• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum Islam terhadap jual beli barang servis di toko Cahaya Electro pasar Gedongan Waru Sidoarjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hukum Islam terhadap jual beli barang servis di toko Cahaya Electro pasar Gedongan Waru Sidoarjo."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

Moh. Ayatulloh Al Ma’ruf (C72213145)

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Universita Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program

Sarjana Strata Satu Ilmu Syariah Dan Hukum

Oleh

Moh. Ayatulloh Al Ma’ruf

(C72213145)

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan judul “ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO”.

Skripsi ini bertujuan menjawab pertanyaan diantaranya adalah (1) Bagaimana

praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo; (2) Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.

Berkenaan dengan itu teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dan metode pembahasan yang dipakai adalah deduktif. Deduktif dalam penelitian ini merupakan pola pikir yang berpijak pada teori hukum Islam yang kemudian dikaitkan dengan fakta-fakta dalam praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, Praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro berawal dari perjanjian jasa servis. Perjanjian tersebut berisi, jika barang yang telah diservis dalam jangka waktu 3 bulan tidak diambil maka barang akan dijual. Dari hasil penjualan barang servis toko Cahaya Electro mendapatkan harga jual barang servis lebih tinggi daripada harga jasa servis dan hasil penjualan menjadi milik penuh toko Cahaya Electro. Pelanggan sebagai pemilik barang tidak mendapatkan pembagian hasil dari penjualan barangnya, padahal dari hasil penjualanya terdapat kelebihan terkait dari harga jasa servis.

Berdasarkan perspektif hukum Islam adalah ba>t}il, karena dalam

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. \Definisi Oprasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Jual Beli ... 21

B. Dasar Hukum Jual Beli ... 23

C. Rukun Jual Beli ... 26

D. Syarat Jual Beli ... 27

E. Macam-macam Dilarang ... 36

F. Syarat Sah Perjanjian ... 37

BAB III PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN A. Gambaran Umum 1. Sejarah Toko Cahaya Electro ... 39

(9)

3. Jenis Pelayanan Toko Cahaya Electro ... 40 B. Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko

Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo

1. Akad Awal Yang Digunakan Oleh Pemilik Toko Dan Pelanggan ... 42 2. Bentuk Perjanjian Setelah Terbentuknya Akad. 43 3. Praktik Jual Beli Barang Servis ... 44 4. Latar Belakang Penjualan Barang Servis ... 47 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL

BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

A. Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo ... 50 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Paktek Jula Beli Barang

servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru

Sidoarjo ... 57 BAB V PENUTUP

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kegiatan mu’a>malah ialah kegiatan-kegiatan yang menyangkut antar

manusia yang meliputi aspek politik, ekonomi dan sosial. Untuk kegiatan

mu’amalah yang menyangkut ekonomi meliputi kegiatan untuk meningkatkan

kesejahteraan dan kualitas hidup, seperti: jual beli, simpan pinjam, hutang

piutang, usaha bersama dan sebagainya.1

Dengan demikian dalam pelaksanaan mu’a>malah manusia harus saling

bekerja sama dan memberi bantuan kepada orang lain, guna untuk memenuhi

kebutuhan dan mencapai kesejahteraan dalam kehidupan. Sebagaimana firman

Allah SWT:                            

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

Allah amat berat siksa-Nya. (Al-Ma>’idah: 2)2

Dalam mu‘a>malah akad memiliki peran yang penting, karena akad

merupakan penghubung setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan

kepentinggannya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri tanpa bantuan dan jasa

orang lain.

1 Arnaen Permata Atmadja dan Antonio Syafi’i, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Jakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 2000), 8

2 Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemah Perkata Asbabun Nuzul dan Tafsir Bil

(11)

Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, menyambung

atau menghubungkan (al-rabt}). Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan

ijab dan kabul yang berakibat timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran

yang diajukan oleh salah satu pihak, dan kabul adalah jawaban persetujuan yang

diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang

pertama. Akad tidak terjadi apabila pernyataan kehendak masing-masing pihak

tidak terkait satu sama lain karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua

pihak yang tercermin dalam ijab dan kabul.3

Salah satu bentuk akad yang sering dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah

jual beli. Hal ini sebagaimana Rifa’ah ibn Rafi’ bertanya kepada Rasulullah Saw

perihal usaha yang paling baik, dan beliau menjawab:

َعاَفِر ْنَع

َة ا

لا نأ ٍعِفاَر ُنْب

َو ِهْيَلَع ها ىلَص ِِ

ُلَمَع َلاَق ؟ ُبَيْطَأ ِبْسَكْلا ىَأ َلِئُس َملَس

ٍرْوُرْ بَم ٍعَيب لُك َو ِِدَيِب ِلُجرلا

4

Artinya: “Dari Rifa>’ah ibnu Ra>fi’ bahwa Nabi saw ditanya usaha apakah

yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabru>r. ( H.R. al-Bazzar dan al-Hakim)”

Dalam hadith di atas dijelaskan bahwasanya pekerjaan sebagai pedagang

sangatlah mulia, sebagaimana dipraktikkan oleh Rasulullah Saw dan para

sahabatnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan, berdagang juga mengandung

unsur tolong menolong yakni menerima dan memberikan andil kepada orang

lain dalam mencapai kemajuan hidup.

3 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 68-69.

(12)

Dalam perdagangan manusia dapat mempererat tali persaudaraan sesama

manusia sebagaimana yang diajarkan oleh Islam. Namun Islam tidak

menghendaki adanya unsur kebatilan dalam memperoleh keuntungan dari

berdagang. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat an-Nisa>’

ayat 29:

ِطٰ َببلٱِب ُكَنبيَب ُكَلَٰوبمَأ اك ُلُكبأَت ََ ا ُنَماَء َ يَِٱاَ يَأٓ َي

ب ُكنِ م لضاَرَت َع ًةَرٰ َجِت َن ُكَت نَأ كَِإ ِل

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka

di antara kamu”. (Q.S. an-Nisa>’:29)5

Dalam dunia perdagangan seorang muslim berkewajiban mengetahui

hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak (fa>sid). Ini

dimaksudkan agar mu’a>malah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya

jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.6

Sikap saling rela menjadi salah satu hal yang terpenting dalam transaksi

jual beli, sebab keberkahan akan didapat dari kerelaan antar keduannya, dan

jalan kebathilan sangatlah dicela karena akan merugikan satu diantara

keduanya. Seseorang harus paham betul terhadap aturan dan batasan yang dapat

mempertahankan kehalalan dari pekerjaan itu. Oleh karena itu wajib hukumnya

berlaku jujur dalam bertransaksi dan diharamkan untuk bermanipulasi yang

mengakibatkan unsur haram masuk di dalamnya.

(13)

Dalam berdagang seseorang haruslah memperhatikan syarat dan rukun

terlebih pada objek yang diperjualbelikan, Ini guna untuk mencapai kehalalan

transaksi tersebut. Begitu juga dalam perdagangan, barang yang hendak

diperjualbelikan haruslah milik sendiri (milik penjual)7. Tidaklah sah menjual

barang orang lain tanpa seizin pemiliknya atau menjual barang yang hendak

menjadi milik.

Rasulullah Saw bersabda sebagai berikut :

ْنَع

وِرْمَع

ِنْب

بْيَعُش

ْنَع

ِهْيِبَأ

ْنَع

ِّدَج

ِنَع

لا

ِِّ

ىلَص

ُها

ِهْيَلَع

َملَسَو

َلاَق

:

َل

َقَاَط

لِإ

اَمْيِف

ُكِلََْ

َلَو

َقْتِع

لِإ

اَمْيِف

ُكِلََْ

َو َل

َعْيَ ب

لِإ

اَمْيِف

ُكِلََْ

اورُ

ادوبأ

َدو

Artinya: “Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya, dari neneknya dari Nabi SAW. Beliau bersabda, “Tidak ada talak (tidak sah), melainkan pada perempuan yang engkau miliki, dan tidak ada memerdekakan, melainkan pada budak yang engkau miliki, dan tidak ada (tidak sah) berjual beli, melainkan pada barang yang

engkau miliki.” (H.R. Abu Daud)8

Selain itu Islam menegaskan kepada manusia untuk berlaku adil dalam

jual beli. Hal ini agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sebagaimana

firman Allah SWT dalam surat al-Isra>’ ayat 35:

َخ َ ِلَٰذ ِۚ يِ َت بسُ بلٱِسا َط بسِ بلٱِب ا ُنِزَو ب ُتبِ اَذِإ َلبيَ بلٱ ا ُفبوَأَو

م

ٗيِوبأَت ُ َسبحَأَو ٞ بۡ

Artinya:”Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. al-Isra>’: 35)9

7 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi>y Wa Adillahtuhu, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 235.

8 Abi> Da>wud Sulaima>n ibn al-’ash‘ati al-azdhiy al-sajasta>niy, Sunan Abi> Da>wudJuz II , (Kairo: Dar al Hadits, 1999), 939

(14)

Jual beli merupakan salah satu bagian mua>malah yang diperbolehkan

Allah SWT, dan keberadaanya tidak akan dapat dipungkiri dalam masyarakat,

termasuk kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan dengan adanya kegiatan jual

beli inilah manusia dapat bertahan hidup. Jual beli termasuk sarana saling

tolong menolong antara sesama manusia, ketika penjual membutuhkan pembeli,

begitu juga sebaliknya pembeli juga membutuhkan penjual.

Sebagian kaum muslimin ada yang lalai mempelajari mu‘a>malah,

sehingga tidak peduli kalau mereka memakan barang haram. Sekalipun semakin

hari usahanya kian meningkat dan keuntungan semakin banyak.10 Orang yang

terjun ke dunia usaha berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat

mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak sah (fa>sid). Ini dimaksudkan agar

mu‘a>malah berjalan sah, segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang

tidak dibenarkan.

Jenis dan bentuk mu‘a>malah akan berkembang sesuai dengan

perkembangan zaman, tempat dan kondisi sosial. Persoalan mu‘a>malah terkait

erat dengan perubahan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.11

Pada awal penelitian yang terdapat di toko Cahaya Electro Pasar

Gedongan Waru Sidoarjo memberikan sebuah jasa servis (perbaikan barang

yang telah rusak) barang eloktronik seperti Tv, Radio, dvd, kipas dan lain-lain.

Selain melayani jasa servis toko tersebut juga menjual beberapa

komponen-komponen elektronik, alat-alat elektronik dan juga menjual beberapa barang

(15)

elektronik second (bekas pakai) milik pelanggan servis yang telah lalai dalam

perjanjian jasa servis barang elektronik.

Adapun perjanjian jasa perbaikan barang elektronik di toko Cahaya

Electro Pasar Gedongan yaitu perjanjian yang terlebih dahulu dibuat oleh toko

servis yang tertera dalam nota. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa

memberikan dalam tenggang waktu 3 bulan (terhitung sejak penyerahan)

untuk mengambil barang elektronik yang telah diperbaiki, jika tidak diambil

maka barang akan dijual/dileleng.12

Dalam pelaksanan jual beli barang servis yang telah lewat batas

pengambilan maupun tidak adanya kabar dari pelanggan, pihak toko akan

menawarkan barang kepada calon pembeli dan menjual barang dengan harga

sesuai dengan pasaran barang second13. Uang hasil penjualan barang servis

tersebut keseluruhanya menjadi milik toko servis.14 Padahal harga jual barang

barang servis lebih tinggi daripada harga jasa servis.

Berangkat dari adanya bentuk praktik jual beli barang servis milik

orang lain, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam

tentang “Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di toko

Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo”

(16)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan

kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan

melakukan identifikasi sebanyak-banyaknya kemudian yang dapat diduga

sebagai masalah.15 Berdasarkan paparan latar belakang di atas, penulis

mengidentifikasi inti dari permasalahan yang terkandung di dalamnya sebagai

berikut:

1) Pelaksanaan jasa servis barang elektronik.

2) Pembentukan perjanjian dalam jasa servis (perbaikan barang elektronik).

3) Latar belakang penjualan barang servis.

4) Praktik jual beli barang servis milik pelanggan servis.

5) Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di toko Cahaya

Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.

Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, penulis perlu menjelaskan

batasan dan ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini agar

terfokus dan terarah. Adapun batasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1) Praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan

Waru Sidoarjo.

2) Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di toko Cahaya

Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.

15Tim Penyusun Fakultas Syari’ah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya:

(17)

C.Rumusan Masalah

Rumusan masalah memuat pertanyaan yang dijawab melalui penelitian.16

Melalui deskripsi di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai

berikut :

1) Bagaimana praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar

Gedongan Waru Sidoarjo?

2) Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di toko

Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo?

D.Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang

sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang penulis teliti sehingga terlihat

jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau

duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.17 Bahwa penulis menemukan

penelitian mengenai jual beli dan sejenisnya dari peneliti sebelumnya yang

berjudul:

1) Skripsi yang ditulis oleh Anisha Trisna Putri Dewanti dengan judul

“Analisis Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual beliBBM dengan Nota

Print Berbeda (Study Kasus SPBU Pertamina di Surabaya Utara)” tahun

2014. Skripsi ini membahas tentang transaksi jual beli BBM dengan Nota

Print diawali dengan pemesanan nota print yangdilakukan oleh pihak sopir

16 Ibid., 8.

(18)

kepada operator SPBU. Lalu operator SPBU akan mengambil nota print

dari pembeli yang tidak meminta nota printnya. Pada hariberikutnya, saat

sopir yang memesan itu datang dan membeli BBM, baru terjadilah jual beli

nota print tersebut.

Dalam skripsi tersebut menyatakan transaksinya sah karena telah

memenuhi rukun, namun dalam pelaksanaanya terdapat dampak atau

akibat yang ditimbulkan dengan adanya transaksi tersebut adalah

merugikan beberapa pihak. Dengan menggunakan metode Sadd Az|-

Z|ari’ah, yaitu melarang suatu pekerjaan yang pada awalnya diperbolehkan,

karena dapat menimbulkan sesuatu yang menyebabkan terjadinya

kemad}aratan.18

2) Skripsi yang ditulis oleh Farikhatul Masito dengan judul “Analisis Hukum

Islam terhadap Jual Beli Handphone (HP) Servis yang tidak diambil oleh

pemiliknya di Counter Kaafi Cell dan Anugrah Cell Sidoarjo” tahun 2012.

Skripsi ini membahas tentang jual beli handphone servis yang tidak diambil

oleh pemilik(konsumen yang memperbaiki handphone).

Seseorang yang menserviskan handphonenya yang telah selesai

diperbaiki pemilik handphone mendapat pemberitahuan bahwa

handphonenya sudah bisa diambil, akan tetapi jika pemilik handphone

tidak mengambil handphonenya dalam waktu yang cukup lama karena

beberapa alasan, maka pihak counter menjual handphone tersebut. Pihak

18Anisha Trisna Putri Dewanti, ”Analisis Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual beli BBM dengan

(19)

counter merasa berhak menjual handphone itu karena telah meluangkan

waktu dan mengeluarkan biaya untuk memperbaiki handphone. Dengan

hasil, jual beli handphone servis yang tidak diambil oleh pemiliknya di

counter Kaafi Cell dan Anugrah Cell Sidoarjo hukumnya tidak sah, karena

tidak memenuhi salah satu syarat jual beli dalam hukum Islam.19

3) Jurnal yang di tulis oleh Trisadini Prasastinah Usanti dengan judul “Akad

Baku Pada Pembiayaan Mura>bahah Di Bank Syariah” tahun 2013. Jurnal

ini membahas tentang\ kontrak baku perjanjian yang telah ditentukan dan

dituangkan dalam bentuk formulir. Dalam praktik perbankan syariah,

pembiayaan murabahah dituangkan dalam bentuk akad baku, bahwa

nasabah penerima fasilitas pembiayaan tidak diberikan kesempatan untuk

bernegosiasi tentang klausula yang ada dalam akad pembiayaan

murabahah.

Adanya klausula baku pada pembiayaan murabahah di bank syariah

tidaklah bertentangan dengan prinsip syariah. Kontrak baku pada

pembiayaan murabahah di beberapa bank syariah telah memuat klasula

yang sesuai dengan karakteristik dari pembiayaan murabahah tersebut dan

telah memuat syarat minimum yang harus ada dalam akad sebagaimana

(20)

ditentukan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional yang dirumuskan dalam

Peraturan Bank Indonesia.20

Dari ketiga penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di atas

masing-masing memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti dalam judul “Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di

toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo” yang secara garis besar

skripsi ini membahas tentang pelaksanaan jual beli barang servis milik

pelanggan karena telah lalai dalam perjanjian. Keseluruhan uang hasil penjualan

barang servis menjadi milik toko servis.

Adapun perjanjian khusus dalam jasa perbaikan barang servis yaitu

memberikan dalam tenggang waktu 3 bulan (terhitung sejak penyerahan)

untuk mengambil barang elektronik yang telah diperbaiki, jika pengambilan

telah lewat jatuh tempo, barang akan dijual/dilelang dan tidak bisa kembali.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah rumusan tentang tujuan yang ingin dicapai oleh

peneliti melalui penelitian yang di lakukannya21. Tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini antara lain:

1) Untuk mendeskripsikan praktik jual beli barang servis di toko Cahaya

Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.

20Trisadini Prasastinah Usanti, “Akad Baku Pada Pembiayaan Mura>bahah Di Bank Syariah”, dalam http://www.jurnal-perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/113, diakses pada 15 Desember 2016.

(21)

2) Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli servis di

toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru Sidoarjo.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian memuat uraian yang mempertegas bahwa

masalah penelitian itu bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun praktis.22

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Aspek teoritis, sebagai upaya bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

khususnya yang berkaitan dengan jual beli barang milik orang lain

sekaligus untuk mengetahui hukum Islamnya.

2) Aspek praktis, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi

yang melakukan jual beli barang milik orang lain yang diharapakan dapat

berguna sebagai pedoman transaksi di lapangan atau masyarakat.

G.Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu untuk memuat penjelasan tentang pengertian

yang bersifat operasional dari konsep atau variabel penelitian.23 Untuk

memudahkan pemahaman dalam judul penelitian ini, maka perlu penjelasan

secara operasional agar terjadi kesepahaman dalam memahami judul skripsi.

1) Hukum Islam adalah Peraturan-peraturan berdasarkan wahyu Allah

(al-Quran) dan Sunnah Rasul (Hadits) tentang tingkah laku manusia mukallaf

22 Ibid., 8.

(22)

yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang

beragama Islam.24 Hukum islam yang dimaksud dalam penelitian adalah

akad jual beli.

2) Jual beli barang servis adalah menjual barang elektronik milik pelanggan

servis yang telah diperbaiki sesuai perjanjian yang telah dibuat dan tidak

diambil sesuai batas waktu.

H.Metode Penelitian

Untuk memperoleh data serta informasi yang akturat, relevan dan

obyektif, metode yang digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam penelitian

ini adalah metode kualitatif. Oleh karena itu, penulis memaparkan metode

penelitian yang digunakan untuk memperjelas arah dan tujuan penelitian ini.

1) Jenis penelitian

Dilihat dari segi sumber data yang didapat, maka penelitian ini

termasuk dalam kategori penelitian lapangan (field research). Sedangkan

jenis penelitian ini adalah kualitatif sebagai prosedur penilitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati.25

24 Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 44.

(23)

2) Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan dengan pola pikir deskriptif

kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskriptif secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat- sifat, populasi daerah

tertentu.26

3) Lokasipenelitian

Lokasi penelitian yang terdapat di toko Cahaya Electro Pasar

Gedongan Desa Wadung Asri Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

4) Data yang dikumpulkan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa primer maupun

sekunder yang berasal dari seseorang, dokumen, pustaka, barang, dan

keadaan.27 Data yang perlu dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam

rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:

a) Data Primer

(1) Pelaku akad

(2) Akad yang digunakan

(3) Jasa perbaikan barang elektronik

(4) Perjanjian dalam praktik jasa perbaikan barang elektronik

b) Data Sekunder

(1) Ayat suci al-Qur’an yang menjelaskan tentang jual beli

(2) Hadis yang menjelaskan tentang jual beli

26 Suryana, Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian kuantitatif dan Kualitatif. (Universitas Pendidikan Indonesia: 2010), 14.

(24)

(3) Pendapat para ulama yang menjelaskan tentang jual beli

5) Sumber Data

Sumber data yakni sumber dari mana data digali, baik primer

maupun sekunder.28

a) Sumber Primer

Sumber primer yaitu sumber yang diperoleh dari pelaku yang

diamati atau diwawancarai sebagai sumber utama.29 Diantaranya

sebagai berikut:

(1) Pemilik toko servis

(2) Pelanggan servis

(3) Pembeli barang servis

b) Sumber Sekunder.

Sumber sekunder adalah sumber yang diperoleh dari bahan

kepustakaan.30 Sumber yang bersifat membantu dalam melengkapi

serta memperkuat dari sumber primer tersebut, diantaranya sebagai

berikut:

(1) Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Isla>mi>y Wa ‘Adillatuhu.

(2) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah.

(3) Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah.

(4) Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah.

(5) Abdul Aziz Muhammad, Fiqh Muamalat.

28Tim Penyusun Fakultas Syari’ah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi ..., 8. 29 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,..., 157

(25)

(6) Abdul Rahman Ghazaly, dkk., Fiqh Muamalat.

(7) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah.

(8) Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli.

(9) Muhammad bin Kamal Khalid As-suyuti, Ar-Riyadh Al Murba’ah

Firma Ittafaq ‘Alaih Al Arba’ah, ahli bahasa Marsuni Sasaky,

Kumpulan Hadits Yang Disepakati 4 Imam.

6) Teknik Pengumpulan data

a) Observasi

Teknik pengamatan dengan cara mengamati (melihat,

memperhatikan, mendengarkan, dan mencatat secara sistematis objek

yang diteliti)31 yang akan digunakan untuk pengumpulan data tentang:

(1) Akad yang dilakukan dalam transaksi

(2) Jasa perbaikan barang elektronik

(3) Praktik jual beli barang servis

b) Interview

Teknik interview yang disebut juga sebagai wawancara yaitu

suatu teknik yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan atau data

secara lisan dari seorang responden sebagai pembantu dari teknik

observasi.32 Penulis akan mewawancarai pihak yang terlibat yaitu

pelaku praktik jual beli barang servis tersebut, yaitu pemilik toko

servis dan pelanggan servis.

31 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., 174-175.

(26)

7) Teknik pengolahan data

Tahapan pengolahan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Organizing

Teknik ini digunakan untuk menyusun dan mensistematiskan

data yang akan diperoleh tentang tinjauan hukum Islam terhadap

praktik jual beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan.

b) Editing

Yaitu kegiatan pemeriksaan terhadap kelengkapan data yang

dikumpulkan.33 Teknik ini digunakan untuk pemeriksaan kembali

terhadap semua data yang telah diperoleh terutama dari segi kejelasan

makna dan kesesuaian antara data primer dan data sekunder tentang

tinjauan jual beli menurut hukum Islam terhadap praktik jual beli

barang servis milik orang lain.

c) Analizing

Analizing yaitu suatu proses pengelompokan dan

pengategorikan data yang dikumpulkan secara sistematis.34 Teknik ini

digunakan untuk memberikan analisa dari data yang telah

dideskripsikan dan menarik kesimpulan tentang tinjauan jual beli

menurut hukum Islam terhadap praktik jual beli barang servis milik

orang lain.

33 Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005), 192.

(27)

8) Teknik Analisis Data

Analisis data, yaitu proses penyederhanaan data kebentuk yang

lebih mudah dibaca dan dipahami.35 Penulis melakukan analisis data

dengan menggunakan metode kualitatif, yakni upaya yang dilakukan

dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat disampaikan kepada orang lain.36

Setelah penulis mengumpulkan data secara sistematis dan faktual,

kemudian penulis menganalisisnya dengan menggunakan metode

diskriptif analisis yaitu kumpulan data yang terkait dengan praktik jual

beli barang servis di toko Cahaya Electro Pasar Gedongan Waru yang

disertai analisis untuk diambil kesimpulan. Metode ini digunakan

memaparkan, menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul

kemudian disusun dan dianalisis untuk diambil kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, antara satu bab dengan

bab lainnya saling berhubungan, selanjutnya dalam setiap bab terdiri dari sub

bab. Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan teratur sesuai dengan apa

(28)

yang direncanakan penulis, maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai

berikut :

Bab pertama : Merupakan pendahuluan yang berisi tentang penyusunan

langkah awal untuk memulai sebuah penelitian, agar yang

direncankan oleh penulis dalam penelitiannya bisa sistematis.

Adapun pada bab pendahuluan terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan

masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, definisi operasional, metode penelitian, serta

menggambarkan alur sistematika pembahasan yang jelas.

Bab kedua : Landasan teori yang membahas tentang kajian pustaka yang

menguraikan teori berkaitan dengan praktik jual beli, yang

mencakup bahasan tentang konsep jual beli dalam hukum

Islam. Di antaranya mengenai pengertian, dasar hukum, rukun

dan syarat, macam-macam jual beli, serta syarat sah perjanjian.

Yang bertujuan untuk mengetahui analisis hukum Islam

terhadap permasalahan tersebut. Mengenai data penelitianya

akan dilanjutkan pada bab ketiga.

Bab ketiga : Data penelitian yang mencakup gambaran umum toko

Cahaya Electro Pasar Gedongan dan hasil temuan dalam

penelitian terkait dengan praktik jual beli barang elektronik

(29)

data penelitian murni yang dibahas secara jelas. Untuk

analisisnya maka dilanjutkan pada bab keempat.

Bab keempat : Berisi tentang analisis data yaitu data telah di deskripsikan

guna menjawab masalah penelitian, terhadap isi bab tiga

dengan menggunakan teori dalam bab dua. konsep jual beli

dalam hukum Islam. Untuk hasil analisis akan disimpulkan

pada bab ke lima.

Bab kelima : Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan ini

bermaksud memberikan jawaban terhadap rumusan masalah

(30)

BAB II

JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Jual Beli

Jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu “jual dan beli”. Kata jual yang

berarti menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah

adanya perbuatan membeli. Jadi perkataan jual beli menunjukkan adanya dua

perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan pihak yang

lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli.

Demikian bahwa perjanjian jual beli ini melibatkan dua pihak yang saling

menukar atau melakukan pertukaran.1

Secara etimologi, jual beli adalah proses tukara-menukar barang dengan

barang atau sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bay‘ yang artinya jual

beli termasuk bermakna ganda yang bersebrangan, seperti halnya kata

ash-shira>’ yang berarti membeli. Dengan demikian, kata al-bay‘ berarti jual, tetapi

sekaligus juga berarti beli.2

Adupun jual beli menurut beberapa ulama:

1. Ulama Hanafiyah

ٍصْوُصََْ ٍهْجَو ىَلَع ٍلاَِِ ٍلاَم ُةَلَداَبُم

1 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 33

(31)

Artinya: “Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus

(yang diperbolehkan).”3

Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa cara yang khusus

yang dimaksudkan ulama Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan

membeli dari pembeli) dan kabul (pernyataan menjual dari penjual), atau

juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan

pembeli. Selain itu, harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi

manusia. Sehingga bangkai, minuman keras, dan darah, tidak termasuk

sesuatu yang boleh diperjualbelikan, karena benda-benda itu tidak

bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap

diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah jual belinya tidak sah.

2. Definisi lain dikemukakan ulama Hanabilah, jual beli adalah:

ِلاَمْل ا ُةَل َداَبُم

اَكْيِلََْ ِلاِماِب

Artinya: “Saling tukar menukar harta dengan harta dengan tujuan

memindahkan kepemiliknnya”.4

Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata “milik dan

pemilikan”, karena ada juga tukar-menukar harta yang sifatnya tidak harus

dimiliki, seperti sewa-menyewa (Ija>rah).

3. Menurut Imam Sha>fi’i>

دْقَع :اًعْرَشَو

َلَ باَقُم ُنمَضَتَ ي

ا ِهِطْرَشِب ٍلاَِِ ٍلاَم َة

ِل ْ ِِآ

ِةَدَافِتْس

ْوَأ ٍَْْع ِكْلِم

َم

ٍةَعَفْ

ٍةَدبَؤُم

Artinya: “Jual beli menurut shara>’ adalah suatu akad yang mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya.”

(32)

Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata

“milik dan pemilikan”, tukar-menukar barang dengan maksud memberi

kepemilikan.5

B. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli merupakan jembatan bagi manusia untuk melakukan sebuah

transaksi serta untuk mendapatkan harta yang dibutuhkan dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Adapun jual beli mempunyai landasan yang kuat dalam

al-Qur'an, al-Sunnah dan Ijma’, yaitu di antaranya:

1. Beberapa ayat al-Qur’an tentang jual beli:

a. Surat al-Baqarah ayat 275

         

Artinya: “Dan Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”6

Ayat diatas sangat jelas bahwasannya jual beli merupakan

akad yang diperbolehkan dan melarang transaksi yang mengandung

riba’.

b. Surat an-Nisa>’ ayat 29

                                                                                                                                                                            

5 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi>y Wa Adillahtuhu, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani

dkk, …, 25.

(33)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu,

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”7

Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara

batil yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil

berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad

yang rusak yang tidak boleh secara syara’ baik karena ada unsur riba’ atau

jahalah (tidak diketahui), atau karena kadar ganti yang rusak seperti

minuman keras, babi, dan yang lainya dan jika yang diakadnya itu adalah

harta perdagangan bukan termasuk harta yang tidak boleh dijual belikan.8

2. Landasan as-Sunnah antara lain:

a. H{adith dari Rifa>’ah ibnu Ra>fi’

َةَعاَفِر ْنَع

ا

َأ َلِئُس َملَس َو ِهْيَلَع لا ىلَص ِِلا نأ ٍعِفاَر ُنْب

ُلَمَع َلاَق ؟ ُبَيْطَأ ِبْسَكْلا ى

ٍرْوُرْ بَم ٍعَيب لُك َو ِِدَيِب ِلُجرلا

9

Artinya: “Dari Rifa>’ah ibnu Ra>fi’ bahwa Nabi saw ditanya usaha apakah

yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabru>r. ( H.R. al-Bazzar dan al-Hakim)”

Dari hadith di atas jual beli yang mabru>r adalah setiap jual

beli yang tidak ada dusta dan khianat, sedangkan dusta adalah

7 Ibid..., 83.

8 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Niz}a>’ al-mu’a>malah fi al-fiqih al-isla>mi>, Alih Bahasa Nadirsyah Hawari, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh Islam, (Jakarta : Amza, 2010) 27.

(34)

penyamaran dalam barang yang dijual, dan penyamaran itu adalah

penyembunyian aib barang dari penglihatan pembeli10.

b. H{adith dari Abu Sa’id al-Qhudri yang diriwayatkan oleh Ibn Majah

َع ْن

َد

ُوا َد

ا ْب

ِن

َص

ِلا

ِح

ْلا

َم َد

ّن

ِلا ُلْوُسَر َلاَق ُلوُقَ ي يِرْدُخىلا َدْيِعَس اَبَأ ُتْعََِ :َلاَق ِهْيِبَا ْنَع ,

11

َهجام نبا اورُ ٍضاَرَ ت ْنَع ُعْيَ بْلا اََِاَو م.ص

Artinya: “Dari Abu Dawud Ibnu Shalih Al-Maddani dari ayahnya berkata saya mendengar Abu Sa’id al-Qhudri berkata; bahwa Rasullullah Saw; jual beli atas dasar saling meridha>i”. (HR. Ibnu Ma>jah)

c. Hadith dari Ibnu Umar yang diriwayatkan Ibnu Ma>jah

ِنْبا ْنَع

َلاَق َرَمُع

ُمِلْسُمْلا ُِْْمَْْا ُقْوُدصلا ُر ِجَاّتلا : َملَسَو ِهْيَلَع لا ىلَص لا ُلْوُسَر

َعَم

َ ي ِءاَدَهشلا

ِةَماَيِقْلا َمْو

.

12

Artinya: "Ibnu ‘Umar ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw. Pedagang yang benar (jujur), dapat dipercaya dan muslim, beserta para shuhada’ pada hari kiamat. (HR. Ibnu Ma>jah).”

3. Ijma’

Ulama telah sepakat atas kebolehan akad jual beli. Ijma’ ini

memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia berhubungan dengan

sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan kepemilikan sesuatu

itu tidak akan diberikan dengan begitu saja, namun terdapat kompensasi

yang harus diberikan. Dengan disyariatkannya, jual beli merupakan salah

satu cara untuk merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena

(35)

pada dasarnya, manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dan bantuan

orang lain.13

Dari beberapa ayat-ayat al-Qur'an, sabda Rasul serta Ijma’ Ulama’

di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum jual beli itu mubah (boleh).

tetapi menurut Imam Asy-Syatibi, pada situasi tertentu dapat berubah menjadi

wajib, dia mencontohkan ketika terjadi praktik penimbunan barang kalau tidak

ada barang baru dikeluarkan (Ih}tikar) sehingga harga di pasaran menjadi naik.

Hal ini menurut prinsip dia bahwa yang mubah itu apabila ditinggalkan secara

total, maka hukumnya boleh menjadi wajib.14

C. Rukun Jual Beli

Jual beli itu dapat dikatakan sah oleh shara’, jika rukun dan syarat

sudah dipenuhi. Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa rukun jual beli ada empat,

yaitu:15

a. Orang yang berakad atau al-muta‘a>qida>yn yaitu: Penjual dan Pembeli.

Pendapat ini disepakati oleh para ulama’mazhab

b. S}igha>t (lafal ijab dan kabul) yaitu: pernyataan serah terima antara penjual

dan pembeli,

c. Ma’qu>d ‘ala>ih (barang yang dibeli), ara ulama’ bersepakat kalau tidak ada

barang yang diperjual belikan maka tidak sah akad jual beli.

13 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 73 14 Nasrun Haroun, Fiqh Muamalah…, 114

(36)

d. Ada nilai tukar atau harga pengganti barang (thaman)

Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli,

dan nilai tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun

jual beli.

D. Syarat Jual Beli

Rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama’ di atas terdapat

beberapa syarat-syarat yang harus terpenuhi yakni sebagai berikut:

a. Syarat orang yang berakad

Adapun syarat-syarat orang yang melakukan akad jual beli yaitu

sebagai berikut:

1) Mummayyiz, ba>ligh dan berakal, oleh sebab jual beli yang dilakukan

anak kecil yang belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah.

tetapi jika transaksi itu sudah mendapat izin dari walinya, maka

transaksi tersebut hukumnya sah sebagaimana pendapat Jumhur

ulama.16

Namun dari pendapat Imam Hanafi tidak mensyaratkan ba>ligh,

sehingga sah saja perbuaatan seorang anak yang telah mummayyis.

Secara umum Hanafi membagi perbuatan anak-anak yang berakal dan

mumayyis.17

16 Ibid..., 115.

(37)

2) Orang yang melakukan akad itu orang yang berbeda, artinya seseorang

itu tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual

sekaligus pembeli.18

3) Harus bebas memilih atau dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa).

maksudnya adalah dalam melakukan perbuatan jual beli atau

bertransaksi tersebut, baik itu dari salah satu pihak penjual atau pembali

tidak boleh melakukan suatu tekanan atau paksaan yang diterima dari

keduanya. Karena adanya kerelaan dari kedua belah pihak merupakan

salah satu rukun yang terpenting, jika tidak adanya kerelaan maka tidak

sah jual belinya menurut jumhur ulama.19

4) Ada hak milik penuh. Penjual memiliki kuasa terhadap barang yang akan

dijual, baik berdasarkan hak milik, perwakilan, atau izin dari Syara’

seperti kuasa ayah, kakek, hakim, dan orang yang mendapatkan harta

dari selain jenis harta dia. Dan orang yang menemukan harta yang

dikhawatirkan rusak atau hilang, maka kuasanya adalah kuasa yang

na>qish (tidak sempurna) supaya tidak masuk dalam menjual sesuatu

sebelum dipegang, dan fudhu>li> yaitu orang yang bukan yang memiliki,

bukan wakil dan wali.20 Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw. kepada

Hakim Ibnu Hizam:

18 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 116 19 Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli..., 18.

(38)

ِميِكَح ْنَع

ِنْب

ِلا َلوُسَر ُتْيَ تَأ :َل اَق ,ِماَزِح

َ ف ،

ُلَأْسَي ُلُجرلا ِِْيِت ْأَي : ُتْلُق

نِم ِِ

ِعْيَ ب

َأ ُث ، ِق وسلا َنِم ُهَل ُع اَتْ بَأ ،يِدِْع َسْيَل اَم

َكَدِْع ْعِبَت َل :ُلَق ،ُهُعيِب

Artinya: Hakim bin Hazam, ia berkata: a k u menemui Rasulullah,

lalu aku berkata, “Ada seorang laki-laki yang memintaku

menjual barang yang tidak ada padaku. Apakah aku harus membelinya terlebih dahulu, baru aku menjual kepadanya?” Beliau menjawab, “Jangan kamu menjual apa yang tidak ada

padamu” (HR. Tirmidzi)21

b. Syarat yang terkait dengan ijab dan kabul

Akad ialah perikatan yang ditetapkan dengan ijab dan kabul

berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada obyeknya.22 Akad

artinya persetujuan antara penjual dan pembeli.

Menurut ulama fiqih bahwa unsur utama dari jual beli adalah

kerelaan kedua belah pihak yakni antara penjual dan pembeli, hal ini

bisa dilihat dari ijab dan kabul yang terjadi dalam transaksi jual beli

tersebut. Menurut mereka ijab dan kabul perlu diungkapkan secara jelas

dalam transaksi-transaksi yang mengikat dua belah pihak, seperti dalam

transaksi jual beli, sewa menyewa dan akad nikah.23

Adapun dalam ijab dan kabul yang merupakan bentuk akad,

disyariatkan hal-hal berikut:

21 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Tirmidzi, Alih Bahasa Abu Muqbil Ahmad Yuswaji, Shahih Sunan Tirmidzi jilid 2, (Depok: Pustaka Azzam, 2002) 20.

(39)

1) Orang yang mengucapkanya telah ba>lig dan berakal, menurut

Jumhur ulama, atau telah berakal menurut Hanafiyah.24 Dalam jual

beli disyaratkan orang yang melakukan ijab dan kabul telah ba>ligh

dan berakal, agar tidak mudah ditipu orang.

2) Ijab sesuai dengan kabul dalam menunjukan apa yang wajib diridhai

oleh kedua pihak, yaitu barang yang dijual dan penukaran. Apabila

keduanya berbeda maka jual belinya tidak sah. Apabila penjual

berkata, misalnya, “Aku telah menjual baju ini kepadamu dengan

harga lima pound,” lalu pembeli berkata, “ Aku telah menerimanya

dengan harga empat pound,” maka jual beli diantara keduanya tidak

sah karena Ijab dan kabul berbeda.25

3) Ijab dan kabul hendaknya dilakukan dalam satu majlis, bila salah

satu pihak menyatakan transaksi lalu pihak lain pergi dari tempat

transaksi sebelum menyatakan kabul, atau sibuk dengan urusan lain

sehingga memaksanya meninggalkan tempat, lantas beberapa saat

kemudian baru menyatakan kabul maka jual belinya dianggap tidak

sah. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa pernyataan kabul tidak

sisyaratkan untuk diucapkan secara langsung, karena pihak yang

mengucapkan kabul membutuhkan sedikit waktu berfikir.

Sedangkan jika dibatasi agar diucapkan secara langsung maka tidak

mungkin untuk berfikir. Dengan demikian, kesatuan tempat

24Ibid,…,73

(40)

transaksi itu terhitung dengan menggabungkan juga hal-hal yang

terpisah-pisah karena darurat.26

c. Syarat barang yang diperjualbelikan

1) Suci (halal dan baik).

Tidaklah sah menjual barang yang najis, seperti anjing,

babi, dan lain-lainnya. Madzhab Hanafi dan Zhahiri mengecualikan

barang yang memiliki manfaat dan halal untuk diperjualbelikan.

Mereka berpendapat bahwa dibolehkan menjual kotoran dan

sampah-sampah yang mengandung najis, karena barang tersebut

sangat dibutuhkan untuk keperluan pertanian, pupuk tanaman, dan

bahan bakar tungku api. Semua barang sejenis tersebut boleh

diperjualbelikan selagi ada manfaatnya dan bukan untuk dimakan

dan diminum, walaupun barang tersebut najis.27

2) Memberi manfaat menurut syara’.

Tidaklah sah memperjualbelikan sesuatu yang tidak bisa

dimanfaatkan dengan sendirinya walaupun bisa bermanfaat jika

digabungkan dengan yang lain seperti dua biji gandum, karena

tidak bisa dimanfaatkan baik karena sedikit seperti dua biji

gandum, ada manfaat tetapi tidak dianggap syar’i. Oleh sebab itu,

tidak ada dampak apa-apa walaupun diletakkan pada mulut burung

26 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi>y Wa Adillahtuhu, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani

dkk…, 41.

(41)

ketika berburu. Bisa juga tidak ada manfaat karena hina seperti

jenis serangga membahayakan, yaitu melata seperti ular,

kalajengkling,dan tikus. Tidak ada manfaat di dalamnya sehingga

bisa ditukar harta, artinya tidak ada manfaat yang dianggap secara

syar’i yang dapat dinilai dengan uang.28

3) Milik orang yang melakukan akad.

Tidaklah sah menjual sesuatu yang bukan milik pribadi

si penjual atau sesuatu yang dalam penguasaanya maupun belum

mendapatkan izin dari pihak pemilik. Sebagaimana Rasulullah

SAW. bersabda sebagai berikut:

ْنَع

وِرْمَع

ِنْب

بْيَعُش

ْنَع

ِهْيِبَأ

ْنَع

ِّدَج

ِنَع

ا

ِِّ ل

ىلَص

ُلا

ِهْيَلَع

َملَسَو

َلاَق

:

َل

َقَاَط

لِإ

اَمْيِف

ُكِلََْ

َلَو

َقْتِع

لِإ

َمْيِف

ا

ُكِلََْ

َلَو

َعْيَ ب

لِإ

اَمْيِف

ِلََْ

ُك

اورُ

َدوادوبأ

Artinya: “Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya, dari neneknya dari Nabi SAW. beliau bersabda, “Tidak ada talak (tidak sah),

melainkan pada perempuan yang engkau miliki,

dan tidak ada memerdekakan, melainkan pada budak yang engkau miliki, dan tidak ada (tidak sah) berjual beli, melainkan pada barang yang engkau miliki.” (H.R. Abu

Dawud)29

Sesuai dengan ayat diatas yaitu menjual harta milik orang

lain tanpa seizing pemiliknya terlebih dahulu itu perbuatan yang

tidak diperbolehkan. Karena tindakan ini termasuk gharar

28 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Niz}a>’ al-mu’a>malah fi al-fiqih al-isla>mi>, Alih Bahasa Nadirsyah Hawari, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh Islam..., 52.

(42)

(penipuan), si penjual tidak tahu apakah si pemilik akan merestui

ataukah tidak.30

Penjualan barang terjadi sebelum mendapatkan suatau izin

dari pemiliknya ini dianggap sebagai transaksi fudhu>li. Akad

fudhu>li dianggab sebagai akad yang sah. Hanya saja,

pemberlakuanya tergantung pada izin pemilik atau walinya.

Apabila si pemilik memberikan izin maka akad tersebut bersifat

mengikat dan apabila tidak maka akad tersebut batal.31

Lagi pula fudhu>li adalah orang yang memiliki hak

sempurna, maka menganggap berlaku transaksinya lebih baik

daripada membatalkanyanya. Memang, boleh dalam transaksi itu

ada manfaat yang bisa kembali kepada pemilik barng dan tidask

merugikan siapapun, sedang pemilik memiliki hak untuk tidak

membolehkan terjandinya transaksi itu bila melihat tidak adanya

keuntungan.32

4) Mampu diserahkan oleh pelaku akad.

Tidak boleh menjual barang yang tidak mampu diserahkan

seperti menjual burung di udara, ikan di dalam air, unta yang lari,

kuda yang hilang, atau harta yang dirampas.33 Barang akad dapat

30 Muhammad bin Kamal Khalid As-suyuti, Ar-Riyadh Al Murba’ah Firma Ittafaq ‘Alaih Al Arba’ah, Alih bahasa Marsuni Sasaky, Kumpulan Hadits Yang Disepakati 4 Imam (Jakarta : Pustaka Azzam, 2006) 214.

31 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Alih bahasa Syauqinah dan aulia Rahma, 43

32 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi>y Wa Adillahtuhu, Alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani

dkk…, 51.

(43)

diserahkan oleh pelaku akad secara syariat atau secara fisik.

Sesuatu yang tidak dapat diserahkan secara fisik maka tidak sah

hukumnya, seperti ikan yang berada dalam air.34

5) Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain).

Barang yang diperjualbelikan itu harus diketahui banyak,

berat, atau jenisnya. Tidaklah sah jual beli yang menimbulkan

keraguan salah satu pihak.

Dalam sebuah h{adi>s disebutkan:

ِدْبَع ْنَع

ِلا

ْب

ِن

َرَمُع

ِّب لِل َرَكَذ َاُجَر نأ :

ُعَدُُْ ُهن ّأ

َ ف ,ِعوُيُ بْلا ِِْ

َقا

: َل

ِإُ

َتْعَ ياَب اَذ

َاِخ َل ْلُقَ ف

َةَبَ

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar: “Seorang laki-laki bercerita kepada Rasulullah saw. Bahwa dia ditipu orang dalam hal jual-beli”. Maka beliau bersabda, “Apabila engkau berjual beli, maka katakanlah: Tidak boleh ada tipuan”.”

(H.R. Bukhari)35

Dari hadith diatas menjelaskan bahwa Rasulullah saw

sangat jelas melarang adanya penipuan di dalam jual beli. Untuk

menghindari penipuan dalam jual beli, maka pembeli diberikan hak

khiyar yang berarti memilih yang baik diantara dua perkara, yaitu

melanjutkan jual beli atau membatalkan.36

6) Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad.

34 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Alih bahasa Syauqinah dan aulia Rahma…, 45

35 Bukhari, S}ah}i>h} al-Bukha>ri, Alih bahasa Zainuddin, dkk,Terjemahan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta: Wijaya Jakarta, 1981) 266.

(44)

Barang sebagai obyek jual beli dapat diserahkan pada saat

akad berlangsung maupun barang diserahkan pada waktu yang

telah disepakati bersama ketika akad berlangsung.37

d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)

Dalam jual beli nilai tukar atau harga barang termasuk unsur

terpenting. Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para ulama fiqh

membedakan ats-tsaman dengan as-si’r. menurut mereka, ath-thaman

adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara

actual, sedangkan as-si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima

para pedagang sebelum di jual ke konsumen. Dengan demikian, harga

barang itu ada dua, yaitu harga antar pedagang dan harga antar pedagang

dengan konsumen (harga jual di pasar).38

Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat ath-thaman

sebagai berikut:39

1) Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.

2) Bisa diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun secara

hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit.

Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang), maka

waktu pembayarannya harus jelas.

37 Abdul Rahman Ghazaly, Dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) 76

38 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 118.

(45)

3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan

barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang

diharamkan syara’.

E. Macam-macam jual beli

Ulama Hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya

menjadi tiga bentuk, yaitu:

1. Jual beli yang s}ah}i>h}

Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang s}ah}i>h} apabila jual

beli itu disyari’atkan. Jual beli seperti ini dikatakan sebagai jual beli

s}ah}i>h}. Misalnya, seseorang membeli sebuah kendaraan roda empat.

Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi. Kendaraan roda empat

itu telah diperiksa oleh pembeli dan tidak ada cacat, tidak ada yang rusak,

uang sudah diserahkan dan barang pun sudah diterima serta sudah tidak

ada hak khiya>r lagi. Jual beli seperti ini hukumnya s}ah}i>h} dan mengikat

kedua belah pihak.40

2. Jual beli yang ba>t}il

Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang ba>t}il apabila salah

satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada

dasar dan sifatnya tidak disyari’atkan.41

40 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 121.

(46)

3. Jual beli yang fa>sid

Menurut ulama Hanafiyah yang dikatakan jual beli yang fa>sid

adalah apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang

dan bisa diperbaiki, sedangkan apabila kerusakan itu menyangkut

barang yang diperjualbelikan maka hal ini dinamakan jual beli ba>t}il

(batal).42

Namun jumhur ulama membagi transaksi jual beli menjadi dua macam

yakni: Jual beli yang sah (s{ahi>h) yakni jual beli yang memenuhi syarat dan

rukun jual beli dan jual beli yang tidak sah yakni jual beli yang tidak

memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli tersebut menjadi

rusak (fa>sid) atau batal. Dengan kata lain rusak dan batal menurut jumhur

ulama memiliki arti yang sama.

F. Syarat Sah Perjanjian

Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih

mengikat dirinya terhadap seseorang lain atau lebih43. Adapun syarat sahnya

perjanjian diantaranya yaitu:

1. Tidak menyalahi hukum syari‘ah.

Perjanjian yang diadakan oleh para pihak bukan perbuatan yang

bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang melawan hukum

syari‘ah. Sebab perjanjian yang bertentangan dengan hukum syari‘ah

42Ibid,…125.

(47)

adalah tidak sah dan dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi

masing-masing pihak untuk menepati atau melaksanakan perjanjian tersebut.44

2. Harus Sama-sama ridha.

Perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah didasarkan oleh

kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridha atau

rela aka nisi perjanjian tersebut, atau harus merupakan kehendak bebas

masing-masing pihak.45

3. Harus jelas dan gambling, tidak samar dan tersembunyi.

Apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang tentang apa

yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya

kesalah pahaman di antara para pihak tentang apa yang telah mereka

perjanjikan dikemudian hari.

44 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), 54.

(48)

BAB III

PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN

A. GAMBARAN UMUM

1. Sejarah Toko Cahaya Electro

Toko Cahaya Electro adalah sebuah toko yang bergerak dibidang

jasa pelayanan servis/perbaikan barang-barang elektronik, jual beli alat-alat

elektronik dan komponen-komponen elektronik. Toko ini sudah berjalan

sejak tahun 1990an dan di dirikan bapak Soleh dan sekarang dilanjutkan

oleh anaknya yang bernama bapak Imam.1

Pada awalnya toko ini hanyalah sebuah toko kecil, namun sejalan

dengan berkembangnya jumlah pemilik barang elektronik dan banyaknya

orang yang tidak mengetahui masalah kerusakan barang elektronik secara

tidak langsung meningkatkan para pelanggan.

Semakin meningkatnya pelanggan bapak Imam menjadi semakin

kewalahan untuk melayani sendirian, maka dari itu bapak Imam dibantu

oleh saudaranya untuk memperbaiki barang-barang elektronik yang rusak.2

2. Letak Toko Cahaya Electro

Salah satu peningkatnya pelanggan juga dipengaruhi oleh letak

yang stategis, dimana toko Cahaya Electro terletak di jalan Kolonel

Sugiono Gedongan nomer 7 kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dan juga

berseberangan dengan pasar Gedongan.

(49)

Pasar Gedongan merupakan sebuah pasar tradisional yang sudah

dikenal oleh masyarat kecamatan Waru Sidoarjo, dimana pasar tersebut

menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok maupun primer untuk

kesehari-harian. Dalam hal kebutuhan pokok di pasar Gedongan banyak

penjual seperti halnya sayur-sayuran, buah-buahan, ikan-ikan, dan kebutan

pokok yang lainya. Adupun dalam kebutuhan primer di pasar Gedongan

terdapat penjual seperti halnya pakaian, seragam sekolah, atribut sekolah,

sepeda, dan sebagainya.

Jalan Kolonel Sugiono ini merupakan akses jalan yang sering

dilewati oleh angkutan umum atau len dengan rute desa Tambak Sawah

sampai Terminal Bungurasih. Jalan tersebut juga sering dilewati oleh

masyarakat untuk melakukan beberapa kegiatan di pasar Gedongan

kecamatan Waru.3

3. Jenis Pelayanan Toko Cahaya Electro

a. Servis barang elektronik

Yang dimaksud servis ialah sebuah jasa pelayanan perbaikan

barang-barang elektronik yang mengalami kerusakan. Adapun jasa ini

untuk mengatasi beberapa komponen yang mengalami kerusakan pada

barang elektronik dan para pelanggan juga dapat meminta kepada toko

servis untuk mengganti komponen yang lebih baik.

Pelayanan servis elektronik yang di jalani oleh Toko Cahaya

Electro ini dikenal oleh masyarakat cukup baik dan memuaskan. Toko

(50)

tersebut melayani jasa servis berbagai barang elektronik, diantaranya

yaitu TV, DVD/VCD Player, Radio, Kipas, Blender, dan barang-barang

elektronik lainya yang menurut toko servis bisa diperbaikinya.4

b. Jual beli

Selain jasa servis toko Cahaya Electro juga melayani jual beli

yang berkaitan dengan barang elektronik. Adapun barang yang di jual

diantaranya:

1) Alat-alat elektronik

Yang dimaksud alat-alat elektronik adalah sebuah media

yang dibutuhkan untuk barang elektronik sebagai penunjang jalanya

barang. Alat-alat elektronik yang dijual di toko Cahaya Electro

diantaranya yaitu:

a. Remote Control TVmulty

b. Baterai

c. Antena TV

d. Stop kontak

e. Kabel listrik

f. dll

2) Komponen-komponen barang elektronik

Komponen merupakan sebuah alat berupa benda yang

menjadi bagian pendukung suatu rangkaian elektronik yang dapat

bekerja sesuai dengan kegunaan. Penjualan komponen-komponen di

(51)

toko Cahaya Electro dijual secara eceran. Adapun

komponen-kompenen yang dijual yaitu:

a) Resistor

b) Inductor

c) Transistor

d) Kapasitor

e) Beberapa komponen yang terdapat di Power Suplay

f) Dll

Selain menjual alat-alat elektronik beserta

komponen-komponen elektronik toko Cahaya Electro juga menjual

barang-barang elektronik second, yang mana barang-barang tersebut diperoleh dari

pelanggan yang barangnya sudah lama tidak diambil setelah di

servis.5

B. Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan.

1. Akad awal yang digunakan oleh pemilik toko dan pelanggan

Akad awal yang digunakan yaitu pelanggan membutuhkan/

memanfaatkan sebuah jasa servis yang dimiliki oleh toko Cahaya Electro

untuk memperbaiki barang elektroniknya yang telah terjadi kerusakan dan

pihak toko mengharapkan sebuah upah dari pelanggan.

Sebelum terbentuknya akad servis pelanggan menyebutkan

terjadinya kerusakan terhadap barang elektronik yang dimiliknya kepada

pihak toko. Dengan semua penjelasan pelanggan, pihak toko dapat

(52)

memperkirakan tentang kerusakan terhadap barang, kesanggupan untuk

menservis dan memperkirakan harga servis barang milik pelanggan.

Dalam perkiraan harga jasa servis yang akan dikeluarkan

kebanyakan pelanggan menyatakan kesanggupan ketika harga jasa

servisnya tidak lebih tinggi dari harga jual barang. Setalah itu pihak toko

memberitahukan kepada pelanggan untuk menunggu beberapa hari untuk

proses penservisan barang milik pelanggan. Setelah itu pelanggan diberi

sebuah nota sebagai bukti kepemilikan barang.

2. Bentuk perjanjian setelah terbentuknya akad

Setelah terbentuknya akad yakni memanfaatkan jasa servis dengan

memberi upah. Pihak toko memberikan sebuah perjanjian yang tertera pada

nota. Perjanjian yang dibuat oleh pihak toko ini guna untuk terhindar dari

kerugian terhadap kelalaian yang dilakukan oleh pelanggan.

Perjanjian yang tertera dalam nota yakni yang berisi catatan bahwa

jika barang-barang elektronik yang telah selesai diservis dan tidak diambil

selama lewat tiga bulan, maka barang servis akan dijual/dilelang. Selain itu

nota juga memuat tentang ciri-ciri barang ataupun kode barang servis yang

telah diberikan oleh pihak toko beserta tanggal penyerahan barang.

Pemberian nota ini setelah adanya kesepakat pelanggan untuk

menserviskan barang elektroniknya. Namun seringkali pelanggan servis

(53)

pihak toko Cahaya Electro tidak memperitahukan secara lisan atas

perjanjian tersebut.6

3. Praktik penjualan barang servis

Adapun praktik penjualan barang servis milik pelanggan di toko

Cahaya Electro pasar Gedongan adalah sebagai berikut:

Pertama : Pihak toko telah menyelesaikan servis/memperbaiki barang

elektronik milik pelanggan yang telah mengalami kerusakan.

Kedua : Kemudian pihak toko menyimpan barang elektronik milik

pelanggan sambil menunggu pelanggannya untuk menggambil

barang elektroniknya. Pihak toko mengeluh dalam proses

menunggu pengambilan barang elektronik yang dimiliki

pelanggan, seperti halnya yang dikatankan bapak Imam

“uwong-uwong iki onok ae seng suwe njupuk barange, emboh

goro-goro opo lali opo ancen dibuak barange tau sampek petang

wulan luweh gaero nang ndi uwenge iku”.7 Maksudnya yaitu “

orang-orang (pelanggan) ini ada saja yang lama mengambil

barang yang diservis, tidak tau karena apa? Mungkin juga

barangnya sudah direlakan/dibuang, pernah sampai empat

bulan lebih dan tidak tau juga keberadaan pelangganya”. Dari

ungkapan tersebut yang berarti bahwa sering terjadi para

pelanggan melakukan kelalaian yakni mengulur waktu

(54)

pengambilan barang elektroniknya. Penguluran waktu untuk

pengambilan yang dilakukan pelanggan ini pernah terjadi

sampai empat bulan lamanya bahkan tidak ada kabarnya lagi.

Pihak toko juga tidak mengetahui sebab para pelanggan yang

lama tidak mengamb

Referensi

Dokumen terkait

Jual beli pre order di toko online Tanjung Sport pada umumnya dilakukan dengan cara jual beli secara pesanan, atau akad yang dilakukan pada saat barang belum

10, “ Praktik Jual Beli Batu Alam Sistem Borongan dalam Perspektif Hukum Islam di Desa Anggrasmanis Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar”. Sistem jual beli batu alam sistem

1) Terpenuhinya sebab-sebab sah dan mubahnya jual beli yaitu yang meliputi rukun dan syarat dari jual beli yang telah ditetapkan oleh syari'at, maka tidak

Sedangkan dalam penelitian penulis dengan judul ‚Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli barang retur di toko bangunan UD Sinar Alam Mojokerto‛ memfokuskan

BAB VI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI DENGAN SISTEM DROPSHIPPING DI TOKO ONLINE PRINCESS SHOP ... Analisis terhadap Transaksi Jual Beli Sistem Dropshipping yang

Praktik jual beli emas perhiasan antara supplier dan distributor yang terjadi di toko emas Nur Putra Bobotsari adalah pihak supplier datang ke toko

Hasil wawancara dengan kak Theresa Thesa Handayani SE sebagai pegawai toko di Toko Elektronik City pada tanggal 25 April 2019: Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana praktik jual beli pesanan yang tidak sesuai dengan barang yang dipesan pada Toko Sembako Pandawa Desa Tanjung Durian Kecamatan Buay