SKRIPSI
Oleh
Moh. Ayatulloh Al Ma’ruf (C72213145)
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Skripsi
Diajukan Kepada Universita Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program
Sarjana Strata Satu Ilmu Syariah Dan Hukum
Oleh
Moh. Ayatulloh Al Ma’ruf
(C72213145)
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan judul “ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO”.
Skripsi ini bertujuan menjawab pertanyaan diantaranya adalah (1) Bagaimana
praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo; (2) Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.
Berkenaan dengan itu teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dan metode pembahasan yang dipakai adalah deduktif. Deduktif dalam penelitian ini merupakan pola pikir yang berpijak pada teori hukum Islam yang kemudian dikaitkan dengan fakta-fakta dalam praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, Praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro berawal dari perjanjian jasa servis. Perjanjian tersebut berisi, jika barang yang telah diservis dalam jangka waktu 3 bulan tidak diambil maka barang akan dijual. Dari hasil penjualan barang servis toko Cahaya Electro mendapatkan harga jual barang servis lebih tinggi daripada harga jasa servis dan hasil penjualan menjadi milik penuh toko Cahaya Electro. Pelanggan sebagai pemilik barang tidak mendapatkan pembagian hasil dari penjualan barangnya, padahal dari hasil penjualanya terdapat kelebihan terkait dari harga jasa servis.
Berdasarkan perspektif hukum Islam adalah ba>t}il, karena dalam
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. \Definisi Oprasional ... 12
H. Metode Penelitian ... 13
I. Sistematika Penulisan ... 18
BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Jual Beli ... 21
B. Dasar Hukum Jual Beli ... 23
C. Rukun Jual Beli ... 26
D. Syarat Jual Beli ... 27
E. Macam-macam Dilarang ... 36
F. Syarat Sah Perjanjian ... 37
BAB III PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN A. Gambaran Umum 1. Sejarah Toko Cahaya Electro ... 39
3. Jenis Pelayanan Toko Cahaya Electro ... 40 B. Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko
Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo
1. Akad Awal Yang Digunakan Oleh Pemilik Toko Dan Pelanggan ... 42 2. Bentuk Perjanjian Setelah Terbentuknya Akad. 43 3. Praktik Jual Beli Barang Servis ... 44 4. Latar Belakang Penjualan Barang Servis ... 47 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL
BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO
A. Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo ... 50 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Paktek Jula Beli Barang
servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru
Sidoarjo ... 57 BAB V PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kegiatan mu’a>malah ialah kegiatan-kegiatan yang menyangkut antar
manusia yang meliputi aspek politik, ekonomi dan sosial. Untuk kegiatan
mu’amalah yang menyangkut ekonomi meliputi kegiatan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup, seperti: jual beli, simpan pinjam, hutang
piutang, usaha bersama dan sebagainya.1
Dengan demikian dalam pelaksanaan mu’a>malah manusia harus saling
bekerja sama dan memberi bantuan kepada orang lain, guna untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai kesejahteraan dalam kehidupan. Sebagaimana firman
Allah SWT:
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya. (Al-Ma>’idah: 2)2
Dalam mu‘a>malah akad memiliki peran yang penting, karena akad
merupakan penghubung setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan
kepentinggannya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri tanpa bantuan dan jasa
orang lain.
1 Arnaen Permata Atmadja dan Antonio Syafi’i, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Jakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 2000), 8
2 Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemah Perkata Asbabun Nuzul dan Tafsir Bil
Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, menyambung
atau menghubungkan (al-rabt}). Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan
ijab dan kabul yang berakibat timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran
yang diajukan oleh salah satu pihak, dan kabul adalah jawaban persetujuan yang
diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang
pertama. Akad tidak terjadi apabila pernyataan kehendak masing-masing pihak
tidak terkait satu sama lain karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua
pihak yang tercermin dalam ijab dan kabul.3
Salah satu bentuk akad yang sering dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah
jual beli. Hal ini sebagaimana Rifa’ah ibn Rafi’ bertanya kepada Rasulullah Saw
perihal usaha yang paling baik, dan beliau menjawab:
َعاَفِر ْنَع
َة ا
لا نأ ٍعِفاَر ُنْب
َو ِهْيَلَع ها ىلَص ِِ
ُلَمَع َلاَق ؟ ُبَيْطَأ ِبْسَكْلا ىَأ َلِئُس َملَس
ٍرْوُرْ بَم ٍعَيب لُك َو ِِدَيِب ِلُجرلا
4Artinya: “Dari Rifa>’ah ibnu Ra>fi’ bahwa Nabi saw ditanya usaha apakah
yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabru>r. ( H.R. al-Bazzar dan al-Hakim)”
Dalam hadith di atas dijelaskan bahwasanya pekerjaan sebagai pedagang
sangatlah mulia, sebagaimana dipraktikkan oleh Rasulullah Saw dan para
sahabatnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan, berdagang juga mengandung
unsur tolong menolong yakni menerima dan memberikan andil kepada orang
lain dalam mencapai kemajuan hidup.
3 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 68-69.
Dalam perdagangan manusia dapat mempererat tali persaudaraan sesama
manusia sebagaimana yang diajarkan oleh Islam. Namun Islam tidak
menghendaki adanya unsur kebatilan dalam memperoleh keuntungan dari
berdagang. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat an-Nisa>’
ayat 29:
ِطٰ َببلٱِب ُكَنبيَب ُكَلَٰوبمَأ اك ُلُكبأَت ََ ا ُنَماَء َ يَِٱاَ يَأٓ َي
ب ُكنِ م لضاَرَت َع ًةَرٰ َجِت َن ُكَت نَأ كَِإ ِل
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu”. (Q.S. an-Nisa>’:29)5
Dalam dunia perdagangan seorang muslim berkewajiban mengetahui
hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak (fa>sid). Ini
dimaksudkan agar mu’a>malah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya
jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.6
Sikap saling rela menjadi salah satu hal yang terpenting dalam transaksi
jual beli, sebab keberkahan akan didapat dari kerelaan antar keduannya, dan
jalan kebathilan sangatlah dicela karena akan merugikan satu diantara
keduanya. Seseorang harus paham betul terhadap aturan dan batasan yang dapat
mempertahankan kehalalan dari pekerjaan itu. Oleh karena itu wajib hukumnya
berlaku jujur dalam bertransaksi dan diharamkan untuk bermanipulasi yang
mengakibatkan unsur haram masuk di dalamnya.
Dalam berdagang seseorang haruslah memperhatikan syarat dan rukun
terlebih pada objek yang diperjualbelikan, Ini guna untuk mencapai kehalalan
transaksi tersebut. Begitu juga dalam perdagangan, barang yang hendak
diperjualbelikan haruslah milik sendiri (milik penjual)7. Tidaklah sah menjual
barang orang lain tanpa seizin pemiliknya atau menjual barang yang hendak
menjadi milik.
Rasulullah Saw bersabda sebagai berikut :
ْنَع
وِرْمَع
ِنْب
بْيَعُش
ْنَع
ِهْيِبَأ
ْنَع
ِّدَج
ِنَع
لا
ِِّ
ىلَص
ُها
ِهْيَلَع
َملَسَو
َلاَق
:
َل
َقَاَط
لِإ
اَمْيِف
ُكِلََْ
َلَو
َقْتِع
لِإ
اَمْيِف
ُكِلََْ
َو َل
َعْيَ ب
لِإ
اَمْيِف
ُكِلََْ
اورُ
ادوبأ
َدو
Artinya: “Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya, dari neneknya dari Nabi SAW. Beliau bersabda, “Tidak ada talak (tidak sah), melainkan pada perempuan yang engkau miliki, dan tidak ada memerdekakan, melainkan pada budak yang engkau miliki, dan tidak ada (tidak sah) berjual beli, melainkan pada barang yang
engkau miliki.” (H.R. Abu Daud)8
Selain itu Islam menegaskan kepada manusia untuk berlaku adil dalam
jual beli. Hal ini agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat al-Isra>’ ayat 35:
َخ َ ِلَٰذ ِۚ يِ َت بسُ بلٱِسا َط بسِ بلٱِب ا ُنِزَو ب ُتبِ اَذِإ َلبيَ بلٱ ا ُفبوَأَو
م
ٗيِوبأَت ُ َسبحَأَو ٞ بۡ
Artinya:”Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. al-Isra>’: 35)9
7 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi>y Wa ‘Adillahtuhu, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 235.
8 Abi> Da>wud Sulaima>n ibn al-’ash‘ati al-azdhiy al-sajasta>niy, Sunan Abi> Da>wudJuz II , (Kairo: Dar al Hadits, 1999), 939
Jual beli merupakan salah satu bagian mua>malah yang diperbolehkan
Allah SWT, dan keberadaanya tidak akan dapat dipungkiri dalam masyarakat,
termasuk kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan dengan adanya kegiatan jual
beli inilah manusia dapat bertahan hidup. Jual beli termasuk sarana saling
tolong menolong antara sesama manusia, ketika penjual membutuhkan pembeli,
begitu juga sebaliknya pembeli juga membutuhkan penjual.
Sebagian kaum muslimin ada yang lalai mempelajari mu‘a>malah,
sehingga tidak peduli kalau mereka memakan barang haram. Sekalipun semakin
hari usahanya kian meningkat dan keuntungan semakin banyak.10 Orang yang
terjun ke dunia usaha berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat
mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak sah (fa>sid). Ini dimaksudkan agar
mu‘a>malah berjalan sah, segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang
tidak dibenarkan.
Jenis dan bentuk mu‘a>malah akan berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman, tempat dan kondisi sosial. Persoalan mu‘a>malah terkait
erat dengan perubahan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.11
Pada awal penelitian yang terdapat di toko Cahaya Electro Pasar
Gedongan Waru Sidoarjo memberikan sebuah jasa servis (perbaikan barang
yang telah rusak) barang eloktronik seperti Tv, Radio, dvd, kipas dan lain-lain.
Selain melayani jasa servis toko tersebut juga menjual beberapa
komponen-komponen elektronik, alat-alat elektronik dan juga menjual beberapa barang
elektronik second (bekas pakai) milik pelanggan servis yang telah lalai dalam
perjanjian jasa servis barang elektronik.
Adapun perjanjian jasa perbaikan barang elektronik di toko Cahaya
Electro Pasar Gedongan yaitu perjanjian yang terlebih dahulu dibuat oleh toko
servis yang tertera dalam nota. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa
memberikan dalam tenggang waktu 3 bulan (terhitung sejak penyerahan)
untuk mengambil barang elektronik yang telah diperbaiki, jika tidak diambil
maka barang akan dijual/dileleng.12
Dalam pelaksanan jual beli barang servis yang telah lewat batas
pengambilan maupun tidak adanya kabar dari pelanggan, pihak toko akan
menawarkan barang kepada calon pembeli dan menjual barang dengan harga
sesuai dengan pasaran barang second13. Uang hasil penjualan barang servis
tersebut keseluruhanya menjadi milik toko servis.14 Padahal harga jual barang
barang servis lebih tinggi daripada harga jasa servis.
Berangkat dari adanya bentuk praktik jual beli barang servis milik
orang lain, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam
tentang “Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di toko
Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo”
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan
melakukan identifikasi sebanyak-banyaknya kemudian yang dapat diduga
sebagai masalah.15 Berdasarkan paparan latar belakang di atas, penulis
mengidentifikasi inti dari permasalahan yang terkandung di dalamnya sebagai
berikut:
1) Pelaksanaan jasa servis barang elektronik.
2) Pembentukan perjanjian dalam jasa servis (perbaikan barang elektronik).
3) Latar belakang penjualan barang servis.
4) Praktik jual beli barang servis milik pelanggan servis.
5) Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di toko Cahaya
Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, penulis perlu menjelaskan
batasan dan ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini agar
terfokus dan terarah. Adapun batasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1) Praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan
Waru Sidoarjo.
2) Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di toko Cahaya
Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.
15Tim Penyusun Fakultas Syari’ah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya:
C.Rumusan Masalah
Rumusan masalah memuat pertanyaan yang dijawab melalui penelitian.16
Melalui deskripsi di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai
berikut :
1) Bagaimana praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar
Gedongan Waru Sidoarjo?
2) Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di toko
Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo?
D.Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang penulis teliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.17 Bahwa penulis menemukan
penelitian mengenai jual beli dan sejenisnya dari peneliti sebelumnya yang
berjudul:
1) Skripsi yang ditulis oleh Anisha Trisna Putri Dewanti dengan judul
“Analisis Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual beliBBM dengan Nota
Print Berbeda (Study Kasus SPBU Pertamina di Surabaya Utara)” tahun
2014. Skripsi ini membahas tentang transaksi jual beli BBM dengan Nota
Print diawali dengan pemesanan nota print yangdilakukan oleh pihak sopir
16 Ibid., 8.
kepada operator SPBU. Lalu operator SPBU akan mengambil nota print
dari pembeli yang tidak meminta nota printnya. Pada hariberikutnya, saat
sopir yang memesan itu datang dan membeli BBM, baru terjadilah jual beli
nota print tersebut.
Dalam skripsi tersebut menyatakan transaksinya sah karena telah
memenuhi rukun, namun dalam pelaksanaanya terdapat dampak atau
akibat yang ditimbulkan dengan adanya transaksi tersebut adalah
merugikan beberapa pihak. Dengan menggunakan metode Sadd Az|-
Z|ari’ah, yaitu melarang suatu pekerjaan yang pada awalnya diperbolehkan,
karena dapat menimbulkan sesuatu yang menyebabkan terjadinya
kemad}aratan.18
2) Skripsi yang ditulis oleh Farikhatul Masito dengan judul “Analisis Hukum
Islam terhadap Jual Beli Handphone (HP) Servis yang tidak diambil oleh
pemiliknya di Counter Kaafi Cell dan Anugrah Cell Sidoarjo” tahun 2012.
Skripsi ini membahas tentang jual beli handphone servis yang tidak diambil
oleh pemilik(konsumen yang memperbaiki handphone).
Seseorang yang menserviskan handphonenya yang telah selesai
diperbaiki pemilik handphone mendapat pemberitahuan bahwa
handphonenya sudah bisa diambil, akan tetapi jika pemilik handphone
tidak mengambil handphonenya dalam waktu yang cukup lama karena
beberapa alasan, maka pihak counter menjual handphone tersebut. Pihak
18Anisha Trisna Putri Dewanti, ”Analisis Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual beli BBM dengan
counter merasa berhak menjual handphone itu karena telah meluangkan
waktu dan mengeluarkan biaya untuk memperbaiki handphone. Dengan
hasil, jual beli handphone servis yang tidak diambil oleh pemiliknya di
counter Kaafi Cell dan Anugrah Cell Sidoarjo hukumnya tidak sah, karena
tidak memenuhi salah satu syarat jual beli dalam hukum Islam.19
3) Jurnal yang di tulis oleh Trisadini Prasastinah Usanti dengan judul “Akad
Baku Pada Pembiayaan Mura>bahah Di Bank Syariah” tahun 2013. Jurnal
ini membahas tentang\ kontrak baku perjanjian yang telah ditentukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir. Dalam praktik perbankan syariah,
pembiayaan murabahah dituangkan dalam bentuk akad baku, bahwa
nasabah penerima fasilitas pembiayaan tidak diberikan kesempatan untuk
bernegosiasi tentang klausula yang ada dalam akad pembiayaan
murabahah.
Adanya klausula baku pada pembiayaan murabahah di bank syariah
tidaklah bertentangan dengan prinsip syariah. Kontrak baku pada
pembiayaan murabahah di beberapa bank syariah telah memuat klasula
yang sesuai dengan karakteristik dari pembiayaan murabahah tersebut dan
telah memuat syarat minimum yang harus ada dalam akad sebagaimana
ditentukan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional yang dirumuskan dalam
Peraturan Bank Indonesia.20
Dari ketiga penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di atas
masing-masing memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti dalam judul “Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di
toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo” yang secara garis besar
skripsi ini membahas tentang pelaksanaan jual beli barang servis milik
pelanggan karena telah lalai dalam perjanjian. Keseluruhan uang hasil penjualan
barang servis menjadi milik toko servis.
Adapun perjanjian khusus dalam jasa perbaikan barang servis yaitu
memberikan dalam tenggang waktu 3 bulan (terhitung sejak penyerahan)
untuk mengambil barang elektronik yang telah diperbaiki, jika pengambilan
telah lewat jatuh tempo, barang akan dijual/dilelang dan tidak bisa kembali.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan tentang tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti melalui penelitian yang di lakukannya21. Tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini antara lain:
1) Untuk mendeskripsikan praktik jual beli barang servis di toko Cahaya
Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.
20Trisadini Prasastinah Usanti, “Akad Baku Pada Pembiayaan Mura>bahah Di Bank Syariah”, dalam http://www.jurnal-perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/113, diakses pada 15 Desember 2016.
2) Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di
toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil penelitian memuat uraian yang mempertegas bahwa
masalah penelitian itu bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun praktis.22
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Aspek teoritis, sebagai upaya bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya yang berkaitan dengan jual beli barang milik orang lain
sekaligus untuk mengetahui hukum Islamnya.
2) Aspek praktis, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi
yang melakukan jual beli barang milik orang lain yang diharapakan dapat
berguna sebagai pedoman transaksi di lapangan atau masyarakat.
G.Definisi Operasional
Definisi operasional yaitu untuk memuat penjelasan tentang pengertian
yang bersifat operasional dari konsep atau variabel penelitian.23 Untuk
memudahkan pemahaman dalam judul penelitian ini, maka perlu penjelasan
secara operasional agar terjadi kesepahaman dalam memahami judul skripsi.
1) Hukum Islam adalah Peraturan-peraturan berdasarkan wahyu Allah
(al-Quran) dan Sunnah Rasul (Hadits) tentang tingkah laku manusia mukallaf
22 Ibid., 8.
yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang
beragama Islam.24 Hukum islam yang dimaksud dalam penelitian adalah
akad jual beli.
2) Jual beli barang servis adalah menjual barang elektronik milik pelanggan
servis yang telah diperbaiki sesuai perjanjian yang telah dibuat dan tidak
diambil sesuai batas waktu.
H.Metode Penelitian
Untuk memperoleh data serta informasi yang akturat, relevan dan
obyektif, metode yang digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif. Oleh karena itu, penulis memaparkan metode
penelitian yang digunakan untuk memperjelas arah dan tujuan penelitian ini.
1) Jenis penelitian
Dilihat dari segi sumber data yang didapat, maka penelitian ini
termasuk dalam kategori penelitian lapangan (field research). Sedangkan
jenis penelitian ini adalah kualitatif sebagai prosedur penilitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.25
24 Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 44.
2) Pendekatan Penelitian
Peneliti menggunakan pendekatan dengan pola pikir deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskriptif secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat- sifat, populasi daerah
tertentu.26
3) Lokasipenelitian
Lokasi penelitian yang terdapat di toko Cahaya Electro Pasar
Gedongan Desa Wadung Asri Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
4) Data yang dikumpulkan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa primer maupun
sekunder yang berasal dari seseorang, dokumen, pustaka, barang, dan
keadaan.27 Data yang perlu dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam
rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:
a) Data Primer
(1) Pelaku akad
(2) Akad yang digunakan
(3) Jasa perbaikan barang elektronik
(4) Perjanjian dalam praktik jasa perbaikan barang elektronik
b) Data Sekunder
(1) Ayat suci al-Qur’an yang menjelaskan tentang jual beli
(2) Hadis yang menjelaskan tentang jual beli
26 Suryana, Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian kuantitatif dan Kualitatif. (Universitas Pendidikan Indonesia: 2010), 14.
(3) Pendapat para ulama yang menjelaskan tentang jual beli
5) Sumber Data
Sumber data yakni sumber dari mana data digali, baik primer
maupun sekunder.28
a) Sumber Primer
Sumber primer yaitu sumber yang diperoleh dari pelaku yang
diamati atau diwawancarai sebagai sumber utama.29 Diantaranya
sebagai berikut:
(1) Pemilik toko servis
(2) Pelanggan servis
(3) Pembeli barang servis
b) Sumber Sekunder.
Sumber sekunder adalah sumber yang diperoleh dari bahan
kepustakaan.30 Sumber yang bersifat membantu dalam melengkapi
serta memperkuat dari sumber primer tersebut, diantaranya sebagai
berikut:
(1) Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Isla>mi>y Wa ‘Adillatuhu.
(2) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah.
(3) Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah.
(4) Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah.
(5) Abdul Aziz Muhammad, Fiqh Muamalat.
28Tim Penyusun Fakultas Syari’ah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi ..., 8. 29 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,..., 157
(6) Abdul Rahman Ghazaly, dkk., Fiqh Muamalat.
(7) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah.
(8) Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli.
(9) Muhammad bin Kamal Khalid As-suyuti, Ar-Riyadh Al Murba’ah
Firma Ittafaq ‘Alaih Al Arba’ah, ahli bahasa Marsuni Sasaky,
Kumpulan Hadits Yang Disepakati 4 Imam.
6) Teknik Pengumpulan data
a) Observasi
Teknik pengamatan dengan cara mengamati (melihat,
memperhatikan, mendengarkan, dan mencatat secara sistematis objek
yang diteliti)31 yang akan digunakan untuk pengumpulan data tentang:
(1) Akad yang dilakukan dalam transaksi
(2) Jasa perbaikan barang elektronik
(3) Praktik jual beli barang servis
b) Interview
Teknik interview yang disebut juga sebagai wawancara yaitu
suatu teknik yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan atau data
secara lisan dari seorang responden sebagai pembantu dari teknik
observasi.32 Penulis akan mewawancarai pihak yang terlibat yaitu
pelaku praktik jual beli barang servis tersebut, yaitu pemilik toko
servis dan pelanggan servis.
31 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., 174-175.
7) Teknik pengolahan data
Tahapan pengolahan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Organizing
Teknik ini digunakan untuk menyusun dan mensistematiskan
data yang akan diperoleh tentang tinjauan hukum Islam terhadap
praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan.
b) Editing
Yaitu kegiatan pemeriksaan terhadap kelengkapan data yang
dikumpulkan.33 Teknik ini digunakan untuk pemeriksaan kembali
terhadap semua data yang telah diperoleh terutama dari segi kejelasan
makna dan kesesuaian antara data primer dan data sekunder tentang
tinjauan jual beli menurut hukum Islam terhadap praktik jual beli
barang servis milik orang lain.
c) Analizing
Analizing yaitu suatu proses pengelompokan dan
pengategorikan data yang dikumpulkan secara sistematis.34 Teknik ini
digunakan untuk memberikan analisa dari data yang telah
dideskripsikan dan menarik kesimpulan tentang tinjauan jual beli
menurut hukum Islam terhadap praktik jual beli barang servis milik
orang lain.
33 Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005), 192.
8) Teknik Analisis Data
Analisis data, yaitu proses penyederhanaan data kebentuk yang
lebih mudah dibaca dan dipahami.35 Penulis melakukan analisis data
dengan menggunakan metode kualitatif, yakni upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat disampaikan kepada orang lain.36
Setelah penulis mengumpulkan data secara sistematis dan faktual,
kemudian penulis menganalisisnya dengan menggunakan metode
diskriptif analisis yaitu kumpulan data yang terkait dengan praktik jual
beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru yang
disertai analisis untuk diambil kesimpulan. Metode ini digunakan
memaparkan, menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul
kemudian disusun dan dianalisis untuk diambil kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, antara satu bab dengan
bab lainnya saling berhubungan, selanjutnya dalam setiap bab terdiri dari sub
bab. Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan teratur sesuai dengan apa
yang direncanakan penulis, maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai
berikut :
Bab pertama : Merupakan pendahuluan yang berisi tentang penyusunan
langkah awal untuk memulai sebuah penelitian, agar yang
direncankan oleh penulis dalam penelitiannya bisa sistematis.
Adapun pada bab pendahuluan terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, definisi operasional, metode penelitian, serta
menggambarkan alur sistematika pembahasan yang jelas.
Bab kedua : Landasan teori yang membahas tentang kajian pustaka yang
menguraikan teori berkaitan dengan praktik jual beli, yang
mencakup bahasan tentang konsep jual beli dalam hukum
Islam. Di antaranya mengenai pengertian, dasar hukum, rukun
dan syarat, macam-macam jual beli, serta syarat sah perjanjian.
Yang bertujuan untuk mengetahui analisis hukum Islam
terhadap permasalahan tersebut. Mengenai data penelitianya
akan dilanjutkan pada bab ketiga.
Bab ketiga : Data penelitian yang mencakup gambaran umum toko
Cahaya Electro Pasar Gedongan dan hasil temuan dalam
penelitian terkait dengan praktik jual beli barang elektronik
data penelitian murni yang dibahas secara jelas. Untuk
analisisnya maka dilanjutkan pada bab keempat.
Bab keempat : Berisi tentang analisis data yaitu data telah di deskripsikan
guna menjawab masalah penelitian, terhadap isi bab tiga
dengan menggunakan teori dalam bab dua. konsep jual beli
dalam hukum Islam. Untuk hasil analisis akan disimpulkan
pada bab ke lima.
Bab kelima : Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan ini
bermaksud memberikan jawaban terhadap rumusan masalah
BAB II
JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu “jual dan beli”. Kata jual yang
berarti menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah
adanya perbuatan membeli. Jadi perkataan jual beli menunjukkan adanya dua
perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan pihak yang
lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli.
Demikian bahwa perjanjian jual beli ini melibatkan dua pihak yang saling
menukar atau melakukan pertukaran.1
Secara etimologi, jual beli adalah proses tukara-menukar barang dengan
barang atau sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bay‘ yang artinya jual
beli termasuk bermakna ganda yang bersebrangan, seperti halnya kata
ash-shira>’ yang berarti membeli. Dengan demikian, kata al-bay‘ berarti jual, tetapi
sekaligus juga berarti beli.2
Adupun jual beli menurut beberapa ulama:
1. Ulama Hanafiyah
ٍصْوُصََْ ٍهْجَو ىَلَع ٍلاَِِ ٍلاَم ُةَلَداَبُم
1 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 33
Artinya: “Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus
(yang diperbolehkan).”3
Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa cara yang khusus
yang dimaksudkan ulama Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan
membeli dari pembeli) dan kabul (pernyataan menjual dari penjual), atau
juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan
pembeli. Selain itu, harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi
manusia. Sehingga bangkai, minuman keras, dan darah, tidak termasuk
sesuatu yang boleh diperjualbelikan, karena benda-benda itu tidak
bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap
diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah jual belinya tidak sah.
2. Definisi lain dikemukakan ulama Hanabilah, jual beli adalah:
ِلاَمْل ا ُةَل َداَبُم
اَكْيِلََْ ِلاِماِب
Artinya: “Saling tukar menukar harta dengan harta dengan tujuan
memindahkan kepemiliknnya”.4
Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata “milik dan
pemilikan”, karena ada juga tukar-menukar harta yang sifatnya tidak harus
dimiliki, seperti sewa-menyewa (Ija>rah).
3. Menurut Imam Sha>fi’i>
دْقَع :اًعْرَشَو
َلَ باَقُم ُنمَضَتَ ي
ا ِهِطْرَشِب ٍلاَِِ ٍلاَم َة
ِل ْ ِِآ
ِةَدَافِتْس
ْوَأ ٍَْْع ِكْلِم
َم
ٍةَعَفْ
ٍةَدبَؤُم
Artinya: “Jual beli menurut shara>’ adalah suatu akad yang mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya.”
Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata
“milik dan pemilikan”, tukar-menukar barang dengan maksud memberi
kepemilikan.5
B. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli merupakan jembatan bagi manusia untuk melakukan sebuah
transaksi serta untuk mendapatkan harta yang dibutuhkan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Adapun jual beli mempunyai landasan yang kuat dalam
al-Qur'an, al-Sunnah dan Ijma’, yaitu di antaranya:
1. Beberapa ayat al-Qur’an tentang jual beli:
a. Surat al-Baqarah ayat 275
Artinya: “Dan Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”6
Ayat diatas sangat jelas bahwasannya jual beli merupakan
akad yang diperbolehkan dan melarang transaksi yang mengandung
riba’.
b. Surat an-Nisa>’ ayat 29
5 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi>y Wa ‘Adillahtuhu, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani
dkk, …, 25.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu,
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”7
Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara
batil yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil
berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad
yang rusak yang tidak boleh secara syara’ baik karena ada unsur riba’ atau
jahalah (tidak diketahui), atau karena kadar ganti yang rusak seperti
minuman keras, babi, dan yang lainya dan jika yang diakadnya itu adalah
harta perdagangan bukan termasuk harta yang tidak boleh dijual belikan.8
2. Landasan as-Sunnah antara lain:
a. H{adith dari Rifa>’ah ibnu Ra>fi’
َةَعاَفِر ْنَع
ا
َأ َلِئُس َملَس َو ِهْيَلَع لا ىلَص ِِلا نأ ٍعِفاَر ُنْب
ُلَمَع َلاَق ؟ ُبَيْطَأ ِبْسَكْلا ى
ٍرْوُرْ بَم ٍعَيب لُك َو ِِدَيِب ِلُجرلا
9
Artinya: “Dari Rifa>’ah ibnu Ra>fi’ bahwa Nabi saw ditanya usaha apakah
yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabru>r. ( H.R. al-Bazzar dan al-Hakim)”
Dari hadith di atas jual beli yang mabru>r adalah setiap jual
beli yang tidak ada dusta dan khianat, sedangkan dusta adalah
7 Ibid..., 83.
8 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Niz}a>’ al-mu’a>malah fi al-fiqih al-isla>mi>, Alih Bahasa Nadirsyah Hawari, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh Islam, (Jakarta : Amza, 2010) 27.
penyamaran dalam barang yang dijual, dan penyamaran itu adalah
penyembunyian aib barang dari penglihatan pembeli10.
b. H{adith dari Abu Sa’id al-Qhudri yang diriwayatkan oleh Ibn Majah
َع ْن
َد
ُوا َد
ا ْب
ِن
َص
ِلا
ِح
ْلا
َم َد
ّن
ِلا ُلْوُسَر َلاَق ُلوُقَ ي يِرْدُخىلا َدْيِعَس اَبَأ ُتْعََِ :َلاَق ِهْيِبَا ْنَع ,
11
َهجام نبا اورُ ٍضاَرَ ت ْنَع ُعْيَ بْلا اََِاَو م.ص
Artinya: “Dari Abu Dawud Ibnu Shalih Al-Maddani dari ayahnya berkata saya mendengar Abu Sa’id al-Qhudri berkata; bahwa Rasullullah Saw; jual beli atas dasar saling meridha>i”. (HR. Ibnu Ma>jah)
c. Hadith dari Ibnu Umar yang diriwayatkan Ibnu Ma>jah
ِنْبا ْنَع
َلاَق َرَمُع
ُمِلْسُمْلا ُِْْمَْْا ُقْوُدصلا ُر ِجَاّتلا : َملَسَو ِهْيَلَع لا ىلَص لا ُلْوُسَر
َعَم
َ ي ِءاَدَهشلا
ِةَماَيِقْلا َمْو
.
12Artinya: "Ibnu ‘Umar ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw. Pedagang yang benar (jujur), dapat dipercaya dan muslim, beserta para shuhada’ pada hari kiamat. (HR. Ibnu Ma>jah).”
3. Ijma’
Ulama telah sepakat atas kebolehan akad jual beli. Ijma’ ini
memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia berhubungan dengan
sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan kepemilikan sesuatu
itu tidak akan diberikan dengan begitu saja, namun terdapat kompensasi
yang harus diberikan. Dengan disyariatkannya, jual beli merupakan salah
satu cara untuk merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena
pada dasarnya, manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dan bantuan
orang lain.13
Dari beberapa ayat-ayat al-Qur'an, sabda Rasul serta Ijma’ Ulama’
di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum jual beli itu mubah (boleh).
tetapi menurut Imam Asy-Syatibi, pada situasi tertentu dapat berubah menjadi
wajib, dia mencontohkan ketika terjadi praktik penimbunan barang kalau tidak
ada barang baru dikeluarkan (Ih}tikar) sehingga harga di pasaran menjadi naik.
Hal ini menurut prinsip dia bahwa yang mubah itu apabila ditinggalkan secara
total, maka hukumnya boleh menjadi wajib.14
C. Rukun Jual Beli
Jual beli itu dapat dikatakan sah oleh shara’, jika rukun dan syarat
sudah dipenuhi. Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa rukun jual beli ada empat,
yaitu:15
a. Orang yang berakad atau al-muta‘a>qida>yn yaitu: Penjual dan Pembeli.
Pendapat ini disepakati oleh para ulama’mazhab
b. S}igha>t (lafal ijab dan kabul) yaitu: pernyataan serah terima antara penjual
dan pembeli,
c. Ma’qu>d ‘ala>ih (barang yang dibeli), ara ulama’ bersepakat kalau tidak ada
barang yang diperjual belikan maka tidak sah akad jual beli.
13 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 73 14 Nasrun Haroun, Fiqh Muamalah…, 114
d. Ada nilai tukar atau harga pengganti barang (thaman)
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli,
dan nilai tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun
jual beli.
D. Syarat Jual Beli
Rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama’ di atas terdapat
beberapa syarat-syarat yang harus terpenuhi yakni sebagai berikut:
a. Syarat orang yang berakad
Adapun syarat-syarat orang yang melakukan akad jual beli yaitu
sebagai berikut:
1) Mummayyiz, ba>ligh dan berakal, oleh sebab jual beli yang dilakukan
anak kecil yang belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah.
tetapi jika transaksi itu sudah mendapat izin dari walinya, maka
transaksi tersebut hukumnya sah sebagaimana pendapat Jumhur
ulama.16
Namun dari pendapat Imam Hanafi tidak mensyaratkan ba>ligh,
sehingga sah saja perbuaatan seorang anak yang telah mummayyis.
Secara umum Hanafi membagi perbuatan anak-anak yang berakal dan
mumayyis.17
16 Ibid..., 115.
2) Orang yang melakukan akad itu orang yang berbeda, artinya seseorang
itu tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual
sekaligus pembeli.18
3) Harus bebas memilih atau dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa).
maksudnya adalah dalam melakukan perbuatan jual beli atau
bertransaksi tersebut, baik itu dari salah satu pihak penjual atau pembali
tidak boleh melakukan suatu tekanan atau paksaan yang diterima dari
keduanya. Karena adanya kerelaan dari kedua belah pihak merupakan
salah satu rukun yang terpenting, jika tidak adanya kerelaan maka tidak
sah jual belinya menurut jumhur ulama.19
4) Ada hak milik penuh. Penjual memiliki kuasa terhadap barang yang akan
dijual, baik berdasarkan hak milik, perwakilan, atau izin dari Syara’
seperti kuasa ayah, kakek, hakim, dan orang yang mendapatkan harta
dari selain jenis harta dia. Dan orang yang menemukan harta yang
dikhawatirkan rusak atau hilang, maka kuasanya adalah kuasa yang
na>qish (tidak sempurna) supaya tidak masuk dalam menjual sesuatu
sebelum dipegang, dan fudhu>li> yaitu orang yang bukan yang memiliki,
bukan wakil dan wali.20 Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw. kepada
Hakim Ibnu Hizam:
18 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, 116 19 Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli..., 18.
ِميِكَح ْنَع
ِنْب
ِلا َلوُسَر ُتْيَ تَأ :َل اَق ,ِماَزِح
َ ف ،
ُلَأْسَي ُلُجرلا ِِْيِت ْأَي : ُتْلُق
نِم ِِ
ِعْيَ ب
َأ ُث ، ِق وسلا َنِم ُهَل ُع اَتْ بَأ ،يِدِْع َسْيَل اَم
َكَدِْع ْعِبَت َل :ُلَق ،ُهُعيِب
Artinya: Hakim bin Hazam, ia berkata: a k u menemui Rasulullah,
lalu aku berkata, “Ada seorang laki-laki yang memintaku
menjual barang yang tidak ada padaku. Apakah aku harus membelinya terlebih dahulu, baru aku menjual kepadanya?” Beliau menjawab, “Jangan kamu menjual apa yang tidak ada
padamu” (HR. Tirmidzi)21
b. Syarat yang terkait dengan ijab dan kabul
Akad ialah perikatan yang ditetapkan dengan ijab dan kabul
berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada obyeknya.22 Akad
artinya persetujuan antara penjual dan pembeli.
Menurut ulama fiqih bahwa unsur utama dari jual beli adalah
kerelaan kedua belah pihak yakni antara penjual dan pembeli, hal ini
bisa dilihat dari ijab dan kabul yang terjadi dalam transaksi jual beli
tersebut. Menurut mereka ijab dan kabul perlu diungkapkan secara jelas
dalam transaksi-transaksi yang mengikat dua belah pihak, seperti dalam
transaksi jual beli, sewa menyewa dan akad nikah.23
Adapun dalam ijab dan kabul yang merupakan bentuk akad,
disyariatkan hal-hal berikut:
21 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Tirmidzi, Alih Bahasa Abu Muqbil Ahmad Yuswaji, Shahih Sunan Tirmidzi jilid 2, (Depok: Pustaka Azzam, 2002) 20.
1) Orang yang mengucapkanya telah ba>lig dan berakal, menurut
Jumhur ulama, atau telah berakal menurut Hanafiyah.24 Dalam jual
beli disyaratkan orang yang melakukan ijab dan kabul telah ba>ligh
dan berakal, agar tidak mudah ditipu orang.
2) Ijab sesuai dengan kabul dalam menunjukan apa yang wajib diridhai
oleh kedua pihak, yaitu barang yang dijual dan penukaran. Apabila
keduanya berbeda maka jual belinya tidak sah. Apabila penjual
berkata, misalnya, “Aku telah menjual baju ini kepadamu dengan
harga lima pound,” lalu pembeli berkata, “ Aku telah menerimanya
dengan harga empat pound,” maka jual beli diantara keduanya tidak
sah karena Ijab dan kabul berbeda.25
3) Ijab dan kabul hendaknya dilakukan dalam satu majlis, bila salah
satu pihak menyatakan transaksi lalu pihak lain pergi dari tempat
transaksi sebelum menyatakan kabul, atau sibuk dengan urusan lain
sehingga memaksanya meninggalkan tempat, lantas beberapa saat
kemudian baru menyatakan kabul maka jual belinya dianggap tidak
sah. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa pernyataan kabul tidak
sisyaratkan untuk diucapkan secara langsung, karena pihak yang
mengucapkan kabul membutuhkan sedikit waktu berfikir.
Sedangkan jika dibatasi agar diucapkan secara langsung maka tidak
mungkin untuk berfikir. Dengan demikian, kesatuan tempat
24Ibid,…,73
transaksi itu terhitung dengan menggabungkan juga hal-hal yang
terpisah-pisah karena darurat.26
c. Syarat barang yang diperjualbelikan
1) Suci (halal dan baik).
Tidaklah sah menjual barang yang najis, seperti anjing,
babi, dan lain-lainnya. Madzhab Hanafi dan Zhahiri mengecualikan
barang yang memiliki manfaat dan halal untuk diperjualbelikan.
Mereka berpendapat bahwa dibolehkan menjual kotoran dan
sampah-sampah yang mengandung najis, karena barang tersebut
sangat dibutuhkan untuk keperluan pertanian, pupuk tanaman, dan
bahan bakar tungku api. Semua barang sejenis tersebut boleh
diperjualbelikan selagi ada manfaatnya dan bukan untuk dimakan
dan diminum, walaupun barang tersebut najis.27
2) Memberi manfaat menurut syara’.
Tidaklah sah memperjualbelikan sesuatu yang tidak bisa
dimanfaatkan dengan sendirinya walaupun bisa bermanfaat jika
digabungkan dengan yang lain seperti dua biji gandum, karena
tidak bisa dimanfaatkan baik karena sedikit seperti dua biji
gandum, ada manfaat tetapi tidak dianggap syar’i. Oleh sebab itu,
tidak ada dampak apa-apa walaupun diletakkan pada mulut burung
26 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi>y Wa ‘Adillahtuhu, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani
dkk…, 41.
ketika berburu. Bisa juga tidak ada manfaat karena hina seperti
jenis serangga membahayakan, yaitu melata seperti ular,
kalajengkling,dan tikus. Tidak ada manfaat di dalamnya sehingga
bisa ditukar harta, artinya tidak ada manfaat yang dianggap secara
syar’i yang dapat dinilai dengan uang.28
3) Milik orang yang melakukan akad.
Tidaklah sah menjual sesuatu yang bukan milik pribadi
si penjual atau sesuatu yang dalam penguasaanya maupun belum
mendapatkan izin dari pihak pemilik. Sebagaimana Rasulullah
SAW. bersabda sebagai berikut:
ْنَع
وِرْمَع
ِنْب
بْيَعُش
ْنَع
ِهْيِبَأ
ْنَع
ِّدَج
ِنَع
ا
ِِّ ل
ىلَص
ُلا
ِهْيَلَع
َملَسَو
َلاَق
:
َل
َقَاَط
لِإ
اَمْيِف
ُكِلََْ
َلَو
َقْتِع
لِإ
َمْيِف
ا
ُكِلََْ
َلَو
َعْيَ ب
لِإ
اَمْيِف
ِلََْ
ُك
اورُ
َدوادوبأ
Artinya: “Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya, dari neneknya dari Nabi SAW. beliau bersabda, “Tidak ada talak (tidak sah),
melainkan pada perempuan yang engkau miliki,
dan tidak ada memerdekakan, melainkan pada budak yang engkau miliki, dan tidak ada (tidak sah) berjual beli, melainkan pada barang yang engkau miliki.” (H.R. Abu
Dawud)29
Sesuai dengan ayat diatas yaitu menjual harta milik orang
lain tanpa seizing pemiliknya terlebih dahulu itu perbuatan yang
tidak diperbolehkan. Karena tindakan ini termasuk gharar
28 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Niz}a>’ al-mu’a>malah fi al-fiqih al-isla>mi>, Alih Bahasa Nadirsyah Hawari, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh Islam..., 52.
(penipuan), si penjual tidak tahu apakah si pemilik akan merestui
ataukah tidak.30
Penjualan barang terjadi sebelum mendapatkan suatau izin
dari pemiliknya ini dianggap sebagai transaksi fudhu>li. Akad
fudhu>li dianggab sebagai akad yang sah. Hanya saja,
pemberlakuanya tergantung pada izin pemilik atau walinya.
Apabila si pemilik memberikan izin maka akad tersebut bersifat
mengikat dan apabila tidak maka akad tersebut batal.31
Lagi pula fudhu>li adalah orang yang memiliki hak
sempurna, maka menganggap berlaku transaksinya lebih baik
daripada membatalkanyanya. Memang, boleh dalam transaksi itu
ada manfaat yang bisa kembali kepada pemilik barng dan tidask
merugikan siapapun, sedang pemilik memiliki hak untuk tidak
membolehkan terjandinya transaksi itu bila melihat tidak adanya
keuntungan.32
4) Mampu diserahkan oleh pelaku akad.
Tidak boleh menjual barang yang tidak mampu diserahkan
seperti menjual burung di udara, ikan di dalam air, unta yang lari,
kuda yang hilang, atau harta yang dirampas.33 Barang akad dapat
30 Muhammad bin Kamal Khalid As-suyuti, Ar-Riyadh Al Murba’ah Firma Ittafaq ‘Alaih Al Arba’ah, Alih bahasa Marsuni Sasaky, Kumpulan Hadits Yang Disepakati 4 Imam (Jakarta : Pustaka Azzam, 2006) 214.
31 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Alih bahasa Syauqinah dan aulia Rahma…, 43
32 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi>y Wa ‘Adillahtuhu, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani
dkk…, 51.
diserahkan oleh pelaku akad secara syariat atau secara fisik.
Sesuatu yang tidak dapat diserahkan secara fisik maka tidak sah
hukumnya, seperti ikan yang berada dalam air.34
5) Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain).
Barang yang diperjualbelikan itu harus diketahui banyak,
berat, atau jenisnya. Tidaklah sah jual beli yang menimbulkan
keraguan salah satu pihak.
Dalam sebuah h{adi>s disebutkan:
ِدْبَع ْنَع
ِلا
ْب
ِن
َرَمُع
ِّب لِل َرَكَذ َاُجَر نأ :
ُعَدُُْ ُهن ّأ
َ ف ,ِعوُيُ بْلا ِِْ
َقا
: َل
ِإُ
َتْعَ ياَب اَذ
َاِخ َل ْلُقَ ف
َةَبَ
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar: “Seorang laki-laki bercerita kepada Rasulullah saw. Bahwa dia ditipu orang dalam hal jual-beli”. Maka beliau bersabda, “Apabila engkau berjual beli, maka katakanlah: Tidak boleh ada tipuan”.”
(H.R. Bukhari)35
Dari hadith diatas menjelaskan bahwa Rasulullah saw
sangat jelas melarang adanya penipuan di dalam jual beli. Untuk
menghindari penipuan dalam jual beli, maka pembeli diberikan hak
khiyar yang berarti memilih yang baik diantara dua perkara, yaitu
melanjutkan jual beli atau membatalkan.36
6) Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad.
34 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Alih bahasa Syauqinah dan aulia Rahma…, 45
35 Bukhari, S}ah}i>h} al-Bukha>ri, Alih bahasa Zainuddin, dkk,Terjemahan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta: Wijaya Jakarta, 1981) 266.
Barang sebagai obyek jual beli dapat diserahkan pada saat
akad berlangsung maupun barang diserahkan pada waktu yang
telah disepakati bersama ketika akad berlangsung.37
d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)
Dalam jual beli nilai tukar atau harga barang termasuk unsur
terpenting. Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para ulama fiqh
membedakan ats-tsaman dengan as-si’r. menurut mereka, ath-thaman
adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara
actual, sedangkan as-si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima
para pedagang sebelum di jual ke konsumen. Dengan demikian, harga
barang itu ada dua, yaitu harga antar pedagang dan harga antar pedagang
dengan konsumen (harga jual di pasar).38
Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat ath-thaman
sebagai berikut:39
1) Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.
2) Bisa diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun secara
hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit.
Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang), maka
waktu pembayarannya harus jelas.
37 Abdul Rahman Ghazaly, Dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) 76
38 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, 118.
3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan
barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan syara’.
E. Macam-macam jual beli
Ulama Hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya
menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Jual beli yang s}ah}i>h}
Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang s}ah}i>h} apabila jual
beli itu disyari’atkan. Jual beli seperti ini dikatakan sebagai jual beli
s}ah}i>h}. Misalnya, seseorang membeli sebuah kendaraan roda empat.
Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi. Kendaraan roda empat
itu telah diperiksa oleh pembeli dan tidak ada cacat, tidak ada yang rusak,
uang sudah diserahkan dan barang pun sudah diterima serta sudah tidak
ada hak khiya>r lagi. Jual beli seperti ini hukumnya s}ah}i>h} dan mengikat
kedua belah pihak.40
2. Jual beli yang ba>t}il
Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang ba>t}il apabila salah
satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada
dasar dan sifatnya tidak disyari’atkan.41
40 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, 121.
3. Jual beli yang fa>sid
Menurut ulama Hanafiyah yang dikatakan jual beli yang fa>sid
adalah apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang
dan bisa diperbaiki, sedangkan apabila kerusakan itu menyangkut
barang yang diperjualbelikan maka hal ini dinamakan jual beli ba>t}il
(batal).42
Namun jumhur ulama membagi transaksi jual beli menjadi dua macam
yakni: Jual beli yang sah (s{ahi>h) yakni jual beli yang memenuhi syarat dan
rukun jual beli dan jual beli yang tidak sah yakni jual beli yang tidak
memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli tersebut menjadi
rusak (fa>sid) atau batal. Dengan kata lain rusak dan batal menurut jumhur
ulama memiliki arti yang sama.
F. Syarat Sah Perjanjian
Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih
mengikat dirinya terhadap seseorang lain atau lebih43. Adapun syarat sahnya
perjanjian diantaranya yaitu:
1. Tidak menyalahi hukum syari‘ah.
Perjanjian yang diadakan oleh para pihak bukan perbuatan yang
bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang melawan hukum
syari‘ah. Sebab perjanjian yang bertentangan dengan hukum syari‘ah
42Ibid,…125.
adalah tidak sah dan dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi
masing-masing pihak untuk menepati atau melaksanakan perjanjian tersebut.44
2. Harus Sama-sama ridha.
Perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah didasarkan oleh
kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridha atau
rela aka nisi perjanjian tersebut, atau harus merupakan kehendak bebas
masing-masing pihak.45
3. Harus jelas dan gambling, tidak samar dan tersembunyi.
Apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang tentang apa
yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya
kesalah pahaman di antara para pihak tentang apa yang telah mereka
perjanjikan dikemudian hari.
44 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), 54.
BAB III
PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN
A. GAMBARAN UMUM
1. Sejarah Toko Cahaya Electro
Toko Cahaya Electro adalah sebuah toko yang bergerak dibidang
jasa pelayanan servis/perbaikan barang-barang elektronik, jual beli alat-alat
elektronik dan komponen-komponen elektronik. Toko ini sudah berjalan
sejak tahun 1990an dan di dirikan bapak Soleh dan sekarang dilanjutkan
oleh anaknya yang bernama bapak Imam.1
Pada awalnya toko ini hanyalah sebuah toko kecil, namun sejalan
dengan berkembangnya jumlah pemilik barang elektronik dan banyaknya
orang yang tidak mengetahui masalah kerusakan barang elektronik secara
tidak langsung meningkatkan para pelanggan.
Semakin meningkatnya pelanggan bapak Imam menjadi semakin
kewalahan untuk melayani sendirian, maka dari itu bapak Imam dibantu
oleh saudaranya untuk memperbaiki barang-barang elektronik yang rusak.2
2. Letak Toko Cahaya Electro
Salah satu peningkatnya pelanggan juga dipengaruhi oleh letak
yang stategis, dimana toko Cahaya Electro terletak di jalan Kolonel
Sugiono Gedongan nomer 7 kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dan juga
berseberangan dengan pasar Gedongan.
Pasar Gedongan merupakan sebuah pasar tradisional yang sudah
dikenal oleh masyarat kecamatan Waru Sidoarjo, dimana pasar tersebut
menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok maupun primer untuk
kesehari-harian. Dalam hal kebutuhan pokok di pasar Gedongan banyak
penjual seperti halnya sayur-sayuran, buah-buahan, ikan-ikan, dan kebutan
pokok yang lainya. Adupun dalam kebutuhan primer di pasar Gedongan
terdapat penjual seperti halnya pakaian, seragam sekolah, atribut sekolah,
sepeda, dan sebagainya.
Jalan Kolonel Sugiono ini merupakan akses jalan yang sering
dilewati oleh angkutan umum atau len dengan rute desa Tambak Sawah
sampai Terminal Bungurasih. Jalan tersebut juga sering dilewati oleh
masyarakat untuk melakukan beberapa kegiatan di pasar Gedongan
kecamatan Waru.3
3. Jenis Pelayanan Toko Cahaya Electro
a. Servis barang elektronik
Yang dimaksud servis ialah sebuah jasa pelayanan perbaikan
barang-barang elektronik yang mengalami kerusakan. Adapun jasa ini
untuk mengatasi beberapa komponen yang mengalami kerusakan pada
barang elektronik dan para pelanggan juga dapat meminta kepada toko
servis untuk mengganti komponen yang lebih baik.
Pelayanan servis elektronik yang di jalani oleh Toko Cahaya
Electro ini dikenal oleh masyarakat cukup baik dan memuaskan. Toko
tersebut melayani jasa servis berbagai barang elektronik, diantaranya
yaitu TV, DVD/VCD Player, Radio, Kipas, Blender, dan barang-barang
elektronik lainya yang menurut toko servis bisa diperbaikinya.4
b. Jual beli
Selain jasa servis toko Cahaya Electro juga melayani jual beli
yang berkaitan dengan barang elektronik. Adapun barang yang di jual
diantaranya:
1) Alat-alat elektronik
Yang dimaksud alat-alat elektronik adalah sebuah media
yang dibutuhkan untuk barang elektronik sebagai penunjang jalanya
barang. Alat-alat elektronik yang dijual di toko Cahaya Electro
diantaranya yaitu:
a. Remote Control TVmulty
b. Baterai
c. Antena TV
d. Stop kontak
e. Kabel listrik
f. dll
2) Komponen-komponen barang elektronik
Komponen merupakan sebuah alat berupa benda yang
menjadi bagian pendukung suatu rangkaian elektronik yang dapat
bekerja sesuai dengan kegunaan. Penjualan komponen-komponen di
toko Cahaya Electro dijual secara eceran. Adapun
komponen-kompenen yang dijual yaitu:
a) Resistor
b) Inductor
c) Transistor
d) Kapasitor
e) Beberapa komponen yang terdapat di Power Suplay
f) Dll
Selain menjual alat-alat elektronik beserta
komponen-komponen elektronik toko Cahaya Electro juga menjual
barang-barang elektronik second, yang mana barang-barang tersebut diperoleh dari
pelanggan yang barangnya sudah lama tidak diambil setelah di
servis.5
B. Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan.
1. Akad awal yang digunakan oleh pemilik toko dan pelanggan
Akad awal yang digunakan yaitu pelanggan membutuhkan/
memanfaatkan sebuah jasa servis yang dimiliki oleh toko Cahaya Electro
untuk memperbaiki barang elektroniknya yang telah terjadi kerusakan dan
pihak toko mengharapkan sebuah upah dari pelanggan.
Sebelum terbentuknya akad servis pelanggan menyebutkan
terjadinya kerusakan terhadap barang elektronik yang dimiliknya kepada
pihak toko. Dengan semua penjelasan pelanggan, pihak toko dapat
memperkirakan tentang kerusakan terhadap barang, kesanggupan untuk
menservis dan memperkirakan harga servis barang milik pelanggan.
Dalam perkiraan harga jasa servis yang akan dikeluarkan
kebanyakan pelanggan menyatakan kesanggupan ketika harga jasa
servisnya tidak lebih tinggi dari harga jual barang. Setalah itu pihak toko
memberitahukan kepada pelanggan untuk menunggu beberapa hari untuk
proses penservisan barang milik pelanggan. Setelah itu pelanggan diberi
sebuah nota sebagai bukti kepemilikan barang.
2. Bentuk perjanjian setelah terbentuknya akad
Setelah terbentuknya akad yakni memanfaatkan jasa servis dengan
memberi upah. Pihak toko memberikan sebuah perjanjian yang tertera pada
nota. Perjanjian yang dibuat oleh pihak toko ini guna untuk terhindar dari
kerugian terhadap kelalaian yang dilakukan oleh pelanggan.
Perjanjian yang tertera dalam nota yakni yang berisi catatan bahwa
jika barang-barang elektronik yang telah selesai diservis dan tidak diambil
selama lewat tiga bulan, maka barang servis akan dijual/dilelang. Selain itu
nota juga memuat tentang ciri-ciri barang ataupun kode barang servis yang
telah diberikan oleh pihak toko beserta tanggal penyerahan barang.
Pemberian nota ini setelah adanya kesepakat pelanggan untuk
menserviskan barang elektroniknya. Namun seringkali pelanggan servis
pihak toko Cahaya Electro tidak memperitahukan secara lisan atas
perjanjian tersebut.6
3. Praktik penjualan barang servis
Adapun praktik penjualan barang servis milik pelanggan di toko
Cahaya Electro pasar Gedongan adalah sebagai berikut:
Pertama : Pihak toko telah menyelesaikan servis/memperbaiki barang
elektronik milik pelanggan yang telah mengalami kerusakan.
Kedua : Kemudian pihak toko menyimpan barang elektronik milik
pelanggan sambil menunggu pelanggannya untuk menggambil
barang elektroniknya. Pihak toko mengeluh dalam proses
menunggu pengambilan barang elektronik yang dimiliki
pelanggan, seperti halnya yang dikatankan bapak Imam
“uwong-uwong iki onok ae seng suwe njupuk barange, emboh
goro-goro opo lali opo ancen dibuak barange tau sampek petang
wulan luweh gaero nang ndi uwenge iku”.7 Maksudnya yaitu “
orang-orang (pelanggan) ini ada saja yang lama mengambil
barang yang diservis, tidak tau karena apa? Mungkin juga
barangnya sudah direlakan/dibuang, pernah sampai empat
bulan lebih dan tidak tau juga keberadaan pelangganya”. Dari
ungkapan tersebut yang berarti bahwa sering terjadi para
pelanggan melakukan kelalaian yakni mengulur waktu
pengambilan barang elektroniknya. Penguluran waktu untuk
pengambilan yang dilakukan pelanggan ini pernah terjadi
sampai empat bulan lamanya bahkan tidak ada kabarnya lagi.
Pihak toko juga tidak mengetahui sebab para pelanggan yang
lama tidak mengamb