• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi upacara ritual petik laut bagi masyarakat nelayan Desa Blimbing Paciran Lamongan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi upacara ritual petik laut bagi masyarakat nelayan Desa Blimbing Paciran Lamongan."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI UPACARA RITUAL PETIK LAUT BAGI MASYARAKAT NELAYAN DESA BLIMBING PACIRAN LAMONGAN

Skripsi:

Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S-1) dalam Ilmu Perbandingan Agama

Oleh:

EVI KARTIKA ROHMAYANI NIM: E72213051

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Di Indonesia memang sangat beragam suku bangsa dan bahasanya banyak sekali tradisi atau upacara adat, hal itu menjadikan banyak sekali tradisi atau upacara adat yang telah menjadi suatu hal yang mutlak dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat, tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan dari dulu sampai sekarang. Blimbing merupakan Desa yang terkenal dengan masyarakat nelayan karena memang warga di sana yang hampir rata-rata mencari rizki dengan cara melaut, tradisi Ritual Petik Laut juga merupakan sebuah tradisi yang sangat di jaga kelestariannya oleh masyarakat Blimbing karena tradisi tersebut merupakan peninggalan nenek moyang mereka. Tradisi Petik Laut merupakan ritual dimana setiap orang dapat mengekspresikan segala sesuatu yang itu masih berhubungan dengan agama dan budaya, sekaligus menjadi sebuah ajang silaturahmi bagi setiap warganya.Ritual ini tak lepas ubahnya seperti ritual yang menyatukan antara agama dan budaya dalam hamper semua kegiatan ritualnya.Tujuan penlitian ini untuk mengetahui deskripsi tradisi ritual Petik Laut serta makna Petik laut bagi masyarakat Desa Blimbing dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya.Metodologi penelitianini adalah Deskripti fkualitatif, dengan metode pengumpulan data, di lakukan melalui beberapa metode yaitu observasi, wawancara, lalu menggunakan metode analisa data, berguna untuk menjelaskan data-data yang diperoleh dari pengumpulan data tersebut .Hasil dari Penelitian ini adalah bentuk-bentuk Tradisi Upacara Ritual Petik Laut berupa proses Upacara petik Laut yangdiawali dengan pembuatan sesaji yang dilakukan oleh sesepuh desa berupa hasil bumi, sejumlah perhiasan, nasi tumpeng, buah-buahan dan seekor ayam. Sesaji tersebut diletakkan pada sebuah kapal kecil yang sudah dihias

secantik mungkin dan diarak ke pantai, Tradisi ini memiliki nilai-nilai sosiologis

(kemasyarakatan) mengundang atau mengumpulkan satu masyarakat desa menjadi satu

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tradisi menurut artian bahasa adalah sesuatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik, yang menjadi adat kebiasaan atau yang diasimilasikan dengan ritual adat atau agama atau dalam pengertian yang lain, sesuatu yang telah telah di lakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Biasanya tradisi ini berlaku secara turun temurun baik melalui informasi lisan berupa cerita atau informasi tulisan berupa kitab-kitab kuno aau juga yang terdapat pada prasasti-prasasti.

(8)

2

antara dua faham.Kebiasaan-kebiasaan yang ada di Indonesia atau lebih spesifik berbau campuran antara Islam dengan Hindu-Budha1.

Tradisi yang tumbuh pada masyarakat Jawa merupakan peninggalan dari ajaran sebelumnya, seperti pemberian sesajen, sebagai usaha menyenangkan roh yang ada disekitarnya, biasanya berupa makanan, kembang dan sebagainya.Disamping itu selamatan atau tradisi memenuhi hajat sehubungan dengan kejadian yang ingin diperingati, di tebus, didudukkan, misalnya kelahiran kehamilan, pindah rumah, mimpi buruk, bersih desa, khitanan dan lain-lain.2 Tatanan upacara sedikit berbeda sebagian meriah, sebagian yang lainnya ada yang sederhana, tetapi struktur yang mendasari tetap sama senantiasa ada hidangan khas tergantung maksud selamatan, do a, makanan dan sekedar sambutan

Islam sebagai suatu agama dapat diterima, tetapi cara hidup masyarakat tetap tunduk kepada adat yang diwarisi dari generasi ke generasi, sementara sebelum Islam datang ada islamisasi adat, tetapi karena bermacam sebab hasilnya tidak banyak. Dengan menerima Islam sebagai agama, tetapi tanpa menerima pula konsepsi Islam tentang kebudayaan atau tanpa menyelaraskan yang selama ini diamalkan dengan prinsip atau asas kebudayaan Islam, maka perubahan yang terjadi hanyalah perubahan agama dan tidak berlangsung pada perubahan cara berfikir dan cara hidup3.

1Simuh,Islam dan Pergumulan Budaya Jawa,( Jakarta: Teraju,2003),39-40.

2 Clifford Geertz,Abangan,Santri,Priyayi dalam Masyarakat Jawa,(terj) Aswab Mahasi, (Jakarta:Pustaka Jaya,1989),13-15.

(9)

3

Mitos merupakan salah satu contoh folklore lisan.Kedua aspek ini sangat mempengaruhi terjadinya suatu ritual keagamaan.Seperti ketika suatu ritual keagamaan tidak dilaksanakan maka masyarakat merasa tidak tenang karena menganggap mitos dan folklore tidak dilakukan.Hal ini mengakibatkan rasa ketidaknyamanan dalam masyarakat dan rasa ketakutan adanya kemarahan dari Tuhan da Alam. Pelaksanaan ritual dalam suatu masyarakat dilaksanakan pada waktu tertentu sesuai dengan tradisi pelaksanaan setiap tahunnya.4. Adapula tradisi yang dilaksanakan bukan hanya pada tanggal-tanggal tertentu tapi dilaksanakan ketika terjadi fenomena yang mengharuskan tradisi tersebut terlaksana, seperti kemarau panjang, paceklik, dan lain-lain

Seperti tradisi keagamaan yang dilakukan di Desa Blimbing, Kecamatan Paciran, kabupaten Lamongan.Rangkaian acara yang dilakukan ini masih berhubungan dengan tradisi lokal dalam aspek mata pencaharian masyarakat.Mata pencaharian masyarakat Blimbing didominasi oleh nelayan, hal ini dikarenakan merupakan daerah pesisir yang sangat dekat dengan laut, laut yang dimaksud adalah laut jawa.

Upacara adat adalah salah satu tradisi Masyarakat Tradisional yang masih dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat pendukunganya.Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur, juga merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri secara aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti luas.

(10)

4

Hubungan antara Alam dan manusia adalah sebuah keharusan yang tidak dapat di tolak, karena hubungan tersebut memiliki nilai-nilai sakral yang sangat tinggi, hal ini diungkapkan dalam personifikasi mistik kekuatan alam, yakni kepercayaan pada makhluk gaib, kepercayaan pada dewa pencipta, atau dengan mengkonseptualisasikan hubungan antara berbagai kelompok sosial sebagai hubungan antara binatang-binatang, burung-burung, atau kekuatan-kekuatan alam

Upacara adat erat kaitannya dengan ritual-ritual keagamaan atau disebut juga dengan Ritus. Ritus adalah alat manusia religious untuk melakukan perubahan ia juga dikatakan sebagai simbolis agama atau ritual itu merupakan Agama dan tindakan . Ritual keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya, kepercayaan seperti inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai perbuatan atau tindakan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib penguasa alam.Melalui ritual-ritual keagamaan (Religious ceremonies) maupun ritual-ritual adat lainnya yang di rasakan oleh masyarakat sebagai saat-saat genting, yang bisa membawa bahaya gaib, kesengsaraan dan penyakit kepada manusia maupun tanaman5.

Adanya berbagai ritual dan tradisi yang dilakukan telah memperkokoh eksistensi dari agama yang dianut oleh masyarakat karena berbagai tradisi yang berkaitan dengan siklus kehidupan berkembang dan menjadi kuat ketika ia telah mentradisi dan membudaya ditengah kehidupan masyarakat, dimana esensi

(11)

5

ajarannya sudah include dalam tradisi masyarakat karena tidak sekedar pepesan kosong yang tidak memiliki isi dalam sanubari budaya masyarakat.

Tradisi lokal keagamaan yang terjadi di Desa Blimbing merupakan kebudayaan yang menjadi ciri khas desa tersebut.Kebudayaan merupakan milik bersama dan diturunkannya secara turun-temurun dari generasi kegenerasi berikutnya menurut A. Adi Sukadana mengemukakan bahwasanya kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat didukung oleh 3 komponen.Tiga komponen itu adalah komponen material seperti pakaian dan makanan, kedua adalah komponen spiritual yang merupakan kebutuhan rohaniah suatu masyarakat seperti sistem kepercayaan, ketiga, komponen simbolik yaitu benda material yang mengandung unsur spiritual6.

Tradisi ritual yang di lakukan di pantai di desa Blimbing Paciran Lamongan ini merupakan sebuah budaya masyarakat muslim yang telah dilakukan secara turun temurun, oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam. Tradisi Petik Laut ini kemungkinan telah ada sejak lama dan penulis bermaksud untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya terhadap tradisi dan perilaku keagamaan masyarakat tersebut. Oleh sebab itulah maka penulis mencoba mengangkat tema penelitian tentang Tradisi Upacara Ritual Petik Laut bagi masyarakat nelayan muslim di desa Blimbing Paciran Lamongan.

(12)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah diterangkan pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tradisi upacara ritual Petik Laut masyarakat nelayan di Desa Blimbing Kecamatan Paciran?

2. Bagaimana makna dari upacara Petik laut di Desa Blimbing Kecamatan Paciran?

3. Bagaimana dampak sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Desa Blimbing Kecamatan Paciran?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana tradisi ritual Petik Laut masyarakat nelayan di Desa Blimbing Kecamatan Paciran.

2. Untuk mengetahui untuk mengetahui makna dari Petik Laut di desa Blimbing Kecamatan Paciran.

(13)

7

D. Kegunaan Penelitian

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis

Sebagai pengembangan ilmu SAA khususnya MK Islam Budaya lokal, dari segi antropologi dan juga fenomenologi, menambah wacana ilmu dan menghasilkan konsep-konsep baru dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai upacara manganan dan juga mnedapat penjelasan dari masyarakat Jati tentang upacara manganan, dan bagaimana masyarakat Jati melaksanakan upacara tersebut.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah suatu ilmu pengetahuan baru bagi pembaca atau para audien tentang upacara Petik Laut, disamping itu dapat memberi masukan bagi peneliti

E. Penegasan Judul

(14)

8

berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama. Nelayan:orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan.Muslim:orang-orang yang beragama Islam.Desa Blimbing:Salah satu Desa yang berada di Kecamatan Paciran kabupaten Lamongan.

Jadi maksud Studi tentang tradisi upacara ritual petik laut bagi masyarakat nelayan Muslim di desa Blimbing Kecamatan Paciran adalah mengkaji tentang deskripsi dan perilaku keagamaan masyarakat Nelayan Muslim melalui tradisi petik laut sebagai budaya peninggalan nenek moyangdan mengkaji makna dari tradisi Petik Laut bagi Masyarakat Blimbing.

F. Tinjauan Pustaka

Sebagai bahan pertimbangan serta perbandingan, penulis akan memaparkan beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan penulis teliti. Hal ini digunakan sebagai bahan rujukan bagi penulis untuk melengkapi tulisan. Disini ada beberapa tulisan yang menurut penulis ada kaitannya dengan apa yang ditulis oleh penulis:

(15)

9

Kedua penelitian ini di lakukan oleh Abdul Gafurur Rohim, yang berjudul Tradisi Petik Laut Dan Pengaruhnya Terhadap Keberagaman Masyarakat Nelayan Desa Pagerkulon Kecamatan Puger Kabupaten Jember . Dalam penelitian ini di jelaskan bahwa di Jember tepatnya di daerah sepanjang pantai Pancer, Pugerkulon puluhan tahun yang lalu, dengan tradisi petik lautnya tentu saja adalah masyarakat pesisir yang hidup sebagaimana di ungkapkan bahwa Masyarakat Pesisir Pugerkulon hidup dengan berbagai penghayatan tradisi dan kebudayaan yang sinergis dengan keberagaman yang ada. Ini bisa dicontohkan misalnya dengan meriahnya tradisi upacara pantai, yang berbagai pengamatan memiliki hubungan begitu harmonis dengan agama, telihat betapa sejak lama perayaan tradisi laut dan praktik keberagaman meiliki hubungan yang begitu erat dengan lingkungan dan aktivitas kebaharian sangat kental.Maka fokus penelitian ini adalah menganalisis suatu tradisi yang mempengaruhi struktur pengetahuan atau kesadaran keagamaan masyarakat nelayan Pugerkulon serta bagaimana mereka mengkonstruksi pengetahuan keagamaannya terhadap dimensi sosial dan ekonomi.

(16)

10

Penelitian yang keempat ini dilakukan oleh Luluk Maftuhatur Rohma, yang berjudul Studi Tentang Upacara Nyadran Masyarakat Nelayan Di Desa Bluru Kidul Kecamatan sidoarjo . Dalam penelitiannya beliau memaparkan bahwa upacara Nyadran di masyarakat nelayan setempat dan bahkan dari berbagai daerah dan keyakinan masyarakat Bluru Kidul terhadap Upacara Nyadran menganggap sebagai prosesi upacara nyadran yang keramat dalam menambah keyakinannya bahwa Masyarakat Bluru Kidul meyakini bahwa Upacara Nyadran ke laut dan ke makam Dwi Sekardadu (istri Syekh Maulana Ishaq) dianggap dekat dengan Allah dan Nyadran ketempatnya, dapat memberikan berkah. Maka peneliti lebih fokus terhadap pengaruh upacara nyadran bagi masyarakat nelayan di Desa Bluru Kidul Sidoarjo.

Penelitian yang selanjutnya dilakukan oleh Risnowati Martin yang berjudul Ritual Petik Laut pada masyarakat Nelayan Sendang Biru Malang . Beliau memaparkan Ritual Petik Laut yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Sendang Biru dari aspek Budaya bahari yang terfokus pada beberapa elemen yang mendasarinya, yaitu religi, mata pencaharian, pengetahuan dan tekhnologi.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini lebih menonjolkan pada deskripsi tentang proses ritual petik laut di Di Desa Blimbing Kecamatan Paciran juga untuk mengetahui makna dari petik laut bagi masyarakat nelayan Blimbing.karena belum ada yang meneliti di daerah tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian untuk memenuhi tugas akhir di perguruan tinggi.

(17)

11

Dalam melakukan suatu penelitian, untuk mencapai suatu kebenaran ilmiah harus menggunakan metode penelitian.Hal ini bertujuan untuk memperoleh data yang valid dan mempermudah penulis dalam penelitian ini. Adapun data yang diperoleh dalam penelitian dengan cara:

1. Jenis Penelitian

jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. penelitian kualitatif ini adalah proses dimana penilitian dan pemahaman yang didasarkan pada aspek metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial yang saat ini ada pada permukaan masyarakat.Alasan penulis memilih metode jenis ini adalah subjek yang diteliti ini terjadi pada fenomena lingkungan sekitar dan juga penelitian yang merupakan hasil dari keyakinan masyarakat pada suatu tradisi.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan untuk penelitian ini sebagai berikut: a. Data Primer

Data ini merupakan hasil penulis saat terjun ke lapangan, yang berupa keterangan yang berasal dari pihak-pihak yang terkait dengan masalah ini. Maka disini penulis perlu membatasi permasalahan yang akan dibahas dengan fokus permasalahan pokok saja. Mengingat segala informasi yang akan diperoleh dari lapangan. Diantaranya subyek yang diteliti adalah masyarakat yang melakukan tradisi petik laut.. Dalam mendapatkan informasi tentunya diperlukan pengamatan tentang proses tradisi petik laut, Hal ini perlu agar tidak melebar dari pembahasan. Serta dapat mendeskripsikan suatu gejala, fenomena yang terjadi sekarang ini.

(18)

12

Data yang diperoleh ini bersumber dari data yang sifatnya sebagai pendukung data primer.Bentuk data skunder ini juga bisa seperti dokumen penelitian yang sebelumnya. Pengumpulan data ini merupakan proses pengumpulan dokumen (bahan-bahan tertulis) sebagai dasar penelitian.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode ini sesuai dengan jenis penilitian dan sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data digunakan penulis sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi ini merupakan suatu teknik pengumpulan data yang mana penulis melakukan pengamatan dilakukan secara sengaja mencatat, merekam dan mengamati semua yang terjadi pada saat menyelediki fenomena tersebut.7. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik observasi untuk mengadakan penelitian secara langsung tentang bagaimana proses tradisi Petik Laut di Desa Blimbing Kecamatan Paciran Penulis terjun ke lapangan langsung untuk mencari data selengkap mungkin.

b. Wawancara

metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan tanya jawab secara langsung8. Metode ini di pakai untuk mengumpulkan data tentang bagaimana proses Petik laut yang diambil dari para tokoh agama, seespuh atau tokoh masyarakat Desa Blimbing Kecamatan Paciran.

c. Dokumentasi

(19)

13

Selain menggunakan metode wawancara dan observasi, akan tetapi penulis juga menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi merupakan suatu kejadian yang datang hanya sekali, bisa ditulis, dicetak, surat, buku harian dan lainnya. Adapun dokumentasi ini menggunakan kamera, video dan suara dalam memperoleh hasil dari wawancara.Bentuk dokumentasi ini berkaitan dengan mencari data dari dokumen yang ada hubungannya dengan tradisi petik laut di Desa Blimbing Kecamatan Paciran.

4. Pengolahan Data

a. Editing, yaitu meneliti kembali catatan-catatan dari hasil pengumpulan data untuk mengetahui apakah data-data tersebut sudah siap untuk keperluan proses selanjutnya.9

b. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden menurut macam-macamnya yaitu dengan jalan memberi tanda-tanda atau kode-kode pada jawaban tersebut.10

c. Reduksi Data, yaitu data yang didapat di lapangan langsung diketik atau ditulis dengan rapi, terinci serta sistmatis setiap selesai mengumpulkan data. Data-data yang terkumpul semakin bertambah biasanya mencapai ratusan bahkan ribuan lembar. Oleh sebab itu laporan itu harus dianalisis sejak dimulainya penelitian. Laporan-laporan itu perlu di reduksi, yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian kita. Kemudian dicari temanyaa, data-data yang yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan

(20)

14

mempermudah peneliti untuk mencarinya jika sewaktu-waktu diperlukan. Reduksi dapat pula membantu dalam memberikan kode-kode pada aspek tertentu11

H. Sistematika pembahasan

Dalam pembahasan ini, penulis membagi sistematika pembahasan menjadi empat bagian. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman dalam penjelasan, yaitu:

Bab pertama merupakan pendahuluan, yang mana pada bab ini mengawali seluruh bagian dari rangkaian pembahasan yang terdiri dari, latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistemtika pembahasan.

Bab kedua merupakan pembahasan tentang landasan teori dari penelitian ini, yang didalamnya menguraikan secara teoritis tentang deskripsi umum tentang makna Petik Laut , pengaruh agama Islam dalam tradisi Petik Laut, Agama dan Budaya dan teori-teori mengenai tradisi, upacara dan ritual.

Bab ketiga. merupakan pembahasan tentang deskripsi laporan yang meliputi : deskripsi lokasi penelitian, sejarah Petik Laut di Desa Blimbing, perkembangan dan pergeseran tradisi Petik Laut, pelaksanaan upacara Petik Laut, dan analisis deskripsi Petik Laut.

Bab keempat merupakan akhir bab dari penelitian ini. Pada bab ini membahas tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

(21)

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Upacara Petik Laut

1. Makna Upacara Petik Laut

Kepercayaan masyarakat Jawa tentang roh dan kekuatan ghaib telah dimulai sejak zaman pra sejarah.Nenek moyang orang Jawa beranggapan bahwa semua benda yang berada disekitarnya adalah bernyawa , dan semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan ghaib.1Anggapan seperti ini

menyebabkan orang Jawa mengakui dengan adanya roh paling berkuasa melebihi kekuatan diri manusia.

Yang di maksud dengan Petik Laut dapat di jelaskan menurut arti harfiah sebagai berikut petik berarti ambil pungut atau peroleh. Petik Laut berarti memetik, mengambil, memungut atau memperoleh hasil laut berupa ikan yang mampu menghidupi nelayan.Jadi Petik Laut adalah sebuah upacara adat atau ritual sebagai rasa syukur kepada Tuhan, dan untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan yang dilakukan oleh para nelayan.Biasanya upacara adat ini dilakukan di pulau Jawa.

Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang khas, hal ini disebabkan kondisi sosial masyarakat antar satu dengan yang lainnya berbeda. Kebudayaan sebagai cara berfikir dan cara merasa menyatakan diri dalam seluruh segi

1 Budiono Herususanto,

(23)

✎6

kehidupan kelompok manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam ruang dan waktu.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat beragam bagi manusia dalam kehidupan masyarakat.Manusia memperlakukan kepuasan material dan spiritual, kebutuhan-kebutuhan tersebut sebagian besar terpenuhi oleh kebudayaan berfungsi bersumber kepada masyarakat itu sendiri.Di samping itu kebudayaan berfungsi untuk menghadapi kesulitan dan kekuatan alam dan lingkungan sekitar.Hal ini dikarenakan kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan yang lainnya berbeda. Kebudayaan sebagai cara berfikir dan cara menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu.2

Hasil pemikiran, ciptaan dan karya manusia merupakan yang berkembang pada masyarakat.Pemikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi.Sejalan dengan adanya penyebaran agama, tradisi yang ada pada masyarakat dipengaruhi oleh ajaran agama yang berkembang.Hal ini terjadi pada masyarakat Jawa yang jika memulai satu pekerjaan senantiasa diawali dengan membaca do a dan mengingat Tuhan Yang Maha Esa, serta meyakini adanya hal-hal yang bersifat ghaib.3

Di Indonesia memang sangat beragam suku bangsa dan bahasanya banyak sekali tradisi atau upacara adat, hal itu menjadikan banyak sekali tradisi atau upacara adat yang telah menjadi suatu hal yang mutlak dilakukan oleh suatu

2Sidi Gazalba

✏✑sl✒✓✔ ✒✕✖✗r✘ ✙ ✒✚ ✒✕✛ ✜s✢ ✒l ✣✘✔✒✤ ✒ ( Jakarta: Pustaka Al Husna, 1983), 43

3Koentjaraningrat,

(24)

17

kelompok masyarakat, bahwasanya sejak dulu telah ada upacara adat yang di namakan Petik Laut , telah bisa diketahui dari namanya, bahwasanya bahwa tradisi ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kelautan atau nelayan. Mengingat di daerah Pantura merupakan daerah pesisir yang pendudukanya didominasi oleh para nelayan.Masyarakat menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan karunianya.4

Upacara tradisional pada hakikatnya dilakukan untuk menghormati memuja, mensyukuri dan meminta keselamatan pada leluhurnya dan Tuhannya.Pemujaan dan penghormatan kepada leluhur bermula dari rasa takut, segan dan hormat kepada leluhurnya.Perasaan ini timbul karena masyarakat mempercayai adanya suatu yang luar biasa yang berada diluar kekuasaan dan kemampuan manusia yang tidak tampak oleh mata.

Penyelenggaraan upacara adat dan segala aktivitas yang menyertainya ini dapat dianggap sebagai penghormatan terhadap roh leluhur dan rasa syukur terhadap tuhan, disamping itu juga sebagai rasa syukur terhadap Tuhan, sarana sosialisasi dan pengukuhan nilai-nilai budaya yang sudah ada dan berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.5Masyarakat khususnya orang Jawa mempunyai

kepercayaan bahwa suatu peristiwa alam berkaitan dengan alam semesta, lingkungan sosial dan spiritual manusia.

Upacara yang dilakukan oleh masyarakat, merupakan upacara religi yang di laksanakan oleh semua masyarakat, yang didasarkan pada adat keebiasaan atau

4Rahman Fauzi,

★✩✪✫ ✩✬✭ ✪rt ★✩t✬✮ ✯✭ ✰t✱ ✲✳t✴✵// zakir Wordpress.com /2008/03/16 / pengertian Petik Laut(jum at, 12 Mei 2017, 20.30)

5Sidi Ghazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu( Jakarta: Pustaka Antara, 1986) ,

(25)

18

suatu kepercayaan yang menandai kesakralan dan kenikmatan peristiwa tersebut.6

Menurut Koentjaraningrat mengatakan bahwa setiap upacara religi selalu memuat komponen-komponen yang dianggap penting, yaitu: ✶✷rt✸ ✹✸ ✺ Emosi Keagamaan

✻✷✼ ✽✸, Sistem Keyakinan ✾✿❀✸, Sistem Ritus dan Upacara ✻✷✷m✶✸❁ , Peralatan Ritus dan Upacara, dan✻✷l✿✸m , Umat agama.

7

Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya.Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara.Melalui upacara, kita dapat melacak tentang asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda kejadian alam, dan lain-lain.

Menurut kamus, kata upacara memiliki tiga arti pertama, tanda-tanda kebesaran, kedua, peralatan (menurut adat istiadat) rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu menurut adat atau agama. Ketiga, perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting.Dalam bahasa Inggris, upacara dapat di padankan dengan

❂✷ ❃✷mony , yang berarti ❃✿t✽✸ ❄ for formal occasion.

8 Istilah ritual ini berasal dari

kata ritus yang secara kamus diartikan sebagai tata cara dalam upacara keagamaan. Istilah ini bahkan seringkali digunakan sebagai sinonim bagi kata upacara.

Ritual adalah segala hal yang berhubungan dan disangkut pautkan dengan upacara keagamaan.Adanya ritual merupakan salah satu dari budaya

6Hasan Sadily, Ensiklopedia Indonesia(Jakarta: Ikhtiar Baru, 1992) , 379 7Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi(Jakarta: UI Pres, 1980), 65

8 M. Safrinal Lubis, dkk, Jagat Upacara: Indonesia dalam Dialektika yang Sakral dan

(26)

19

masyarakat yang penuh dengan simbol-simbol.9Sebagai makhluk yang berbudaya,

segala tindakan-tindakan manusia baik tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan maupun religinya selalu diwarnai dengan simbolisme yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan atau mengikuti pola-pola yang mendasarkan diri kepada simbol-simbol.Simbolisme selain menonjol peranannya dalam hal religi juga menonjol perananya dalam hal tradisi atau adat istiadat.Dalam hal ini simbolisme dapat dilihat dalam upacara-upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat yang merupakan warisan turun temurun dari generasi yang tua ke generasi berikutnya yang lebih muda.10

Tradisi atau adat adalah bagian dari kebudayaan yang masih eksis dilakukan. Tradisi menurut kamus bahasa Indonesia merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan dari dulu sampai sekarang.11Setiap individu atau kelompok

mempunyai tradisi yang berbeda.Hal ini didasarkan pada karakter masing-masing individu atau kelompok yang berbeda pula.Tradisi ada kalanya terbentuk oleh lingkungan dimana dia berada dan tradisi yang sudah ada sejak dahulu kala, kemudian diteruskan karena hal tersebut merupakan peninggalan nenek moyang mereka.12

9 Bustanuddin Agus

❅ ❆❇ ❈❉ ❈ ❊ ❈❋ ❈❉ ●❍■❏ ❑▲ ▼ ❈◆ ❖ ❈ ◆▲❏❈❅s P▲ ❈◗u ❘ ❍◆❇❈◆◗ ❈r ❆❙❇❏ntropol ❆❇❈❉❈(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) , 96.

10Budiono Herususanto

❅ P ❏❚❙❋❏m sm❍ ❊❈ ❋❈❉ ❯❑❈❱❈u ❲❈❳❈ (Yogyakarta: PT. Hanindita, 1983 ) , 29-30.

11Pius Artanto dkk,

●❈❉us lm❏❈■❘ opul❈❩ ( Surabaya: penerbit Arkola, 1994), 756.

12Ahmad Amin,

(27)

20

Ritual di bedakan menjadi empat bentuk yaitu13:

1. Ritual magi, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja dengan daya-daya mistis.

2. Tindakan religious, kultus para leluhur juga bekerja dengan cara ini. 3. Ritual konstitutif yang menggunakan atau mengubah hubungan sosial

dengan merujuk pada pengertian-pngertian mistis, dengan cara ini ritual-ritual kehidupan mejadi sangat khas.

4. Ritual faktitutif yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok.14Ritual ini berbeda dengan ritual

konstitutif, karena tujuannya lebih dari sekedar pengungkapan atau prubahan hubungan sosial, tidak saja mewujudkan kurban untuk para leluhur dan pelaksanaan magi, namun juga pelaksanaan tindakan yang diwajibkan oleh para anggota Jemaah dalam konteks peranan sekuler mereka.

Agama Islam mngajarkan agar para pemeluknya melakukan ajaran-ajaran ritualistik tertentu.Yang dimaksud dengan kegiatan ritualistik disini adalah meliputi berbagai bentuk ibadah sebagaimana yang tersimpul dalam Rukun Islam, yakni Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat, Haji.15

Peranan dari upacara (❫❴t❵ ❛❜) menurut Geertz, adalah untuk mempersatukan dua sistem yang parallel dan berbeda tingkat hierarkinya ini

13Max Gluckman, Essay On The Ritual of Social Relations( Manchester, 1966),23-24. 14Nur SyamIslam Pesisir(Yogyakarta: LKIS, 2005) ,19.

15H. M Dorori Amin, Islam Dan Kebudayaan Jawa( Yogyakarta: Gama Media, 2000),

(28)

21

dengan menempatkannya pada hubungan-hubungan formatif dan reflektif antara yang satu dengan yang lainnya dalam suatu cara sebagaimana masing-masing itu dihubungkan dengan asal mula simboliknya dan asal mula ekspresinya. Bentuk-bentuk kesenian dan begitu juga dengan upacara, adalah sama keadaannya dengan perwujudan-perwujudan simbolik lainnya, yaitu mendorong menghasilkan secara berulang dan terus menerus mengenai hal-hal yang amat subyektif dan secara buatan dan polesan dipamerkan.16

Dalam setiap ritual terdapat beberapa macam larangan. Pantangan dan aturan-aturan tabu yang harus ditaati pada saat melakukan ritual. Larangan, pantangan dan aturan-aturan tabu ini berhubungan dengan sifat keramat dari suatu tempat benda dan alat-alat ritual serta pemimpin ritual.Peralatan dan perlengkapan ritual serta ritual itu sendiri merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan.Peralatan dan perlengkapan ritual menjadi salah satu komponen penting dalam ritual.Suatu ritual tidak dapat dilaksanakan bahkan dipandang tidak sah, apabila peralatan dan perlengkapan yang menyertai ritual belum tersedia.Secara umum, benda-benda peralatan dan perlengkapan yang dipakai memiliki makna tersendiri bila dipergunakan dalam suatu ritual.17

2. Pengaruh Agama Islam Dalam Tradisi Petik Laut

Dahulu memang tradisi Petik Laut ini berupa larung sesaji yang dihanyutkan, karena masyarakat terdahulu masih percaya dengan kekuatan animisme dan dinamisme yang merupakan bagian dari tradisi lokal yang dianggap dekat dengan dengan kesyirikan, kemudian munculah berbagai pengaruh agama

16Clifford Geertz,

❝❞ ❡❢ntrpr❡❣tton Of Culture ( New York: Basic, 1973) , 451.

(29)

22

Islam dalam ritual, dan akhirnya tradisi petik laut saat ini telah menghilangkan larung sesaji atau menghanyutkan sesajian ditengah laut.18 Menggunakan kapal

berukuran kecil yang didalamnya terdapat berbagai macam buah-buahan, tumpeng dan kepala sapi, namun hal tersebut dianggap syirik oleh agama islam, baik para ulama maupun masyarakat. Sehingga sekarang tradisi ini dikaitkan kental dengan budaya islam, sehingga larung sesaji digantikan dengan kegiatan yang lebih memperlihatkan budaya keislaman didalamnya. Adanya larung sesaji ditengah laut digantikan dengan tumpengan atau tasyakuran dan hiburan seperti pagelaran musik campursari, pertunjukkan wayang, dan lain-lain. Dan cara tersebut diselenggarakan semalam suntuk. Selain acara-acara yang disebutkan diatas, tradisi petik laut juga dimeriahkan dengan arak-arakan perahu nelayan ditengah laut.Dan warga sangat antusias dengan tradisi yang diadakan setahun sekali ini, ratusan penduduk sekitar memadati sekitar tempat acara digelar.

Upacara adat ini diselenggarakan setahun sekali atau pada saat berakhirnya musim angin kencang atau yang disebut oleh masyarakat sekitar dengan sebutan musim baratan.Dimana saat musim baratan tersebut berlangsung jarang sekali atau bahkan tidak ada nelayan yang bekerja dilaut, dikarenakan pada musim ini terjadi angin yang sangat kencang, sehingga nelayan tidak berani melaut. Pada saat musim baratan berlangsung ikan-ikan yang ada dilaut berkembang biak dengan baik karena tidak ada nelayan yang menjaring ikan dilaut, sehingga ikan selama masa itu telah berkembang biak dan setelah musim

18Umar Kayam,

(30)

23

baratan berakhir digelarlah upacara Petik Laut yang berarti memulai memetik hasil laut yang sangat melimpah.

Dengan diadakannya upacara petik laut sekelompok masyarakat yang hidupnya mengandalkan hasil laut bersuka cita, karena telah beberapa waktu masyarakat nelayan telah berhenti melaut untuk sementara waktu, dan dengan digelarnya upacara tersebut menandakan bahwa laut yang telah mejadi sumber kehidupannya akankembalimemberikan limpahan rizki yang tentunya datang dari Allah SWT. Upacara adat ini juga meiliki tujuan yang sebenarnya tidak begitu diprioritaskan tujuan itu adalah dengan maksud adanya kerukunan dan hubungan sosial yang baik antar masyarkat nelayan.

B. Agama Dan Budaya

Menurut Clifford Geertz , Dalam pendekatan ini, Geertz terfokus pada unsur-unsur yang terdapat dalam budaya. Aspek atau unsur terpenting dalam budaya adalah agama.Menurut Geertz, agama merupakan ✈ ✇①②trn for behaviour atau pola tindakan. Agama disini dianggap sebagai bagian dari sistem kebudayaan yang membekali manusia atau sebagai dasar manusia dalam melahirkan tindakan dan perilaku kesehariannya.Pola bagi tindakan terkait dengan sistem nilai atau sistem evaluatif.Dan pola dari tindakan itu terletak pada sistem simbol yang memungkinkan pemaknaan dilakukan.19

Aspek-aspek teoritis pendekatan interpretatif terhadap agama, dijelaskan Geertz pada salah satu esai yang dimuatnya kembali dalamThe Interpretation Of

(31)

24

ult④⑤ ⑥s ( 1973), yang bertajuk ⑦ ⑥⑧⑨⑧l on ⑩❶ ⑩ ③ult④⑤ ⑩❷ ❸❹stm ( 1966 ). Geertz memulai esai tersebut dengan menyatakan bahwa ia tertarik pada dimensi kebudayaan dalam agama. Menurutnya dalam satu kebudayaan terdapat sistem-sistem budaya yang salah satunya adalah agama, yang akan terlihat ketika Geertz mendefinisikan tentang agama.

Bagi Geertz, agama merupakan bagian dari suatu sistem kebudayaan yang lbih meresap dan menyebar luas, dan bersamaan dengan itu kedudukannya berada dalam suatu hubungan dengan dan untuk menciptakan serta mengembangkan keteraturan kebudayaan; dan bersamaan dengan itu agama juga mencerminkan keteraturan tersebut.20Agama dan budaya memiliki hubungan saling keterkaitan

yakni salah satunya terletak pada sifat-sifat dan asal-usul kepercayaaan keagamaan, hubungan logis dan historis antara mitos, kosmos dan ritus.21 Hal

yang sama juga diungkapkan Frazer, baginya agama adalah sistem kepercayaan yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat kognisi seseorang.

Suparlan menyatakan bahwa pada hakikatnya agama adalah sama dengan kebudayaan, yaitu suatu sistem simbol atau suatu simbol pengetahuan yang menciptakan, menggolong-golongkan, meramu atau merangkaikan dan menggunakan simbol untuk berkomunikasi dan untuk menghadapi

20Ibid

❺90.

21 Nuruddin dkk,

(32)

25

lingkungannya. Namun demikian, ada perbedaannya bahwa simbol agama adalah simbol suci.22

Koentjaraningrat berpendapat bahwa rl➉➊➉➈ merupakan bagian dari kebudayaan. Beliau menyimpulkan bahwa komponen sistem kepercayaan, sistem upacara dan kelompok-kelompok religious yang menganut sistem kepercayaan dan menjalankan upacara-upacara religious, jelas merupakan ciptaan dan hasil akal manusia.Adapun komponen pertama yaitu emosi keagamaan, digetarkan oleh cahaya Tuhan, religi sebagai suatu sistem merupakan bagian dari kebudayaan tetapi cahaya tuhan yang mewarnainya dan membuatnya keramat tentunya bukan bagian dari kebudayaan.23

Prosesi ritual petik laut selalu melibatkan penggunaan simbol-simbol keagamaan, seperti pengajian al-Qur an, zikir, dan do a-do a Islam, dan atau simbol-simbol budaya seperti sesaji dan tari-tarian.Simbol ini memiliki makna dan nilai-nilai dibaliknya.24Baik yang bersifat material maupun non

material.Dalam kajian budaya, simbol diyakini memiliki keterkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang itu bersifat sangat kosmologis.

Keterkaitan kebudayaan dan masyarakat itu tampak lebih jelas dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang cenderung memiliki banyak kesamaan dan interaksi sosial. Kebudayaan cenderung akan senantiasa diikuti oleh masyarakat pendukungnya secara turun-temurun dari generasi ke generasi

22Nur Syam,

➋➌➍sl ➎➏ssr ( Yogyakarta: LKiS, 2005) , 16.

23Koentjaraningrat

➑➎➏➒ ➓➌➒tr ntropol→ ➓➐ ( Jakarta: UI, 1964) , 79.

24Clifford Geertz,

(33)

26

berikutnya.25Meskipun anggota masyarakat datang silih berganti akibat faktor

kematian atau kelahiran.

Manusia senantiasa hidup berinteraksi dengan alam dan lingkungan, hubungan tersebut bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi, interaksi sosial ini merupakan wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas yang di sebut juga sistem sosial 26 yang dalamnya mengikuti pola dan aturan tertentu,

misalnya dalam upacara, ritus dan sebagainya.

Setiap pemujaan memiliki dua sisi ganda: satu negatif, dan yang satu positif.27 Kedua sisi tersebut sama seperti dua sisi mata uang yang saling berkaitan. Dalam pemujaan juga seperti itu, sisi negatif dalam pemujaan dapat mempengaruhi sisi positif dalam pemujaan itu sendiri. Contohnya saja dalam kegiatan ini, jika kita benar-benar meyakininya, maka semua yang kita inginkan dapat terkabul.

Disini, apa yang diteorikan oleh Peter L. Berger bahwa agama dan budaya saling menguatkan, tampaknya memang terlihat nyata. Di satu sisi agama melegitimasi budaya yang ada pada masyarakat tersebut, dan disisi lain budaya memberikan cover kepada agama sehingga agama dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.

Di dalam tradisi Jawa, upacara yang terkait dengan kehidupan di konsepsikan oleh para ahli antropologi sebagai upacara lingkaran hidup yang di konsepsikan oleh orang Jawa sebagai ➛ ➜➝sl ➛ ➞t , yaitu suatu upacara makan

25Soejono Soekamto,

➟➠➡ ➢➤➡t➤ ➥➦lmu ➧➨s➩➨➢➩ol (Jakarta: Gramedia, 1969) , 74.

26Koentjaraningrat,

➫➠➭➯➲➤➳➤➤ ➡➵➤➸➤(Jakarta: Balai Pustaka,1984), 17.

27Emile Durkheim,

(34)

27

bersama makanan yang telah diberi do a sebelum di bagikan.28

l➾➚➪t➾➶ tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi dan erat hubungannya dengan kepercayaan pada unsur-unsur kekuatan sakti maupun makhluk-makhluk halus.➽➹➾➚➪➾ ➶t ditujukan agar tidak ada gangguan apapun di dalam kehidupan manusia.

Mengenai sistem ritus dan upacara religi koentjaraningrat menjelaskan bahwa ritus dan upacara religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya kepada tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang, atau makhluk halus lainnya dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan penghuni alam ghaib lainnya itu.29Ritus atau upacara religi biasanya

berlangsung berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim, atau kadang-kadang saja, tergantung dari isi acaranya, suatu ritus atau upacara religi biasanya terdiri dari kombinasi yang merangkaikan satu, dua atau beberapa tindakan seperti berdo a, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, menari dan menyanyi. Upacara agama belum lengkap kalau tidak dihinggapi atau di jiwai oleh emosi keagamaan, artinya cahaya Tuhan yang membuat suatu upacara itu menjadi aktivitas yang keramat.

Sebagai suatu prosesi ritual, upacara adat dapat di pandang sebagai kehendak untuk memperoleh pengharapan lebih baik dihari mendatang.Prosesi ritual menurut Clifford Geertz dapat di kategorikan sebagai, ➽➹➾➚➪t➾➶➘ Menurut Geertz, sl➾➚➪t➾ ➶ di bagi ke dalam empat kategori: pertama, ➽➹➾➚➪tn yang berkaitan dengan masalah krisis kehidupan, seperti kelahiran, pernikahan, dan

28IbidKoentjaraningrat

➴➷➬➮ ➱✃ ❐❒ ❐❐❮❰ ❐Ï ❐ ➴25.

(35)

28

kematian.30Kedua, sl

ÐÑÒtÐ n yang berkaitan dengan perayaan hari-hari besar Islam, seperti ÓÐÔÕ ÔÖ ×ÐØ Ù, Ú Ö ÔÕ Û ÙÜ ÙÝt Ú Ö ÔÕ Þ ÖßÐÝ dan sebagainya. Ketiga,

àÕÐÑÒtÐ× yang berkaitan dengan integrasi sosial desa, seperti misalnya bersih desa dan keempat, slÐÑÒtÐ× yang bersifat aksidental, yaitu slÐÑÒtÐ× yang terkait dengan peristiwa-peristiwa yang tidak tetap waktunya, tergantung pada kejadian luar biasa yang di alami seseorang, seperti sakit, melakukan perjalanan jauh dan sebagainya.

Menurut Pasudi Suparlan, kebudayaan diperoleh melalui proses belajar dari individu-individu sebagai hasil interaksi antar anggota-anggota kelompok satu sama lain, yang nantinya akan terwujud suatu kebudayaan yag dapat dimiliki bersama. Sistem budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang telah dibangunnya sendiri.31 Bentuk nilai- nilai budaya

tersebut akan berpengaruh bagi kehidupan manusia dalam masyarakatnya.

Suatu sistem nilai budaya sering juga berupa worlÖ view bagi manusia yang menganutnya.Dalam istilah pandangan hidup ini budaya menjadi suatu sistem nilai-nilai yang di anut oleh para individu dan golongan dalam tatanan masyarakat. Koentjaraningrat lebih lanjut membagi kebudayaan dalam tujuh unsur, pertama, sistem religi dan upacara keagamaan, kedua, sistem organisasi sosial, ketiga, sistem pengetahuan, keempat, bahasa, kelima, kesenian, keenam, sistem mata pencaharian hidup, dan ketujuh sistem tekhnologi dan peralatan.32

30 Clifford Geertz, Santri, Abangan, Priyayi dalam Masyarakat Jawa,(Jakarta: Pustaka

Jaya, 1983),125-130.

31 Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif Moralitas Agama,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) ,12.

32Koentjaraningrat,Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: P.T Gramedia,

(36)

29

Salah satu bentuk komunikasi antara manusia dan kekuatan ghain yang mampu mengatur manusia adalah ritual atau upacara.Nur Syam mengutip pendapat Winnick, memahami ritual sebagai salah satu aspek penting dari upacara.Ritual dalam hal ini adalah tindakan yang selalu melibatkan agama atau magis, yang di mantabkan melalui tradisi.33

Dalam pengumpulan data ini menggunakan pendekatan Antropologis dan Sosiologis.Pendekatan ini bertujuan untuk mendalami bagaimana masyarakat tersebut meyakini tradisi dan budaya warisan nenek moyang. Ritual keagamaan atau tradisi yang memiliki fungsi dalam kehidupan masyarakat akan bertahan lama dan tidak akan mudah hilang, seperti yang dikatakan dalam aksioma teori fungsional bahwa segala sesuatu yang memiliki fungsi tidak akan mudah lenyap dengan sendirinya, karena sejak dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan memerankan sejumlah fungsi. Fungsi-fungsi sosial yang bertahan tidak lepas dai kebutuhan manusia itu sendiri34.

Clifford Geertz, dalam Pendekatan Interpretatif Terhadap Agama . Dalam pendekatan ini, Geertz terfokus pada unsur-unsur yang terdapat dalam budaya.Aspek terpenting dalam budaya adalah Agama.Dalam kamus antropologi menjelaskan bahwa tradisi merupakan adat istiadat.Adat istiadat adalah komplek konsep serta aturan yang mantab dan integrasi kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial kebudayaan. Artinya tradisi merupakan bagian dari kebudayaan yang tercipta dalam bentuk adat istiadat, tradisi itu sendiri melahirkan beberapa atura dalam

33Nur Syam,

áslâã äåæssær , (Yogyakarta: LKiS, 2005),21.

34Soelaeman,t

(37)

30

adat sehingga menjadi kebiasaan yang harus dipatuhi oleh masyarakat yang berada dalam lingkungan adat, kebiasaan bisa juga dikatakan baik dan bisa juga dikatakan buruk atau menyimpang dari aturan yang sebenarnya tergantung orang-orang yang melakukan kebiasaan tersebut35.

Para ahli ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi dan antropologi telah mencoba untuk mengkaji agama sesuai dengan pendekatannya masing-masing.Kajian-kajian tersebut dilakukan dalam upaya memahami makna dan hakikat agama itu sendiri bagi kehidupan manusia. Pendekatan yang digunakan oleh para ahli antropologi dalam meneliti wacana keagamaan adalah pendekatan kebudayaan, yaitu melihat agama sebagai inti budaya.36 Nilai-nilai keagamaan

tersebut terwujud dalam kehidupan masyarakat, kajian Geertz mengenai agama,abangan, santri, dan priyayi adalah kajian mengenai variasi-variasi keyakinan-keyakinan agama dalam kehidupan masyarakat Jawa sesuai dengan konteks lingkungan hidup dan kebudayaan masing-masing.

Geertz menegaskan bahwa kegiatan budaya manusia merupakan hal-hal yang luar biasa dan sangat khas dan karena itu kita tak akan kemana-mana jika kita mencoba mìíî ìlïð ñï í semua itu menurut cara penjelasan saintis dalam dunia íïòó ôïõ. Apakah kita suka atau tidak, makhluk manusia berbeda dengan atom dan serangga. Manusia hidup di dalam sistem makna yang öompl÷ö ïòìø (ruwet), yang disebut oleh para antropologi dengan ù óø ïúïûùóøïúï . Maka jika kita ingin memahami kegiatan budaya ini, dimana salah satunya yang terpenting

35 Koentjaraningrat, m

ütý þü ÿümý þüt pü ü✁l✁ ✂t m✂ ✄✂ ☎✂✆✂ ✝y , (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003),2.

36Ali,H.M Sayuthi

(38)

31

tentu adalah agama, kita tidak memiliki pilihan kecuali menemukan metode yang sesuai dengannya.Dan metode itu adalah interpretasi37. Melalui simbol , ide,

ritual, dan adat kebiasaan, Geertz menemukan adanya pengaruh agama dalam setiap pojok dan celah kehidupan masyarakat Jawa. Oleh karena itu tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Blimbing merupakan perwujudan dari tingkah laku atau tindakan masyarakat tersebut dalam upayanya untuk mendekatkan diri dengan tuhannya. Karena dalam kamus sosiologi, pengertian Agama ada tiga macam yaitu: 1. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual, 2. Kepercayan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan terendiri, 3. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural38.

Koentjaraningrat menganalisis budaya manusia, yang terdiri dari unsur-unsur universal kebudayaan.✏✑ ✒✑ ✓ t✔✕ ✖ ✗ ✘✙ ✖✑ ✒ult ✙ ✚ ✗versal -nya, unsur-unsur universal itu merupakan isi dari semua kebudayaan di dunia ini, yakni (a) sistem religi dan upacara keagamaan; (b) sistem organisasi dan kemasyarakatan; (c) sistem pengetahuan; (d) sistem bahasa; (e) sistem kesenian; (f) sistem mata pencaharian hidup; (g) sistem tekhnologi serta peralatan.39

Menurut Geertz, agama merupakan pattern for behaviour atau pola tindakan. Agama di sini dianggap sebagai bagian dari sistem kebudayaan yang membekali manusia atau sebagai dasar manusia dalam melahirkan tindakan dan perilaku kesehariannya. Pola bagi tindakan terkait dengan sistem kognitif

37Pals L. DanielsSeven Theories Of Religion(Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001),396. 38Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), 430. 39Budi Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa,(Jakarta: Penerbitan Universitas,

(39)

32

aausistem pengetahuan manusia. Hubungan antara pola bagi pola dari tindakan itu terletak pada sistem simbol yang memungkinkan pemaknaan dilakukan.

Dalam kehidupan masyarakat tradisional, proses agama dan kebudayaan berlangsung harmonis dan tidak mengalami problem-problem yang berarti. Persinggungan itu justru menguntungkan kedua belah pihak, baik bagi kebudayaan maupun bagi agama itu sendiri.Hanya saja pada masyarakat modern, pola hubungan tersebut kerap justru menunjukkan situasi yang kontroversif.40

Masyarakat Jawa, seperti digambarkan✛lfford Geertz dalam bukunyaThe Religion of Java adalah satu masyarakat yang tak bisa dipisahkan dari tradisi menghormati nenek moyang, yang ditunjukkan dengan ritus slametan. Jika orang Jawa dipisahkan dari slametan, maka hilanglah sosok ke-jawa-an mereka.Dan memang tradisi slametan bukan hanya monopoli warga pedalaman Jawa, para nelayan yang hidup di sepanjang pantai Laut Jawa pun juga memiliki tradisi slametannyasendiri.Petik Laut adalah salah satu bentukslametantersebut.

Dalam teori Max Weber mengenai hubungan antara agama dan ekonomi, agama merupakan sistem sosial yang sudah terlembaga dalam setiap masyarakat. Secara mendasar agama menjadi norma yang mengikat dalam keseharian dan menjadi pedoman dari sebagian konsep ideal. Ajaran-ajaran agama yang telah dipahami dapat menjadi pendorong kehidupan individu sebagai acuan dalam

40Adian Husaini, Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme Intelektual,(Surabaya:

(40)

33

berinteraksi kepada Tuhan, sesama manusia maupun alam sekitarnya.Ajaran itu bisa diterapkan dalam mendorong perilaku ekonomi, sosial dan budaya.41

Pandangan Joan Keallionohomoku mengenai kebudayaan, ia merupakan seorang yang ahli dalam bidang tari Tradisional dimana ia berpandapat ✢ ✣n✤✣ ✥s ult✦✧ ✣

★✩✢ ✤ult✦✧ ✣ ✥s ✢✣✩✤ ✣ (tarian adalah budaya dan kebudaya adalah tarian). Untuk mengambarkan sebuah etika menyuguhkan aspek-aspek kehidupan social secara menyeluruh yang berkaitan dengan bagian- bagian yang membentuknya seperti Kosmis, sastra, hiburan, seni rakyat, budi pekerti, doa, kesejahteraan atau etis. Joan juga lebih luas dalam fenomenayakni dengan pola relasi mikro dan makro social yang lebih mengarahkan sebuah tarian.Dimana relasi mikro ini lebih mengarah pada aspek masyarakat atau dalam ruang lingkup yang kecil, seperti dalam keluarga, sedangakan mikro social ini pola sosialnya secara luas salah satunya dalam masyarakat yang bersekla besar dan sifatnya jangka panjang. Erving Goffman berpendapat bahwa t✪ ✣ ✫ ✬ ✤✥★✭ lfe a matter of on which stage we present ourselves ( kehidupan social adalah masalah tahap dimana kita menampilkan diri kita sendiri). 42Tarian dijadikan sebagai symbol keterpaduan

dari subjek-subjek pelaku, seperti makna kesadaran, tindakan, kebiasaan jalan pikiran, perasaan dan sepeangkat norma yang diimaninya.

Menurut Smith, pengertian kebudayaan cenderung berlawanan dengan struktur material, teknologi, dan sosial dalam arti lebih abstrak. Kebudayaan dipandang sebagai yang ideal, spiritual, nonmateri, dan otonom terhadap kekuatan

41Nanat Fatah Nasir,Etos Kerja Wirausahawan Muslim, cet. I (Bnadung: Gunung Jati

Press, 1991), 45-47.

42Mudji Sutrisno, Kebudayaan Sebagai Perilaku,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993),

(41)

34

ekonomi, distribusi kekuasaan atau kebutuhan struktul sosial. Berbagai usaha dibuat agar kebudayaan tetap bebas nilai.Menurut van Peursen, kebudayaan diartikan sebagai perwujudan kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang yang berupaya mengolah dan mengubah alam sehingga membedakan dirinya dengan hewan.43Kebudayaan adalah gejala manusiawi dari kegiatan berpikir

(mitos, ideology, dan ilmu), komunikasi (system masyarakat), kerja (ilmu alam dan teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.

Dialektika agama dan budaya di mata masyarakat muslim secara umum banyak melahirkan penilaian subyektif-pejoratif. Sebagian bersemangat untuk mensterilkan agama dari kemungkinan akulturasi budaya setempat, sementara yang lain sibuk membangun pola dialektika antar keduanya. Keadaan demikian bejalan secara periodik , dari masa ke masa. Terlepas bagaimana keyakinan masing-masing pemahaman yang jelas potret keberagaman yang terjadi semakin menunjukkan suburnya pola akulturasi, bahkan sinkretisasi lintas agama. Indikasi terjadinya proses dialektika antara agama dan budaya itu, dalam Islam terlihat pada fenomena perubahan pemahaman keagamaan dan perilaku keberagaman dari tradisi Islam murni.44

Perubahan perilaku sosial keagamaan diatas, di mata para ilmuwan antropologi dianggap sebagai proses eksternalisasi, objektivasi, maupun internalisasi. Siapa membenuk apa, sebaliknya apa mempengaruhi siapa,

43Ibid,33. 44 Roibin,

(42)

35

bagaimana masyarakat memahami agama hingga bagaimana peran-peran lokal mempengaruhi perilaku sosial keberagamaan mereka. Dengan begitu, mengkaji, meneliti, maupun menelaah secara empirik fenomena tersebut, jauh lebih penting dan punya kontribusi akademis dari pada hanya melakukan penilaian-penilaian normative-teologis semata.

Agama tidak dipotret dari tradisi besarnya (❀ ❁❂❀ ❃ ❄❅❁tton ), yaitu dengan melalui pedoman nasnya saja, melainkan agama akan dipotret dari perilaku dan pengalaman sosial keberagamaannya, yaitu agama yang sudah banyak dipengaruhi oleh tradisi kecil (low t❃ ❄❅ ❁ton ). Ernest Gellner mengatakan bahwa dalam setiap wilayah tradisi besar (❀❁ ❂❀ ❃ ❄❅ ❁tton ) pasti disertai dengan tradisi kecil (low t❃ ❄❅❁❁ton ).Demikian juga M. Arkoun mengatakan bahwa Islam dengan huruf I besar selalu disertai dengan Islam dengan huruf I kecil.

Agama sebagaimana yang dipahami oleh para ilmuwan di atas seakan telah melegalkan agama bersentuhan dengan budaya kearifan lokal setempat, bahkan pola relasi diantara keduanya dipandang sebagai sesuatu keniscayaan adanya. Namun demikian, cara pemahaman keagamaan seperti ini berikut implikasinya dalam masyarakat, tidak berarti selamat dari kanter pedas komunitas muslim yang beraliran berbeda, tidak jarang pola pemahaman seperti ini dianggap sebagai kelompok ❆ ❇m❈❄❉❄❊ Islam, lebih dari itu mereka dianggap telah mempermainkan agama dan tidak layak menyandang Islam sebagai agamanya.45 Padahal Islam secara universal adalah sebagai pedoman yang

mengarahkan dan mengajarkan kehidupan manusia untuk menyadari dan

(43)

36

mengakui akan siapa yang menciptakan dirinya, dan untuk apa dirinya diciptakan. Sementara klaim-klaim kebenaran di antara mereka untuk saling mengakui sebagai yang paling lurus, suci, dan tunduk kepada penciptanya selalu saja terjadi diantara mereka.

Tylor lebih menegaskan bahwa agama manapun pada hakikatnya selalu mengajarkan kepercayaan terhadap spirit, dengan kata lain mengajarkan kepercayaan terhadap pemberi inspirasi dalam kehidupan, baik melalui agama formal maupun non formal. Agama dengan seperangkat tata aturan ajarannya, adalah hasil konstruk penciptanya, sementara mitos adalah hasil konstruksi kognisi manusia.46Jika melalui agama formal, maka seseorang harus meyakini

konsepsi-konsepsi, kiasan-kiasan ajaran teks keagamaan masing-masing.Sementara jika melalui agama non formal maka seseorang di konstruk untuk meyakini hasil imajinasi kognisi seseorang yang terkonsepsikan secara sistematis, filosofis, yang memiliki makna dalam realitas, yang disebut dengan mitos.Berangkat dari pemikiran subjektif diatas , beberapa antropolog muslim maupun non muslim akan memahami bagaimana keterkaitan diantara keduanya. Mungkinkah manusia sebagai representasi pembawa misi agama memisahkan dirinya dengan ajaran-ajaran budaya lokal yang bernuansa mistis Edward B.47

Tylor dalam karyanya yang brjudul❋●❍❍mtve Culture mengatakan bahwa kognisi manusia dipenuhi dengan mentalitas agama, terbukti bahwa tema-tema kajian yang menjadi bahan perbincangan diantara mereka ketika itu adalah sifat

46Ibid,36.

47Roibin, Relasi Agama Dan Budaya Masyarakat Kontemporer, (Jakarta: Raja

(44)

37

dan asal-usul kepercayaan keagamaan, hubungan logis dan historis antara mitos, kosmos dan ritus. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Frazer, baginya agama adalah sistem kepercayaan, yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat kognisi sekarang.48

Agama yang ada di masyarakat itu ada kalanya tampil dengan ekspresi yang sangat unik dan varian. Keunikan itu teutama ketika mereka menganggap dan meyakini bahwa alam itu sebagai subyek, yaitu memiliki kekuatan , petuah, pengaruh dan sakral. Keyakinan ini pada gilirannya memanifestasi menjadi praktik mitos yang sangat subur dikalangan mereka.Sementara itu agama teks senantiasa mengembalikan secara autentik keyakinan mereka kepada hal yang lebih abstrak yaitu doktrin Allah berupa wahyu.49

Keragaman ekspresi keberagamaan, baik yang muncul dari komunitas masyarakat Muslim kejawen itu sendiri maupun dari subjektifitas penilaian keagamaan yang datang dari luar komunitasnya, pada hakikatnya menunjukkan adanya perbedaan cara pandang tentang tarik menarik pola relasi agama dan budaya di maksud. Melalui cara ini sebagian diantara mereka optimis bahwa Islam akan lebih berkembang secara efektif. Sementara yang lainnya justru sebaliknya, Islam akan terkontaminasi dengan keruhnya budaya luar, dan secara perlahan akan menggeser keaslian Islam itu sendiri.Agama yang ada di masyarakat itu ada kalanya tampil dengan ekspresi yang sangat unik dan varian. Keunikan itu teutama ketika mereka menganggap dan meyakini bahwa alam itu

48

■ ❏❑ ▲▼

49

(45)

38

sebagai subyek, yaitu memiliki kekuatan , petuah, pengaruh dan sakral. Keyakinan ini pada gilirannya memanifestasi menjadi praktik mitos yang sangat subur dikalangan mereka.Sementara itu agama teks senantiasa mengembalikan secara autentik keyakinan mereka kepada hal yang lebih abstrak yaitu doktrin Allah berupa wahyu.

Geertz melihat simbol sebagai dasar yang di gunakan dalam apa yang disebut konsepsi, konsepsi itu yang menjadi arti dari simbol, konsepsi itu merupakan ide, sikap, penilaian, formulasi dari dan abstraksi dari pikiran dan pengalaman dituangkan dalam representasi konkrit (simbol). Pola budaya (sistem-sistem simbol) memiliki sifat yaitu bahwa ia merupakan sumber informasi yang eksternal. Ia berada diluar organisme dan dapat memberikan konsepsi-konsepsi yang bisa didefenisikan secara internal. Manusia membutuhkan konsepsi-konsepsi yang masuk internal ini melalui simbol eksternal. Tanpanya, manusia bagaikan barang-barang yang tidak mampu membuat dam, kadang, bentuk pola budaya dianggap sebagai sebuah model-model sendiri memiliki dua arti yaitu dari dan untuk dalam arti dari berarti memanipulasi struktur simbol sesuai dengan konsepsi internal mengenai simbol.50Misalnya pengembangan ide mengenai

ideologi politik tertentu di manifestasikan dalam bentuk bendera, sementara dalam arti untuk , konsepsi internal dimanipulasikan dalam hubungannya dengan simbol.Misalnya bentuk bendera yang terletak diseragam prajurit membangun konsepsi kita bahwa ideologi politik tertentu berkuasa atas militer.

50Daniel L. Pals, ).

(46)

39

Agama membentuk perasaan dan motivasi yang kuat dan bertahan dalam manusia.Simbol-simbol agama mampu mengekspresikan iklim dunia dan membentuknya.Simbol-simbol itu membentuknya dengan menginternalisasikan disposisi-disposisi kepada penyembah yang memberikan karakter terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kualitas dari pengalamannya.Disposisi ini sendiri sebenarnya merupakan pola dari aktivitas atau kejadian, bukan hanya sekedar satu kejadian atau aktivitas tertentu.Disposisi-disposisi tersebut terbagi menjadi dua, yaitu perasaan dan motivasi.51Motivasi merupakan kecenderungan dimana

terdapat kemampuan untuk melakukan tindakan tertentu atau berperasaan (feeling) tertentu. Orang muslim temotivasi untuk tidak memakan daging babi, sementara orang hindu termotivasi untuk tidak memakan daging sapi, perasaan akan dirasakan oleh penyembah saat misalnya, ketika orang hindu memakan daging sapi, terdapat perasaan untuk muak dan perasaan tidak menyenangkan. Atau misalnya ketika umat kristiani pergi ke Bethlehem dan umat Islam pergi ke Makkah akan timbul perasaan tenteram.52Perasaan ini dapat kemudian

berganti-ganti menjadi perasaan lainnya.Motivasi memiliki arah, sementara perasaan tidak.Motivasi bertahan sementara perasaan berlangsung begitu saj, motivasi bermakna karena memberikan tujuan, sementara perasaan bermakna karena kondisi yang menyebabkan terjadi.

Realita Sosial merupakan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi di tengah masyarakat.Istilah ini digunakan untuk menunjukkan suatu gejala tidak biasa di tengah masyarakat hal ini lahir dari perilaku manusia dalam kehidupan

(47)

40

sosialnya dan membentuk suatu gejala-gejala sosial menjadi sebuah fakta atau kondisi tertentu. Pada hakekatnya, manusia diciptakan Tuhan saling berpasang-pasangan dalam hal ini, menunjukkan bahwa manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa orang lain, bangsa kita pun sangat menjunjung makna kebersamaan/ gotong royong dalam bermasyarakat.53

Emile Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang di bedakan.Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang.Bagian tersebut saling interpendensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem.54 Durkheim menyimpulkan bahwa

P ◗❘ ❙❘

❚❯ ❚❱ ❲◗◗❱ ❳ ❲❨❘ ❘❩❘❬❘❳ ❘❚❘❬❘❳m ❚❭ ❚ ❪❘❬ dan Durkheim juga meyakini bahwa ❘◗❘❙❘ ❘❩❘❬❘❳ ❳❘❬ ❫❘❬ ❪❲◗ ❫❴❪mtf dari segala fenomena sosial. Semua manifestasi lain dalam aktivitas kolektif berasal dari agama dan melalui berbagai transformasi secara berturut-turut antara lain menyangkut hukum, moral, seni, bentuk politik. Bahkan ikatan keluarga merupakan salah satu ikatan yang bersifat religious.Durkheim merasa bahwa agama dan masyarakat saling ketergantungan. Bukunya yang berjudul The Elementary Form Of Religious Life memberi suatu analisa terperinci megenai kepercayaan-kepercayaan dan ritual-ritual agama, organisasi sosial dalam suku-suku bangsa ini didasarkan sebagai satuan sosial yang primer. Agama merupakan salah satu kekuatan untuk menciptakan

53Riyadi soeprapto, Interaksionisme Simbolik Perspektif Sosiologi Modern, (Malang:

Averroes Press), 57.

54J. Douglas Goodman,Teori Sosiologi Modern,(Jakarta: Kencana Prenada Media

(48)

41

integrasi sosial.Di dalam masyarakat primitif, agama merupakan suatu sumber kuat bagi kepercayaan-kepercayaan agama dan praktek-praktek agama mempunyai pengaruh menahan egoisme, untuk membuat orang cenderung berkorban dan tidak ingin mempunyai kepentingan.Selain itu juga ritus agama juga memperkuat ikatan-iktan sosial dimana kehidupan kolektif bersandar.Hubungan antara agama dan masyarakat memperlihatkan saling ketergantungan yang sangat erat.55

(49)

❜❝ ❜❞ ❞❞

DE

❡❢ ❣ ❞❤✐ ❞

F

E

E

❦ ❞✐ ❞❝ ❥

❝ ❧ Dskriptif Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis dan Demografi

♥♦♣urqr qs t♣✉✈ ✇✉s ① ✈ ♦ru② q③ qs ③♦♣urqrqs yqs ① q④ q ④✉ ③♦⑤ q✈ qtqs ⑥q⑤✉rqs ♥ q✇⑦②qt♦s ⑧q✈⑨s① qs ⑥r⑨⑩✉s❶✉ ❷qwq T✉✈ur. ⑧uqs w✉♣ qyqrsyq ✈♦s⑦❸ut ② ♦s① ①us qqs syq q④q♣ qr 1155,2 rq/✈, ④♦s ① qs ✇ qtqs w✉♣ qyqr❹ s♦ ✇♦♣ q r utqrq ✇♦r✇ qtqsqs ④♦s ① qs ♣ qut ❷qwq s♦ ✇♦♣ qr T✉✈ur ✇♦r✇ qtqsqs ④♦s ① qs ④♦sq ♥ qs ④ qs ①s♦✈ qs①③⑨s❹ s♦ ✇♦♣ qr s♦♣ qtqs ✇♦r✇qtqsqs ④♦s ① qs ④ ♦sq ❺ q④ q②qs❹ Su✈✇♦r ❻①us ①, ④ qs s♦ ✇♦♣ qr ✇ qrqt ✇♦r✇ qtqsqs ④♦s ①qs❺♦sqtr⑨s ④⑨s ①. ❷u✈ ♣ qr④⑦ ❶⑦s yqs ① q④q ④ ✉ ③♦♣urqr qs t♣✉✈✇✉s① ✈ ♦s⑤ q②q✉ 4 ❺usus yq✉tu, ❺usus S✉④⑨ ❸♦ ❼⑨❹ ❺usus ⑥q④ ♦ ③❹❺usus❽♦✈qs①u ④ qs❺usus❾⑨❿qr➀

1

❷qrq③ ✉ ✇⑦③⑨➁ q♥♦⑤ q✈qtqs t♦r④ ♦ ③qt 5 ③✈, ④ ♦s①qs ♣ q✈ q t♦✈ ②⑦r 25 ✈ ♦s✉t. ♥♦s ④ qrqs u✈u✈ yqs ① q④q us➁u③ ✈ ♦s⑦❼u ③♦ ✉ ✇⑦③⑨➁q ♥♦⑤ q✈ qtqs t♦r④♦ ③ qt q④q♣ qr ➂✉⑤r⑨ tus, ❼qrq③ ③♦ ✉ ✇u③⑨➁ q ♥ q✇⑦②qt♦s t♦r④ ♦ ③qt 49 ③✈ ④♦s ① qs ♣ q✈ q t♦✈ ②⑦r ② ♦r❼q♣ qs qs 90 ✈ ♦s✉t ④♦s ① qs ③♦s ④ qrq qsu✈u✈ yqs ①✇✉ qsq④ ✉①⑦s q③ qs q④ q♣ q r➂✉⑤r⑨ tus.

2T

qsqr yqs① q④ q ④ ✉ ③♦♣urqr qs t♣✉✈ ✇✉s① ✈♦ru② q③ qs ②⑨➁♦s❶✉ q♣ q✈ yqs ① ④ ✉✈ qs➃qqt③qs ④q♣ q✈ ✇♦r✇q①q✉ ✇♦s ➁u③❹ s♦② ♦rt✉ tqsqr sqwqr ✉r✉① qs✉ 5 ➄q, sqwqr tq④qrr⑦❼qs30,30 ➄q, ♣ q④qs①qtqu t♦ ① q♣ qs142,4 ➄q, ④ qs tqsqr②♦✈u③✉✈qss♦♣uqs 79 ➄q. Tqs qr➃qs✉♣✉tqs u✈u✈ yq③s ✉♣ q②qs ① qs 2 ➄q, ② ♦r③ qs➁⑨ ❸qs② ♦✈♦r✉stqr8 ➄q,

1

➅ ➆➇➈➉ ➆➊➋ ➇r➆➋➇t➇ ➅ ➌➍u➈➎ ➏➐ ➇s➆➑r➌➒➆➊➋➎s➇➍ ➎ ➊ur➇➓ ➇➏➔ ➊➆➈ ➉➆ ➏→ 2

(50)

↕ ➙

t➛➜ ➛➝ ➞ ➛s➛r 2 ➟ ➛, ➠ ➛➜ u➜➡u➢ ➤➛s➥➦➥t➛s ➦➛➥➜ 13 ➟ ➛, ➢ ➛➥t➛➜ ➜y➛ ➠➧ ➜➨ ➛➜ ➥➢ ➦➥➩, ➫ur➛➝

➝➭ ➯➛➜ 0,00 ➩➩, ➯u➩ ➦➛➝ ➲➭➦➛➜ ➝➭ ➯➛➜ 6,00 ➲➭➦➛➜➳ su➝➭ r➛t➛-r➛t➛ 29.00 ºC, 153.00

mdl.3

a. Keadaan Sumberdaya Alam

Sumber daya alam Kelurahan Blimbing memiliki potensi perikanan air Laut komoditi cumi-cumi 40 ton/ha, ikan kakap 12 ton/ha, ikan kembung 425 ton/ha, dan pemasarannya di lakukan melalui tengkulak. Dalam bidang pertanian untuk hasil tanaman Palawija komoditi, kacang tanah luas lahan 5 ha menghasilkan 0,5 ton/ha, jagung luas lahan 145 ha, dan Ubi kayu 1 ha. Disamping itu juga ada tanaman mangga dengan luas 2 ha dan untuk peternakan ada 52 ekor sapi potong 393 ekor kambing4.

b. Keadaan penduduk

Jumlah penduduk yang ada di kelurahan Blimbing adalah 16.585 orang, dengan rincian 8.175 laki-laki dan 8.410 perempuan, yaitu terdiri atas 5,301 kepala keluarga (kk) dengan struktur mata pencaharian, petani sebanyak 151 orang, sedangkan yang bergerak di sektor industri ada 12 orang. Ada sebanyak 124 PNS (pegawai negeri sipil) dan 5 warga Desa Blimbing yang menjadi anggota TNI/POLRI.104 orang menjadi guru, 2 orang menjadi dokter, 3 orang bidan.Dalam bidang penduduk jumlah keluarga prasejahtera 453 KK, keluarga sejahtera I sebanyak 456 KK, keluarga sejahtera II 1196 KK, keluarga sejahtera III 2358 KK, dan keluarga sejahtera III plus sebanyak 597 KK.

Ibid,

Referensi

Dokumen terkait

Makna yang terkandung dari tradisi Lamporan diantaranya adalah makna tradisi Lamporan dalam bidang religi/ agama yaitu sebagai ritual untuk menjaga desa dari segala

Studi ini memiliki tiga tujuan, yakni (1) mendeskripsikan asal-usul tradisi Reba dalam konteks sejarah dan budaya Masyarakat Ngadha, (2) mendeskripsikan proses ritual

Studi ini memiliki tiga tujuan, yakni (1) mendeskripsikan asal-usul tradisi Reba dalam konteks sejarah dan budaya Masyarakat Ngadha, (2) mendeskripsikan proses ritual

Tugas akhir ini merupakan hasil penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, yang menggambarkan bagaimana makna budaya petik laut terhadap nilai religius

Ritual sedekah laut adalah salah satu ritual yang dilakukan satu kali dalam setahun oleh masyarakat nelayan di desa labuhan, kecamatan Brondong, kabupaten Lamongan yang

Acara adat-istiadat yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan masih ada di desa Tanjung Luar, yaitu adat-istiadat dengan penyelenggaraan acara ”Petik

Makna yang terkandung dari tradisi Lamporan diantaranya adalah makna tradisi Lamporan dalam bidang religi/ agama yaitu sebagai ritual untuk menjaga desa dari segala

Pemerintah Jember harusnya tidak hanya menjadikan Tradisi Petik Laut sebagai daya tarik wisatawan di luar Puger tetapi lebih serius lagi untuk mencanangkan Puger