeri dan dalam negeri, brosur, majalah dan lain

segagainya.

Penelitian ini secara keseluruhan dilakukan dalam kurun waktu antara

tahun 2012 - 2015. Meskipun demikian peneliti tidak setiap saat secara rigid

mendatakan, tetapi secara berkala. Untuk mendapatkan data yang akurat,

maka tehnik atau metode pengumpulan data yang dipakai adalah observasi,

wawancara dan dokumentasi sebagai berikut :

1) Observasi

Observasi adalah pengamatan yang khusus dan pencatatan yang

sistematis ditujukan pada satu atau beberapa fase masalah dalam rangka

penelitian dengan maksud untuk mendapatkan data yang diperlukan

untuk pemecahan persoalan yang dihadapi.

(34)

28

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, dan

dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan, atau merupakan sebuah

percakapan antara dua orang atau lebih, yang pertanyaannya diajukan

oleh penulis kepada subjek atau sekelompok subjek penelitian untuk

dijawab.47

Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara bebas.48

Teknis wawancara ini, pewawancara sudah menyusun inti pokok

pertanyaan yang akan diajukan kepada para informan dari pengurus

lembaga atau badan amil zakat dan individu, dan mereka bebas

mengemukakan pendapatnya. Keuntungannya informasi lebih padat dan

lengkap, sekalipun peneliti harus bekerja keras menganalisisnya, sebab

jawaban mereka bisa bervariasi, sehingga diperlukan ketajaman

analisisnya. Hasil atau jawaban responden tidak bisa ditafsirkan

langsung, tapi perlu analisis dalam bentuk ketegori dimensi-dimensi

jawaban yang dibuat oleh peneliti, sesuai variabel penelitian. Metode

wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang model-model

amil zakat atau pengelola zakat, serta mendalami informasi terkait

dengan aktifitas pelaksanaan kewajiban membayar zakat oleh wajib

zakat, pengelolaan, intensitas dan prestasinya.

47 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian ...186.

48

(35)

29

3). Dokumentasi

Dokumentasi bisa berarti: a. pengumpulan, pemilihan, pengolahan,

dan penyimpanan informasi dl bidang pengetahuan; b. pemberian atau

pengumpulan bukti dan keterangan (spt gambar, foto, guntingan

koran, dan bahan referensi lain).49 Maka yang dimaksud dokumentasi

di sini adalah metode pengumpulan data melalui benda-benda tertulis

seperti buku, majalah, dokumen peraturan-peraturan, notulen rapat,

catatan harian, dan sebagainya yang kesemuanya berkaitan dengan

lembaga amil zakat.

3. Analisis Data

Analisis data adalah upaya mencari dan menata secara sistematis

catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan

pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai

temuan bagi orang lain.50

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber. Langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi

data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi, yaitu usaha membuat

rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga

sehingga tetap berada di dalamya. Langkah selanjutnya adalah

menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian

dikla-sifikasikan pada langkah berikutnya. Tahap akhir dari analisis data ini ialah

49

Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta :Balai Pustaka, 2005), 272.

(36)

30

mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Kemudian dilanjutkan tahap

penafsiran data.51 Dikarenakan penelitian ini kualitatif, dan diawali dengan

konsep-konsep dari penafsiran al-Qur’an dan sunnah, maka analisis datanya

bisa bersifat analisis secara induksi (dimulai dari data-data yang kongkret,

kemudian dihubungkan dengan dalil-dalil umum yang sudah dianggap benar

dan analisis secara deduksi (dimulai dari dalil-dalil umum, postulat atau

paradigma tertentu, kemudian dihubungkan dengan data-data empiris, sebagai

pangkal tolak mengambil kesimpulan, atau menggunakan cara berpikir

reflektif John Dewey.52

4. Keabsahan Data

Untuk mengecek keabsahan data, penulis menggunakan triangulasi, yaitu

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar

itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut.53 Dengan triangulasi peneliti dapat me-recheck temuannya dengan jalan

membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Untuk itu

penulis melakukannya dengan jalan:

a. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan kepada sebanyak mungkin

pengurus lembaga amil zakat, dan sebagian wajib zakat atau orang yang

mempunyai data tentang wajib zakat dan sebagian penerima zakat.

51 Lexy J. Moleong, Metodologi Peneletian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004),

247. 52

Muh. Kasiran, Metodologi Penelitian, Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan

Metodologi penelitian, (Malang : UIN - MALIKI PRESS, 2010), 130. 52

(37)

31

b. Mengeceknya dengan berbagai sumber data.

c. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan dapat

dilakukan. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

triangulasi sumber,yaitu membandingkan dan megecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda. .

Metode ini lebih tepat digunakan dalam membahas seluruh hal ihwal amil

zakat di Ponorogo dalam dalam melaksanakan semua program kerjanya.,

sehingga peneliti mampu menghasilkan pemahaman yang komprehensif dan

akurat sesuai dengan perkembangan pemikiran aktualisasi zakat dan lembaga

amil zakat masakini.

I. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan dapat dilakukan secara sistematis dan terarah, maka

sistematikanya ditempuh sebagai berikut:

Bab kesatu, pendahuluan. Bab ini merupakan bagian awal dari penelitian

sebagai permulaan dalam memahami keseluruhan isi pembashasan, memuat

beberapa sub bab meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka

teoretik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, kajian pustaka untuk membahas zakat dan pengelolaannya dalam

(38)

32

Dalam bab ini diuraikan pengertian zakat dan hikmahnya, dan pengelolaan zakat

yang meliputi pengelola zakat, kriteria pengelola, fungsi dan tugas pengelola

zakat; dan pelembagaan pengelola zakat.

Bab ketiga setting sosial dan ekonomi kabupaten ponorogo. Bab ini

mendeskripsikan Kabupaten Ponorogo dari aspek letak goegrafis, sejarah, seni

budaya, kondisi keagamaan, pendidikan dan perekonomiannya. Selain itu juga

dideskripsikan secara umum peranan pemerintah dan ulama dalam pengelolaan

zakat.

Bab keempat, berisi pengelolaan zakat di Kabupaten Ponorogo. Dalam bab

ini diuraikan estimasi peta potensi zakat di Kabupaten Ponorogo, dan paparan data

dan temuan penelitian dari kegiatan pengelolaan zakat di masyarakat oleh badan

atau lembaga amil zakat, panitia, tim atau unit pengumpul zakat..maupun

perorangan.

Bab kelima analisis model pengelolaan zakat. Dalam bab ini dipaparkanan

analisis dan pembahasan data temuan tentang pengelolaan zakat yang ditemukan

dari lapangan untuk merumuskan teori-teori yang terkandung dalam temuan

lapangan. Analisis data dalam bab ini diarahkan kepada klasifikasi model

pengelolaan zakat; kelebihan dan kekurangan masing-masing model; dan

formulasi model atau tipe yang ideal dalam pengelolaan zakat.

Bab keenam, penutup. Bab penutup ini memuat kesimpulan penelitian,

(39)

33

BAB II

ZAKAT DAN PENGELOLAANNYA

A.Zakat dan Hikmahnya

1. Pengertian Zakat

Untuk memahami arti zakat, perlu dikemukakan terlebih dahulu arti lugha-

wiy-nya. Kata zakat berasal dari akar kata Arab zaka> yang artinya nama>, yang

berarti tumbuh, sehingga kata al-za>ki> berarti al-na>mi> 1, artinya sesuatu yang

tumbuh. Kata zakat atau al-zaka>h secara etimologi menunjuk kepada 5 arti, 1)

kebersihan atau kesucian atau al-t}aha>rah, 2) tambah atau al-ziya>dah, tumbuh atau

al-nama>’ atau al-numuw, 3) baik atau al-s}ala>h}, 4) berkah atau al-barakah, dan 5) pujian atau al-madh>.2

Ibn al-Athi>r menjelaskan bahwa kata al-zaka>h mempunyai kesamaan arti

dengan kata al-t}aha>rah, al-nama>’, al-barakah ,dan al-madh}. Kata-kata itu semua dipakai dalam al-Qur’an dan Hadis3.

Dari kata al-zaka>h yang berarti kesucian atau al-

t}aha>rah,

maka kata

zakka>

berarti

tahhara.

Hal ituitu seperti yang diisyaratkan dalam Surat al-Shams: 9. :

َاكَز ْنَم َحَلْ فَأ ْدَق

1Abu Luis Ma’lu>f, Al-Munjid fi> al-Lughah wa al-A‘la>m (Beirut: Da>r al-Mashriq, 1973), 303. 2Sa’i>d al-Qah{t}a>ny, Al-Zaka>h fi Al-Isla>m Mafhu>m wa Manzilah wa Hikam wa Fawa>’id wa

Ah}ka>m wa Shuru>t} wa Masa>’il fi> D}aw’i al-Kita>b wa al-Sunnah (Al-Qasab: Markaz al-Da’wah wa

al-Irsha>d, 2010 M/1431 H), 5.

3 Ibn al-Athi>r, Al-Niha>yah fi> Ghari>b al-H{adi>th wa al-Athar (Qatar: Wiza>rat Awqa>f wa

(40)

34

Zakka>ha> dalam ayat ini artinya t}ahharaha> atau as}lah}aha>, yang berarti

menyucikannya dan memperbaikinya. Maka arti ayat itu: ”Sungguh beruntung

orang yang menyucikan jiwanya”.4

Arti itu juga terdapat di dalam Surat Al-Nu>r: 21. :

اًدَبَأ ٍدَحَأ ْنِم ْمُكِْم ىَكَز اَم ُُتََْْرَو ْمُكْيَلَع َِا ُلْضَف ََْوَلَو

يِّكَزُ ي ََا نِكَلَو

ْنَم

ُءاَشَي

.

Kalau sekiranya tidak karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.5

Al-zaka>h yang berarti tumbuh atau tambah atau al-ziya>dah, al-nama>’ dan

al-numuw itu seperti dalam kalimat Arab zaka> al-zar’u berati “tanaman itu

tumbuh dan bertambah”.

Al-zaka<h yang berarti kesalehan atau kebaikan atau al-s}ala>h{ adalah seperti

makna yang dipakai dalam Surat Al-Kahf: 81. :

ْنَأ ََْدَرَأَف

َز ُِْم اًرْ يَخ اَمُه بَر اَمََُِدْبُ ي

َك

ًةا

َو َ

رقأ

َب

ُْْر

ا

.

Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka

dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dan anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya.6

Kata zaka>h dalam ayat ini juga berarti s}ala>h}. Khairan minhu zaka>tan

berarti khairan minhu

s}ala>han

atau ‘amalan s}a>lihan. Zaka>h dalam ayat ini juga berartibarakah7dan t}aha>rah.

4

Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, 2012, 596.

5

Ibid., 353. 6

Ibid., 303.

(41)

35

Kata al- zaka>h yang menunjuk arti al-mad}h 8 yang berarti pujian

terkandung dalam Surat al-Najm: 32. :

َزُ ت اف

ْمُكَسُفْ نَأ اْوك

.

Kata fala> tuzakku> anfusakum berarti fala> tamdah}u>ha> wa tansibu>ha> li

al-t}uhri wa al-s}ala>h. Artinya, jangan memuji-muji dirimu; atau jangan

menganggap dirimu suci. Demikian pula dalam Surat al-Nisa>’: 49. :

ْمُهَسُفْ نَأ َنوكَزُ ي َنيِذلا ََِإ َرَ ت َََْأ

..

Kata yuzakku>na anfusahum berarti yamdah}u>n wa yansibu>n anfusahum li

al-s}ala>h, memuji dirinya dan menganggapnya saleh atau baik.

Zakat dalam arti terminologi atau is}t}ila>h}iy shar‘iy didefinisikan dengan

bermacam-macam ungkapan. Di antara definisi zakat ialah:

a. Zakat adalah sejumlah harta yang diwajibkan oleh Allah untuk diberikan

kepada yang berhak menerimanya.9

b. Zakat adalah merupakan sekelompok harta khusus yang wajib dikeluarkan

untuk khusus orang yang memilikinya10

8 Abdussala>m Muhammad Ha>ru>n, Mu‘jam Alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo:al-Hai’ah al-‘a>mmah lishu’u>n al-Mat}a>bi‘ al-Ami>riyah, Majma‘ al-Lughah al-‘arabiyah, al-Ida>rah al-‘a>mmah li al

-Mu‘jama>t wa ih}ya> al-Tura>th}, 1409H/1989M), 528.

9 Yu>suf al-Qarad}a>wiy, Fiqh al-Zaka>h , 37.

10‘Aliy ibn Muh{ammad ibn ‘AliyAl-Jurja>niy, Mu‘jam Ta‘ri<fa>t, Tah}qi>q Muhammad S{iddi>q

(42)

36

c. Zakat ialah mengeluarkan sebagian tertentu dari harta yang tumbuh, jika

telah sampai nisab, untuk segmen-segmen khusus.11

d. Zakat ialah hak yang wajib ditunaikan dalam harta khusus, dengan cara

tertentu, hak itu diperhitungkan wajibnya dengan tahun dan nisab.12

e. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau

badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai

dengan syariat Islam.13Definisi zakat yang disebut terakhir ini berbeda

dengan definisi sebelumnya. Dalam definisi ini disebutkan wajib zakat

atau muzaki yaitu seorang muslim atau badan usaha.

Dari beberapa definisi zakat di atas dapat ditarik benang merah bahwa zakat

itu merupakan peribadatan kepada Allah dengan menunaikan kewajiban khusus

menurut syariat Islam, berupa harta khusus diperuntukkan kepada kelompok

tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula.

2. Dasar Hukum Zakat

Semua definisi zakat di atas juga menunjukkan bahwa zakat itu wajib

hukumnya. Dasar hukum zakat atau al-dali<l ‘ala> mashru>‘iyyat al-zaka>h ditetapkan

dan ditegaskan dalam banyak ayat al-Qur’an, baik ayat-ayat Makkiyah

maupunayat Madaniyah, sehingga hukum zakat itu bukan hanya wajib tetapi

11Muhammad Rawa>s Qal’ah Ji>, Mu’jam lughat al-Fuqaha> (Beirut: Da>r al-Nafa>’is, 1988), 175. 12 Al-Mausu>‘ah al-Fiqhiyyah, mendefinisikan zakat dengan kalimat:

صنلاو لوحلا هبوجو ىف ربتعيو صوصخم هجو ىلع ةصوصخم لاومأ ىف جي قح

13

(43)

37

fard}u

.14Ayat yang men-fard}u-kan zakat antara lain: Surat 73 (al-Muzzammil): 20.

:

ةاَكزلا اوُتآَو َة َاصلا اوُميِقَأَو

.

Dan laksanakan shalat dan tunaikan zakat.15

Surat 9 (al-Tawbah):103.:

ْمُُرِّهَطُت ًةَقَدَص ْمَِِاَوْمَأ ْنِم ْذُخ

ٌعيََِ َُاَو ْمََُ ٌنَكَس َكَت َاَص نِإ ْمِهْيَلَع ِّلَصَو اَِِ ْمِهيِّكَزُ تَو

ميِلَع

.

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan)

ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar, Maha mengetahui.16

Ay

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.1.
Gambar 2. 2
  Gambar 2.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai seluruh peubah kualitas spermatozoa yang diamati meliputi persentase motilitas, spermatozoa hidup, abnormalitas, butiran sitoplasma, TAU, dan MPU pada spermatozoa cauda

Dengan diterapkannya Algoritma K-Nearest Neighbor maka diharapkan Bank Muamalat dapat menerapkan kecerdasan bisnis yakni memprediksi potensi calon kreditur berdasarkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami respon dan pemahaman tukang becak tentang pelatihan Bahasa Inggris yang dilaksanakan Pemkab Banyuwangi dalam menunjang keberhasilan

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah pertama bagaimana pengaruh pendapatan usaha berpengaruh terhadap laba bersih pada perusahaan manufaktur sektor konsumsi yang

Yang dimaksud dengan prakualifikasi massal untuk Pengadaan Barang/Jasa dalam kurun waktu tertentu adalah pelaksanaan prakualifikasi yang dilakukan sekaligus kepada

menjadi kewenangan MK berdasarkan tafsir konstitusi dalam Putusan MK No.072-073/PUU-II/2004 yang memasukkan pilkada sebagai bagian dari rezim pemilu, kemudian putusan

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada kompetensi dasar menganalisis dan membuat surat

Hipotesis nol ketiga dalam penelitian ini berbunyi tidak terdapat perbedaan secara simultan antara kreativitas dan prestasi belajar IPA siswa yang mengikuti