• Tidak ada hasil yang ditemukan

KENDALA PEMBIASAAN NILAI- NILAI NASIONALISME DI SD NEGERI MINOMARTANI I KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KENDALA PEMBIASAAN NILAI- NILAI NASIONALISME DI SD NEGERI MINOMARTANI I KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penunjang keberhasilan pembangunan, selain itu pendidikan yang telah berkembang juga

menggambarkan tingkat kemajuan yang dicapai sebuah bangsa. Indonesia salah satu negara yang sedang berupaya memajukan kualitas pendidikan, salah

satu upaya pemerintah untuk memajukan kualitas pendidikan dapat dilihat dari tujuan nasional pendidikan Indonesia yang telah dicanangkan pemerintah

dalam (Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1) yang berbunyi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sebagai bentuk keseriusan dalam mewujudkan tujuan pendidikan, pemerintah mengalokasikan 20% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan ini dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan, memperbaiki gedung sekolah

yang rusak, membeli media belajar dan memberikan bantuan kepada siswa berprestasi yang kurang mampu. Pemerintah berharap dengan anggaran yang

(2)

2

sistem pendidikan nasional sehingga dapat menciptakan lulusan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pemerintah selain meningkatkan anggaran pendidikan juga telah

membuat kebijakan wajib belajar sembilan tahun bagi seluruh warga Indonesia. Kebijakan Wajib Belajar Sembilan Tahun bertujuan agar seluruh rakyat

Indonesia minimal dapat mengenyam pendidikan sampai tingkat sekolah menegah pertama. Fungsi kebijakan pemerintah ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, hal ini dapat dilihat dari hubungan antara pendidikan

dengan sumber daya manusia (SDM), semakin tinggi tingkat pendidikannya maka tingkat kesejahteraannya juga akan semakin tinggi.

Keberhasilan sebuah pendidikan nasional dipengaruhi oleh beberapa komponen, Dwi Siswoyo, dkk (2008: 33) mengungkapkan komponen-komponen pendidikan yaitu: 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3)

pendidik, 4) isi atau materi pendidikan, 5) metode pendidikan, 6) alat pendidikan, 7) dan lingkungan pendidikan. Setiap komponen dalam pendidikan ini saling terkait satu sama lain, sehingga antara komponen yang satu dengan

komponen yang lain tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu untuk mewujudkan pendidikan nasional yang telah dicanangkan pemerintah

dibutuhkan kerjasama yang kuat antara pemerintah selaku pembuat peraturan, pendidik selaku pelaksana peraturan, dan peserta didik.

Pendidikan tidak hanya berfungsi menyampaikan pengetahuan kepada

(3)

3

pernyataan tersebut pemerintah menuangkan dalam (Undang-Undang Dasar RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 2) yang berbunyi pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila

dan undang-undang dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntunan perubahan

jaman. Sesuai dengan peraturan tersebut maka pelaksanaan pendidikan di sekolah harus berakar pada kebudayaan nasional dan nilai-nilai agama.

Pendidikan formal dilaksanakan di sekolah. Sekolah mempunyai peran

penting dalam membiasakan nilai-nilai karakter dan membentuk karakter siswa. Guru berperan sebagai modeling/teladan dalam pembentukan karakter

siswa, apalagi bagi anak usia sekolah dasar, pada masa ini anak berada pada masa golden age/usia emas. Pada usia ini anak akan berkembang dengan sangat pesat, baik tingkat kognitif, afektif maupun psikomotorik. Oleh karena

itu, pada masa ini anak membutuhkan figur untuk dijadikan teladan dalam pembentukan karakternya.

Guru selain bertugas mendidik dan mengajar peserta didik juga

berperan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter yang dibutuhkan dalam proses pendidikan, yaitu disiplin, tanggung jawab, saling menghormati, jujur,

demokrasi, dan nasionalisme. Azyumardi Azra (Arif Rohman, 2009: 203) mengungkapkan proses pendidikan karakter di sekolah adalah sebagai berikut.

1. Menerapkan pendekatan modeling, yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model/teladan.

(4)

4

dengan langkah-langkah memberi penghargaan (prizing), menumbuh suburkan (cherishing) nilai baik, dan mengecam dan mencegah nilai-nilai yang buruk, menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk secara kontinu. 3. Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character based education).

Lingkungan sekolah memiliki pengaruh yang besar dalam pembiasaan nilai-nilai karakter dan perilaku anak, oleh karena itu, sekolah harus berperan secara maksimal, pelaksanaan pendidikan di lingkungan sekolah yang salah

dapat menyebabkan anak tumbuh menjadi warga negara yang berperilaku menyimpang dan bertentangan dengan nilai-nilai kepribadian bangsa,

sedangkan pelaksanaan pendidikan yang benar dapat mengembangkan anak tumbuh menjadi warga negara yang memiliki karakter dan kepribadian bangsa yang kuat, salah satunya nilai nasionalisme. Noeng M & Burhan N (2011: 172)

mengatakan pendidikan berperan mengembangkan pada diri peserta didik rasa cinta kepada bangsa dan tanah air, yang diekspresikan dalam perilaku

mencintai hidup bersama dan bekerja sama guna kemajuan bangsanya. Jika dikaji banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan di sekolah demi menciptakan rasa nasionalisme dan persatuan di sanubari setiap siswa, misalnya pada bulan

agustus banyak kegiatan dilakukan sebelum tanggal 17 agustus sekolah menyelenggarakan lomba-lomba seperti menyanyikan lagu-lagu nasional

bertema kemerdekaan yang dilakukan secara berkelompok/ dalam satu kelas, kemudian lomba menghias kelas dengan berbagai atribut kemerdekaan seperti memajang foto-foto pahlawan, merangkai bendera merah putih, dan lain-lain.

(5)

5

pendidikan yang telah berlangsung hanya terpusat pada pengembangkan intelektual, sedangkan nilai-nilai nasionalisme, sikap dan keterampilan anak kurang mendapatkan perhatian guru. Azyumardi Azra (Nurul Zuriah, 2011:

161) mengatakan lembaga pendidikan kita umumnya cenderung lupa pada fungsinya sebagai tempat sosialisasi dan pembudayaan peserta didik

(enkulturisasi). Senada dengan pendapat di atas Jamal Ma’mur A (2012: 121) mengemukakan bahwa internalisasi nasionalisme dan patriotisme harus diintensifkan di lembaga pendidikan, RT, (Rukun Warga) pada setiap desa,

bahkan bisa memanfaatkan mushala dan masjid di seluruh negeri. Berdasarkan dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan

mempunyai peranan penting dalam membiasakan nilai-nilai nasionalisme pada siswa.

Sekolah selain berfungsi sebagai tempat menyalurkan pengetahuan

(transfer of knowledge) juga berperan sebagai wadah untuk membiasakan nilai-nilai karakter pada anak, nilai-nilai-nilai-nilai karakter yang dibiasakan di sekolah misalnya kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, dan nasionalisme. Ilmu

pengetahuan diberikan melalui kegiatan intrakurikuler (dalam pengajaran), sedangkan pembiasaan nilai-nilai karakter dilakukan melalui kegiatan

ekstrakurikuler (di luar pengajaran) seperti dalam kegiatan peringatan upacara bendera, pramuka, latihan baris berbaris, latihan tarian daerah, dan lain-lain. Kegitan-kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai sarana untuk membiasakan

(6)

6

Setelah melaksanakan prapengamatan yang dilaksanakan di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY dapat ditemukan bahwa sekolah telah berupaya membuat program-program yang

berfungsi sebagai sarana pembiasaan nilai-nilai nasionalisme, program yang ada di sekolah misalnya sekolah mengadakan peringatan hari-hari besar

nasional, pelaksanaan ekstrakurikuler tari daerah, pramuka dan juga memberikan wawasan kebangsaan pada saat kegiatan masa orientasi sekolah (MOS), akan tetapi pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang dilaksanakan di

SD Negeri Minomartani I belum berjalan maksimal karena dalam pelaksanaannya mengalami kendala.

Nilai-nilai nasionalisme yang dimiliki anak di SD Negeri Minomartani I masih rendah, hal ini dapat dilihat dari kurangnya sikap kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, kurangnyanya rasa kepedulian yang dimiliki siswa

dapat diketahui dari perilaku anak yang tidak mau menjaga kebersihan lingkungan sekitar dengan menjaga dan merawat taman sekolah, selain itu kurangnya nilai-nilai nasionalisme anak juga dapat diketahui dari sedikitnya

anak yang mau mengikuti latihan tari daerah, kurangnya minat anak dalam belajar gamelan, dan lain-lain.

Ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki SD negeri Minomartani I kurang memadai, seperti media pembelajaran dan kelengkapan buku-buku pelajaran masih terbatas. Sekolah juga belum mempunyai ruang

(7)

7

tari, kostum dan gamelan. Berdasarkan uraian di atas, pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I masih mengalami kendala, sehingga pelaksanaannya belum maksimal.

Proses pembelajaran yang berlangsung di SD Negeri Minomartani I telah berjalan dengan baik, akan tetapi dalam pelaksanaan kegiatan

pembelajaran guru lebih berorientasi pada aspek pengembangan kognitif siswa, sehingga aspek nilai, sikap dan keterampilan siswa kurang diperhatikan. Selain itu, beban kurikulum yang harus diajarkan guru terlau banyak dengan alokasi

waktu yang terbatas, beban kurikulum yang terlalu besar mengakibatkan guru lebih memprioritaskan untuk menyelesaikan seluruh isi kurikulum.

Kegiatan sekolah yang berupa ekstrakurikuler tari daerah dan gamelan kurang menarik minat siswa untuk mengikuti dan mempelajarinya. Sebagian besar siswa lebih menyukai kebudayaan baru yang sedang menjadi tren,

sehingga program sekolah yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan daerah kurang berjalan dengan maksimal karena kurangnya kesadaran siswa akan melestarikan kebudayaan daerah sebagai identitas nasional.

Bertitik tolak dari permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian dan penelitian mengenai kendala pembiasaaan

nilai-nilai nasionalisme. Dengan demikian, penelitian ini mengangkat judul “Kendala Pembiasaan Nilai-nilai Nasionalisme di Sekolah Dasar Negeri

(8)

8 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latarbelakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I mengalami kendala.

2. Pendidikan di lingkungan sekolah terlalu menitikberatkan pada pengembangan intelektual anak, sedangkan nilai, sikap dan perilaku anak kurang mendapatkan perhatian.

3. Rendahnya minat anak untuk ikut melestarikan dan mengembangkan kebudayaan asli daerah, karena anak lebih menyukai kebudayaan baru yang

datang dari luar.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih fokus dan akurat perlu dilakukan batasan masalah. Penelitian ini dibatasi pada kendala pembiasaan nilai-nilai

nasionalisme di SD Negeri Minomartani I.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. “Mengapa guru mengalami kendala dalam

(9)

9 E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala yang dihadapi guru dalam pembiasaaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I

Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY.

F. Manfaat Penelitian

Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengembangan nilai nasionalisme pada anak, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan, sekolah

dapat mengembangkan dan menyusun kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme kebangsaan.

b. Sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut yang juga membahas

tentang upaya pembiasaan nilai-nilai nasionalisme anak di sekolah. 2. Manfaat praktis

a. Bagi guru

Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi acuan dalam meyampaikan pembelajaran, sehingga dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya terpusat

(10)

10 b. Bagi siswa

Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi dasar dalam bersikap untuk mengembangkan nilai-nilai nasionalisme, sehingga dapat menjadi warga

Negara yang mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara. c. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan program-program yang dapat direncanakan untuk membina dan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme siswa.

G.DefinisiIstilah

Pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu tersebut dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan adalah segala sesuatu yang dilakukan secara berulang untuk membiasakan anak didik dalam

bersikap, berperilaku, dan berpikir dengan benar.

Nilai merupakan suatu kualitas, ukuran, dasar dan acuan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak yang memberikan dorongan kepada

individu untuk menentukan pilihan dan tujuan tertentu. Nilai berhubungan dengan tingkah laku individu, selain itu nilai bersifat abstrak.

Nasionalisme merupakan sebuah idiologi, cara pandang, sikap dan wujud kecintaan seseorang terhadap bangsa dan tanah airnya yang diwujudkan dengan cara menempatkan kepentingan bangsanya di atas kepentingan

(11)

11

keberadaan, dan harkat martabat bangsanya dan juga menunjukkan sikap kecintaan pada bahasa dan budayanya sendiri.

Nilai nasionalisme merupakan acuan dan dasar yang digunakan individu

dalam berperilaku yang menunjukkan rasa cinta dan bangga pada bangsa dan negara yang diwujudkan dengan cara mencintai bangsa dan budaya sendiri.

(12)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Pembiasaan

Secara etimologi pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa”, berdasarkan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “biasa” adalah 1)

lazim, umum, 2) seperti sediakala/seperti yang sudah-sudah, 3) sudah menjadi kebiasaan, 4) sudah sering kali. Dengan adanya perfiks “pe” dan sufiks “an” menunjukkan arti proses, sehingga pembiasaan dapat diartikan sebagai proses

membuat sesuatu/seseorang menjadi terbiasa.

Anis Ibnatul M, dkk (2013: 1) mengatakan bahwa pembiasaan

merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu tersebut dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan adalah segala sesuatu yang dilakukan secara berulang untuk membiasakan individu dalam bersikap,

berperilaku, dan berpikir dengan benar. Dalam proses pembiasaan berintikan pengalaman, sedangkan yang dibiasakan adalah sesuatu yang diamalkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembiasaan

merupakan proses kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang yang bertujuan untuk membuat individu menjadi terbiasa dalam bersikap,

berperilaku dan berpikir sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari proses pembiasaan di sekolah untuk membentuk sikap dan perilaku siswa yang relatif menetap karena dilakukan secara berulang-ulang baik di dalam

(13)

13 B. Pengertian Nilai Nasionalisme

1. Pengertian Nilai

Bambang Daroeso (Herimanto dan Winanarno, 2011: 126)

mengungkapkan bahwa nilai merupakan suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang. Nilai

atau value merupakan salah satu bagian penting yang diperoleh oleh seseorang melalui hasil pemerolehan pengalaman dan keterampilan yang telah didapatkan dari hasil belajar. Nilai tidak dapat dipisahkan dalam setiap

bentuk kegiatan dan perilaku individu. Setiap orang bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang sudah tertulis maupun yang belum tertulis yang telah

menjadi kesepakatan bersama.

Nilai berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku dan kuat. Sjakarwi (2006: 29) menyatakan nilai sebagai kualitas suatu hal yang

menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek kepentingan. Nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi dan berhubungan dengan tindakan. Nilai seseorang diukur melalui tindakan

yang telah dilakukan.

Fraenkel (M Daryono, 2008: 23) menjelaskan nilai sebagai standar

penuntun perilaku seseorang dalam menentukan apa yang indah, efisien, dan berharga tidaknya sesuatu. Senada dengan penjelasan tentang nilai di atas Kabul Budiyono (2007: 75) menjelaskan nilai sebagai kualitas dari suatu

(14)

14

Nilai memberikan gambaran tentang sesuatu kepada individu dalam menentukan ukuran, manfaat, dan kualitas.

Rohmat Mulyono (2004: 11) mengungkapkan nilai sebagai rujukan

dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Nilai memegang peranan dalam setiap tindakan yang diambil individu. Sebelum menentukan tindakan yang

akan diambil, setiap individu akan menimbang segala sesuatu yang akan ditimbulkan dari tindakan yang telah dilakukan, karena setiap tindakan yang akan dipilih mempunyai nilai, baik berupa nilai baik maupun buruk. Senada

dengan pendapat di atas Kaelan (2002: 137) menjelaskan nilai sebagai kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir atau

batin. Manfaat nilai dapat ditemukan dalam setiap kehidupan manusia, nilai memberikan manusia dorongan untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang definisi nilai yang telah

dikemukakan oleh berbagai pakar di atas dapat disimpulkan pengertian nilai sebagai suatu kualitas, ukuran, dasar dan acuan dalam berperilaku, bersikap, bertindak dan memberikan dorongan kepada individu untuk menentukan

pilihan dan tujuan tertentu. Nilai merupakan suatu acuan yang dijadikan dasar atau kriteria tertentu dalam diri individu maupun kelompok untuk

menentukan suatu tujuan. Nilai penting bagi perkembangan individu karena memberikan pegangan, pedoman, dan petunjuk dalam bersikap dan bertindak untuk mencari identitas diri agar menjadi pribadi yang lebih matang. Proses

(15)

15

dan fisik kebendaan. Sistem nilai antara kelompok berbeda-beda. Oleh karena itu merupakan hal yang wajar apabila terdapat perbedaan invidual dalam suatu masyarakat tertentu.

2. Macam-macam Nilai

Notonagoro (Herimanto dan Winanarno, 2011: 128) menyatakan ada

tiga macam nilai, yaitu. a.Nilai materiil

Nilai materiil merupakan sesuatu yang berguna bagi jasmani manuisa. b.Nilai vital

Nilai vital merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.

c.Nilai kerokhanian, dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

1) Nilai kebenaran bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi dan cipta),

2) Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia,

3) Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati, dan nurani manusia,

4) Nilai religius (ketuhanan) yang bersifat mutlak dan bersumber pada keyakinan manusia.

Herimanto dan Winanarno (2011: 128) menyatakan dalam filsafat nilai sederhana dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu.

a. Nilai logika, yaitu nilai tentang benar- salah

b. Nilai etika, yaitu nilai tentang baik-buruk c. Nilai estetika, yaitu nilai tentang indah-jelek

3. Pengertian Nasionalisme

Paham nasionalisme muncul sejak jaman penjajahan. Pada jaman perjuangan melawan penjajahan perlawanan bangsa Indonesia dilakukan

(16)

16

perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara lokal, ketergantungan pada pemimpin yang bersifat feodal atau penguasa setempat dan belum adanya rasa persatuan dan kesatuan.

Pada tanggal 28 oktober 1928 para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia mengadakan pertemuan, dalam pertemuan ini diputuskan bahwa

untuk meningkatkan semangat perjuangan dan kebangsaan maka diadakanlah sumpah pemuda. Sumpah pemuda merupakan tonggak persatuan dan kesatuan yang diikrarkan oleh para pemuda. Sumpah pemuda merupakan

momentum kebangkitan nasional yang dijadikan tekat dan komitmen yang dilakukan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaan pada

tanggal 17 agustus 1945. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam mengusir dan melawan penjajahan yang selama ini berlangsung selama berabad-abad adalah karena adanya semangat persatuan dan kesatuan yang dimiliki oleh

rakyat Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda menggambarkan betapa pentingnya memiliki sikap nasionalisme agar dapat digunakan untuk mempertahankan harkat dan martabat bangsa.

Muhammad Ihsan (2009: 11) Mengemukakan nasionalisme terdiri dari dua kata: nasional dan isme. Kata nasional mempunyai arti; 1)

kebangsaan, 2) bersifat bangsa. Sedangkan isme adalah paham atau ajaran. Jadi nasionalisme adalah ajaran atau paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri atau kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara

(17)

17

Nasionalisme mempunyai peranan dalam menentukan sikap dan perilaku individu dalam menjaga, mempertahankan dan melestarikan setiap identitas bangsa yang menjadi kekuatan dan kemakmuran bersama. Identitas

bangsa yang dimaksud dapat berupa bahasa, musik, tarian, dan kebudayaan daerah yang berbeda-beda sehingga dapat dijadikan sebagai kebudayaan

nasional yang menjadi keanekaragaman bangsa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008: 1.068), pengertian nasionalisme adalah, “paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri”, “politik untuk membela pemerintahan sendiri”, “sifat kenasionalan. Nasionalisme berhubungan dengan semangat

kebangsaan atau kesadaran keanggotaan di suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu.

Eric J Hobsbawm (Teuku Kemal Fasya, 2005: 119) mengungkapkan nasionalisme adalah fenomena yang berupa kekompakan sosial baru yang dibangun di atas aliansi bahasa, etnik, latar belakang sejarah, dan penderitaan

menuju semangat persatuan bangsa melawan kekuatan luar. Sedangkan menurut Achmad Suhawi (2009: 360) nasionalisme adalah suatu idiologi

yang meletakkan bangsa dipusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaannya. Nasionalisme juga merupakan sebuah sikap dan tingkah laku individu atau masyarakat yang merujuk pada loyalitas dan pengabdian

(18)

18

Senada dengan pendapat di atas Muhammad F & Lilif M.K (2013: 198) mengatakan bahwa nasionalisme merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang

tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Anthony D Smith (2003: 11) mengungkapkan bahwa nasionalisme

merupakan suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu “bangsa” yang aktual atau “bangsa” yang potensial.

Nasionalisme menuntut kembali adanya pemulihan identitas budaya

sendiri yang unik dan menuntut individu untuk kembali pada kebudayaan yang menghuni tanah leluhurnya. Oleh karena itu setap orang harus menggali kemampuan individualitas nasional mereka dalam bahasa, adat istiadat, seni

dan alam daerahnya melalui kegiatan pendidikan dan institusi-institusi nasional. Melalui kegiatan ini dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan kembali budaya “rakyat” sehingga dapat membangkitkan

rasa cinta nasional.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang nasionalisme di atas

dapat disimpulkan bahwa nasionalisme merupakan sebuah idiologi, cara pandang, sikap dan wujud kecintaan seseorang terhadap bangsa dan tanah airnya yang diwujudkan dengan cara menempatkan kepentingan bangsa di

(19)

19

mempertahankan eksistensi, keberadaan, dan harkat martabat bangsa dan juga menunjukkan sikap kecintaan pada bahasa dan budayanya sendiri.

4. Pengertian Nilai-nilai Nasionalisme

Nilai nasionalisme merupakan ukuran/tingkatan individu dalam berperilaku dan bersikap yang menunjukkan rasa cinta dan bangga pada

bangsa dan negara yang diwujudkan dengan cara mencintai bangsa dan budaya sendiri. Nilai nasionalisme penting dimiliki untuk tetap menjaga eksistensi sebuah bangsa agar bisa menghadapi pengaruh perkembangan

jaman yang semakin maju.

Menurut Ki Supriyoko (2001:2) nilai yang terkandung dalam

nasionalisme Indonesia seperti persatuan dan kesatuan, perasaan senasib, toleransi, kekeluargaan, tanggung jawab, sopan santun dan gotong royong. Hal senada juga diungkapkan oleh Lailatus Sa’diyah (2012:48) bahwa nilai

-nilai pendidikan karakter yang juga berpengaruh pada pembentukan sikap nasionalisme diantaranya: nasionalisme, tanggug jawab, disiplin, toleransi, kerja keras dan peduli sosial.

C. Nasionalisme Indonesia

Bangsa Indonesia terdiri dari multi etnik dan multi kultural yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, dan etnis yang berbeda daerah, bahasa, budaya, adat istiadat dan agama yang membentang dari sabang sampai

(20)

20

diperlukan seperangkat nilai dasar yang menjadi kesepakatan bersama yang dapat menjadi alat pemersatu bangsa. Nilai dasar tersebut dituangkan dalam sebuah idiologi nasional Indonesia yang disebut pancasila. Nor Ms. Bakry

(Sunarso, dkk, 2008: 39) mengungkapkan bahwa nasionalisme Indonesia disebut juga dengan nasionalisme Pancasila, yaitu paham kebangsaan yang

berdasar pada nilai-nilai Pancasila.

Arif Roman (2009: 42) mengemukakan idiologi Pancasila memiliki lima prinsip nilai yang bersifat dasar (staat fundamental norms) yang

merupakan ajaran dasar yang dipedomani oleh seluruh warga bangsa baik dalam tataran individu maupun kelompok. Kelima nilai dasar itu adalah

sebagai berikut.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa bangsa Indonesia menyatakan

kepercayaan dan keyakinan pada Tuhan. Pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari misalnya saling menghormati, memberi kesempatan dan kebebasan menjalankan ibadah, serta tidak memaksakan atau kepercayaan

pada orang lain. Melalui pelaksanaan sila yang pertama ini bangsa Indonesia menghendaki keutuhan dan kebersamaan dengan cara saling menghormati.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

Pada sila kemanusiaan yang adil dan beradab bangsa Indonesia mengakui, menghargai dan memberikan hak dan kebebasannya yang sama

(21)

21 3. Persatuan Indonesia

Pada sila persatuan Indonesia bangsa Indonesia lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Pelaksanaannya dalam kehidupan dengan

cara mendahulukan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan golongan, suku, atau individu. Sila yang ketiga ini menegaskan komitmen dan

pendirian warga negara untuk mengutamakan, memperhatikan dan menjaga keutuhan bangsa dan negara.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/ perwakilan.

Pada sila yang keempat bangsa Indonesia mengakui untuk mengambil

keputusan yang menyangkut orang banyak dilaksanakan dengan cara musawarah mufakat. Pelaksanaan musawarah mufakat ini untuk menghargai perbedaan pendapat.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada sila yang kelima bangsa Indonesia mengakui dan menghargai warganya untuk mencapai kesejahteraan sesuai dengan hasil usahanya, tetapi

dalam pelaksanaannya tidak boleh merugikan orang lain.

Pancasila memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan

dan kesatuan dikalangan warga bangsa untuk membangun pertalian batin antar warga negara dengan tanah airnya. Konsep tentang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tertuang dalam pancasila sila ketiga yang berbunyi

(22)

22

Rukiyati, dkk (2008: 69) menjabarkan pokok-pokok pikiran yang perlu dipahami dalam sila ketiga, yaitu:

1. Nasionalisme

2. Cinta bangsa dan tanah air

3. Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa

4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit

5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan

Rukiyati, dkk (2008:69) mengatakan bahwa nasionalisme adalah perasaan satu sebagai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang dalam

masyarakat. Rasa satu yang kuat akan menimbulkan sikap cinta bangsa dan tanah air. Sikap persatuan yang kuat antar masyarakat dapat dijadikan pondasi dan dasar yang kuat dalam menghadapi setiap ancaman yang mengganggu

eksistensi dan harkat martabat bangsa baik yang datang dari dalam negara sendiri maupun yang datang dari luar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nasionalisme

bangsa Indonesia dituangkan dalam dasar negara yaitu Pancasila yang terdiri dari lima nilai dasar yaitu ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil

dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Semangat nasionalisme bangsa Indonesia

(23)

23

terdiri dari berbagai macam suku, ras, budaya, agama, adat istiadat dan kepercayaan yang berbeda-beda tetapi tetap satu sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia yang bersemboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

D. Pembiasaan Nilai-nilai Nasionalisme di Sekolah 1. Di dalam Kegiatan Pembelajaran

Darmiyati Zuchdi (2011: 172) mengungkapkan pendidikan formal memiliki peran penting dalam membangun karakter bangsa. Peran ini

dilakukan dengan membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan untuk bisa hidup layak dan terhormat ditengah-tengah

masyarakat. Pendidikan juga mengembangkan pada siswa rasa cinta kepada bangsa dan tanah air, yang diekspresikan dalam perilaku mencintai hidup bersama dan bekerjasama demi kemajuan bangsa.

Senada dengan pendapat di atas Sri Narwanti (2011: 83) mengemukakan Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah dengan pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya

kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku siswa sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang

berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Proses pembelajaran yang berlangsung pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan siswa menguasai materi/kompetensi yang diajarkan, dan juga

(24)

24

kurikulum mata pelajaran yang terkait dengan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yaitu, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

formal berperan dalam mengembangkan pengetahuan siswa, akan tetapi pendidikan formal di sekolah juga mempunyai peran penting dalam

mengembangkan sikap, perilaku dan karakter siswa, salah satunya karakter tentang nilai-nilai nasionalisme. Pembentukan karakter siswa dapat dilaksanakan melalui kegiatan pembiasaan pada saat melaksanakan kegiatan

pembelajaran. Proses pembiasaan nilai-nilai nasionalisme dalam kegiatan pembelajaran dengan cara mengintegrasikan dalam mata pelajaran,

khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). 2. Di luar Kegiatan Pembelajaran

Pusat Kurikulum Kemendiknas (Muchlas Samani dan Hariyanto,

2013: 146) mengungkapkan dalam kaitan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam pengembangan diri peserta didik, sekolah dapat melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.

a.Kegiatan rutin

Merupakan kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara terus

(25)

25 b.Kegiatan spontan

Merupakan kegiatan yang bersifat spontan, pada saat itu juga dan pada waktu keadaan tertentu. Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya

membantu mengumpulkan bantuan korban bencana alam, mengunjungi teman yang sedang dalam kesusahan dan menjenguk teman yang sakit.

c.Keteladanan

Keteladanan merupakan timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku dan sikap guru dan juga tenaga

kependidikan di sekolah lainnya sebagai model. Misalnya kerapian baju para pengajar, guru, dan kepala sekolah, kejujuran, kedisiplinan,

tanggung jawab, dan menjaga kebersihan lingkungan sekolah. d.Pengkondisian

Penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan

karakter. Misalnya dengan cara menjaga kerapian meja guru dan kepala sekolah, menyediakan tempat sampah yang cukup, lingkungan sekolah yang hijau.

Sri Narwanti (2011: 55) menambahkan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme melalui kegiatan ko-kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler.

Kegiatan ini dilaksanakan di luar pembelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler misalnya pramuka, latihan tari dan musik daerah, Pelatihan Baris Berbaris (PBB), dan lain-lain.

(26)

26

kegiatan, seperti kegiatan rutin, spontan, keteladanan dan pengkondisian, selain itu kegiatan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme juga dapat dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler, misalnya pramuka, latihan tari

dan musik daerah, Pelatihan Baris Berbaris (PBB), dan lain-lain.

Guru sebagai pendidik selain bertugas untuk menyampaikan materi

pelajaran juga berperan dalam pengembangan nilai-nilai nasionalisme siswa, sebagai pendidik guru dapat mengajarkan nilai-nilai nasionalisme melalui berbagai kegiatan, salah satunya dengan memberikan contoh/teladan dalam

berperilaku, bersikap dan bertindak. Segala bentuk sikap dan perilaku guru harus mencerminkan nilai-nilai nasionalisme, sehingga siswa bisa menjadikan

sikap dan perilaku guru sebagai teladan dalam pengembangan nilai-nilai nasionalisme.

3. Kendala Pembiasaan Nilai-Nilai Nasionalisme di Sekolah

Guru dalam melaksanakan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah mengalami beberapa kendala. Kendala yang muncul dalam kegiatan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme mengakibatkan hasil yang tidak

maksimal. Kendala dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme dapat diuraikan sebagai berikut.

a.Kompetensi

Tugas guru di sekolah bukan hanya mengajarkan materi pelajaran kepada siswa, tetapi juga mendidik dan membiasakan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan budaya bangsa kepada siswa, salah satunya nilai-nilai

(27)

27

nasionalisme dapat dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran dengan cara mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang akan diajarkan, oleh karena guru harus mempunyai kompetensi menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang baik untuk menunjang tugasnya sebagai seorang pendidik dan pengajar.

Oemar Hamalik (2009: 34-35) menyatakan bahwa masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apa pun.

Kompetensi profesional guru berkaitan dengan kemampuan guru dalam menguasai materi keilmuan, penguasaan kurikulum dan silabus sekolah,

dan metode khusus pembelajaran bidang studi. Oleh karena itu, sebagai seorang guru dituntut untuk dapat menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme agar

dapat mengembangkan karakter siswa, salah satunya nilai nasionalisme. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) penting

dimiliki untuk menunjang tugasnya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Tanpa memiliki kemampuan menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yang baik guru tidak akan dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.

b.Beban Kurikulum

(28)

28

mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa (transfer of attitude and values). Muhamad Nurdin (2005: 38) mengungkapkan beban kurikulum yang dipikul oleh guru sangat padat bahkan terjadi “pemaksaan” dalam dua hal, yaitu alokasi waktu yang terbatas dan daya

serap siswa terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Alokasi waktu

yang diberikan tidak sesuai dengan beban kurikulum yang harus diselesaikan guru. Hal senada juga diungkapakan Bibin Rubini (2012) mengatakan kurikulum pendidikan di Indonesia terlalu kompleks dan

berat sehingga tidak hanya siswa yang merasa terbebani, tetapi juga guru merasa terbebani dalam menyampaikan materi.

Oemar Hamalik (2009: 20-21) menyatakan bahwa pada dasarnya betapapun baiknya suatu kurikulum, berhasil atau tidaknya akan sangat bergantung pada tindakan-tindakan guru di sekolah dalam melaksanakan

kurikulum. Penilaian tentang baik atau buruknya suatu kurikulum pendidikan hanya dapat dilihat dari pelaksanaannya di dalam kegiatan pembelajaran, karena yang melaksanakan suatu kurikulum adalah guru.

Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beban kurikulum yang terlalu berat mengakibatkan guru lebih memprioritaskan

penyampaian semua materi kepada siswa tanpa memperhatikan aspek pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan. Alokasi waktu yang diberikan juga tidak sesuai dengan beban kurikulum yang harus

(29)

29

pengembangan pengetahuan siswa dari pada aspek sikap dan kepribadian siswa karena beban kurikulum yang terlau berat dan kompleks.

c.Sarana dan Prasarana

Mulyasa (2009: 49) menjelaskan bahwa sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan

menunjang proses pendidikan, khususnya proses kegiatan belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kurasi, serta alat-alat dan media pengajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan pra sarana

pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun,

taman sekolah, jalan menuju sekolah.

Depdiknas (H. Maryono, 2010: 137) mengatakan bahwa standar prasarana pendidikan mencakup persyaratan minimal dan wajib dimiliki

oleh setiap satuan pendidikan, misalnya lahan, ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboraturium, ruang keterampilan, ruang unit produksi, ruang kantin,

instalasi dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk

menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Standar sarana pendidikan mencakup persyaratan minimal tentang perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar

(30)

30

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sarana adalah segala fasilitas yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak

digunakan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran, akan tetapi sebagai penunjang terlaksananya kegiatan pembelajaran. Kelengkapan

sarana dan prasarana sangat menunjang terlaksananya kegiatan pembelajaran yang maksimal, sehingga sarana dan prasarana yang tidak lengkap dapat menghambat kegiatan pembelajaran di sekolah.

d.Lingkungan Keluarga

Oemar Hamalik (2008: 194) mengemukakan bahwa belajar pada

hakikatnya adalah interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya, individu memberikan respon terhadap lingkungan. Dalam proses

interaksi terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga terjadi individu menyebabkan terjadi perubahan pada lingkungan, baik positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukan faktor

lingkungan merupakan faktor penting dalam proses belajar mengajar. Lingkungan (inviroment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor

kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Oemar Hamalik (2008: 196) mengungkapkan lingkungan belajar terdiri dari berikut ini.

1) Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat baik kelompok besar atau kelompok kecil.

(31)

31

3) Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diperdayakan sebagai sumber belajar.

4) Lingkungan kultural mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pelajaran. Dalam konteks ini termasuk sistem nilai, norma, dan adat kebiasaan.

Senada dengan pendapat di atas Dwi Siswoyo, dkk (2008: 139)

mengungkapkan bahwa lingkungan pendidikan merupakan sesuatu yang ada di luar diri individu, walaupun ada juga yang mengatakan bahwa ada

lingkungan yang terdapat dalam individu.

Dwi Siswoyo, dkk (2008: 139) mengungkapkan lingkungan

pendidikan meliputi sebagai berikut.

1) Lingkungan fisik (keadaan iklim, keadaan alam)

2) Lingkungan budaya (bahasa, seni, ekonomi, politik, pandangan

hidup, keagamaan, dan lain-lain)

3) Lingkungan sosial/masyarakat (keluarga, kelompok bermain, organisasi)

M Dalyono (2009: 130) menyatakan bahwa lingkungan keluarga berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Keadaaan ekenomi serta kemampuan orang tua merawat juga sangat besar pengaruhnya pada jasmani anak. Sedangkan tingkat pendidikan orang tua besar pengaruhnya pada perkembangan rohaniah anak terutama

kepribadian dan kemajuan pendidikan anak. Kondisi ekonomi serta tingkat pendidikan orang tua berpengaruh langsung pada perkembangan

(32)

32

Lingkungan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan tingkah laku siswa, lingkungan yang baik akan mengembangkan tingkah laku yang baik, sedangkan lingkungan yang buruk akan mengembangkan

tingkah laku yang buruk pada siswa. oleh karena itu antara lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat harus saling mendukung dan menjalin

komunikasi yang baik, sehingga lingkungan dapat berperan secara efektif dan maksimal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan

merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses belajar mengajar dan pembentukan karakter anak. Salah satu lingkungan

yang paling berpengaruh pada perkembangan karakter anak adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga memberikan merupakan tempat sosialisasi yang pertama bagi anak, oleh karena itu sebagai orang

tua harus bisa memberikan bimbingan dan contoh perilaku yang baik pada anaknya sehingga sikap anak juga akan berkembang dengan baik. Selain itu, anak juga lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan

keluarga, sehingga perhatian dan bimbingan dari orang tua sangat diperlukan bagi perkembangan sikap anak.

e.Pengaruh Perkembangan Teknologi

Pengaruh perkembangan teknologi telah sampai pada semua lapisan masyarakat, termasuk juga anak-anak. Perkembangan teknologi

(33)

33

tujuan yang benar. Apalagi oleh anak-anak, maka dari itu anak harus diberikan bimbingan dan pengertian sejak dini agar kemajuan teknologi tidak disalah gunakan.

Diya Arlitawiana (2013) menyatakan bahwa perkembangan teknologi selain membawa manfaat yang besar juga mempunyai

pengaruh buruk bagi perkembangan generasi anak bangsa, khususnya anak-anak. Untuk mengatasi dampak negatif dari perkembangan teknologi diperlukan kerjasama antara sekolah dengan orang tua untuk

mengawasi dan membimbing anak agar tidak terpengaruh dengan dampak negatif dari perkembangan teknologi.

Suwarsih Madya (2014) menyatakan bahwa:

“keseimbangan dunia pendidikan dan teknologi harus benar-benar diperhatikan, karena tidak semua penggunaan teknologi bisa digunakan sebagai alat dalam proses belajar mengajar. Sebagai pengajar haruslah menempatkan penggunaan teknologi dengan proporsinya. Apalagi perkembangan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif tapi juga memberikan dampak negatif bagi perserta didik”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

perkembangan teknologi mempunyai manfaat yang besar, akan tetapi juga membawa dampak negatif, apalagi bagi anak-anak. Oleh karena itu

pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan guru sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak negatif dari perkembangan teknologi. Dalam menggunakan teknologi anak harus dididik dan diajarkan sejak dini

(34)

34

teknologi anak juga perlu diberikan pengawasan dan dampingan sehingga penggunaan teknologi tidak disalah gunakan oleh anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kendala

pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah terdiri dari berbagai macam faktor. Peneliti membagi kendala pembiasaan nilai-nilai

nasionalisme di sekolah menjadi dua, yaitu kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di dalam kegiatan pembelajaran dan kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di luar kegiatan pembelajaran.

Kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di dalam kegiatan pembelajaran meliputi kompetensi, kurikulum, sarana dan prasarana

(35)

35 E. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah belum berjalan dengan maksimal

Visi dan misi sekolah SD N Minomartani I Sleman

Kebijakan sekolah

Pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah

Guru

Di luar kegiatan pembelajaran Di dalam kegiatan pembelajaran

[image:35.595.89.547.187.532.2]

Kendala pembiasaan nilai nasionalisme

(36)

36 F. Pertanyaan Penelitian

Apa kendala yang dihadapi dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I Sleman, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman?

1. Apa kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di dalam kegiatan pembelajaran di SD Negeri Minomartani I Sleman, Kecamatan Ngaglik,

Kabupaten Sleman?

(37)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Bogdan Dan Taylor (Andi Prastowo, 2011: 22) menyatakan metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pada hakikatnya penelitian kualitatif merupakan suatu kegiatan sistematis yang digunakan untuk menemukan teori di lapangan, bukan untuk

menguji teori/hipotesis. Senada dengan pendapat di atas M Djunaidi dan Fauzan A (2012: 25) mengungkapkan Penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bertujuan memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam suatu konteks khusus yang dialami tanpa campur tangan manusia dan dengan memanfaatkan secara

optimal berbagi metode ilmiah yang lazim digunakan

Suharsimi Arikunto (2005: 234) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan “apa

adanya” tentang suatu variable, gejala, atau keadaan. Penelitian deskriptif

tidak bertujuan untuk menguji hipotesis, melainkan untuk menemukan teori

di lapangan.

Berdasarkan uraian di atas, pendekatan penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan ini digunakan agar peneliti dapat

(38)

38

nilai nasionalisme belum berjalan maksimal di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling.

Sugiyono (2012: 217) mengemukakan teknik sampling merupakan teknik dalam pengambilan sampel. Pemilihan sumber data (nara sumber, partisipan, informan) dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling

yaitu pengambilan sumber data atas dasar pertimbangan dan dasar tertentu. Pertimbangan yang digunakan yaitu orang yang dijadikan sampel mengetahui

tentang apa yang diharapkan oleh peneliti.

Beberapa subjek penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah, antara lain.

1. Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai sumber data dipilih untuk mendapatkan data tentang deskripsi SD Negeri Minomartani I terkait visi dan misi sekolah.

Selain itu, juga untuk mendapatkan data tentang program-program sekolah yang terkait dengan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah dan juga

kendala-kendala yang dihadapi. 2. Guru kelas tiga

Subjek penelitian yang kedua adalah guru kelas tiga. Guru kelas tiga

(39)

39

pembelajaran maupun di luar pembelajaran dan juga kendala-kendala yang dihadapi.

3. Guru kelas enam

Subjek penelitian yang kedua adalah guru kelas enam. Guru kelas enam dipilih untuk mewakili guru kelas tinggi. Data yang ingin diperoleh berupa

pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang telah dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar pembelajaran dan juga kendala-kendala yang dihadapi.

4. Perwakilan Siswa

Siswa sebagi sumber data dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di

dalam kegiatan belajar maupun di luar kegiatan pembelajaran. Pemilihan siswa berdasarkan tingkat kemampuan akademik siswa yang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan. Siswa yang dijadikan subjek

penelitian pada tahap observasi adalah siswa kelas tiga dan kelas enam. Subjek penelitian pada tahap wawancara sebanyak enam siswa yang terdiri dari tiga siswa kelas tiga dan tiga siswa kelas enam. Siswa kelas tiga sebagai

perwakilan siswa kelas rendah, dan siswa kelas enam sebagai perwakilan siswa kelas tinggi.

(40)

40 C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SD Negeri Minomartani I, yang beralamatkan di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Penelitian ini telah

dilaksanakan pada bulan Maret-Mei tahun 2014, adapun tahapan yang akan dilaksanakan adalah persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2012: 309) menyatakan ada lima macam metode

pengumpulan data, yaitu metode observasi, metode wawancara, metode angket, dokumentasi dan metode yang merupakan gabungan dari

keempatnya. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I. Uraian pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Wawancara

Lexy J Moleong (2010: 186) mengungkapkan bahwa wawancara

merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua orang yaitu, pewawancara adalah orang yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara adalah orang yang bertindak untuk memberikan

(41)

41

Teknik wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi/keterangan dalam pengumpulan data tentang kendala pembiasaan nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I. Wawancara pada penelitian

ini dilakukan secara terstruktur dan terbuka. Peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan untuk mendapatkan

data. Peneliti juga dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkapkan data. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka. Subjek tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui

maksud dan tujuan wawancara. 2. Observasi (Pengamatan)

Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 220) mengungkapkan bahwa observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang

berlangsung. Observasi dapat dilakukan secara partisipatif dan nonpartisipatif. Observasi partisipatif, peneliti ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung, sedangkan observasi nonpartisipatif, peneliti tidak ikut

serta dalam kegiatan, peneliti hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan.

Observasi dalam penelitian ini menggunakan jenis observasi nonpartisipatif. Peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Observasi dilakukan peneliti

(42)

42

Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung kemudian mencatat perilaku dan kejadian-kejadian yang terjadi dalam catatan lapangan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dan menganalisis dokumen-dokumen baik gambar, tertulis,

maupun elektronik. Dokumentasi juga dapat berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan wawancara, sehingga hasil wawancara lebih lengkap dan sahih.

Dokumentasi digunakan untuk mendukung kegiatan penelitian yang dilaksanakan. Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi data tentang visi

dan misi sekolah, program pembiasaan nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I, baik dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran, kendala-kendala yang dihadapi guru, seperti kurikulum, sarana

dan prasarana, lingkungan, dan pengaruh perkembangan teknologi.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian kualitatif tidak menggunakan instrumen penelitian dalam pengumpulan data, karena dalam penelitian kualitatif peneliti bertindak

sebagai instrumen penelitian. Dalam hal ini peneliti bertindak sendiri untuk melakukan pengamatan, wawancara dan melakukan catatan lapangan.

Instrumen dalam penelitian ini disusun dan dikembangkan oleh peneliti

(43)

43

menggunakan tiga alat bantu (instrumen) dalam pengumpulan data sebagai berikut.

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara diperlukan selama kegiatan pengumpulan data agar data yang dibutuhkan tidak melenceng dari tujuan penelitian yang telah

ditetapkan. Pedoman wawancara disusun berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang hendak diteliti.

Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

pedoman wawancara untuk kepala sekolah, guru dan siswa. Pedoman wawancara terlampir di halaman 90, pedoman wawancara akan dijelaskan

pada uraian sebagai berikut.

a. Pedoman wawancara untuk kepala sekolah bertujuan untuk mendapatkan data tentang deskripsi SD Negeri Minomartani I terkait visi dan misi

sekolah. Selain itu, juga untuk mendapatkan data tentang program-program sekolah yang terkait dengan pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di sekolah dan juga kendala-kendala yang dihadapi oleh sekolah.

b. Pedoman wawancara untuk guru bertujuan untuk mendapatkan data tentang pembiasaan nilai-nilai nasionalisme yang telah dilaksanakan dalam

kegiatan pembelajaran maupun di luar pembelajaran dan juga kendala-kendala yang dihadapi.

c. Pedoman wawancara untuk siswa bertujuan untuk mengungkapkan tentang

(44)

44 2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi dibutuhkan dalam kegiatan pengumpulan data yang lebih mendalam tentang pembiasaan nilai nasionalisme di dalam kegiatan

pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran, dan kendala yang dihadapi guru di SD Negeri Minomartani I. Pedoman observasi yang

digunakan peneliti dalam pengumpulan data terlampir di halaman 103. 3. Dokumentasi

Dokumentasi dibutuhkan sebagai alat bantu dalam kegiatan wawancara

agar pelaksanaan wawancara bisa berjalan dengan maksimal, tanpa terganggu harus melakukan pencatatan data-data pada kegiatan wawancara, selain itu

dokumentasi juga bermanfaat sebagai alat pendukung dalam kegiatan pengumpulan data.

F. Teknik Analisis Data

Bogdan & Biklen (Lexy J Moleong, 2010: 248) mengatakan bahwa analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

(45)

45

mendeskripsikan tentang kendala yang dihadapi dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I. Data yang diperoleh berupa tulisan dan gambar yang merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian.

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012: 334) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Teknik analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verfikasi data.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman. Model Miles dan Huberman digunakan untuk

mengelompokkan data hasil observasi dan wawancara secara bertahap sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Penjabaran analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Reduksi Data

Kegiatan reduksi data dalam penelitian ini bertujuan untuk memilih data yang dianggap penting, merangkum dan memfokuskan pada hal-hal yang

penting dan membuang yang tidak perlu. Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian ini berlangsung.

2. Penyajian data (data display)

Setelah proses reduksi data, proses selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk

(46)

46

memudahkan peneliti mendeskripsikan suatu peristiwa/kejadian yang memberikan kemungkinan dalam penarikan kesimpulan.

3. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing/verification)

Kesimpulan awal yang ditemukan dalam penelitian ini hanya bersifat sementara, dan akan berubah apabila ditemukan data-data yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Jika kesimpulan yang ditemukan pada tahap awal didukung bukti-bukti yang valid dan konsiten, maka kesimpulan yang ditemukan adalah kesimpulan yang kredibel tentang

kendala pembiasaan nilai-nilai nasionalisme di SD Negeri Minomartani I, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Secara skematis proses analisis data

menggunakan model analisis data interaktif Miles dan Huberman dapat dilihat pada bagan berikut.

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan Pengumpulan

Data

Penyajian Data

Reduksi Data

[image:46.595.142.562.420.584.2]

Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan

(47)

47 G. Teknik Keabsahan Data

Lexy J Moleong (2010: 324) menyatakan bahwa untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Teknik

pemeriksaan atas sejumlah kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan

(dependability), dan kepastian (confirmability).

Temuan atau data yang diperoleh dari penelitian kualitatif dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaannya antara yang dilaporkan peneliti dengan

yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Lexy J Moleong (2010: 330), trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memafaatkan sesuatu lain dari luar untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut.

Penelitian ini menggunakan data triangulasi sumber dan teknik.

Triangulasi sumber untuk menguji keabsahan data dilakukan dengan mengecek dan membandingkan data yang diperoleh dari satu informan dengan informan lain. Triangulasi teknik dilakukan dengan membandingkan

data dari hasil wawancara dengan observasi dan dokumentasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang reliabel yang didasarkan pada fakta

(48)

48 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

SD Negeri Minomartani I merupakan sekolah dasar yang terletak di jalan Mlandhangan Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman. Wilayah ini

cukup strategis karena berada di pinggir jalan sehingga dapat dijangkau dengan angkutan umum. SD Negeri Minomartani I terletak dalam suatu kompleks perumahan. Dilihat dari segi fisik, bangunan SD Negeri

Minomartani 1 cukup baik, SD Negeri Minomartani I berdiri sejak tahun 1982 SD Negeri Minomartani I terdiri dari 6 ruang kelas, 1 ruang

[image:48.595.119.491.450.671.2]

perpustakaan, 1 ruang guru, 1 ruang mushola, dan 1 ruang kepala sekolah. Jumlah guru dan karyawan di SD Negeri Minomartani 1 dapat dijelaskan dalam tabel di bawah.

Tabel 1. Daftar Guru dan Karyawan di SD Negeri Minomartani I

Nama Jabatan

Nugroho, S.Pd. Kepala Sekolah

Sukarweni, S.Pd. Wali Kelas VI

Suwartinah, S.Pd. Wali Kelas V

Tukinah, S.Pd. Wali Kelas IV

Suratiningsih, S.Pd. Wali Kelas III

Tiwi Wali Kelas II

Arumsari Wali Kelas I

Sindhu, S.Pd. Guru Pendidikan Agama Islam

Ning, S.Pd. Guru Penjaskes

Guru Pendidikan Agama katholik Guru Pendidikan Agama Kristen

Sri Lestari, S.Pd Guru Seni

(49)

49

Jumlah semua siswa di SD Negeri Minomartani 1 ada 161 orang. Siswa laki-laki berjumlah 79 orang, sedangkan siswa perempuan ada 82 orang. Dalam tiap kelas jumlah siswa berbeda-beda. Gambaran kondisi siswa

di setiap kelas di SD Negeri Minomartani I dapat dijelaskan dalam tabel di bawah.

Tabel 2. Data Jumlah Siswa di SD Negeri Minomartani I

Kelas

Siswa Laki-Laki

Jumlah Laki-laki Perempuan

Kelas I 14 17 31

Kelas II 15 11 26

Kelas III 13 12 25

Kelas IV 14 15 29

Kelas V 12 15 27

Kelas VI 11 12 23

Jumlah 79 82 161

Sekolah Dasar Negeri Minomartani 1 merupakan sekolah dasar negeri

yang mengedepankan pengetahuan akademik tanpa meninggalkan karakter yang sekarang ini sangat diperlukan oleh setiap orang, khususnya oleh insan pendidikan, SD Negeri Minomartani I memiliki Visi “cerdas, terampil, berprestasi dan berbudi luhur” yang dirumuskan dalam Misi sekolah, yaitu (1)

Melaksanakan bimbingan pengalaman agama dan budi pekerti; (2)

Mengoptimalkan guru dan siswa dalam proses KBM; (3) melakukan bimbingan siswa secara optimal; (4) Melakukan bimbingan di bidang: olahraga, seni dan keterampilan; (5) melaksanakan suasana kerja yang

(50)

50 B. Hasil Penelitian

Bagian ini akan dijelaskan hasil penelitian yang ditemui peneliti di lapangan. Hasil penelitian ini berpedoman pada data yang berasal dari hasil

wawancara, observasi, dan dokumentasi. Aspek yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah kendala guru dalam pembiasaan nilai-nilai nasionalisme

di SD Negeri Minomartani I Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel agar lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami. Tabel tersebut dapat dilihat pada lampiran 8.

Penelitian ini menggunakan interpretasi data secara deskriptif berupa uraian kalimat sebagai berikut.

1. Pengetahuan Guru di SD Negeri Minomartani I Tentang Nilai-Nilai

Nasionalisme

a. Pemahaman Guru Tentang Nilai-nilai Nasionalisme

Keberhasilan guru dalam membiasakan nilai-nilai nasionalisme

tergantung dari pemahaman guru tentang nilai-nilai nasionalisme sendiri. Nilai-nilai nasionalisme yang dipahami guru akan diterapkan guru ketika

berinteraksi dengan siswa ketika dalam kegiatan pembelajaran maupun saat di luar kegiatan pembelajaran. Berdasarkan analisis hasil wawancara, pemahaman guru tentang nilai-nilai nasionalisme adalah perasaan

(51)

51

dengan pendapat ibu “ST” yang menyatakan bahwa “nilai-nilai

nasionalisme itu seperti mencintai bangsa dan negara dan juga mempunyai sikap toleransi dan disiplin juga mencerminkan nilai nasionalisme”.

b. Nilai-nilai Nasionalisme yang dibiasakan di SD Negeri Minomartani I Nilai-nilai yang terkandung dalam nasionalisme sangat banyak,

sehingga tidak semua nilai dapat dibiasakan kepada siswa sekaligus. Oleh karena itu pihak sekolah terutama guru hanya mengambil beberapa nilai-nilai nasionalisme yang dirasa perlu dan penting bagi perkembangan siswa

seusia sekolah dasar, meskipun dalam pelaksanaannya guru juga tidak jarang membiasakan nilai-nilai nasionalisme yang lain. Mencermati

analisis hasil wawancara halaman 153 yaitu nilai nasionalisme yang dibiasakan kepada peserta didik di SD Negeri Minomartani I adalah disiplin, toleransi, tanggungjawab dan kejujuran.

Hasil wawancara di atas juga didukung dengan observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 26 april 2014 di ruang kelas III ketika kegiatan pembelajaran, guru meminta siswa yang belum melaksanakan

tugas piket untuk membersihkan ruang kelas, hal ini untuk membentuk sikap tanggungjawab siswa, selain itu guru juga menasihati dan menegur

siswa agar bisa tertib dan disiplin dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil wawancara dan observasi di atas juga didukung dengan dokumentasi kegiatan pembelajaran dan juga rencana pelaksanaan

(52)

52

disiplin, tanggungjawab, toleransi dan kejujuran, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai nasionalisme yang dibiasakan pada siswa di SD Negeri Minomartani I adalah disiplin, toleransi, tanggungjawab dan

kejujuran.

c. Pentingnya Nilai-nilai Nasionalisme

Nilai-nilai nasionalisme penting dimiliki untuk membentuk sikap, karakter dan perilaku siswa yang mencerminkan nilai-nilai nasionalisme, seperti disiplin, tanggungjawab, toleransi, dan kejujuran sehingga siswa

bisa menerapkannya di mana saja. Mencermati analisis hasil wawancara pada lampiran 7 halaman 153 tentang pentingnya nilai-nilai nasionalisme

adalah agar siswa dapat mengembangkan karakter dan sikap cinta dan bangga pada bangsa dan negara sehingga menumbuhkan nasionalisme yang tinggi dan kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari bapak “N” yang

menyatakan bahwa:

“Bukan hanya penting mas, tetapi harus. Harus ditanamkan sejak dini pada anak tentang nilai-nilai nasionalisme, karena dengan adanya kemajuan teknologi dan globalisasi seperti sekarang ini tidak mungkin dihadapi tanpa nilai-nilai nasionalisme, karena nanti nilai-nilai kebangsaan kita akan habis ditelan oleh arus globalisasi, oleh karena itu dalam rangka wawasan kebangsaan anak memang harus ditanamkan tentang nilai-nilai nasionalisme.”

Pernyataan di atas juga didukung oleh hasil observasi yang dilakukan peneliti di lapangan pada hari senin tanggal 07 april 2014, saat peringatan upacara bendera, kepala sekolah mengingatkan kepada

(53)

53

tidak tergusur oleh budaya dari luar. Siswa-siswa juga diingatkan untuk selalu bersikap jujur dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi foto yang

dilaksanakan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai nasionalisme penting dimiliki agar siswa dapat membentengi diri untuk

menghadapi arus perkembangan teknologi dan globalisasi yang semakin berkembang dengan cepat, sehingga tidak melunturkan nilai-nilai kebangsaan dengan cara membiasakan nilai-nilai nasionalisme pada siswa

sejak dini. Nilai-nilai nasionalisme juga penting dimiliki agar siswa bisa mengetahui cara bersikap, berperilaku, sopan santun dan mengembangkan

sikap/perilaku yang mencerminkan nilai-nilai nasionalisme seperti disiplin, tanggungjawab, toleransi dan kejujuran di mana saja.

2. Pembiasaan Nilai-nilai Nasionalisme di SD Negeri Minomartani I

a. Pembiasaan Nilai-nilai Nasionalisme di

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2: Model Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman
Tabel 1. Daftar Guru dan Karyawan di SD Negeri Minomartani I Nama Jabatan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memeprkuat pertanyaan yang disampaikan oleh Bapak Wawan sungkawa dan saudara Iqbal, peneliti pun kembali meminta pendapat kepada Pak Yadi Sebagai Sarana dan Prasarana di

[r]

Tidak terdapat secret, bersih, tidak hiperemis, tidak ada septum deviasi, terpasang O2 3 Liter / menit dengan nasal

Hasil penelitian pada penelitian ini menunjukkan perbedaan pengetahuan tentang tatalaksana balita di rumah dengan diare yang signifikan sebelum dan setelah

Juga, bila anda menyerahkan pernyataan pindah tempat tinggal ke kantor pos, benda pos yang dikirim ke alamat lama, akan dikirimkan ke alamat baru selama periode satu tahun..

Artinya bila pada teknologi analog memerlukan pita selebar 8 MHz untuk satu kanal transmisi, maka pada teknologi digital dengan lebar pita frekuensi yang sama dengan teknik

Kemiringan bidang konsentrator atau reflektor parabola dapat diatur agar energi surya yang diterima oleh permukaan modul surya maksimal sehingga daya listrik output yang

Secara lebih terperinci menurut Suryana dalam Daman (2012:18) monitoring bertujaun untuk: 1) Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan; 2) Memberikan masukan tentang